Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN HASIL PENELITIAN

ANALISIS PRAKTIK PERATAAN LABA PERUSAHAAN MANUFAKTUR


DI INDONESIA

OLEH
Dra. BERNA RATNA SARI. Ak., M.M, C.A
ANDITA PUTRI WARDHANI

INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN DAN INFORMATIKA ASIA


(ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS INSTITUTE)
PERBANAS
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji Tuhan atas segala nikmat, karunia dan petunjuk-Nya, sehingga Laporan penelitian ini

dapat selesai dengan judul “Analisis Praktek Perataan Laba Perusahaan Manufaktur di Indonesia”.

Penelitian ini merupakan bagian dari salah satu pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi

di Perbanas Institute. Sangat disadari dalam pelaksanaan penelitian ini tidak dapat terselesaikan

tanpa adanya bantuan, dorongan, serta kritikan yang membangun dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, pada Laporan penelitian ini ingin disampaikan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya

pada berbagai pihak, terutama Andita Putri Wardhani sebagai partner dalam penelitian dan

Perbanas Institute sebagai Lembaga yang mendanai penelitian ini.

Seperti pepatah, tidak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa penelitian ini

masih kurang sempurna sehingga sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk

perbaikan dan penyempurnaannya.

Akhir kata, semoga penelitian ini dapat menginspirasi pembaca dengan masukan yang

bermanfaat. Terima kasih

Jakarta, Februari 2018

Dra. Berna Ratna Sari., Ak., M.M., CA


DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Batasan Masalah 5

1.4 Tujuan Penelitian 5

1.5 Manfaat Penelitian 6

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN PERUMUSAN

HIPOTESIS 7

2.1 Kajian Teori 7

2.1.1 Laporan Keuangan 7

2.1.2 Manajemen Laba 9

2.1.3 Teori Perataan Laba 10

2.1.4 Pengertian Perataan Laba 11

2.1.5 Pandangan Atas Perataan Laba 13

2.1.6 Return on Asset 15

2.1.7 Tax Avoidance 16

iv
2.1.8 Financial Leverage 18

2.2 Penelitian Terdahulu 19

2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis 22

2.4 Perumusan Hipotesis 24

BAB III METODE PENELITIAN 25

3.1 Desain Penelitian 25

3.2 Operasionalisasi Variabel 25

3.2.1 Variabel Dependen (Variabel Terkait) 26

3.2.2 Variabel Independen (Variabel bebas) 27

3.3 Populasi dan Sampel 28

3.4 Jenis dan Sumber Data 30

3.5 Metode Pengumpulan Data 31

3.6 Metode Analisis Data 31

3.6.1 Statistik Deskriptif 31

3.6.2 Uji Kolmogorov-Smirnov 32

3.6.3 Pengujian Multivariate 32

3.6.4 Menilai Model Fit 33

3.6.5 Koefisien Determinasi (R2) 33

3.6.6 Kelayakan Model Regresi 33

3.6.7 Uji Simultan 34

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 35

4.1 Deskripsi Objek Penelitian 35

4.1.1 Perhitungan Indeks Eckel 37

v
4.2 Analisis Data 42

4.3 Hasil Pengujian dan Interpretasi 43

4.3.1 Hasil Pengujian 44

4.3.1.1 Uji Kolmogorov-Smirnov 44

4.3.1.2 Uji Koefisien Regresi 45

4.3.1.3 Uji Menilai Model Fit 46

4.3.1.4 Uji Koefisien Determinasi (R2) 48

4.3.1.5 Uji Kelayakan Model Regresi 49

4.3.1.6 Uji Simultan 49

4.3.2 Interpretasi dan Pembahasan Hasil Penelitian 50

4.3.2.1 Analisis pengaruh Return on Asset terhadap Praktik Perataan

Laba 50

4.3.2.2 Analisis pengaruh Tax Avoidance terhadap Praktik Perataan

Laba 51

4.3.2.3 Analisis pengaruh Financial Leverage terhadap Praktik

Perataan Laba 53

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI ..55

5.1 Kesimpulan 55

5.2 Keterbatasan 56

5.2 Rekomendasi 57

DAFTAR PUSTAKA 58

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

v
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel 27

Tabel 3.2 Daftar Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi dan Perdagangan

yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2012 – 2015 29

Tabel 4.1 Seleksi Sampel 35

Tabel 4.2 Daftar Nama Perusahaan Sampel Penelitian 36

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Indeks Eckel 37

Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian 42

Tabel 4.5 Uji Kolmogorov-Smirnov 44

Tabel 4.6 Uji Koefisien Regresi 45

Tabel 4.7 Uji Initial -2 log likelihood untuk Block 0: Beginning Block. 46

Tabel 4.8 Uji -2 log likelihood untuk Block 1: Method = Enter 47

Tabel 4.9 Uji Koefisien Determinasi 48

Tabel 4.10 Uji Kelayakan Model Regresi 49

Tabel 4.11 Uji Simultan 49

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran 23

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laporan keuangan merupakan media komunikasi perusahaan terhadap seluruh

stakeholdernya, seperti:, investor, kreditur, manajemen dan pemerintah. Laporan

keuangan juga merupakan bentuk pertanggungjawaban perusahaan atas keputusan

ekonomis yang dilakukan perusahaan. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan

informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang

bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan

keputusan ekonomi (PSAK No.1, 2015:3). Dalam Laporan keuangan, kinerja keuangan

perusahaan dinyatakan dalam laba yang dihasilkan.

Informasi laba sangat penting karena menyatakan prestasi perusahaan dalam

mengelola asetnya dan penentu atas tindakan yang lebih lanjut, seperti pembagian laba,

penentuan investasi, dan pembagian hasil.Selain itu, kinerja manager sering juga

didasarkan pada informasi laba sehingga memacu timbulnya prilaku yang tidak sesuai

(disfunctional behavior) yang dipengaruhi oleh adanya asimetri informasi dalam

konsep teori keagenan (Budiasih, 2009). Seorang manajer memiliki informasi yang

relatif lebih lengkap serta lebih cepat dibandingkan pihak eksternal.

Laba yang dihasilkan pada laporan keuangan merupakan laba yang dihasilkan

dengan metode akrual (IAI, 2009). Menurut Dechow dalam Aji dan Mita (2010), laba

akrual dianggap sebagai ukuran yang lebih baik dibandingkan dengan arus kas dari

aktivitas operasi karena akrual mempertimbangkan masalah waktu. Dalam akuntansi

1
2

berbasis akrual, transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya diakui, dicatat, dan disajikan

dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa memperhatikan

waktu kas atau setara kas diterima atau dibayarkan

Perataan laba (Income Smoothing) merupakan bagian dari manajemen laba.

Dimana perataan atas laba dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mengurangi

naik turunnya laba, atau mengurangi besarnya variabilitas laba yang dilaporkan pada

laporan keuangan agar sesuai dengan target yang diharapkan. Alasan perataan laba,

antara lain, mengurangi hutang pajak, meningkatkan kepercayaan investor atas

kestabilan penghasilan, menghindari permintaan kenaikan upah/gaji oleh karyawan.

Perataan laba dapat menambah bias dalam laporan keuangan dan menggangu

pemakai laporan keuangan dalam mempercayai sepenuhnya atas angka laba hasil

rekayasa tersebut. Bahkan The National Commission on Fraudulent Financial

Reporting (atau Treadway Comission) dalam Nugroho (2008) lebih tegas menyatakan

bahwa aktivitas manajemen laba dapat menyesatkan pengguna laporan keuangan dan

kadangkala merupakan indikasi terjadinya tindakan ilegal yang serius dalam pelaporan

keuangan. Namun, tidak semua negara menganggap perataan laba ini merupakan

pekerjaan yang ilegal. Swedia misalnya membenarkan perlakuan ini sepanjang dibuat

secara transparan dan pada hakikatnya hasilnya akan sama dalam jangka panjang.

Faktor-faktor pendorong perataan laba pada umumnya dapat dibedakan atas

faktor konsekuensi ekonomi dari pilihan akuntansi dan faktor-faktor laba (Moses, 1987

dalam Sitinjak, 2011). Faktor konsekuensi ekonomi lebih dipengaruhi oleh angka-

angka akuntansi, misalnya Profitabilitas, financial leverage, (Aji dan Mita, 2010),
3

ukuran perusahaan (Santoso, 2012), Debt to Equity Ratio dan Net Profit Margin (Dewi,

2012) merupakan contoh-contoh dari kondisi yang dipengaruhi oleh angka-angka

akuntansi, sehingga setiap perubahan akuntansi yang dilakukan oleh perusahaan akan

mempengaruhi setiap kondisi dimana saat perubahan tersebut dilakukan, sedangkan

untuk faktor laba, yang mampu mempengaruhi adalah angka-angka laba itu sendiri

yang akan mendorong perilaku perataan laba oleh manajer. Misalnya perbedaan yang

terjadi pada laba yang diharapkan dengan laba aktual. Semakin besar perbedaan yang

terjadi maka semakin besar motivasi manajer untuk meratakan laba sesuai dengan yang

diharapkan.

Adapun hubungan return on assets dengan perataan laba yaitu karena manajer

melakukan manipulasi laba agar dapat memenuhi target internal. Target internal yang

dimaksud yaitu laba dan target penjualan. Apabila hal tersebut rendah atau menurun

dari tahun sebelumnya, akan mendorong manajer melakukan manipulasi laba agra

perusahaannya memenuhi target internal maka manajer melakukan cara yang tidak

semestinya seperti memperlonggar standar kredit, membuat penjualan fiktif, dan

menyembunyikan retur penjualan. Menurut Weston dalam buku Kasmir (2012)

Profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari

keuntungan atau laba dalam suatu periode tertentu. Hal tersebut sering menjadi acuan

para investor untuk menilai sehat atau tidaknya perusahaan, yang selanjutnya akan

mempengaruhi keputusan membeli atau menjual saham perusahaan.

Hubungan tax avoidance dengan perataan laba yaitu adanya persamaan untuk

mengurangi atau meminimalkan pajak dan laba yang diperoleh dari kegiatan operasi
4

perusahaan. Jika pajaknya terlalu besar atau laba terlalu kecil, investor tidak akan

menanam modalnya pada perusahaan. Menurut Frank (2009) dalam Putri (2014),

tindakan yang dilakukan perusahaan untuk mengurangi pendapatan kena pajak melalui

perencanaan pajak baik secara legal (tax avoidance) maupun illegal (tax evasion)

disebut dengan agresivitas pajak perusahaan.

Variabel financial leverage merupakan proporsi penggu. naan hutang untuk

membiayai invetasinya (Sartono, 2010). Perusahaan memiliki hutang yang besar

mengakibatkan risiko yang semakin besar yang akan ditanggung oleh pemilik modal,

sehingga dapat menyebabkan turunnya minat investor untuk menanamkan modalnya

pada perusahaan tersebut. Hal tersebut yang akan menimbulkan praktik perataan laba.

Dari penelitian sebelumnya tentang ROA yang dilakukan oleh Aji dan Mita

(2010) bahwa ROA tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perataan laba,

serta penelitian Santoso (2012) juga mengatakan bahwa ROA tidak berpengaruh

terhadap perataan laba. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Budiasih (2009) dan

Fatmawati & Djajanti (2015) menyatakan bahwa profitabilitas perusahaan berpengaruh

secara signifikan terhadap praktik perataan laba.

Pada variabel financial leverage penelitian Budiasih (2009) dan Widana &

Yasa (2013) yang menyimpulkan dalam penelitiannya financial leverage tidak

berpengaruh signifikan terhadap perataan laba. Berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh Aji dan Mita (2010), serta Fatmawati dan Djajanti (2015) yang

menyatakan bahwa financial leverage berpengaruh signifikan terhadap praktik

perataan laba, karena perusahaan membiayai operasi perusahaan dengan menggunakan


5

hutang. Menurut penelitian Santoso (2012) berpengaruhnya DER diduga perusahaan

mengalami default (tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo) karena

kesulitan keuangan. Perusahaan yang mengalami hal seperti ini sangat rentan

melakukan praktik perataan laba.

Berdasarkan paparan diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk menganalisis

tindakan Perataan laba yang disusun dengan judul penelitian: “ANALISIS PRAKTIK

PERATAAN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan pokok dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Apakah Return on Assets (ROA) berpengaruh terhadap praktik perataan laba

pada perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi dan perusahaan

Perdagangan di Bursa Efek Indonesia?

2. Apakah Tax Avoidance berpengaruh terhadap praktik perataan laba pada

perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi dan perusahaan

Perdagangan di Bursa Efek Indonesia?

3. Apakah Financial Leverage berpengaruh terhadap praktik perataan laba pada

perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi dan perusahaan

Perdagangan di Bursa Efek Indonesia?

4. Apakah Return on Assets, Tax Avoidance, dan Financial Leverage berpengaruh

secara bersama-sama (simultan) terhadap praktik perataan laba?


6

1.3 Batasan Masalah

Peneliti membatasi penelitian dalam ruang lingkup sebagai berikut:

1. Data yang digunakan adalah data keuangan selama 4 tahun, yakni periode 2012

– 2015.

2. Pengamatan dilakukan pada perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang

Konsumsi dan perusahaan Perdagangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(listing) dan tidak pernah delisting.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh Return on Assets terhadap praktik perataan laba.

2. Untuk menganalisis pengaruh Tax Avoidance terhadap praktik perataan laba.

3. Untuk menganalisis pengaruh financial leverage terhadap praktik perataan

laba.

4. Untuk menganalisis pengaruh ketiga variabel tersebut secara bersama-sama

terhadap praktik perataan laba.

1.5 Urgensi (Keutamaan) Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui bagaimana pengaruh Return on

Assets, Tax Avoidance dan financial leverage terhadap praktik Perataan Laba yang

dilakukan perusahaan manufaktur di Indonesia.


14

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Studi Pustaka

2.1.1 Laporan Keuangan Berbasis Akrual

Laporan keuangan merupakan media komunikasi perusahaan terhadap

seluruh stakeholdernya melalui penyajian informasi mengenai posisi keuangan,

kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi pengguna laporan

dalam pembuatan keputusan ekonomi (PSAK No.1, 2015:3). Laporan keuangan

dapat juga dipandang sebagai bentuk pertanggungjawaban dan kinerja keuangan

atas pengelolaan asset perusahaan. Komponen Laporan keuangan terdiri dari

Laporan posisi keuangan, Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif lain,

Laporan perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, Catatan Atas Laporan Keuangan

dan Informasi Komparatif.

Penyajian Laporan keuangan disusun dengan dasar akrual kecuali Laporan

Arus Kas. Dalam akuntansi berbasis akrual, transaksi ekonomi dan peristiwa

lainnya diakui, dicatat, dan disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya

transaksi tersebut, tanpa memperhatikan waktu kas atau setara kas diterima atau

dibayarkan. Dasar akrual dianggap sebagai ukuran yang lebih baik dibandingkan

dengan dasar arus kas (cash basis) dari aktivitas operasi karena akrual mem-

pertimbangkan masalah waktu. Akuntansi berbasis akrual mengandung unsur kas

(dari transaksi tunai) dan non kas (akrual). Unsur akrual meliputi discretionary

accruals dan non- discretionary accruals. Discretionary accruals merupakan


komponen akrual hasil aktivitas manajemen dalam memanfaatkan kebebasan

menetapkan estimasi seperti, penentuan cadangan kerugian atas piutang tak tertagih

dan metode penyusutan. Non Discretionary accruals merupakan transaksi yang

dicatat dengan menggunakan standar akuntansi yang dapat dipilih seperti penetapan

pembebanan persediaan yang dapat dipilih yaitu FIFO atau rata-rata.

Akuntansi berbasis akrual memiliki kelemahan. Akun akrual rawan untuk

direkayasa tanpa harus melanggar Standar Akuntansi Keuangan (SAK).

Manajemen dapat menentukan besar kecilnya laba perusahaan dengan merekayasa

akun akrual, khususnya pendapatan dan beban. Kecenderungan tersebut

memancing manajer untuk melakukan disfunctional behavior (perilaku tidak

semestinya) dalam laporan keuangannya (Prabayanti dan Yasa, 2010). Kebijakan

akrual ini perlu diungkapkan manajer dalam laporan keuangan. Pengungkapan

(disclosure) dalam Catatan atas Laporan keuangan dapat memperkecil gap antara

manajemen sebagai penyusun Laporan keuangan dan pihak luar yang menggunakan

Laporan keuangan.

2.1.2 Manajemen Laba

Manajemen laba adalah suatu konsep yang dilakukan perusahaan dalam

mengelola laporan keuangan supaya laporan keuangan tampak terlihat memiliki

kualitas (quality of financial reporting) (Suhendah, 2005). Earning management

merupakan suatu proses yang disengaja, menurut standar akuntansi keuangan untuk

mengarahkan pelaporan laba pada tingkat tertentu. Yang termasuk dalam kategori

earning management ialah:


1. Discretionary accrual

2. Income smoothing (Perataan Laba)

3. Manipulasi alokasi pendapatan/biaya

4. Perubahan metode akuntansi dan struktur modal.

Tujuan dilakukannya earnings management adalah untuk memberikan

fleksibilitas kepada manajemen perusahaan untuk melindungi diri dan

perusahaannya dalam menghadapi keadaan yang tidak diinginkan seperti kerugian

bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak dengan perusahaan.

Menurut Scott (1997) dalam Saputra (2009) menyatakan bahwa bentuk

manajemen laba terdiri dari taking a bath, income minimization atau minimalisasi

laba, income maximization atau maksimalisasi laba, income smoothing atau

perataan laba.

2.1.3 Teori Perataan Laba

Terdapat beberapa teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan secara

teoritis fenomena praktik perataan laba, yaitu:

1. Teori Sinyal (Signalling Theory)

Jogiyanto (2000) menyatakan bahwa teori sinyal menekankan

kepada pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap

keputusan investasi pihak di luar perusahaan.

2. Teori Keagenan (Agency Theory)

Kunci dari teori agensi adalah perbedaan tujuan antara prinsipal dan

agen, dimana semua individu berusaha bertindak sesuai dengan


kepentingannya masing-masing serta aktivitas agen yang sehari-hari tidak

dapat dimonitor, sehingga prinsipal tidak mengetahui apakah agen telah

bekerja sesuai dengan keinginan prinsipal atau tidak, menyebabkan konflik

kepentingan antara prinsipal dengan agen semakin meningkat (Komalasari,

1999 dalam Putra dan Suardana 2016).

2.1.4 Pengertian Perataan Laba

Menurut Belkaoui (2006) perataan laba adalah pengurangan fluktuasi laba

dari tahun ke tahun dengan memindahkan pendapatan dari tahun-tahun yang tinggi

pendapatannya ke periode-periode yang kurang menguntungkan. Lebih lanjut

dijelaskan bahwa perataan laba sebagai fenomena proses manipulasi profil waktu

dari pendapatan atau laporan laba menjadi kurang bervariasi, sambil sekaligus tidak

meningkatkan pendapatan yang dilaporkan selama periode tersebut.

Masodah (2007) dalam Dewi (2012) menyatakan income smoothing adalah

upaya manajemen untuk menstabilkan laba, karena informasi laba tersebut dapat

mempengaruhi pasar modal. Informasi yang disampaikan kepada investor yaitu

laporan keuangan, hal ini yang mengundang manajemen untuk melakukan hal-hal

yang tidak semestinya untuk mengubah laporan laba rugi demi kepentingan pribadi.

Dari berbagai definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perataan laba

merupakan upaya manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dicapai.

Dalam hal ini perataan laba menunjukkan suatu usaha manajemen perusahaan

untuk mengurangi variasi abnormal laba dalam batas-batas yang diizinkan dalam

praktik akuntansi dan prinsip manajemen yang wajar.


Tujuan dari perataan laba pada dasarnya ingin mendapat keuntungan

ekonomi dan psikologis, yaitu mengurangi total pajak terhutang, memperbaiki citra

perusahaan dimata pihak luar bahwa perusahaan tersebut memiliki risiko yang

rendah, memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap

laba dimasa mendatang, meningkatkan kepercayaan diri manajer yang

bersangkutan karena penghasilan yang stabil mendukung kebijakan dividen yang

stabil pula, meningkatkan kepuasan relasi bisnis (Meiden, Carmel dan Mulyani,

2003).

Berdasarkan jenisnya, ada dua jenis praktik perataan laba yaitu real

smoothing dan artificial smoothing (Belkaoui, 2006). Real smoothing merupakan

perataan yang dilakukan melalui transaksi keuangan yang nyata dengan

mempengaruhi laba dengan sengaja merubah kebijakan operasi dan waktunya,

sedangkan artificial smoothing merupakan perataan melalui metode akuntansi yang

telah diterapkan untuk menggeser biaya atau pendapatan dari periode ke periode

lainnya.

Perbedaan manajemen laba dengan perataan laba yaitu, earning

management (manajemen laba) memiliki cakupan yang lebih luas daripada income

smoothing (perataan laba), karena manajemen percaya bahwa reaksi pasar

didasarkan pada pengungkapan informasi akuntansi sehingga perilaku laba

merupakan aspek penentuan resiko pasar entitas usaha.

Pengukuran perataan laba dapat diukur dalam bentuk indeks eckel

(Fatmawati dan Djajanti, 2015), indeks eckel akan membedakan perusahaan yang

melakukan praktik perataan laba dengan perusahaan yang tidak melakukan praktik
perataan laba. Hasil dari pengukuran indeks eckel ini akan menunjukan adanya

praktik perataan laba jika besarnya kurang dari satu. Rumus Eckel yang digunakan

dalam perataan laba yaitu koefisien variasi dari perubahan laba bersih setelah pajak

dibagi dengan koefisien variasi dari penjualan bersih.

Peringkat perataan laba digunakan sebagai proksi praktik perataan laba yang

dilakukan perusahaan. Tindakan perataan laba diukur dengan skala nominal,1 untuk

perusahaan yang melakukan praktik perataan laba dan 0 untuk perusahaan yang

tidak melakukan praktik perataan laba.Perataan laba memiliki sifat variabel dummy,

karena hasil yang diperoleh angkanya hanya 0 dan 1.

2.1.5 Pandangan Atas Perataan Laba

Terdapat dua perspektif terhadap praktik perataan laba, yaitu:

a. Pandangan Negatif

Menurut pandangan ini, praktik perataan laba merupakan tindakan yang tidak

seharusnya dilakukan. Beberapa peneliti menganggap bahwa praktik perataan laba

adalah tindakan tidak bermoral, tindakan penipuan, dan penyesatan oleh

manajemen, misalnya Hector (1989) dalam Saputra (2009) menyatakan bahwa

perataan laba sebagai penyalahgunaan yang umum dalam pelaporan keuangan

seharusnya di waspadai oleh pemakainya. Sedangkan McHugh (1992) dalam dalam

Saputra (2009) menyatakan bahwa perataan laba merupakan bentuk manipulasi dari

laporan keuangan.

b. Pandangan Posistif
Menurut pandangan positif, praktik perataan laba merupakan tindakan yang

seharusnya dilakukan oleh manajemen karena dianggap sebagai usaha manajemen

untuk memuaskan para pemegang saham melalui pelaporan laba yang stabil

sehingga risiko perusahaan menjadi lebih rendah. Berikut ini peneliti yang

berpandangan demikian antara lain, Wang dan William (1994) dalam Saputra

(2009) mengatakan bahwa perataan laba memiliki nilaiinformasi atas pelaporan

laba. Gordon (1964) dalam Saputra (2009) menjelaskan bahwa kepuasan para

pemegang saham akan meningkat dengan adanya praktik perataan laba yang stabil.

Sementara Beidleman (1973) dalam Saputra (2009) berpendapat bahwa praktik

perataan laba seharusnya memperluas pasar saham perusahaan dan membawa

pengaruh yang menguntungkan bagi nilai saham perusahaan.

Dapat disimpulkan dari kedua pandangan diatas, bahwa setiap kegiatan ada

sisi negatif dan positifnya tergantung kebutuhan dan sifatnya jika dilakukan

mengarah pada fraud maka itu menjadi pandangan yang negatif dan bahkan banyak

pihak yang akan dirugikan.

Adapun alasan yang mendorong manajer untuk melakukan tindakan

perataan laba. Menurut Hepworth (1953) dalam Putra dan Suardana (2016)

tindakan perataan laba merupakan tindakan yang logis dan rasional bagi manajer

untuk meratakan laba dengan menggunakan cara atau metode akuntansi tertentu.

Alasan seorang manajer melakukan praktik perataan laba (Syahriana, 2006 dalam

Putra dan Suardana, 2016) adalah aliran laba yang merata dapat meningkatkan

keyakinan para investor karena laba yang stabil akan mendukung kebijaksanaan

dividen yang stabil sebagaimana yang diinginkan para investor.


Beidleman dalam Iskandar dan Suardana (2016), terdapat dua alasan

manajemen meratakan laporan laba.Pendapat pertama, berdasar pada asumsi bahwa

suatu aliran laba yang stabil dapat mendukung deviden dengan tingkat yang lebih

tinggi daripada suatu aliran laba yang variabel sehingga memberikan pengaruh

yang menguntungkan bagi nilai saham perusahaan seiring dengan turunnya tingkat

resiko perusahaan secara keseluruhan. Kedua, sehubungan dengan perataan

kemampuan untuk melawan hakikat laporan laba yang bersifat siklus dan

kemungkinan juga akan menurunkan korelasi antara ekspektasi pengembalian

perusahaan dengan pengembalian portofolio pasar.

2.1.6 Return on Asset

Return on Asset merupakan bagian dari rasio profitabilitas, karena rasio

profitabilitas untuk mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan yang

ditujukan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam

hubungannya dengan penjualan maupun investasi (Fahmi, 2014). Return on Asset

adalah rasio yang mencerminkan seberapa besar return yang dihasilkan atas uang

yang ditanamkan dalam bentuk aset. ROA diperoleh dengan cara laba bersih setelah

pajak dibagi dengan total aset (Murhadi, 2013).

Return on Asset berguna untuk mengukur sejauh mana efektivitas

perusahaan dalam memanfaatkan seluruh sumber daya yang dimilikinya (Siahan,

2004 dalam Kurniasih dan Sari, 2013). Laba yang besar akan menarik investor

karena perusahaan memiliki tingkat pengembalian yang semakin tinggi. Dengan


kata lain, semakin tinggi rasio ini maka semakin baik produktivitas asset dalam

memperoleh keuntungan bersih.

Menurut Kasmir (2012:201) Return on Asset (ROA) merupakan rasio yang

menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan.

Menurut Sudana (2011:22) mengemukakan bahwa “Return on Asset (ROA)

menunjukan kemampuan perusahaan dengan menggunakan seluruh aktiva yang

dimiliki untuk menghasilkan laba setelah pajak”.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Return on Asset (ROA)

adalah rasio yang menunjukkan seberapa banyak laba bersih yang bisa diperoleh

dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan. Karena itu digunakan angka laba

setelah pajak dan rata-rata kekayaan perusahaan. Dengan demikian rasio ini

menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari operasinya perusahaan dengan

jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan

operasi tersebut.

Menurut Munawir (2007:91) terdapat beberapa kegunaan atau manfaat

dari analisa Return on Asset (ROA) yang dikemukakan sebagai berikut:

1. Sebagai salah satu kegunaannya yang prinsipil ialah sifatnya yang

menyeluruh;

2. Dapat digunakan untuk mengukur efisiensi tindakan-tindakan yang

dilakukan oleh divisi/bagian, yaitu dengan mengalokasikan semua biaya

dan modal ke dalam bagian yang bersangkutan.

3. Return On Asset (ROA) selain berguna untuk keperluan kontrol, juga

berguna untuk keperluan perencanaan.


Besarnya Return On Asset (ROA) akan berubah kalau ada perubahan

pada profit margin atau assets turnover, baik masing-masing atau keduanya.

Dengan demikian maka pemimpin perusahaan dapat mengggunakan salah satu

atau keduanya dalam rangka usaha untuk memperbesar Return On Asset (ROA).

Menurut Munawir (2007:89) besarnya Return On Asset (ROA)

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:

1. Turnover dari operating asset (tingkat perputaran aktiva yang digunakan

untuk operasi);

2. Profit margin, yaitu besarnya keuntungan operasi yang dinyatakan dalam

persentase dan jumlah penjualan bersih. Profit margin ini mengukur

tingkat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan dihubungkan

dengan penjualannya.

Return on Asset memiliki hubungan dengan perataan laba yaitu target

internal. Dimana target internal adalah laba dan target penjualan. Apabila hal

tersebut rendah atau menurun dari tahun sebelumnya, maka mendorong manajer

untuk melakukan manipulasi laba agar perusahaannya memenuhi target internal

dengan itu manajer melakukan cara yang tidak semestinya seperti memperlonggar

standar kredit, membuat penjualan fiktif, dan menyembunyikan retur penjualan.

ROA yang positif menunjukan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan

untuk operasi perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan. Sebaliknya

jika ROA negatif menunjukan toal aktiva yang dipergunakan tidak memberikan

keuntungan/rugi.
2.1.7 Tax Avoidance

Tax avoidance bukan pelanggaran undang-undang perpajakan karena usaha

wajib pajak untuk mengurangi, menghindari, meminimumkan atau meringankan

beban pajak dilakukan dengan cara yang dimungkinkan oleh Undang-Undang Pajak

(Kurniasih dan Sari, 2013). Tax avoidance merupakan bagian dari tax planning

yang dilakukan dengan tujuan meminimalkan pembayaran pajak. Tax avoidance

secara hukum pajak tidak dilarang meskipun seringkali mendapat sorotan yang

kurang baik dari kantor pajak karena dianggap memiliki konotasi yang negatif

(Oktagiani, 2013). Sedangkan bedanya dengan tax evasion (penggelapan pajak),

yang merupakan usaha-usaha memperkecil jumlah pajak dengan melanggar

ketentuan-ketentuan pajak yang berlaku.

Tindakan yang dilakukan perusahaan untuk mengurangi pendapatan kena

pajak melalui perencanaan pajak baik secara legal (tax avoidance) maupun ilegal

(tax evasion) disebut dengan agresivitas pajak perusahaan (Putri, 2014). Tax

avoidance banyak dilakukan perusahaan karena hal ini merupakan usaha

pengurangan pajak, namun tetap mematuhi ketentuan peraturan perpajakan seperti

memanfaatkan pengecualian dan potongan yang diperkenankan maupun menunda

pajak yang belum diatur dalam peraturan perpajakan yang berlaku dan biasanya

melalui kebijakan yang diambil oleh pimpinan perusahaan. Hal ini ada

hubungannya dengan perataan laba, dimana seseorang berkeinginan untuk

mengurangi atau bahkan memanipulasi suatu laporan agar perusahaan tidak perlu

membayar lebih besar untuk beban pajaknya dan investor juga tetap ingin

menanamkan modalnya walaupun keuntungan perusahaan sedang menurun. Maka


seorang wajib pajak atau manajer melakukan hal yang tidak semestinya dilakukan,

karena ini bersifat untuk kepentingan pribadi serta kepentingan perusahaan.

Istilah tax avoidance biasanya diartikan sebagai suatu skema transaksi yang

ditujukan untuk meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan-

kelemahan ketentuan perpajakan suatu negara. Sebagai perusahaan yang

berorientasi laba, baik perusahaan domestik maupun perusahaan multinasional

berusaha meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan sistem

ketentuan pajak dari suatu negara. Adapun skema penghindaran pajak yang

dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Penghindaran pajak yang diperkenankan (acceptable tax avoidance).

2. Penghindaharan pajak yang tidak diperkenankan (unacceptable tax

avoidance).

Terdapat istilah lain yang sering digunakan untuk menyatakan

penghindaran pajak yang tidak diperkenankan adalah aggressive tax planning,

sedangkan istilah untuk menyatakan penghindaran pajak yang diperkenankan

adalah defensive tax planning. Tax planning sendiri dapat diartikan bahwa bukan

merupakan sesuatu yang keliru atau terlarang. Namun sebuah skema perencanaan

pajak harus diuji apakah skema tersebut sesuai atau melanggar Undang-undang.

Hanya yang membedakan antara tax avoidance dan tax evasion adalah legalitasnya,

yaitu tax avoidance bersifat legal, sedangkan tax evasion bersifat ilegal. Dalam

praktik, pengelompokan antara keduanya tergantung pada interpretasi otoritas pajak

di masing-masing negara.
Dapat disimpulkan bahwa yang membedakan suatu skema perencanaan

pajak termasuk kategori tax avoidance atau tax evasion adalah legalitasnya,

sedangkan dari sisi etis, kedua praktik ini sebenarnya bertentangan dengan maksud

dari undang-undang. Untuk mengetahui tax avoidance digunakan cash effective tax

rate (CETR) adalah dengan membagi Cash Tax Paid (pembayaran pajak secara kas

yang terdapat pada Arus Kas Operasi (laporan arus kas) dibagi dengan Pre Tax

Income (Laba sebelum pajak) pada laporan laba rugi perusahaan. Tingkat CETR

yang meningkat atau naik mengindikasikan adanya penurunan atau berkurangnya

tingkat penghindaran pajak (tax avoidance), sebaliknya jika CETR turun atau

berkurang mengindikasikan adanya kenaikan atau peningkatan penghindaran pajak

(tax avoidance).

2.1.8 Financial Leverage

Financial Leverage merupakan bagian dari rasio solvabilitas dimana rasio

tersebut untuk menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mengelola dan

melunasi kewajibannya (Murhadi, 2013). Financial Leverage adalah rasio yang

mengukur kemampuan hutang baik jangka panjang maupun jangka pendek

membiayai aktiva perusahaan (kurniasih dan Sari, 2013). Semakin besar tingkat

financial leverage maka dana yang didapat dari hutang semakin besar, dimana

semakin besar hutang yang dimiliki maka semakin besar risiko perusahaan terkait

dengan pengembalian hutang.

Financial leverage adalah penggunaan sumber dana yang memiliki beban

tetap dengan harapan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih
besar daripada beban tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang

tersedia bagi pemegang saham (Sartono, 2001 dalam blogspot Revolusi Ibrahim,

2011). Suatu perusahaan dikatakan menggunakan “Financial Leverage” jika ia

menggunakan sebagian dari aktivanya dengan sekuritas pembayaran bunga,

misalnya hutang pada bank, menerbitkan obligasi atau saham preferen.

Leverage merupakan suatu rasio yang menunjukkan sejauh mana bisnis

bergantung pada pembiayaan hutang. Didalam manajemen keuangan umumnya

dikenal dua macam leverage, yaitu leverage operasi (operating leverage) dan

leverage keuangan (financial leverage). Penggunaan kedua leverage ini dengan

tujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar dari pada biaya aset dan sumber

dananya. Dengan demikian, penggunaan leverage akan meningkatkan keuntungan

bagi pemegang saham. Sebaliknya leverage juga dapat meningkatkan resiko

kerugian. Jika perusahaan mendapat keuntungan yang lebih rendah dibandingkan

dengan biaya tetapnya maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan

pemegang saham.

Bagi investor semakin tinggi leverage akan mengakibatkan pembayaran

bunga yang tinggi yang pada akhirnya akan mengurangi pembayaran deviden.

Untuk mengatasi kekhawatiran investor tersebut manajer berusaha menstabilkan

laba perusahaan dimana pada perusahaan yang memiliki catatan laba yang stabil,

peningkatan dalam hutang lebih bisa ditoleransi dari pada perusahaan yang

memiliki laba yang tidak stabil. Hal ini yang memicu manajer perusahaan untuk

melakukan perataan laba. Semakin tinggi financial leverage perusahaan maka

semakin besar motivasi manajermelakukan praktik perataan laba.


Leverage keuangan dan leverage operasi adalah berbeda tetapi juga sama.

Persamaannya adalah sama-sama komposisi biaya. Perbedaanya yaitu, kalau

leverage keuangan sejauh mana komposisi biaya keuangan berdasarkan biaya-

biaya atas pembelian dan lainnya yang menimbulkan komposisi suatu biaya untuk

meningkatkan profitibilitas perusahaan dan yang menyebabkan perusahaan

mengeluarkan biaya tersebut. Sedangkan leverage operasi adalah tingkat dimana

sejauh mana aktiva-aktiva tersebut digunakan dalam investasi perusahaan yang

menggunakan aktiva tetap dalam operasi sehingga perusahaan tersebut

menanggung biaya tetap operasi.

Financial Leverage yang akan digunakan yaitu Debt to Equity Ratio (DER)

yang merupakan ukuran yang dipakai dalam menganalisis laporan keuangan untuk

memperlihatkan besarnya jaminan yang tersedia untuk kreditor (Fahmi, 2014).

Perusahaan dengan tingkat DER tinggi menunjukkan komposisi total hutang

semakin besar dibanding dengan total modal sendiri sehingga berdampak semakin

besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur).

2.2 Penelitian Sebelumnya

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang mengangkat masalah perataan

laba, yakni sebagai berikut:

1. Igan Budiasih (2009)

Penelitian yang dilakukan oleh Igan Budiasih (2009) yang berjudul Faktor-

Faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba menggunakan variabel


independen: ukuran perusahaan, profitabilitas, financial leverage, dan dividend

payout ratio, sedangkan variabel dependennya adalah perataan laba. Alat analisis

yang digunakan adalah regresi linear berganda.Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, profitabilitas, dan DPR mempunyai

pengaruh positif terhadap perataan laba, sedangkan leverage tidak mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap perataan laba.

2. Dhamar Yudho Aji dan Aria Farah Mita (2010)

Penelitian yang dilakukan oleh Dhamar Yudho Aji dan Aria Farah Mita

(2010) yang berjudul Pengaruh Profitabilitas, Risiko Keuangan, Nilai Perusahaan,

dan Struktur Kepemilikan terhadap Praktik Perataan Laba manggunakan variabel

independen: profitabilitas (ROA), risiko keuangan (leverage), nilai perusahaan

(PBV), struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial dan kepemilikan publik),

sedangkan variabel dependennya adalah perataan laba. Alat analisis yang

digunakan adalah regresi linear berganda.Hasil dari penelitian tersebut

menunjukkan bahwa risiko keuangan dan nilai perusahaan mempunyai pengaruh

positif signifikan, variabel struktur kepemilikan mempunyai pengaruh positif tidak

signifikan, dan variabel ROA dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif

signifikan terhadap perataan laba.

3. Yosika Tri Santoso (2012)

Penelitian yang dilakukan oleh Yosika Tri Santoso (2012) yang berjudul

Analisis Pengaruh NPM, ROA, Company Size, Financial Leverage danDER


terhadap Praktik Perataan Labamanggunakan variabel independen: NPM, ROA,

ukuran perusahaan, financial leverage (DTA), DER, sedangkan variabel

dependennya adalah perataan laba. Alat analisis yang digunakan adalah regresi

logistik. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel NPM, financial

leverage dan DER berpengaruh, sedangkan variabel ROA dan company size tidak

berpengaruh terhadap perataan laba. Tetapi secara simultan variabel NPM, ROA,

Company Size, Financial Leverage dan DER berpengaruh terhadap perataan laba,

serta variabel yang berpengaruh paling dominan dalam praktik perataan laba adalah

financial leverage.

4. Fatmawati dan Atik Djajanti (2015)

Penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati dan Atik Djajanti (2015) yang

berjudul Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Financial Leverage

terhadap Praktik Perataan Laba menggunakan variabel independen: ukuran

perusahaan, profitabilitas dan financial leverage, sedangkan variabel dependennya

adalah perataan laba. Alat analisis yang digunakan adalah regresi logistik biner.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan

berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba dengan koefisien negatif,

profitabilitas dan financial leverage berpengaruh secara signifikan terhadap praktik

perataan laba. Variabel ukuran perusahaan, profitabilitas dan financial leverage

dalam uji simultan berpengaruh secara signifikan bersama-sama terhadap perataan

laba.
5. Lucy Tania Yolanda Putri (2014)

Penelitian yang dilakukan oleh Lucy Tania Yolanda Putri (2014) yang

berjudul Pengaruh Likuiditas, Manajemen Laba dan Corporate Governance

Terhadap Agresivitas Pajak Perusahaan yang menggunakan variabel independen:

likuiditas, manajemen laba dan corporate governance, sedangkan variabel

dependennya adalah agresivitas pajak. Alat analisis yang digunakan adalah regresi

berganda, uji simultan, dan koefisien determinasi. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa variabellikuiditas berpengaruh negatif namun tidak signifikan

terhadap agresivitas pajak perusahaan, sedangkan variabel manajemen laba yang

berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap agresivitas pajak perusahaan

dan variabel corporate governance berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

agresivitas pajak perusahaan.

6. Krisnata Dwi Suyanto dan Supramono (2012)

Penelitian yang dilakukan oleh Krisnata Dwi Suyanto dan Supramono

(2012) yang berjudul Likuiditas, Leverage, Komisaris Independen, dan Manajemen

Laba Terhadap Agrevisitas Pajak Perusahaan yang menggunakan variabel

independen: likuiditas, leverage, komisaris independen, dan manajemen

labasedangkan variabel dependennya adalah agresivitas pajak. Alat analisis yang

digunakan adalah analisis deskriptif, asumsi klasik, dan regresi panel. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel likuiditas berpengaruh negatif

terhadap agresivitas pajak perusahaan, sedangkan variabel leverage berpengaruh

positif dan signifikan terhadap agresivitas pajak perusahaan, variabel komisaris


independen berpengaruh negatif dan signifikan terhadap agresivitas pajak

perusahaan dan variabel manajemen laba berpengaruh positif dan signifikan

terhadap agresivitas pajak perusahaan.

2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis

Perataan laba adalah upaya yang secara sengaja dimaksudkan untuk

menormalkan income dalam rangka mencapai kecenderungan atau tingkat yang

diinginkan.Tindakan perataan laba diklasifikasikan menjadi dua yaitu artificial

smoothing dan real smoothing.Alasan perataan laba yang dilakukan oleh

manajemen menurut (Hepworth: 1953 dalam Dewi, 2012) yaitu: sebagai rekayasa

untuk mengurangi laba dan menaikkan biaya pada periode berjalan yang dapat

mengurangi utang pajak, dapat meningkatkan kepercayaan investor karena

kestabilan penghasilan dan kebijakan dividen sesuai dengan keinginan, dapat

mempererat hubungan antara manajer dan karyawan karena dapat menghindari

permintaan kenaikan upah atau gaji oleh karyawan, memiliki dampak psikologis

pada perekonomian.

Berdasarkan kajian teori serta beberapa penelitian terdahulu diduga bahwa

ROA, tax avoidancedan financial leverage berpengaruh terhadap praktik perataan

laba. Dari uraian diatas digambarkan suatu kerangka pemikiran teoritis sebagai

berikut:
14

Gambar 2.1

Pengaruh ROA, Tax Avoidance dan Financial Leverage terhadap Praktik

Perataan Laba

Return on Asset
H1 H1

Praktik Perataan
H2 Tax Avoidance H2
Laba (Indeks
Eckel)

H3 H3
Financial
Leverage

H4

2.4 Perumusan Hipotesis

Berdasarkan empat pertanyaan penelitian yang sudah diuraikan hanya

empat hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu:


H1: Return on Asset berpengaruh terhadap praktik perataan laba

H2: Tax Avoidance berpengaruh terhadap praktik perataan laba

H3: Financial Leverage berpengaruh terhadap praktik perataan laba

H4: Return on Assets, Tax Avoidance, dan Financial Leverage berpengaruh secara

simultan terhadap praktik perataan laba


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk

mengetahui pengaruh return on asset, tax avoidance, dan financial leverage terhadap

praktik perataan laba. Jenis penelitian yang digunakan adalah uji hipotesis, dimana

peneliti melakukan uji hipotesis terlebih dahulu mengenai objek penelitian yang akan

diuji. Ruang lingkup penelitian yaitu perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursan

Efek Indonesia (BEI) pada periode 2012 – 2015. Namun, peneliti memperkecil unit

analisis yang akan dijadikan sampel yaitu hanya perusahaan-perusahaan di bidang

manufaktur sektor industri barang konsumsi dan perdagangan serta perusahaan tersebut

harus selalu terdaftar (listing) di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode penelitian

atau tidak pernah delisting.

3.2 Operasionalisasi Variabel

Operasional variabel merupakan penjelasan mengenai variabel-variabel yang

akan diteliti secara lebih dalam. Penjelasan disini meliputi definisi, indikator variabel,

dan pengukuran variabel. Adapun variabel-variabel tersebut dibedakan berdasarkan

jenisnya, yaitu:

37
38

3.2.1 Variabel Dependen (Variabel Terkait)

Menurut Sugiyono (2009:46), variabel dependen (variabel terkait) adalah

variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.

Dalam penelitian ini, variabel dependennya adalah perataan laba. Indikator perataan

laba yang digunakan adalah Indeks Eckel (1981). Dengan menggunakan Indeks Eckel

dapat diketahui jumlah perusahaan yang kemungkinan melakukan praktik perataan

laba dan perusahaan yang kemungkinan tidak melakukan praktik perataan laba.

Formula matematisnya adalah sebagai berikut (Eckel, 1981).

CV ΔI
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐸𝑐𝑘𝑒𝑙 =
CVΔS

ΔS = perubahan penjualan bersih dalam satu periode

ΔI = perubahan penghasilan bersih atau laba bersih dalam satu periode

CV = koefisien variasi dari variabel, yaitu standar deviasi dengan nilai yang

diharapkan

Nilai CVΔI dan CVΔS dapat dihitung sebagai berikut:

Σ(ΔX−Δx)2
CVΔI atau CVΔS = √ : Δx
n−1

Notasi:

ΔX = perubahan laba (I) atau penjualan (S)

ΔX = rata-rata perubahan laba (I) atau penjualan (S)


39

N = banyaknya tahun yang diamati

Kriteria perusahaan diindikasikan melakukan atau tidak melakukan perataan

laba sebagai berikut:

 Perusahaan diindikasikan melakukan praktik perataan laba apabila indeks perataan

laba lebih kecil dari pada 1 (CVΔI < CVΔS).

 Perusahaan diindikasikan tidak melakukan perataan laba apabila indeks perataan

laba lebih besar dari pada 1 (CVΔI > CVΔS).

3.2.2 Variabel Independen (Variabel Bebas)

Menurut Sugiyono (2009:47), variabel independen (variabel bebas) adalah

variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel

terikat. Dalam penelitian ini, variabel independen yang akan diteliti adalah sebagai

berikut:

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel

Singka
Variabel Konsep Variabel Indikator Ukuran Skala
-tan
Diproksikan dengan
ROA, untuk Laba bersih
menunjukkan setelah
Return on kemampuan pajak Laba Bersih Setelah Pajak
ROA Rasio
Asset perusahaan dalam (EAT) Total Aset
menghasilkan laba
pada periode Total Aset
tertentu.
Diproksikan dengan Cash Tax 𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑇𝑎𝑥 𝑃𝑎𝑖𝑑
Tax
TA CETR Untuk Paid Nominal
Avoidance 𝑃𝑟𝑒 𝑇𝑎𝑥 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒
menghitung dengan
40

membagi Cash Tax Pre Tax


Paid (pembayaran Income
pajak secara kas
yang terdapat pada
Arus Kas Operasi
(laporan arus kas)
dibagi dengan Pre
Tax Income (Laba
sebelum pajak) pada
laporan laba rugi
perusahaan.
Diproksikan dengan
DER, untuk Total
mengukur sampai Hutang Total Hutang
Financial
FL seberapa jauh Rasio
Leverage Total Ekuitas
perusahaan dibiayai Total
oleh modal Ekuitas
pinjaman.
Sumber: Peneliti (2017)

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan untuk dipelajari

dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009:115). Populasi untuk penelitian

ini adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Sampel merupakan bagian dari sebuah populasi. Penentuan sampel dilakukan dengan

menggunakan metode purposive sampling, dimana sampel diambil berdasarkan

kebutuhan atau kriteria yang telah ditentukan peneliti. Kriteria untuk pemilihan sampel

tersebut adalah:

1. Perusahaan Manufaktur pada sektor industri barang konsumsi dan Perusahaan

Perdagangan yang terdaftar di BEI selama 4 tahun yaitu 2012 – 2015.


41

2. Perusahaan Manufaktur pada sektor industri barang konsumsi dan Perusahaan

Perdagangan yang tidak pernah mengalami kerugian pada periode tersebut.

3. Perusahaan Manufaktur pada sektor industri barang konsumsi dan Perusahaan

Perdagangan yang memiliki laporan keuangan yang lengkap.

4. Perusahaan Manufaktur pada sektor industri barang konsumsi dan Perusahaan

Perdagangan yang menggunakan mata uang Rupiah.

Setelah dilakukan pemilihan sampel yang akan diteliti berdasarkan kriteria

yang telah ditetapkan diatas maka sampel dalam penelitian ini adalah 34 perusahaan

per tahun sehingga jumlah total untuk seluruh periode pengamatan adalah 136 sampel.

Berikut ini adalah daftar nama perusahaan yang dijadikan sampel:

Tabel 3.2

Daftar Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi dan Perdagangan yang

Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2012 – 2015

No. Kode Nama Perusahaan

1 AISA PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

2 DLTA PT Delta Djakarta Tbk

3 ICBP PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk

4 INDF PT Indofood Sukses Makmur Tbk

5 MLBI PT Multi Bintang Indonesia Tbk

6 MYOR PT Mayora Indah Tbk

7 ROTI PT Nippon Indosari Corporindo Tbk

8 STTP PT Siantar Top Tbk


42

9 ULTJ PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk

10 GGRM PT Gudang Garam Tbk

11 HMSP PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk

12 DVLA PT Darya Varia Laboratoria Tbk

13 KAEF PT Kimia Farma Tbk

14 KLBF PT Kalbe Farma Tbk

15 MERK PT Merck Tbk

16 PYFA PT Pyridam Farma Tbk

17 TSPC PT Tempo Scan Pasific Tbk

18 UNVR PT Unilever Indonesia Tbk

19 EPMT PT Enseval Putera Megatrading Tbk

20 INTD PT Inter Delta Tbk

21 LTLS PT Lautan Luas Tbk

22 MICE PT Multi Indocitra Tbk

23 SDPC PT Millennium Pharmacon International Tbk

24 TGKA PT Tigaraksa Satria Tbk

25 TURI PT Tunas Ridean Tbk

26 UNTR PT United Tractors Tbk

27 ACES PT Ace Hardware Indonesia Tbk

28 AMRT PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk

29 CSAP PT Catur Sentosa Adiprana Tbk

30 LPPF PT Matahari Department Store Tbk

31 MAPI PT Mitra Adiperkasa Tbk

32 MIDI PT Midi Utama Indonesia Tbk


43

33 MPPA PT Matahari Putra Prima Tbk

34 SONA PT Sona Topas Tourism Industry Tbk

Sumber: Peneliti (2017)

3.4 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder perusahaan publik

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Data yang digunakan adalah:

1. Penjualan bersih tahun 2011 – 2015

2. Laba sebelum pajak tahun 2012 – 2015

3. Laba bersih setelah pajak tahun 2011 – 2015

4. Total Aset tahun 2012 – 2015

5. Total Hutang tahun 2012 – 2015

6. Total Ekuitas tahun 2012 – 2015

7. Pembayaran Pajak secara kas tahun 2012 – 2015

Sumber data yang digunakan ini diperoleh melalui laporan keuangan yang

dipublikasikan oleh BEI yang diunduh melalui situs resmi BEI (www.idx.co.id).

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

dokumentasi. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti mengambil data

berdasarkan dokumen-dokumen sumber seperti laporan keuangan yang dipublikasikan

oleh BEI, jurnal referensi, dan penelitian terdahulu. Metode ini digunakan untuk
44

memperoleh data yang diperlukan. Dengan data yang terkumpul tersebut dapat

dihitung dan diketahui informasi mengenai tindakan perataan laba (income smoothing).

3.6 Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis

data kuantitatif dengan menggunakan program SPSS versi 23.0 sebagai alat untuk

menguji data tersebut.

3.6.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat

dari nilai rata-rata (mean), median, modus, standar deviasi, maksimum dan minimum.

Statistik deskriptif merupakan statistik yang menggambarkan atau mendeskripsikan

data menjadi sebuah informasi yang lebih jelas dan mudah untuk dipahami.

3.6.2 Pengujian Multivariate (Analisis Regresi Logistik)

Dalam pengujian multivariate yang menggunakan regresi logit yang tidak

memerlukan uji normalitas atas variabel bebas yang digunakan dalam model, artinya

variabel penjelas tidak harus memiliki distribusi normal, linier, maupun memiliki

varian yang sama dalam setiap grup (Ghozali, 2013). Jadi logistic regression umumnya

dipakai jika asumsi multivariate normal distribution tidak dipenuhi.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan regresi logistic karena

variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy
45

(perataan laba). Model statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis (Ghozali,

2013):
p
Ln = b0 + b1 ROA + b2 TA + b3 FL
1−p

Dimana:

P = Praktik perataan laba

Bo = Konstanta

ROA = Return on Asset

TA = Tax Avoidance (CETR)

FL = Financial Leverage (DER)

b1, b2, b3 = Nilai dari koefesien regresi.

Kesimpulan dari analisis logistik akan ditentukan dari nilai yang muncul dari

program SPSS yang digunakan sebagai alat yang menguji analisis data, pengujian

hipotesis dilakukan dengan mengamati signifikansi nilai (prob. value) dengan tingkat

signifikansi 5%. Analisis multivariate dilakukan dengan menggunakan teknik analisis

regresi logistik (binary logistic regresion) dengan program SPSS.

3.6.3 Menilai Model Fit

Langkah pertama menilai overall fit model terhadap data. Beberapa test

statistics diberikan untuk menilai hal ini. Hipotesis untuk menilai model fit (Ghozali,

2013:340) adalah:
46

H0 = Model yang dihipotesakan fit dengan data

HA = Model yang dihipotesakan tidak fit dengan data

Dari hipotesis ini jelas bahwa penelitian ini tidak akan menolak hipotesa nol

supaya model fit dengan data. Statistik yang digunakan berdasarkan pada fungsi

likehood dimana model yang dihipotesakan menggambarkan data input.

3.6.4 Cox dan Snell’s R Squeare

Merupakan ukuran yang mencoba meniru ukuran pada multiple regession yang

didasarkan pada teknik estimasi likehood dengan nilai maksimum kurang dari satu (1)

sehingga sulit diinterprestasikan. Nagelkerke’s R square merupakan modifikasi dari

koefisien Cox dan Snell untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari nol (0)

sampai satu (1). Ini dilakukan dengan cara membagi nilai Cox dan Snell’s dengan nilai

maksimumnya. Nilai nagelkerke dapat diinterpretasikan seperti nilai pada multiple

regression.

3.6.5 Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test

Menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model

(tidak ada perubahan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit).

Jika nilai Hosmer and Lemeshow Goodness of fit test statistics sama dengan atau

kurang dari 0.05 ( < 0.05), maka hipotesis nol ditolak yang berarti ada perbedaan

signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodness fit model tidak

baik karena tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Jika > 0,05 maka hipotesis nol
47

tidak dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau

dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya.
BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

Penelitian ini memiliki objek yang terdiri dari perusahaan manufaktur dan

perusahaan perdagangan yang terdatar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun

2012 sampai dengan tahun 2015. Industri manufaktur dan perdagangan dipilih karena

merupakan industri yang memiliki jumlah perusahaan listing paling banyak

dibandingkan yang lainnya.Populasi penelitian ini yaitu perusahaan manufaktur sektor

industri barang konsumsi dan perusahaan perdagangan baik dalam sektor perdagangan

besar barang produksi serta sektor perdagangan eceran yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia pada periode 2012 – 2015 yaitu sebanyak 93 perusahaan.Berdasarkan

kriteria perusahaan yang menjadi sampel pada penelitian ini sebanyak 30 perusahaan

dalam setiap tahun penelitian sehingga terdapat 120 sampel yang diperoleh dengan

metode purposive sampling. Seleksi sampel dapat dilihat pada Tabel 4.1 sebagai

berikut:

Tabel 4.1

Seleksi Sampel

No Keterangan Jumlah
1 Populasi Awal 93
Perusahaan yang delistingpada periode 2012 sampai
2 (1)
dengan 2015
Perusahaan yang mengalami kerugianpada periode
2 (27)
2012 sampai dengan 2015

35
36

Perusahaan yang mengalami perpindahan sektor


3 (3)
industri pada periode 2012 sampai dengan 2015
Perusahaan yang tidakmenggunakan mata uang rupiah
4 (3)
pada periode 2012 sampai dengan 2015
Perusahaan yang baru terdaftar di BEI pada periode
5 (16)
2012 sampai dengan 2015
Perusahaan yang tidak sesuai nama dengan kode
6 (3)
perusahaannya pada periode 2012 sampai dengan 2015
Perusahaan yang menyajikan laporan keuangan tidak
7 (2)
lengkap pada periode 2012 sampai dengan 2015
Perusahaan yang tidak melakukan pembayaran pajak
8 (4)
secara kas pada periode 2012 sampai dengan 2015
Perusahaan yang tidak lolos outlier dalam screening
9 (4)
data
Jumlah Sampel 30
Sumber: Data yang diolah

Dalam Tabel 4.2 berikut ini dapat dilihat perusahaan-perusahaan yang menjadi

sampel penelitian ini.

Tabel 4.2

Daftar Nama Perusahaan Sampel Penelitian

No. Nama Perusahaan Kode


1 PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk AISA
2 PT Delta Djakarta Tbk DLTA
3 PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk ICBP
4 PT Indofood Sukses Makmur Tbk INDF
5 PT Nippon Indosari Corporindo Tbk ROTI
6 PT Siantar Top Tbk STTP
7 PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk ULTJ
8 PT Gudang Garam Tbk GGRM
9 PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk HMSP
10 PT Darya Varia Laboratoria Tbk DVLA
11 PT Kimia Farma Tbk KAEF
12 PT Kalbe Farma Tbk KLBF
13 PT Merck Tbk MERK
14 PT Pyridam Farma Tbk PYFA
15 PT Tempo Scan Pasific Tbk TSPC
16 PT Unilever Indonesia Tbk UNVR
37

17 PT Enseval Putera Megatrading Tbk EPMT


18 PT Inter Delta Tbk INTD
19 PT Lautan Luas Tbk LTLS
20 PT Multi Indocitra Tbk MICE
21 PT Millennium Pharmacon International Tbk SDPC
22 PT Tigaraksa Satria Tbk TGKA
23 PT Tunas Ridean Tbk TURI
24 PT United Tractors Tbk UNTR
25 PT Ace Hardware Indonesia Tbk ACES
26 PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk AMRT
27 PT Catur Sentosa Adiprana Tbk CSAP
28 PT Midi Utama Indonesia Tbk MIDI
29 PT Matahari Putra Prima Tbk MPPA
30 PT Sona Topas Tourism Industry Tbk SONA
Sumber: Data yang diolah

4.1.1 Perhitungan Indeks Eckel

Perataan laba diuji dengan Indeks Eckel.Dimana Indeks Eckel untuk

perusahaan bukan perata laba adalah ≥ 1, sedangkan untuk perusahaan perata laba

adalah ≤ 1.Eckel menggunakan Coefficient Variation (CV) variabel penjualan dan

variabel laba bersih. Hasil perhitungan Indeks perataan laba (Indeks Eckel) sebagai

berikut:

Tabel 4.3

Hasil Perhitungan Indeks Eckel

KODE- INDEKS VARIABEL


NO CV∆I CV∆S KELOMPOK
TAHUN ECKEL DUMMY
AISA-2012 0.468 0.038 12.385 0 BP
AISA-2013 0.361 0.133 2.720 0 BP
1
AISA-2014 0.329 0.010 32.404 0 BP
AISA-2015 0.500 0.105 4.763 0 BP
2 DLTA-2012 3.022 2.081 1.453 0 BP
38

DLTA-2013 2.752 1.931 1.425 0 BP


DLTA-2014 0.412 0.370 1.115 0 BP
DLTA-2015 6.186 3.642 1.699 0 BP
ICBP-2012 0.041 0.165 0.248 1 P
ICBP-2013 0.579 0.080 7.273 0 BP
3
ICBP-2014 0.011 0.342 0.032 1 P
ICBP-2015 0.631 0.257 2.458 0 BP
INDF-2012 (1.664) 0.006 -301.648 1 P
INDF-2013 (5.032) 0.369 -13.649 1 P
4
INDF-2014 (4.787) 0.140 -34.207 1 P
INDF-2015 (1.420) 0.514 -2.761 1 P
ROTI-2012 0.058 0.063 0.923 1 P
ROTI-2013 0.439 0.043 10.104 0 BP
5
ROTI-2014 0.040 0.058 0.681 1 P
ROTI-2015 0.537 0.078 6.871 0 BP
STTP-2012 0.053 0.187 0.285 1 P
STTP-2013 0.098 0.049 2.012 0 BP
6
STTP-2014 0.411 0.147 2.804 0 BP
STTP-2015 0.367 0.008 45.144 0 BP
ULTJ-2012 0.736 0.136 5.423 0 BP
ULTJ-2013 0.743 0.078 9.508 0 BP
7
ULTJ-2014 0.814 0.117 6.946 0 BP
ULTJ-2015 0.821 0.096 8.511 0 BP
GGRM-2012 1.946 0.002 998.499 0 BP
GGRM-2013 0.092 0.058 1.596 0 BP
8
GGRM-2014 0.872 0.213 4.089 0 BP
GGRM-2015 1.167 0.157 7.415 0 BP
HMSP-2012 1.181 0.301 3.927 0 BP
HMSP-2013 0.428 0.042 10.250 0 BP
9
HMSP-2014 1.372 0.216 6.350 0 BP
HMSP-2015 0.237 0.043 5.503 0 BP
DVLA-2012 (4.440) 0.489 -9.072 1 P
DVLA-2013 (2.612) 0.496 -5.264 1 P
10
DVLA-2014 (5.588) 0.565 -9.887 1 P
DVLA-2015 (3.760) 0.572 -6.575 1 P
11 KAEF-2012 4.276 1.536 2.784 0 BP
39

KAEF-2013 0.833 0.450 1.848 0 BP


KAEF-2014 2.404 0.288 8.355 0 BP
KAEF-2015 7.512 0.009 822.588 0 BP
KLBF-2012 0.409 0.325 1.261 0 BP
KLBF-2013 0.409 0.206 1.987 0 BP
12
KLBF-2014 0.047 0.125 0.372 1 P
KLBF-2015 0.772 0.406 1.903 0 BP
MERK-2012 (2.882) 0.174 -16.588 1 P
MERK-2013 (2.474) 4.993 -0.496 1 P
13
MERK-2014 (0.746) 1.467 -0.509 1 P
MERK-2015 (0.338) 3.700 -0.091 1 P
PYFA-2012 (0.878) 0.310 -2.835 1 P
PYFA-2013 (2.536) 0.030 -84.969 1 P
14
PYFA-2014 (6.509) 0.452 -14.405 1 P
PYFA-2015 (3.095) 0.732 -4.231 1 P
TSPC-2012 (35.545) 0.240 -147.841 1 P
TSPC-2013 (18.931) 0.362 -52.323 1 P
15
TSPC-2014 (55.889) 0.055 -1018.941 1 P
TSPC-2015 (1.414) 0.067 -21.251 1 P
UNVR-2012 0.339 0.103 3.296 0 BP
UNVR-2013 0.120 0.036 3.378 0 BP
16
UNVR-2014 0.401 0.089 4.520 0 BP
UNVR-2015 0.861 0.227 3.786 0 BP
EPMT-2012 0.004 0.352 0.011 1 P
EPMT-2013 0.131 0.180 0.729 1 P
17
EPMT-2014 0.184 0.110 1.665 0 BP
EPMT-2015 0.049 0.421 0.117 1 P
INTD-2012 (1.134) (0.143) 7.941 0 BP
INTD-2013 (0.874) (0.915) 0.955 1 P
18
INTD-2014 (0.075) (0.590) 0.128 1 P
INTD-2015 (0.185) (0.182) 1.014 0 BP
LTLS-2012 1.313 1.110 1.183 0 BP
LTLS-2013 6.585 1.757 3.747 0 BP
19
LTLS-2014 4.128 0.199 20.696 0 BP
LTLS-2015 3.770 0.847 4.451 0 BP
20 MICE-2012 0.218 1.856 0.118 1 P
40

MICE-2013 4.727 0.227 20.833 0 BP


MICE-2014 6.238 2.195 2.841 0 BP
MICE-2015 1.292 0.113 11.477 0 BP
SDPC-2012 0.994 0.051 19.549 0 BP
SDPC-2013 0.470 0.146 3.227 0 BP
21
SDPC-2014 1.472 0.177 8.334 0 BP
SDPC-2015 0.949 0.272 3.494 0 BP
TGKA-2012 0.357 0.199 1.798 0 BP
TGKA-2013 0.189 0.049 3.879 0 BP
22
TGKA-2014 0.175 0.379 0.461 1 P
TGKA-2015 0.371 0.529 0.701 1 P
TURI-2012 (7.483) 1.491 -5.019 1 P
TURI-2013 (5.576) 0.727 -7.667 1 P
23
TURI-2014 (7.858) 0.561 -14.000 1 P
TURI-2015 (5.951) 1.657 -3.592 1 P
UNTR-2012 (0.574) (0.942) 0.610 1 P
UNTR-2013 (0.934) (1.423) 0.657 1 P
24
UNTR-2014 (0.627) (1.439) 0.436 1 P
UNTR-2015 (0.881) (2.113) 0.417 1 P
ACES-2012 0.527 0.217 2.426 0 BP
ACES-2013 0.029 0.093 0.313 1 P
25
ACES-2014 0.283 0.067 4.236 0 BP
ACES-2015 0.215 0.377 0.570 1 P
AMRT-2012 4.968 0.182 27.263 0 BP
AMRT-2013 1.645 0.309 5.320 0 BP
26
AMRT-2014 0.494 0.049 10.145 0 BP
AMRT-2015 2.829 0.078 36.167 0 BP
CSAP-2012 (0.278) 0.056 -4.942 1 P
CSAP-2013 (1.759) 0.488 -3.607 1 P
27
CSAP-2014 (4.318) 0.059 -73.705 1 P
CSAP-2015 (5.799) 0.485 -11.946 1 P
MIDI-2012 0.310 0.071 4.366 0 BP
MIDI-2013 0.132 0.028 4.670 0 BP
28
MIDI-2014 0.954 0.084 11.360 0 BP
MIDI-2015 0.512 0.041 12.432 0 BP
29 MPPA-2012 4.124 0.324 12.726 0 BP
41

MPPA-2013 7.639 0.097 78.898 0 BP


MPPA-2014 3.765 0.194 19.367 0 BP
MPPA-2015 15.528 0.422 36.826 0 BP
SONA-2012 (1.958) 0.288 -6.808 1 P
SONA-2013 (2.290) 0.057 -40.169 1 P
30
SONA-2014 (4.757) 0.184 -25.839 1 P
SONA-2015 (4.425) 0.160 -27.569 1 P
Keterangan: BP= Bukan Perataan; P= Perataan
Sumber: Data yang diolah

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa dari 30 perusahaan dengan total

120 sampel, terdapat 52 sampel atau sebesar 43% yang melakukan perataan laba.

Dimana dalam satu perusahaan dengan tahun yang berbeda bisa saja melakukan

perataan laba atau tidak melakukan perataan laba sama sekali.

Peringkat perataan laba digunakan sebagai proksi praktik perataan laba yang

dilakukan perusahaan.Tindakan perataan laba diukur skala nominal, 1 untuk

perusahaan yang melakukan praktik perataan laba dan 0 untuk perusahaan yang tidak

melakukan praktik perataan laba.

Dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang teridentifikasi melakukan perataan

laba 4 tahun berturut-turut adalah perusahaan Indofood Sukses Makmur (INDF),

perusahaan Darya Varia Laboratoria (DVLA), perusahaan Merck (MERK), perusahaan

Pyridam Farma (PYFA), perusahaan Tempo Scan Pasific (TSPC), perusahaan Tunas

Ridean (TURI), perusahaan United Tractors (UNTR), perusahaan Catur Sentosa

Adiprana (CSAP), dan perusahaan Sona Topas Tourism Industry (SONA). Jadi ada 9

perusahaan atau sebesar 30% yang melakukan praktik perataan laba selama periode

pengamatan berlangsung.
42

4.2 Analisis Data

Analisis data penelitian ini menggunakan program SPSS versi 23.0, dan

Microsoft Office Excel 2010. Berikut adalah hasil dari uji statistik deskriptif:

Tabel 4.4

Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Return on Asset 120 .01 .43 .1130 .09247
Tax Avoidance 120 .00 1.03 .3152 .15963
Financial Leverage 120 .18 3.71 1.1449 .96686
Perataan Laba 120 0 1 .43 .498
Valid N (listwise) 120
Sumber: Hasil olah data SPSS

Dari Tabel 4.4 diatas, diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Variabel Dependen (Y)

Untuk variabel dependen perataan laba diketahui memiliki rata-rata sebesar

0,43dengan standar deviasi sebesar 0,498. Perataan Laba yang paling tinggi sebesar 1,

sedangkan perataan laba paling rendah sebesar 0.

2. Variabel Independen (X1)

Variabel independen ROA memiliki nilai rata-rata sebesar 0,1130dengan

standar deviasi sebesar 0,9247. ROA maksimum sebesar 0,43 dimiliki oleh PT

Unilever Indonesia Tbk pada tahun 2014 dan ROA minimum sebesar 0,01dimiliki oleh
43

PT Millennium Pharmacon International Tbk pada tahun 2014, PT Catur Sentosa

Adiprana Tbk pada tahun 2015.

3. Variabel Independen (X2)

Variabel independen Tax Avoidance (CETR) memiliki nilai rata-rata sebesar

0,3152dengan standar deviasi sebesar 0,15963. CETR maksimum sebesar 1,03dimiliki

oleh PT Lautan Luas Tbk dan PT Catur Sentosa Adiprana Tbk pada tahun 2015 dan

CETR minimum sebesar 0,00 dimiliki oleh PT Matahari Putra Prima Tbk pada tahun

2013.

4. Variabel Independen (X3)

Variabel independen Financial Leverage (DER) memiliki nilai rata-rata

sebesar 1,1449 dengan standar deviasi sebesar 0,96686. DER maksimum sebesar

3,71dimiliki oleh PT Millennium Pharmacon International Tbkpada tahun 2015 dan

DER minimum sebesar 0,18 dimiliki oleh PT Ace Hardware Indonesia Tbk pada tahun

2012.

4.3 Hasil Pengujian dan Interpretasi

Untuk menguji ada atau tidaknya pengaruh return on asset, tax avoidance dan

financial leverage terhadap praktik perataan laba pengujian hipotesis dalam penelitian

ini menggunakan model regresi logistik biner. Pengujian ini dilakukan pada tingkat

signifikansi (α) 5 persen.


44

4.3.1 Hasil Pengujian

4.3.1.1 Uji Kolmogorov-Smirnov

Uji ini dapat digunakan untuk melihat kenormalan dengan identifikasi jika nilai

p-value lebih besar dari alpha, maka asumsi kenormalan dapat diterima. (Purwoto dan

Wahyuni, 2009).

Tabel 4.5

Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov ROA, CETR dan DER

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Return on Tax Financial
Asset Avoidance Leverage
N 120 120 120
a,b
Normal Parameters Mean .1130 .3152 1.1449
Std. Deviation .09247 .15963 .96686
Most Extreme Differences Absolute .231 .131 .202
Positive .231 .131 .202
Negative -.143 -.108 -.159
Kolmogorov-Smirnov .231 .131 .202
Asymp. Sig. (2-tailed) .000c .000c .000c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
Sumber: Hasil olah data SPSS

Berdasarkan hasil uji Kolmogorov-Smirnov pada variabel return on asset

sebesar 0,231, tax avoidance sebesar 0,131 dan financial leverage sebesar 0,202.

Sedangkan nilai signifikansi menunjukkan hasil sebesar 0,000 pada seluruh variabel,

yang berarti bahwa nilai signifikansinya lebih kecil dari α sebesar 0,05. Hal ini berarti

Ho ditolak yang berarti data residual terdistribusi tidak normal.


45

4.3.1.2 Uji Koefisien Regresi

Untuk menguji hipotesis, peneliti menggunakan analisis logistik biner, karena

variabel dependen dalam penelitian ini bersifat variable dummy. Berdasarkan hasil

pengolahan data dengan program SPSS 23.0. Pengujian hipotesis ini dimaksudkan

untuk mengetahui apakah return on asset, tax avoidance dan financial leverage

berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

Tabel 4.6

Uji Koefisien Regresi

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


a
Step 1 ROA -8.032 3.575 5.049 1 .025 .000
CETR 5.242 1.599 10.750 1 .001 188.982
DER -.946 .292 10.462 1 .001 .388
Constant -.048 .765 .004 1 .950 .953
a. Variable(s) entered on step 1: ROA, CETR, DER.
Sumber: Hasil olah data SPSS

Berdasarkan Tabel 4.6 return on asset yang diproksikan dengan ROA,

menunjukkan nilai Wald hitung sebesar 5,049 lebih besar dari nilai chi-square tabel

dengan df 1 sebesar 3,841 dan nilai probabilitasnya 0,025 < 0,05. Dari hasil ini berarti

Ho1 ditolak, variabel independen return on asset berpengaruh signifikan terhadap

praktik perataan laba.

Variabel independen tax avoidance yang diproksikan dengan CETR (cash

effective tax rate) menunjukkan nilai Wald hitung sebesar 10,750 apabila dibandingkan

dengan nilai chi-square tabel dengan df 1 sebesar 3,841 maka nilai Wald hitung > nilai
46

chi-square tabel (10,750< 3,841) dan nilai probabilitas sebesar 0,001< 0,05. Maka Ho2

ditolak, tax avoidance berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba.

Financial Leverage yang diproksikan dengan debt to equity ratio menunjukkan

bahwa nilai Wald hitung sebesar 10,462 lebih besar dari nilai chi-squaretabel dengan

df 1 sebesar 3,841 dan nilai probabilitasnya 0,001< 0,05. Dari hasil ini berarti Ho3

ditolak, variabel independen financial leverage berpengaruh signifikan terhadap

praktik perataan laba.

Dari hasil pengujian ini terdapat variabel yang paling dominan yaitu tax

avoidance dan financial leverage, karena memiliki nilai probabilitas lebih kecil sebesar

0,001 dibandingkan dengan return on asset yang memiliki nilai probabilitas lebih

besar. Semakin kecil nilai probabilitas maka semakin kuat pengaruhnya terhadap

praktik perataan laba. Berdasarkan pengujian ini, dibentuk persamaan garis regresi

sebagai berikut:

Perataan Laba = - 0,048 – 8,032 (ROA) + 5,242 (CETR) – 0,946 (DER)

4.3.1.2 Uji Menilai Model Fit

Tabel 4.7

Uji Initial -2 log likelihood untuk Block 0: Beginning Block

Iteration Historya,b,c
Coefficients
Iteration -2 Log likelihood Constant
Step 0 1 164.216 -.267
2 164.216 -.268
47

3 164.216 -.268
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 164.216
c. Estimation terminated at iteration number 3 because
parameter estimates changed by less than .001.
Sumber: Hasil olah data SPSS

Tabel 4.8

Uji -2 log likelihood untuk Block 1: Method = Enter

Iteration Historya,b,c,d
-2 Log Coefficients
Iteration likelihood Constant ROA CETR DER
Step 1 1 135.755 -.302 -4.495 4.076
-.648
2 133.708 -.143 -7.126 5.077
-.882
3 133.619 -.054 -7.978 5.235
-.942
4 133.619 -.048 -8.032 5.242
-.946
5 133.619 -.048 -8.032 5.242
-.946
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 164.216
d. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter
estimates changed by less than .001.
Sumber: Hasil olah data SPSS

Berdasarkan tabel di atas, terdapat dua nilai -2 log likelihood yaitu pada block

number= 0 dan block number= 1. Angka -2 log likelihood pada block number= 0 adalah

sebesar 164,216 sedangkan pada block number= 1 adalah sebesar 133,619. Dengan

demikian terjadi penurunan dari 164,216 menjadi 133,619. Penurunan yang terjadi

adalah sebesar 30,597. Penurunan angka -2 log likelihood ini menunjukkan model

regresi logistik yang baik (Ghozali, 2013), sehingga penelitian ini fit atau sesuai dengan

data.
48

4.3.1.3 Uji Koefisien Determinasi (R2)

Tabel 4.9

Uji Koefisien Determinasi

Model Summary
-2 Log Cox & Snell R Nagelkerke R
Step likelihood Square Square
1 133.619a .225 .302
a. Estimation terminated at iteration number 5 because
parameter estimates changed by less than .001.
Sumber: Hasil olah data SPSS

Cox & Snell R Square merupakan ukuran yang mencoba meniru ukuran R

Square pada multiple regression yang didasarkan pada teknik estimasi likelihood

dengan nilai maksimum kurang dari 1 sehingga sulit untuk diinterpretasikan. Oleh

karena itu, Nagelkerke R Square yang merupakan modifikasi dari Cox & Snell untuk

memastikan bahwa nilainya bervariasi dari nol (0) sampai satu (1). Dapat dilihat dari

Tabel 4.8, nilai Cox & Snell R Square sebesar 0,225 dan nilai Nagelkerke R Square

sebesar 0,302 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh

variabel independen sebesar 30,2%.

4.3.1.4 Uji Kelayakan Model Regresi

Tabel 4.10

Uji Kelayakan Model Regresi

Hosmer and Lemeshow Test


Step Chi-square df Sig.
1 6.019 8 .645
Sumber: Hasil olah data SPSS
49

Berdasarkan Tabel 4.10 menunjukkan bahwa besarnya nilai statistik Hosmer

and Lemeshow’s Goodness of Fit Test sebesar 6,019 dengan probabilitas atau nilai

signifikansi sebesar 0,645 lebih besar dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan

Ho diterima, yang artinya tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang

diprediksi dengan klasifikasi yang diamati dan model regresi logistik ini mampu

memprediksi nilai observasinya dan layak dipakai untuk analisis selanjutnya.

4.3.1.5 Uji Simultan

Tabel 4.11

Uji Simultan

Omnibus Tests of Model Coefficients


Chi-square df Sig.
Step 1 Step 30.597 3 .000
Block 30.597 3 .000
Model 30.597 3 .000
Sumber: Hasil olah data SPSS

Uji simultan (Omnibus Tests) ini bertujuan untuk mengetahui apakah return on

asset, tax avoidance dan financial leverage secara bersama-sama mempengaruhi

perataan laba. Hasil pengujian omnibus test (pengujian simultan), dapat dilihat dari 2

cara yaitu dengan nilai chi-square hitung dengan df 3 nilai chi-square sebesar 30,597

lebih besar dari chi-square tabel sebesar 7,815 dan dengan melihat nilai tingkat

signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 maka dari kedua uji tersebut dapat

dikatakan Ho ditolak. Artinya, variabel return on asset, tax avoidance dan financial
50

leverage secara simultan berpengaruh signifikan terhadap perataan laba (income

smoothing).

4.3.2 Interpretasi Hasil

4.3.2.1 Analisis pengaruh Return on Asset terhadap Praktik Perataan Laba

Variabel ROA, ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap praktik

perataan laba dan memiliki koefisien yang positif. ROA termasuk dalam rasio

profitabilitas, dimana rasio tersebut menggambarkan kemampuan perusahaan untuk

menhasilkan laba (Murhadi, 2013). Return on asset mencerminkan seberapa besar

pengembalian yang dihasilkan atas setiap rupiah uang yang ditanamkan dalam bentuk

aset (Murhadi, 2013). Maka dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi profitabilitas yang

dimiliki oleh perusahaan maka manajemen mudah untuk mengatur labanya atau

melakukan perataan laba dan manajemen terlihat memiliki kinerja baik apabila dinilai

dari tingkat laba yang mampu dihasilkan (Fatmawati dan Djajanti, 2015).

Hubungan yang terjadi antara return on asset dengan perataan laba yaitu

manajer melakukan manipulasi laba agar dapat memenuhi target internal. Target

internal yang dimaksud yaitu laba dan target penjualan. Apabila hal tersebut rendah

atau menurun dari tahun sebelumnya, akan mendorong manajer melakukan manipulasi

laba agar perusahaannya memenuhi target internal maka manajer melakukan cara yang

tidak semestinya seperti memperlonggar standar kredit, membuat penjualan fiktif, dan

menyembunyikan retur penjualan.


51

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Budiasih (2009) dan Fatmawati dan

Djajanti (2015) menyatakan bahwa profitabilitas perusahaan berpengaruh secara

signifikan terhadap praktik perataan laba.

Tetapi penelitian ini bertentangan dengan penelitian Aji dan Mita (2010) bahwa

ROA tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perataan laba. Hal tersebut

disebabkan bahwa, penelitian dari Aji dan Mita yang menggunakan model jones

sebagai penentu untuk mengetahui perusahaan mana yang terindentifikasi melakukan

perataan laba sedangkan penelitian ini menggunakan model indeks eckel. Penelitian

Santoso (2012) juga mengatakan bahwa ROA tidak berpengaruh terhadap perataan

laba.

4.3.2.2 Analisis pengaruh Tax Avoidance terhadap Praktik Perataan Laba

Variabel tax avoidance yang diproksikan oleh cash effective tax rate (CETR)

memiliki pengaruh yang signifikan dan memiliki nilai koefisien positif. Menurut

Oktagiani (2015) mengatakan bahwa tax avoidance merupakan bagian dari tax

planning yang dilakukan dengan tujuan meminimalkan pembayaran pajak. Tax

avoidance secara hukum pajak tidak dilarang meskipun seringkali mendapat sorotan

yang kurang baik dari kantor pajak karena dianggap memiliki konotasi yang negatif.

Hubungan yang terjadi diantara variabel ini yaitu adanya persamaan untuk

mengurangi atau meminimalkan pajak dan laba yang diperoleh dari kegiatan operasi

perusahaan, jika pajaknya terlalu besar atau labanya terlalu kecil para investor tidak

akan menanamkan modalnya lagi kepada perusahaan tersebut.


52

Jika laba perusahaan menunjukan kecenderungan meningkat maka perusahaan

akan memanfaatkan situasi ini untuk memanfaatkan aktiva pajak tangguhan untuk

menutupi tagihan pajak tahun berikutnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa meningkatnya

CETR, maka berkurang penghindaran pajak dan sebaliknya jika menurun CETR, maka

bertambah penghindaran pajak.

Penelitian ini hampir serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2014)

meneliti tentang pengaruh manajemen laba terhadap agresivitas pajak perusahaan yang

diukur agresivitas pajak dengan ETR, sedangkan manajemen laba yang diukur dengan

discretionary accrual. Dari hasil analisis data statistik melalui SPSS dapat dilihat

pengujian hipotesis bahwa variabel manajemen laba yang berpengaruh positif namun

tidak signifikan terhadap agresivitas pajak perusahaan.

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Suyanto dan Supramono (2012)

mengatakan bahwa manajemen laba berpengaruh positif dan signifikan terhadap

agresivitas pajak perusahaan. Hal ini memberikan bukti bahwa selama periode

pengamatan, ada kecenderungan bahwa perusahaan melakukan income decreasing

sebagai upaya penghindaran pajak, dimana semakin besar income decreasing yang

dilakukan maka perusahaan tersebut juga terindikasi berperilaku agresif terhadap pajak

perusahaan.

Koefisien regresi manajemen terhadap cash effective tax rate menunjukkan

arah positif. Nilai p-value dari cash effective tax rate yang berada di bawah tingkat

signifikan α sebesar 5%, dapat disimpulkan bahwa manajemen laba berpengaruh

signifikan terhadap agresivitas pajak perusahaan.


53

4.3.2.3 Analisis pengaruh Financial Leverage terhadap Praktik Perataan Laba

Variabel financial leverage yang diproksikan dengan debt to equity ratio

memiliki pengaruh yang signifikan dan memiliki nilai koefisien yang positif. DER

termasuk dalam rasio solvabilitas dimana rasio ini menggambarkan kemampuan

perusahaan dalam mengelola dan melunasi kewajibannya. Debt to equity ratio

menunjukkan perbandingan antara hutang dan ekuitas perusahaan, semakin tinggi DER

maka semakin berisiko perusahaan (Murhadi, 2013).

Hal yang akan menimbulkan praktik perataan laba yaitu apabila perusahaan

memiliki hutang yang besar mengakibatkan risiko yang semakin besar yang akan

ditanggung oleh pemilik modal, sehingga dapat menyebabkan turunnya minat investor

untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut.

Penelitian ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Aji dan Mita

(2010), serta Fatmawati dan Djajanti (2015) yang menyatakan bahwa financial

leverage berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba, karena perusahaan

membiayai operasi perusahaan dengan menggunakan hutang. Menurut penelitian

Santoso (2012) berpengaruhnya DERdiduga perusahaan mengalami default (tidak

dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo) karena kesulitan keuangan.

Perusahaan yang mengalami hal seperti ini sangat rentan melakukan praktik perataan

laba.

Berbeda dengan penelitian Budiasih (2009) dan Widana & Yasa (2013) yang

menyimpulkan dalam penelitiannya financial leverage tidak berpengaruh signifikan


54

terhadap perataan laba. Hal tersebut berarti bahwa pada penelitian yang dilakukan

Budiasih, rata-rata perusahaan sampel memiliki tingkat hutang yang rendah atau

dengan kata lain perusahaan tidak bergantung pada hutang dalam membiayai aktiva

perusahaannya.

Anda mungkin juga menyukai