Anda di halaman 1dari 95

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga dalam rangka
melengkapi salah satu persyaratan untuk kenaikan pangkat/golongan sebagai Pegawai Negeri Sipil penulis dapat menyelesaikan
karya tulis ilmiah dengan judul “PENGARUH 0RAL HYGIENE DENGAN NACL 0,9 % TERHADAP PENURUNAN STADIUM
MUKOSITIS PADA PASIEN KANKER STADIUM III, IV PRO KEMORADIASI DI RSUP PERSAHABATAN TAHUN 2018”.

Dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari
kekurangan yang disebabkan karena keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh karena itu penulis mengharapkan
saran sumbangsih kritik yang bersifat membangun dari semua pihak terutama pembaca sekalian demi kesempurnaan karya tulis
ilmiah ini.

Karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan berkat bantuan, bimbingan, arahan, petunjuk dan dukungan dari semua pihak yang terkait.
Oleh sebab itu melalui kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada
semua yang terkait yang telah membantu penulis menulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Akhir kata penulis menghaturkan do’a semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada semua pihak
yang telah membantu dan memberikan jasanya kepada penulis. Harapan penulis semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat untuk
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan sebagai salah satu persyaratan kenaikan pangkat/golongan Pegawai Negeri Sipil.

Penulis,

O. Rohanah Skep.Ner
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR i
LEMBARPERNYATAANORISINALITAS iii
LEMBARPERNYATAANPERSETUJUAN iv
DAFTARISI v
DAFTARTABEL vii
DAFTARSKEMA viii
DAFTARGAMBAR ix
DAFTARLAMPIRAN x
ABSTRAK xi

BAB 1.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 RumusanMasalah 4
1.3 TujuanPenelitian 5
1.4 ManfaatPenelitian 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 PenyakitKanker 7
2.2 Kemoradiasi 9
2.3 Mukositis 12
2.4 Oral Hygiene denganNaCl 0,9% 23
2.5 KeaslianPenelitian 25

BAB 3. KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL


3.1 KerangkaKonsep 28
3.2 Hipotesis 29
3.3 DefinisiOperasional 29

BAB 4. METODELOGI PENELITIAN


4.1 DesainPenelitian 30
4.2 Populasidan Sampel 31
4.3 Tempat danWaktu Penelitian 33
4.4 EtikaPenelitian 34
4.5 AlatPengumpulan Data 35
4.6 ProsedurPengumpulanData 36
4.7 TahapanPenelitian 38
4.8 PengolahanData 39
4.9 AnalisisData 40

BAB 5. HASIL PENELITIAN


5.1 AnalisaUnivariat 42
5.2 AnalisaBivariat 46
BAB 6. PEMBAHASAN
6.1 KeterbatasanPenelitian 47
6.2 Interpretasi danDiskusiHasil 48

BAB 7. KESIMPULAN dan SARAN


7.1 Kesimpulan 56
7.2 Saran 57

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skala Mukositis World HealthOrganization(WHO) 17


Tabel 2.2 Daftar Agen Kemoterapi yang Beresiko Tinggi Menyebabkan Efek
Samping Mukositis 19
Tabel 2.3 JudulPenelitianTerdahulu 26
Tabel 3.1DefinisiOperasional 29
Tabel 4.1 Desain Penelitian One group Pre Test-PostTest 31
Tabel 4.2 Oral Mucositis AssesmentScale(OMAS) 35
Tabel 4.3TahapanPenelitian 38
Tabel 5.1.1 Distribusi frekuensi Berdasarkan Usia diRSUPPersahabatan 42

Tabel 5.1.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Terapi ModalitasdiRSUP Persahabatan


...................................................................................................................................43
Tabel 5.1.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kanker di RSUPPersahabatan.43
Tabel 5.1.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Frekuensi Oral Hygiene di RSUP
Persahabatan
43
Tabel 5.1.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Gizi di RSUP Persahabatan...
44 Tabel 5.1.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUP
Persahabatan.....
...................................................................................................................................44
Tabel 5.1.7 Stadium Mukositis Pre Intervensi hari ke1 (T1) 44
Tabel 5.1.8 Penurunan Stadium Mukositis Post Intervensi hari keenam(T2) 45
Tabel 5.1.9 Perbedaan Nilai Mean, Median, Standar Deviasi Stadium
Mukositis Hari Pertama Pre Intervensi dan Stadium Mukositis Hari Ke
EnamPostIntervensi
45
Tabel 5.2.1 Pengaruh Oral Hygiene dengan NaCl 0,9 % terhadap Penurunan
Stadium Mukositis pada hari pertama (T1) dan hari keenam (T2)
46
DAFTAR SKEMA

Skema 2.1KerangkaTeori 27
Skema 3.1 KerangkaKonsepPenelitian 28
DAFTAR GAMBAR

Gambar2.1 Mulut 13
Gambar 2.2Patofisiologis Mucositis 15
Gambar 2.3GradeMucositis 17
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN1 : Penjelasan Penelitian

LAMPIRAN2 : Standar Operasional Praktik Oral Hygiene dengan NaCl

0,9 % LAMPIRAN3 : Penilaian Stadium Mukositis

LAMPIRAN4 : Observasi Oral Hygiene

LAMPIRAN5 : Lembar Persetujuan Menjadi

Responden LAMPIRAN6 : Output Statistik Penelitian


NURSING STUDY PROGRAM

FACULTY OF NURSING

MUHAMMADIYAH JAKARTA UNIVERSITY

Skripsi, 2018 February


AI AMINAH
2016727051

Title : effect of Oral Hygiene with nacl 0,9 % to Changes Mucositis


Stage in Cancer Stage III,IV with Chemoradiation at Persahabatan Hospital in
2018.
Chapter 7 Page 58 table 17 Scema 2 Picture 3 Attachment 7

ABSTRACT

Mucositis as a side effect of chemoradiation an e mucosal epithelial cell


inflammatory responses includes inflammation of the mouth, esophagus, and
gastrointestinal tract. This research to see about the effect of NaCl 0,9 % on the
decrease in stage of mucositis cancer patient with stage III and IV pro
chemoradiation. A method using quasi eksperimen study with one group design
pre test and post test to identify oral hygiene response with NaCl 0,9 % to
decrease mucositis stage.Result of the study on 16 sampel taken by purpossive
sampling with inclusion and exclusion criteria, there found significant influence on
the prophylactic stage of mucositis before and after oral hygiene on 0.9 % NaCl
solution with P Value, P= 0.0005. The different stage in mucositis can be seen
from the first day of pre intervention/ T1 with Mean result 2.56, In post Six day
intervention with Mean result 0.69, It was concluded that oral hygiene with 0.9 %
NaCl solution in statistical test could decrease the mucositis stage with a
significant proportion of mucositis stagedecline. Economicall advisable NaCl 0,9
% can be used for oral care in patien cancer who experiencemucositis.

Key Word : Mucositis, Oral Hygiene, 0,9 % NaCl,


Cancer Bibliography 39 (2004 up to 2017) Jurnal 4
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS
ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH JAKARTA
Skripsi, Februari, 2018

AI AMINAH

2016727051

JudulPenelitian : Pengaruh 0ral Hygiene dengan NaCl 0,9 % terhadap


Penurunan Stadium Mukositis pada Pasien Kanker Stadium III, IV pro Kemoradiasi
di RSUP Persahabatan Tahun2018

Bab 7 Halaman 58 Tabel 17 Skema 2 Gambar 3 Lampiran 7

ABSTRAK

Mukositis sebagai efek samping dari pemberian kemoradiasi yang merupakan


respon peradangan sel efitel mukosa meliputi peradangan mulut, esofagus, dan
saluran pencernaan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh oral hygiene NaCl 0,9 % terhadap penurunan stadium mukositis pada
pasien kanker stadium III dan IV pro kemoradiasi. Metode penelitian ini
menggunakan kuasi eksperimen dengan one group desaign pre test dan post test
untuk mengidentifikasi respon oral hygiene dengan Nacl 0,9% terhadap penurunan
stadium mukositis. Hasil penelitan pada 16 sample yang diambil secara
Purpossive sampling dengan kriteria inklusi dan eksklusi, didapatkan ada
pengaruh yang signifikan terhadap penurunan stadium mukositis sebelum dan
sesudah oral hygiene dengan larutan NaCl 0,9%, dengan hasil P Value 0.0005.
Perbandingan perbedaan proposi stadium mukositis dapat diidentifikasi yaitu dari
hari pertama pre intervensi (T1) dengan hasil Mean 2.56, sedangkan post
intervensi hari ke enam ( T2) dengan hasil Mean 0.69, disimpulkan oral hygiene
dengan larutan NaCl 0,9 % secara uji statistik dapat menurunkan stadium
mukositis dengan proporsi penurunan stadium mukositis yang cukup signifikan.
Disarankan pula secara ekonomis larutan NaCl 0,9 % dapat digunakan untuk oral
hygiene pasien kanker denganmukositis.

Kata Kunci : Mukositis, oral hygiene, NaCl 0,9 %,


Kanker Daftar Pustaka 39 (2014 s/d 2017) Jurnal 4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Kanker adalah suatu istilah untuk penyakit dimana sel – sel membelah secara

abnormal tanpa kontrol dan dapat menyerang jaringan di sekitarnya ( National

Cancer Institute, 2009). Kejadian kasus kanker ini di seluruh dunia terus

mengalami peningkatan yang signifikan hal ini dapat dilihat dari prevalensi kanker

di seluruh dunia pada tahun 2002 terdata 4,2 juta kasus, pada tahun 2008 terdapat

peningkatan kasus kanker menjadi 12,7 juta kasus dan pada tahun 2012 tercatat

14,1 juta kasus kanker baru, dengan 8,2 juta kematian akibat kanker dan 32,6 juta

orang yang hidup dengan kanker (World Health Organization, 2014). Berdasarkan

Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi penyakit kanker

di Indonesia juga cukup tinggi yaitu 1,4 per 1000 penduduk dengan jenis kanker

terbanyak di Indonesia adalah kanker payudara, yang selanjutnya diikuti oleh

kanker serviks, leukimia, limfoma dan kanker paru.

Banyak alternatif modalitas yang diberikan sebagai terapi kanker yang

berkembang saat ini, salah satunya dengan kemoradiasi (chemoradiosensitizer).

Lebih dari 50 % kasus klien yang telah di diagnosis kanker akan menjalani

tindakan kemoradioterapi (Seith, 2011). Menurut data rekam medik Rumah Sakit

Umum Pusat Persahabatan tahun 2017 bulan September sampai dengan

November tercatat pasien kanker yang menjalani kemoterapi dan radiasi

sebanyak 450orang.

Sejak era 1970-an kemoradioterapi kanker telah beranjak dari sifat paliatif menuju

terapi kuratif. Hingga saat ini, sekitar 10-15 % dari seluruh klien kanker sembuh
dengan
kemoradioterapi (Desen, 2008; Bertram, 2011). Namun, semua Obat Anti Kanker

(OAK) maupun terapi sinar bersifat mengganggu sel normal (Otto, 2005). Berbeda

dengan terapi pembedahan, kemoradioterapi pada kanker merupakan pengobatan

yang bersifat sistemik dan lokal, sehingga cenderung memiliki potensi efek

samping yang lebih luas. Oleh karena itu penatalaksanaannya sangat berbeda

dengan terapi lainnya, karena sifat toksik dan efek samping yang ditimbulkannya

(Fishman & Mrozek, 2012).

Efek samping yang mungkin timbul dari penatalaksanaan kemoradioterapi dapat

secara akut sebelum dan selama pelaksanaan kemoradiasi, dan juga dapat terjadi

secara kronis dan menetap setelah penatalaksanaan. Beberapa efek samping

yang sering terjadi secara akut dari proses pengobatan kanker, satu diantaranya

adalah mukositis oral (Popa, 2008). Terjadinya mukositis pada pasien kanker pro

kemoradasi adalah karena efek dari obat kemoradiasi sendiri yang merusak tidak

hanya sel kanker tetapi juga merusak sel sehat terutama lapisan tubuh yang

paling halus seperti mulut. Sel endotel, jaringan ikat terpapar pada mukosa bukal,

terjadinya pelepasan radikal bebas sehingga meningkatkan permeabilitas

pembuluh darah dan meningkatkan penyerapan obat sitotoksik ke mukosa mulut.

Hal ini dapat menghambat pembelahan sel pada epitel mukosa yang pada

akhirnya menurunkan onset epitel dan pembaruan dan memicu terbentuknya ulcer

pada mukosa mulut (Firmana,2017).

Mukositis adalah istilah dalam bidang kesehatan yang digunakan untuk merujuk

pada keluhan mulut yang berkisar pada sensasi nyeri dan kemerahan serta

ulserasi mukosa yang cukup parah dan berdampak pada gangguan pola makan

dan minum. Insiden mukositis bervariasi berdasarkan jenis kanker dan modalitas

yang digunakan untuk pengobatan (Potting, 2008).


Dalam penelitian sebelumnya Eipstein & Schubert (2007) menemukan bahwa

prevalensi oral mukositis akibat kemoradiasi mencapai 30% – 75% dalam setiap

siklusnya. Angka kejadian mukositis pada perempuan 60% dan pada laki-laki 40%

(Vokurka, 2005). Menurut rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan

bulan Januari tahun 2018 mencatat angka kejadian mukositis pada pasien kanker

pro kemoradiasi mencapai 60% dari total 100% pasien kemoradiasi yang artinya

dari 150 pasien dibulan Januari 2018, sebanyak 90 pasien mengalami mukositis.

Dari total 90 Pasien kanker pro kemoradiasi yng mengalami mukositis, yang

dirawat sebanyak 30 pasien dengan dengan proporsi stadium 2 sebanyak 19

pasien, proporsi stadium 3 sebanyak 11 pasien. Mukositis oral merupakan

masalah kesehatan yang harus ditangani. Mukositis harus segera ditangani,

karena hal ini akan berpengaruh terhadap asupan nutrisi pasien (Japardi, 2009).

Mukositis mempengaruhi aspek fisik dan psikososial pada klien kanker yang

sedang menjalani kemoradioterapi. Sensasi nyeri yang hebat, kurangnya nafsu

makan, mual dan muntah, ketidakmampuan untuk bicara dengan nyaman, infeksi

sekunder, penurunan berat badan serta sulit tidur mempengaruhi kualitas hidup

klien (Cawley & Benson, 2007). Kondisi tersebut berdampak pada lamanya hari

rawat sehingga menyebabkan peningkatan biaya perawatan, menyebabkan

kegagalan terapi dan beban ekonomi, pasien jatuh dalam keadaan depresi, bahkan

bisa berujung pada kematian. Upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi

mukositis pada pasien kemoradiasi, yaitu dengan menjaga kebersihan mulut

pasien dengan benar dan teratur (Agatha, 2004).

Dalam berbagai jurnal sebelumnya, salah satunya Hashemi A MD et al, 2015

melakukan tindakan oral hygiene dengan menggunakan larutan normal saline

(NaCl 0,9%) yang dikombinasikan dengan chlorhexidine 0,12 % dapat mengatasi

masalah mukositis. Larutan NaCl 0,9 % ini isotonis dan memiliki kandungan
elektrolit Na+dan Cl-, yang merupakan
kation utama dalam cairan ekstraseluler, sedangkan Cl-mempunyai peran sebagai

buffer. Sedangkan keunggulan dari chlorhexidine 0,12 % adalah antibakterisidal

spektrumluas.

Tatalaksana yang selama ini diberikan di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan

adalah pemberian minozep yang mengandung chlorhexidine 0,12 %. Obat ini

diberikan sesaat setelah klien mengalami mukositis namun pada hasilnya belum

terlalu efektif mencegah dan mengatasi mukositis (data hasil observasi di RSUP

Persahabatan, November2017).

Melihat kecenderungan belum terlalu efektifnya tata laksana dengan anti

bakterisid memunculkan ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian tentang

tindakan oral hygiene dengan menggunakan agen NaCl 0,9% secara mandiri tanpa

melibatkan tata laksana yang lain. Cairan NaCl 0,9 % seperti diketahui tidak

mengandung bakteriostatik dan agen mikroba. Irigasi NaCl 0,9% secara umum

diakui kompatibel dengan organ karena osmolaritasnya 308 mOsm/l, yang

berfungsi mempertahankan status hidrasi jaringan dan organ tubuh serta dapat

mengekstrak air dari sel bakteri yang bersifat patogen, yang menyebabkan

kerusakan pada struktur sel bakteri tersebut (Purba, 2010). Upaya ini dapat

membantu flora oral patogenik dan menurunkan resiko timbulnya infeksi sekunder,

serta mencegah terjadinya mukositisberulang.

1.2 RumusanMasalah

Mukositis merupakan respon peradangan sel epitel mukosa meliputi peradangan

mulut (stomatitis), esofagus, dan saluran pencernaan. Mukositis juga merupakan

efek samping dari pemberian kemoterapi dan radioterapi pada pasien kanker

stadium III, IV. Berbagai tata laksana mukositis diantaranya melakukan oral
hygiene. Oral hygiene yang selama ini menggunakan anti bakterisid seperti

minozep dengan kandungan Chlorheksidine 0,12 %


ataupun kombinasi dari minozep dengan NaCl 0,9 % tetapi belum memperlihatkan

hasil yang maksimal dalam proses penyembuhannya yang ditandai dengan

lambatnya proses perbaikan kondisi mukositis. Hal ini telah menimbulkan

keingintahuan dari peneliti untuk melakukan penelitian tentang oral hygiene

dengan NaCl 0,9 % secara mandiri terhadap penurunan stadium muskositis pada

pasien kanker stadium III,IV pro kemoradiasi di RSUP Persahabatan tahun2018?.

1.3 TujuanPenelitian

1.3.1 Tujuanumum

Tujuan umum penelitian ini adalah diketahui adanya pengaruh oral hygiene

dengan NaCl 0,9% terhadap penurunan stadium mukositis pada pasien

kanker stadium III & IV pro kemoradiasi di RSUP Persahabatan tahun 2018.

1.3.2 Tujuankhusus

1.3.2.1 Teridentifikasinya karakteristik demografi pasien kanker stadium

III,IV pro kemoradiasi yang mengalami mukositis (usia, jenis kelamin,

status gizi, jenis kanker, pemberian kemoradiasi) di RSUP

Persahabatan tahun2018.

1.3.2.2 Teridentifikasinya perbedaan proporsi mukositis sebelum

dilakukannya oral hygiene dengan NaCl 0,9% pada pasien kanker

stadium III & IV pro kemoradiasi di RSUP Persahabatan tahun2018.

1.3.2.3 Teridentifikasinya perbedaan proporsi mukositis setelah dilakukan

oral hygiene NaCl 0,9% pada pasien kanker stadium III & IV pro

kemoradiasi di RSUP Persahabatan tahun2018.

1.3.2.4 Teridentifikasinya penurunan stadium mukositis setelah dilakukan

oral hygiene NaCl 0,9% pada pasien kanker stadium III & IV pro

kemoradiasi di RSUP Persahabatan tahun2018.


1.4 ManfaatPenelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1.4.1 Instansipelayanan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan tehnik inovatif untuk perawat dalam

melakukan oral hygiene pasien kanker yang mengalami mukositis akibat

efek samping dari terapi yang dilakukan (kemoradiasi) dan memberikan

masukan dalam membuat standar operasional prosedur oral hygiene pada

pasien kanker stadium III, IV pro kemoradiasi dengan mukositis.

1.4.2 Manfaatkeilmuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan dalam praktik keperawatan tentang tindakan oral hygiene, serta

memberikan gambaran dan informasi tentang pengaruh oral hygiene NaCl

0,9 % terhadap penurunan stadium mukositis pada pasien dengan kanker

stadium III,IV pro kemoradiasi.

1.4.3 ManfaatMetodologi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi serta

dapat digunakan sebagai bahan kajian bagi peneliti selanjutnya untuk

melanjutkan penelitian sejenis ataupun modifikasi khususnya mengenai

oral hygiene pada pasien kanker dengan terapi modalitaskemoradiasi.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis akan membahas konsep teori terkait judul penelitian, antara

lain penyakit kanker, kemoradiasi, mukositis, dan oral hygiene dengan NaCl 0,9 %.

2.1 Penyakit Kanker

2.1.1 Definisi

Kanker dalam bahasa medis biasa disebut karsinoma yaitu sekelompok

penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan dan perkembangan sel-sel yang

tidak terkontrol dan tidak normal (Price & Wilson, 2016).

Kanker juga didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan baru yang bersifat

ganas dengan masa abnormal, tidak berfungsi normal, dan motilitas

abnormal atau disebut dengan neoplasma maligna (Otto, 2005). Sel-sel

abnormal yang tumbuh secara cepat dan tidak terkendali tersebut,

kemudian dapat menyerang pada bagian sebelah tubuh dan menyebar ke

organ lain. Proses ini disebut sebagai metastasis yang merupakan

penyebab utama kematian akibat kanker (Otto,2005).

Menurut National Cancer Institute (NCI) tahun 2011 kanker adalah istilah

yang digunakan untuk penyakit dimana sel-sel abnormal membelah tanpa

kontrol dan mampu menyerang jaringan lain. Sel-sel kanker dapat menyebar

ke bagian lain dari tubuh melalui darah dan sistem getah bening.
Kanker yang disebut juga dengan tumor atau neoplasma ganas merupakan

jaringan abnormal yang terbentuk oleh sekumpulan sel (jaringan) yang

pertumbuhannya terus menerus tidak terbatas dan tidak terkoordinasi

dibandingkan dengan jaringan normal yang berada disekitarnya (WHO,2014).

Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kanker adalah

pertumbuhan sel yang abnormal dimana tidak terjadi proses apoptosis dan

melakukan perkembangan diluar kontrol sehingga merusak fungsi dan

struktur dari normalitas sel.

2.1.2 Etiologi

Terbentuknya sel kanker diawali dengan terjadinya kerusakan DNA akibat

interaksi faktor genetik dengan agen perusak. Menurut Price dan Wilson

(2016), ACS (2013a), dan WHO (2014), yang dimaksud dengan agen perusak

tersebut yaitu sebagai berikut:

a. Karsinogen fisik, seperti radiasi yang bersifat mutagenik dari ultraviolet,

sinar- X, sinar gamma, dan sinar lainnya yang memiliki gayaionisasi.

b. Karsinogen kimia, seperti pestisida, asbes, komponen asap tembakau,

aflatoksin (kontaminan makanan), dan arsen (kontaminan airminum).

c. Karsinogen biologis, seperti infeksi kronis dari jenis Human Papilloma

Virus (HPV), hepatitis B virus (HBV), Hepatitis C virus (HCV), bakteri, dan

parasit lainnya.
2.1.3 Staging selkanker

Sel kanker berkembang secara bertahap (staging). Staging menggambarkan

tingkat atau penyebaran kanker pada saat diagnosis. Staging yang tetap

sangat penting dalam menentukan pilihan terapi dan dalam menilai

prognosis. Sebuah staging kanker didasarkan pada ukuran atau luasnya

(primer utama) tumor dan ada tidaknya penyebaran kekelenjar getah bening

terdekat atau area lain dari tubuh. Sejumlah sistem staging yang berbeda

digunakan untuk mengklasifikasikan kanker. Jika sel- sel kanker yang hadir

hanya pada lapisan sel yakni sel kanker dikembangkan dan belum menyebar,

disebut stag in situ (Howlader & dkk.,2013).

Salah satu gambaran stadium adalah dengan menggunakan TNM sistem

yang menggolongkan stadium berdasarkan 3 faktor : tumor (T), jaringan

kelenjar getah bening atau lymph nodes (N) disekitar tumor, dan apakah

sudah menyebar kepada organ organ tubuh lainnya (M). Stadium dalam

TNM system terdiri dari clinical stage sebelum pengambilan jaringan dan

pathologic stage sesudah operasi. Pada stadium III, kanker sudah

berkembang, tergantung jenis kanker dan stadium IVkanker sudah

menyebar.

2.2 Kemoradiasi

2.2.1 Definisi

Kombinasi pemberian obat kemoterapi dan sinar X (terapi radiasi) secara

bersamaan yang diberikan terhadap penderita kanker. Kemoradiasi juga

merupakan salah satu tehnik penghancuran sel kanker dengan cara

penyinaran sinar X-ray, protan dan energi tertentu (Aditia,2015).


2.2.2 Tujuan

Terapi kombinasi ini ditujukan sebagai terapi kuratif dan digunakan secara

bersamaan dengan tujuan untuk membunuh sel-sel tumor sekaligus

melindungi jaringan organ yang sehat. Perawatan kombinasi ini juga

dimaksudkan untuk mencegah penyebaran penyakit ke bagian tubuh yang

lain. Terapi kombinasi kemoradiasi juga dilakukan dengan tujuan untuk

merawat penyebaran sel-sel kanker yang tidak terlihat. Terapi ini sering

diberikan setelah pembedahan untuk memperbaiki peluang penyembuhan

kanker. (Aditia, 2015).

2.2.3 Cara kerja terapikemoradiasi

Cara kerja kemoradiasi yaitu dengan merusak sel kanker dengan cara

menghancurkan sel genetik yang mengontrol pertumbuhan dan

pertambahan sel kanker (Fatimah, 2017).

2.2.4 Jenis terapi kemoradiasi

Jenis terapi radiasi kemoradiasi dapat berbentuk neoadjuvant sebelum

tindakan operasi ataupun dapat berdiri sendiri tanpa operasi (Aditia Pratama,

2015).

Jenis terapi radiasi dalam terapi modalitas kemoradiasi menurut Fatimah,

2017 antara lain :

a. Radiasi eksternal : adalah suatu jenis radiasi dimana sumber radiasi

terletak diluar tubuh dan mempunyai jarak tertentu dari target / area

penyinaran. Radiasi eksternal diberikan setiap hari (Senin s/d Jumat)

selama 2 atau 8minggu.

b. Brakhiterapy : adalah suatu jenis radiasi dimana sumber radiasi

didekatkan mungkin dengan organ target yang akan diradiasi. Pemberian


radiasi dosis tinggi

denganmeminimalkanefekradiasipadajaringannormal.Umumnyadigunak

an
pada kanker ginekologi, payudara, bronkus, tumor kepala dan leher,

tumor otak, prostat.

Untuk kemoradiasi, obat kemoterapi yang sering diberikan adalah

doxorubicin 50 mg, cisplatin, dan Curacyl.

2.2.5 Efek samping kemoradiasi

Efek samping dari terapi modalitas kemoradiasi menurut Fatimah,2017 adalah :

a. Fatigue (selama kemoradiasi tubuh membutuhkan banyak energi untuk

memulihkan sel-sel yangrusak).

b. Reaksi kulit (eritema, deskuamasi kering danbasah)

c. Anorexia (faktor yang mempengaruhi adalah inactivity,medikasi dan

masalah psikhologis)

d. Kesulitanmenelan

e. Mukositis

f. Xerostomia

g. Diare

h. Cystitis

i. Supresi sumsumtulang

2.2.6 Tindakan keperawatan postkemoradiasi

Tindakan keperawatan post kemoradiasi menurut Fatimah, 2017 antara lain :

a. Evaluasi efek sampinglanjut

b. Pemeriksaan fisik terutama arearadiasi

c. Kualitashidup

d. Ketersediaan sumberkomunitas
e. Follow uprutin

2.3 Mukositis

2.3.1 Anatomi fisiologi membranmukosa

Menurut Otto, (2005) dijelaskan tentang anatomi fisiologi membran mukosa

sebagai berikut:

Mukosa oral merupakan pelindung yang menghambat invasi

mikroorganisme. Mukosa oral terdiri dari tiga lapisan yaitu : lapisan luar,

lapisan tengah, dan lapisan dalam. Pembentuk lapisan luar adalah sel epitel

skuamosa, sedangkan lapisan tengah terdiri dari lamina propia, fibrous

yang berisi pembuluh darah, nervus dan kelenjar, sedangkan lapisan

submukosa dalam sangat bervariasikekebalannya.

Lamina propia dan sel epitel dipisahkan oleh membran basal. Membran

basal berdiferensiasi menjadi berbagai sel epitel skuamosa. Sel-sel ini

memiliki masa hidup diperkirakan 3 sampai 5 hari. Sel epitel skuamosa pada

mukosa oral akan mengalami pergantian setiap 7 sampai 14 hari. Tetapi

ketika waktu penggantian lebih lama akan mengakibatkan ulserasi, sehingga

fungsi membran mukosa sebagai pelindung mekanis terhadap organisme

eksogen dan endogen berbahaya menjadi terganggu, sehingga

menyebabkan mukosa mudah terinfeksi. Didalam mulut yang normal

terdapat juga flora normal yaitu bakteri gram positif, bakteri gram negatif

dan jamur yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan organisme

patogen, tetapi ketika gangguan terhadap flora normal tersebut

mengakibatkan organisme patogen mudah menginfeksi.


Gambar 2.1
Mulut (sumber : google.com)

2.3.2 Definisi

Mukositis didefinisikan peradangan dan ulserasi oral mukosa dan sub

mukosa yang biasanya terjadi sebagai efek samping kemoterapi dan radiasi

untuk kanker (Sonis, 2007).

Tomlinson dan Kline (dalam Isselbachr et al, 2014), mukositis adalah proses

inflamasi pada oral. Mukositis adalah peradangan mukosa mulut dan

merupakan komplikasi utama pada kemoterapi kanker.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa mukositis oral

adalah keadaan yang menyebabkan rasa sakit, peradangan atau ulserasi

pada lapisan mulut, yang bisa menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan.

Ulser-ulser ini dapat menyebar dan berdarah. Rasa sakit yang lebih parah

lagi dapat menyebabkan kesulitan saat makan atau minum.


2.3.3 Etiologi

Efek dari sitotoksik kemoterapi dan paparan lokal dari radiasi dapat

mengiritasi lapisan mukosa yang paling tipis dalam tubuh salah satunya

rongga mulut (Otto, 2005).

2.3.4 Manifestasiklinis

Sebagai akibat dari kematian sel dalam reaksi kemoterapi atau radioterapi,

lapisan mucosal mulut manjadi tipis, mudah mengelupas dan kemudian

manjadi merah, meradang dan terbentuk ulser. Ulser tersebut dilapisi oleh

suatu gumpalan fibrin putih yang kekuning-kuningan disebut sebagai

pseudomembrane. Tampak warna merah disekelilingnya. Ulser ini berukuran

0,5 cm sampai lebih dari 4 cm. Mucositis oral sangat menyakitkan.

Tingkatan rasa nyeri biasanya berhubungan dengan banyaknya jaringan

yang rusak. Pederita ini sering digambarkan sebagai suatu sensasi nyala

yang disertai dengan kemerahan. Karena rasa nyeri tersebut, pasien

mengalami gangguan pembicaraan, makan, minum, atau bahkan membuka

mulut.

a. Erythematous oral mucositis lesion pada mukosabukal

b. Ulcerative oral mucositis lesion pada mukosa bukal

c. Ulcerative oral mucositis lesion pada mukosa lateral and ventral

permukaan lidah

d. Ulcerative oral mucositis lesions pada labial mukosa and dasar mulut

(Firmana, 2017).
2.3.5 Patofisiologi mukositis

Gambar 2.2
Patofisiologi Mukositis (Sumber : google.com)

Patofisiologi mukositis tidak dijelaskan secara lengkap, tetapi dapat dibagi

menjadi dua, yaitu mukositis langsung dan mukositis tidak langsung

(Tomlinson & Kline, 2010). Mukositis langsung terjadi pada sel-sel epitel

mukosa mulut yang mengalami perubahan, dan melalui mekanisme

toksisitas langsung pada sel-sel mukosa. Kemoterapi dan radioterapi

mempengaruhi kematangan dan pertumbuhan sel-sel epitel mukosa mulut

sehingga menyebabkan perubahan pada mukosa yang normal dan kematian

sel. (Otto, 2005).

Lapisan mukosa rongga mulut yang diyakini sebelumnya akan sangat rentan

terhadap kerusakan selama menjalani terapi kanker, dikarenakan sebagian

besar perawatan unuk kanker tidak dapat membedakan antara sel-sel sehat

dan sel kanker. Kemoterapi juga biasanya menyebabkan pembelahan pada

sel seperti sel mukosa


mulut dan tenggorokan, sehingga sel menjadi rusak selama pengobatan

(Sonis, 2007).

Mukositis terbagi menjadi 4 fase, yaitu fase inflamasi, fase epitel, fase

ulserasi, dan fase penyembuhan. Fase yang pertama adalah fase inflamasi,

pada fase ini sel epitel, endothelial dan jaringan konektif dalam mukosa

mulut terkena radikal bebas, sehingga memicu respon inflamasi dengan

pengeluaran sitokinin, interleukin IB, prstglandin, dan faktor nekrosis tumor

(TNF). Mediator inflamasi ini menyebabkan kerusakan secara langsung

maupun tidak langsung pada mukosa mulut dengan meningkatkan

permeabilitas membran (Scarduna, Pisano & Messina, 2010).

Pada fase kedua atau fase epitel terjadi penghambatan pembelahan sel

epitel pada mukosa mulut, menyebabkan sel-sel epitel berkurang dan tidak

segera diganti oleh sel epitel yang baru, hal ini menyebabkan terjadinya

kerusakan epitel, epitel menjadi atropi dan terjadi eritema, karena

peningkatan vaskularisasi. Pada fase ini pasien mengalami kesulitan bicara

dan menelan, dan ketika mengunyah makanan dapat menyebabkan ulserasi

(Scarduna & Messina, 2010).

Sedangkan pada fase ulserasi, dimana kerusakan epitel menyebabkan

eksudasi dan pembentukan pseudomembran. Pada fase ini terjadi

kolonisasi mikroba pada permukaan mukosa yang rusak (Sonis, 2007). Pada

fase ini luka pada mukosa menembus epitel sampai lapisan sub mukosa

yang menyebabkan rasa nyeri dan mengalami disfungsi.


Fase yang terakhir adalah fase penyembuhan, dimana terjadi pembentukan

sel-sel epitel yang baru. Fase ini biasanya terjadi pada hari ke 12 – 16, tetapi

tergantung oleh beberapa faktor yaitu tingkat proliferasi epitel, pembentukan

kembali flora normal, tidak adanya faktor yang mengganggu penyembuhan

luka, infeksi dan iritasi mekanis (Sonis,2007).

2.3.6 Skala penilaianmukositis

Skala penilaian mukositis berdasarkan WHO (dalam Ramchandran, 2011) adalah :

Tabel 2.1.
Skala Mukositis World Health Organization (WHO)

Grade Deskripsi
0 Tidak ada perubahan
1 Iritasi mukosa mulut, nyeri, tidak ada ulserasi terbuka, pasien bisa makan
dengan diet normal
2 Eritema (kemerahan), ulser, bisa makan padat
3 Ulser, pasien sangat sensitif saat menelan makanan padat,
membutuhkan makanancair
4 Ulser yang parah, pasien tidak mampu menelan, tidak dianjurkan asupan
oral,
diperlukan nutrisi parenteral atau tubefeeding

Gambar 2.3
Grade Mucositis (Sumber : google.com)
2.3.7 Faktor resiko

Menurut Firmana, (2017), identifikasi awal dari pasien-pasien yang berisiko

terhadap munculnya mukositis oral adalah penting. Pencegahan dan

strategi penanganan mungkin bisa disatukan kedalam rencana perwatan.

Faktor-faktor resiko tersebut telah digolongkan kedalam 2kategori:

2.3.7.1 Faktor-faktor resiko terkait denganpasien:

1) Umur (lebih berisiko pada orangtua)

2) Seks (bahwa wanita-wanita mempunyai resiko yang lebihtinggi)

3) Merokok

4) Alkohol

5) Perawatan kankersebelumnya

6) Fungsi ginjalbiasa

7) Buruknya kebersihan rongga mulut lemah(miskin)

8) Berat badan yang dibawah standart

9) Menurunnya produksi airliur

2.3.7.2 Faktor-faktor resiko terkait dengan perawatan

1) Agen-agen kemotherapi spesifik; misalnya, antimetabolit-

antimetabolit, antitumor, antibiotik, agenalkylating

2) Dosis dari agen-agen kemotherapi dan jadwalperawatan

3) Kombinasikan terapi yang digunakan: radiasi dankemoterapi

2.3.8 Komplikasi

Adanya rasa sakit atau ulserasi dapat terinfeksi oleh virus, bakteri atau

jamur rasa sakit berlebih dan hilangnya persepsi rasa akan semakin

menyulitkan saat makan,


sehingga mengakibatkan turunnya berat badan. Ulserasi merupakan lokasi

yang terinfeksi secara lokal dan dapat sebagai pintu gerbang masuknya

mikroorganisme lain dalam rongga mulut, dalam beberapa kejadian, dapat

menyebabkan keracunan darah (terutama pada pasien-pasien yang

immunosuppresif). Setengah dari kejadian tersebut dapat berkembang

manjadi mukositis oral yang lebih parah lagi jika tidak ada pembatasan

dosis sehingga perawatan kanker pada pasien harus dimodifikasi. Apabila

masalah mukositis ini dibiarkan terus terjadi dan tidak segera ditangani

dengan baik, dapat menyebabkan penundaan perawatan, pengurangan dosis

obat, defisiensi nutrisi, dan morbiditas yang signifikan (Scardina, 2010).

2.3.9 Agen kemoterapi yang menyebabkanmukositis

Tabel 2.2.
Daftar Agen Kemoterapi yang Berisiko Tinggi Menyebabkan Efek Samping Mukositis

Amsacrine Docetaxel Mechlorethamine


Bleomycin Doxorubicine Mercaptopurine

Busulfan Epirubicin Methrotexate


Carboplatin Etoposide Mitoxantrone
Chlorambucil 5 FU Mytomycin
Cisplatin Fludarabine Paclitaxel
Cyclophosphamide Gemcitabine Procarbazine
Cytarabine Idarubicin Vinblastin
Dacarbazine Irinotecan Vincristine
Dactinomycin Hydroxyurea Vinorelbine
Daunorubicin Lomustine
Catatan : Nama agen kemoterapi yang dicetak tebal (bold) memiliki

resiko tinggi menyebabkan efek sampingmukositis.

(Sumber: Broadfield and Hamilton, 2006)

2.3.10 Penatalaksanaanmukositis

Dalam menaangani mukositis dapat diberikan terapi farmakologis maupun

non farmakologis. Pemberian terapi farmakologis, berupa obat-obatan yang

diberikan
adalah obat untuk mengatasi penyebab mukositis, seperti obat anti bakteri,

anti inflamasi, anti jamur, maupun obat yang digunakan untuk mengatasi

nyeri yang ditimbulkan oleh muositis, atau dapat juga diberikan terapi obat-

obatan yang dapat membantu percepatan pertumbuhan jaringan.

Obat-obatan antibakteri yang diberikan pada pasien dengan mukositis

biasanya diberikan anti biotik seperti polymyxin, amphotericin B,

cotrimoxazole, gentamycin, protegrin. Pemberian antibiotik ini ditujukan

untuk membunuh bakteri yang menyebabkan mukositis. (UKCCSG-

PONF,2006).

Obat anti fungal yang diberikan pada pasien kanker dengan mukositis

diantaranya, fluconazole, ketokonazole, miconazole, nistatin (UKCCSG-PONF,

2006). Sedangkan anti inflamasi digunakan untuk menekan peradangan

yang terjadi pada mukositis. Obat anti inflamasi yang sering digunakan

adalah allupurinol, prednison dan kortikosteroid lainnya dan obat anti virus

yang digunakan pada mukositis adalah axyclovir (Kwong,2010).

Selain pemberian anti mikroba, pada mukositis juga diberikan obat-obatan

yang berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan jaringan, sehingga

jaringan yang baru cepat tumbuh, obat-obatan yang diberikan untuk

mempercepat pertumbuhan jaringan adalah granulocyte macrophage colony

stimulating factor (GM-CSF), granulocyte colony stimulating factor (G-CSF),

palifermin, zinc, vitamin E dan lalanya L Glutamin (Harris et al, 2008, Frank-

Stomborg & Baird, 1996). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Vadhan-Raj,

et al.(2010) poliferminterbukti
dapat mempercepat pertumbuhan jaringan baru dengan di produksinya

keratin sehingga uji klinis palifermin direkomendasikan untuk menangani

mukositis.

Mukositis sering menimbulkan nyeri, sehingga diperlukan analgesik.

Analgesik yang digunakan tergantung pada skala nyeri pasien. Pada skala

nyeri yang ringan jenis analgesik yang diberikan adalah jenis non steroid anti

inflamasi agen sedangkan pada nyeri hebat dapat digunakan jenis opiat atau

narkotik (Tomlinson & Kline,2010).

Terapi non farmakologis pada mukositis yang dilakukan adalah dengan

melakukan oral hygiene. Oral hygiene merupakan cara terbaik untuk

menjaga kesehatan, integritas dan fungsi mulut. Menurut Tomlinson & Kline

(2010) oral hygiene dapat mengurangi insidensi dan keparahan mukositis,

dengan menggunakan agen kumur yang tidak menyebabkan iritasi mekanik

(Tomlinson & Kline, 2010). Oral Hygiene yang baik yaitu oral hygiene minimal

setelah makan dan sebelum tidur, dan setiap 2 jam sekali bila sudah

mengalami mukositis (otto, 2005). Oral hygiene dengan menyikat gigi

sebaiknya menggunakan sikat gigi yang lembut dan dilakukan selama

keadaan mulut pasien memungkinkan (Tomlinson & Kline, 2010).

Sedangkan jika leukosit kurang dari 1000 / mm3, jumlah trombosit kurang

dari 50.000 / mm3 oral hygiene dengan cara menyikat gigi dan flossing tidak

boleh dilakukan (Otto, 2005).

2.3.11 Instrumen pengkajianmukositis

Dalam menentukan terjadinya mukositis dan stadium mukositis perlu

dilakukan penilaian mulut untuk mengkaji mukositis (Tomlinson & Kline,


2010), penilaian
kondisi mulut yang efektif sebaiknya dilakukan setiap hari atau dua kali

sehari (Gracia & Caple, 2011).

Berbagai skala telah digunakan untuk merekam tingkat dan keparahan dari

mukositis dalam praktik klinis dan penelitian. Instrumen pengkajian

mukositis tersebut antara lain:

a. Oral Exam Guide (OEG)

Pengkajian mulut menggunakan OEG ini yang dinilai meliputi inpeksi (bibir,

lidah, membran mukosa palatum, ovula, tonsil, saliva, suara, kemampuan

menelan.), persepsi pasien, kondisi fisik (Eilers & Eipsten, 2011).

b. Oral Assesment Guide (OAG)

Pengkajian mulut menggunakan OAG dilakukan melalui pengkajian klinis

meliputi suara, menelan, bibir, lidah, saliva, membran mukosa, gusi, gigi

(Scardina, 2010).

c. Oral Mukosa Rating Scale (OMRS)

Pada pengkajian menggunakan OMRS, hal yang dikaji adalah tipe dan

pseudomembran, hiperkeratin, lichenoid, oedema, termasuk skala nyeri

dan keringnya mukosa mulut (Eilers, 2011).

d. Oral Mukositis Index (OMI)

Pengkajian keadaan mulut pada OMI terdapat jenis yaitu yang pertama

terdiri dari 32 item ( 11 item yang menunjukan artropi, 11 item yang

menunjukan ulser, 10 item eritema), dan yang kedua terdiri dari 20 item

(Eilers,2011).

e. Oral Mucositis Assesment Scale (OMAS)

Meliputi pengkajian tentang suara, membran mukosa, menelan, bibir dan

sudut mulut, lidah, saliva, ginggiva dan gigi (Eilers, 2011).


2.4 Oral Hygiene dengan NaCl 0,9%

2.4.1 Definisi

Oral hygiene merupakan tindakan untuk membersihkan dan menyegarkan

mulut, gigi, dan gusi (Clark, 1993 dalam Amalia, Lina, Ryan, dan Made S,

2008).

Oral hygiene dengan NaCl 0,9 % adalah dekontaminasi oral dengan

menggunakan normal saline solution yang mana natrium klorida mampu

menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara menurunkan aktifitas air,

dan merusak membran sel (San, Chien & Shu,2011).

Oral hygiene adalah mempertahankan kebersihan mulut dengan cara

menyikat gigi, flossing dan berkumur untuk mencegah dan mengontrol flak

pada gigi, mencegah inflamasi, dan infeksi untuk meningkatkan

kenyamanan, asupan nutrisi, dan komunikasi verbal (Potter & Perry, 2012).

2.4.2 Tujuan

Menurut Taylor et al (1997 dan Clark 1993 dalam Amalia, Lina, Umi, Ryan

dan Made.S, 2008), oral hygiene adalah tindakan yang ditujukan untuk :

a. Menjaga kontinuitas bibir, lidah, dan mukosa membranmulut

b. Mencegah terjadinya infeksi ronggamulut

c. Melembabkan mukosa membran mulut danbibir

d. Mencegah penyakit gigi danmulut

e. Mencegah penyakit yang penularannya melaluimulut

f. Mempertinggi daya tahantubuh

g. Memperbaiki fungsi mulut untuk meningkatkan nafsumakan.


Kandungan klorida dalam NaCl 0,9 % memiliki kemampuan sebagai

bakterostatik yaitu menghambat pertumbuhan bakteri.

2.4.3 Frekuensi oralhygiene

Oral hygiene dengan menyikat gigi dilakukan dua kali sehari dianggap

sebagai kebiasaan normal, rekomendasi ini berhubungan langsung dalam

mengendalikan plak dan akumulasi biofilm dan halitosis (Potter, Perry &

Elkin, 2012), sedangkan Timby, 2009 menganjurkan menyikat gigi dua kali

sehari yaitu sesudah makan dan menjelang tidur. British Dental Assosiation

(2009) juga merekomendasikan frekuensi menyikat gigi dua kali sehari dan

mouthwashing harus dilakukan setelah makan.

Menurut Otto (2005) pada pasien dengan kanker yang mengalami mukositis

stadium ringan, frekuensi oral hygiene dapat dilakukan setiap 2 jam sekali

pada siang hari dan 4 jam sekali pada malam hari , sedangkan pada

mukositis stadium lanjut atau sangat parah, dalam hal ini mukositis stadium

3 dan 4, frekuensi oral hygiene sebaiknya dilakukan setiap jam pada siang

hari atau setiap dua jam pada malam hari.

Tindakan oral hygiene dengan menggunakan larutan normal saline (NaCl

0,9%) pada penelitian ini dilakukan 4x pada mukositis stadium 1,2 ( sebelum

tidur, setelah makan pagi, siang, sore) dan 6x pada mukositis stadium 3,4

( sebelum tidur, setelah makan pagi, siang, sore dan saat bangun siang serta

saat bangun pagi). Hal ini mengacu kepada pendapat dari British Dental

Association bahwa menyikat gigi

lebihbaikdilakukansetelahmakandansaatbanguntidur.LarutanNaCl0,9%ini
memiliki kandungan elektrolit Na+dan Cl-, merupakan kation utama dalam

cairan ekstraseluler, sedangkan Cl-mempunyai peran sebagai buffer. NaCl

0,9% tidak mengandung bakteriostatik dan agen mikroba.

NaCl 0,9 % secara umum diakui kompatibel dengan organ karena

osmolaritasnya 308 mOsm/l, yang berfungsi mempertahankan status

hidrasi jaringan dan organ tubuh serta dapat mengekstrak air dari sel bakteri

yang bersifat patogen, yang menyebabkan kerusakan pada struktur sel

bakteri tersebut (Purba, 2010).


2.5 KeaslianPenelitian

Tabel 2.3.
Judul Penelitian Terdahulu

No Judul Penelitian Peneliti Metode Hasil Penelitian


Penelitian
1. The effetiveness of Rubenstei Randomized Tindakan oral hygiene
0,9% saline solution n et clinical trial dengan menggunakan
used oral hygiene for al.,(2004) (RCT) dengan larutan NaCl 0,9 % dapat
the prevention an d metode diberikan sebagai terapi
treatment ofcancer sampling komplemen untuk
therapy inuced oral random menanganimukositis
mucositis dengan
kriteria inklusi
ekslusi
2. Mouth rinses for the Hashemi A Review article Chlorhexidine, NaCl 0,9 %,
prevention of MD dari tahun 2000 sodium bicarbonate,
chemoterapy et s/d 2014 iseganan, benzydamine,
inducedoral al.,(2015) sucralfat dapat digunakan
mucositis in untuk oral hygiene pada
children : a systemic pasien mukositis
review
3. Prevention Misty Random, double Terapi multi modal untuk
and treatment of oral M.Miller,Ph blind cross over oral hygiene ( topical rinses,
mucositis in children armD, trial rapid identification and
withcancer David supportive care of
V.Donald,P mucositis) dapat
h armD menurunkan derajat
andTracy keparahan mukositis
M.Hageman
n,PharmD
The effectiveness of C.M.J Open Conclusion
commonly Potting literature dari A systematic review was
used mouthwashes et al.,(2006) tahun1992 used to assemble and
for the prevention s/d 2004 synthesize the evidence for
of chemoterapy the effect of commonly
induced used mouth-washes on the
oralmucositis prevention of
chemotherapy-induced oral
mucositis. Comprehensive
search methods were used
to minimize any bias.
With the exception of iodine
solution, none of the
studies investigated were
able to demonstrate an
effect in preventing
mucositis in patients
undergoing
chemotherapy.
Skema 2.1
Kerangka
Konsep

Pasien kanker Mukositis Oral hygiene


stadium 3,4 dengan
pro

Sifat NaCl 0,9 % :

Larutan NaClisotonis
Memiliki kandungan Na+danCl-
Na+Merupakan kation utama
cairan ekstraseluler dan Cl-
merupakanbuffer
NaCl 0,9 % tidak
mengandung bakteriostatik dan
tubuh karen osmolaritasnya
mOsm/ yan man dap
mempertahankan status hidrasi
jaringan dan organ tubuh
Dapat mengekstrak air dari sel
b k b p
menyebabkan kerusakan
padastruktur

Penurunan stadium mukositis

Sumber : Nareswari (2010), Bogdanov (2011)


BAB 3

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

Pada bab ini penulis akan menjelaskan kerangka konsep, hipotesis penelitian dan

definisi operasional terkait skripsi yang telah dilakukan.

3.1 KerangkaKonsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap

konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konsep berisi variabel

bebas (independen) dan variabel terikat (dependen). Variabel bebas merupakan

variabel yang menjadi sebab perubahan atas timbulnya variabel terikat (Nursalam,

2017). Variabel independen dari penelitian ini adalah oral hygiene dengan NaCl

0,9%. Sedangkan variabel dependen adalah stadium mukositis. Kerangka konsep

dalam skripsi ini digambarkan dalam skema 3.1 berikut :

Skema 3.1
Kerangka

Variabel Variabel
independen dependen

Konsep

oral hygiene
stadium
dengan NaCl 0,9 mukositis

Jenis kelamin
Jeniskanker
Kemoradiasi

Statusgizi
3.2 Hipotesis

Hipotesis yaitu suatu pernyataan yang masih lemah yang membutuhkan

pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesis dapat diterima atau ditolak,

berdasarkan fakta yang telah dikumpulkan dalam penelitian (Hidayat, 2017).

Hipotesis yang sudah dapat dibuktikan dalam skripsi ini adalah: Ada pengaruh oral

hygiene dengan NaCl 0,9 % terhadap penurunan stadium mukositis pada pasien

kanker stadium III & IV pro kemoradiasi di RSUP Persahabatan tahun 2018.

3.3 DefinisiOperasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan

pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2017).

Adapun definisi operasional dari variabel penelitian ini dijabarkan dalam tabel 3.1.

berikut :

Tabel 3.1.
Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Penelitian Ukur
Variabel Independen
Oral hygiene Perawatan mulut dalam - - -
dengan NaCl0,9 penelitian ini adalah
% tindakan berkumur
dengan NaCl 0,9 %.
Pasien dengan mukositis
grade 1,2 dilakukan
perawatan mulut
sebanyak 4x/ hr
sedangkan pasien
dengan mukositis grade
3,4 dilakukan
perawatan mulut
sebanyak 6x/ hr.
VariabelDepende
n
Penurunan Mukositis Instrumen Penurunan skor rata- Interval
stadium adalah peradangan pada mukositis rata mukositis dilihat
Mukositis mukosa membran yang terdiri dari 8 dari : Mean yaitu
ditandai dengan adanya item, didapat hasil stadium
eritema, nyeri pada area yaitu : mukositis
mulut, dan perdarahan. suara, pre intervensi hari
Penilaian mukositis membran pertama / T1 2,56 dan
dilakukan pre intervensi mukosa, stadium mukositis
(T1), dan hari ke 6/T2). menelan, bibir post intervensi hari ke
dan sudut enam /T2 0,69 dengan
mulut, lidah, P Value0,0005

saliva,
gingiva,gigi.
BAB 4

METODELOGI PENELITIAN

Pada bab ini penulis akan menjelaskan metodologi penelitian terkait judul skripsi

yang telah dilakukan melalui penelitian.

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan wadah untuk menjawab pertanyaan penelitian atau

menguji kesahhan hipotesis. Desain penelitian merupakan rancangan penelitian

yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat menuntun peneliti untuk dapat

memperoleh jawaban dari pertanyaan penelitian (Sastroasmoro & Ismael, 2010).

Desain penelitian ini menggunakan quasi eksperimental design dengan one group

pre test dan post test design. Design ini digunakan sesuai dengan tujuan yang

sudah dicapai, yaitu diketahui adanya penurunan stadium mukositis pada pasien

kanker stadium III & IV pro kemoradiasi di RSUP Persahabatan tahun 2018.

Metode ini telah dilakukan oleh satu kelompok saja tanpa kelompok pembanding.

Hal pertama dalam pelaksanaan eksperimen menggunakan design subyek tunggal

ini dilakukan dengan memberikan tes kepada subjek yang belum diberi perlakuan

disebut pre test T1 dan didapatkan hasil stadium mukositis pasien kanker pro

kemoradiasi yang sedang dirawat. Setelah di dapat data pasien yang memenuhi

kriteria inklusi maka dilakukan treatment (X) dengan tehnik oral hygiene dalam

jangka waktu 6 hari dan dilakukan post test hari ke enam/ T2 sehingga diketahui

ada perbedaan stadium mukositis setelah diberikan treatment. Membandingkan

T1 dan T2
untuk menentukan seberapa besar perbedaan yang timbul, jika sekiranya ada

sebab akibat diberikannya variabel eksperimen (Arikunto, 2010).

Tabel 4.1
Desain Penelitian One group Pre test – Post test

Pre Intervensi Post


test test
T1 X T2

Keterangan:

X : perlakuan terhadap kelompok eksperimen yaitu oral hygiene dengan NaCl

0,9% T1: Test awal (pre test) sebelum perlakuan diberikan

T2: Test (post test) hari ke enam setelah perlakuan diberikan

4.2 Populasi danSampel

4.2.1Populasi

Populasi dalam penelitian adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai

karakteristik tertentu (Sastroasmoro & Ismael, 2010). Populasi penelitian

dapat dibagi menjadi populasi target dan populasi terjangkau. Populasi target

adalah populasi yang merupakan sasaran akhir penerapan hasil penelitian.

Sedangkan populasi terjangkau adalah bagian populasi target yang dapat

dijangkau oleh penulis . Populasi terjangkau dibatasi oleh tempat dan waktu.

Dari populasi terjangkau ini dipilih sampel. Populasi dalam penelitian ini

adalah:

a. Populasi target : pasien kanker pro kemoradiasi pada bulan Januari 2018

berjumlah 150pasien

b. Populasi terjangkau : pasien kanker stadium III & IV pro kemoradiasi yang

dirawat dengan mukositis (30 pasien) di RSUP Persahabatan ruang Melati

Bawah dan Melati Atas pada bulan Januari2018.


4.2.2 Sampel

4.2.2.1 Tehnik pengambilansampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu

hingga dianggap dapat mewakili populasinya (Sastroasmoro & Ismael,

2010). Teknik pengambilan sampel yang telah dilakukan di penelitian

ini adalah non probability sampling yaitu purpossive sampling yang

mana sampel dipilih oleh penulis melalui serangkaian proses

assesment sehingga benar- benar mewakili populasi yang sesuai

dengan kriteria inklusi (Sastroasmoro & Ismael, 2010). Jadi penulis

menentukan sampel sejumlah pasien yang menjadi satu kelompok

untuk pre dan post testintervensi.

Kriteria inklusi adalah persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh

subyek agar dapat diikutsertakan ke dalam penelitian (Sastroasmoro,

2011). Adapun kriteria inklusi dari penelitian ini adalah :

1) Pasien dengan kanker stadium III & IV pro kemoradiasi yang

sedang dirawat di Melati Atas dan Melati Bawah selama 1 minggu

/ lebih dan mengalami mukositis. Stadium III ini yang mana sel

kanker telah menyebar ke saluran kelenjar getah bening, dan pada

stadium IV, sel kanker sudah menyebar ke organ yang jauh dari

kankerprimernya.

2) Pasien bersedia menjadi respondenpenelitian.

3) Pasien yangkooperatif.

4) Pasien mampu berkomunikasi secara verbal maupun nonverbal.

Kriteria eksklusi sampel dalam penelitian ini adalah menghilangkan

subyek yang memenuhi kriteria inklusi dari hasil studi (Nursalam,


2013) :
1) Pasien dengan kanker dalam kondisi lemah dan tidaksadar.

2) Pasien kanker pro kemoradiasi yang dirawat kurang dari 1minggu.

4.2.2.2 Besarsampel

Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini ditetapkan dengan

menggunakan rumus eksperimen (Alimul Aziz 2011; Marliani 2013),

yaitu:

Keterangan :

t = Banyak kelompok

perlakuan r = Jumlah

reflikasi

Maka, besar sampel dalam penelitian ini dihitung sebagai

berikut : n = (2-1) (r-1) >15

n = 1(r-1)

>15 n = r

>15+1

n = r >16, Artinya kelompok memerlukan 16 sampel. Ditambah 10%

untuk responden yang drop out jadi perhitungannya 16 x 10 % = 17.6 ,

dibulatkan 18 sampel.

Dalam penelitian ini, sampel dari awal tidak ada yang droup out

sehingga dari proses awal sampai dengan akhir jumlah sampel tetap

16 responden.

4.3 Tempat dan WaktuPenelitian


4.3.1 Tempatpenelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Ruang Rawat Melati Atas dan Melati Bawah

Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jakarta Timur.

4.3.2 Waktupenelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 19 – 24 Januari 2018.

4.4 EtikaPenelitian

Etika penelitian adalah suatu sistem yang harus dipatuhi oleh peneliti saat

melakukan aktivitas penelitian yang melibatkan responden, meliputi kebebasan

dari adanya ancaman, kebebasan dari eksploitasi, keuntungan dari penelitian

tersebut, dan resiko yang didapatkan (Polit & Beck,2004).

Menurut Hidayat (2008), dalam melakukan penelitian, penulis harus

memperhatikan masalah etika penelitian yang meliputi :

a. Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang berjumlah 16 responden.

Penulis menjelaskan maksud dan tujuan riset yang dilakukan serta dampak

yang mungkin terjadi selama dan sesudah mengumpulkan data. Setelah setuju

dan bersedia menjadi responden dalam penelitian maka pasien

menandatangani lembar persetujuantersebut.

b. Tanpa nama(Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan responden dalam penelitian, maka penulis tidak

mencantumkan namanya pada lembar kuisioner data, cukup dengan memberi

kode pada masing-masing lembar yang hanya diketahui oleh penulis.

c. Kerahasiaan(Confidentiality)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh penulis, hanya kelompok data

tertentu yang disajikan atau dilaporkan sebagai hasil riset. Kuisioner dalam

penelitian ini
disimpan ditempat yang aman dan pemusnahan kuisioner ditentukan dalam

batas waktu yang telah ditentukan.

d. Privacy

Identitas responden tidak akan diketahui oleh orang lain sehingga responden

dapat bebas untuk menentukan pilihan, jawaban dari kuosioner tanpa takut di

intimidasi dari pihak lain.

4.5 Alat PengumpulanData

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut : Instrumen penilaian stadium mukositis, yaitu Skala Stadium Mukositis.

Instrumen ini menilai keberhasilan penanganan mukositis, peneliti menggunakan

instrumen untuk menentukan skor mukositis dengan Oral Mucositis Assesment

Scale (OMAS).

Tabel 4.2.
Oral Mucositis Assesment Scale (OMAS)

Petunjuk
Parameter 1 2 3 Nilai
pengkajian
Suara Mendengarkan Suara Suara Sulit berbicara
perubahan normal lebih serak atau mengeluh
suara responden ketikaberbicar nyeri,
dengan mengajak a tidak
respondenberbica mampuberbicar
ra a
Membran Mengobservasi Membran Terdapat Terdapat
mukosa kondisi mukosa lapisan ulserasi dengan
membran mukosa berwarna putih / tanpa
merah, tanpa perdarahan
baik lembab dan ada ulserasi, pada membran
mukosa buccal, mudah Membran mukosa
mukosa mukosa
palatum dan berwarna lebih
mukosalabial merah
Menelan Menganjurkan Dapat menelan Ada keluhan Tidak
responden secara normal merasa nyeri mampu
untukmenelan / tidakada saat menelan menelan
kesulitan /ada kesulitan
menelan saat menelan

Bibir Mengobservasi Bibir Bibir kering Terdapat


dan sudut dan palpasi lembut dan pecah- ulserasi dan
mulut mukosa bibir danlembab pecah perdarahan
spontan pada
bibir

Lidah Mengobservasi Lidah tampak Lidah kotor Lidah melepuh ,


dan palpasi bersih, lembab, dan papila menggelembung,
penampilan dan dan terlihat lidah kurang ;pecah-pecah
papila jaringan papila lidah terlihat
lidah. Gunakan
pen light agar
lidah terlihat jelas
Saliva Observasi Saliva encer Saliva kental Tidak ada
konsistensi saliva
dan
kuantitas saliva.
Masukan spatula
lidah diantara
lidah dan bagian
bawah mulut

Petunjuk
Parameter 1 2 3 Nilai
pengkajian
Gingiva Menekan bagian Gingival Gingival Gingiva terdapat
gingival dengan berwarna bengkakdenga perdarahan
ujung spatula merah muda n spontan
lidah dan dan / tanpa
gunakan penlight kokoh, kemerahan
untuk menyinari gusi
rongga mulut, tidakbengkak
perhatikan
penampilan
jaringan gingival
Gigi Mengobservasi Gigi bersih dan Terdapat plak Terdapat plak
keadaan gigi tidak ada pada area dan debris
debris yang disepanjanggari
terlokalisir s
diantara gigi gigi
Sumber : Modifikasi Oral Mucositis Assesment Scales dari Eilers et al (2004) ;
Dodd (2004); Migliorati et al (2006).

Total nilai : Skor 1-6 (std 1),7-12 (std 2), 13-18 (std 3),19-24 (std 4)

Cara pengisian instrumen dengan memberi tanda cheklist sesuai dengan hasil

temuan pada pasien.

4.6 Prosedur PengumpulanData

Proses pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahap yaitu:

4.6.1Persiapan

Pada tahap persiapan ini dimulai dengan mengurus surat izin penelitian di

Kampus Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

MuhammadiyahJakarta kemudian
dilanjutkan ke bagian pendidikan dan penelitian RSUP Persahabatan Jakarta.

Setelah memperoleh izin penelitian, kemudian peneliti menyampaikan izin

penelitian kepada kepala ruang rawat Melati Atas dan Melati Bawah RSUP

Persahabatan Jakarta. Penulis bekerjasama dengan kepala ruang rawat

untuk menentukan perawat yang dilibatkan dalam pengambilan data dari

intervensi oral hygiene dengan menggunakan NaCl 0,9 %. Penulis

memberikan informasi tentang pengisian lembar kuisioner kepada asisten

peneliti.

Pemilihan asisten peneliti :

a. Penulis memilih asisten peneliti sebanyak 2 orang. Asisten peneliti memiliki

latar belakang pendidikan minimal D III Keperawatan dan pemilihan asisten

peneliti berdasarkan dari shift yang berbeda setiap duahari.

b. Peneliti yang disini adalah penulis melakukan kegiatan pertemuan dua hari

sebelum penelitian dimulai untuk melakukan persamaan persepsi dan pelatihan

dalam pengisian lembar observasi dan prosedur oral hygiene menggunakan

NaCl 0,9 %. Berdasarkan hasil uji coba pada kedua asisten peneliti pada 3

pasien yaitu dengan menguji persamaan persepsi tentang skala mukositis

menggunakan lembar penilaian OMAS, semua jawaban dari kedua asisten

peneliti dan dimasukkan ke data, setelah itu dihitung dengan menggunakan

spss didapatkan koefisien kappa sebesar 0,9 atau 90 % yang berarti tingkat

kesesuaian sangat kuat (Dahlan, 2008), maka asisten peneliti dianggap telah

sama persepsi dan mampu melakukan prosedur oral hygiene sesuai protokol

secaramandiri.

c. Tugas dari asisten peneliti yaitu:

 Mendampingi sampel melakukan oral hygiene dan mengobservasi oral

hygiene yang dilakukan olehsampel.

 Mendokumentasikan pada lembar observasi oral hygiene.


d. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian

Sebelum dilakukan oral hygiene, dilakukan penyiapan larutan NaCl 0,9 %.

Larutan NaCl 0,9% tersebut disimpan di botol botol yang peneliti dapatkan dari

apotek, yang sebelumnya telah di cuci sampai bersih kemudian di sterilkan

menggunakan autoclave selama 30 menit. Satu botol digunakan untuk satu kali

oral hygiene. Botol yang sudah digunakan dapat digunakan kembali dengan

melalui proses yang sama.

e. Pelaksanaan atau Prosedur Teknis

 Peneliti dan perawat ruangan yang berperan sebagai asisten peneliti

menentukan sampel berdasarkan kriteria inklusi daneksklusi.

 Penulis memperkenalkan diri dan menjelaskan penelitian kepadasampel.

 Penulis memberikan informasi tentang penelitian dan meminta kesediaan

sampel untuk terlibat dalampenelitian.

 Penulis mempersilahkan sampel untuk menandatangani informed consent

bagi sampel yang berpartisipasi dalampenelitian.

 Penulis menjelaskan protokol oral hygiene secaraumum.

4.7 TahapanPenelitian

4.3
Tabel Tahapan Penelitian

Tahapan Kelompok Yang melakukan


Pretest Posttest
Persiapan Menilai stadium mukositis Peneliti
Menjelaskan protokol
oral hygiene , jadwal oral
hygiene ditentukan oleh
peneliti sesuai stadium
mukositis yang
dialami -
Menyiapkan larutan NaCl 0,9
% 100
cc
Memasukan cairan NaCl 0,9
% ke dalam botol yang
sudah disterilkan.

Pelaksanaan Membagikan larutan NaCl 0,9 Asisten Peneliti


% setiap hari untuk
dilakukannya oralhygiene
Sebelum melakukan oral
hygiene, jika memungkinkan
sampel membersihkan mulut
terlebih dahulu dengan sikat
gigi yang lembut
Berkumur dengan NaCl 0,9 %
selama 30 detik, sampel
meggerak-gerakkan larutan
NaCl 0,9 % dalam mulut agar
menjangkau semua lapisan
dalammulut
Setelah berkumur larutan
NaCl 0,9 % dibuang
30 menit post oral hygiene,
responden dianjurkan untuk
tidak makan minum dulu
Pada stadium 1,2 sampel
berkumur 4x/hari dan pada
stadium 3,4 dilakukan oral
hygiene 6 x/hr
Mengobservasi oral hygiene
menggunakan lembar
observasi
.
Evaluasi Di dapatkan hasil perbedaan Peneliti
stadium pre intervensi dan
stadium post intervensi serta
diketahuinya adanya
pengaruh oral hygiene
dengan NaCl 0,9 % terhadap
penurunan stadium
mukositis pada pasien
kanker stadium III & IV pro
kemoradiasi dengan hasil P
Value0,0005

4.8 PengolahanData

Data yang telah diisi dan dikumpulkan, dikoreksi dulu untuk memastikan telah diisi

semua kemudian dilakukan pengolahan data (Dahlan, 2010). Data yang telah

terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

1. Editing

Penulis melakukan editing data untuk memeriksa kelengkapan data yang

diperoleh dari responden. Setelah diketahui lengkap lalu penulis melakukan

coding.

2. Coding

Merubah data dari berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau

bilangan untuk mempermudah entrydata.


3. Processing

Proses pengentrian data dari kuisioner ke program komputer agar dapat

dianalisis. Data yang diambil bersifat kuantitatif dengan memberikan nilai pada

setiap isian. Skor tersebut diolah dengan membuat pengelompokan

berdasarkan variabel yang di ukur.

4. Cleaning

Kegiatan pengecekan kembali data yang di entri ke dalam komputer tidak

terdapat kesalahan. Setelah dipastikan tidak ada kesalahan saat memasukkan

data, maka penulis memulai analisa data.

4.9 Analisis data

Setelah proses pengolahan data (editing – cleansing), Penulis melakukan analisis

data. Analisis data merupakan salah satu langkah yang sangat penting dalam

kegiatan penelitian. Dari analisa, diperoleh gambaran hasil penelitian sesuai

dengan yang telah dirumuskan dalam tujuan penelitian, membuktikan hipotesis

penelitian yang telah ditetapkan dan memperoleh kesimpulan secara umum hasil

penelitian yang telah dilakukan yaitu adanya pengaruh oral hygiene dengan NaCl

0,9 % terhadap penurunan stadium mukositis pada pasien kanker stadium III & IV

pro kemoradiasi.

1. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi variabel

dependen dan variabel independen. Data yang terkumpul dalam penelitian ini

diolah dengan menggunakan komputer. Pada data kategorik peringkasan data

hanya menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran persentase (Dahlan,

2010). Data numerik menggunakan mean, standar deviasi, median, minumim

dan maksimum. Data yang menggunakan mean, median, standar deviasi,


minimum, maksimum adalahusia,
stadium mukositis pre intervensi dan stadium mukositis post intervensi. Data

yang menggunakan frekuensi dan presentase saja yaitu status gizi, jenis

kanker, kemoradiasi, oral hygiene.

2. AnalisaDependen

Uji statistik yang digunakan adalah uji T (dependen sample T test) dengan

rumus sebagai berikut:

Keterangan :

d = rata-rata deviasi/selisih sampel 1 dengan sampel2

SD_d = standar deviasi dari deviasi/selisih sampel 1 dan sampel2


BAB 5

HASIL PENELITIAN

Bab ini secara khusus menyajikan dan menjelaskan hasil penelitian dan analisa

data. Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya pengaruh oral hygiene dengan

NaCl 0,9 % terhadap penurunan stadium mukositis pada pasien kanker stadium III,

IV pro Kemoradiasi di RSUP Persahabatan. Data deskriptif, uji hipotesis, uji

statistik dan penyajian hal-hal lain yang ditemukan akan diuraikan dalam bab ini.

Penelitian ini dilakukan di RSUP Persahabatan Jakarta. Pengambilan data

dilakukan pada tanggal 19 januari s/d 24 Januari 2018 dengan total sampel yang

didapat 16 sampel. Hasil penelitian di sajikan dalam bentuk tabel dan narasi yang

didasarkan pada hasil analisis univariat dan bivariat. Penelitian ini menggunakan

uji t dependen untuk melihat seberapa besar pengaruh oral hygiene terhadap

penurunan stadium mukositis pre intervensi oral hygiene (T1), stadium post

intervensi oral hygiene hari ke 6(T2).

5.1 Analisis Univariat

Tabel 5.1.1
Distribusi Frekuensi berdasarkan Usia pada Pasien Kanker Stadium III, IV Pro Kemoradiasi dengan
Mukositis di RSUP Persahabatan Tahun 2018 (n=16)

Umur Frekuensi Persentas


e
Dewasa Awal (26-35) 2 12.5
Dewasa Akhir (36-45) 1 6.2
Lansia Awal (46-55) 7 43.8
Lansia Akhir 6 37.5
Total 16 100.0

Tabel 5.1.1 Distribusi usia responden menunjukan bahwa dari total responden 16

pasien denganpalingbanyakusialansiaawal(46-

55tahun)denganjumlahpasien7pasien(43,8

%).Sedangkanselainitu,respondentergolongpadadewasaawal(26-
35tahun)sebanyak
2 pasien (12,5 %), dewasa akhir (36-45 tahun) sebanyak 1 pasien (6,2%) dan lansia
akhir

sebanyak 6 pasien (37,5%).

Tabel 5.1.2
Distribusi Frekuensi Terapi Modalitas Kemoradiasi Pada Pasien Kanker Stadium III, IV Dengan
Mukositis di RSUP Persahabatan Tahun 2018 (n=16)

Kemoradiasi Frekuensi Persentase


Ya 16 100
Total 16 100

Tabel 5.1.2 diatas menunjukan Karakteristik sampel berdasarkan kombinasi terapi

modalitas kemoradiasi sebanyak 100%.

Tabel 5.1.3
Distribusi Frekuensi Jenis kanker pada Pasien Kanker Kemoradiasi Stadium III,IV Dengan Mukositis
di RSUP Persahabatan Tahun 2018 (n=16)

Jenis kanker Frekuensi Persentas


e
Ca Mammae 5 31.2
KNF 3 18.8
Ca Cervix 1 6.2
Ca Paru 3 18.8
Ca Ovarium 4 25.0
Total 16 100.0

Tabel 5.1.3 diatas menunjukan bahwa distribusi frekuensi berdasarkan jenis

kanker pada sampel penelitian yaitu pasien KNF sebanyak 3 pasien (18,8 %),

pasien Ca Mammae sebanyak 5 pasien (31,2 %), Ca paru sebanyak 3 pasien (18,8

%), Ca Cervix sebanyak 1

pasien (6,2 %), Ca Ovarium 4 pasien (25,0 %).

Tabel 5.1.4
Distribusi Frekuensi Oral Hygiene pada pasien Kanker Kemoradiasi Stadium III, IV dengan
Mukositis di RSUP Persahabatan Tahun 2018 (n=16)

Jenis
Frekuensi Persentas
Stadium
e
mukositis
Stadium 2 7 43.8
Stadium 3 9 56.2
Total 16 100
Tabel 5.1.4 Distribusi frekuensi Oral Hygiene yang dilakukan responden sesuai

standar yang diterapkan 4x/ hari untuk stadium II dilakukan oleh 7 responden

(43.8 %) dan sebanyak 6x/ hari untuk stadium III dilakukan oleh 9 responden (56.2

%).

Tabel 5.1.5
Distribusi Frekuensi Status Gizi pada Pasien Kanker Kemoradiasi Stadium III, IV dengan
Mukositis di RSUP Persahabatan Tahun 2018 (n=16)

Status gizi Frekuensi Persentase


Kurang 12 75
Baik 4 25
Total 16 100

Tabel 5.1.5 Distribusi frekuensi menunjukkan bahwa secara keseluruhan

karakteristik sampel berdasarkan status gizi, responden dengan status gizi kurang

yaitu sekitar 12 pasien (75,0%) dan responden dengan status gizi yang baik

sebanyak 4 pasien (25,6 %).

Tabel 5.1.6
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien Kanker Stadium III, IV pro kemoradiasi dengan
Mukositis di RSUP Persahabatan Tahun 2018 (n=16)

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase


Perempuan 11 68,8
Laki-laki 5 31,2
Total 16 100

Tabel 5.1.6 Distribusi frekuensi jenis kelamin pada responden penelitian

didominasi oleh responden perempuan sebanyak 11 pasien (68.8%) dan 5 sampel

adalah responden laki laki(31.2%).

Tabel 5.1.7
Stadium Mukositis pre intervensi (T1) hari ke 1 pada Pasien Kanker Stadium III, IV dengan
Kemoradiasi di RSUP Persahabatan Tahun 2018 (n=16)

Stadium Pre Intervensi Frekuensi Persentase


stadium 7 43.8
2 9 56.2
stadium
3
Total 16 100.0
Dari tabel 5.1.7 diatas menunjukan karakteristik stadium mukositis pada hari

pertama (T1) pre intervensi yang dialami responden adalah stadium II sebanyak

43,8 % (7 pasien), stadium III sebanyak 56,2 % (9 pasien).

Tabel 5.1.8
Penurunan Stadium Mukositis hari ke enam (T2) Post Intervensi pada Pasien Kanker Stadium III
& IV pro Kemoradiasi di RSUP Persahabatan tahun 2018 (n = 16)
Stadium mukositis Frekuensi Persentase
Post Intervensi
stadium 1 11 68.8
bebas mukositis 5 31.2
Total 16 100.0

Tabel 5.1.8 menunjukkan pada saat penilaian di hari ke 6 post intervensi (T2), dari

total responden sebanyak 16 pasien yang mengalami mukositis stadium I

sebanyak 11 pasien (68,8 %) dan bebas mukositis sebanyak 5 pasien (31,2%).

Tabel 5.1.9
Perbedaan Nilai Mean, Median, Standar Deviasi Stadium Mukositis Hari Pertama Pre Intervensi dan
Stadium Mukositis Hari Ke Enam Post Intervensi pada Pasien Kanker Stadium III & IV pro
Kemoradiasi di RSUP Persahabatan Tahun 2018 (n=16)

Perbedaan
Stadium Mukositis Stadium Mukositis
Nilai Pre Intervensi danPost
Pre Intervensi Post Intervensi
Intervensi
Mean 2.56 0.69
Media 3.00 1.00
n .512 0.47
Std. Deviation 9

Tabel 5.1.9 hasil penelitian menunjukan ada perubahan Mean, Median dan Standar

Deviasi yaitu Mean pre intervensi adalah 2,56 sedangkan Mean post intervensi

sebesar 0.69. Untuk Median pre intervensi sebesar 3.00 dan Median post

intervensi sebesar 1.00. Standar Deviasi pre intervensi sebesar 0.512 sedangkan

post intervensi sebesar 0.479.


5.2 Analisa Bivariat

Tabel 5.2.1
Pengaruh Oral Hygiene dengan NaCl 0,9 % Terhadap Penurunan Stadium Mukositis Hari ke Enam
(T2) Post Intervensi di RSUP Persahabatan Tahun 2018 (n=16)

VARIABEL MEAN STANDAR STANDAR P VALUE N


stadium DEVIASI ERROR
mukositis MEAN
Stadium 2,56 0,512 0,128 16
mukositis
pre
intervensi
Stadium 0,69 0,479 0,120 0,0005 16
mukositis
post
intervensi

Dari uji statistik dengan uji t dependent test pada pengaruh oral hygiene dengan NaCl 0,9

% terhadap penurunan stadium mukositis post intervensi hari keenam (T2)

didapat hasil Sig 2 tailed / P Value0.0005.


BAB 6

PEMBAHASAN

Pada bab ini menjelaskan pembahasan dan diskusi tentang hasil-hasil penelitian dan

membandingkan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya atau teori-teori

yang mendukung atau berlawanan dengan temuan baru. Pembahasan diawali

dengan membahas keterbatasan penelitian dan diakhiri dengan interpretasi dari

diskusi hasil penelitian tentang pengaruh oral hygiene terhadap penurunan

stadiummukositis.

Pada penelitian ini jumlah responden sebanyak 16 pasien, dan semua responden

dilakukan intervensi yang sama yaitu oral hygiene dengan NaCl 0,9 % dan

dilakukan penilaian di hari ke 6 (T2) yang kemudian di olah melalui ujistatistik.

6.1 KeterbatasanPenelitian

Adapun keterbatasan penelitian yang ditemukan pada penelitian ini adalah

berkaitan dengan pengumpulan data ada keterlambatan waktu dalam

pengumpulan data dan pelaksanaan waktu oral hygiene walaupun

keterlambatan tersebut masih dalam rentang batas waktu yang bisa di

toleransi, dimana pada saat oral hygiene harus dilakukan (setelah makan baik

makan pagi, siang atau malam, sebelum tidur malam dan sesudah bangun

tidur siang) tetapi pasien enggan untuk melakukan dikarenakan rasa tidak

nyaman ketika membuka mulut, ataupun ada rasa mual bahkan muntah yang

memang dialami pasien sebelumnya sehingga kita sebagai perawat terus

menerus memberikan semangat, dukungan, pengertian terhadap pasien

dengan melibatkan keluarga sebagai support system. Hal lain yang menjadi

kendala dalam penelitian ini adalah walaupun sudah dilakukan tes persamaan

persepsi sebelum dilakukannya penelitian yaitu dengan melakukan pertanyaan,

observasi, dan penilaian dengan menggunakan lembar penilaian mukositis


OMAS dan didapat hasil koefisienkaffa
dengan tingkat nilai yang didapat sangat kuat (90) namun pada

pelaksanaannya masih saja ditemukan perbedaan persepsi tentang

penetapan stadium mukositis dan diperlukan proses diskusi ulang untuk

menyamakan lagi persepsi tersebut sehingga tidak ada kesalahan dalam

menetapkan stadium mukositis.

6.2 Interpretasi dan DiskusiHasil

6.2.1 Hasil Penelitian menunjukkan bahwa usia responden rerata ada diusia

lansia awal (46-55 tahun) dan ada di rerata lansia akhir. Hal ini sesuai

dengan yang di ungkapkan oleh Price and Wilson (2016), yang

menyatakan bahwa terbentuknya sel kanker diawali dengan terjadinya

kerusakan DNA akibat interaksi faktor genetik dengan agen perusak.

Proses ini berlangsung lama dan bersifat kronis, sehingga dapat

disimpulkan jika rerata penyakit kanker dialami oleh penderita usia tua

dikarenakan panjangnya proses interaksi antara agen perusak dengan

faktor genetik sampai dapat menimbulkan kanker. Firmana (2017),

mengatakan bahwa pada usia tua, kemampuan regenerasi sel menjadi

menurun sehingga pada kondisi tua rentan terkena penyakit

khususnyainfeksi.

6.2.2 Hasil Penelitian menunjukkan bahwa terapi modalitas kemoradiasi

berpengaruh terhadap kerusakan atau lesi superfisial. Hal ini sesuai

yang diungkapkan oleh Firmana (2017) tentang faktor-faktor resiko

tentang perawatan menyebutkan bahwa agen kemoterapi dan terapi

modalitas kemoradiasi adalah penyebab terjadinya lesisuperfisial.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Naidu (2004) yang

menjelaskan bahwa pasien yang mendapatkan kemoterapi


dosistinggi

dan
radiasi ( kemoradiasi) 90% dapat menyebabkan meningkatnya

vaskularisasi daerah yg tipis seperti mukosa mulut sehingga terjadi lesi.

Hal ini sesuai juga dengan Otto (1005) yang menyatakan bahwa

kemoterapi dan radioterapi mempengaruhi kematangan dan

pertumbuhan sel-sel epitel mukosa mulut sehingga menyebabkan

perubahan pada mukosa yang normal dan kematian sel. Lapisan

mukosa rongga mulut menjadi luka dikarenakan pengobatan kanker

tidak dapat membedakan antara sel-sel sehat dan sel kanker.

Kemoterapi juga biasanya menyebabkan pembelahan pada sel seperti

sel mukosa mulut dan tenggorokan, sehingga sel menjadi rusak selama

pengobatan (Sonis,2007).

Dapat disimpulkan bahwa pancaran elektron dari radioterapi dan

toxicnya obat kemoterapi dapat menyebabkan membran mukosa yang

pada awalnya lembut menjadi rapuh sehingga mudah terjadi ulcer

eritema, dan oedema dan akhirnya mudah luka lesi.

6.2.3 Hasil penelitian diatas menunjukan bahwa berdasarkan jenis kanker,

responden penelitian terbanyak yaitu terjadi pada pasien Ca Mammae,

Ca ovarium, KNF pro kemoradiasi. Penatalaksanaan Karsinoma

Nasofaring, Ca Mammae, Ca ovarium residif adalah dengan

pembedahan, pemberian kemoterapi, radiasi atau kombinasi

kemoradiasi (Wulan,2006).

Hal ini sesuai dengan Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun

2013, prevalensi penyakit kanker di Indonesia juga cukup tinggi yaitu

1,4 per 1000 penduduk dengan jenis kanker terbanyak di Indonesia

adalah kanker payudara, yang selanjutnya diikuti oleh kanker serviks,

Ovarium.
6.2.4 Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan karakteristik

sampel berdasarkan status gizi, responden dengan status gizi kurang

yaitu sekitar 12 pasien (75,0%) dan responden dengan status gizi yang

baik sebanyak 4 pasien (25,6 %). Menurut Expert guide for Healthcare

Professionals (2010) pada index masa tubuh kurus yang mana pada

penelitian ini kita kategorikan kurang dapat memperlama masa

penyembuhan sebesar 20 %. Pada kondisi kekurangan berat badan ini

diperlukan asupan protein lebih banyak untuk mempercepat proses

penyembuhan luka. Hal ini juga didukung oleh Herriot (2005) untuk

mempercepat proses penyembuhan luka diperlukan asupan nutrisi

yang penting diantaranya protein, karbohidrat dan lemak, zinc, vitamin A

danC.

Lesi superfisial menyebabkan kesulitan mempertahankan asupan

nutrisi yang adekuat tetapi nutrisi itu sendiri diperlukan dalam proses

penyembuhan lesi. Hal ini sesuai dengan Mackay and Miller (2003)

nutrisi dibutuhkan untuk meningkatkan aktivitas sel dalam melakukan

metabolisme untuk mengganti sel yg rusak, selain itu pada kondisi

malnutrisi proses penyembuhan ulserasi terhambat.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Hashemi et.al (2015) dan

Rubenstein et.al (2004) dimana subjek penelitian adalah kelompok

dengan status nutrisi kurang (IMT dibawah normal, <18).

6.2.5 Hasil penelitian menunjukan jenis kelamin pada responden penelitian

didominasi oleh responden perempuan sebanyak 11 pasien (68.8%)

dan 5 sampel adalah responden laki laki(31.2%).


Hal ini sesuai dengan Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun

2013, prevalensi penyakit kanker di Indonesia juga cukup tinggi yaitu

1,4 per 1000 penduduk dengan jenis kanker terbanyak di Indonesia

diderita oleh perempuan yaitu kanker payudara, yang selanjutnya diikuti

oleh kanker serviks dan ovarium.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori menurut Seith (2011)

bahwa 50 % pasien kanker jenis Ca Mammae, Ovarium, KNF akan

menjalani kemoradiasi.

6.2.6 Hasil penelitian ini menunjukan bahwa frekuensi oral hygiene pada

sampel yang mengalami mukositis stadium II rata-rata 24 x sedangkan

pada stadium III sebanyak 36x. Menurut Otto (2005) frekuensi oral

hygiene pada stadium II sebaiknya dilakukan setiap dua jam sekali pada

siang hari atau empat jam sekali pada malamhari.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rubenstein et.al

(2004) bahwa oral hygiene setiap habis makan dan sebelum bangun

tidur dapat menurunkan stadium mukositis. Pada mukositis stadium III

frekuensi oral hygiene sebanyak 36x. Menurut Otto (2005) pada

mukositis stadium III sebaiknya dilakukan setiap jam.

Pada kondisi mulut yang mengalami mukositis, mulut terasa tidak

nyaman, sehingga seringkali mulut hanya ingin diam dan tidak mau

melakukan oral hygiene. Selain itu pada pasien dengan kanker pro

kemoradiasi, aktivitas pasien disiang hari lebih banyak tertidur

dikarenakan efek dari terapi modalitas yang dijalani. Seperti hasil

penelitian dari Rosen et al (2011) yang mengevaluasi tidur pada pasien

kanker didapatkan bahwa pasienakan


mengalami kantuk pada siang hari, hal ini dikarenakan efek dari obat

kemoterapinya.

Melihat dari intensitas oral hygiene yang sering, dan kendala dari pasien

itu sendiri, diperlukan pengawasan dan pendampingan dari tenaga

medis yang telah ditunjuk dan keluarga pasien itu sendiri guna

mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

6.2.7 Stadium Mukositis

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stadium mukositis pada hari

pertama (T1) adalah stadium 2 sebanyak 7 pasien / responden (43,8 %)

dan stadium 3 sebanyak 9 pasien / responden (56,2 %) dengan Standar

deviasi 0,512 Mean 2,56 dan Median 3,00. Kemudian dilakukan oral

hygiene dengan Nacl 0,9 % selama 6 hari. Pada stadium II dilakukan

sebanyak 4 x oral hygiene dan pada stadium III sebanyak 6x oral

hygiene / hari. Observasi hasil post intervensi pada hari ke enam / T2

didapatkan hasil, 11 pasien/ responden yang mengalami mukositis

stadium I (68,8 %), dan yang dinyatakan bebas mukositis sebanyak 5

pasien/ responden (31,2 %) dengan standar deviasi 0.479, Mean 0.69

dan Median1,00.

Melihat hasil uji statistik diatas dimana terlihat adanya pergeseran

stadium mukositis antara hari pertama pre intervensi (T1) dengan hari

keenam post intervensi (T2) disimpulkan bahwa oral hygiene telah

mempengaruhi pada penurunan stadium mukositis. Hal ini sesuai

dengan pendapat ahli yang menyatakan bahwa Oral hygiene adalah

mempertahankan kebersihan mulut dengan cara menyikat gigi, flossing

dan berkumur untuk mencegah dan mengontrol flak pada gigi,

mencegah inflamasi, dan infeksi untuk


meningkatkan kenyamanan, asupan nutrisi, dan komunikasi verbal

(Potter & Perry, 2012).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Hashemi et.al (2015) dan

Rubenstein et.al (2004) yang menyatakan bahwa stadium mukositis

mengalami perbaikan setelah dilakukan intervensi oralhygiene

6.2.8 Pengaruh Oral Hygiene dengan NaCl 0,9 % terhadap Penurunan

Stadium Mukositis

Pada penelitian ini didapatkan bahwa penggunaan larutan NaCl 0,9 %

dalam oral hygiene pasien kanker stadium III,IV dengan kemoradiasi

yang mengalami mukositis menunjukkan hasil yang signifikan terhadap

penurunan stadium mukositis.

Pada uji statistik di hari ke enam post intervensi (T2) melalui uji T/

dependent Sample T test didapatkan hasil P value 0,0005 artinya ada

pengaruh oral hygiene dengan NaCl 0,9 % terhadap penurunan stadium

mukositis.

Hal ini sesuai dengan patofisiologi dari mukositis pada pasien kanker

stadium III dan stadium IV dengan pro kemoradiasi, Mukositis terjadi

pada sel-sel epitel mukosa mulut yang mengalami perubahan, dan

melalui mekanisme toksisitas langsung pada sel-sel mukosa.

Kemoterapi dan radioterapi mempengaruhi kematangan dan

pertumbuhan sel-sel epitel mukosa mulut sehingga menyebabkan

perubahan pada mukosa yang normal dan kematian sel. (Otto, 2005).

Lapisan mukosa rongga mulut menjadi luka dikarenakan pengobatan

kanker tidak dapat membedakan antara sel-sel sehat dan sel

kanker.Kemoterapijugabiasanyamenyebabkanpembelahanpadaselsepe

rti
sel mukosa mulut dan tenggorokan, sehingga sel menjadi rusak selama

pengobatan (Sonis, 2007).

Merujuk pada hal diatas, mukositis pada pasien kanker yang terjadi

lebih banyak karena efek kemoradiasi/ terapi modalitas bukan

disebabkan oleh invasi bakteri atau virus saja, maka tatalaksana oral

hygiene dengan larutan tanpa bakterisid dan anti mikroba lain dapat

diberikan seperti NaCl 0,9 % bisa diberikan secara mandiri tanpa

bantuan agen yang lain. Oral hygiene dengan NaCl 0,9 % adalah

dekontaminasi oral dengan menggunakan normal saline solution yang

mana natrium klorida mampu menghambat pertumbuhan bakteri

dengan cara menurunkan aktifitas air, dan merusak membran sel (San,

Chien & Shu,2011).

Larutan NaCl 0,9 % ini memiliki kandungan elektrolit Na+dan Cl-,

merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler, sedangkan Cl-

mempunyai peran sebagai buffer. NaCl 0,9% tidak mengandung

bakteriostatik dan agen mikroba. NaCl 0,9 % secara umum diakui

kompatibel dengan organ karena osmolaritasnya 308 mOsm/l, yang

berfungsi mempertahankan status hidrasi jaringan dan organ tubuh

serta dapat mengekstrak air dari sel bakteri yang bersifat patogen, yang

menyebabkan kerusakan pada struktur sel bakteri tersebut

(Purba,2010).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hashemi A MD et al, (2015)

yang berjudul Mouth Rinses For the Prevention of Chemoterapy

Induced Oral Mukositis in Children menyimpulkan bahwa Chlorhexidine

dan NaCl 0,9 %, sodium bicarbonat, iseganan, benzydamine dapat

digunakan untuk oral hygiene pada pasien mukositis. Hal ini selaras

dengan penelitian yang telah peneliti lakukan tentang oral hygiene


dengan NaCl 0,9 %, tetapiberbeda
dalam hal agen lain yang digunakan. Hashemi et.al melakukan oral

hygiene dengan cara mencampur agen NaCl 0,9 % dengan anti

bakterisid dan anti mikroba yang lain, sedangkan peneliti hanya

menggunakan agen NaCl 0,9 % secara mandiri karena berdasarkan

pertimbangan bahwa penyebab mukositis pada pasien kanker bukan

hanya dikarenakan invasi virus atau bakteri tetapi karena efek samping

dari terapi modalitas yang telah diberikan.


BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pada uji statistik univariat didapat Hasil Penelitian menunjukkan bahwa

usia responden rerata ada diusia lansia awal (46-55 tahun) dan ada di

rerata lansia akhir. Terapi kemoradiasi mempengaruhi terhadap terjadinya

mukositis. Berdasarkan jenis kanker, responden penelitian terbanyak yaitu

terjadi pada pasien Ca Mammae, Ca ovarium, KNF pro kemoradiasi.

Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring, Ca Mammae, Ca ovarium residif.

karakteristik sampel berdasarkan status gizi, terbanyak adalah responden

dengan status gizi kurang dan jenis kelamin pada responden penelitian

didominasi oleh responden perempuan.

2. Pada uji statistik didapat adanya perubahan proporsi stadium mukositis

pada hari pertama pre intervensi oral hygiene (T1) dengan hari ke enam

post intervensi oral hygiene (T2) artinya ada penurunan stadium mukositis

yang signifikan pada pasien kanker pro kemoradiasi sebelum dilakukannya

intervensi oral hygiene dan setelah dilakukannya intervensi oralhygiene.

3. Pada penelitian ini di dapat uji statistik yang menyatakan bahwa adanya

pengaruh oral hygiene dengan NaCl 0,9 % pada pasien kanker stadium III, IV

pro kemoradiasi. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisa bivariat yang mana P

Value pada hari ke enam post intervensi (T2) P Value0,0005.

4. Oral hygiene pada pasien kanker dengan mukositis dapat dilakukan dengan

agen yang tidak mengandung bakterisid atau agen anti mikroba

lainnya,dikarenakan
tidak semua mukositis disebabkan oleh invasi bakteri atau virus tetapi

karena side effect dari terapi modalitas salah satunya kemoradiasi.

5. Oral hygiene dapat mengurangi insidensi dan keparahan mukositis, dengan

menggunakan agen kumur yang tidak menyebabkan iritasi mekanik . Oral

Hygiene yang baik yaitu oral hygiene minimal setelah makan dan sebelum

tidur, dan setiap 2 jam sekali bila sudah mengalamimukositis.

7.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang di peroleh, maka diajukan saran-saran

sebagai berikut :

1. Bagi PelayananKeperawatan

Peneliti telah mengeksplorasi oral hygiene dengan kanker yang mengalami

mukositismenggunakan larutan NaCl 0,9 % sebagai larutan yang dapat

menurunkan stadium mukositis. Larutan NaCl 0,9 % ini dapat menurunkan

stadium mukositis secara signifikan, dengan mempertimbangkan nilai

ekonomis, mudah di dapat dan murah, selain itu larutan NaCl 0,9 tidak

bersifat iritan jadi tidak akan memperberat mukositisnya. Dan juga perawat

perlu melibatkan keluarga dalam perawatan pasien kanker dengan

mukositis sehingga dapat melakukan oral hygiene secarabenar.

Dari hasil penelitian yang didapat, Pimpinan bidang Keperawatan

diharapkan dapat menyusun standar prosedur oral hygiene pada pasien

kanker pro kemoradiasi yang mengalami mukositis yang di rawat di ruang

perawatan dengan menggunakan larutan NaCl 0,9 % dengan frekuensi

menyesuaikan kondisi atau stadium mukositis yang terjadi. Larutan NaCl

0.9% juga dapat digunakam sebagai terapi


komplementer dan propilaksis untuk mencegah keparahan dari stadium

mukositis pada pasien kanker yang menjalani kemoradiasi. Peran perawat

yang terpenting adalah memberi perhatian terhadap kesehatan rongga

mulut khususnya pada pasien kanker yang mengalami mukositis dan

memberikan perawatan oral hygiene minimal 4 kali sehari. Perawat

onkologi dapat melakukan pelatihan mengenai oral hygiene dengan NaCl

0,9% kepada perawatlainnya.

2. Bagi PenelitianKeperawatan

Penelitian berikutnya yang perlu dikembangkan adalah keterkaitan

pengaruh oral hygiene menggunakan kombinasi NaCl 0,9% dengan madu,

karena seperti yang telah diteliti dan diketahui, agen madu mempunyai

khasiat sangat bagus dalam memperbaiki luka.

3. Bagi PendidikanKeperawatan

Dari hasil penelitian ini, diharapkan pendidikan oral hygiene dengan NaCl

0,9 % dapat dijadikan bahan materi pembelajaran untuk mahasiswa

keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Fauji et al (2014). Praktik Keperawatan Berbasis Bukti Pada Pasien Kanker.

Aditia, (2015). Terapi Kemoradiasi, Jakarta.

Agatha, et.al, (2004). Gargling With Providon Iodine Reduced The Transfort of
Bacteria During Oral Intubation. Journal of Anasthesia.

Bertram, G.K. (2011).Basic and Clinical Pharmacology (10th ed.), New York: The
McGraw- Hill Companies Inc.

Bogdanov, S. (2011). Honey as A Nutrient and Functional Food. Bee Product


Science, 3 (2), 1-31. Diakses melalui www.bee-hexagone.nettanggal 6
November 2015.

British Dental Assosiation, (2009). www.bda.org/diunduh 14 Maret 2012.


Nareswari, A. (2010). Perbedaan Efektivitas Obat Kumur Chlorhexidine Tanpa
Alkohol dengan Chlorhexidine Beralkohol dalam Menurunkan Kuantitas
Koloni Bakteri Rongga Mulut. Diambil dari eprints.uns.ac.id.

Broadfield, L and Hamilton, J. (2006). Best Practice Guidelines for the


Management of Oral Complications from Cancer Therapy. Province of
Nova Scotia: Cancer Nova Scotia.

Cawley, M., Benson. L. M. (2007).Current Trents in Managing Oral Mucositis.


Clinical Journal Oncology Nursing. 9 (5): 584-592. Diunduh dari http;//
www oral cancerfoundation .org.

Eilers, J (2011). Nursing interventions and supportive care for the prevention and
treatment of oral mocisitis associated with cancer treatment. Oncology
Nursing Forum, 31(4), 13.

Eilers, J & Eipstein, J (2011) Clinical Update: Prevention and management of Oral
Mucositis in Patients with Cancer... full text at
www.nursingoncology.com. Seminars in Oncology Nursing, 27(4), el-e16.
doi: 10.1016/j.soncn.2011.08.001.

Eipstein, j,b., & Schubert , M.M. (2007). Orofharingeal Mucositis in Cancer Therapy:
Review of Pathogenesis, Diagnosis, and Management, European Journal
of Oncology Nursing, 17 (12), 1767 – 1779.

Fatimah, (2017). Penatalaksanaan Asuhan Keperawatan pasien dengan Kemo Radiasi.


Jakarta
Firmana (2017) .Keperawatan Kemoterapi.Jakarta : Salemba Medika.

Fishman, M., & Mrozek, O. (2012). Cancer Chemoterapy Guidelines and


Recommendations for Practice (2nd ed.). Pittsburgh, Pa: Oncology
Nursing Press.

Gracia, M., & Caple, C. (2011). Oral Care of Hospitalized Patient.In D.


Pravikoff(Ed.),(pp.2p). Glendale, California: Cinahl Information Systems.

Hashemi A MD et al, (2015). Mouth rinses for the Prevention of Chemoterapy


Induced Oral Mucositis in Children: a Systemic Review.

Japardi, (2009). Gejala Kanker Pada Anak/ http://rumahkanker.com/content/view/64/62,


diakses tanggal 1 Desember 2016.

Kemenkes RI.(2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta : Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Kwong, Y.L., Yeung, D.Y., (2010). “Intrathecal Chemoterapy for Hematologic


Mallignancies: drugs and Toxicilies”. Annal of Hematologic. Volume 88/
Nomor 3.

National cancer international (NCI). (2009). “ Adjuvant and Neoadjuvant Theray For
Breast Cancer “. http://www.cancer.gov/types/breast/adjuvant-fact-
sheet,30November 2015

Nursalam (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keeperawatan. Pendidikan Praktis. Edisi 4.


Jakarta : Penerbit Salemba Medika.

Otto, E.S. (2005). Pocket Guide to Oncology Nursing. Kansas: Mosby – Year Book,

Inc. Perry, A.G,. & Potter,P.A. (2012). Nursing Intervention & Clinical Skills (5th

Edition). St
Louis:lseiver Mosby.

Poppa, (2008). Cancer Therapy Induceed Oral Mucositis . Journal of TMJ, 58 (1-2),pp.
104-107.

Potting, C.M.J. (2008). Oral Mucositis: A Nurse’s perspective. Netherlands:


Radboud University Nijmegen Press.

Price, S.A. & Wilson, L.M. (2016). Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Alih Bahasa: B.U. Pudit, H. Hartanto, P. Wulansari, dan D. A.
Mahanani: EGC.

Purba. (2010). Perbedaan Waktu Transfortasi Mukosiliar dengan Adjuvan


Pencucian Cairan Isotonis dengan Hipertonis. Medan: Universitas
Sumatra Utara.
Ramchandran. (2011). “Mucositis: New Therapies For an Old
Complication”.http://cancergrace.org/cancer-
treatment/2011/03/04/mucositis-rx/#more-1432, 14 September2014.

Rekam Medik RSUP Persahabatan.(2017)

Scarduna, Pisano & Messina . (2010). Oral Mucositis Review of Literture. In


chillura, A , E., dkk.2010.New York : NYSJD.

Seith, T.H. (2011). Critical Care Chemoterapy (7th ed.). Philadelphia: Lippincott
William & Wilkins.

Sonis, S. T. (2007). “ A Biological Approach to M ucositis “. The Journal Supportive


Oncology. Volume 2/ Nomor 2/ Nomor 1/ Januari.

Timby,B.K. (2009). Fundamental Nursing Skills and Concepts (9th Edition).


Philadelphia: Wolters Kluwer Lippincott Williams & Wilkins.

Tomlinson, D. & Kline, N.F., (2010). Oncology Pediatric Nursing Advanced Clinical
Handbook, Germany Spinger.

Tomlinson dan Kline (dalam Isselbachr et al, 2014). Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam (Edisi 13) Vol.4. Terjemahan. Alih Bahasa: Asdie,
A.H.Jakarta: EGC.

UKCCSG-PONF (2006). Mouth Care for Children and Young People With Cancer.
Evidence-based Guideline Report. UKCCSG-PONF Mouth Care Group

Vokurka et al. (2005). The Comparative Effects of Providone – iodine and normal
saline mouthwases and oralmucosities in Patient After high-dose
Chemoterapy and APBSCT.

Vadhan-Raj, et al.(2010). Single Dose Palifermin Prevents Severe Oral Mucositis


During Multicycle Chemoterapy in Patiens with Cancer: a Randomized
Trial. Annal of Internal Medicine, 153(6), 358-367, doi:10.1059/0003-4819
-153-6-201009210-
00003.

World Health Organization (WHO), (2014). Globocan 2012: Estimated Cancer


Incidence Mortality and Prevalence Worldwide in 2012. International
Agency for Research onCancer.
Lampiran 1

PENJELASAN PENELITIAN

Yth. Responden

Saya yang bertanda tangan

dibawahini: Nama : AiAminah

NIM :2016727051

Adalah mahasiswa Program Sarjana Keperawatan (S1) Fakultas Keperawatan

Universitas Muhammadiyah Jakarta. Dalam kesempatan ini, saya bermaksud

melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Oral Hygiene dengan NaCL 0.9%

Terhadap Penurunan Stadium Mukositis Pada Pasien Kanker Stadium III & IV Pro

Kemoradiasi dI RSUP Persahabatan Tahun 2018.

Bersama ini, ijinkan saya untuk memberikan penjelasan sebagai berikut:

1. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh larutan NaCl 0,9 %

dalam menurunkan stadium mukositis pada pasien dengan kanker stadium III

&IV.

2. Manfaat penelitian secara umum diharapkan dapat berkontribusi dalam

meningkatkan kualitas asuhan Keperawatan pada pasien dengan kanker

stadium III & IV yang mengalamimukositis.

3. Responden yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah pasien dengan

kanker stadium III dan IV yang mengalami mukositis yang menjalani perawatan

di ruang perawatan Melati Bawah dan Melati Atas RSUPPersahabatan.

4. Penelitian dilakukan selama 6 hariberturut-turut.


5. Selama penelitian berlangsung, responden diharapkan dapat bekerjasama

dalam melakukan oral hygiene sesuai dengan protokol oralhygiene.

6. Selama berlangsungnya kegiatan penelitian, penulis menggunakan alat bantu

berupa lembar observasi, penilaian skala stadium mukositis, dan kamera untuk

membantu dokumentasi dari penelitian. Alat bantu kamera ini digunakan

penulis setelah mendapatkan persetujuanresponden.

7. Penulis menjamin bahwa proses penelitian ini tidak akan melakukan tindakan

yang dapat membahayakanresponden.

8. Informasi yang diperoleh dari penelitian akan dijamin kerahasiannya dan hanya

akan digunakan semata-mata untuk kepentingan penelitianini.

9. Semua catatan yang berhubungan dengan penelitian ini akan disimpan

ditempat yang terjaga kerahasiannya, dan akan dimusnahkan setelah

limatahun.

10. Untuk menjamin kerahasiaan identitas responden, penulis hanya akan

menggunakan kode atau inisial dan tidak mencantumkan nama sebenarnya

dariresponden.

11. Responden berhak mengajukan keberatan kepada peneliti jika terdapat hal-hal

yang tidak berkenan bagi responden, dan selanjutnya akan dicari

penyelesaiannya berdasarkan kesepakatan peneliti dan responden.

Demikian penjelasan ini saya sampaikan dengan sebenarnya. Saya sangat

menghargai atas kesediaan dan kerjasama responden untuk berpartisipasi dalam

penelitian ini. Terima kasih.


Lampiran 2

Standar Operasional Praktik Oral Hygiene

Oral hygiene dengan larutan NaCl 0,9 %

PENGKAJIAN

Peneliti melakukan inpeksi mukosa bibir, membran mukosa, lidah, palatum dan

gusi terhadap adanya ulserasi, inflamsi, dengan bantuan penlight dan tongue

spatel

PERSIAPAN

1. Bahan:

Larutan NaCl 0,9 %

2. Caramengemas

 Larutan NaCl 0,9 % dimasukan ke dalam botol yang steril dengan

warnadan ukuran yang sama.

 Larutan NaCl 0,9 % disiapkan oleh peneliti

PELAKSANAAN

1. CaraMembagikan

 Asisten peneliti membagikan larutan NaCl 0,9 % sesuai dengan jadwalkumur.

 Pasien akan menerima botol berisi larutan NaCl 0.9 % selama 6 hari

berturut-turut dengan jumlah sesuai dengan stadiummukositis.

2. Caramelakukan:

 Siapkan Stopwatch, larutan NaCl 0,9 %, bengkok dan lembarchecklist

 CuciTangan

 Bersihkan mulutresponden
 Nyalakanstopwatch

 Kumur larutan NaCl 0,9 % selama minimal 30 detik ( menggerak- gerakkan

larutan NaCl 0,9 % dalam mulut agar menjangkau semua lapisan

mukosamulut).

 Tekan tombol stop pada stopwatch saat angka sudah menunjukkan 30detik.

 Buang larutan NaCl 0,9 % ke dalambengkok

 Asisten mengisi lembar observasi sesuai jadwal saatitu.

 Asisten mengingatkan untuk tidak makan minum selama minimal 30

menit setelah berkumur.

 Asisten mengingatkan untuk kumur pada jadwalselanjutnya.

EVALUASI

- Peneliti melakukan penilaian stadium pada hari ke-6 selama dilakukan

perawatan mulut.

- Penilaian stadium mukositis menggunakan lembar penilaian skala

stadium mukositis(OMAS).
Lampiran 3
PENILAIAN STADIUM MUKOSITIS
Nama :
Umur :
DX:

Pre Post
inter interv
vens e nsi Pre
i (H6/ intervensi
No Keterangan / T1 T2) : post
intervensi
Nilai Nilai akhir (H6)
Tgl Tgl
scor Scor
e e
1 Suara
1 = suara normal
2 = suara
lebihserak 3 = sulit
bicara,
mengeluhnyeri,
tidak bisabicara
2 Membran mukosa
1 = membran
mukosa berwarna
merah, lembab
2 = membran
mukosa berwarna
lebih merah,
terdapat lapisan
putih tanpa ada
ulserasi
3 = terdapat
ulserasi dengan
atau tanpa
perdarahan
3 Menelan
1 = dapat
menelan normal
/ tidak ada
kesulitan
menelan 2= nyeri
saat menelan
,kesulitan saat
menelan
3 = tidak
mampu
menelan
4 Bibir dan sudut
mulut
1 = bibir lembut dan
lembab
2 = bibir kering dan
pecah pecah
3 = terdapat
ulserasi dan
perdarahan
spontan pada bibir
5 Lidah
1 = lidah tampak
bersih, lembab,
terlihat papila lidah
2=
penampilanlidah
kotor danpapila
lidah kurang
terlihat 3 = lidah
melepuh,
menggelembung,
pecah-pecah
6 Saliva
1 = saliva
encer 2 =
saliva kental
3 = tidak ada saliva
Gingiva
7 1 = warna merah
muda. Kokoh, gusi
tdk bengkak
2 = gingiva bengkak,
dengan atau tanpa
kemerahan
3 = gingiva
terdapat
perdarahan
spontan
Gigi
8 1 = gigi bersih
dan tidak ada
debris
2 = terdapat plak pd
area yang terlokalisir
diantara gigi
3 = terdapat plak
dan
debris
disepanjang
garis gigi
TOTAL NILAI
SCORE
1-6 (I), 7-12 (II), 13-18 (III), 19-24 (IV)
Sumber : Modifikasi Oral Mucositis Assesment Scales dari Eilers et al (2004); Dodd (2004),
Migliorati et al (2006)
NAMA :

UMUR :

DX :

WAKTU
HARI KE 1 HARI KE 2 HARI KE 3 HARI KE 4 HARI KE 5 HARI KE 6
NO PELAKSAN
TGL TGL TGL TGL TGL TGL
AAN

Setelah
30 detik 30 detik 30 detik 30 detik 30 detik 30 detik
1 bangun
< 30 detik < 30 detik < 30 detik < 30 detik < 30 detik < 30 detik
tidur
malam

Setelah 30 detik 30 detik 30 detik 30 detik 30 detik 30 detik


2
makan < 30 detik < 30 detik < 3 detik < 30 detik < 30 detik < 30 detik
pagi

Setelah 30 detik 30 detik 30 detik 30 deti 30 detik 30 detik


3
makan < 30 detik < 30 detik < 3 detik < 30 detik < 30 detik < 30 detik
siang

Setelah
30 detik 30 deti 30 detik 30 detik 30 detik 30 detik
4 bangun
tidur siang < 30 detik < 30 detik < 3 detik < 30 detik < 30 detik < 30 detik

30 detik
Setelah 30 detik 30 detik 30 detik 30 detik 30 detik
5 < 30detik
makan < 30 detik < 3 detik < 30 detik < 30 detik < 30 detik
sore

30 detik
Sebelum 30 deti 30 detik 30 detik 30 detik 30 detik
6 < 30detik
tidur < 30 detik < 3 detik < 30 detik < 30 detik < 30 detik
malam

Keterangan
7

Petunjukpengisian:beritandacheklist(√)padakotakyangtersedia
Berkumur selama 30 detik beri cheklist pada kotak 30 detik
Berkumurkurangdari30detikbericheklistpadakotak<30detik
Keterangan:jarakantaraperawatanmulutpertamakeberikutnyaminimal1jam(menyesuaikan
sesuai kondisi)
UMUR:

DX

WAKTU
HARI KE 1 HARI KE 2 HARI KE 3 HARI KE 4 HARI KE 5 HARI KE 6
NO PELAKSAN
TGL TGL TGL TGL TGL TGL
AAN

Setelah 30 detik 30 deti 30 detik 30 detik 30 detik 30 detik


1
makan < 30 detik < 30 detik < 3 detik < 30 detik < 30 detik < 30 detik
pagi

Setelah 30 detik 30 detik 30 detik 30 deti 30 detik 30 detik


2
makan < 30 detik < 30 detik < 3 detik < 30 detik < 30 detik < 30 detik
siang
30 detik
Setelah 30 detik 30 detik 30 detik 30 detik 30 detik
3 < 30detik
makan < 30 detik < 3 detik < 30 detik < 30 detik < 30 detik
sore
30 detik
Sebelum 30 deti 30 detik 30 detik 30 detik 30 detik
4 < 30detik
tidur < 30 detik < 3 detik < 30 detik < 30 detik < 30 detik
malam
Keterangan
5

Petunjuk pengisian : beri tanda cheklist (√) pada kotak yang tersedia
Berkumurselama30detikbericheklistpadakotak30detik
Berkumurkurangdari30detikbericheklistpadakotak<30detik
Keterangan:jarakantaraperawatanmulutpertamakeberikutnyaminimal1jam(menyesuaikan
sesuaikondisi)
Lampiran 5

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini,

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa saya bersedia secara sukarela untuk

berpartisipasi dalam kegiatan penelitian dengan judul “Pengaruh Oral Hygiene

dengan NaCL 0.9% Terhadap Penurunan Stadium Mukositis Pada Pasien Kanker

Stadium III & IV Pro Kemoradiasi di RSUP Persahabatan tahun 2018” yang

dilakukan oleh Ai Aminah mahasiswa Program sarjana ilmu Keperawatan (S1),

Fakultas Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta. Saya sudah

membaca dan memahami surat tentang penjelasan penelitian dan sudah

mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan terkait dengan kegiatan

penelitian ini.

Demikian pernyataan saya buat dengan sebesar-besarnya, dan dengan penuh

kesadaran atau tanpa paksaan dari siapapun.

Jakarta, 12 Desember2017

Responden

Anda mungkin juga menyukai