Oleh :
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2019
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Identifikasi Masalah 4
1.3. Batasan Masalah 5
1.4. Rumusan Masalah 5
1.5. Tujuan Penelitian 5
1.6. Manfaat Penelitian 6
1.7. Definisi Operasional 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1. Kerangka Teoritis 7
2.1.1. Pengertian Belajar 7
2.1.2. Aktivitas Belajar 8
2.1.3. Hasil Belajar 8
2.1.3.1 Ranah Kognitif 9
2.1.3.2 Ranah Afektif 10
2.1.3.3 Ranah Psikomotorik 10
2.1.4. Model Pembelajaran 11
2.1.4.1 Model Pembelajaran Inquiri 12
2.1.4.2 Model Pembelajaran Inquiry Training 13
2.1.4.3 Sintaks Model Pembelajaram Inquiry Training 14
2.1.4.4 Keunggulan dan Kelemahan Model Inquiry Training 16
2.1.5. Model Pembelajaran Konvensional 17
2.1.6. Materi Pembelajaran 19
2.1.7 Penelitian sebelumnya 25
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR TABEL
1
2
fisika di sekolah dan menyebabkan rendahnya hasil belajar fisika siswa di sekolah
(Anggraini & Sani, 2015).
Menurut Trianto (2010),” Rendahnya hasil belajar peserta didik
disebabkan dominannya proses pembelajaran konvensional”. Pada pembelajaran
konvensional ini guru bersifat dominan, tidak berpusat pada siswa karena dalam
pembelajaran siswa hanya bersifat sebagai pendengar saja (siswa menjadi pasif),
tidak memiliki keterlibatan untuk menemukan dan merumuskan informasi sebagai
bahan pengajaran melainkan hanya menggantungkan pengalaman belajarnya pada
guru serta tidak memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar. Padahal dalam
pembelajaran fisika siswa dapat dilibatkan secara aktif dengan siswa melakukan
sendiri prosedur-prosedur untuk menggali atau memahami konsep sains.
Masalah ini sejalan dengan hasil belajar fisika berdasarkan ujian nasional
diperoleh rata-rata sebesar 55,02 pada tahun 2016 dan menurun pada tahun 2017
menjadi 50,93. Penurunan nilai ujian nasional fisika juga terjadi di kota Medan
khususnya di MAN 1 Medan selama 3 tahun terakhir yaitu pada tahun 2015
sebesar 84,22 , tahun 2016 sebesar 80,31 , dan tahun 2017 sebesar 57,88
(Puspendik kemdikbud, 2017).
Rendahnya hasil belajar siswa dilihat dari hasil studi pendahulu yang
dilakukan di MAN 1 Medan melalui wawancara kepada salah satu guru fisika dan
penyebaran angket kepada siswa kelas X di MAN 1 Medan. Hasil penyebaran
angket yang telah disebarkan kepada 44 orang diperoleh data bahwa 14 orang
menyukai fisika sedangkan 30 orang siswa mengatakan fisika biasa saja. Faktor
yang menjadi penyebab siswa kurang menyukai pelajaran fisika karena fisika
tidak terlepas dari rumus-rumus yang harus dihafal dan dipahami. Selain itu,
diperoleh data bahwa ini kegiatan belajar yang berlangsung dikelas didominasi
ceramah, mencatat, dan mengerjakan soal dengan yang menjadi fokus utama guru
menurut para siswa adalah rumus dan perhitungan.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap salah satu guru bidang studi fisika
menyatakan kendala yang paling sering dihadapi dalam proses KBM oleh
kebiasaan belajar siswa yang memusatkan perhatian pada guru dan siswa tidak
serius dalam belajar. Permasalahan lain dalam proses pembelajaran fisika adalah
3
bimbingan yang lebih kepada sebagian siswa yang kurang aktif dengan menuntun
cara berfikirnya ke arah penyelesaian masalah yang diberikan dan memperbaiki
redaksi indikator yang ada dalam sintak yang belum maksimal.
Penelitian dengan model pembelajaran inquiry training juga telah diteliti
oleh Herlinayati Ritonga dengan judul “ Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry
Training Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Elastisitas dan Hukum
Hooke SMAN 13 Medan”. Berdasarkan penelitian Herlina (2019) menyatakan
bahwa hasil belajar yang diberi pengajaran dengan model pembelajaran inquiry
training lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian
dengan menerapkan model pembelajaran inquiry training untuk meningkatkan
minat dan hasil belajar siswa dalam mempelajari fisika. Peneliti bermaksud
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry
Training Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Momentum dan
Impuls di Kelas X Semester II MAN 1 Medan T.P 2018/2019”.
1.5.Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang akan dicapai
dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan menggunakan model
pembelajaran Inquiry Training pada materi pokok Momentum dan Impuls
kelas X semester II di MAN 1 Medan T.P 2018/2019.
2. Untuk mengetahui aktivitas belajar siswa dengan menggunakan model
pembelajaran Inquiry Training pada materi pokok Momentum dan Impuls
di Kelas X semester II di MAN 1 Medan T.P 2018/2019.
6
7
8
pengetahuan bersifat tentative (tidak pasif). Berikut ini adalah beberapa teori
Suchman :
a. Siswa meneliti secara alamiah ketika mereka sedang mengahadapi
persoalan (kebingungan).
b. Mereka dapat sadar dan belajar menganalisis strategi-strategi berpikirnya.
c. Strategi-strategi baru dapat diajarkan secara langsung dan dapat
ditambahkan pada strategi yang telah dimiliki siswa sebelumnya.
d. Penelitian kooperatif dapat memperkaya pemikiran dan membantu siswa
belajar tentang ketidakmestian, sifat pengetahuan yang selalu berkembang
dan menghargai penjelasan alternatif.
Menurut Joyce (dalam Trianto, 2010) menyatakan bahwa teori Suchman
dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Mengajak siswa membayangkan seakan-akan dalam kondisi yang
sebenarnya.
b. Mengidentifikasi komponen-komponen yang berada di sekeliling kondisi
tersebut.
c. Merumuskan permasalahan dan membuat hipotesis pada kondisi tersebut.
d. Memperoleh data dari kondisi tersebut dengan membuat pertanyaan dan
jawaban “ya” atau “tidak”.
e. Membuat kesimpulan dari data-data yang diperolehnya.
𝑝 = 𝑚. 𝑣 (2.1)
Dengan :
p = momentum (kg m/s)
m = massa benda (kg)
v = kecepatan benda (m/s)
2.1.5.2 Impuls
Impuls merupakan suatu gaya yang dikalikan dengan waktu selama gaya
bekerja. Suatu impuls adalah hasil kali suatu gaya yang bekerja delam waktu yang
singkat yang menyebabkan suatu perubahan dari momentum. Secara matematis
impuls dapat dinyatakan oleh persamaan :
𝐼 = 𝐹 ∆𝑡 (2.2)
dengan :
I = Impuls (Ns)
F = gaya (N)
∆𝑡 = selang waktu (s)
Selain itu, jika mendapatkan sebuah grafik gaya F terhadap kurva maka
dapat menentukan besar impuls dari luas daerah di bawah kurva.
𝐹 = 𝑚𝑎 (2.3)
20
∆𝑣
Karena 𝑎 = , maka :
∆𝑡
∆𝑣
𝐹 = 𝑚 ∆𝑡
𝐹 ∆𝑡 = 𝑚 ∆𝑣
𝐹 ∆𝑡 = 𝑚 𝑣2 − 𝑚𝑣1
𝐼 = 𝑝2 − 𝑝1
𝐼 = ∆𝑝 (2.4)
Berdasarkan persamaan di atas, impuls yang bekerja pada suatu benda
sama dengan perubahan momentum yang dimiliki benda tersebut.
bersama. Begitu bahan bakar tahap pertama telah dibakar habis, roket ini
dilepaskan. Pesawat antariksa bergerak dengan cepat dengan massa total pesawat
dan roket – roket lebih ringan (karena tidak lagi membawa roket pertama). Pada
tahap kedua ini dicapai kecepatan akhir yang jauh lebih cepat. Demikian
seterusnya sampai seluruh bahan bakar roket telah digunakan.
2.1.5.6 Tumbukan
Perlu kita ketahui bahwa biasanya dua benda yang bertumbukan bergerak
mendekat satu dengan yang lain dan setelah bertumbukan keduanya bergerak
saling menjauhi. Ketika benda bergerak, maka tentu saja benda memiliki
kecepatan. Karena benda tersebut mempunyai kecepatan dan massa, maka benda
tersebut pasti memiliki momentum dan juga energi kenetik.
Tumbukan dibagi ke dalam tiga jenis yang disesuaikan dengan
karakteristik gerak benda sesaat setelah tumbukan, yakni tumbukan lenting
sempurna, tumbukan lenting sebagian, dan tidak lenting sama sekali. Perbedaan
tumbukan – tumbukan tersebut dapat diketahui berdasarkan nilai koefisien
elastisitas dari dua buah benda yang bertumbukan. Koefisien elastisitas dari dua
benda yang bertumbukan sama dengan perbandingan negative antara beda
kecepatan sesudah tumbukan dengan kecepatan sebelum tumbukan secara
matematis koefisien elastisitas dapat dinyatakan sebagai berikut :
𝑣 ′ 1 −𝑣′ 2
𝑒 = −( ) (2.7)
𝑣1 −𝑣2
konsep tumbukan lenting sebagian dapat diterapkan pada pemantulan sebuah bola
yang jatuh di lantai seperti gambar di bawah ini.
√ℎ2
𝑒= (2.12)
√ℎ1
Sebuah balok besar yang terbuat dari kayu atau bahan lainnya digantung
seperti ayunan. Setelah itu, sebutir peluru ditembakkan pada balok tersebut dan
biasanya peluru tertanam di balok. Sebagai akibat dari tumbukan tersebut, peluru
dan balok bersama – sama terayun ke atas sampai ketinggian tertentu (ketinggian
maksimum), seperti ditunjukkan pada gambar 2.5
proporsional, berpikir
kombinasi dan berpikir refleksi
berada pada kategori sedang.
Dengan demikian model
pembelajaraninquiry training
dapat dijadikan solusi untuk
meningkatkan kemampuan
berpikir formal siswa pada
materi pokok kinematika
partikel. Kepada guru
disarankan dapat mencoba
model pembelajaran inquiry
training pada materi pokok
yang lain.
4. Oktaviani dan Pengaruh Model Adanya peningkatan hasil
Situmorang (2018) Pembelajaran belajar siswa. Hasil rata-rata
Inquiry Training postes kelas eksperimen adalah
Berbantu Mind 76,97 dan kelas kontrol adalah
Mapping 72,11.
Terhadap Hasil
Belajar Siswa
Pada Materi
Pokok Suhu dan
Kalor di Kelas X
Semester II SMA
Negeri 3 Medan
T.P 2016/2017.
5. Siahaan dan Sahyar Efek Model Berdasarkan hasil penelitian
(2017) Pembelajaran diperoleh nilai rata-rata pretes
Inquiry Training kelas eksperimen adalah 37,71
Terhadap Hasil dan nilai rata-rata kelas
Belajar Fisika kontrol adalah 34,14.
Pada Materi Kemudian diberikan perlakuan
Kalor dan yang berbeda, kelas
Perpindahannya eksperimen dengan model
di SMP Negeri 38 pembelajaran inquiry training
Medan Kelas VII dan kelas kontrol dengan
Semester II T.A pembelajaran konvensional.
2013/2014. Data postes yang diperoleh
yaitu hasil rata-rata kelas
eksperimen 72,71 dan kelas
kontrol 57,71. Hasil ini
menggambarkan bahwa ada
efek model pembelajaran
inquiry training dalam
meningkatkan hasil belajar
28
Fisika.
2.2.Kerangka Konseptual
BAB III
METODE PENELITIAN
Studi Pendahuluan
Wawancara Angket
Pretes
Analisis data
Pembelajaran Pembelajaran
Inquiry Training Konvensional
Postest
Analisis data
Kesimpulan
3. Untuk menentukan taraf nilai proses belajar siswa dengan nilai yang
dicapai adalah dengan menggunakan rubric sandar/kriteria penilaian.
Tabel 3.2 Rubrik Penilaian Observasi Aktivitas Siswa
Tahap
No Indikator
Inquiry Deksriptor Penilaian
. yang dinilai
Training
1. Mengha- Merumuskan Memperhatikan 0. Tak satupun
dapkan masalah prosedur Inquiry deksriptor
pada (listening Training yang di tampak
masalah activities) jelaskan 1. Satu deksriptor
Memperhatikan tampak
permasalahan yang 2. Dua deksriptor
disajikan. tampak
Menjawab pertanyaan 3. Tiga deksriptor
yang dijelaskan. tampak
2. Pengum- Mengumpu- Mengumpulkan 0. Tak satupun
pulan lkan data informasi deksriptor
data verifikasi Mengajukan hipotesis tampak
verifikasi (oral Mengajukan 1. Satu deksriptor
activities) pertanyaan tampak
2. Dua deksriptor
tampak
3. Tiga deksriptor
tampak
36
Rubrik penilaian keterampilan yang akan dinilai dapat dilihat dalam tabel
3.3 dan rubrik penilaian sikap yang akan dinilai dapat dilihat pada tabel 3.4
berikut :
Tabel 3.3. Rubrik Penilaian Keterampilan
Keterangan :
C1 = Mengingat (Pengetahuan)
C2 = Memahami (Pemahaman)
C3 = Menerapkan
C4 = Analisis
C5 = Menilai
40
3.7.2 Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu. Reliabel artinya
dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan. Rumus yang digunakan untuk menentukan
koefisien reliabilitas yaitu menggunakan rumus Kuder-Richardson (KR-20):
yaitu:
𝑛 𝑆 2 − ∑ 𝑝𝑞
𝑅11 = ( )( ) … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (3.1)
𝑛−1 𝑆2
∑ 𝑥12
Dengan : 𝑆 2 = 𝑁
Keterangan:
R11 = reliabilitas tes secara keseluruhan
p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1 - p)
pq = jumlah hasil perlakuan antara p dan q
N = jumlah siswa
n = jumlah item
S = standar deviasi
Kriteria pengujian validitas adalah setiap item valid apabila rxy > rtabel
(rtabel diperoleh dari nilai kritis r product moment dengan taraf signifikn α =
0,05).
41
𝐵
𝑃 = 𝐽𝑆 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (3.2)
Dengan:
P = indeks kesukaran
B = jumlah siswa yang menjawab benar
JS = jumlah seluruh siswa
Adapun kategori penilaiannya dapat ditunjukkan pada Tabel 3.7 berikut.
Tabel 3.7 Nilai dan Kategori Taraf Kesukaran
Nilai Kategori
0 – 0,30 Sukar
(Arikunto, 2016)
dengan siswa yang berkemampuan rendah (bodoh). Rumus yang digunakan untuk
menentukan daya beda masing-masing item tes dapat dilihat di bawah dan
kategori penilaian dapat ditunjukkan pada tabel 3.8.
𝐵𝐴 𝐵𝐵
𝐷= − = 𝑃𝐴 − 𝑃𝐵 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (3.3)
𝐽𝐴 𝐽𝐵
Dengan :
D = daya pembeda
Adapun kategori penilaian daya pembeda tes dapat dilihat pada tabel 3.8
berikut ini.
Tabel 3.8 Nilai dan Kategori Daya Pembeda Tes
Nilai Kategori
0,00 – 0,20 Buruk
0,20 – 0,40 Cukup
0,40 – 0,70 Baik
0,70 − 1,00 Baik sekali
(Arikunto, 2016)
∑ 𝑥1
𝑥1 =
̅̅̅
𝑛
Dimana :
n xi2 xi 2
s
n 1
n1 (n1 1)
44
Dengan
S12 = Varians kelompok 1 kelas eksperimen
𝚺x1 = jumlah skor sampel 1 (Sudjana, 1989:95)
𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟
𝐹=
𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙
2
S
F 12
S2
45
Keterangan :
2
S1 = Varians dari kelompok besar
2
S 2 = Varians dari kelompok kecil
Kriteria pengujian : hipotesis H0 diterima jika F(1 )( n1 1) < F < F1 ( n 1,n 1)
2 1 2
untuk taraf nyata α, dimana Fβ (m,n) didapat dari daftar distribusi F dengan peluang
β, dk pembilang = m dan dk penyebut = n (Sudjana, 1989: 249).
𝐻0 : 𝜇1 = 𝜇2
𝐻𝑎 ∶ 𝜇1 ≠ 𝜇2
Keterangan :
𝑋̅1 − 𝑋̅2
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
𝑆 1 1
√𝑛 + 𝑛
1 2
Keterangan:
t = Harga t perhitungan
𝑋̅1 = Nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas eksperimen
𝑋̅2 = Nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas kontrol
𝑛1 = Jumlah sample kelas eksperimen
𝑛2 = Jumlah sample kelas kontrol
𝑆2 = Varians hasil belajar gabungan dua kelas
𝑠12 = Varians hasil belajar pada kelas eksperimen
𝑠22 = Varians hasil belajar pada kelas kontrol
Kriteria pengujian adalah : Ho diterima jika – t1 1 / 2 t t1 1 / 2 dimana t1 1/ 2
𝐻0 : 𝜇1 = 𝜇2
𝐻𝑎 ∶ 𝜇1 ≠ 𝜇2
47
Keterangan :
𝑋̅1 − 𝑋̅2
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
𝑆 1 1
√𝑛 + 𝑛
1 2
Keterangan:
t = Harga t perhitungan
𝑋̅1 = Nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas eksperimen
𝑋̅2 = Nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas kontrol
𝑛1 = Jumlah sample kelas eksperimen
𝑛2 = Jumlah sample kelas kontrol
𝑆2 = Varians hasil belajar gabungan dua kelas
𝑠12 = Varians hasil belajar pada kelas eksperimen
𝑠22 = Varians hasil belajar pada kelas kontrol
Kriteria pengujian adalah : Ho diterima jika – t hitung ttabel dimana t1
Jika hipotesis Ho diterima, berarti tidak ada perbedaan hasil belajar siswa
akibat pengaruh model pembelajaran inquiry training pada materi pokok
momentum dan impuls di kelas X Semester II MAN 1 Medan T.A 2018/2019.
Dan jika analisis data menunjukkan harga t yang lain, maka Ho ditolak dan
diterima Ha berarti ada perbedaan hasil belajar siswa akibat pengaruh model
pembelajaran inquiry training pada materi pokok momentum dan impuls di kelas
X Semester II MAN 1 Medan T.P 2018/2019, oleh karena itu model pembelajaran
inquiry training dikatakan ada pengaruhnya terhadap peningkatan hasil belajar
siswa.
49
DAFTAR PUSTAKA
Ahokoski, E., Korventaoska, M., Koen Veermans, dan Jackkulc, T. 2015.
Teachers’ Experince of an Inquiry Learning Training Course in Finland.
International Journal of association for Science education. 28. 305-314.
Anggrain, D.P dan Sani, R.A. 2015. Analisis Model Pembelajaran Scientific
Inquiry dan Kemampuan Berpikir Kreatif terhadap Keterampilan Sains
Siswa SMA. Jurnal Pendidikan Fisika. 4 (2). 47-54.
Arikunto, S. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Derlina, Afriyanti. L. 2016. Efek Penggunaan Model Pembelajaran Inquiry
Training Berbantuan Median Visual dan Kreativitas Terhadap
Keterampilan Proses Sain. Jurnal Cakrawala Pendidikan. (2016) Th.
XXXV, No. 2.
Giancoli, C. D. 2014. FISIKA Prinsip dan Aplikasi Edisi Ketujuh Jilid 1. Jakarta :
Erlangga.
Siahaan, S.A. dan Sahyar. 2017. Efek Model Pembelajaran Inquiry Training
terhadap Hasil Belajar Fisika pada Materi Kalor dan Perpindahannya di
SMP Negeri 38 Medan Kelas VII Semester II T.A 2013/2014. Jurnal
Inovasi Pembelajaran Fisika (INPAFI). 5(1). 69-75.