Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN

Disusun oleh :

Kelompok 4/MHP B

Muhammad Reyhan F 26060121140058


Wahyu Fira Carolina 26060121140068
Muhammad Abdul Majid 26060121140075
Haniifah Zahraini A 26060121140082
Amelia Faradilla I 26060121140084
Putri Muna Parenti 26060121140085

Departemen Teknologi Hasil Perikanan


Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Diponegoro
Semarang
2022

1
LAPORAN PRAKTIKUM
Mata Kuliah Mikrobiologi Hasil Perikanan
Semester Genap 2021/2022

Dosen Pengampu :
Romadhon, S.Pi., M.Biotech. (Koordinator Praktikum)
Ir. Sumardianto, PG. Dipl., M.Gz.

Tim Asisten :

Nabilatus Sunayya NIM. 26060118130077


Annisa Djahrotun NIM. 26060119130063
Zuny Tamara NIM. 26060119130075
Zhahra Oktaviani NIM. 26060120130063
Wibowo

Departemen Teknologi Hasil Perikanan


Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan
Universitas Diponegoro
Semarang
2022

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktikum Mikrobiologi Hasil Perikanan ini telah disetujui dan

disahkan pada:

hari :

tanggal :

tempat : Semarang

Mengetahui,

Koordinator Asisten Asisten Pendamping

Nabilatus Sunayya Annisa Djahrotun


NIM 26060118130077 NIM 26060119130063

Mengetahui,

Koordinator Praktikum

Romadhon, S.Pi., M.Biotech.


NIP. 19760906 200501 1 002

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis laporan praktikum mata
kuliah Mikrobiologi Hasil Perikanan ini dapat diselesaikan dengan baik.
Laporan ini diharapkan dapat mendukung program perbaikan dan
menambah informasi mengenai topik yang berkaitan dengan mata kuliah dan
praktikum Mikrobiologi Hasil Perikanan.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Romadhon, S.Pi., M.Biotech., selaku Koordinator Mata Kuliah
Mikrobiologi Hasil Perikanan yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan masukan, koreksi dan araham selama praktikum;
2. Bapak Ir. Sumardianto, PG Dipl., M.Gz., selaku dosen mata kuliah
Mikrobiologi Hasil Perikanan;
3. Tim Asisten Praktikum Mata Kuliah Mikrobiologi Hasil Perikanan dan
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan praktikum ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik demi perbaikan penulisan
laporan ini sangat diharapkan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat.

Semarang, Mei 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PENGESAHAN iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

MODUL I : STERILISASI ALAT, MEDIA DAN TEKNIS ASEPTIS 1


Tujuan 1
Dasar Teori Praktikum 1
Prosedur Kerja 2
Pembahasan 3
Kesimpulan dan Saran 6

MODUL II : ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT) 8


Tujuan 8
Dasar Teori Praktikum 8
Prosedur Kerja 8
Lembar Hasil Pengamatan 10
Pembahasan 13
Kesimpulan dan Saran 16

MODUL III : PENENTUAN JUMLAH BAKTERI ASAM LAKTAT


DAN PENGAMATAN MORFOLOGI BAKTERI

Tujuan 17
Dasar Teori Praktikum 17
Prosedur Kerja 18
Lembar Hasil Pengamatan 20
Pembahasan 23
Kesimpulan dan Saran 26

MODUL IV : PENGAMATAN JAMUR 28


Tujuan 28
Dasar Teori Praktikum 28
Prosedur Kerja 28
Lembar Hasil Pengamatan 31
Pembahasan 33
Kesimpulan dan Saran 36

v
MODUL V : PENENTUAN JUMLAH BAKTERI PADA RUANGAN
DAN PERALATAN PENGOLAHAN (METODE SWAB) 37
Tujuan 37
Dasar Teori Praktikum 37
Prosedur Kerja 37
Lembar Hasil Pengamatan 40
Pembahasan 42
Kesimpulan dan Saran 45

MODUL VI : PENDUGAAN JUMLAH BAKTERI COLIFORM 46


Tujuan 46
Dasar Teori Praktikum 46
Prosedur Kerja 46
Lembar Hasil Pengamatan 48
Pembahasan 50
Kesimpulan dan Saran 54

DAFTAR PUSTAKA 55
DAFTAR TABEL

Halaman
MODUL I . STERILISASI ALAT, MEDIA DAN TEKNIS ASEPTIS
1. Alat yang digunakan pada praktikum Sterilisasi dan Teknik Aseptis…… 1
2. Bahan yang digunakan pada praktikum Sterilisasi dan Teknik Aseptis…. 2

MODUL II. ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT)


3. Lembar Penilaian Organoleptik Sampel Ikan Bandeng (Chanos 10
chanos) Mundur Mutu
4. Hasil Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri 12

MODUL III. PENENTUAN JUMLAH BAKTERI ASAM LAKTAT


DAN PENGAMATAN MORFOLOGI BAKTERI
5. Lembar Penilaian Organoleptik Sampel Udang Rebon Kering (Acetes 20
sp.)
6. Hasil Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri 21

MODUL IV. PENGAMATAN JAMUR


7. Lembar Penilaian Organoleptik Ikan Kapasan (Gerres filamentosus) 31
Kering
8. Hasil Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri 32

MODUL V. PENENTUAN JUMLAH BAKTERI PADA RUANGAN


DAN PERALATAN PENGOLAHAN (METODE SWAB)
9. Hasil Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri 41

MODUL VI. PENDUGAAN JUMLAH BAKTERI COLIFORM


10. Lembar Penilaian Organoleptik Sampel Ikan Lele (Clarias sp.) Segar 48
11. Hasil Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri 49

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
MODUL II . ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT)
1. Hasil Pengamatan Angka Lempeng Total (ALT) pada Sampel Ikan 11
Bandeng (Chanos chanos) Mundur Mutu

MODUL III. PENENTUAN JUMLAH BAKTERI ASAM LAKTAT


DAN PENGAMATAN MORFOLOGI BAKTERI
2. Hasil Pengamatan Uji Bakteri Asam Laktat (BAL) pada Sampel 21
Udang Rebon Kering (Acetes sp.)
3. Bakteri L. acidophilus 22
4. Bakteri L. plantarum 22

MODUL IV. PENGAMATAN JAMUR


5. Hasil Pengamatan Jamur pada Sampel Kapasan (Gerres 32
filamentosus) Kering

MODUL V. PENENTUAN JUMLAH BAKTERI PADA RUANGAN


DAN PERALATAN PENGOLAHAN (METODE SWAB)
6. Hasil Pengamatan Mikroorganisme di Ruangan 40
Laboratorium
7. Hasil Pengamatan Mikroorganisme pada Swab Alat pada Permukaan 41
Oven

MODUL VI. PENDUGAAN JUMLAH BAKTERI COLIFORM


8. Hasil Pendugaan Jumlah Bakteri Coliform pada Sampel Ikan 49
Bandung (Chanos chanos) Mundur Mutu

viii
MODUL PRAKTIKUM
Mata Kuliah Mikrobiologi Hasil
Perikanan Semester Genap 2021/2022

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan


Universitas Diponegoro
Semarang
2022
MODUL I : Sterilisasi Alat, Media dan Teknis
Kelompok : 4
Aseptis
Tanggal : 24 Februari 2022

Nama : Putri Muna Parenti NIM : 26060121140085 Ttd:

Tujuan

Tujuan dari praktikum sterilisasi alat dan sterilisasi media adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui cara sterilisasi alat-alat yang ada di laboratorium
2. Mengetahui cara sterilisasi media yang ada di laboratorium
3. Mengetahui cara melakukan teknik aseptis

Dasar Teori Praktikum

Sterilisasi merupakan proses penghilangan semua jenis organisme hidup, dalam


hal ini adalah mikroorganisme yang terdapat dalam suatu benda. Sterilisasi ini bertujuan
untuk menjamin sterilitas produk maupun karakteristik kualitas sediaannya, termasuk
kestabilan yang dimiliki oleh produk yang dihasilkan. Agen kimia untuk sterilisasi disebut
sterilant. Proses sterilisasi merupakan hal yang paling utama dalam menentukan
kesterilan dari sediaan akhir yang nantinya akan dibuat. Sehingga, perlu dilakukan
metode sterilisasi yang tepat dan sesuai dengan sifat masing-masing bahan, alat serta
wadah yang akan digunakan untuk proses sterilisasi (Taufiq dan Najmudin, 2017).
Sterilisasi dapat digunakan dengan tiga cara yaitu sterilisasi udara kering,
sterilisasi uap air panas, dan sterilisasi uap air panas bertekanan. Sterilisasi dengan
udara kering biasannya menggunakan oven. Sterilisasi uap air panas untuk bahan yang
berbentuk cairan yang tidak dapat disterilkan dengan oven. Sterilisasi dengan uap air
panas yang bertekanan, alat yang digunakan adalah autoklaf (autoclave) yang dilengkapi
katup pengaman. Alat ini mempunyai tekanan 2 atm dan suhu 121ᵒC selama 15 menit
untuk bahan dan 20 menit untuk alat. Cara ini dapat mematikan bakteri yang ada (Azizah
et al., 2020).

Alat
Alat yang digunakan pada praktikum Sterilisasi dan Teknik Aseptis adalah
sebagai berikut:
Tabel 1. Alat yang digunakan pada praktikum Sterilisasi dan Teknik Aseptis
No Nama Alat Ketelitian Fungsi
1 Oven Mensterilkan Alat
2 Autoclave Mensterilkan alat dan media
3 Bunsen Flame Mensterilkan alat dengan pemijaran
4 Masker Melindungi praktikan pada bagian muka
5 Sarung tangan Melindungi praktikan pada bagian tangan
6 Penutup kepala Melindungi praktikan pada bagian kepala

1
Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum Sterilisasi dan Teknik Aseptis adalah
sebagai berikut:
Tabel 2. Bahan yang digunakan pada praktikum Sterilisasi dan Teknik Aseptis
No Nama Bahan Jumlah Fungsi
1 Alkohol 70% Bahan Kimia dalam mensterilkan alat
2 Kertas coklat Pembungkus Alat yang disterilkan dalam Oven
3 Kapas Penutup Lubangan Alat dalam Proses Sterilisasi
4 Alumunium foil Pembungkus Alat yang disterilkan dalam Autoclave

Metode

a. Sterilisasi Kering
Metode yang digunakan pada praktikum Sterilisasi Kering adalah sebagai berikut:
1. Siapkan alat-alat yang akan disterilisasi;
2. Bungkus alat-alat yang telah disterilisasi menggunakan kertas coklat; dan
3. Sterilisasi dengan menggunakan oven selama ± 2 jam dengan suhu 160°C.

b. Sterilisasi Uap Air Panas


Metode yang digunakan pada praktikum Sterilisasi Uap Air Panas adalah sebagai
berikut:
1. Siapkan alat-alat yang akan disterilisasi;
2. Siapkan autoklaf yang akan digunakan;
3. Alat-alat yang berisi media ditutup kapas serta almunium foil; dan
4. Sterilisasi dengan menggunakan autoklaf selama 15-20 menit dengan suhu 121°C
dengan tekanan 1 atm.

c. Sterilisasi Pemijaran
Metode yang digunakan pada praktikum Sterilisasi Pemijaran adalah sebagai berikut:
1. Siapkan alat-alat yang akan disterilisasi;
2. Siapkan bunsen yang akan digunakan; dan
3. Alat-alat yang akan disterilisasi dipijarkan di atas bunsen yang menyala.

d. Teknik Aseptis
Metode yang digunakan pada praktikum Teknik Aseptis adalah sebagai berikut:
1. Siapkan alat-alat yang akan disterilsasi;
2. Sterilisasi tangan dengan handsanitizer;
3. Semprotkan alkohol 70% di atas meja; dan
4. Gunakan penutup kepala, penutup mulut (masker), serta sarung tangan.

2
Pembahasan:
Sterilisasi adalah proses penghilangan semua jenis organisme hidup sampai ke
spora yang terdapat dalam suatu benda atau suatu bahan. Benda atau bahan yang
dimaksud adalah alat-alat yang akan digunakan dalam praktikum dan juga medianya.
Sterilisasi dapat dilakukan dalam tiga metode, yaitu sterilisasi kering, sterilisasi uap air
panas atau yang bisa juga disebut sterilisasi basah, dan sterilisasi pemijaran. Sterilisasi
kering umumnya digunakan ketika medianya tidak memerlukan sterilisasi. dan
menggunakan oven sebagai alat sterilisasi. Sterilisasi uap air panas digunakan pada alat
yang medianya juga membutuhkan sterilisasi. Alat yang digunakan adalah autoklaf.
Sterilisasi kering dan sterilisasi uap air panas memerlukan kertas cokelat atau alumunium
foil untuk melapisi alat-alat serta berfungsi mencegah kontaminasi berulang. Bahan-
bahan ini dipilih karena ukuran pori-porinya lebih kecil dari ukuran mikroorganisme
sehingga mampu mencegah mikroorganisme yang masuk atau keluar dari lingkungan
maupun dari alat-alat tersebut. Sterilisasi pemijaran dilakukan dengan menggunakan
bunsen berbahan bakar spiritus sebagai alat sterilisasi. Sterilisasi dikatakan sempurna
apabila keberadaan mikroorganisme tidak lagi terdeteksi. Standar sterilitas yang harus
dicapai adalah keadaan di mana peralatan terbebas dari organisme maupun patogen
berbahaya. Metode sterilisasi cukup banyak, sehingga agar tidak terjadi kerusakan
dianjurkan untuk memilih metode yang sesuai. Menurut Raudah et al. (2017), sterilisasi
dalam pengertian medis merupakan sebuah proses dengan metode tertentu yang mana
hasil akhirnya berupa suatu keadaan yang ditunjukkan oleh ketiadaan mikroorganisme.
Kondisi dan sterilitas peralatan haruslah selalu diperhatikan agar memenuhi standar.
Peralatan yang steril haruslah terbebas dari seluruh mikroorganisme atau patogen
penyebab penyakit.
Sterilisasi kering adalah salah satu metode sterilisasi dengan menggunakan alat
sterilisasi berupa oven dengan suhu yang sangat tinggi. Alat-alat yang akan disterilisasi
terlebih dahulu dicuci dan dikeringkan. Alat-alat yang akan disterilisasi dengan oven
pertama-tama haruslah dilapisi dengan alumunium foil terlebih dahulu. Alumunium foil
yang akan digunakan dipotong-potong sesuai dengan ukuran alat yang akan disterilisasi.
Cawan porselen, mortar (lesung), pestle (alu), dan sendok logam merupakan beberapa
contoh alat yang menggunakan metode sterilisasi ini. Alat-alat yang sudah dilapisi
dengan alumunium foil kemudian diletakkan ke dalam oven. Oven terlebih dahulu harus
diatur pengaturannya sebelum alat-alat yang ingin disterilisasi dimasukkan. Suhu oven
harus disesuaikan menjadi 160ᵒC. Suhu 160ᵒC ini merupakan suhu yang mampu
membunuh bakteri-bakteri atau mikroba-mikroba yang ada pada alat. Oven kemudian
diatur durasinya selama dua jam. Alat-alat yang sudah dilapisi dengan alumunium foil
dimasukkan ke dalam oven. Oven ditutup dan ditunggu hingga suhunya mencapai suhu

3
160ᵒC. Oven kemudian dibiarkan mensterilisasi alat, dimulai ketika suhunya mencapai
160ᵒC. Oven dibuka ketika dua jam sudah berlalu dan durasi sterilisasi sudah tercapai.
Suhu oven yang baru saja dibuka sangat panas, sehingga diperlukan alat yang bersifat
isolator untuk mengambil alat-alat yang sudah disterilisasi. Isolator dapat melindungi
tangan dari suhu panas oven. Sterilisasi kering identik dengan suhu yang tinggi. Suhu
yang tinggi ini efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri serta menghilangkan
mikroorganisme. Bahan-bahan yang tidak tahan panas tidak dapat disterilisasi dengan
metode ini. Menurut Sulistiani dan Fitriana (2021), pemanasan kering atau sterilisasi
kering (oven) memerlukan suhu yang sangat tinggi. Bahan yang disterilkan hanya bahan
tertentu saja karena dapat melelehkan bahan lainnya. Sterilisasi panas kering lebih efektif
menghambat pertumbuhan bakteri dibanding metode desinfeksi.
Sterilisasi uap air panas adalah sebuah metode sterilisasi menggunakan uap air
panas bersuhu tinggi dengan alat sterilisasi berupa autoklaf. Sterilisasi ini seringkali
digunakan untuk mensterilisasi alat beserta dengan medianya, seperti contohnya
Erlenmeyer. Sterilisasi uap air panas umumnya digunakan untuk mensterilisasi bahan-
bahan cair yang tidak dapat disterilisasi dengan menggunakan oven. Alat-alat yang sudah
dicuci dan dikeringkan ini kemudian dilapisi dengan kertas. Kertas yang umumnya
digunakan adalah kertas cokelat. Cawan petri merupakan salah satu contoh alat yang
disterilisasi menggunakan metode sterilisasi uap air panas. Pipet mengandung bagian
yang terbuat dari karet sehingga tidak dianjurkan untuk disterilisasi dengan
menggunakan autoklaf. Karet pipet disterilisasi dengan direndam di dalam alkohol 70%.
Alat-alat yang sudah dibungkus tadi dibawa ke autoklaf untuk disterilisasi. Alat-alat
dimasukkan satu persatu dan ditata dalam kondisi berdiri kemudian ditutup dan dikunci.
Autoklaf bekerja dengan tekanan tinggi, yaitu 2 atm dengan suhu yang dapat mencapai
121ᵒC. Suhu yang diperlukan untuk sterilisasi uap air panas adalah 121ᵒC dengan
tekanan 1 atm. Proses sterilisasi hanya memakan waktu 15-20 menit. Durasi tersebut
dihitung sejak jarum yang ada pada autoklaf menunjukkan suhu 121ᵒC. Jalan keluar-
masuknya aliran uap kemudian dibuka terlebih dahulu sebelum membuka penutup.
Autoklaf yang masih mengeluarkan uap tidak dianjurkan untuk dibuka karena
dikhawatirkan masih ada tekanan di dalamnya sehingga ketika dibuka penutup tersebut
dapat terlempar jauh karena tekanan tadi. Tekanan pada autoklaf dikatakan aman untuk
dibuka apabila telah mencapai angka 0 atm. Alat-alat yang sudah disterilisasi diambil
menggunakan isolator dan diletakkan pada wadah steril. Metode sterilisasi uap air panas
merupakan metode yang banyak dipilih. Autoklaf yang menjadi alat utama cukup populer
digunakan di banyak tempat. Autoklaf mampu mencapai suhu di atas 100°C yang mana
sama dengan suhu air mendidih. Menurut Ouendo et al. (2016), metode sterilisasi uap air
panas atau yang biasa dikenal dengan nama metode panas basah merupakan salah satu

4
metode sterilisasi utama yang digunakan di banyak tempat. Metode ini menggunakan
autoklaf yang merupakan mesin untuk mensterilkan hal-hal seperti peralatan bedah dan
peralatan rumah sakit. Suhu di atas 100°C pada autoklaf dapat tercapai karena air
dipanaskan dalam wadah tertutup.
Sterilisasi pemijaran adalah sterilisasi yang dilakukan dengan cara memanaskan
dan membakar langsung alat-alat yang ingin disterilisasi pada pembakar bunsen.
Sterilisasi pemijaran dilakukan hingga ujung alat menjadi memijar. Alat yang digunakan
untuk melakukan metode sterilisasi pemijaran adalah bunsen. Bunsen berisi spiritus di
dalamnya yang berfungsi sebagai bahan bakar. Metode sterilisasi pemijaran biasanya
dilakukan dengan cara memanaskan alat. Alat yang digunakan biasanya berupa jarum
ose yang diletakkan di atas api bunsen dan ditunggu hingga ujungnya memijar. Sterilisasi
pemijaran dengan teknik pembakaran dilakukan untuk mensterilisasi alat-alat yang
berbahan logam atau kaca. Alat-alat tersebut disterilisasi dengan cara dilewatkan di atas
api bunsen yang menyala. Sterilisasi alat dari logam dan kaca tidak perlu dilakukan
sampai alat-alat memijar, hanya seperlunya saja. Alat dan bahan yang akan digunakan
wajib untuk disterilisasi terlebih dahulu. Metode sterilisasi dengan teknik pemijaran dapat
membantu mencegah adanya kontaminasi. Sterilisasi dengan bunsen dapat dilakukan
dengan pemijaran atau tanpa pemijaran. Menurut Wirahmi et al. (2021), alat dan bahan
yang digunakan disterilkan untuk menghindari kontaminasi dalam pengujian. Alat bisa
disterilkan dengan dipijarkan pada bunsen. Metode lainnya adalah dengan mencelupkan
alat ke dalam alkohol kemudian dilewatkan pada api bunsen.
Teknik aseptis dapat didefinisikan sebagai sebuah prosedur kerja yang dilakukan
dengan tujuan mencegah adanya kontaminasi mikroorganisme. Teknik aseptis adalah
tindakan yang wajib dilakukan sebelum melaksanakan praktikum. Teknik aseptis
berkaitan dengan berbagai upaya pencegahan kontaminasi baik pada alat maupun
bahan. Teknik aseptis sendiri dilakukan dengan menggunakan masker, sarung tangan,
dan juga penutup kepala. Tangan disterilisasi dengan menggunakan handsanitizer
kemudian barulah mengenakan sarung tangan berbahan latex. Meja yang digunakan
harus disemprotkan alkohol 70%. Tindakan aseptis wajib dilakukan sebelum membuka
lapisan kertas atau alumunium foil dari alat-alat yang sudah disterilisasi. Alat-alat kerja
juga harus disemprot dengan alkohol 70%. Masker, sarung tangan, dan penutup kepala
juga wajib dikenakan sebelum melakukan praktikum. Teknik aseptis sangatlah penting
sebab dengan mengikuti teknik aseptis maka kekhawatiran akan mikroorganisme dapat
diminimalisir. Menurut Apriani (2019), aseptis adalah keadaan bebas dari
mikroorganisme penyebab penyakit. Teknik aseptis perlu diberlakukan guna memerangi
patogen. Tindakan aseptis ini bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan
mikroorganisme yang terdapat pada permukaan benda hidup atau benda mati.

5
Kesimpulan:
Kesimpulan yang dapat ditarik terkait dengan pelaksanaan praktikum Modul I
Sterilisasi Alat, Media, dan Teknis Aseptis adalah sebagai berikut.
1. Sterilisasi kering umumnya digunakan pada proses pensterilan alat yang medianya
tidak memerlukan sterilisasi. Sterilisasi kering menggunakan oven sebagai alat
sterilisasi. Sterilisasi kering memerlukan alumunium foil sebagai pelapis alat yang
disterilisasi. Suhu oven harus disesuaikan menjadi 160ᵒC dengan durasi dua jam.
Cawan petri merupakan contoh alat yang umumnya disterilisasi menggunakan
metode sterilisasi ini. Sterilisasi pemijaran dilakukan pada alat-alat yang ada di
laboratorium dengan menggunakan bunsen. Sterilisasi pemijaran biasanya
digunakan untuk mensterilisasi jarum ose dan batang L.
2. Sterilisasi uap air panas digunakan pada alat yang medianya juga membutuhkan
sterilisasi. Alat yang digunakan pada sterilisasi ini adalah autoklaf. Erlenmeyer
merupakan alat yang disterilisasi menggunakan sterilisasi uap air panas. Sterilisasi
uap air panas menggunakan kertas cokelat yang digunakan untuk melapisi alat-
alat yang akan disterilisasi. Erlenmeyer digunakan untuk mensterilisasi alat
tersebut beserta medianya. Media pada umumnya akan diletakkan di dalam labu
Erlenmeyer, kemudian sterilisasi labu Erlenmeyer dilakukan bersamaan dengan
sterilisasi media tersebut. Suhu yang diperlukan untuk sterilisasi uap air panas
adalah 121ᵒC dengan tekanan 1 atm dan memakan waktu 15-20 menit.
3. Teknik aseptis dilakukan dengan menggunakan masker, sarung tangan, dan juga
penutup kepala. Tangan disterilisasi dengan menggunakan handsanitizer kemudian
mengenakan sarung tangan. Masker dan penutup kepala harus digunakan dengan
benar untuk mencegah kontaminasi. Meja harus disemprotkan alkohol 70%
sebelum kegiatan dimulai. Tindakan aseptis wajib dilakukan sebelum membuka
lapisan kertas atau alumunium foil dari alat-alat yang sudah disterilisasi.

6
Saran:
Saran yang dapat diberikan terkait dengan pelaksanaan praktikum Modul I
Sterilisasi Alat, Media, dan Teknis Aseptis adalah sebagai berikut.
1. Sebaiknya, tekanan yang ada pada autoklaf harus dinetralkan terlebih dahulu
menjadi 0 atm sebelum penutup autoklaf dibuka.
2. Sebaiknya, alat-alat aseptis wajib dikenakan dan teknik aseptis perlu diterapkan
terlebih dahulu sebelum melakukan praktikum.
3. Sebaiknya, metode sterilisasi harus dilakukan dengan berhati-hati dikarenakan
suhu yang tinggi pada peralatan sterilisasi dapat mengakibatkan cedera.

Nilai : 93
Draft : ………………………………………………………….

Nama dan paraf asisten :


Annisa Djahrotun

7
MODUL II : Angka Lempeng Total
(ALT) Kelompok : Kelompok 4

Tanggal : 10 Maret 2022

Nama : Amelia Faradilla Istiqomah NIM: 26060121140084 Ttd:

Tujuan

Tujuan dari praktikum angka lempeng total adalah sebagai berikut:


1. Mengetahui metode penghitungan bakteri dengan Angka Lempeng Total (ALT).
2. Mengetahui Angka Lempeng Total (ALT) dari produk perikanan.
3. Membandingkan Angka Lempeng Total (ALT) beberapa produk perikanan dan faktor-
faktor yang berpengaruh.

Dasar Teori Praktikum

Salah satu cara untuk mendeteksi atau menganalisis jumlah mikroba yang ada
didalam makanan penerbangan yaitu dengan cara uji TPC (Total Plate Count) di
laboratorium. Pengujian Total Plate Count (TPC) dimaksudkan untuk menunjukkan
jumlah mikroba yang terdapat dalam suatu produk dengan cara menghitung koloni
bakteri yang ditumbuhkan pada media agar. Produk makanan dapat dikategorikan aman
jika total koloni bakteri (Total Plate Count/TPC) tidak melebihi seratus delapan coloni
forming unit / per ml (CFU/ml). Prinsip dari metode hitungan cawan adalah
menumbuhkan sel-sel mikroba yang masih hidup pada suatu atau beberapa media
sehingga sel tersebut berkembang biak dan membentuk koloni-koloni yang dapat dilihat
langsung dengan mata telanjang tanpa menggunakan mikroskop, dan koloni dapat
dihitung menggunakan colony counter (Yunita et al.,2015).
Analisis kuantitatif mikrobiologi pada bahan pangan penting dilakukan untuk
mengetahui mutu bahan pangan tersebut. Beberapa cara dapat digunakan untuk
menghitung atau mengukur jumlah jasad renik didalam suatu suspensi atau bahan, salah
satunya yaitu perhitungan jumlah sel dengan metode hitung cawan. Prinsip dari metode
ini adalah jika sel mikroba masih hidup ditumbuhkan pada medium agar maka sel
tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung
tanpa menggunakan mikroskop. Cara pemupukan kultur dalam hitungan cawan yaitu
dengan metode tuang (pour plate) Jika sudah didapatkan hasil jumlah koloninya,
kemudian disesuaikan berdasarkan SPC (Standard Plate Count) (Yunita et al.,2015).

Bahan
 Sampel ikan/produk hasil perikanan
 Plate Count Agar (PCA)
 Larutan Buffer NaCl 0,85%
 Aquades

a. Alat
 Cawan petri
 Tabung reaksi
 Yellow tip
 Mikropipet
 Erlenmeyer 250 ml
 Beaker glass 100 ml
 Bunsen

8
 Inkubator
 Timbangan Elektrik
 Vortex
 Hot plate stirer
 Stomacher
 Autoclave
 Kertas label
 Karet gelang
 Plastik
 Batang L (L-Rod)

b. Metode dan hasil pengamatan

Pembuatan Media PCA


1. Media PCA sebanyak 22,5 g dan 1000 mL aquades dicampur dalam erlenmeyer,
diaduk dan dipanaskan pada hot plate stirer hingga mendidih;
2. Media yang sudah mendidih kemudian didinginkan lalu disterilisasi menggunakan
autoclave dengan suhu 121oC dan tekanan 1 atm selama 15 menit;
3. Media kemudian dituang ke dalam petri 10-15 ml kemudian diamkan hingga agar
menjendal.

Pembuatan larutan pengencer NaCl


1. NaCl 0,85% dan aquades dari kebutuhan disiapkan;
2. Keduanya dimasukkan dalam erlenmeyer dan dihomogenisasi dengan cara di stir
pada hot plate stirer;
3. Larutan pengencer NaCl dimasukkan dalam erlenmeyer sebanyak 90 ml dan 9 ml
dalam tabung reaksi kemudian disterilisasi menggunakan autoclave dengan suhu
121oC dan tekanan 1 atm selama 15 menit.

Persiapan Contoh
1. Sampel ditimbang sebanyak 10 g, dimasukkan ke dalam plastik dan ditambahkan 90
mL larutan pengencer NaCl (1:9);
2. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam alat stomacher untuk dihomogenisasi selama
1 menit sampai menjadi larutan yang homogen sehingga diperoleh larutan dengan
pengenceran 10-1.

Pengenceran
1. 1 mL larutan hasil pengenceran 10-1 diambil dengan menggunakan pipet steril;
2. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL larutan
pengencer NaCl untuk didapatkan pengenceran 10-2, kemudian di vortex;
3. 1 mL larutan pengenceran 10-2 diambil dengan menggunakan pipet steril lalu
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL larutan pengencer NaCl untuk
didapatkan pengenceran 10-3, dan dilakukan sampai mendapat pengenceran 10-4.

Pemupukan
1. Media yang sudah dituang dalam petri disiapkan;
2. Mengambil 0,1 mL dari tiap-tiap pengenceran dan dimasukkan ke dalam cawan petri;
3. Sampel diratakan menggunakan batang L

Inkubasi
Kemudian petri diinkubasi pada posisi terbalik dengan suhu inkubator 37 0C selama 48
jam.

9
Perhitungan

Jumlah koloni yang terbentuk dihitung dengan colony counter. Koloni yang dihitung
adalah koloni yang tampak membentuk zona jernih. Cawan yang dihitung adalah yang
mengandung koloni antara 30 hingga 300 koloni. Koloni dihitung dengan persamaan:

∑C
N=
[ ( 1 xn1 ) + ( 0,1 xn 2 ) ] x d

Keterangan:

C = jumlah koloni yang terbentuk dari semua pengenceran


n1 = jumlah petri pada pengenceran pertama yang dihitung
n2 = jumlah petri pada pengenceran kedua yang dihitung
d = nilai pengenceran koloni terendah

Lembar Hasil Pengamatan:

Tabel 3. Lembar Penilaian organoleptik Sampel Ikan Bandeng ( Chanos chanos) Mundur
Mutu
Spesifikasi
Penelis Lendir Bau Xi
Mata Insang Daging
1 7 6 6 7 5 6,2

2 5 6 6 7 5 5,8

3 6 7 7 6 5 6,2

4 6 6 5 7 6 6

5 5 5 5 5 6 5,2

X = 5,88

Perhitungan

1
S 2=
n
∑ ( Xi− X )2
Simpangan :
1
S2= ∙ 0,688
5

S2=0,1376
S= √0,1376
S=0,37 S

10
S S
X− . 1 , 96<μ< X+ .1 , 96
Selang Kepercayaan : √n √n
0,37 0,37
5,88− ∙1,96 ¿ μ<5,88+ ∙ 1,96
√5 √5
0,37 0,37
5,88− ∙1,96 ¿ μ<5,88+ ∙ 1,96
2,23 2,23
5,88−0,16 ∙1,96 ¿ μ<5,88+0,16 ∙ 1,96

5,88−0,31 ¿ μ<5,88+0,31

5,57 ¿ μ<6,19
Kesimpulan :
Dari hasil uji organoleptik terhadap Ikan Bandeng Mundur Mutu didapat selang
kepercayaan sebesar 5,57 ¿ μ<6,19 pada tingkat kepercayaan 95 %, maka produk
tersebut tidak layak untuk dikonsumsi/digunakan sebagai bahan baku.

Gambar 1. Hasil Pengamatan Angka Lempeng Total (ALT) pada Sampel Ikan Bandeng
(Chanos chanos) Mundur Mutu

Pengenceran 10-3 Pengenceran 10-4

Deskripsi :

Gambar diatas merupakan suatu gambaran dari pengenceran 10 -3 dan


pengenceran 10-4. Jumlah koloni pada pengenceran 10-3 adalah TBUD (Terlalu Banyak
Untuk Dihitung). Jumlah koloni pada pengenceran 10 -4 adalah sebanyak 89. Berdasarkan
bentuk koloni nya yang terdapat pada gambar diatas adalah pada pengenceran 10 -3
terdapat koloni yang cukup banyak dan koloni yang terbentuk kecil-kecil. Sedangkan
pada gambar pengenceran 10-4 terlihat koloni yang terbentuk lebih sedikit daripada koloni
yang terbentuk pada pengenceran 10-3.

11
Tabel 4. Hasil Perhitungan Jumlah Koloni

Sampel Pengenceran Jumlah Koloni


Ikan Bandeng 10-1 -
(Chanos chanos) 10-2 -
Mundur Mutu 10-3 TBUD
10-4 89

Perhitungan Jumlah koloni adalah sebagai berikut:

89
=
[(1 x 0) + (0,1 x 1)] x 10-3

89
=
0,1 x 10-3

89
=
10-4

= 8,9 x 105 Cfu/gram.

12
Pembahasan:
Ikan bandeng adalah ikan pangan yang populer sangat di daerah Asia Tenggara.
Ikan ini juga merupakan satu-satunya spesies yang masih ada dalam suku Chanidae.
Ikan bandeng atau milkfish termasuk ikan yang sudah lama dikenal di Indonesia. Ikan
bandeng termasuk jenis ikan pelagis yang mencari makan di permukaan dan sering
dijumpai di daerah dekat pantai atau litoral. Ikan bandeng merupakan ikan yang
bertulang keras (Teleostei) dengan memiliki habitat di perairan payau. Diantara genus-
genusnya, ikan bandeng hanya terdapat satu spesies, yaitu ikan bandeng (Chanos
chanos). Ikan Bandeng ini memiliki tubuh langsing dengan memiliki sirip ekor yang
bercabang sehingga mampu berenang dengan cepat. Warna ikan bandeng tubuhnya
putih mengkilap seperti perak pada tubuh bagian bawah dan agak gelap pada
punggungnya. Mulut tidak bergerigi sehingga menyukai makanan ganggang biru yang
tumbuh di dasar perairan. Menurut Umam et al. (2021), Ikan bandeng memiliki duri
(tulang) yang cukup banyak. Umumnya masyarakat menghindari untuk mengonsumsi
ikan bandeng dikarenakan duri yang cukup banyak pada dagingnya. Tulang-tulang halus
atau duri pada ikan bandeng cukup mengganggu saat dikonsumsi. Jumlah duri atau
tulang halus yang terdapat pada ikan bandeng adalah pada bagian punggung ada 42
pasang duri bercabang yang menempel didalam daging dekat permukaan kulit luar,
bagian dada terdapat 12 pasang duri pendek, pada rongga perut ada 16 pasang duri,
dan bagian perut dekat ekor ada 12 pasang durikecil.
Colony Counter merupakan alat yang digunakan untuk menghitung jumlah koloni
bakteri atau mikroorganisme di dalam cawan petri yang dilengkapi dengan pencatat
elektronik. Colony Counter ini adalah penampil digital semi-otomatis untuk menghitung
kuman, yang terdiri atas penghitung, sensor, penghitung sel dll. Bakteri yang akan
dihitung adalah bakteri yang masih hidup, dengan cara melakukan pengenceran.
Pertumbuhan mikroorganisme yang membentuk koloni dapat dianggap bahwa setiap
koloni yang tumbuh berasal dari satu sel, maka dengan menghitung jumlah koloni dapat
diketahui penyebaran bakteri yang ada pada bahan. Fungsi Colony Counter serta cara
penggunaannya. Alat ini berguna untuk mempermudah penghitungan koloni yang
tumbuh setelah diinkubasi di dalam cawan karena adanya kaca pembesar. Alat tersebut
dilengkapi dengan skala/kuadran yang sangat berguna untuk pengamatan pertumbuhan
koloni yang sangat banyak. Jumlah koloni pada cawan Petri dapat ditandai dan dihitung
secara otomatis yang dapat di-reset. Di dalam aturan SNI 2729:2013 mengatakan batas
koloni pada ALT adalah 5 x 10 -5 Cfu/g. Sedangkan pada perhitungan jumlah ALT dengan
range 25-250. Rumus perhitungan koloni atau nilai block adalah ΣC (jumlah koloni dari
semua pengenceran) dibagi dengan 1 kali N1 dan 0,1 kali N2 lalu hasilnya di kali lagi d
(nilai pengenceran terendah). Menurut Surahmaida dan Nurhatika (2018), perhitungan

13
jumlah koloni yang tumbuh dilakukan setelah diinkubasi 1x24 jam, baik itu koloni
tunggal dan koloni yang bergabung dianggap satu koloni bakteri. Jumlah bakteri
yang memenuhi persyaratan untuk dihitung berkisar antara 30-300 koloni. Bila jumlah
koloni < 30, dianggap terlalu sedikit (tidak memenuhi syarat), sedangkan bila jumlah
koloni > 300 juga dianggap terlalu banyak (tidak memenuhi syarat).
Metode yang biasa digunakan untuk pengujian Angka Lempeng Total (ALT)
adalah spread plate. Teknik spread plate sendiri merupakan suatu teknik isolasi mikroba
dengan cara menginokulasi kultur mikroba secara pulasan/sebaran di permukaan media
agar yang telah memadat. Kelebihan dari teknik spread plate yaitu mikroorganisme tidak
terpapar pada suhu dimana agar masih cair sehingga memungkinkan didapatkannya
jumlah yang lebih tinggi dari volume yang sama dibandingkan pour plate. Metode Spread
plate dilakukan dengan cara menanamkan contoh ke dalam cawan petri terlebih dahulu
kemudian ditambahkan media pemupukan. Prosedur kerja yang dilakukan dalam teknik
spread plate (metode sebar) yaitu siapkan cawan petri steril, tambahkan 0,1 mL dari
tiap-tiap pengenceran dan dimasukkan ke dalam cawan petri, sampel diratakan
menggunakan batang L. Menurut Supriadi et al. (2019), uji Mikrobiologi ALT,
menggunakan metode yang biasa digunakan adalah metode tuang (pour plate) dan
metode sebar (spread plate). Metode tuang ialah dengan cara menanamkan contoh ke
dalam cawan petri terlebih dahulu kemudian ditambahkan media pemupukan, sedangkan
metode sebar adalah dengan cara menanamkan contoh kedalam cawan petri yang telah
berisi media pemupukan dan disebarkan menggunakan cawan berbentuk mangkuk.
Didalam standar SNI 2332.3 2015 penentuan ALT metode yang biasa digunakan adalah
metode tuang. Metode penentuan angka lempeng total digunakan untuk menentukan
jumlah total mikroorganisme aerob dan anaerob pada produk perikanan.
Perhitungan Angaka Lempeng Total (ALT) merupakan jumlah koloni bakteri yang
tumbuh pada lempeng yang dihitung setelah inkubasi pada suhu dan waktu yang sesuai.
Perhitungan dilakukan terhadap petri dengan jumlah koloni bakteri antara 25-250. Angka
lempeng total dinyatakan sebagai jumlah koloni bakteri hasil perhitungan dikalikan faktor
pengenceran. Adapun untuk batas persyaratan sesuai MA.85/MIK/ 06 perhitungan dari
angka lempeng total adalah mikroba yang dapat dihitung 25-250 koloni, >25 koloni
dianggap cemaran dan tidak dapat dihitung, <250 koloni spreader atau tak terhingga
sehingga tak dapat dihitung. Jika suatu sel jasad renik yang masih hidup ditumbuhkan
pada medium agar, maka sel jasad renik tersebut akan berkembang biak membentuk
koloni yang dapat dilihat langsung dan dapat dihitung dengan menggunakan mata tanpa
mikroskop. Metode perhitungan cawan merupakan cara yang paling sensitif untuk
menentukan suatu jumlah jasad renik karena beberapa hal yaitu hanya sel yang masih
hidup yang masih dapat dihitung, beberapa jenis jasad renik dapat dihitung satu kali,

14
dapat digunakan untuk isolasi dan identitas jasad renik karena koloni yang terbentuk
mungkin berasal dari jasad renik yang menetap menampakkan pertumbuhan yang
spesifik. Perhitungan jumlah koloni atau nilai block dari praktikum kali ini adalah sebesar
8,9 x 105, yang berarti ikan bandeng mundur mutu sidah tidak layak untuk dikonsumsi
atau diolah. Menurut Masengi et al. (2018), pengujian mikrobiologi tentang penentuan
Angka Lempeng Total (ALT) untuk bahan baku dan produk akhir dilakukan dengan
pengujian mikrobiologi sesuai dengan SNI 01-2332.3-2006. Bahan baku dan produk akhir
dinilai layak jika memenuhi standar SNI yang ditetapkan yaitu 5 x 10 ⁵ CFU/gr. Pengujian
koloni dengan hasil di atas nilai ALT standar dinyatakan tidak layak untuk dikonsumsi.
Uji organoleptik menggunakan 5 panelis atau responden yang akan memberikan
pendapat terkait produk yang dihasilkan. Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui
mata, insang, lender, daging dan bau yang dihasilkan dari ikan mundur mutu. Hasil yang
diperoleh dari simpangan organoleptic sebesar 0,37 dan selang kepercayaan nya
5,57<u<6,19 pada tingkat kepercayaan 95%, maka produk tersebut tidak layak untuk
dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan baku. Menurut Zhexenayeva et al. (2020),
pengambilan sampel dan penilaian kualitas organoleptik dan penentuan derajat
kesegaran daging dilakukan menurut SS 7269-79. Dari setiap karkas yang akan diperiksa
kesegarannya, diambil sampel. Sampel diambil dari takik terhadap vertebra serviks ke-4
dan ke-5. Sampel juga termasuk tulang sumsum tulang, lemak, dan tendon.
Perubahan faktor-faktor ini dapat mengakibatkan perubahan sifat bentuk secara
morfologi dan cara kerja secara fisiologi. Memiliki beberapa faktor (baik itu faktor fisik
maupun faktor fisiologi dan biokimia) yang mempengaruhi pertumbuhan suatu
mikroorganisme, yang sehingga dapat menyebabkan suatu mikroorganisme dapat
tumbuh dan berkembang biak. Faktor utama yang bisa mengakibatkan terjadinya
penurunan mutu atau kerusakan pada produk pangan, yaitu massa oksigen, uap air,
cahaya, dan mikroorganisme. Kerusakan mikrobiologi sendiri disebabkan karena
aktifitas mikroba, terutama bakteri. Didalam pertumbuhannya atau untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Mikroba memerlukan energi yang dapat diperoleh dari substrat
tempat hidupnya. Daging ikan merupakan substrat yang baik sekali untuk bakteri karena
dapat menyediakan senyawa-senyawa yang dapat yang dapat menjadi sumber nitogen,
sumber karbon, dan kebutuhan-kebutuhan nutrient lainnya untuk kebutuhan hidupnya.
Menurut Martoyo et al. (2014), nilai ALT bervariasi tergantung berbagai faktor
diantaranya kualitas sumber air, jenis perlakuan, konsentrasi residu desinfektan, lokasi
sampling, suhu air mentah dan AMDK akhir, waktu pengujian, metode uji meliputi suhu
dan waktu inkubasi. Prinsip pengujian ALT menurut SNI 01- 3554-2006 adalah
pertumbuhan bakteri mesofil aerob setelah contoh diinkubasikan dalam media
pertumbuhan mikroba yang sesuai selama 24-48 jam pada suhu 35±1 oC.

15
Kesimpulan :
Kesimpulan yang didapat pada praktikum tentang Angka Lempeng Total (ALT)
adalah sebagai berikut:
1. Metode penghitungan bakteri dengan Angka Lempeng Total (ALT) menggunakan
rumus perhitungan koloni yang terdapat C (jumlah koloni pengenceran), N1 (jumlah
petri pada pengenceran kedua tertinggi), N2 (jumlah petri pada pengenceran
pertama tertinggi), dan d (nilai pengenceran koloni terendah).
2. Angka Lempeng Total (ALT) adalah jumlah koloni yang tumbuh pada media dari
pengenceran sampel. Pengujian Angka Lempeng Total (ALT) dilakukan untuk
mengetahui tingkat kesegaran produk perikanan serta memenuhi persyaratan
jaminan mutu dan dijadikan salah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan. Hasil perhitungan ALT yang ditemukan pada praktikum ini adalah
sebesar 8,9 x 105 Cfu/gram. Hasil ALT yang memenuhi standart adalah 5 x 10 5
Cfu/gram, maka dari perhitungan pada praktikum kali ini bahwa Ikan Mundur Mutu
sudah tidak layak untuk dikonsumsi.
3. Tingkat kesegaran ikan sangat penting karena dapat mempengaruhi penampakan,
aroma, rasa, tekstur dan kesukaan konsumen. Berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi kesegaran ikan hasil panen dapat dikelompokkan menjadi faktor jenis
ikan, lingkungan, cara tangkap atau panen. Perbandingan hasil dari ikan segar
dengan ikan mundur mutu adalah 3,7 x 10 4 Cfu/gram dan 8,9 x 105 Cfu/gram. Dari
perbandingan hasil ini sudah jelas bahwa ikan segar masih layak dikonsumsi
sedangkan ikan mundur sudah tidak layak dikonsumsi.

Saran :
1. Sebaiknya, alat-alat laboratorium sebelum digunakan dilakukan sterilisasi agar saat
praktikum tidak ada yang terontaminasi.
2. Sebaiknya, dalam praktikum ditempat yang terang atau pada pencahayaan yang
cukup agar dapat melakukan pengamatan dengan jelas.
3. Sebaiknya, alat dan bahan nya sesuai standart laboratorium.

Nilai : 90
Draft : ………………………………………………………….

Nama dan paraf asisten :


Annisa Djahrotun

16
MODUL III : Penentuan Jumlah Bakteri
Asam Laktat dan Kelompok : Kelompok 4
Pengamatan Morfologi
Tanggal : 24 Maret 2022
Bakteri

Nama : Muhammad Reyhan Farrelian NIM: 26060121140058 Ttd:

Tujuan

Tujuan dari praktikum penentuan jumlah bakteri asam laktat adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui cara perhitungan Bakteri Asam Laktat (BAL).
2. Mengetahui jumlah Bakteri Asam Laktat (BAL) pada produk perikanan.
3. Membandingkan jumlah Bakteri Asam Laktat (BAL) pada beberapa produk
perikanan dan faktor-faktor yang berpengaruh.
4. Mengetahui morfologi sel Bakteri Asam Laktat (BAL).

Dasar Teori Praktikum

Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan salah satu organisme yang memfermentasi bahan
pangan melalui fermentasi karbohidrat dan umumnya menghasilkan sejumlah besar asam
laktat. Bakteri ini memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perbaikan flavour,
tekstur, dan masa simpan produk fermentasi. BAL mempunyai distribusi yang luas dan
kemampuan tumbuh pada berbagai substrat organik dan kondisi seperti kondisi asam,
basa, suhu rendah, suhu tinggi, kadar garam tinggi, anaerob, sehingga menjadikan
bakteri asam laktat sebagai kompetitor yang tangguh di semua sektor pengolahan
pangan. Pada berbagai jenis makanan fermentasi, keterlibatan BAL memberikan efek
yang menguntungkan karena asam yang dihasilkan dapat mencegah pertumbuhan
mikroba lain yang tidak dikehendaki selama proses fermentasi berlangsung (Yuliana,
2013).
Bakteri Asam Laktat (BAL) mempunyai sistem proteolitik yang kompleks, baik untuk
pertumbuhan BAL itu sendiri dan juga memberi kontribusi yang nyata untuk
pembentukan flavour pada produk fermentasi. BAL merupakan bakteri yang bersifat
halofil, yaitu dapat tumbuh pada lingkungan yang mempunyai kadar garam. BAL juga
hanya mempunyai kemampuan tumbuh pada media yang mengandung protein, serta
membentuk zona jernih di sekitar koloni. Pada proses fermentasi produk perikanan
dengan menggunakan kadar garam tinggi, diperkirakan jenis BAL yang mampu tumbuh
dan berkembang adalah dari genus Lactobacillus sp, Pediococcus sp, dan Leuconostoc
sp.
Bakteri Asam Laktat (BAL) mengeksresikan asam laktat sebagai produk akhir fermentasi
yang berperan sebagai preservasi bahan makanan. BAL merupakan bakteri Gram-positif
yang banyak digunakan sebagai starter fermentasi. Bakteri Gram positif memiliki dinding
sel yang tebal, membran sel selapis, serta tidak memiliki membaran luar. (Schnurer dan
Magnusson, 2005). Bakteri Gram positif akan mempertahankan warna Kristal violet
setelah dilakukan pengecatan atau pewarnaan. Pewarnaan GRAM adalah salah satu
teknik pewarnaan yang paling penting yang digunakan untuk membedakan antara
bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Prinsip pewarnaan Gram yaitu saat bakteri
diwarnai dengan kristal violet, bakteri Gram positif akan menyerap zat warna tersebut
sehingga bewarna ungu. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel seperti jala yang tebal
yang terbuat dari peptidoglikan (50-90% berat selubung sel), sedangkan bakteri gram
negatif memiliki lapisan yang lebih tipis (10% berat selubung sel) (Putri et al., 2018).

17
Prosedur Kerja Pour Plate

a. Bahan
 Sampel ikan/produk hasil perikanan
 Larutan Buffer NaCl 0,85%
 Aquades
 MRS Broth
 Agar
 CaCO3 0,8-1%
 Na-Azida 0,01%
 Preparat basah

b. Alat
 Cawan petri
 Tabung reaksi
 Blue tip
 Mikropipet
 Erlenmeyer 250 ml
 Beaker glass 100 ml
 Bunsen
 Inkubator
 Timbangan Elektrik
 Vortex
 Hot plate stirer
 Stomacher
 Autoclave
 Kertas label
 Karet gelang
 Plastik
 Kaca objek
 Mikroskop

c. Metode dan hasil pengamatan

Pembuatan Media MRS agar


1. Media MRS agar sebanyak 68,2 g, CaCO 3 sebanyak 8 gram, Na-azida sebanyak 0,1
gram dan 1000 mL aquades dicampur dalam erlenmeyer, diaduk dan dipanaskan
pada hot plate stirer hingga mendidih;
2. Media yang sudah mendidih kemudian didinginkan lalu disterilisasi menggunakan
autoclave dengan suhu 121oC dan tekanan 1 atm selama 15 menit.

Pembuatan Larutan Pengencer NaCl


1. NaCl 0,85% dan aquades dari kebutuhan disiapkan;
2. Keduanya dimasukkan dalam erlenmeyer dan dihomogenisasi dengan cara di stir
pada hot plate stirrer,
3. Larutan pengencer NaCl dimasukkan dalam erlenmeyer sebanyak 90 ml dan 9 ml
dalam tabung reaksi, kemudian disterilisasi menggunakan autoclave dengan suhu
121oC dan tekanan 1 atm selama 15 menit.

Persiapan Contoh
1. Sampel ditimbang sebanyak 10 g, dimasukkan ke dalam plastik dan ditambahkan 90
mL larutan Pengencer NaCl (1:9);

18
2. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam alat stomacher untuk dihomogenisasi
sampai menjadi larutan yang homogen sehingga diperoleh larutan dengan
pengenceran 10-1.

Pengenceran
1. 1 mL larutan hasil pengenceran 10-1 diambil dengan menggunakan pipet steril;
2. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL larutan
pengencer NaCl untuk didapatkan pengenceran 10-2, kemudian di vortex;
3. 1 mL larutan pengenceran 10-2 diambil dengan menggunakan pipet steril lalu
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL larutan pengencer NaCl untuk
didapatkan pengenceran 10-3, kemudian di vortex.
4. Melakukan pengenceran hingga 10-6.

Pemupukan
1. Dari setiap tingkat pengenceran diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri
steril;
2. Media MRS dituangkan sebanyak 10-12 ml ke dalam cawan petri berisi sampel;
3. Segera dilakukan pencampuran hingga merata antara sampel dan media agar
dengan cara menggeser cawan di atas meja membentuk angka delapan.

Inkubasi
Setelah media agar dalam petridish menjadi padat, cawan yang telah terisi sampel
diinkubasi pada posisi terbalik dengan suhu incubator 370C selama 48 jam.

Perhitungan
Jumlah koloni yang terbentuk dihitung dengan colony counter. Koloni yang dihitung
adalah koloni yang tampak membentuk zona jernih. Cawan yang dihitung adalah yang
mengandung koloni antara 25 hingga 250 koloni. Koloni dihitung dengan persamaan:

Keterangan:

C = jumlah koloni yang terbentuk dari semua pengenceran


n1 = jumlah petri pada pengenceran pertama yang dihitung
n2 = jumlah petri pada pengenceran kedua yang dihitung
d = nilai pengenceran koloni terendah

Pengamatan Morfologi Bakteri


1. Kaca obyek dibersihkan dengan kapas yang diberi alkohol kemudian lewatkan pada
Bunsen flame sebentar dan dinginkan.
2. Bersihkan jarum ose dengan alkohol lalu pijarkan di atas Bunsen, biarkan dingin.
Pindahkan satu mata ose suspensi biakan ke atas permukaan kaca obyek lalu ose
lagi. Ulangi seperti di atas satu kali lagi.
3. Tambahkan satu tetes minyak imersi di atas kaca obyek lensa obyektif 100x, di
turunkan dengan pengatur kasar hingga menyentuh minyak imersi.
4. Fokus diatur dengan pengatur halus. Laporkan hasilnya.
5. Setelah selesai, lensa obyektif yang telah digunakan dibersihkan dengan kertas lensa
yang baru dibasahi dengan aquadest hingga sisa minyak imersi terlarut dan yang
terakhir usap lagi dengan kertas lensa yang kering hingga sisa air hilang.

19
20
Lembar Hasil Pengamatan:

Tabel 5. Lembar Penilaian Organoleptik Sampel Terasi

Spesifikasi
Penelis Xi (Xi-X̄)2
Kenampakan Bau Rasa Tekstur
1 9 7 9 7 8 0,01

2 9 9 7 9 8,5 0,16

3 7 7 9 7 7,5 0,36

4 9 9 9 7 8,5 0,16

5 7 7 9 9 8 0,01

X̄ = 8,1 0,7

Perhitungan
1
S 2=
n
∑ ( Xi− X )2
Simpangan :

S S
X− . 1 , 96<μ< X+ .1 , 96
Selang Kepercayaan : √n √n

Kesimpulan :
Dari hasil uji organoleptik terhadap Sampel Terasi didapat selang kepercayaan
sebesar 7,79˂μ˂8,41 pada tingkat kepercayaan 95 %, maka produk tersebut tidak
layak/ layak untuk dikonsumsi/digunakan sebagai bahan baku.

21
Gambar 2. Hasil Pengamatan Uji Bakteri Asam Laktat (BAL) pada Sampel Terasi

Pengenceran 10-5 Pengenceran 10-6

Deskripsi :

Pengenceran terasi di atas merupakan suatu pengenceran dari terasi 10 -5 dan


terasi 10-6. Jumlah koloni yang terdapat pada terasi 10 -5 adalah sebanyak 93. Sedangkan
jumlah koloni pada terasi 10 -6 adalah sebanyak 72. Berdasarkan pada pengenceran terasi
diatas terlihat bahwa bentuk koloni pada terasi 10 -5 terdapat koloni lebih banyak dan
bentuk koloni nya kecil-kecil. Sedangkan pada pengenceran terasi 10 -6 terlihat koloni yang
terbentuk lebih sedikit daripada koloni yang terbentuk pada terasi 10 -5. Zona jernih pada
permukaan media agar mengidentifikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh senyawa antibakteri.

Tabel 6. Hasil Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri


Sampel Pengenceran Jumlah Koloni
Terasi 10-1 -
10-2 -
10-3 -
10-4 -
10-5 93
10-6 72

Perhitungan Jumlah koloni bakteri adalah sebagai berikut:

∑C
N= [(1xn1) + (0,1xn2 ) x d ]

Pengamatan Morfologi Bakteri

22
Gambar 3. L. acidophillus Gambar 4. L. plantarum

Deskripsi :

Gambar diatas merupakan hasil pengamatan morfologi bakteris asam laktat


(BAL) L. Plantarum dan L. acidophillus. Bakteri L. Plantarum merupakan salah satu jenis
bakteri gram positif yang ditandai dengan munculnya warna violet setelah pewarnaan
gram. Nama plantarum diambilkan dari sumber utama bakteri ini, yaitu dari tanaman.
Morfologi bakteri L. Plantarum adalah memiliki bentuk basil (batang), pH baketeri ini
berkisar 4-9, memiliki rantai pendek, dan tunggal atau berkoloni. Bakteri L. Plantarum
merupakan bakteri asam laktat yang berperan dalam fermentasi . Ukuran dari bakteri L.
Plantarum adalah 0,6-0,8 μm x 1,2-6,0 μm. Bakteri ini dapat menyebabkan kerusakan
makanan seperti Staphylococcus aureus, Salmonella, dan beberapa bakteri Gram negatif.
Bakteri L. Acidophillus merupakan jenis bakteri gram positif karena munculnya warna
violet setelah perwarnaan gram. Bakteri L. acidophillus ditemukan dalam usus manusia,
sehingga bakteri ini dapat dikategorikan sebagai bakteri probiotik. Morfologi bakteri L.
acidophillus yaitu tidak membentuk spora, berbentuk batang panjang, bersifat anaerob
fakultif, katalase negatif, berantai pendek dan kolonibakteri bewarna putih susu sedikit
krem. Bakteri ini dapat hidup pada pH rendah antara 4-6.

Pembahasan:

23
Terasi merupakan salah satu produk perikanan yang pembuatannya dilakukan
dengan proses fermentasi. Terasi umumnya berbahan dasar utama udang kecil yang
sering disebut juga dengan udang rebon. Selain udang rebon, bahan baku dalam
pembuatan terasi berasal dari ikan. Terasi berbahan baku udang rebon ataupun ikan
memiliki potensi sebagai bahan pengganti penyedap rasa gurih "umami" karena ada
kandungan asam glutamat yang dihasilkan. Bahan baku dalam pembuatan terasi selain
menggunakan udang rebon dalam beberapa tahun belakangan ini para pengolah biasa
pula menggunakan ikan-ikan kecil seperti ikan teri ataupun ikan hasil tangkapan
sampingan (ikan rucah) sebagai bahan baku pembuatan terasi untuk mensiasati
kelangkaan tersedianya udang rebon sebagai bahan baku utama dalam pembuatan
terasi. Warna terasi yaitu merah kecoklatan. Menurut Susilawati et al. (2015), terasi
berbentuk seperti adonan atau pasta dan berwarna hitam-coklat. Bentuk terasi pun
berbagai macam dari bulat hingga persegi panjang. Bumbu yang satu ini, bisa digunakan
dalam berbagai jenis masakan. Rasa gurih didapatkan dari senyawa asam amino, seperti:
asam glutamat dan asam nukleat. Rasa umami disebut sebagai rasa dasar kelima
disamping rasa manis, asin, asam dan pahit.
Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri gram-positif yang tidak
membentuk spora dan dapat memfermentasikan karbohidrat untuk menghasilkan asam
laktat. Proses fermentasi oleh BAL sangat bergantung pada aktivitas dan proliferasi
bakteri-bakteri penghasil asam laktat. Bakteri Asam Laktat adalah kelompok bakteri
gram-positif yang tidak membentuk spora dan dapat memfermentasikan karbohidrat
untuk menghasilkan asam laktat. Bakteri asam laktat mampu menghasilkan asam laktat,
hidrogen peroksida, antimikroba dan hasil metabolisme lain yang memberikan pengaruh
positif bagi tubuh. Bakteri Asam Laktat digunakan sebagai pengawet makanan, kultur
fermentasi dan pangan probiotik karena mempunyai aktivitas antimikroba dan pembusuk
makanan. Bakteri Asam Laktat diisolasi untuk menghasilkan antimikroba yang dapat
digunakan sebagai probiotik. Berdasarkan taksonomi, terdapat sekitar 20 genus bakteri
yang termasuk Bakteri asam laktat. Menurut Romadhon et al. (2018), bakteriosin
merupakan senyawa protein yang memiliki efek bakterisida terhadap mikroorganisme
lain. Bakteriosin dari Bakteri Asam Laktat atau Bakteri Asam Laktat yang menghasilkan
bakteriosin secara umum dianggap aman untuk konsumsi manusia dan dapat
diaplikasikan dalam pengawetan makanan.
Metode pour plate merupakan teknik lain yang dapat digunakan untuk
mendapatkan koloni murni mikrooganisme. Dasar dari metode pour plate yaitu
menginokulasi medium agar yang sedang mencair pada temperatur 45-50 ℃ dengan
suspensi bahan yang mengandung mikroba dan menuangkannya kedalam cawan petri
steril. Setelah inkubasi akan terlihat koloni-koloni yang tersebar dipermukaan media agar

24
yang mungkin berasal dari 1 sel bakteri sehingga dapat di isolasi lebih lanjut. Metode
pour plate cocok digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang pertumbuhannya
tidak terpengaruhi oleh keberadaan mikroaerofilik atau anaerob fakultatif. Keuntungan
menggunakan metode ini yaitu beberapa jenis mikroba dapat dilihat sekaligus, koloni
yang terbentuk menggunakan metode ini pada umumnya terbentuk dengan ukuran kecil
dan kompak sehingga meminimalkan perebutan nutrisi antar koloni. Kelemahan metode
ini adalah membutuhkan waktu dan bahan yang lama dan banyak, akan tetapi tidak
memerlukan keterampilan tinggi. Menurut Damayanti et al. (2020), adapun kekurangan
pada metode cawan tuang adalah hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel
mikroba yang sebenarnya. Karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk
satu koloni, mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan
membentuk koloni yang kompak dan jelas. Tidak menjalar, memerlukan persiapan dan
waktu inkubasi sehingga pertumbuhan koloni dapat dihitung.
Pengujian bakteri asam laktat terhadap terasi pada pengujian organoleptik
dengan lima orang panelis didapatkan hasil rata-rata 8,1. Hasil perhitungan simpangan
terhadap rata-rata uji organoleptik mendapatkan hasil sebesar 0,37. Hasil perhitungan
selang kepercayaan pada tingkat kepercayaan 95% mendapatkan hasil 7,79 ˂ μ ˂ 8,41
menyatakan bahwa sampel udang rebon kering tidak layak/layak untuk
dikonsumsi/digunakan sebagai bahan baku pangan. Pengenceran kelima mendapatkan
hasil bakteri koloni sebanyak 93 koloni. Pengenceran ke enam mendapatkan hasil koloni
sebanyak 72 koloni. Perhitungan yang masuk dalam penghitungan adalah pengenceran
ke empat. Perhitungan koloni didapatkan hasil koloni sebesar 1,5 x 10 7 cfu/gr. Bakteri
asam laktat memiliki ciri morfologi makroskopis yaitu membentuk koloni, pertumbuhan
pada media miring, dan motilitas. Menurut Kaurong et al. (2018), pengujian organoleptik
dalam penelitian ini membandingkan terasi bakasang dengan terasi udang dengan
parameter uji yaitu kenampakan, bau, rasa dan tekstur. Untuk kenampakan sampel dari
gambar dapat dilihat ke enam sampel memiliki nilai yang tidak jauh berbeda satu sama
lain.
Praktikum yang dilakukan pada modul 3 ini mempunyai sebanyak dua sampel
yaitu sampel terasi dan sampel udang rebon. Perhitungan sampel terasi dan udang rebon
tidak jauh berbeda. Rumus yang digunakan nya pun sama. Perhitungan pada modul ini
menggunakan perhitingan organoleptik dan perhitungan jumlah koloni. Perhitungan
menggunakan organoleptik dapat ditemukan dengan pertama mencari nilai simpangan,
nilai simpangan dapat ditemukan dengan menggunakan rumus simpangan pangkat 2
sama dengan satu dibagi dengan jumlah panelis lalu dikali dengan sigma. Langkah
selanjutnya dalam perhitungan organoleptik adalah mencari selang kepercayaannya.
Sedangkan pada perhitungan untuk menentukan jumlah koloni atau nilai block dapat

25
ditemukan dengan cara jumlah koloni yang memenuhi syarat dibagi dengan 1 kali n1 dan
ditambah 0,1 kali n2 dan dikali lagi dengan d. Perbandingan perhitungan organoleptik
terasi dan udang rebon adalah 7,79 < µ < 8,41 dan 7,99 < µ < 8,41. Kesimpulan dari
nilai tersebut pada terasi dan udang rebon yaitu layak untuk dikonsumsi atau sebagai
bahan baku pangan. Hal tersebut dikarenakan pada terasi terjadi fermentasi yang
membutuhkan peran Bakteri Asam Laktat (BAL) selama proses pembuatan berlangsung.
Udang rebon mengandung jumlah Bakteri Asam Laktat (BAL) yang lebih rendah karena
tidak melewati proses fermentasi. Pada perhitungan jumlah koloni ditemukan
perbandingan terasi dan udang rebon sebagai berikut 1,5 x 107 cfu/gram dan 7,63 × 10⁷
cfu/gram. Menurut Arfianty et al. (2017), semakin lama waktu fermentasi maka jumlah
bakteri asam laktat makin meningkat. Pada fase logaritmik sel-sel bakteri asam laktat
tumbuh dan membelah diri sampai jumlah maksimum, sehingga menghasilkan asam
laktat yang tinggi. Meningkatnya total BAL yang terjadi pada produk fermentasi
disebabkan oleh penambahan garam yang dapat merangsang pertumbuhan bakteri asam
laktat.
Perubahan faktor-faktor Bakteri Asam Laktat (BAL) adalah bisa disebabkan
beberapa faktor. Faktor fermentasi dapat mempengaruhi karena adanya pertumbuhan
bakteri asam laktat. Faktor yang disebabkan dari lingkungan yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL) yaitu suhu, kadar garam, pH, dan tersedianya
karbohidrat untuk menjadi sumber makanan. Bakteri asam laktat merupakan fastidious
organism, tumbuh dengan baik pada medium kompleks. Hal ini menunjukkan bahwa
pertumbuhan bakteri asam laktat sangat dipengaruhi oleh komposisi media pertumbuhan
dan faktor lingkungannya. Pengaruh pH terhadap pertumbuhan bakteri ini berkaitan
dengan aktivitas enzim. Enzim dibutuhkan oleh bakteri untuk mengkatalis reaksi-reaksi
yang berhubungan dengan pertumbuhan bakteri, apabila pH dalam suatu medium atau
lingkungan tidak optimal, maka akan menggangu kerja dari enzim-enzim tersebut, yang
pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan bakteri itu sendiri. Pertumbuhan BAL
lebih tinggi pada terasi dikarenakan pembuatan terasi proses fermentasinya terkontrol.
Sifat-sifat fisik, kimia dan struktur produk perikanan yang mempengaruhi populasi dan
pertumbuhan mikroorganisme disebut faktor intrinsik. Faktor-faktor tersebut terdiri dari
pH, aktivitas air (aw), potensi oksidasi-reduksi (EM), kandungan nutrisi, senyawa
antimikroba, dan struktur biologi. Menurut Mardalena (2016), proses fermentasi sangat
dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan bakteri asam laktat. Beberapa faktor lingkungan
yang mempengaruhi pertumbuhan asam laktat adalah kadar garam, suhu, pH dan
tersedianya karbohidrat sebagai sumber makanan. Produk yang dihasilkan memiliki sifat
berbeda dari aslinya dan warna khas sesuai dengan bahan baku yang digunakan.
Kesimpulan :

26
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum Modul III: Penentuan Jumlah
Bakteri Asam Laktat dan Pengamatan Morfologi Bakteri adalah sebagai berikut :
1. Metode penghitungan Bakteri Asam Laktat (BAL) dilakukan dengan metode
pemupukan (pour plate). Perhitungan Bakteri Asam Laktat dilakukan dengan media
PCA terlebih dahulu dan membuat larutan pengencer. Pengenceran dilakukan sampai
10-6 dengan menggunakan colony counter. Perhitungan bakteri dapat dilakukan
setelah inkubasi dilakukan. Apabila koloni bakteri kurang lebih dari 25 hingga 250,
maka bakteri tersebut tidak dapat dihitung.
2. Pengenceran sampel 10-5 memiliki jumlah sel mikroba yang lebih banyak
dibandingkan dengan sampel 10-6 dengan gambar yang ada di sampingnya. Jumlah
koloni bakteri / mikroba pada sampel 10 -5 berjumlah sebanyak 93 koloni, sementara
pada pengenceran sampel 10-6 jumlah koloni bakterinya adalah sebanyak 72 koloni
termasuk pada kategori dapat dihitung. Hasil perhitungan koloni didapatkan senilai
15×106 cfu/gr.
3. Perbandingan perhitungan organoleptik terasi dan udang rebon adalah 7,79<µ<8,41
dan 7,98<µ<8,41. Kesimpulan dari nilai tersebut pada terasi dan udang rebon yaitu
layak untuk dikonsumsi atau sebagai bahan baku pangan. Pada perhitungan jumlah
koloni ditemukan perbandingan terasi dan udang rebon sebagai berikut 1,5 x 10 7
cfu/gr dan 15×10⁶ cfu/gr. Bebebrapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil
perhitungan jumlah koloni bakteri di antaranya pengenceran dan metode atau teknik
yang digunakan pada saat pengenceran dilakukan.
4. Berdasarkan pengamatan, Morfologi bakteri L. acidophillus yaitu tidak membentuk
spora, berbentuk batang panjang, bersifat anaerob fakultif, katalase negatif, berantai
pendek dan kolonibakteri bewarna putih susu sedikit krem. Morfologi pada bakteri L.
Plantarum adalah memiliki bentuk basil (batang), pH baketeri ini berkisar 4-9,
memiliki rantai pendek, dan tunggal atau berkoloni.

Saran :

27
Saran yang dapat diberikan pada praktikum Modul III: Penentuan Jumlah Bakteri
Asam Laktat dan Pengamatan Morfologi Bakteri adalah sebagai berikut :
1. Sebaiknya, alat-alat laboratorium sebelum digunakan dilakukan sterilisasi agar saat
praktikum tidak ada yang terontaminasi.
2. Sebaiknya, dalam praktikum ditempat yang terang atau pada pencahayaan yang
cukup agar dapat melakukan pengamatan dengan jelas.
3. Sebaiknya, alat dan bahan nya sesuai standar laboratorium.

Nilai : 90
Draft : ………………………………………………………….

Nama dan paraf asisten :


Annisa Djahrotun

MODUL IV : Pengamatan Jamur


Kelompok : 4

Tanggal : 14 April 2022


28
Nama : Muhammad Abdul Majid NIM:26060121140075 Ttd:

Tujuan

Tujuan dari praktikum pengamatan jamur adalah sebagai berikut:


1. Mengetahui metode perhitungan jamur.
2. Mengetahui jamur pada produk Perikanan.
3. Membandingkan jamur pada beberapa produk perikanan dan faktor-faktor yang
berpengaruh.

Dasar Teori Praktikum

Yeast adalah salah satu mikroorganisme yang termasuk dalam golongan fungi
uniseluler. Reproduksi vegetatif pada yeast terutama dengan cara pertunasan. Sebagai
sel tunggal, yeast tumbuh dan berkembang biak lebih cepat dibandingkan dengan mold
yang tumbuh dengan membentuk filamen. Yeast adalah kelompok polifiletik dari
Basidiomycetes dan Ascomycetes. Pertumbuhan yeast pada media tumbuh sangat
tergantung pada sifat fisiologisnya. Umumnya yeast tumbuh pada kondisi dengan
persediaan cukup air (Zunaidah dan Alami, 2014).
Perhitungan koloni bakter yang mengandung antara 25 – 250 koloni. Bila jumlah
koloni per cawan lebih besar dari 250 pada seluruh pengenceran maka laporan hasilnya
sebagai TBUD atau terlalu banyak untuk dihitung (Hartati, 2016).
Jamur dapat menyebabkan berbagai tingkat dekomposisi bahan pangan. Selain
itu, jamur dapat tumbuh pada hasil pertanian sebelum dipanen, hasil panen yang sedang
disimpan, bahan pangan yang telah diolah maupun yang dijual di pasar. Bahan pangan
yang mengalami dekomposisi oleh jamur dapat membusuk dan bernoda dengan warna
tertentu (Tournas et al., 2001).

Prosedur Kerja

a. Bahan
 Sampel ikan/produk hasil perikanan
 Larutan Buffer NaCl 0,85%
 Aquades
 Media Potato Dextrose Agar (PDA)

b. Alat
 Cawan petri
 Tabung reaksi
 Blue tip
 Mikropipet
 Erlenmeyer 250 ml
 Beaker glass 100 ml
 Bunsen
 Inkubator
 Timbangan Elektrik
 Vortex

29
 Hot plate stirer
 Stomacher
 Autoclave
 Kertas label
 Karet gelang
 Plastik

c. Metode dan hasil pengamatan

Pembuatan Media PDA

1. Media PDA sebanyak 39 gram dan 1000 ml aquades dicampur dalam erlenmeyer,
diaduk dan dipanaskan pada hot plate stirer hingga mendidih;
2. Media yang sudah mendidih kemudian didinginkan lalu disterilisasi menggunakan
autoclave dengan suhu 121oC dan tekanan 1 atm selama 15 menit.

Pembuatan Larutan Pengencer NaCl


1. NaCl 0,85% dan aquades dari kebutuhan disiapkan;
2. Keduanya dimasukkan dalam erlenmeyer dan dihomogenisasi dengan cara di stir
pada hot plate stirrer;
3. Larutan pengencer pengencer NaCl dimasukkan dalam erlenmeyer sebanyak 90 ml
dalam erlenmeyer dan 9 ml dalam tabung reaksi kemudian disterilisasi
menggunakan autoclave dengan suhu 121oC dan tekanan 1 atm selama 15 menit.

Persiapan Contoh
1. Sampel ditimbang sebanyak 10 g, dimasukkan ke dalam plastik dan ditambahkan 90
mL larutan pengencer NaCl (1:9);
2. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam alat stomacher untuk dihomogenisasi
sampai menjadi larutan yang homogen sehingga diperoleh larutan dengan
pengenceran 10-1.

Pengenceran
1. 1 mL larutan hasil pengenceran 10-1 diambil dengan menggunakan pipet steril;
2. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL larutan
pengencer NaCl untuk didapatkan pengenceran 10-2, kemudian di vortex;
3. 1 mL larutan pengenceran 10-2 diambil dengan menggunakan pipet steril lalu
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL larutan pengencer NaCl untuk
didapatkan pengenceran 10-3, kemudian di vortex.

Pemupukan
1. Dari setiap tingkat pengenceran diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri
steril;
2. Media PDA dituangkan sebanyak 10-12 ml ke dalam cawan petri berisi sampel;
3. Segera dilakukan pencampuran hingga merata antara sampel dan media agar
dengan cara menggeser cawan di atas meja membentuk angka delapan.

Inkubasi
Setelah media agar dalam petridish menjadi padat, cawan yang telah terisi sampel
diinkubasi pada posisi terbalik dengan suhu inkubator 37 0C selama 48 jam.

30
Perhitungan

Jumlah koloni yang terbentuk dihitung dengan colony counter. Koloni yang dihitung
adalah koloni yang tampak membentuk zona jernih. Cawan yang dihitung adalah yang
mengandung koloni antara 25 hingga 250 koloni. Koloni dihitung dengan persamaan:

∑C
N=
[ ( 1 xn1 ) + ( 0,1 xn 2 ) ] x d

Keterangan:

C = jumlah koloni yang terbentuk dari semua pengenceran


n1 = jumlah petri pada pengenceran pertama yang dihitung
n2 = jumlah petri pada pengenceran kedua yang dihitung
d = nilai pengenceran koloni terendah

31
Pengamatan
Koloni yang terbentuk diamati dan dideskripsikan.

Lembar Hasil Pengamatan:

Tabel 7. Lembar Penilaian Organoleptik Ikan Tawar Kering

Spesifikasi
Penelis Xi (Xi-X̄)2
Kenampakan Bau Rasa Tekstur Jamur
1 9 8 9 7 9 8,4 0,0784

2 7 8 9 7 9 8 0,0144

3 7 7 9 7 9 7,8 0,1024

4 7 8 9 7 9 8 0,0144

5 9 8 9 7 9 8,4 0,0784

X̄ = 8,12 ∑=¿ 0,288

Perhitungan

1
S 2=
n ∑ ( Xi− X )2
Simpangan :

S 2=

S 2= 0,0576

S=

S = 0, 24

S S
X− . 1 , 96<μ< X+ .1 , 96
Selang Kepercayaan : √n √n
0,24 0,24
8,12- . 1,96< µ < 8,12+ . 1,96
√5 √5
8,12 – 0,21 < µ < 8,12 + 0,21

7,91 < µ < 8,33

Kesimpulan :
Dari hasil uji organoleptik terhadap ikan kering tawar didapat selang kepercayaan
sebesar 7,91 < µ < 8,33 pada tingkat kepercayaan 95 %, maka produk tersebut layak

32
untuk dikonsumsi/digunakan sebagai bahan baku.

Gambar 5 . Hasil Pengamatan Jamur pada Sampel Ikan Tawar Kering

Pengenceran 10-2 Pengenceran 10-3

Deskripsi :

Pengenceran sampel Uji pengamatan jamur yaitu Ikan Tawar Kering pada
Praktikum Mikrobiologi Hasil Perikanan ini dilakukan sampai pengenceran terakhir yaitu
pengenceran 10-2 dan 10-3. Tujuan dilakukan pengenceran ini adalah untuk mengurangi
jumlah dari mikroba yang ada di dalam sampel sehingga sampel bisa dan mudah untuk
diamati dan dihitung jumlah mikroorganisme dengan secara spesifik karena pengenceran
memudahkan proses perhitungan jumlah mikroba. Dilakukannya perhitungan secara
spesifik ini dapat mendapatkan hasil perhitungan yang tepat. Perhitungan jumlah
mikroba ini dapat dihitung jumlahnya jika jumlah mikroba berkisar antara 25-250 sel
mikroba per ml nya. Dapat dilihat melalui gambar diatas bahwa pengenceran sampel 10 -2
memiliki jumlah sel mikroba yang lebih banyak dibandingkan dengan sampel 10 -3.

Tabel 8. Hasil Perhitungan Jumlah Koloni Jamur


Sampel Pengenceran Jumlah Koloni
Ikan tawar kering 10-1 -
10-2 153
10-3 117

Perhitungan Jumlah koloni Jamur adalah sebagai berikut:

∑C
= [(1xn1) + (0,1xn2 ) x d]
N
153+ 117
N=
( 1×1 )+ ( 1 ×0,1 ) ×10−2
270
N=
1,1×10−3

33
27 4
N= × 10
11

N = 2,45 × 104 CFU/gram

Pembahasan:
Ikan merupakan komoditi pangan yang dihasilkan dari perairan antara lain ikan,
udang, kepiting dan cumi-cumi. Ikan pada umumnya lebih banyak dikenal daripada hasil
perikanan yang lain karena paling banyak di tangkap dan dikonsumsi. Menurut tempat
hidupnya terapat tiga golongan ikan yaitu ikan laut, ikan air tawar dan ikan migrasi. Ikan
kering adalah ikan tanpa garam (tidak diasinkan), terutama ikan kod, yang dikeringkan
dengan angin dan udara dingin pada gantungan rak di tepi pantai. Proses pengeringan
ikan terdiri dari dua cara yaitu pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan
alami mempunyai kelemahan yaitu ketergantungan pada kondisi cuaca dan butuh waktu
pengeringan yang lama. sedangkan pengeringan buatan tidak tergantung dengan kondisi
cuaca dan waktu yang dibutuhkan pada saat proses pengeringan lebih sedikit. Waktu dan
suhu yang dibutuhkan untuk mengeringkan ikan sangat berfariasi sesuai dengan jenis
dan bentuk ikan yang dikeringkan, ikan yang dikeringan dapat disimpan hingga beberapa
tahun, mengkonsumsi ikan kering ini dapat memberikan dampak positif seperti menjaga
kesehatan gigi, mempercepat penyembuhan luka, mencegah anemia, meningkatkan
imun bagi tubuh. Menurut Rahim dan Fitrisia (2020), dengan mengolah ikan menjadi ikan
kering mampu menambah nilai jual ikan, harga ikan kering yang dijual oleh para
pengelola bervariasi, karena disesuaikan dengan harga bahan baku yang dibeli dari
nelayan dan jenis ikan yang sudah diolah. Biasannya setiap satu keranjang ikan yang
belum diolah mampu menghasilkan 25 kg ikan kering jenis ikan asin dan 12 kg untuk
olahan ikan kering tawar.
Yeast merupakan mikroorganisme yang termasuk dalam fungi uniseluler yang
menyebabkan terjadinya fermentasi. Media tumbuh yeast ini dapat berbentuk cairan
nutrien. Yeast umumnya digunakan dalam industri pangan untuk membuat makanan dan
minuman hasil fermentasi seperti acar dan roti. Yeast berkembang biak dengan suatu
proses yang dikenal dengan istilah pertunasan yang menyebabkan terjadinya peragian.
Dalam pembuatan adonan roti, sebagian besar yeast berasal dari mikroorganisme jenis
Saccharomyces cerevisiae. Yeast merupakan bahan pengembang adonan dengan
memproduksi gas karbondioksida. Yeast memiliki ukuran sel yang besar, memiliki
organel-organel yang lebih kompleks, memiliki membran inti sel, dan DNA yang
terlokalisasi di dalam kromosom dalam inti sel. Yeast dapat dibedakan atas dua kelompok
berdasarkan sifat metabolismenya yaitu bersifat fermentatif dan oksidatif ataupun
keduanya. Yeast yang oksidatif dapat tumbuh dengan membentuk lapisan film pada

34
permukaan medium cair sedangkan yang fermentatif biasanya tumbuh dalam cairan
medium. Jenis fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol yaitu memecah gula
menjadi alkohol dan gas. Sedangkan oksidatif (respirasi) maka akan menghasilkan
karbondioksida dan air. Menurut Andriani dan Khoerunisa (2020), yeast merupakan agen
pengembang pada roti yang dapat membentuk tekstur empuk dan aroma pada produk
roti yang dihasilkan. Yeast yang digunakan pada umumnya adalah Saccharomyces
cerevisiae. Yeast adalah mikroorganisme yang hidup bila terkena air dengan suhu 78°F-
82°F. Pada suhu lebih dari 120°F adalah bahaya, dan yeast akan mati pada suhu 140°F.
Metode pemupukan pada pengamatan jamur yaitu disetiap tingkat pengenceran
diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Media PDA dituangkan
sebanyak 10-12 ml ke dalam cawan petri berisi sampel. Segera dilakukan pencampuran
hingga merata antara sampel dan media agar dengan cara menggeser cawan di atas
meja membentuk angka delapan. Pemupukan pada pengamatan jamur menggunakan
metode tuang. Tujuan dari teknik ini adalah untuk menyebarkan bakteri tidak hanya pada
permukaan media saja melainkan sel terendam dalam medium sehingga terdapat sel
yang tumbuh di permukaan media yang kaya oksigen dan tumbuh di dalam media
dengan oksigen sedikit. Teknik ini memerlukan media yang belum padat untuk dituang
bersama suspensi bakteri ke dalam cawan petri lalu dihomogenkan dan dibiarkan
memadat. Cawan petri yang berisi media di geser membentuk angka delapan dengan
tujuan supaya tercampur merata sehingga bakteri dapat diamati dengan jelas. Teknik
pemupukan dengan metode pour plate pada pengujian jamur jika tidak dilakukan maka
akan berdampak pada koloni. Menurut Febriyanti et al. (2015), metode tuang (pour
plate) adalah metode isolasi bakteri setelah dilakukan pengenceran bertingkat. Langkah
pertama yang dilakukan adalah 1 ml suspensi bakteri diteteskan ke dalam cawan Petri
kosong secara aseptis. Media yang masih cair (>450°C) dituangkan kedalam cawan Petri
dan kemudian dihomogenkan dengan cara diputar. Selanjutnya diinkubasi selama 24
jam.
Uji organoleptik menggunakan 5 panelis yang akan memberikan pendapat terkait
produk yang dihasilkan. Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui kenampakan, bau,
rasa,tekstur dan jamur pada ikan. Hasil yang diperoleh dari simpangan organoleptik
sebesar 0,24 lalu selang kepercayaanya 7,91<u<8,33 dan jumlah koloni jamur 2, 45 ×
10-4 CFU/gram. Nilai organoleptik tinggi merupakan nilai yang diperoleh berdasarkan hasil
rata-rata keseluruhan parameter dari segi kenampakan, tekstur, bau, dan jamur. Adanya
jamur pada ikan asin mengindikasikan bahwa ikan asin tersebut mempunyai kelembaban
yang tinggi akibat penyimpanan dan pemasaran kurang tepat dan cukup lama. Tingginya
jumlah jamur karena adanya penyimpanan atau penanganan seperti pengeringan.
Jumlah jamur yang diperoleh karena batas penerimaan untuk jamur yaitu 10². Angka

35
tersebut sudah melebihi batas yang ditetapkan oleh SNI. Munculnya jamur pada produk
ikan asin karena disebabkan oleh ikan yang kurang kering atau masih memiliki
kelembaban yang tinggi. Menurut Bau et al. (2021), peraturan Kepala Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia (nomor HK.00.06.1.52.4011) batas maksimum cemaran
mikroba yang diperbolehkan untuk ikan dan produk perikanan adalah untuk mikroba
dengan pengujian ALT (300C, 48 jam) 1x10 5cfu/gram. Analisis kandungan mikroba pada
bahan pangan penting dilakukan untuk mengetahui mutu bahan pangan dan menghitung
proses pengawetan yang akan diterapkan pada bahan pangan tersebut.
Hasil pengamatan jamur menggunakan dua sampel yaitu ikan kering tawar dan
ikan tongkol asap. Pengamatan dilakukan untuk memperoleh nilai organoleptik dan nilai
jumlah koloni jamur pada masing-masing sampel. Sampel ikan kering tawar memperoleh
nilai organoleptik sebesar 7,91 < µ < 8,33 pada tingkat kepercayaan 95 % sedangkan
nilai jumlah koloni jamur ikan tawar kering 2,45 × 105 CFU/gram. Sampel ikan tongkol
asap memperoleh nilai organoleptik sebesar 5,2 < µ < 5,7 pada tingkat kepercayaan 95
% dan nilai jumlah koloni jamur TBUD. Hal ini dikarenakan jumlah koloni jamur pada
hasil dua pengenceran terakhir adalah lebih dari 250 koloni dimana melebihi range batas
standar yang ditentukan yaitu 25-250 koloni jamur. Berdasarkan SNI 2725:2013 tentang
ikan asap dengan pengasapan panas, pada parameter uji sensori syarat mutunya adalah
minimal 7, sementara nilai standar yang layak untuk batas maksimal jamur adalah 5 ×
104 CFU/gram. Artinya bahwa sampel ikan tongkol asap tidak layak untuk dimakan atau
dijadikan sebagai bahan baku. Menurut Dedesko dan Siegel (2015), ketika kelembaban
dalam ruangan tidak dikelola dengan baik, parameter kelembaban yang terkait dengan
bahan dapat mencapai tingkat tinggi, yang dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri
dan jamur. Jamur membutuhkan suhu, nutrisi, dan kelembaban yang cukup untuk
tumbuh.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yeast yaitu proses penanganan seperti
pengeringan dengan bantuan sinar matahari secara langsung sangat rawan terhadap
serangan lalat dan kontaminasi kotoran. Pengeringan dengan dijemur itu tidak sempurna
justru dapat menyebabkan ikan mudah busuk terutama karena serangan jamur, bakteri,
belatung dan kutu. Faktor sanitasi dan hiegine yang kurang, akibatnya ikan asin tampak
kusam, berbau dan tak jarang ditumbuhi jamur. Suhu pengeringan maupun pengasapan
yang tidak sesuai lamanya dengan waktu pengasapan atau pengeringan maka ikan tidak
kering. Bahan pangan yang disimpan pada suhu yang salah akan lebih mudah terserang
jamur, yeast pertumbuhannya justru cenderung lebih lambat dibandingkan dengan
bakteri dalam kompetisi pertumbuhan. Faktor lain yang mempengaruhi yeast yaitu proses
penyimpanan produk yang kurang maksimal. Menurut Allifah (2013), banyak faktor yang
menyebabkan tumbuhnya fungi pada ikan cakalang antara lain lembab, jamur tumbuh

36
subur di daerah tropis, seperti Indonesia. Dalam skala kecil, lingkungan rumah yang
lembab dapat menyebabkan tumbuhnya jamur, Panas. Udara panas akan menyebabkan
orang berkeringat, baju menjadi basah. Jamurpun tumbuh dan menyerang kulit sehingga
menimbulkan infeksi.
Kesimpulan :

Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum modul VI Pengamatan Jamur adalah


sebagai berikut:
1. Perhitungan koloni pada pengamatan jamur dapat dihitung dengan bantuan alat
colony counter. Perhitungan jumlah koloni jamur dilakukan dengan membagi jumlah
koloni dari masing-masing pengenceran yaitu pada pengenceran 10 -2 dan 10-3 untuk
kemudian dibagi dengan penjumlahan cawan petri yang digunakan dan dikalikan
dengan pengenceran terendah.
2. Hasil perhitungan pada sampel ikan kering tawar memperoleh hasil uji organoleptik
dengan nilai simpangan sebesar 0,24, selang kepercayaan nilai 7,91 < μ < 8,33 dan
tingkat kepercayaan sebesar 95% maka produk tersebut dinyatakan layak untuk
dikonsumsi/digunakan sebagai bahan baku dengan hasil perhitungan koloni
memperoleh nilai 2,45 x 104 CFU/ml.
3. Berdasarkan hasil perbandingan antara dua sampel yakni sampel ikan kering tawar
dan ikan tongkol asap pada pengamatan jamur, didapatkan beberapa perbedaan.
Nilai kandungan jamur pada ikan kering tawar yaitu 2,45 x 10 4 CFU/g yang
menunjukkan bahwa ikan kering tawar mengandung lumayan banyak jamur,
sedangkan pada sampel ikan tongkol asap sendiri nilai kandungan jamur yaitu tidak
dapat dihitung karena terlalu banyak untuk dihitung (TBUD). Faktor yang
menyebabkan perbedaan jumlah nilai koloni jamur yang terkandung adalah faktor
lamanya waktu penyimpanan, oksigen, suhu, pH, media, dan kadar air.

Saran :

Saran yang dapat diambil dari praktikum Modul IV Pengamatan Jamur adalah sebagai
berikut:
1. Sebaiknya, pada perhitungan jumlah koloni bakteri dihitung menggunakan alat
colony counter sehingga hasil yang didapatkan lebih akurat.
2. Sebaiknya, sampel yang digunakan tidak hanya ikan tawar kering dan ikan tongkol
asap. Bisa menggunakan produk hasil perikanan yang telah diolah.
3. Sebaiknya, dalam praktikum ditempat yang terang atau pada pencahayaan yang
cukup agar dapat melakukan pengamatan dengan jelas.

Nilai : 95
Draft : ………………………………………………………….
37

Nama dan paraf asisten :


Annisa Djahrotun
MODUL V : Penentuan Jumlah Bakteri
pada Ruangan dan Kelompok : Kelompok 4
Peralatan Pengolahan
Tanggal : 28 April 2022
(Metode Swab)

Nama : Wahyu Fira Carolina NIM: 26060121140068 Ttd:

Tujuan

Tujuan dari praktikum penentuan jumlah bakteri pada ruangan dan peralatan pengolahan
(metode swab) adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui cara menghitung jumlah mikroorganisme menggunakan metode swab.
2. Mengetehui jumlah mikroorganisme yang terdapat di ruangan dan peralatan.
3. Membandingkan jumlah mikroorganisme pada ruangan dan peralatan serta faktor-
faktor yang berpengaruh.

Dasar Teori Praktikum

Teknik swab merupakan teknik yang pengujian sanitasi yang dapat digunakan
pada permukaan yang rata, bergelombang atau permukaan yang sulit dijangkau seperti
retakan, sudut dan celah. Pengambilan sampel mikroorganisme pada permukaan
dilakukan dengan cara mengusap permukaan alat yang akan diuji dengan teknik yang
telah ditentukan. Penggunaan teknik swab ini biasanya dilakuakan untuk mengetahui
angka kuman pada permukaan yang kontak dengan pangan (Lukman dan Soejoedono,
2009).
Metode swab merupakan suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan
permukaan suatu peralatan atau tempat dengan cara mengusapkan area yang telah
diketahui dengan luas antara 10-100cm2. Metode swab dilakukan dengan menggunakan
pengusap steril seperti cotton bud atau alat usap
lainnya yang telah dibasahi dalam 10 mL pengencer penetral. Pendekatan semi
kuantitatif ini memungkinkan penghitungan mikroorganisme per cm 2 dan dapat
memfasilitasi dari sebuah interpretasi hasil
(Public Healthy England, 2017).
Pengambilan sampel dengan swab dapat digunakan untuk mendeteksi
kontaminan organik (mikrobakteri) dan anorganik (debu, pestisida, logam, semprotan
melayang, residu kontaminan, dll.) pada permukaan yang berbeda. Teknik ini paling
efektif untuk kelancaran permukaan seperti kaca, logam (termasuk pipa), permukaan
yang dicat dan permukaan vegetasi yang halus seperti Daun-daun. Pengambilan sampel
swab kurang efektif pada permukaan yang kasar dan / atau berpori (mis. Kayu dan
beton). Meskipun ada langkah-langkah pengaturan kontaminasi permukaan untuk
beberapa kontaminan (mis. Untuk 'bebas PCB' bahan), penggunaan sampel lap untuk
tujuan selain mendeteksi keberadaan kontaminan tidak direkomendasikan. ( Enviromental
Protection Water, 2007).

Prosedur Kerja Metode Swab

38
a. Bahan
 Sampel ruangan atau peralatan pengolahan
 Larutan Buffer NaCl 0,85%
 Plate Count Agar (PCA)
 Aquades

b. Alat
 Cawan petri
 Tabung reaksi
 Yellow tip
 Mikropipet
 Erlenmeyer 250 ml
 Beaker glass 100 ml
 Bunsen
 Inkubator
 Timbangan Elektrik
 Vortex
 Hot plate stirer
 Stomacher
 Autoclave
 Kertas label
 Karet gelang
 Plastik
 Cotton bud
 Batang L (L-Rod)

c. Metode dan hasil pengamatan

Pembuatan Media PCA


1. Media PCA sebanyak 22,5 g dan 1000 mL aquades dicampur dalam erlenmeyer,
diaduk dan dipanaskan pada stir hot plate hingga mendidih;
2. Media yang sudah mendidih kemudian didinginkan lalu disterilisasi menggunakan
autoclave dengan suhu 121oC dan tekanan 1 atm selama 15 menit;
3. Media kemudian dituang ke dalam petri 10-15 ml lalu diamkan hingga media
menjendal.

Pembuatan Larutan Pengencer NaCl


1. NaCl 0,85% dan aquades dari kebutuhan disiapkan;
2. Keduanya dimasukkan dalam erlenmeyer dan dihomogenisasi dengan cara di stir
pada hot plate stirrer;
3. Larutan pengencer NaCl sebanyak 10 ml dan 9 ml dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian disterilisasi menggunakan autoclave dengan suhu 121oC dan
tekanan 1 atm selama 15 menit.

Prosedur Swab
1. Luas area untuk daerah usapan adalah 1 cm2. Untuk membantu menetapkan luas
area dapat menggunakan bahan yang bersifat anti karat, dapat disterilkan dan
mempunyai daerah usapan 1 cm2;
2. Jika permukaan yang akan diusap kering, cotton bud dicelupkan pada cairan larutan
pengencer steril sebelum digunakan;
3. Cotton bud diusapkan secara aseptis dengan cara memutar secara seksama;
4. Cotton bud dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml larutan NaCl steril
0,85%;
5. Tabung reaksi berisi larutan dihomogenasi menggunakan vortex.

39
Pengenceran
1. 1 mL larutan hasil pengenceran 10-1 diambil dengan menggunakan pipet steril;
2. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL larutan
pengencer NaCl untuk didapatkan pengenceran 10-2, kemudian di vortex;
3. 1 mL larutan pengenceran 10-2 diambil dengan menggunakan pipet steril lalu
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL larutan pengencer NaCl untuk
didapatkan pengenceran 10-3, kemudian di vortex;
4. Prosedur dilakukan berlanjut hingga pengenceran 10 -4.

Pemupukan
1. Media yang sudah dituang dalam petri disiapkan;
2. Mengambil 0,1 mL dari tiap-tiap pengenceran dan dimasukkan ke dalam cawan
petri;
3. Sampel diratakan menggunakan batang L (L-Rod)

Inkubasi
Setelah media agar dalam petri dish menjadi padat, cawan yang telah terisi sampel
diinkubasi pada posisi terbalik dengan suhu inkubator 37 0C selama 48 jam.

40
Perhitungan
Jumlah koloni yang terbentuk dihitung dengan colony counter. Koloni yang dihitung
adalah koloni yang tampak membentuk zona jernih. Cawan yang dihitung adalah yang
mengandung koloni antara 25 hingga 250 koloni. Jumlah bakteri dinyatakan per 100
cm2. Koloni dihitung dengan persamaan:

∑C
N=
[ ( 1 xn1 ) + ( 0,1 xn 2 ) ] x d

Keterangan:

C = jumlah koloni yang terbentuk dari semua pengenceran


n1 = jumlah petri pada pengenceran pertama yang dihitung
n2 = jumlah petri pada pengenceran kedua yang dihitung
d = nilai pengenceran koloni terendah

Lembar Hasil Pengamatan:

Gambar 6. Hasil Pengamatan Mikroorganisme di Ruangan Laboratorium

Hasil Swab Udara pada Ruangan Laboratorium

Deskripsi :
Mikroorganisme tidak dapat bertahan hidup di udara untuk waktu yang
lama, tetapi dapat berpindah ke inang lain dan berkembang biak. Koloni bakteri berwarna
putih sedikit kekuningan dengan bintik biru kehijauan. Keberadaan mikroorganisme di
udara dipengaruhi oleh berbagai kondisi, seperti suhu dan kelembaban yang merupakan
faktor penting bagi pertumbuhan mikroorganisme dan paling banyak ditemukan di dalam
ruangan. Kualitas udara dalam ruangan juga dipengaruhi oleh pencemaran kimia dan
faktor lingkungan. Jumlah koloni yang tumbuh apabila semakin banyak selama proses
inkubasi menunjukkan bahwa jumlah mikroba yang terdapat pada ruangan juga semakin
banyak. Parameter jenis bakteri pada pengujian metode swab udara di antaranya yaitu
Bacillus sp., Staphylococcus sp., Streptococcus sp., Pneumococcus sp., Coliform, dan
Clostridium sp.

41
Gambar 7. Hasil Pengamatan Mikroorganisme pada Swab Alat Pada Permukaan Oven

Hasil Swab Alat pada Permukaan Oven

Deskripsi :
Hasil pengamatan mikroorganisme didapatkan dari dua pengenceran terakhir
yaitu pengenceran 10-3 dan pengenceran 10-4. Pengenceran 10-3 memiliki jumlah koloni
lebih banyak dibandingkan dengan pengenceran sampel 10 -4. Hasil yang diperoleh pada
pengenceran 10-3 yaitu sebanyak 114 koloni sedangkan pada pengenceran 10 -4
didapatkan hasil sebesar 83 koloni. Pengenceran 10 -4 memiliki bentuk koloni bulat-bulat
yang tidak terlalu besar. Persebaran koloni yang tidak terlalu berdekatan satu sama lain
sehingga memudahkan dalam perhitungan tanpa mikroskop. Persebarannya pun cukup
merata pada cawan petri tersebut. Warna yang dihasilkan yaitu berwarna putih pucat,
walaupun berwarna putih pucat namun memiliki zona yang cukup jernih sehingga
memudahkan dalam perhitungan jumlah koloni. Perhitungan mikroba dilakukan dengan
colony counter.

Tabel 9. Hasil Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri


Sampel Pengenceran Jumlah Koloni
Laboratorium 10-1 -
10-2 -
Pengolahan
10-3 79
10-4 51

Perhitungan Jumlah koloni bakteri adalah sebagai berikut:

79+51
N= −3
[ ( 1 ×1 ) + ( 0,1 ×1 ) ]×10
3
N=1,182 ×10 5 CFU/m

42
Pembahasan:
Sampel yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah laboratorium pengolahan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Laboratorium pengolahan
berlokasi di Gedung C Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro
tepatnya berlokasi di lantai satu. Laboratorium pengolahan merupakan ruangan
multifungsi yang sering digunakan mahasiswa untuk melakukan beberapa kegiatan
antara lain pembuatan sampel uji permen gel dan nori dari rumput laut. Mata kuliah
praktikum diversifikasi produk perikanan biasa dilakukan di laboratorium ini karena pada
laboratorium ini memiliki fasilitas yang cukup memadai seperti oven untuk pengolahan
produk. Kondisi ruang laboratorium pengolahan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Diponegoro merupakan salah satu yang dianggap memiliki potensi untuk
tercemarnya polutan udara dalam ruang berupa mikroorganisme udara yaitu jamur dan
bakteri, karena seringnya mahasiswa yang menggunakan ruangan ini baik untuk
praktikum maupun melakukan penelitian, sehingga keluar masuknya mahsiswa bisa
dimungkinkan membawa pencemar dari luar dan juga bisa disebabkan dari dalam
ruangan itu sendiri seperti posisi bangunan yang sebagian ruangan tidak mendapat sinar
matahari dari luar. Hal ini dapat memicu kelembaban udara yang tinggi, yang mana
dapat menjadi tempat yang nyaman untuk berkembang biak mikroorganisme udara yang
berupa jamur dan bakteri. Menurut Fithri et al. (2016), mikroorganisme yang tersebar
dalam ruangan dikenal sebagai istilah bioaerosol. Bioaerosol adalah partikel debu yang
terdiri atas makhluk hidup atau sisa yang berasal dari makhluk hidup. Makhluk hidup
terutama adalah jamur dan bakteri.
Metode swab dapat dilakukan pada alat dan udara. Tujuan dalam melakukan
metode swab yaitu untuk mengetahui mikroorganisme terutama bakteri yang
terkontaminasi di suatu alat maupun lingkungan dalam suatu ruangan. Metode swab
udara dilakukan menggunakan bahan media PCA (Plate Count Agar). Lingkungan yang
tampak bersih tersebut tidak menjamin terbebasnya kontaminasi secara mikrobiologis
dan kimiawi dan bahkan telah terkontaminasi oleh beberapa mikroorganisme atau bakteri
patogen penyebab infeksi yang tidak dapat disadari dengan mata telanjang seperti
bakteri Micrococcus sp dan spesies atau genus jamur adalah genus/ spesies Aspergillus
sp. Menurut Sari dan Soleha (2020), mikroba dapat ditemukan dalam berbagai tempat,
termasuk udara. Mikroorganisme tidak ada yang mempunyai habitat asli udara, tetapi
pada udara mengandung berbagai macam jenis mikroba dalam jumlah yang beragam.
Bakteri yang berasal dari udara biasanya akan menempel pada permukaan tanah, lantai,
maupun ruangan. Sebagian besar bakteri yang berasal dari udara terutama yang dapat
mengakibatkan infeksi seperti Bacillus sp., Staphylococcus sp., Streptococcus sp.,
Pneumococcus sp., Coliform, dan Clostridium sp.

43
Metode uji swab udara didahului dengan pembuatan media PCA dan pembuatan
larutan pengencer NaCl 0,85%. Metode swab dilakukan dengan memaparkan media agar
PCA yang telah dibuat sebelumnya didalam ruangan laboratorium pengolahan selama 2
menit. Larutan pengencer dibuat dengan cara memasukkan 1 mL larutan hasil
pengenceran 10-1 kedalam tabung reaksi yang sebelumnya telah diisi 9 mL larutan
pengencer NaCl untuk didapatkan pengenceran 10 -2, larutan tersebut kemudian divortex.
Langkah yang sama terus dilakukan hingga mendapatkan larutan dengan pengencer 10 -
4
. Pengenceran dilakukan hingga mendapat larutan dengan hasil pengenceran 10 -4 untuk
mendapatkan jumlah koloni bakteri yang dapat dihitung, karena pada hasil pengenceran
10-1 dan 10-2 jumlah koloni bakteri melebihi 250 koloni sehingga tidak dapat dihitung
atau TBUD. Langkah berikutnya adalah metode pemupukan. Hasil pengenceran dari
masing-masing pengenceran yang didapat kemudian dimasukkan kedalam cawan petri
sebanyak 0,1 mL. Sampel kemudian diratakan menggunakan batang L ( L-Rod). Inkubasi
dilakukan dengan posisi cawan petri dibalik, hal ini bertujuan agar uap air dari hasil
inkubasi tidak bercampur dengan sampel sehingga sampel tetap steril dan tidak akan
terkontaminasi. Langkah berikutnya setelah proses inkubasi adalah perhitungan jumlah
koloni bakteri. Perhitungan jumlah koloni dapat dihitung colony counter. Koloni yang
dihitung adalah konoli yang membentuk zona jernih dengan rentan koloni antara 25
hingga 250. Menurut Jayakantha et al. (2022), spesies bakteri yang ditemukan pada
percobaan ini adalah Staphylococcus aureus dan ditemukan di udara sebagai
kontaminan. Bakteri dicampurkan pada agar darah dan diinkubasi pada suhu 37° C
selama 24 jam. Bakteri suspense dibuat dengan melarutkan 10 koloni bakteri dalam 10
mL phosphate-buffered saline (PBS). Pengenceran dilakukan dengan menggunakan PBS
sebagai pengencer yang dilakukan 3 kali yaitu pada pengenceran 10 -1, 10-2 , 10-3.
Hasil perhitungan koloni dari metode swab pada laboratorium pengolahan yang
telah dilakukan mendapatkan hasil yang berbeda pada setiap pengencerannya.
Pengenceran 10-3 dihasilkan koloni sebanyak 79 dan pada pengenceran 10-4 dihasilkan
koloni sebanyak 51 koloni. Perhitungan colony counter bakteri didapat jumlah koloni
sebanyak 1,182 x 105 CFU/g. Pengenceran 10-3 menghasilkan jumlah koloni balteri yang
lebih banyak dibandingkan dengan pengenceran 10-4, karena semakin kecil nilai
pengenceran maka jumlah koloni yang didapat juga akan semakin kecil. Jumlah koloni
didapatkan dengan menggunakan perhitungan rumus. Perhitungan tersebut dilakukan
dengan cara menjumlahkan masing-masing koloni pada masing-masing pengenceran,
kemudian dibagi dengan jumlah cawan petri yang digunakan dan yang terakhir dikalikan
dengan pengenceran terendah. Tingginya jumlah koloni bakteri pada ruangan dapat
diakibatkan pada saat melakukan isolasi bakteri udara terdapat kegiatan praktikum di
dalam ruangan. Menurut Walid et al. (2019), sumber polusi udara dalam ruangan

44
berhubungan dengan bangunan itu sendiri, perlengkapan dalam bangunan kondisi
bangunan, suhu, pertukaran udara, dan hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
orang-orang yang berada di dalam ruangan. Seperti, duduk sambil ngobrol, sholat, dan
keluar masuk orang-orang ke dalam ruangan.
Hasil perhitungan mikroorganisme pada laboratorium pengolahan dan oven
mendapatkan yang berbeda. Hasil perhitungan koloni bakteri pada laboratorium
pengolahan didapati jumlah koloni 1,182 x 105 CFU/m3 dengan ciri-ciri koloni bakteri
berwarna putih sedikit kekuningan dengan bintik biru kehijauan. Hasil perhitungan koloni
bakteri pada oven didapati jumlah koloni 1,79 x 105 CFU/cm2 dengan ciri-ciri membentuk
koloni yang bulat-bulat dan berwarna putih pucat namun memiliki zona yang cukup
jernih. Ciri-ciri tersebut menunjukkan adanya kemungkinan bahwa sebagian besar
bakteri yang tumbuh pada media tersebut adalah bakteri Staphylococcus sp. Koloni yang
terbentuk juga menyebar secara merata pada permukaan cawan petri yang memudahkan
saat proses perhitungan. Menurut Suharti dan Fitriani (2018), dilakukan penghitungan
jumlah mikroorganisme yang tumbuh pada media PCA dari sampel udara yang diambil.
Kelembaban udara rendah dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir membran,
sedangkan kelembaban tinggi akan meningkatkan pertumbuhan mikrorganisme. Daerah
yang berdebu hampir selalu mempunyai populasi mikroorganisme yang tinggi. Pengaruh
angin juga menentukan keberadaan mikroorganisme di udara.
Faktor yang mempengaruhi pengujian swab yaitu kondisi pH, suhu, aliran udara,
kelembapan, cahaya pada ruangan, sanitasi ruangan, dan partikel debu, serta jenis
mikroorganisme. Kondisi pH dalam ruangan dan peralatan dapat membantu
mengoptimalkan pertumbuhan mikroorganisme. Suhu ruangan yang tinggi akan diikuti
dengan proses penguapan air yang dapat menerbangkan partikel debu. Partikel debu
yang semakin meningkat di dalam ruangan menunjukkan jumlah mikroorganisme yang
semakin banyak. Keadaan ruangan yang lembab juga dapat menyebabkan alat-alat
didalam ruangan tersebut ikut terkontaminasi dengan mikroba. Keadaan ruangan yang
kurang mendapat cahaya digunakan juga sebagai tempat pertumbuhan mikroba. Bakteri
dapat bertumbuh dengan baik pada kondisi yang gelap. Aktifitas praktikan yang keluar
masuk ruangan laboraturium juga dapat menjadi penyebab tingginya jumlah koloni
bakteri. Menurut Yonata (2020), semakin lembab maka kemungkinan semakin banyak
kandungan mikroba di udara karena partikel air dapat memindahkan sel-sel yang berada
di permukaan. Rendahnya pencahayaan di dalam ruangan merupakan kondisi yang
disukai bakteri. Sanitasi ruang yang melingkupi kebersihan lingkungan dapat mengurangi
risiko adanya kuman, ketika sanitasi ruangannya buruk dapat menimbulkan ruangan
yang kotor dan berdebu sehingga partikel debu tersebut dapat mengandung berbagai
jenis kuman di dalamnya.

45
Kesimpulan :
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum Penentuan Jumlah Bakteri pada
Ruangan dan Peralatan Pengolahan (Metode Swab) adalah sebagai berikut:
1. Perhitungan adalah koloni dengan metode swab dilakukan dengan cara colony
counter yaitu dengan cara menjumlahkan masing-masing koloni pada masing-masing
pengenceran, kemudian dibagi dengan jumlah cawan petri yang digunakan dan yang
terakhir dikalikan dengan pengenceran terendah.
2. Jumlah mikroorganisme dari metode swab udara pada laboraturium pengolahan
adalah 1,182 x 105 CFU/ m3, sedangkan jumlah mikroorganisme dari metode swab
pada peralatan oven adalah sebanyak 1,79 x 105 CFU/cm2.
3. Jumlah mikroorganisme pada peralatan pengolahan lebih banyak atau lebih tinggi
jika dibandingan dengan jumlah mikroorganisme yang ada di ruangan. Faktor yang
mempengaruhi tingginya jumlah mikroorganisme yaitu kondisi pH, suhu, aliran
udara, kelembapan, cahaya pada ruangan, sanitasi ruangan, partikel debu, jenis
mikroorganisme, serta aktivitas praktikan atau mahasiswa yang menggunakan
ruangan tersebut seperti keluar masuk ruangan dan mengobrol.

Saran :
Saran yang dapat diberikan pada praktikum Penentuan Jumlah Bakteri pada
Ruangan dan Peralatan Pengolahan (Metode Swab) adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya, pada perhitungan jumlah koloni bakteri dihitung menggunakan alat yang
lebih spesifik sehingga hasil yang didapatkan lebih akurat.
2. Sebaiknya, cawan petri pada metode swab udara dibiarkan terbuka dengan waktu
yang lebih lama atau lebih dari 2 menit agar mendapatkan hasil yang maksimal.
3. Sebaiknya, perhitungan jumlah koloni bakteri dilakukan oleh 2 orang praktikan atau
lebih agar hasil perhitungan lebih akurat.

Nilai : 90
Draft : ………………………………………………………….

Nama dan paraf asisten :


Annisa Djahrotun

46
MODUL VI : Pendugaan Jumlah
Bakteri Coliform Kelompok : 4

Tanggal : 14 Mei 2022

Nama : Haniifah Zahraini A NIM: 26060121140082 Ttd:

Tujuan

Tujuan dari praktikum penentuan jumlah bakteri coliform adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui cara menduga coliform dengan MPN.
2. Mengetahui MPN coliform pada produk perikanan.
3. Membandingkan coliform pada berbagai produk perikanan dan faktor-faktor yang
berpengaruh.

Dasar Teori Praktikum

Makanan yang kurang terjamin kebersihannya akan sangat mudah


terkontaminasi. Kontaminasi juga dapat terjadi jika penyimpanan makanan terlalu lama.
Penyimpanan yang lama akan menyebabkan tumbuhnya bakteri patogen seperti coliform.
Bakteri coliform merupakan mikroorganisme yang sering digunakan sebagai indikator
untuk menentukan suatu sumber air terkontaminasi patogen atau tidak. Bakteri
coliform dapat tumbuh dan berkembang biak pada suhu penyimpanan 7°C hingga 60°C
(Nurjanah, 2006).
Metode Most Probable Number (MPN), merupakan metode perhitungan sel
terutama untuk perhitungan bakteri coliform berdasarkan jumlah perkiraan terdekat.
Perkiraan terdekat yaitu perhitungan dalam range tertentu. Dihitung sebagai nilai duga
dekat secara statistik dengan merujuk pada tabel MPN (Most Probable Number). Hasil
yang diperoleh dari pengujian menunjukkan bahwa semua sampel
positif membentuk gelembung/gas, yang diduga telah terjadi kontaminasi oleh bakteri
coliform
(Putrri dan Pramudya, 2018).
Penyebab keracunan makanan adalah adanya cemaran bakteri patogen.
Terjadinya keracunan ditandai dengan adanya gejala diare. Jika diare terjadi dalam
jangka yang panjang akan dapat menyebabkan kematian. Kasus keracunan terjadi
karena penerapan sanitasi lingkungan pengolahan yang masih kurang memadai.
Cemaran yang dapat menyebabkan penyakit adalah cemaran mikrobiologi seperti
Eschericia coli, atau bakteri coliform (Rien dan Wiharyani, 2010).

Prosedur Kerja

a. Bahan
 Sampel ikan/produk hasil perikanan
 Larutan Buffer NaCl 0,85%
 Aquades
 Louryl Triptone Broth (LTB)
 Brilliant green lactose broth (BGLB)

b. Alat
 Tabung reaksi
 Blue tip
 Mikropipet
 Erlenmeyer 250 ml

47
 Beaker glass 100 ml
 Bunsen
 Tabung durham
 Inkubator
 Timbangan Elektrik
 Vortex
 Hot plate stirer
 Stomacher
 Autoclave
 Kertas label
 Karet gelang
 Plastik

c. Metode dan hasil pengamatan

Pembuatan Media LTB


1. melarutkan 35,5 gram LTB dalam 1000 ml aquades dan dihomogen dengan hot
plate stirrer
2. menyiapkan 9 tabung reaksi dan diberi tabung durham
3. menuangkan larutan LTB sebanyak 9 ml ke masing tabung reaksi
4. sterilisasi dengan suhu 121°C selama 15 menit

Pembuatan Larutan Pengencer NaCl


1. NaCl 0,85% dan aquades dari kebutuhan disiapkan;
2. Keduanya dimasukkan dalam erlenmeyer dan dihomogenisasi dengan cara di stir
pada hot plate stirrer;
3. Larutan pengencer NaCl dimasukkan dalam erlenmeyer sebanyak 90 dalam
erlenmeyer ml dan 9 ml dalam tabung reaksi kemudian disterilisasi menggunakan
autoclave dengan suhu 121oC dan tekanan 1 atm selama 15 menit.

Persiapan Contoh
1. Sampel ditimbang sebanyak 10 g, dimasukkan ke dalam plastik dan ditambahkan 90
mL larutan buffer pengencer NaCl (1:9);
2. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam alat stomacher untuk dihomogenisasi
sampai menjadi larutan yang homogen sehingga diperoleh larutan dengan
pengenceran 10-1.

Pengenceran
1. 1 mL larutan hasil pengenceran 10-1 diambil dengan menggunakan pipet steril;
2. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL larutan
pengencer NaCl untuk didapatkan pengenceran 10-2, kemudian di vortex;
3. 1 mL larutan pengenceran 10-2 diambil dengan menggunakan pipet steril lalu
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL larutan pengencer NaCl untuk
didapatkan pengenceran 10-3, kemudian di vortex.

Pendugaan coliform
1. Melakukan inokulasi pada tabung tabung positif ke dalam tabung tabung Louryl
Triptone Broth (LTB) yang berisi tabung durham dengan menggunakan jarum ose.
2. Melakukan inkubasi selama selama 48 jam ±2 jam dengan suhu 35°C ±1°C.
3. Melakukan pengamatan untuk mempertegas adanya coliform. Tabung positif
ditandai dengan adanya warna keruh dan gas yang terdapat pada tabung durham .
4. Melakukan penentuan nilai angka paling memungkinkan (APM) berdasarkan tabung
tabung LTB yang positif dengan tabel APM 3 seri

48
Lembar Hasil Pengamatan:

Tabel 10. Lembar Penilaian Organoleptik Sampel Ikan Bandeng (Chanos chanos) Mundur
Mutu
Spesifikasi
Penelis
Mata Insang Lendir Daging Bau Xi (Xi-X)2
I 6 6 6 7 6 6,2 0,078
II 6 6 7 6 5 6 0,006

III 5 6 5 5 6 5,4 0,270

IV 7 5 6 6 7 6,2 0,078

V 7 5 6 5 6 5,8 0,014

X = 5,92 ∑= 0,446

Perhitungan

1
n∑
S 2= ( Xi− X )2
Simpangan :
S= √ S2
S S
X− . 1 , 96<μ< X+ .1 , 96
Selang Kepercayaan : √n √n

0,298 0,298
5,92− .1,96< μ< 5,92+ .1,96
√5 √5
5,92 – 0,26 < μ < 5,92 + 0,26
5,66< μ< 6,18
5,66 < μ< 6,18

Kesimpulan :
Dari hasil uji organoleptik terhadap sampel ikan bandeng (Chanos chanos)
mundur mutu didapat selang kepercayaan sebesar 5,66 < μ < 6,18 pada tingkat
kepercayaan 95 %, maka produk tersebut tidak layak dikonsumsi/digunakan sebagai
bahan baku.

49
Gambar 8. Hasil Pendugaan Jumlah Bakteri Coliform pada Sampel Ikan Bandeng
(Chanos chanos) Mundur Mutu

Sebelum Pengujian Sesudah Pengujian

Deskripsi :

Pengenceran pada sampel ikan bandeng dilakukan menggunakan metode MPN


(Most Probable Number) dengan menggunakan media LTB (Louryl Triptone Broth).
Pengenceran yang dilakukan yaitu dengan 3 seri pengenceran. Terlihat sebelum
pengenceran dilakukan tabung reaksi masih berwarna bening dan belum terdapat
gelembung gas namun setelah dilakukannya pengenceran timbul warna kekeruhan
menjadi dan terbentuknya gas didalam tabung durham tersebut. Hal tersebut
menandakan bahwa terjadi reaksi positif pada pengenceran. Waktu pengenceran yaitu
24 jam, jika lebih dari 24 jam maka akan semakin banyak ruang gas yang akan terbentuk
pada tabung durham pada reaksi yang positif, tabung pun akan semakin terangkat.
Reaksi negatif tidak menunjukkan adanya keberadaan bakteri ditandai dengan tidak
terbentuknya gelembung gas pada tabung durham. Terbentuknya gelembung/gas dan
perubahan warna menunjukkan terjadinya fermentasi laktosa yang ada dalam media
laktosa cair oleh bakteri.

Tabel 11. Hasil Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri


Sampel Pengenceran Jumlah tabung positif
Ikan Bandeng (Chanos chanos) 10-1 3
Mundur Mutu 10-2 3
10-3 2

Hasil perhitungan jumlah koloni bakteri pada sampel ikan bandeng (Chanos chanos)
mundur mutu diperoleh hasil 1100 APM/gram

Pembahasan:

50
Ikan bandeng (Chanos chanos) merupakan salah satu ikan konsumsi yang
populer di Indonesia. Ikan ini sendiri berasal dari famili Chanidae. Ikan bandeng bisa
ditemukan di Samudera Hindia hingga Samudera Pasifik, dalam Bahasa inggris dikenal
dengan nama milkfish. Ikan ini memiliki karakteristik berbadan langsing, sirip bercabang
serta lincah di air, memiliki sisik seperti kaca dan berdaging putih. Ikan bandeng memiliki
keunikan, yakni mulutnya tidak bergigi dan makanannya adalah tumbuhtumbuhan dasar
laut. Selain itu panjang usus bandeng 9 kali panjang badannya. Ikan bandeng
mempunyai ciri-ciri morfologi badan memanjang, agak pipih, tanpa skut pada bagian
perutnya, mata diseliputi lendir mempunyai sisik besar pada sirip dada dan sirip perut,
sirip ekor panjang dan bercagak, sisik kecil dengan tipe cycloid, tidak bergigi, sirip dubur
jauh di belakang sirip punggung. Ikan bandeng mempunyai bentuk kepala mengecil
dibandingkan lebar dan panjang badannya, matanya tertutup oleh selaput lendir. Pada
ikan bandeng ukuran juvenil dan dewasa jumlah sirip dorsal II :12-14, anal II: 8 atau 9,
sirip dada I: 15-16, sirip bawah I:10 atau 11 dan mempunyai sisik lateral dari bagian
depan sampai caudal antara 75-85, dan tulang belakang berjumlah 44 ruas. Ikan
bandeng hidup diperairan pantai, muara sungai, hamparan hutan bakau, lagoon, daerah
genangan pasang surut dan sungai. Ikan Bandeng memiliki kandungan protein yang
tinggi mencapai 20,38% sehingga baik sebagai sumber pemenuhan kebutuhan protein
tubuh. Ikan Bandeng memiliki Kandungan Gizi per-100 gram daging ikan yang terdiri dari
energi 129 kkal, protein 20 gr, lemak 4.8 gr, kalsium 20 mg, fosfor 150 mg, besi 2 mg,
vitamin A 150 SI serta vitamin B1 0.05 mg. Hal ini yang menjadikan ikan bandeng sangat
di anjurkan untuk dikonsumsi oleh semua usia dalam mencukupi kebutuhan protein pada
tubuh manusia. Menurut Malle et al. (2019), bandeng merupakan sumber makanan
hewani yang bergizi tinggi. Berdasarkan kandungan proteinnya, ikan bandeng tergolong
sebagai sumber protein tinggi. Asam glutamat, yang merupakan asam amino yang hadir
dalam konsentrasi tertinggi, membuat bandeng sangat populer. Selain itu kandungan
asam oleatnya membuat bandeng sangat baik untuk kesehatan.
Metode yang digunakan pada pengujian coliform yaitu dengan Most Probable
Number (MPN), yang merupakan suatu metode penentuan angka mikroorganisme
dengan metode Angka Paling Mungkin (APM) yang digunakan luas di lingkungan sanitasi
untuk menentukan jumlah koloni coliform. Langkah pertama yaitu dengan pembuatan
media LTB yaitu dengan melarutkan 35,5 gram LTB dalam 1000 ml aquades dan
dihomogen dengan hot plate stirrer, setelah itu siapkan 9 tabung reaksi dan diberi
tabung durham lalu tuangkan larutan LTB sebanyak 9 ml ke tabung reaksi, setelah itu
sterilisasi dengan suhu 121°C selama 15 menit. Langkah kedua yaitu pembuatan larutan
pengenceran NaCl yaitu dengan menyiapkan NaCl 0,85% dan aquades, Keduanya
dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dihomogenisasi pada hot plate stirrer. Larutan

51
pengencer NaCl dimasukkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 90 ml pada erlenmeyer dan
9 ml pada tabung reaksi, kemudian disterilisasi menggunakan autoclave dengan suhu
121°C dan tekanan 1 atm selama 15 menit. Langkah ketiga yaitu persiapan contoh yakni
dengan menimbang sampel sebanyak 10 g, masukkan ke dalam plastik dan tambahkan
90 mL larutan buffer pengencer NaCl (1:9), kemudian dihomogenisasi dengan stomacher
sampai menjadi larutan yang homogen sehingga diperoleh larutan dengan pengenceran
10-1. Langkah keempat yaitu pengenceran. Pengenceran dilakukkan dengan mengambil 1
mL larutan hasil pengenceran 10-1 menggunakan pipet steril, kemudian masukkan ke
dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL larutan pengencer NaCl untuk didapatkan
pengenceran 10-2 kemudian divortex. Langkah selanjutnya yaitu 1 mL larutan
pengenceran 10-2 diambil dengan pipet steril lalu dimasukkan ke tabung reaksi yang berisi
9 mL larutan pengencer NaCl untuk mendapatkan pengenceran 10 -3 kemudian divortex.
Menurut Suriaman dan Apriliasari (2017), pengujian coliform dilakukan dengan
menggunakan metode Most Probable Number (MPN) yang terdiri dari presumptive test
dengan menggunakan media Lactose Broth (LB) dengan metode 3 tabung, confirmative
test dengan menggunakan media Brillian Green Lactose Broth (BGLB).
Hasil perhitungan organoleptik pada pengujian sampel ikan bandeng
memperoleh hasil 5,66 < μ < 6,18 pada tingkat selang kepercayaan 95%. Berdasarkan
hasil uji organoleptik maka sampel ikan bandeng sudah tidak layak, karena menurut SNI
kelayakan suatu sampel dapat dilihat apabila mendapat skor 7. Hasil perhitungan
pendugaan coliform pada pengenceran pertama mendapatkan 3 tabung positif, pada
hasil perhitungan pengenceran kedua mendapatkan hasil 3 tabung positif dan pada hasil
perhitungan pengenceran ketiga mendapatkan hasil 2 tabung positif. Berdasarkan tabel
MPN memperoleh hasil 1100 APM/gram. Artinya sampel ikan bandeng (Chanos chanos)
mudur mutu sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Persyaratan jumlah coliform yang
ditetapkan SNI yaitu <3 APM/gram. Menurut Pradika et al. (2016), batas maksimum
cemaran mikroba yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (SNI 7388:2009)
yaitu sampel yang menunjukkan nilai < 3 APM/ml masih belum melebihi batas maksimum
cemaran mikroba yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional.
Faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri coliform diantaranya
tersedianya nutrisi pertumbuhan bakteri coliform, kesegaran ikan, pH , kebersihan alat.
Nutrisi merupakan salah satu faktor utama yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
bakteri coliform. Nutrisi yang tepat akan memperlancar pertumbuhan serta aktivitas
bakteri. Nutrisi yang digunakan oleh bakteri coliform untuk tumbuh berasal dari media
yang digunakan. Media yang digunakan pada praktikum ini yaitu berupa media LTB
(Lauryl Triptone Broth) yang mengandung nutrisi berupa gula laktosa yang ketika
difermentasi oleh bakteri coliform menghasilkan gas. Gas yang terbentuk tersebut dari

52
hasil fermentasi tersebut akan menjadi hasil dari aktivitas bakteri coliform. Kesegaran
ikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi bakteri coliform karena
pada kondisi suhu rendah pertumbuhan bakteri pembusuk dan proses-proses biokimia
yang berlangsung dalam tubuh ikan yang mengarah pada kemunduran mutu menjadi
lebih lambat. Teknik penanganan ikan yang paling umum dilakukan untuk menjaga
kesegaran ikan adalah penggunaan suhu dingin dan pembekuan. Selain itu, pada kondisi
suhu rendah pertumbuhan bakteri pembusuk dan proses-proses biokimia yang
berlangsung dalam tubuh ikan menjadi lebih lambat. Faktor lainnya yang mempengaruhi
bakteri coliform adalah derajat keasaman atau pH yang dimiliki lingkungan bakteri untuk
hidup. Tingkat derajat keasaman atau pH suatu lingkungan berpengaruh pada
pertumbuhan bakteri. Derajat keasaman yang dimiliki oleh suatu lingkungan berpengaruh
pada daya tumbuh bakteri coliform, pada pH optimal tentunya bakteri coliform akan
tumbuh dengan baik. Keadaan pH yang tidak optimal akan menyebabkan pertumbuhan
dari bakteri coliform terhambat. Penggunaan alat yang tidak steril akan menyebabkaan
adanya kontaminasi bakteri, jadi semua alat yang akan digunakan harus disterilisasi
terlebih dahulu sebelum digunakan agar terjamin kebersihannya. Tujuannya adalah
mematikan, menghambat pertumbuhan dan menyingkirkan semua bakteri yang ada pada
alat dan bahan yang digunakan. Menurut Seo et al. (2019), keberadaan bakteri coliform
banyak ditemukan di daerah yang mengalami pencemaran. Bakteri coliform berada di
tempat yang tercemar oleh polutan ataupun bahan – bahan organik yang menjadi nutrisi
baginya hidup. Bakteri coliform juga hidup pada perairan yang tercemar, pada air bakteri
coliform dapat menjadi sebagai indikator bahwa perairan tersebut telah tercemar.
Metode pendugaan coliform yaitu bertujuan untuk menduga adanya bakteri
coliform yang mempunyai sifat mampu memfermentasikan laktosa denganmenghasilkan
gas. Bakteri coliform membentuk gas dalam waktu 24 jam dari laktosa pada temperatur
37 derajat Celsius. Apabila terbentuk gas dalam waktu 24 jam kedua (48 jam) uji
coliform dinyatakan meragukan. Sedangkan apabila gas tidak terbentukdalam waktu 48
jam uji dinyatakan negatif. Apabila hasil ujiduga negatif, maka uji-uji berikutnya tidak
perlu dilakukankarena dalam hal ini berarti pula tidak ada bakteri coli dalam contoh.
Lahkah pertama pada metode pendugaan coliform yaitu, Melakukan inokulasi pada
tabung tabung positif ke dalam tabung tabung Louryl Triptone Broth (LTB) yang berisi
tabung durham dengan menggunakan jarum ose. Inokulasi merupakan kegiatan
pemindahan mikroorganisme baik berupa bakteri maupun jamur dari tempat atau sumber
asalnya ke medium baru yang telah dibuat dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi
dan aseptis. Langkah kedua yaitu, melakukan inkubasi selama selama 48 jam ±2 jam
dengan suhu 35°C ±1°C. Inkubasi merupakan proses dalam memelihara kultur mikroba
dengan mempertahankan suhu tertentu. Langkah ketiga yaitu, melakukan pengamatan

53
untuk mempertegas adanya coliform. Tabung positif ditandai dengan adanya warna
keruh dan gas yang terdapat pada tabung durham . Langkah keempat atau langkah
terakhir dalam metode pendugaan coliform yaitu, melakukan penentuan nilai angka
paling memungkinkan (APM) berdasarkan tabung tabung LTB yang positif dengan tabel
APM 3 seri. Menurut Agustin et al. (2019), media yang digunakan untuk uji pendugaan
adalah Lactose Broth (LB). Media ini mengandung laktosa yang yang menyediakan
sumber karbohidrat yang dapat difermentasi untuk bakteri golongan coliform. Hasil positif
pada uji ini dapat dilihat dari pembentukan gas pada tabung durham.
Perbandingan hasil uji organoleptik pada sampel ikan lele dan sampel ikan
bandeng memperoleh hasil yaitu, pada sampel ikan lele sebesar 7,62 < μ < 8,14
sedangkan untuk sampel ikan bandeng memperoleh hasil sebesar 5,66 < μ < 6,18 Nilai
yang didapat pada sampel ikan bandeng berada di bawah dari batas minimal yang telah
ditetapkan artinya sampel yang digunakan adalah sampel yang mundur mutu dan tidak
layak dikonsumsi/digunakan sebagai bahan baku. Berdasarkan standar persyaratan mutu
dan keamanan dari SNI bahan baku yang aman dikonsumsi atau digunakan minimal
bernilai 7 dari skor 1-9. Hasil perhitungan coliform pada tiga tahap pengenceran pada
setiap sampel ikan bandeng mendapatkan hasil yang berbeda. Pengenceran pertama (10 -
1
) pada sampel ikan bandeng yaitu terdapat 3 tabung positif, pengenceran kedua (10 -2)
pada sampel ikan bandeng yaitu terdapat 3 tabung positif dan pada pengenceran ketiga
(10-3) yaitu terdapat 2 tabung positif. Menurut tabel MPN jika disesuaikan memperoleh
hasil sebesar 1100 APM/gram. Hasil perhitungan coliform pada tiga tahap pengenceran
pada setiap sampel ikan lele mendapatkan hasil yang berbeda. Pengenceran pertama
(10-1) pada sampel ikan lele yaitu terdapat 3 tabung positif, pengenceran kedua (10 -2)
pada sampel ikan lele yaitu terdapat 2 tabung positif dan pada pengenceran ketiga (10 -3)
pada sampel ikan lele yaitu terdapat 3 tabung positif. Menurut tabel MPN jika disesuaikan
memperoleh hasil sebesar 290 APM/gram. Persyaratan jumlah coliform yang ditetapkan
SNI yaitu <3 APM/gram, sedangkan hasil yang didapatkan dari kedua sampel jauh dari
acuan yang telah ditetapkan. Hasil tersebut tidak layak untuk dikonsumsi atau dijadikan
bahan baku. Menurut Katon et al. (2020), hasil dari metode ini yaitu nilai MPN, Semakin
kecil nilai MPN yang dihasilkan, maka semakin tinggi nilai untuk layak dikonsumsi. Nilai
MPN ini diperoleh dengan melihat jumlah tabung yang positif pada uji penegas (pada
media BGLB), kemudian dibandingkan dengan tabel MPN.

Kesimpulan :
Kesimpulan yang dapat diambil dari Praktikum Modul VI : Pendugaan Jumlah

54
Bakteri Coliform adalah sebagai berikut:
1. Pendugaan jumlah bakteri coliform menggunakan metode APM (Angka Paling
Mungkin) dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap tabung reaksi
yang berisikan media LTB, sampel, serta tabung durham. Indikator positif yang
terjadi adalah ketika tabung durham terangkat akibat adanya gas yang dihasilkan
oleh bakteri coliform. Metode pendugaan coliform yaitu bertujuan untuk menduga
adanya bakteri coliform yang mempunyai sifat mampu memfermentasikan laktosa
dengan menghasilkan gas.
2. Nilai MPN pada sampel ikan bandeng diperoleh hasil 1100 APM/g, sedangkan pada
hasil sampel ikan lele memperoleh hasil 290 APM/g.
3. Nilai MPN pada sampel ikan lele segar memperoleh hasil 290 APM/g, sedangkan pada
sampel ikan bandeng mundur mutu memperoleh hasil 1100 APM/g. Faktor-faktor
yang mempengaruhi bakteri coliform adalah nutrisi, penanganan produk, keadaan
lingkungan yang tercemar, derajat keasaman (pH).

Saran :
Saran yang dapat diberikan dari Praktikum Modul VI : Pendugaan Jumlah Bakteri
Coliform adalah sebagai berikut :
1. Sebaiknya, sampel ikan yang digunakan pada pengujian bakteri coliform sama,
namun memiliki kualitas yang berbeda yakni ikan mundur mutu dan ikan segar.
2. Sebaiknya, saat proses homogenisasi dilakukan sesuai prosedur supaya larutan dapat
tercampur dengan rata sehingga tidak terjadi pengendapan.
3. Sebaiknya, perhatikan tabung reaksi yang akan diinkubasi dan pastikan tidak ada
gelembung udara yang terdapat pada tabung reaksi sebelum proses inkubasi
dilakukan, karena dapat mempengaruhi hasil dari uji.

Nilai : 90
Draft : ………………………………………………………….

Nama dan paraf asisten :


Annisa Djahrotun

55
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, D., Rahmawati dan E.R P.W. 2019. Angka Paling Mungkin (Most Probable
Number/MPN) Coliform Sampel Kue Bingke Berendam di Pontianak. Jurnal
Protobiont, 8(1): 64-68.

Allifah, A. N. 2013. Lama Pengeringan Terhadap Pertumbuhan Fungi Pada Ikan


Cakalang Asin. Biosel: Biology Science and Education, 2(2):170-176.

Andriani, R., dan F. Khoerunisa. 2020. Kreasi Pizza Ubi Jalar Ungu Sebagai Peluang
Usaha Home Industry. Jurnal Kajian Pariwisata, 2 (2): 52-62.

Apriani, D. G. Y. 2019. Tingkat Kepatuhan Tim Bedah terhadap Prinsip Asepsis di


Ruang OK IGD RSUP Sanglah Denpasar. Jurnal Medika Usada, 2(1):13-17.

Arfianty, B. N., Farisi, S., dan Ekowati, C. N. 2017. Dinamika Populasi Bakteri dan Total
Asam pada Fermentasi Bekasam Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus). Jurnal
Ilmiah Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati (J-BEKH), 4(2): 43-49.

Bau, F. C., S, Une., dan Z. Antuli. 2021. Pengaruh Lama Pengeringan Terhadap Kualitas
Kimia dan Biologis Ikan Teri Asin Kering (Stolephorus sp.). Jambura Journal of
Food Technology, 3(2): 94-101.

Damayanti, N. W. E., M. F. Abadi dan N. W. D. Bintari. 2020. Perbedaan Jumlah


Bakteriuri pada Wanita Lanjut Usia Berdasarkan Kultur Mikrobiologi
Menggunakan Teknik Cawan Tuang dan Cawan Sebar. Jurnal Mikrobiologi, 8
(1): 1-4.

Dedesko, S., dan J. A, Siegel. 2015. Moisture parameters and fungal communities
associated with gypsum drywall in buildings. Microbiome, 3(1): 1-15.

Febriyanti, L. E., M. Martosudiro dan T. Hadiastono. 2015. Pengaruh Plant Growth


Promoting Rhizobacteria (PGPR) terhadap Infeksi Peanut Stripe Virus (PStV),
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.)
Varietas Gajah. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan, 3(1): 84 - 92.

Fithri N. K., P. Handayani dan G. Vionalita. 2016. Faktor-Faktor yang Berhubungan


dengan Jumlah Mikroorganisme Udara dalam Ruang Kelas Lantai 8 Universitas
Esa Unggul. Forum Ilmiah, 13(1): 21-26.

Jayakantha, D. N. P. R., H. M. N. Bandara, N. M. Gunawardana, R. P. V. J. Rajapakse,


D. S. Thilakarathne, E. Comini, N. Gunawardhana dan S. M. M. L. Karunarathne.
Design and Construction of a Low Cost Air Purifier for Killing Harmful Airborne
Microorganisms Using a Combination of a Strong Multi-directional Electric-field
and an Ultra Violet Light. HardwareX, e00279: 1-9.

Katon, M.S., A. Solichin dan O.E Jati. 2020. Analisis Pendugaan Bakteri Escherichia
Coli pada Kerang Hijau (Perna Viridis) di Morosari, Demak. Journal of Aquares,
9(1): 40-46.

Kaurong, P. A., F. Fatimah dan H. Koleangan. 2018. Karakteristik Organoleptik Terasi


Bakasang dari Jeroan Ikan Cakalang. Jurnal Ilmiah Farmasi, 7(3): 276-283.

56
Mardalena, M. (2016). Fase Pertumbuhan Isolat Bakteri Asam Laktat (BAL) Tempoyak
Asal Jambi yang Disimpan Pada Suhu Kamar. Jurnal Sain Peternakan Indonesia,
11(1), 58-66.

Malle, S., A.B Tawali, M.M Tahir dan M. Bilang. 2019. Nutrient composition of milkfish
(Chanos chanos, Forskal) from Pangkep, South Sulawesi, Indonesia. Malaysian
Journal of Nutrion, 25(1): 155-162.

Martoyo, P. Y., Hariyadi, R. D., dan Rahayu, W. P. 2014. Kajian standar cemaran
mikroba dalam pangan di Indonesia. Jurnal Standardisasi, 16(2): 113-124.

Masengi, S., Y. H. Sipahutar dan A. C. Sitorus. 2018. Penerapan Sistem Ketertelusuran


(Traceability) pada Produk Udang Vannamei Breaded Beku (Frozen Breaded
Shrimp) di PT. Red Ribbon Jakarta. Jurnal Kelautan dan Perikanan Terapan
JKPT, 1(1): 46-54.

Ouendo, E. D., C. Dégbey, S. J. Charles, J. Sègnon, J. Saizonou, dan M. Makoutodé.


2016. Evaluation of the Quality of Medico-technical Equipment Sterilization in
National University Hospital of Cotonou in Benin in 2013. The Open Public
Health Journal, 2016, 9(1):53-64.

Pradika, A.Y., S. Chusniati, M.T.E Purnama, M.H Effendi, A. Yudhana dan P.A
Wibawati. 2019. Uji Total Escherichia coli pada Susu Sapi Segar di Koperasi
Peternak Sapi Perah (KPSP) Karyo Ngremboko Kecamatan Purwoharjo
Kabupaten Banyuwangi. Jurnal Medik Veteriner, 2(1): 1-6.

Rahim, M. A., dan A. Fitrisia. 2020. Perkembangan Ekonomi Masyarakat Pengelola Ikan
Kering Di Kelurahan Pasie Nan Tigo Tahun 2001-2019. Jurnal Kronologi, 2(4):
94-106.

Raudah, T. Zubaidah, dan I. Santoso. 2017. Efektivitas Sterilisasi Metode Panas Kering
pada Alat Medis Ruang Perawatan Luka Rumah Sakit Dr. H. Soemarno
Sosroatmodjo Kuala Kapuas. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 14(1):425-430.

Romadhon, L. Rianingsih dan A. D. Anggo. 2018. Aktivitas Antibakteri dari Beberapa


Tingkatan Mutu Teras Udang Rebon. Jurnal Perikanan dan Ilmu Kelautan, 21(1):
68-76.

Sari, A. W. dan T. U. Soleha. 2020. Kualitas Mikrobiologi Udara dan Identifikasi Jenis
Mikroorganisme pada Lantai Ruang Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung. Jurnal Medula, 10 (3):
502-508.

Seo, M., H. Lee. dan Y. Kim. 2019. Relationship Between Coliform Bacteria and Water
Quality Factors at Weir Stations in the Nakdong River, South Korea. Water,
11(6): 1-16.

Suhatri, N. dan H. Fitriani P. 2018. Pemeriksaan Jumlah Koloni Mikroorganisme di


Udara pada Pemukiman Warga di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah
Terjun. Jurnal Ilmiah PANNMED, 13(2): 130-133.

57
Sulistiani, S. dan N. E. Fitriana. 2021. Sterilisasi Alat Kedokteran Gigi dengan
Sterilisator (Dry Heat) dan Teknik Boiling. Journal of Dental Hygiene and
Therapy, 2(1):34-38.

Supriadi, D., Utami, D. R., dan Sudarto, S. 2019. Perbandingan Kualitas Daging
Rajungan Hasil Tangkapan Kejer dan Bubu Lipat di Gebang Mekar, Kabupaten
Cirebon. Akuatika Indonesia, 4(2): 71-76.

Surahmaida, S., dan Nurhatika, S. 2018. Perhitungan Angka Lempeng Total Bakteri pada
Telur Ayam Ras. Jurnal Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unipa, 11(01):
33-36.

Susilawati, Fikriyah dan A. Saefudin. 2015. Science Education Based on Cirebon Local
Culinary Food. International Journal of Islamic and Civilizational Studies, 3(3):
42-49.

Umam, M. K., Qozaemah, S., Yusak, A., Rahim, A. R., Sukaris, S., dan Fauziyah, N.
2021. Upaya Meningkatkan Penghasilan Rumah Tangga Dengan Pelatihan
Bandeng Cabut Duri Di Desa Gosari Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten
Gresik. Journal of Community Service, 3(1): 705-712.

Walid, A., N. Novitasari dan K. Wardany. 2019. Studi Morfologi Koloni Bakteri Udara di
Lingkungan Fakultas Tarbiyah dan Tadris Institut Agama Islam Negeri
Bengkulu. Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA, 3(1): 10-14.

Widyaningsih, W., Supriharyono dan N. Widyorini. 2016. Analisis Total Bakteri


Coliform di Perairan Muara Kali Wiso Jepara. Jurnal Manajemen Akuatik, 5(3):
157-164.

Wirahmi, N., C. D. P. Masrijal, Z. Amri, Ikhsan, dan M. I. Triyansyah. 2021. Formulation


and Antibacterial Activity of Natural Disinfectant Combination of Psidium
guajava and Piper betle Leaf Infusion Against Staphylococcus aureus. Advances
in Health Sciences Research, 40(1):91-97.

Yonata, Q. U., 2020. Faktor yang Berhubungan dengan Angka Kuman Udara di Rumah
Sakit Soemitro Surabaya. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, 11(3): 264-
266.

Zhexenayeva, A., Duyssembaev, S., Saparova, G., Zhanar, K., dan Aynur, S. 2020.
Radionuclide migration and organoleptic characteristics of beef in the adjacent
areas to the former Semipalatinsk nuclear test site. Journal of Animal Behaviour
and Biometeorology, 8(2): 152-159.

58
59

Anda mungkin juga menyukai