Anda di halaman 1dari 59

050/ DI/ S1-FAR

PETUNJUK PRAKTIKUM
FTS STERIL
PROGRAM STUDI S1 FARMASI

Disusun oleh:

Tim Penyusun

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NASIONAL
2022
DAFTAR ISI

No. Isi Hal


1 Cover 1
2 Daftar Isi 2
3 Pendahuluan 3
3.1 Tata Tertib Pelaksanaan Praktikum 3
3.2 Tata Cara Penilaian dan Format Laporan 4
3.3 Jadwal dan Materi Praktikum FTS Steril 5
4. Materi Praktikum
4.1 Prinsip CPOB Dalam Persiapan Pembuatan Sediaan Obat Steril 6
4.2 Metode Sterilisasi 15
4.3 Pencucian dan Sterilisasi 21
4.4 Uji Wadah Gelas untuk Injeksi 25
4.5 Uji Injeksi Aminophilin 2,4% 28
4.6 Larutan elektrolit 35
4.7 Solutio antikoagulan 40
4.8 Larutan untuk mata 43
4.9 Salep Mata 46
5.0 Validasi 50
5.1 BSC 54

2|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
3.1. TATA TERTIB PELAKSANAAN
PRAKTIKUMFTS STERIL

A. KETENTUANPRAKTIKUM

1. Sebelum melakukan pratikum mahasiswa harus lebih dulu mempelajari petunjuk


praktikum FTS Steril serta buku penunjang lainnya.
2. Mahasiswa harus datang 5(lima) menit sebelum praktikum dimulai.
3. Mahasiswa harus menyerahkan laporan sementara sebagai syarat mengikuti pretest.
Untuk praktikum kedua dan seterusnya, ditambahkan dengan laporan akhir pratikum
sebelumnya.
4. Mahasiswa harus meminta tanda pengesahan dari asisten/dosen atas laporan sementara
yang telah dibuat.
5. Mahasiswa diwajibkan membuat laporan akhir tentang hal-hal yang telah dikerjakan
pada praktikum hari itu dan dapat pula disertai tugas dari asisten.
6. Mahasiswa menyerahkan laporan akhir pada awal praktikum berikutnya.
7. Selama praktikum, praktikan harus tunduk pada tata tertib yang berlaku.
8. Terhadap mahasiswa yang dianggap kurang memenuhi tata tertib atau ketentuan lain,
dapat diambil tindakan tegas berupa sanksi pengurangan nilai sampai dikeluarkan dari
pratikum.

B. TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Selama praktikum praktikan harus mengenakan jas pratikum, berpakaian rapi termasuk
harus mengenakan sepatu dan baju berkerah.
2. Sebelum menjalankan praktikum, pratikan harus mendaftar alat-alat dan bahan yang
telah disediakan sehingga bila ada kekurangan dapat minta pada petugas.
3. Dalam ruangan laboratorium, praktikan bertanggung jawab akan alat yang digunakan,
bila ada kerusakan harus dipertanggungjawabkan oleh 1 kelompok dengan mengganti
dengan barang yang sama.
4. Selama praktikum praktikan dilarang berbicara yang tidak perlu atau melakukan
perbuatan yang menggangu.
5. Setelah selesai semua peralatan yang dipakai harus dikembalikan ke tempat semula
dalam kondisi bersih.

3|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
3.2 TATA CARA PENILAIAN DAN FORMAT LAPORAN

A. Unsur Penilaian
SA = 30 % NH + 35 % R Mid + 35 % R UAS
Keterangan:
SA : Score Akhir
NH : Nilai Harian
Pre (Post) test : 20
Disiplin Kerja : 10
Laporan Sementara : 20
Laporan : 50
R Mid : Responsi Mid Semester
R UAS : Responsi Ujian Akhir Semester

B. Konversi nilai mengacu pada peraturan akademik SI Farmasi STIKES NASIONAL.


Nilai Lambang
≥ 80 A
≥ 77 – < 80 A-
≥ 73 - < 77 B+
≥ 70 - < 73 B
≥ 67 - < 70 B-
≥ 63 - < 67 C+
≥ 60 - < 63 C
≥ 40 - < 60 D
< 40 E

C. Laporan Sementara
Laporan dibuat perorangan, ditulis pada buku tulis dan ditulis tangan; dikumpulkan
sebelum praktikum dimulai.
Format Laporan Sementara:
1. Judul (2)
2. Tujuan (3)
3. Alat dan Bahan (5)
4. Cara Kerja (3)
5. Hasil (5)
6. Kesimpulan (2)

D. Laporan Resmi
Laporan dibuat kelompok (@ 4 mahasiswa), ditulis pada kertas kuarto dan ditulis tangan;
dikumpulkan pada praktikum minggu berikutnya.
Format Laporan Resmi:
1. Judul (1)
2. Tujuan (2)
3. Landasan Teori (5)
4. Alat dan Bahan (2)
5. Cara kerja (3)
6. Data dan Analisis Hasil (10)
4|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
7. Pembahasan (20)
8. Kesimpulan (2)
9. Daftar Pustaka (3)
10. Lampiran: fotocopy laporan sementara (2)

3.3 JADWAL DAN MATERI PRAKTIKUM FTS STERIL


SEMESTER GENAP T.A. 2021/2022
MINGGU MATERI PRAKTIKUM
I Asistensi
II Prinsip CPOB Dalam Persiapan Pembuatan Sediaan Obat Steril
III Metode Sterilisasi
IV Pencucian dan Sterilisasi
V Uji Wadah Gelas untuk Injeksi
VI Uji Injeksi Aminophilin 2,4%

VII Diskusi
VIII UTS
IX Larutan elektrolit
X Solutio antikoagulan
XI Larutan untuk mata
XII Salep Mata
XIII Validasi
XIV BSC
XV Diskusi
XVI UAS

5|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
4.1. PRINSIP CPOB DALAM PERSIAPAN PEMBUATAN
SEDIAAN OBAT STERIL

A. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan spesifikasi ruang bersih.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan cara mencuci tangan sesuai prosedur yang telah
ditentukan.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan cara menggunakan baju kerja di grey area sesuai
prosedur yang berlaku.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan cara menggunakan baju kerja di white area sesuai
prosedur yang berlaku.
B. Teori
Modul praktikum pertama ini akan memandu dalam melakukan persiapan pembuatan
sediaan obat steril, terutama persiapan sebelum memasuki ruang bersih. Persiapan
tersebut meliputi proses mencuci tangan, menggunakan baju kerja untuk ruang bersih
kelas E dan menggunakan baju kerja di kelas A, B, C, dan D. Ruang kelas E merupakan
ruang untuk pembuatan sediaan non steril, dalam hal ini kita sebut sebagai ruang atau
area abu (grey area), dan kelas A, B, C, D merupakan ruang kelas untuk pembuatan
sediaan steril, dalam hal ini kita sebut white area. Keterampilan mempersiapkan diri
sebelum memasuki ruang bersih perlu Anda kuasai mengingat personel merupakan
kontaminan terbesar bagi produk obat steril. Kita harus selalu ingat bahwa dalam
pembuatan obat steril, resiko pencemaran mikroba, partikulat dan pirogen harus
dikurangi seminimal mungkin supaya obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi
pengujian akhir sediaan (End Process Control) yang dilakukan oleh bagian mutu
(Quality). Oleh karena itu, pada Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB),
personel yang masuk pada area bersih diinstruksikan untuk mencuci tangan,
menghilangkan kosmetika yang digunakan dan menanggalkan aksesoris yang melekat
pada badan personel. Disamping itu, personel juga wajib menggunakan baju kerja yang
sesuai dengan spesifikasi ruang bersih. Agar kegiatan praktikum berjalan lancar, modul
praktikum harus dipelajari dengan sungguh-sungguh. Sebelum melaksanakan praktikum,
persiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan, dan letakkan pada tempat yang
seharusnya.

6|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
1. Spesifikasi Ruang Bersih
Ruang bersih adalah ruangan dengan keadaan terkontrol yang diperbolehkan untuk digunakan
sebagai ruang pembuatan sediaan obat steril (Badan POM RI, 2013). Untuk pembuatan
sediaan steril, dilakukan pada ruang kelas A, B, C, dan D (white area). Untuk pembuatan
sediaan obat non steril dilakukan pada kelas E (grey area) yang spesifikasi kebersihan
ruangannya tidak seketat ruang bersih untuk pembuatan sediaan obat steril.
Tabel 1.1
Penjelasan Ruang Bersih

Paparan pada Tabel 1.2. berikut akan membantu meningkatkan pemahaman Anda mengenai
ruang bersih untuk tiap proses pembuatan obat steril.
Tabel 1.2
Klasifikasi Penggunaan Ruangan Bersih Untuk Produksi Sediaan Obat Steril

7|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
Dengan mencermati isi tabel 1.2 diatas, maka dapat mengetahui spesifikasi ruang bersih
dalam pembuatan sediaan obat steril. Dengan demikian, diharapkan dapat menempatkan diri
dengan baik sesuai spesifikai ruang bersih tersebut ketika melakukan persiapan pembuatan
sediaan obat steril. Kelas bersih, secara umum dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu daerah
putih (white area) atau kelas A, B, C dan D; daerah abu (grey area) atau kelas E; dan daerah
hitam (black area) atau kelas F. Semakin ke arah daerah putih, maka daerah tersebut semakin
terkontrol atau semakin tinggi tingkat kebersihannya. Produksi sediaan obat steril dilakukan
pada white area, sementara grey area digunakan untuk perlakuan terhadap sediaan yang telah
berada dalam wadah primer sehingga tidak ada kontak langsung sediaan dengan lingkungan
luar. Black area adalah area yang tidak terkontrol kebersihannya artinya tidak ditetapkan
jumlah minimal partikel viable maupun non viable yang ada pada ruangan tersebut. Dengan
demikian, memiliki resiko kontaminasi yang cukup tinggi, dan tidak digunakan untuk proses
pembuatan obat, melainkan sebagai area ganti personel saja. Untuk memasuki white area,
personel harus melalui black area dan grey area terlebih dahulu, skematik alur ruang ganti
baju kerja untuk menuju ruang pembuatan sediaan obat steril dapat dilihat pada gambar 1.1.

Gambar 1.1 Skematik Ruang Ganti Baju Kerja


Grey area digunakan untuk memproses sediaan yang sudah tertutup rapat, misalnya untuk
kegiatan:
 Sterilisasi akhir (proses sterilisasi ketika sediaan obat sudah di-capping /sudah dalam
keadaan tertutup rapat).
 Pengemasan sediaan dalam kemasan primer ke kemasan sekunder.

8|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
2. Prosedur Mencuci Tangan
Sebelum menggunakan baju kerja, prosedur pertama yang harus dilakukan adalah mencuci
tangan. Bahkan ada beberapa perusahaan farmasi yang mewajibkan personel di ruang
produksi steril untuk mandi terlebih dahulu. Berkaitan dengan hal itu, akan dipandu untuk
mempraktekkan langkah demi langkah cara mencuci tangan sehingga siap menggunakan baju
kerja steril.
A. Alat
1. Tempat cuci tangan berikut kran air.
2. Tissue atau handuk bersih atau alat pengering tangan.
3. Sikat kuku tangan.
4. Lap yang tidak melepaskan partikel.
5. Alat-alat gelas untuk peraga.
B. Bahan
1. Cairan desinfektan, misal: Alkohol 70% atau Isopropil alkohol.
2. Sabun cair dalam wadah.
C. Prosedur Praktikum
Tiap personel yang masuk ke area pembuatan obat hendaklah menggunakan sarana mencuci
tangan dan mencuci tangannya sebelum memasuki area produksi sesuai prosedur mencuci
tangan sebelum menggunakan baju kerja untuk area bersih (Badan POM RI, 2013). Cuci
tangan secara menyeluruh di sarana cuci tangan yang disediakan dengan menggunakan sabun
cair yang disediakan. Gunakan sikat yang disediakan bila sela-sela kuku kotor. Sikat sela-sela
kuku sampai bersih. Kuku harus pendek pada waktu cuci tangan. Perhatikan instruksi dalam
bentuk gambar di bawah ini untuk mempraktekkan prosedur tersebut.

9|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
3. Menggunakan Baju Kerja Pada Ruang Bersih Grey Area
Operator/personel produksi dalam pembuatan sediaan steril merupakan sumber
kontaminan terbesar bagi produk, dengan demikian harus dikendalikan. Salah satu
pengendalian kontaminasi yang berasal dari personel adalah penggunaan baju kerja yang
tidak melepaskan partikel dari kulit maupun rambut personel. Semakin tinggi tingkat
kebersihan ruangan, maka semakin tinggi perlindungan produk terhadap kontaminasi
dari personel produksi, dengan demikian tiap ruangan kelas bersih akan memiliki baju
kerja dan perlengkapannya yang berbeda-beda.

10|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
Di industri farmasi, tiap personel yang masuk ke area produksi obat diharuskan
mengenakan pakaian pelindung (baju kerja), baik di area produksi obat non steril
maupun produksi obat steril. Pakaian rumah dan pakaian kerja regular tidak boleh
digunakan masuk ke dalam ruang produksi, product development dan ruang evaluasi
obat (Badan POM RI, 2013).
Untuk produksi sediaan steril, tiap personel yang bekerja di Kelas A/B harus
menggunakan pakaian kerja steril (disterilkan atau disanitasi dengan memadai) dan
hendaknya disediakan untuk tiap sesi kerja. Dalam proses pembuatan obat steril, sarung
tangan harus secara rutin dilakukan disinfeksi selama bekerja, menggunakan alkohol
70%, biasanya isopropil alkohol (IPA). Masker dan sarung tangan hendaklah diganti
paling sedikit tiap sesi kerja. Arloji, kosmetika dan perhiasan hendaklah tidak dipakai di
area bersih. Berikut merupakan prosedur penggunaan baju kerja steril untuk grey area.
Alat : Kelengkapan baju kerja (baju steril lengkap)

11|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
4. Menggunakan Baju Kerja Pada Ruang Bersih White Area
Berbeda dengan grey area, white area digunakan untuk menyiapkan sediaan obat awal
hingga dikemas dalam kemasan primer, dengan demikian memiliki tingkat kebersihan
yang lebih tinggi.
Alat : Kelengkapan baju kerja (baju steril lengkap)
Instruksi penggunaan baju kerja steril di area ini adalah sebagai berikut:

12|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
13|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
Dalam kedua proses penggunaan baju kerja diatas, penggunaan sarung tangan (gloves)
merupakan hal yang penting. Hal ini karena tangan kita merupakan bagian yang paling
banyak kontak dengan sediaan. Dengan demikian penting untuk memahami teknik memakai
sarung tangan yang benar sebagai berikut:

Tugas Pertemuan
1) Tuliskan alur personel, jika akan bekerja di ruang bersih kelas A/B!
2) Dalam proses cuci tangan, langkah pertama adalah membuka pembungkus sikat dan sabun,
bolehkah jika membuka bungkus tersebut tidak dilakukan di awal, akan tetapi tepat ketika
akan menggunakannya? Jelaskan!
3) Dalam proses menggunakan sarung tangan (gloves), mengapa permukaan tangan yang
belum menggunakan sarung tangan tidak boleh bersentuhan dengan bagian luar sarung
tangan?
4) Apabila menggunakan baju steril untuk grey area, apakah personel diperbolehkan
memasuki area produksi sediaan steril dengan proses sterilisasi akhir? Jelaskan!
5) Jelaskan hal-hal penting yang harus dilakukan pada proses penggunaan baju steril untuk
white area!
14|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
4.2. METODE STERILISASI

A. Tujuan
Mahasiswa mampu menentukan metode sterilisasi alat dan bahan
B. Teori
Metode sterilisasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu metode sterilisasi dengan cara panas
dan sterilisasi dengan cara dingin. Metode sterilisasi dengan cara panas dibagi menjadi
sterilisasi panas kering (menggunakan oven pada suhu 160-180⁰C selama 30-240 menit), dan
sterilisasi panas basah (menggunakan autoklaf dengan suhu 121⁰C dengan tekanan 15 psi,
selama 15 menit). Metode sterilisasi dengan cara dingin dapat dibagi menjadi dua, yaitu
teknik removal/penghilangan bakteri, dan teknik membunuh bakteri. Teknik removal dapat
menggunakan metode filtrasi dengan membran filter berpori 0,22μm. Teknik membunuh
bakteri dapat menggunakan radiasi (radiasi sinar gama menggunakan isotop radioaktif Cobalt
60) dan gas etilen oksida (dengan dosis 25 KGy). Metode lain untuk membunuh bakteri
dengan menggunakan cairan kimia seperti formaldehida, tidak dapat digunakan karena
memiliki efek toksik terhadap bahan yang disterilkan. Rangkuman metode sterilisasi
ditampilkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1
Metode dan Kondisi Sterilisasi

Titik kritis sterilisasi, selain melakukan prosedur sterilisasi dengan benar, juga memilih
metode sterilisasi yang tepat berdasarkan sifat fisika kimia bahan aktif, terutama stabilitas
alat/bahan terhadap panas. Alat yang tahan akan pemanasan, misalnya: beaker glass, gelas
kimia, erlenmeyer, batang pengaduk, batang pipet, dapat dilakuakn sterilisasi menggunakan
15|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
cara panas, baik panas basah (autoklaf) ataupun panas kering (oven). Alat yang tidak tahan
panas, misalnya tutup pipet, wadah sediaan yang terbuat dari plastik tidak tahan panas, dapat
disterilkan dengan menggunakan cara dingin, misalnya dengan dialiri gas etilen oksida atau
disterilkan dengan cara radiasi. Apabila tidak memungkinkan dilakukan sterilisasi dengan
cara tersebut, maka dilakukan desinfeksi dengan cara merendam alat tersebut dalam alkohol
70% selama 24 jam (hal ini belum menjamin sterilitas alat). Untuk sterilisasi bahan, selain
memperhatikan stabilitas bahan terhadap panas, perlu kita perhatikan bentuk bahan. Untuk
bahan dengan bentuk serbuk, semiSterila, liquid berbasis non air (misalnya cairan berminyak)
yang stabil terhadap pemanasan, maka pilihan metode utama untuk sterilisasi adalah
menggunakan panas kering (oven). Bila bentuk bahan yang akan disterilisasi adalah likuida
berbasis air, maka pilihan utama sterilisasinya adalah menggunakan panas basah (autoklaf).
Terdapat pohon keputusan untuk mempermudah pengambilan keputusan terkait metode
sterilisasi yang sesuai untuk bahan Anda, dapat dilihat pada gambar 2.2.

16|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
Apabila bahan berupa serbuk, cairan dengan pembawa non air, semiSterila, maka:
1. Apabila bahan tahan terhadap pemanasan, maka metode sterilisasi terpilih adalah cara
panas kering, menggunakan oven dengan suhu 160⁰C selama 2 jam.
2. Apabila tidak bisa dilakukan cara pertama, maka dilakukan sterilisasi menggunakan oven
dengan waktu yang dikurangi.
3. Bila cara ke-2 tidak dapat dilakukan, maka dipilih metode radiasi, menggunakan senyawa
Cobalt 60 dengan dosis 25 kGy.
4. Bila tidak dapat dilakukan, maka dilakukan dengan metode radiasi, dengan dosis radiasi
diturunkan.
5. Apabila metode radiasi tidak dapat dilakukan, maka dilakukan proses sterilisasi filtrasi.
6. Apabila metode sterilisasi filtrasi tidak dapat dilakukan, maka dilakukan dipilih cara
aseptik untuk membuat sediaan, tanpa dilakukan sterilisasi akhir.

17|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
Tugas Pertemuan
1. Tentukan metode sterilisasi dari alat dan bahan di bawah ini
Alat yang akan disterilkan:
1. Kaca arloji
2. Gelas kimia
3. Labu erlenmeyer
4. Batang pengaduk
5. Spatel
6. Pipet tetes
7. Corong gelas
8. Pinset
9. Gelas ukur
10. Kertas saring
11. Membran filtrasi
12. Tutup vial
13. Karet pipet
14. Syring dan holder
15. Buret
16. Vial
17. Ampul
Bahan yang akan disterilkan:
1. Natrium klorida
2. Dekstrosa
3. Manitol
4. Natrium bikarbonat
5. Gentamisin Sulfat
6. Cefuroxime Natrium
Persiapan
Tugas untuk praktikum kali ini adalah, Anda diminta untuk menentukan metode sterilisasi
yang tepat untuk bahan diatas. Hal yang perlu dipersiapkan adalah, sumber buku atau ebook
yang memuat informasi mengenai stabilitas alat/bahan/sediaan obat terhadap panas. Buku-
buku yang perlu dipersiapkan:
• Farmakope Indonesia edisi V, farmakope lain misalnya: USP, BP, EP, JP, dll.

18|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
• Handbook of Pharmaceutical Excipient
• The Pharmaceutical Codex
Pelaksanaan
Tentukan metode sterilisasi yang paling tepat untuk masing-masing alat, bahan dan sediaan
obat berikut ini. Sebelumnya, lihatlah contoh berikut ini:
Contoh:
1. Menentukan metode sterilisasi alat

Penjelasan:
Anda diminta menentukan metode sterilisasi yang tepat pada alat spatel logam. Pada uraian
tuliskan :
• Bentuk alat (padatan berpori/padat tidak berpori/ cair/ gas). Jarang sekali alat
berbentuk cair atau gas, maka pilihan yang mungkin adalah padatan berpori atau tidak
berpori.
• Sebutkan bahan pembentuk alat, misalnya: besi tahan panas/ gelas tahan panas/ gelas
tidak tahan panas/ plastik tahan panas/ plastik tidak tahan panas/ campuran logam dan
plastik tidak tahan panas, dll
Setelah menguraikan bentuk alat dan bahan pembuat alat pada kolom ke-3 tuliskan metode
sterilisasi yang tepat untuk alat tersebut:
• Bila alat terbuat dari bahan tahan panas, maka dapat disterilisasi dengan metode panas
basah maupun panas lembab. Jadi boleh Anda tuliskan Auoklaf 121⁰C selama 15
menit, atau oven 160⁰C selama 120 menit.
• Bila alat terbuat dari bahan yang tidak tahan panas, maka Anda perlu menggunakan
metode dingin, maka dapat dituliskan: radiasi sinar gamma cobalt 60 dengan dosis
absorpsi 25 kGy, atau gas etilen oksida dengan konsentrasi 800-1200 mg/L 45-63⁰C,
RH 30-70% 1-4 jam
2. Bahan yang akan disterilkan
Selanjutnya, tentukan metode sterilisasi yang paling tepat untuk bahan berikut ini.

19|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
Penjelasan:
Anda diminta menentukan metode sterilisasi yang tepat pada bahan Salbutamol. Pada uraian
dan pustaka tuliskan:
1. Bentuk bahan (serbuk/ cair/ gas). Pada FI V dikatakan Salbutamol sufat berbentuk serbuk
kristalin berwarna putih atau hampir putih, maka tuliskan pustaka pada sebelah jawaban
seperti telah dicontohkan. Pustaka sangat penting, karena menunjukkan data yang kita
ambil terpercaya atau tidak. Pustaka tidak boleh diambil dari website dengan alamat
“.com”. Hal ini disebabkan kebenarannya tidak bisa dipastikan (.com = commercial).
2. Hal yang lebih penting adalah data stabilitas terhadap suhu dari bahan tersebut. Dengan
demikian, carilah data stabilitas terhadap suhu pada pustaka rujukan yang telah disarankan
diatas.
Bentuk bahan akan menentukan pemilihan metode sterilisasi utama yang akan Anda gunakan.
Lihat lagi pohon keputusan pada gambar 2 diatas, disana telah ditentukan, bila bahan yang
akan disterilkan adalah serbuk, maka pilihan utama sterilisasinya adalah: oven suhu 160⁰C
selama 120 menit. Bila bahan adalah cairan, maka pilihan utama metode sterilisasi adalah
Autoklaf 121⁰C selama 15 menit. Dengan demikian bentuk sediaan sangat menentukan
metode sterilisasi yang akan Anda pilih.

20|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
4.3. PENCUCIAN DAN STERILISASI

A. TUJUAN
Mahasiswa dapat memahami dan mampu melakukan sterilisasi panas basah dan panas
kering terhadap alat pembuatan sediaan farmasi steril.

B. DASAR TEORI
Wadah Kemasan
Terdapat empat type kemasan yang digunakan untuk sediaan parenteral :
1. Ampul
2. Vial
3. Botol infus
4. Disposable syringe
Bahan yang digunakan untuk mengemas dapat terbuat dari : gelas, karet, atau plastik.
Gelas merupakan wadah parenteral yang sudah lama dikenal penggunaannya. Wadah ini
memberikan beberapa keuntungan antara lain :
1. Bersifat impermeable
2. Cukup keras dan mempunyai bentuk stabil
3. Transparan, mudah untuk melihat isi
4. Dapat disterilisasi panas kering (260 oC) atau uap bertekanan (121 oC) tanpa
mengalami perubahan.
5. Mudah dipasang dengan alat pemakai sediaan parenteral.
Selain bahan pengemas gelas, bahan pengemas plastik mengalami perkembangannya
yang cukup pesat. Plastik merupakan polimer dengan BM tinggi dan berbentuk padat.
Beberapa keuntungan dari pengemasan plastik, antara lain :
1. Relatif murah
2. Ringan
3. Tahan terhadap benturan mekanis
4. Fleksibel
5. Beberapa jenis plastik bersifat tranparan
Penutup untuk wadah sediaan steril pada umumnya menggunakan karet. Penutup karet ini
memberikan kemudahan untuk isinya serta tetap dapat memberikan perlindungan isinya

21|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
dari pengaruh luar. Dikenal dua macam karet yaitu karet alam dan karet sintesis. Karet
sebagai penutup harus memenuhi beberapa persyaratan :
1. Fisika : elastis, tidak melepaskan partikel
2. Kimia : tidak melepaskan zat kimia ke dalam isi/ larutan
Sebelum digunakan sebagai pengemas sediaan farmasi steril, terlebih dahulu dilakukan
pencucian dan depyrogenasi pada kemasan primernya. Pencucian kemasan primer
bertujuan untuk membersihkan pengemas/ wadah dari lemak, partikel, bakteri dan
pyrogen. Adapun bahan yang digunakan dalam pencucian antara lain :
1. Alkali
2. Detergen
3. Purified water (PW)
4. Aqua demineralisasi (DI) yang disaring
5. Non pyrogen water
6. Air untuk injeksi (WFI)
Sedangkan depyrogenasi dapat dilakukan dengan oven pada suhu tinggi (± 200 oC)

Sterilisasi
In the classic sense, sterility is defined as complete freedom from all viable
microorganism. The process of sterilization, however best can be explained as a
probability function, because of the logarithmic order of microbial death and the less than
absolute methods for confirming sterility.
1. Moist heat
Moist heat may be classified as a physical sterilizing agent, generally sub devided
into four types of process: saturated steam, steam air mixtures, prevacuum high
temperature steam, and super heat steam.
Saturated steam is convenient, reliable, and well established as a sterilizing agent.
Its mechanism for destroying microorganisms is thought to be denaturation of critical
protein material essential for the growth and/or reproduction of microorganisms,
including highly resistant spores, within 15 min at 121 0C.
2. Dry heat
Dry heat sterilization is generally applied to heat tolerant materials. Dry heat has
been used to destroy not only microorganism but also pyrogens. It is considered one
of the most safe and reliable sterilizations methods. A typical dry heat temperature at

22|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
least 3200F (1600C). The mechanism of activity of dry heat was considered to be an
oxidative process; more recent evidence indicates that it may be due more to the loss
of moisture and its denaturizing effect on protein.
3. Fractional sterilization
Fractional sterilization, which later become known as tyndallization, was actually
the forerunner of the nonpressure steam sterilizer. The process of tyndallization still
has been used, especially in the sterilization of heat sensitive material, by steaming for
30 min on 3 consecutive days. However, its reliability is limited unless the effect is
augmented by formulation with antimicrobial agent.
4. Radiation
The most practical method of generating UV radiation is by passage an electric
discharge through low pressure mercury vapor enclosed in special glass tubes, known
commercially as germicidal lamps.
5. Ethylene oxide, hydrogen peroxide
Ethylene oxide is highly reactive, alkylating, toxic, flammable, and explosive
chemical agent that is commonly employed for sterilizing myriad medical disposable
devices. This method has been used in other sterilizing application also, but to a lesser
extent than sterilizing medical disposal devices.
The mechanism by which ethylene oxide kills microorganism has been linked to
its chemical activity as an alkylating agent. The death of microorganisms by ethylene
oxide sterilization is directly dependent upon relative humidity, gas concentration,
temperature, and exposure.

C. ALAT DAN BAHAN


Alat: Bahan:
1. Autoclave 1. Teepol 1%
2. Glassware 2. Aquadest
3. Ampoule 3. Etanol 70%
4. Vial 4. HCl liquid 2%
5. Infuse botlle 5. Sodium bicarbonat 0,5%
6. Rubber stopper
7. Las ampule

23|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
D. CARA KERJA
The washing procedure of rubber stoppers of infuse bottles
1. Soak the stoppers in HCl 2% solution for about 10 minutes
2. Then, soak the stoppers in Teepol 1% liquid and sodium bicarbonat 0,5% for
about 10 minutes
3. Boil the soaked stoppers in step (2)
4. Boil again the stoppers with new teepol 1% and new sodium bicarbonat 0,5%
5. Repeat the (4) step until the liquid becomes clear and clean
6. Immerse the stoppers in aquadest and then autoclave the immersed stoppers at
1210C for 30 min (once or twice, depends on the clearness of the aquadest after
being autoclaved)
7. Put the stoppers into 1:1 solution of etanol 70% and aquadest once or twice,
depends on the clearness of the immersion fluid after being autoclaved (to rinse
the rubber)
8. Finally, autoclave the stopper again in a plastic bag without water for sterilization
Note: for high quality rubbers, step 1 and 2 may be skip

The washing procedures of ampoules/vials/infuse bottles (glass wares)


1. Wash ampoule/vial/infuse bottle with HCl 2%
2. Boil ampule/vial/infuse bottle with teepol 1% and sodium bicarbonat 0,5%
3. Repeat step (2) until the liquid is clear (maximum 3 times in our lab, for economic
reason)
4. Wash ampule/vial/infuse bottle with aquadest put the glasses neatly in the oven
and sterilize the at 1500C one hour (FI III)

Tugas Pertemuan
Silahkan lakukan evaluasi setelah sediaan di sterilkan!

24|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
4.4. UJI WADAH GELAS UNTUK INJEKSI

A. TUJUAN
Mahasiswa dapat melakukan pengujian wadah gelas untuk sediaan parenteral.

B. DASAR TEORI
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Injeksi
dilakukan dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah obat ke
dalam pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau
wadah dosis ganda.
Bahan pengemas untuk sediaan steril dapat berasal dari kaca, plastik, dan metal.
Gelas merupakan bahan yang paling popular untuk wadah sediaan steril. Gelas yang
digunakan untuk kemasan dalam mengemas sediaan farmasi digolongkan menjadi empat
kategori tergantung pada bahan kimia dari gelas tersebut dan kemampuannya untuk
mencegah peruraian dan USP mengklasifikasikan gelas sebagai yaitu
1. Tipe I (gelas borosilikat / borosilicate glass dengan daya tahan tinggi)
Pada proses pembuatan sebagian besar alkali dan kation tanah diganti oleh boron dan
atau alumunium serta zink. Mempunyai daya tahan kimiawi yang sangat baik
sehingga tidak mempengaruhi preparat parenteral yang sangat peka, lebih baik
daripada gelas natrium karbonat. Umumnya digunakan untuk sediaan parenteral.
2. Tipe II (gelas kapur soda hasil modifikasi / teated soda lime glass)
Adalah gelas soda kapur silikat yang sudah mengalami pengerjaan permukaan pada
bagian yang berhubungan dengan isinya dan mempengaruhi preparat farmasi yang
dikemas. Umumnya digunakan untuk sediaan parenteral bersifat asam dan netral
3. Tipe III (gelas kapur soda / regular soda lime glass)
Adalah gelas soda kapur silikat yang mempunyai daya tahan kimiawi yang cukup
sehingga tidak mempengaruhi preparat farmasi yang dikemas. Biasanya tidak
digunakan untuk sediaan parenteral, kecuali jika data uji stabilitas yang sesuai
menunjukkan bahwa kaca Tipe III memenuhi untuk sediaan parenteral yang dikemas
di dalamnya.

25|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
4. Tipe NP – general purpose soda lime glass (gelas soda kapur untuk penggunaan
umum)
Adalah gelas soda kapur silikat yang digunakan untuk produk non parenteral yang
dimaksud untuk pemakaian penggunaan oral dan topical.
Gelas digunakan sebagai pengemas sediaan farmasi karena beberapa alasan:
1. Karena sifat transperasinya, produk sediaan farmasi dapat dilihat secara mudah
melalui kontener gelas. Selain itu keadaan formulasi gelas dapat ditambahkan zat
aditif unuk menahan pegaruh cahaya (light resistence).
2. Gelas yang didesain untuk tujuan penggunaaan aditif farmasi, juga dapat didesain
hingga menunjukkan resistensi kimia yang cukup, tidak terjadi (minimal) interaksi
antar produk obat dan gelas, juga impermeable terhadap penetrasi gas. Selain itu,
gelas dapat menahan suhu cukup tinggi sehingga memudahkan jika harus disterilkan
dengan cara panas.
Ada dua macam pemeriksaan kadar kebasaan untuk wadah gelas:
1. Metode serbuk gelas (metode lumatan), pada metode ini gelas diserbukkan,
disuspensikan dalam acetone. Setelah ditambahkan air dilakukan pemanasan
dalam autoklaf dan ditetesi indicator (merah metil) kemudian dititrasi dengan HCl
(0,01M)
2. Metode permukaan, pada metode ini wadah gelas diisi dengan air bebas CO2 dan
mengandung sejumlah HCl atau H2SO4 tertentu (0,01M) dan merah metil sebagai
indicator. Setelah disterilkan wadah tertutup dalam autoklaf tidak boleh
menghasilkan perubahan warna.

C. ALAT DAN BAHAN

Alat: Bahan:
1. Autoclave 1. Aquadest
2. Glassware 2. H2SO4 0,01N
3. Infuse botlle 250 ml 3. Aseton
4. Aluminium Foil 4. indicator metil merah
5. Erlenmeyer

26|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
D. CARA KERJA
BATAS KEBASAAN
1. Buatlah aqua bebas CO2
2. Siapkan 3 botol infus volume 250 mL
3. Bilas bagian dalam dengan aquadest dan aqua bebas CO 2 secara bergantian hingga
dirasa sempurna (maksimal 4x untuk masing-masing larutan pembilas)
4. Isi tiap botol dengan aqua bebas CO2 hingga masing-masing botol 90% terisi
5. Tutup mulut botol dengan aluminium foil yang sudah dibilas dengan acetone
6. Botol diautoclave pada 1150C selama 20 menit
7. Keluarkan botol, dinginkan sebentar, kemudian 100 ml isi botol dituang dalam
Erlenmeyer untuk titrasi
8. Tambahkan 5 tetes indicator metil merah, kemudian lakukan titrasi menggunakan
H2SO4 0,01N
9. Lakukan titrasi blangko menggunakan 100 ml aqua bebas CO2

Catatan:
a. Untuk wadah berkapasitas hingga 100 ml dibutuhkan tidak lebih dari 1,5 ml
H2SO4 0,01N
b. Untuk wadah berkapasitas lebih dari 100 ml diperlukan tidak lebih dari 0,5 ml
H2SO4

BATAS KEBASAAN
1. Pipet 10 ml air dari wadah yang dikerjakan menurut cara yang tertera pada batas
kebasaan, ke dalam tabung reaksi
2. Tambahkan 1 tetes Asam klorida PPB dan 3 tetes larutan Natrium Sulfida P
3. Lihat ada tidaknya warna coklat.

Tugas Pertemuan
Silahkan lakukan evaluasi setelah dilakukan sterilisasi pada wadah gelas!

27|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
4.5. UJI INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4%

A. TUJUAN
Mahasiswa mampu membuat sediaan injeksi aminofillin steril

B. DASAR TEORI
Dalam pembuatan atau memformulasi sediaan parenteral, selain bahan aktif sering
pula dimasukkan zat tambahan untuk menaikkan fungsi atau stabilitas sediaan tersebut.
Zat tambahan yang dimasukkan dapat mempunyai salah satu dari beberapa fungsi
tersebut :
1. Untuk mempertahankan kelarutan obat
2. Untuk mempertahankan stabilitas kimia fisika larutan
3. Untuk mempertahankan sterilitas larutan (multiple – dose)
4. Mempermudah penggunaan sediaan parenteral dengan mengurangi rasa sakit pada
penyuntikan dan iritasi jaringan.
5. Sebagai wetting – agent dan suspending agent (sediaan dalam bentuk suspensi
steril)
Sediaan parenteral diinjeksikan ke dalam badan menembus mekanisme pertahanan
tubuh, masuk ke dalam sirkulasi darah / jaringan tubuh. Dengan demikian, maka sediaan
yang diinjeksikan harus betul-betul memenuhi persyaratan sediaan parenteral. Beberapa
persyaratan yang merupakan karakteristik dari sediaan parenteral adalah:
1. Steril / Sterilitas
Semua bentuk sediaan yang digunakan secara parenteral harus steril, bebas dari
mikroorganisme hidup. Keadaan steril, bebas dari mikroorganisme hidup haruslah
diusahakan dijaga sejak awal proses pembuatan, pada pengemasan sampai pada saat
obat digunakan pasien. Untuk uji sterilitas, Farmakope Indonesia Edisi IV (1995)
menggunakan:
a. Media Tioglikolat Cair
pH media setelah sterilisasi 7,1 ± 0,2. Media Tioglikolat Cair digunakan untuk
inkubasi dalam kondisi aerob.
b. Media Tioglikolat Alternatif

28|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
pH media setelah sterilisasi 7,1 ± 0,2. Media Tioglikolat alternatif digunakan
dengan cara menjamin kondisi anaerob selama masa inkubasi.
c. Soybean – Casein Digest Medium
pH medium setelah sterilisasi 7,3 ± 0,2. Soybean – Casein Digest Medium
digunakan untuk inkubasi dalam kondisi aerob.

2. Bebas dari partikel asing


Partikel asing ini biasanya merupakan bahan bergerak yang tidak larut dan secara
tidak sengaja terdapat dalam sediaan parenteral. Adanya partikel dalam sediaan
farmasi steril merupakan hal yang tidak dikehendaki sehingga harus selalu diusahakan
untuk menghilangkannya, termasuk sumber – sumber dan kemungkinan terjadinya.
Beberapa sumber yang dianggap dapat menghasilkan atau mengeluarkan partikel
asing antara lain:
1. Larutan dan zat kimia yang dikandung
2. Proses pembuatan dan variable lain seperti lingkungan, alat dan personal.
3. Komponen pengemas
4. Perangkat dan alat yang digunakan untuk menginjeksi sediaan parenteral.
Untuk mengetahui adanya partikel dapat dipakai beberapa cara. Partikel dengan
ukuran 50µ atau lebih dapat dilihat langsung dengan mata. Untuk partikel yang lebih
kecil maka diperlukan teknik dan alat khusus.

3. Bebas Pyrogen
Pyrogen didenifikasikan sebagai hasil metabolic dari mikroorganisme hidup atau
mati yang menyebabkan respon piretik spesifik pada penyuntikan (injeksi). Pyrogen
ini merupakan zat padat mikromolekul dengan BM antara 15.000 – 4.000.000. Secara
kimia pyrogen tidak larut dalam organic solvent serta dapat disaring (dengan ukuran
tertentu). Pyrogen yang dihasilkan oleh mikroorganisme gram negatif adalah paling
poten. Dalam tubuh manusia reaksi pyrogenik ditandai dengan timbulnya demam dan
kedinginan setelah pemberian injeksi pada waktu antara 45 sampai 90 menit.
Pyrogen yang terdapat dalam sediaan parenteral dapat berasal dari salah satu dari
ketiga sumber :
1. Air yang dipakai sebagai solven.

29|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
2. Wadah atau alat yang dipakai untuk pembuatan, pengemasan, penyimpanan atau
penggunaan.
3. Bahan – bahan kimia yang digunakan untuk membuat larutan / sediaan parenteral.
Karena larut dalam air maka baik sterilisasi dengan uap air bertekanan maupun
filtrasi melalui filter penyeteril tidak dapat menghilangkan pyrogen, meskipun proses
tersebut dapat menghilangkan mikroorganismenya.
Beberapa cara dapat digunakan untuk menghilangkan pyrogen. Sebagai senyawa
organik pyrogen dapat dihancurkan dengan panas tinggi (oksidasi), atau dibakar.
Temperatur yang cukup memuaskan adalah 250oC selama 30 – 45 menit atau 170oC –
180oC selama 3 atau 4 jam. Metode ini cukup efektif untuk alat–alat atau wadah dari
gelas atau metal, tetapi tidak bisa digunakan untuk larutan.
Sedangkan pyrogen dalam larutan dapat dihilangkan dengan cara:
1. Secara kimia dengan peroksida, asam-asam dan basa ( tetapi zat-zat ini juga
dapat merusak alat dan bahan lain dalam larutan tersebut).
2. Absorpsi dengan asbestos dan charcoal (carbo adsorbent).
3. Filtrasi (penyaringan / media filtrasi sintesis).
Dari segi praktek, pendekatan yang paling baik untuk menghindari terjadinya
reaksi pyrogen aalah membuat sedian parenteral dengan solven, pengemas, alat dan
bahan yang bebas pyrogen. Adanya pyrogen dalam sediaan parenteral dapat diketahui
dengan uji pyrogen. Uji pyrogen dapat dilakukan dengan:
a. Menggunakan kelinci
Kelinci ditempatkan dalam kandang suhu antara 20 – 30 ºC. Larutan parenteral
yang diuji disuntikan dengan dosis 10 ml per kg bobot badan, melalui vena tepi
telinga seekor kelinci dan penyuntikan dilakukan dalam waktu 10 menit. Rekam suhu
berturut-turut antara jam ke 1 dan jam ke 3 setelah penyuntikan dengan selang waktu
30 menit. Penafsiran hasil:
1) Setiap penurunan suhu dianggap nol
2) Sediaan memenuhi syarat apabila tak seekor kelincipun menunjukkan kenaikan
suhu 0,5ºC atau lebih.
3) Jika ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5 ºC atau lebih lanjutkan
pengujian dengan menggunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor
kelinci dari 8 ekor kelinci masing-masing menunjukkan kenaikan suhu 0,5 ºC

30|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
atau lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimal 8 ekor kelinci tidak lebih dari 3,3
ºC sediaan dinyatakan memenuhi syarat bebas pyrogen.
b. Menggunakan Limulus Amobosyte Lysate (LAL-Test)
Pengujian dilakukan dengan cara mencampur larutan parenteral yang diuji dengan
LAL, campuran ini dipanaskan dalam suhu 37 ºC selama waktu tertentu. Kemudian
diamati ada tidaknya / terbentuknya jendal gel (penggumpalan) yang stabil. Bila
terjadi penggumpalan yang stabil berarti ada pyrogen. LAL Test memberikan
keuntungan dibandingkan dengan rabbit test karena:
1) Mudah / sederhana
2) Lebih sensitive
3) Reliabel

4. Stabilitas
Dalam pembuatan bentuk sediaan steril, suatu hal yang harus diperhatikan
adalah stabilitas dari obatnya. Obat dalam larutan pada umumnya kurang stabil
dibandingkan bentuk padatnya sehingga bahan-bahan tambahan yang berfungsi untuk
mempertahankan stabilitas fisik dan kemis perlu dipilih. Untuk larutan, stabilitas fisik
umumnya ditunjukkan dengan perubahan fisiknya selama penyimpanan, misalnya
terbentuknya endapan atau terjadinya perubahan warna selama penyimpanan yang
merupakan indikasi ketidakstabilan. Selain itu perlu diperhatikan pula wadah yang
dipakai untuk kemasan, termasuk juga wadah yang harus digunakan untuk obat-obat
yang sensitif terhadap cahaya.

5. Tonisitas
Tonisitas berhubungan dengan tekanan osmose yang diberikan oleh suatu larutan
dari zat padat atau zat padat yang terlarut.
Cairan badan atau cairan mata memberikan tekanan osmose yang sama dengan
tekanan osmose normal salin atau larutan NaCl 0,9 %. Suatu larutan denngan jumlah
solute / zat terlarut lebih banyak dari cairan badan / cairan mata mempunyai tekanan
osmose lebih besar dan larutan ini disebut dengan larutan hypertonis. Sebaliknya bila
jumlah solute lebih sedikit sehingga tekanan osmose lebih rendah disebut isotonis.
Cairan badan termasuk pula cairan mata mengandung sejumlah zat terlarut yang
dapat menurunkan titik beku larutan 0,52 ºC. Demikian juga larutan NaCl 0,9% dapat

31|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
menurunkan titik beku 0,52 ºC. Oleh karena itu larutan NaCl 0,9% dan cairan badan
disebut isotonis. Beberapa cara dapat dipakai untuk menghitung nilai isotonis
(tonisitas) suatu larutan antara lain:
a. Penurunan titik beku
b. Equivalen NaCl
c. Faktor Disosiasi
Contoh :
a. Perhitungan isotonis dengan penurunan titik beku
Diketahui larutan pencuci mata mengandung 1% asam borat. Untuk asam borat
1% menyebabkan penurunan titik beku sebesar 0,29 oC .
Hitung NaCl yang harus ditambahkan untuk mendapatkan larutan isotonis.
Hitungan :
Larutan NaCl 0,9% = larutan isotonis
Penurunanan titik beku cairan mata = 0,52 oC
Asam borat 1% menurunkan titik beku = 0,29 oC –
= 0,23 oC
NaCl harus ditambahkan untuk menurunkan titik beku (f.p) sebesar -0,23oC.

Larutan 0,9% NaCl menurunkan f.p 0,52 ºC


Sehingga jumlah NaCl yang harus ditambahkan:
0,52 oC = 0,23 oC
0,9% X
X = 0,40% ------------------- NaCl = 0,40 g/ 100 ml

b. Faktor Disosiasi
Dikatakan suatu larutan isotonis bila terpenuhi :
FA Xa + f B Xb + …………….. = 0,28
MA MB
Untuk menghitung banyaknya zat pembantu yang diperlukan untuk mencapai
isotonis, dinyatakan dalam gram setiap liter (=h) dipakai rumus :

h = Mh x (0,28 – ( f A Xa + f B Xb + …… ) g/ l
fh MA MB
MA, MB = berat molekul zat – zat terlarut
32|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
a, b = kadar zat – zat dalam gram setiap liter
Mh = BM pembantu
fh, fA, fB = faktor – faktor yang mempunyai harga sebagai berikut :
a. Zat yang tidak terdisosiasi (glukosa, gliserin )………1
b. Basa – basa dan asam lemah…………………………1,5
c. Basa – basa dan asam kuat, garam – garam ………... 1,8
Harga = M h NaCl = 32
MA
Bahan – bahan yang biasa dipakai untuk membuat larutan isotonis antara lain :
1) NaCl
2) Glukosa

6. Kejernihan
Larutan injeksi yang dibuat harus jernih

7. Mempunyai pH yang sesuai

C. ALAT DAN BAHAN

Alat: Bahan:
1. Autoclave 1. Theophyllin
2. Inkubator 2. Etilendiamin
3. Glassware 3. Aqua p.i.
4. Ampoule 4. Karbo adsorben
5. Piring petri 5. NaCl
6. Timbangan 6. Phenol
7. pH meter

D. FORMULA :

R/ Theophylin 2,0 g
Etilendiamin 0,55 g
Aqua pro injeksi ad 100 ml

33|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
E. CARA KERJA
1. Hitung tonisitas larutan yang akan dibuat
2. Buat Aqua pro injeksi bebas karbondioksida (CO2)
3. Larutkan Theophylin dengan sebagian Aqua p.i bebas CO2
4. Campurkan etilendiamin dengan sebagian aqua p.i
5. Larutan (2) ditambah larutan (3) tetes demi tetes sampai larutan campuran (2 dan 3)
betul-betul jernih dan pH larutan antara 9,5 – 9,6
6. Aktifkan Carbo adsorben 0,1 % dengan memanaskan selama 5-10 menit
7. Gojog larutan dengan Karbo adsorben 0,1 %, diamkan kemudian saring hingga jernih
8. Masukkan larutan dalam wadah yang sesuai, kemudian ditutup kedap
9. Sterilisasi dengan Autoclave 121 0 C, 30’
10. Periksa larutan terhadap :
a. pH
b. Kebocoran
c. Partikel Asing
d. Kejernihan
e. Keseragaman volume/bobot
11. Beri etiketnya

Tugas Pertemuan
1. Buatlah sediaan injeksi sesuai dengan formula diatas!
2. Lakukan uji evaluasi sediaan steril injeksi yang meliputi : pH, kebocoran, partikel
asing, kejernihan, keseragaman volume

34|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
4.6. LARUTAN ELEKTROLIT

A. TUJUAN
Mahasiswa dapat membuat larutan Ringer Laktat.

B. DASAR TEORI
Terapi parenteral adalah terapi atau pengobatan dengan rute yang tidak melibatkan
usus. Oleh karena itu terapi parenteral meliputi injeksi, tetes mata, telinga atau hidung,
salep, krim, cakram (patches), pengobatan inhalasi dan sebagainya. Untuk tujuan tertentu,
terapi parenteral dapat meliputi sublingual, bungal, atau sediaan rectal karena sediaan-
sediaan tersebut tidak dipengaruhi oleh asam lambung, metabolisme hepatic, atau tidak
memerlukan seluruh usus untuk absorbsinya.
Menilai kebutuhan pasien terhadap cairan dan elektrolit, keseimbangan cairannya,
harus dilakukan dengan berbagai metode kemudian digabung untuk memberikan
gambaran kebutuhan pasien secara keseluruhan. Tidak ada satu parameter (apabila
parameter ini tidak digabung dengan parameter lain) yang dapat menggambarkan kondisi
dehidrasi atau kelebihan cairan. Berikut ini adalah tanda-tanda dan gejala-gejala yang
digunakan untuk menentukan keseimbangan cairan :
1. Haus
2. Turgor kulit
3. Denyut nadi
4. Perubahan berat badan
5. Daftar cairan masuk dan cairan keluar
6. Osmolalitas serum
7. Konsentrasi natrium, urea, atau hemoglobin dalam serum
8. Volume/osmolaliats urine
9. Tekanan vena juguler
10. Tekanan vena central
Kira-kira 60% organism manusia terdiri dari air. Untuk satu orang dewasa dengan
bobot tubuh 80kg, jumlah air yang dimilikinya adalah sekitar 50 liter. Air di dalam tubuh
manusia dapat menjadi air yang dapat menjadi air yang terdapat dalam sel ( intraseluler)
(sekitar 56-70%) dan air ekstra seluler yang berada sebagi cairan intravasal dalam cairan
35|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
darah kira-kira 3 liter dan cairan intertisiel diantara sel-sel. Antara air dalam aliran darah
dan air dalam ruang intertistiel terjadi pertukaran cairan dan ion-ion melalui proses difusi.
Penyebaran elektrolit ke dalam sel berlangsung melalui enzim penyangga. Pengendalian
seperti itu mutlak diperlukan. Oleh karena komposisi elektrolit cairan sel berbeda dengan
ruang ekstra seluler. Air intraseluler mengandung ion kalium di samping sejumlah kecil
ion magnesium sebagai kation-kation. Sebagai anion terdapat ion fosfat, mono atau
trifosfat dari adenosine dan heksasemonofosfat, dan juga ion-ion sulfat. Dalam cairan
ekstra seluler didominasi oleh ion natrium sebagai kation, ion klorida dab ion hydrogen
karbonat sebagai anion. Perbedaan kecil dalam komposisi ion yang difusibel (Na+, Cl-)
juga terdapat antara cairan intravasal dan cairan intertisiel dapat dipandang sebagai satuan
fungsional.
Pada masa lalu, jika terjadi kehilangan darah akibat terjadi luka, digunakan larutan
natrium klorida fisiologis atau larutan RINGER untuk pengisian volumennya. Yang
paling menentukan dalam melakukan terapi dengan larutan elektrolit adalah jika
dipahaminya kondisi dimana dengan larutan yang dimaksukan secara secara parenteral
juga dapat mencapai ruang interseluler dan bahwa cara fisiologis-klinis yang canggih
memungkinkan untuk mendeteksi secara eksak gangguan dalam keseimbangan air-
elektrolit dari organismus. Jadi gangguan keseimbangan ion-ion yang umumnya diukti
dengan pergeseran pH menyebabakan gangguan berat pada pasien.
Larutan elektrolit secara terapetik digunakan untuk : 1. Penyangga kebutuhan air
secara fisiologis 2. Penyangga kebutuhan elektrolit secara fisiologis 3. Substitusi
pengganti kehilangan air dan elektrolit 4. Kompensasi terhadap gangguan keseimbangan
asam-basa 5. Pendukung fungsi ginjal yang terganggu.
Infus adalah larutan yang diberikan secara parenteral dan biasanya dikemas dalam
volume 0,5 – 1 liter. Infus dapat berupa larutan yang mengandung elektrolit, karbohidrat,
asam amino atau lemak. Contoh larutan/ cairan infus adalah NaCl 0,9%, larutan ringer
laktat, larutan dekstrose dll.
Dalam pembuatannya larutan elektrolit sering diberi zat tambahan yang berfungsi
untuk mendapatkan larutan dengan nilai tonisitas dan pH yang sesuai.
Konsentrasi elektrolit dalam suatu larutan parenteral (infus) biasanya satu miliequivalen,
mEq dapat dihitung dengan :
mEq = g/1000 ml x 1000 x (valensi ion) x (jumlah ion terdisosiasi)
berat molekul (BM)

36|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
Contoh :
Hitung jumlah Calsium dan Chloride ion dalam larutan yang mengandung 20 mg CaCl2
(Calsium Chloride, USP) dalam 100 ml.

Hitungan :
mEq = 0,200 x 1000 x 2 x 1 = 2,6 mEq Ca++
147
mEq = 0,200 x 1000 x 2 x 1 = 2,6 mEq Cl-
147
Dalam pembuatannya, setelah larutan disterilkan maka perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan pada wadah – wadah sebelum dipasang etiket dan dikemas.
Pemeriksaan terhadap larutan infus meliputi :
1. Pemeriksaan kebocoran
Dua metode dapat dipergunakan untuk pemeriksaan kebocoran ampul yang berisi
adalah sebagai berikut:
a. Uji dengan larutan warna (Dye Bath Test)
Dalam uji ini digunakan larutan metilen biru 0,0025% (b/v) dalam larutan
phenol 0,0025% (b/v). Ampul-ampul harus terendam dalam larutan. Uji
dilakukan dalam bejana yang dibuat vakum sampai 70 mmHg (0,96 kg/cm 2)
dan dijaga selama tidak kurang dari 15 menit. Ampul-ampul yang berwarna
biru harus dibuang.
b. Metode penarikan vakum ganda (The Double Vaccum Pull Method)
Uji dilakukan dalam bejana yang diberi alas kertas penyerap. Bejana dibuat
vakum sampai 70 mmHg (0,966 kg/cm2) dan dijaga selama tidak kurang dari 15
menit. Setelah pompa vakum dimatikan, diamati ada tidaknya noda basah pada
kertas penyerap. Ampul yang menyebabkan noda basah dibuang. Uji
dilanjutkan dengan posisi terbalik dengan kertas penyerap baru. Pada akhir uji
ampul yang menyebabkan noda basah harus dibuang.
2. Pemeriksaan sterilitas
Pada umumnya dikenal dua cara uji yaitu: metode langsung dan metode filtrasi.
3. Pemeriksaan pyrogen
4. Pemeriksaan kejernihan dan warna

37|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
Semua larutan injeksi dan larutan tetes mata sangat diharapkan bebas dari partikel
asing. Oleh karena itu seluruh wadah yang berisi larutan injeksi (missal:ampul,vial)
dan larutan tetes mata harus diperiksa terhadap adanya partikel asing (partikel
gelas,arang). Pemeriksaan terhadap kejernihan larutan injeksi dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
a. Pengamatan dilakukan pada meja pemeriksaan atau kotak yang dilengkapi
dengan sumber cahaya (lampu) yang pada jarak 25 cm dari permukaan kotak
dapat memberikan kekuatan penyinaran tidak kurang dari 1000 lux dan tidak
boleh lebih dari 3500 lux. (sumber sinar lampu pijar putih, kekuatan 100 W
atau 3 buah lampu neon kekuatan masing–masing 15 W). Ruang pemeriksaan
harus gelap.
b. Sejumlah wadah (ampul, vial) yang belum berlabel dipegang pada lehernya,
balikkan perlahan–lahan untuk mencegah terjadinya gelembung udara,
kemudian putar sedikit untuk memutar isi larutan di dalamnya. Kemudian
wadah dipegang secara horisontal. Pemeriksaan dalam wadah dilakukan dengan
menggunakan latar belakang hitam putih selang seling. Wadah yang berisi
larutan yang tercemar partikel asing atau wadah rusak harus dipisah. Bila
jumlah wadah yang tercemar melebihi batas persyaratan maka pemeriksaan
diulang atau kemudian produk ditolak.
5. Pemeriksaan volume dan berat
6. Pemeriksaan identitas
7. Penentuan hasil

C. ALAT DAN BAHAN

Alat: Bahan:
1. Penangas air 1. Natrium laktat
2. Glassware 2. Natrium Clorida
3. Timbangan 3. Kalium Clorida
4. Autoclave grafity (uap air) 4. CaCO2.2H2O
5. Aqua p.i
6. Karbo adsorben
7. HCl 0,1 N – NaOH 0,1 N

38|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
D. FORMULA
R/ Natrium laktat 0,31
Natrium Clorida 0,6
Kalium Clorida 0,03
CaCO2.2H2O 0,01
Aqua p.i 100 ml

E. CARA KERJA
1. Cek apakah larutan isotonis / tidak isotonis
2. Buat Aqua p.i (aqua mendidih, setelah mendidih 15 menit + H 2O2, lalu panaskan 15
menit, lalu dinginkan)
3. Larutkan semua bahan ke dalam aqua p.i
4. Cek pH larutan antara 5 – 7, jika kurang asam, ditambahkan HCl 0,1 N sedangkan
jika kurang basa ditambah NaOH 0,1 N
5. Tambahkan sisa aqua p.i
6. Aktifkan carbo adsorben 0,1% dengan memanaskan selama 5-10 menit
7. Gojok larutan dengan carboadsorben 0,1 % diamkan, kemudian saring hingga jernih
8. Masukkan larutan dalam wadah yang sesuai dengan tutup
9. Sterilisasi dengan autoclave 120o C selama 20 menit
10. Beri etiketnya
11. Lakukan pemeriksaan terhadap :
a. pH
b. Kebocoran
c. Partikel asing
d. Kejernihan

Tugas Pertemuan
1. Buatlah sediaan larutan elekstrolit sesuai dengan formula!
2. Lakukan uji evaluasi sediaan elektrolit yang meliputi pH, kebocoran, partikel asing,
kejernihan!

39|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
4.7. SOLUTIO ANTIKOAGULAN

A. TUJUAN
Mahasiswa membuat larutan antikoagulan.

B. DASAR TEORI
Antikoagulan adalah suatu obat anti penggumpalan darah. Berdasarkan mekanisme
kerjanya, antikoagulan dibedakan menjadi antikoagulan langsung (zat berkhasiatnya
berinteraksi lagsung dengan factor pembekuan) dan antikoagulan tak langsung (zat
berkhasiat menghambat biosintesis factor pembekuan).
Penggunaan utama antikoagulan adalah untuk mencegah pembentukan trombus atau
memecah trombus yang sudah terbentuk di sisi vena dengan aliran yang lambat, di mana
trombus terdiri dari jaringan fibrin dengan trombosit dan sel darah merah. Antikoagulan
banyak digunakan dalam pencegahan dan pengobatan trombosis vena dalam di kaki.
Antikoagulan kurang berguna dalam pencegahan pembentukan trombus dalam arteri,
untuk trombus dalam pembuluh darah dengan aliran darah yang lebih cepat, yang
terutama terdiri dari platelet dengan sedikit fibrin
Larutan antikoagulan dekstrosa sitrat adalah salah satu contoh antikoagulan dimana
larutan ini mencegah penggumpalan darah berdasarkan kemampuan ion sitrat mengikat
kalsium darah membentuk kompleks kalsium sitrat yang tidak terionisasi, dengan
demikian mencegah ion Ca ikut serta dalam mekanisme penggumpalan darah tidak
efektif.
Larutan antikoagulan dektrosa fosfat sitrat adalah larutan steril asam sitrat, natrium
sitrat dan dekstrosa dalam air untuk obat suntik. Larutan antikoagulan ini keasamannya
lebih kecil dibandingkan dengan larutan antikoagulan dekstrosa sitrat, ini dianggap
sebagai suatu keuntungan dalam hal penyimpanan sel darah merah. Larutan juga lebih
mendekati isotonic terhadap sel darah merah dan ini dianggap mempunyai kemampuan
baik dalam mempertahankan sel darah merah pada kondisi fisiologis.
Antikoagulan dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Antikoagulan parenteral

40|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
Antikoagulan parenteral contohnya adalah Heparin. Heparin memulai
antikoagulasi dengan cepat. Namun mempunyai masa kerja yang singkat.
Antikoagulan heparin untuk pengobatan awal thrombosis vena-dalam, dan embolisme
paru, heparin diberikan dengan dosis muatan intravena, diikuti dengan infus intravena
berkesinambungan.
2. Antikoagulan oral
Antikoagulan oral mengantagonisasi efek vitamin K dan perlu paling tidak 48-
72 jam untuk mengembangkan efek antikoagulannya secara sempurna. Untuk
pengobatan thrombosis vena dalam contohnya natrium warfarin.
Larutan yang akan dibuat merupakan larutan antikoagulan. Sebelum dibuat harus
memenuhi persyaratan sebagai larutan parenteral, begitu pula ketika sudah selesai dibuat
dan dikemas harus memenuhi kelayakan penggunaannya ketika diberikan kepada pasien.

C. ALAT DAN BAHAN

Alat: Bahan:
1. Timbangan 1. Acidum Citricum 1H2O
2. Glassware 2. Na Citrat Tribacicum 5,5 H2O
3. Autoclave 3. Glucosa p.i anhydrous
4. Kertas saring 4. Aqua p.i
5. HCl 0,1 N
6. NaOH 0,1 N
7. Karboadsorben

D. FORMULA

R/ Acidum Citricum 1H2O 0,47


Na Citrat Tribacicum 5,5 H2O 1,6
Glucosa p.i anhydrous 2,5
Aqua p.i ad 100 ml

E. CARA KERJA
1. Cek apakah larutan isotonis atau tidak isotonis

41|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
2. Buat Aqua p.i (aqua mendidih, setelah mendidih 15 menit + H 2O2 lalu panaskan 15
menit, lalu dinginkan)
3. Didihkan aqua, larutkan gula dalam keadaan panas
4. Larutkan bahan yang lainnya dalam keadaan dingin
5. Campur larutan gula dengan no. 3 tambahkan sisa aquanya.
6. Atur pHnya 5 – 6; jka kurang asam tambahkan HCl 0,1 N, sedangkan jika kurang
basa tambahkan NaOH 0,1 N
7. Gojok larutan dengan carboadsorben 0,1 % diamkan, kemudian saring hingga jernih
8. Masukkan larutan dalam wadah yang sesuai dengan tutup
9. Sterilisasi dengan autoclave 120o C selama 20 menit
10. Setelah dingin cek/uji larutan
a. pH
b. Kebocoran
c. Partikel asing
d. Kejernihan
11. Beri etiketnya

Tugas Pertemuan
1. Buatlah sediaan solutio antikoagulan sesuai dengan formula!
2. Lakukan uji evaluasi sediaan elektrolit yang meliputi pH, kebocoran, partikel asing,
kejernihan!

42|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
4.8. LARUTAN UNTUK MATA

A. TUJUAN
Mahasiswa dapat membuat larutan untuk mata.

B. DASAR TEORI
Tetes mata adalah sediaan cair yang mengandung bahan obat terlarut, teremulsi atau
tersuspensi, yang digunakan pada mata, yang biasanya diisikan ke dalam wadah
bertakaran ganda dan ditakar di atas dasar tetesan.
Produk untuk diteteskan ke dalam mata, walaupun menurut definisi bukan sediaan
parenteral, mempunyai karakteristik yang banyak kesamaanya dan bahkan identik dengan
sediaan parenteral. Formulasi preparat obat mata denga zat aktif yang stabil secara
terapetis membutuhkan kemurnian bahan yang tinggi, juga bebas dari kontaminan kimia,
fisika (partikel), dan kontaminan mikroba. Preparat-preparat ini biasanya membutuhkan
dapar untuk menstabilkan pH dari produk tersebut, bahn penambah untuk membuatnya
isotonis atau mendekati isotonis, dan bahan penstabil seperti antioksidan bila cocok untuk
bahan-bahan khusus tersebut.
Larutan irigasi sekarang juga diharuskan memenuhi beberapa persyaratan agar bias
diterima sebagai produk steril. Keran selama pemberian larutan secara irigasi, sejumlah
zat dari larutan dapat memasuki sistem aliran darah melalui pembuluh darah yang terluka
atau membrane mukosa yang lecet.
Satu karakteristik yang tidak begitu kritis untuk obat mata adalah bebas pirogen,
karena pirogen tidak diabsorbsi secara sistematik dari mata, tetapi sejauh ini karena
pirogen merupakan petunjuk dari suatu proses pembersihan secara mikrobiologis, maka
pirogen seharusnya tidak ada.
Karena sifat dari bahan baku maupun bahan sediaan itu sendiri, maka seringkali
terhadap suatu produk tidak dapat dilakukan suatu proses sterilisasi tertentu. Oleh sebab
itu berdasarkan cara pembuatannya obat steril dibagi menjadi dua golongan :
1. Produk yang disterilkan dalam wadah akhir.
Larutan obat yang dibuat setelah difiltrasi kemudian diisikan ke dalam wadah yang
bersih dan ditutup selanjutnya dilakukan sterilisasi akhir.

43|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
2. Produk yang diproses dengan cara aseptis pada semua tahap pembuatan sejak awal
hingga akhir.Untuk pembuatan produk golongan ini (pembuatan aseptis) perlu
dilakukan tindakan khusus untuk mencegah pencemaran jasad renik yang berasal dari
petugas, udara, air, wadah serta peralatan yang tidak disanitasi dengan tepat.

C. ALAT DAN BAHAN

Alat: Bahan:
1. Timbangan 1. Klorampenikol
2. Glassware 2. Asam Borat
3. Autoclave 3. Natri Tetra Borat
4. Kertas saring 4. Nipagin
5. Aqua Pro Injeksi
6. Karboadsorben

D. FORMULA
TETES MATA KHLORAMFENIKOL
Tiap 10 ml mengandung
R / Klorampenikol 50 mg
Asam Borat 150 mg
Natri Tetra Borat 30 mg
Nipagin 100 mikrogram
Aqua Pro Injeksi ad 10 ml
Buatlah sebanyak 50 ml

INTRAOCULAR IRRIGATING SOLUTION


R / NaCl 0,64
KCl 0,075
CaCl dehydrate 0,048
MgCl hexahidrate 0,03
Na Acetate trihydrate 0,39
Na Citrate dehydrate 0,17
Aqua p.i. ad 100 ml

44|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
E. CARA KERJA
TETES MATA KHLORAMFENIKOL
1. Larutkan Asam Borat dan Natri Tetra Borat dalam Aqua p.i
2. Larutkan preservatif dalam aqua p.i dan tambahkan pada larutan 1
3. Larutkan Kloramfenikol dalam larutan 2 dan tambahkan sisa Aqua p.i
4. Sterilkan menurut cara B (Lihat FI III, hal.18)
5. Masukkan wadah, tutup kedap kemudian beri etiket
6. Periksa larutan terhadap :
a. pH
b. Kebocoran
c. Partikel Asing
d. Kejernihan
e. Keseragaman volume/bobot

INTRAOCULAR IRRIGATING SOLUTION


1. Larutkan semua bahan dalam aqua p.i.
2. Atur pH 7,2 – 7,6 jika kurang asam tambahkan HCl 0,1 N sedangkan bila kurang
basa tambahkan NaOH 0,1 N
3. Masukkan ke dalam vial dan tutuplah
4. Sterilisasi dengan autoclave 1200C selama 20 menit
5. Beri etiket
Tugas Pertemuan
1. Buatlah sediaan larutan untuk mata sesuai dengan formula!
2. Lakukan uji evaluasi sediaan elektrolit yang meliputi pH, kebocoran, partikel asing,
kejernihan!

45|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
4.9. SALEP MATA

A. TUJUAN
Mahasiswa dapat membuat sediaan salep mata dan cara pengujiannya

B. DASAR TEORI
1. Definisi
Menurut FI IV, salep mata adalah salep yang digunakan pada mata, di mana sediaan
dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat serta memenuhi
syarat uji steril. Salep mata adalah salep yang digunakan pada mata. Pada pembuatan salep
mata harus diberikan perhatian khusus. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan
dengan perlakuan aseptik yang ketat serta memenuhi syarat uji sterilitas.
Salep mata adalah salep yang digunakan pada mata. Pada pembuatan salap mata harus
diberikan perhatian khusus. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan
dengan perlakuan aseptik yang ketat serta memnuhi syarat uji sterilitas. Bila bahan tertentu
yang digunakan dalam formulasi salap mata tidak dapat disterilkan dengan cara biasa, maka
dapat digunakan bahan yang yang memenuhi syarat uji sterilitas dengan pembuatan secara
aseptik. Salep mata mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai untuk mecegah
pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin masuk secara tidak sengaja bila
wadah dibuka pada waktu aplikasi penggunaan, kecuali dinyatakan lain dalam monografi,
atau formulanya sendiri sudah bersifat bakteriostatik (Goeswin, 2009).
Obat biasanya dipakai untuk mata untuk maksud efek lokal pada pengobatan bagian
permukaan mata atau pada bagian dalamnya. Yang paling sering digunakan adalah larutan
dalam air, tapi bisa juga dalam bentuk suspensi, cairan bukan air dan salep mata. Berbeda
dengan salep dermatologi salep mata yang baik yaitu :
a. Steril
b. Bebas hama/bakteri
c. Tidak mengiritasi mata
d. Difusi bahan obat ke seluruh mata yang dibasahi karena sekresi cairan mata.
e. Dasar salep harus mempunyai titik lebur/titik leleh mendekati suhu tubuh
Obat salep mata harus steril berisi zat antimikrobial preservative, antioksidan, dan
stabilizer. Menurut USP XXV, salep berisi chlorobutanol sebagai antimikrobial dan perlu
bebas bahan partikel yang dapat mengiritasi dan membahayakan jaringan mata. Sebaliknya,

46|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
dari EP (2001) dan BP (2001) ada batasan ukuran partikel, yaitu setiap 10 mikrogram zat
aktif tidak boleh mengandung atau mempunyai partikel > 90 nm, tidak boleh lebih dari 2
partikel > 50nm, dan tidak boleh lebih dari 20,25 nm (Lukas, 2006).
2. Keuntungan dan kerugian
Salep mata bekerja pada kelopak mata, kelenjar sebasea, konjungtiva, kornea dan iris.
Penggunaan salep mata ini memiliki keuntungan dan kerugian diantaranya adalah:
a. Keuntungan
1) Dapat memberikan bioavailabilitas lebih besar daripada sediaan larutan dalam air
yang ekuivalen.
2) Onset dan waktu puncak absorbsi yang lebih lama.
3) Waktu kontak yang lebih lama sehingga jumlah obat yang diabsorbsi lebih tinggi.
b. Kerugian
1) Dapat menggangu pengelihatan, kecuali jika digunakan saat akan tidur
2) Dari tempat kerjanya yaitu bekerja pada kelopak mata, kelenjar sebasea, konjungtiva,
kornea dan iris.
3) Basis salep mata
Dasar salep pilihan untuk salep mata harus tidak mengiritasi mata dan harus
memungkinkan difusi bahan obat ke seluruh mata yang dibasahi karena sekresi cairan mata.
Dasar salep mata yang digunakan juga harus bertitik lebur yang mendakati suhu tubuh.
Dalam beberapa hal campuran dari petroletum dan cairan petrolatum (minyak mineral)
dimanfaatkan sebagai dasar salep mata. Kadang-kadang zat yang bercampur dengan air seprti
lanolin ditambahkan kedalamnya. Hal ini memungkinkan air dan obat yang tidak larut dalam
air bartahan selama sistem penyampaian (Ansel,1989).
Oculenta, sebagai bahan dasar salep mata sering mengandung vaselin, dasar absorpsi
atau dasar salep larut air. Semua bahan yang dipakai untuk salep mata harus halus, tidak enak
dalam mata. Salep mata terutama untuk mata yang luka. Harus steril dan diperlukan syarat-
syarat yang lebih teliti maka harus dibuat saksama. Syarat oculenta adalah:
a. Tidak boleh mengandung bagian-bagian kasar.
b. Dasar salep tidak boleh merangsang mata dan harus memberi kemungkinan obat
tersebar dengan perantaraan air mata.
c. Obat harus tetap berkhasiat selama penyimpanan.
d. Salep mata harus steril dan disimpan dalam tube yang steril
4. Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Menyediakan Sediaan Salep Mata :

47|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
a. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat
serta memenuhi syarat uji sterilitas. Bila bahan tertentu yang digunakan dalam formulasi
tidak dapat disterilkan dengan cara biasa, maka dapat digunakan bahan yang memenuhi
syarat uji sterilitas dengan pembuatan secara aseptik. Salep mata harus memenuhi
persyaratan uji sterilitas. Sterilitas akhir salep mata dalam tube biasanya dilakukan
dengan radiasi sinar γ. (Remingthon pharmauceutical hal. 1585).
b. Kemungkinan kontaminasi mikroba dapat dikurangi dengan melakukan pembuatan uji
dibawah LAF.
c. Salep mata harus mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai untuk mencegah
pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin masuk secar tidak sengaja bila
wadah dibuka pada waktu penggunaan. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi atau
formulanya sendiri sudah bersifat bakteriostatik (lihat bahan tambahan seperti yang
terdapat pada uji salep mata.
d. Wadah salep mata harus dalam keadaan steril pada waktu pengisian dan penutupan.
Wadah salep mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada
pemakaian pertama. Wadah salep mata kebanyakan menggunakan tube, tube dengan
rendahnya luas permukaan jalan keluarnya menjamin penekanan kontaminasi selama
pemakaianya sampai tingkat yang minimum. Secara bersamaan juga memberikan
perlindungan terhadap cahaya yang baik.

C. ALAT DAN BAHAN


D. FORMULA
Formula
Eye ointment basis (BPC) dan Eccipinate Per Pomata Oftalmuche (Ph Itali)
R/ Paraffin Liq 10
Vaselin Plav 80
Adeps Lanae 10
Zat aktif : Hidrocortison 1%
E. CARA KERJA
Buat basis salep dilebihkan 25%
a) Timbang semua bahan basis salep
b) Masukkan ke dalam cawan yang dilapisi kassa rangkap 2, tutup cawan dengan
alumunium foil/kaca arloji

48|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
c) Sterilkan dengan menggunakan Oven suhu 170ºC selama 30 menit
d) Basis salep disaring dan aduk hingga membentuk salep
e) Timbang basis salep sesuai dengan yang dibutuhkan
f) Campur basis salep dengan zat aktif hingga homogen
g) Masukkan ke tube dengan bantuan kertas perkamen
h) Tutup tube, dan sterilkan menggunakan oven (160ºC selama 1 jam)
i) Buat kemasan dan lakukan uji (Uji pH, Uji Homogenitas, Uji Organoleptis).

Tugas Pertemuan
1. Buatlah sediaan salep mata sesuai dengan formula!
2. Lakukan uji evaluasi sediaan elektrolit yang meliputi pH, kebocoran, partikel asing,
kejernihan!

49|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
5.0. VALIDASI

A. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan proses validasi alat LAF dan oven

B. DASAR TEORI
VALIDASI
Validasi merupakan suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap
bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan
dalam produksi dan pengawasan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan.
Validasi dilakukan dengan maksud dan tujuan mengidentifikasi parameter proses
yang kritis, menetapkan batas toleransi yang dapat diterima dari masing-masing
parameter proses kritis, serta memberikan pengawasan terhadap proses yang kritis.
Media fill merupakan validasi yang perlu dilakukan untuk memberikan jaminan
sterilitas produk steril. Media fill merupakan metode pengukuran kontaminasi yang
potensial terjadi dalam keseluruhan proses produksi sediaan steril secara aseptis.
Guideline FDA menyarankan tes media fill untuk mengevaluasi overall sterility dari line
produksi aseptis dan hasil tes ini merupakan syarat kritis untuk jaminan kualitas terhadap
produk. Tes media fill juga dapat memberikan jaminan dan validasi terhadap teknik
aseptik seluruh personil peracikan. Tes media fill berupa simulasi proses untuk
membuktikan bahwa produk memiliki kualitas serta sterilitas yang konsisten, dalam tes
ini, semua peralatan, bahan kemas, prosedur dan personil yang terlibat dan digunakan
dalam proses rutin disimulasikan dengan akurat, benar-benar seperti proses produksi
normal. Simulasi ini dilakukan dengan mengganti obat dengan suatu placebo, yang
berupa media pertumbuhan bakteri.

ALAT LAMINAR AIR FLOW (LAF)


Alat ini digunakan untuk melindungi sediaan parenteral dari kontaminan mikrobiologi
yang terdapat dalam udara. Alat LAF bekerja dengan cara menyaring udara yang masuk
ke dalam daerah kerja melalui penyaring HEPA filter sehingga udara yang masuk ke
dalam daerah kerja bebas dari mikroorganisme dan partikel asing yang terdapat di udara.
Dengan demikian maka alat ini tidak bersifat menyeterilkan lingkungan tetapi lebih pada

50|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
menjaga lingkungan dalam kondisi yang bersih, sehingga penggunaan teknik aseptik yang
benar selama bekerja dengan alat LAF mutlak harus dilakukan. Penggunaan alat LAF saja
tanpa prosedur teknik aseptik dalam bekerja tidak dapat menjamin sterilitas produk yang
dihasilkan.
Alat LAF mempunyai dua type aliran udara yaitu type aliran udara horisontal (gambar
5) dan type aliran udara vertikal (Gambar 6). Type vertikal air flow biological safety
cabinet digunakan untuk mennyiapkan preparat obat–obat kanker dan obat berbahaya
lain. Type horisontal tidak cocok untuk menyiapkan preparat obat–obatan jenis ini karena
kontaminan dalam alat dapat tertiup langsung ke arah petugas.

Gambar 5. Horisontal Laminar Air Flow

Gambar 6. Vertical Laminar Air Flow

51|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila bekerja dengan alat LAF adalah :
1. Gunakan “pakaian kerja lengkap” terlebih dahulu
2. Sebelum digunakan hidupkan lampu ultra violet yang terdapat pada alat LAF
selama 30 menit baru kemudian menghidupkan blowernya. Cara lain adalah
seluruh “permukaan kerja” alat LAF dibersihkan dengan isopropil.
3. Alkohol 70% atau desinfektan lain dengan kain yang bebas serat dengan gerakan
dari dalam alat menuju keluar sehingga kontaminan bergerak keluar alat.
4. Hanya benda yang diperlukan saja yang berada di dalam daerah kerja LAF.
5. Benda–benda diletakkan dalam daerah kerja “di depan alat” dan minimal berjarak
6 inci dari sisi sampingnya. Hal ini bertujuan untuk mencegah kontaminasi dari
badan pekerja maupun kontaminasi akibat dari adanya pola udara turbulen apabila
udara dari alat LAF bertemu dengan udara ruangan.
6. HEPA filter yang terdapat dalam alat LAF tidak boleh bersentuhan, terkena cairan
pembersih maupun terkena bahan–bahan lain selama bekerja pada alat LAF.
7. Alat LAF harus ditempatkan pada tempat yang jauh dari pintu, ventilasi udara
ataupun hal–hal yang dapat menghasilkan udara yang berpotensi menimbulkan
kontaminasi ke dalam alat.
8. Tangan, jari dan pergelangan tangan harus seminimal mungkin berada di area
kerja untuk menghindari kemungkinan masuknya bakteri dan partikel ke dalam
area kerja.
9. Jangan berbicara, batuk–batuk dan melakukan gerakan yang tidak perlu selama
bekerja dengan alat LAF untuk meminimalkan terjadinya aliran udara yang
turbulen.
10. Alat LAF harus dilakukan pemeriksaan tiap 6 bulan sekali dan filter yang rusak
harus segera diganti dengan yang baru.

C. ALAT DAN BAHAN


Alat: Bahan:
1. Autoclave 1. Aquadest
2. Oven 2. BHI
3. LAF ( Laminar Air Flow )
4. Glassware
5. Incubator

52|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
D. CARA KERJA
A. Validasi Metode Sterilisasi dengan Autoclave
1. Dibuat masing – masing 2 buah sediaan berupa aquadest dalam botol infus, vial
dan ampul.
2. Masing – masing sediaan di autoclave dengan suhu yang sama dengan waktu yang
berbeda ( Suhu 121 °C, waktunya 20 menit dan menit ).
3. Dicek sterilitas aquadest dalam masing – masing wadah dengan media BHI
(preparasi di dalam ruang aseptis).
4. Inkubasi media BHI yang sudah diisi sampel sediaan selama 24 jam.

B. Validasi LAF
Untuk udara di dalam LAF
1. Ukur kecepatan aliran udara dalam LAF (0,45 m/s)
2. Piring petri yang berisi media diletakkan di dalam LAF pada bagian yang ada
aliran HEPA filter selama 30 menit.
3. Kemudian inkubasi media tersebut selama 24 jam.
4. Di amati ada tidaknya biakan
5. Bila ada biakan berarti tidak steril.
Untuk mengecek dinding LAF
2. Media dalam cawan petri yang berbentuk cembung ditempelkan ke dinding LAF
kemudian ditutup.
3. Inkubasi media selama 24 jam
4. Diamati ada tidaknya biakan
5. Adanya biakan berarti tidak steril
C. Validasi Metode Sterilisasi menggunakan Oven
2. Wadah vial, ampul dan gelas beker masing – masing 2 buah disterilkan dalam
oven dengan suhu yang sama dengan waktu yang berbeda ( suhu 180 °C dengan
waktu 30 menit dan 60 menit ).
3. Masing – masing wadah dibilas dengan sterile WFI (Water For Injecction) pada
bagian dalamnya dan hasil bilasan dimasukkan dalam media BHI.
4. Inkubasi media BHI selama 24 jam.
5. Diamati ada tidaknya kekeruhan
6. Bila ada kekeruhan berarti tidak steril

53|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
Tugas Materi Validasi
Buatlah Tahapan pelaksanaan validasi proses aseptis!
Mencakup
1. Validasi sampling personil, metode pengujian, ruangan, saat pengisian media
2. Kriteria Penerimaan hasil validasi
3. Jika pengujian gagal bagaimana?

54|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
5.1. BSC

A. TUJUAN
Mahasiswa mampu menjelaskan tahapan dalam penggunaan BSC
B. TEORI
Berikut ini adalah prosedur menggunakan Bio Safety Cabinet (BSC):
a. Sebelum Menggunakan BSC
1. Matikan lampu UV (bila menyala)
2. Hidupkan BSC dengan menekan tombol ON hingga terdengar bunyi dari alat (tekan
terus hingga terdengar bunyi)
3. Hidupkan lampu fluorescent dan blower
4. Biarkan kabinet selama 5 menit tanpa aktivitas
5. Buka kaca hingga tanda (alarm akan berbunyi bila setting kaca belum sesuai)
6. Bersihkan permukaan tempat kerja dengan cairan desinfektan yang sesuai seperti 70%
isopropil alkohol
7. Bersihkan semua item dengan cairan desinfektan sebelum memasukkannya ke dalam
kabinet
8. Letakkan semua alat dalam kabinet minimal 10 cm dari kaca
9. Jangan meletakkan alat diatas grill (penyedot udara) karena akan mengganggu aliran
udara dalam kabinet
Alat : Bio Safety Cabinet (BSC) tipe 2

55|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
b. Selama Proses Kerja
1. Bagi kabinet menjadi tiga area, area bersih, area kerja, dan area kotor.
2. Pergerakan tangan dan lengan dalam kabinet:
• Usahakan melakukan pergerakan tangan dengan perlahan.
• Minimalisir gerakan tangan keluar-masuk kabinet.
• Pergerakan lengan dan tangan dengan arah lurus, jangan ke samping kanan-kiri.
• Pergerakan tangan untuk masuk-keluar kabinet lurus.
3. Ikuti prosedur kerja secara aseptik:
• Letakkan botol atau vial yang terbuka paralel terhadap aliran udara dalam kabinet.
• Buka pembungkus alat/ bahan, hanya yang akan dikerjakan saja. Lainnya biarkan
tertutup.
• Bila terjadi kesalahan kerja: misalnya terdapat cairan yang tumpah, biarkan
beberapa menit supaya udara yang terkontaminasi digantikan oleh udara baru yang
bersih dari HEPA filter. Buang sarung tangan dan baju kerja terluar yang
terkontaminasi, cuci tangan, kemudian ganti dengan sarung tangan dan baju kerja
yang bersih. Bersihkan cairan yang tumpah dengan lap steril dan cairan
desinfektan. Bersihkan permukaan kerja dengan air steril dan bersihkan lagi
dengan cairan desinfektan. Bila terdapat pecahan kaca, jangan membersihkannya
dengan tangan, gunakan pinset atau alat lain yang sesuai. Setelah membersihkan
tempat kerja, buang sarung tangan dan ganti dengan yang baru. Biarkan kabinet
beberapa saat untuk proses purging dan lanjutkan kerja seperti biasa.

56|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
c. Setelah Proses Kerja
1. Semprot alat yang akan digunakan lagi dengan cairan desinfektan dan bersihkan dengan
lap.
2. Letakkan semua alat yang terkontaminasi dalam wadah untuk pembuangan.
3. Buang sarung tangan yang Anda gunakan, cuci tangan, dan gunakan yang baru.
4. Keluarkan alat yang telah digunakan dari dalam kabinet.
5. Desinfeksi interior kabinet dan lap permukaan lampu UV.
6. Matikan lampu fluorescent dan blower.
7. Tutup kaca kabinet dan nyalakan lampu UV.
8. Biarkan selama 60 menit.

Petunjuk penggunaan BSC:


• Jangan menggunakan kabinet bila alarm berbunyi.
• Jangan meletakkan barang di atas BSC.
• Jangan menggunakan BSC untuk senyawa yang sangat membahayakan, toksik,
mudah meledak dan mudah terbakar.
• Perlu dilakukan rekualifikasi secara berkala.
• BSC hanya di-design digunakan oleh satu orang saja.
• BSC hanya boleh digunakan oleh operator yang telah mendapatkan pelatihan.

57|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
Tugas Pertemuan
1. Jelaskan perbedaan LAF dan BSC!
2. Jelaskan tipe-tipe BSC!
3. Untuk BSC level 1, bahan-bahan apa yang boleh diteliti?
4. Apa yang dimaksud dengan HEPA filter?
5. Jelaskan cara kerja BSC!
6. Apa yang perlu diperhatikan jika akan menggunakan BSC?

58|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh., 2000, Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktik, Penerbit Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Anonim, 2016, Petunjuk Praktikum Formulasi dan Teknologi Sediaan Steril, Universitas
Wahid Hasyim, Semarang
Ansel, Howard C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI Press, Jakarta.
Aulton, M.E. (Ed.), 1994, Pharmaceutics : The Science of Dosage Form Design, ELBS,
Hong Kong
Allen Stephen J, Catalango-Angus Mary L, Cohen Michael R, Delfino Daria, Guynn Robert
S, Scheckelhoff Douglas J, Shepherd Michele F and Zajac Kevin W (Ed), 1993,
Manual for Pharmacy Technician, American Society od Health System Pharmacies.
Inc., Wincosin Avenue, Bethesda.
Avis Keneth E, Lachman Leon, Lieberman Herbert A (Ed), 1984, Pharmacheutical Dosage
Form Parenteral Medication, Volume 1, Marcel Dekker, Inc, New York and Basel
Ayuhastuti, Anggraini, 2016, Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi Praktikum Teknologi
Sediaan Steril, Jilid 1, Kemenkes RI. Jakarta: Indonesia
Banker, GS and Rhodes, C.T. (Ed), 1996, Modern Pharmaceutics, 3 rd, Marcel Dekker, Inc,
New York.
BPOM RI. (2014). Petunjuk Operasional Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik 2012 Jilid 1. Jakarta: Indonesia.
BPOM RI. (2014). Petunjuk Operasional Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik 2012 Jilid 2. Jakarta: Indonesia.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (2012). Penerapan Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Indonesia.
Rahardja, Kirana. 2007. Obat-Obat Penting. PT Elek Media Komputindo. Jakarta
Rowe, Raymond C., Sheskey, Paul J., Quinn, Marian E.. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients 6th Edition. London: The Pharmaceutical Press. Halaman 637-639.

Saryanti Dwi, Nafisah Umi, R.S. Landyyun, 2010, Petunjuk Praktikum Formulasi dan
Teknologi Sediaan Steril, Laboratorium Teknologi Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta

Sweetman, Sean C., 2009. Martindale 36th Edition. London: The Pharmaceutical Press.
Halaman 2414.

59|S I F A R M A S I S T I K E S N A S I O N A L S U R A K A R T A

Anda mungkin juga menyukai