Anda di halaman 1dari 73

2022

PANDUAN PRAKTIKUM
FISIKA DASAR
SEMESTER GENAP 2021/2022

TIM Praktikum Fisika Dasar


Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Panduan Praktikum
Fisika Dasar
Semester Genap 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta’ala, kepada-Nya kita


memuji, memohon pertolongan dan ampunan-Nya. Shalawat dan
salam semoga tetap dilimpahkan kepada Rasulullah Muhammad
shalallahu’alaihi wa sallam, beserta keluarga, para sahabat, dan
pengikutnya yang teguh menjalankan sunnah-sunnahnya. Amma
ba’du
Praktikum fisika dasar merupakan salah satu praktikum yang
diselenggarakan di Laboratorium Terpadu UIN Yogyakarta.
Praktikum ini sebagai pendukung dari mata kuliah fisika dasar yang
dilaksanakan oleh beberapa prodi di Fakultas Sains dan Teknologi.
Oleh karenanya, mahasiswa yang akan mengikuti praktikum ini
diwajibkan telah atau sedang mengambil mata kuliah fisika dasar.
Materi praktikum fisika dasar adalah konsep-konsep dasar fisika
yang diperoleh pada mata kuliah fisika dasar tersebut.
Praktikum fisika dasar bertujuan melatih praktikan untuk
melakukan pengamatan terhadap gejala fisis, melakukan
pengukuran terhadap besaran-besaran fisis tersebut, melakukan
analisis terhadap data pengukuran, dan melakukan evaluasi terhadap
hasil analisis. Praktikan diharapkan mampu mengembangkan
ketrampilan-ketrampilan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Buku yang ada di hadapan pembaca ini adalah panduan
praktikum fisika dasar yang diharapkan bisa membantu kegiatan
praktikum secara optimal. Terimakasih kami sampaikan kepada
pihak-pihak yang telah membantu terselesaikannya buku panduan
2
praktikum ini, semoga menjadi amal sholih dan mendapat balasan
dari Allah Subhanahu wa ta’ala.
Buku panduan ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karenanya kritik dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan.
Semoga buku panduan ini bermanfaat.
Penyusun

3
DAFTAR ISI

Cover 1
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 4
Tata Tertib Praktikum Fisika Dasar 5
Cara Pembuatan Laporan 9
Pendahuluan 12
Percobaan 1. Pengukuran 29
Percobaan 2. Hukum II Newton 37
Percobaan 3. Pendulum Reversibel 45
Percobaan 4. Hukum Ohm 51
Percobaan 5. Transformator 60
Percobaan 6. Gaya Lorentz 67

4
Tata Tertib Praktikum Fisika Dasar

A. Tata Tertib Sebelum Praktikum


1. Praktikan harus hadir 15 menit sebelum praktikum dimulai.
Praktikan yang datang terlambat tidak diperkenankan
mengikuti praktikum pada hari itu.
2. Laboratorium adalah tempat bekerja / praktikum oleh
karenanya di dalam laboratorium praktikan harus tenang,
tertib, berpakaian rapi dan sopan, memakai kemeja atau kaos
berkerah, celana/rok panjang bukan Jeans ketat, tidak
memakai sandal, disarankan bersepatu beralas karet sebagai
isolator. Tas, jaket dan barang bawaan lainnya diletakkan di
tempat yang telah disediakan (keamanan menjadi tanggung
jawab praktikan sendiri).
3. Praktikan harus sudah memahami apa yang akan dikerjakan
dengan membaca buku petunjuk praktikum dan acuan lain.
4. Praktikan tidak diperkenankan mengikuti praktikum apabila
tidak memenuhi syarat-syarat :
a. Membawa kartu tanda praktikum.
b. Membawa Laporan Akhir sesuai tata cara pembuatan
laporan praktikum fisika dasar yang telah ditetapkan.
c. Lulus tes pendahuluan (pre test).
Apabila perlengkapan butir a. hilang, maka praktikan harus
melaporkannya kepada penanggung jawab harian 15 menit

5
sebelum praktikum dimulai. Kurang dari waktu tersebut
praktikan dianggap gagal melakukan praktikum.

B. Tata Tertib Selama Praktikum


1. Praktikan dapat memulai eksperimen setelah lulus tes
pendahuluan (pre test) dan mendapat petunjuk serta ijin dari
asisten yang bersangkutan untuk memasang alat.
2. Praktikan harus dapat memperoleh data dengan melakukan
eksperimen. Data hasil pengamatan harus ditulis dengan
cermat dan apa adanya pada lembar data yang telah diberikan
oleh asisten. Apabila praktikan gagal memperoleh data (misal
karena kerusakan alat atau hal lain), praktikan harus segera
melapor ke asisten dan penanggung jawab harian untuk dapat
melakukan praktikum pada hari yang lain.
3. Praktikan harus menjaga keselamatan dirinya, ketertiban,
peralatan dan kebersihan laboratorium.
4. Selama di dalam laboratorium, praktikan dilarang keras
merokok, SMS/Telfon, membawa makanan dan minuman
dan mengganggu kelompok lain. Praktikan dilarang keras
meninggalkan laboratorium tanpa seijin asisten dan
penanggung jawab harian.

C. Tata Tertib Selesai Praktikum


1. Setelah seluruh eksperimen selesai dan disetujui asisten,
praktikan harus merapikan kembali meja, kursi dan peralatan
percobaan.
6
2. Setelah praktikum selesai, sebelum meninggalkan
laboratorium praktikan harus meminta tanda tangan asisten
pada lembar data serta menyerahkan satu lembar data kepada
asisten untuk setiap kelompok.

D. Ketentuan
1. Pada dasarnya tidak ada praktikum susulan kecuali bagi yang
berhalangan hadir dikarenakan sakit atau menjadi delegasi
resmi dari kampus. Hal tersebut harus dilengkapi dengan surat
keterangan tidak hadir (dari dokter, dekan, rektor, atau pihak
yang berwenang).
2. Bagi praktikan yang terpaksanya berhalangan hadir seperti
yang tertera dibutir 1, diperbolehkan mengikuti INHALL.
3. Jika praktikan merusakkan atau menghilangkan alat ataupun
fasilitas laboratorium lainnya, maka praktikan harus
mengganti dengan alat yang sama pada praktikum minggu
berikutnya.
4. Pelanggaran terhadap tata tertib ini, praktikan dapat
dikenakan sanksi : peringatan/dinyatakan gagal/dikeluarkan.
5. Komponen penilaian praktikum meliputi :
a. Pretest : 10 %
b. Praktikum : 30 %
c. Laporan : 30 %
d. Ujian Responsi : 30 %

7
6. Apabila praktikan tidak hadir dalam praktikum, nilai pretest,
praktikum dan laporan pada judul praktikum yang
ditinggalkan akan memperoleh nilai NOL.
1. Instrumen Penilaian Lulus Pretest adalah mampu
menjawab dengan baik dan benar 3 dari 5 pertanyaan yang
diajukan asisten.
2. Instrumen Penilaian Praktikum
a. Keaktifan dalam kelompok praktikum.
b. Mampu menggunakan alat praktikum sesuai dengan
prosedur kerja praktikum.
c. Memahami konten konsep bahasan praktikum.
3. Instrumen Penilaian Laporan Praktikum
a. Kelengkapan format laporan praktikum (tertera di
halaman selanjutnya).
b. Orisinalitas karya laporan.
c. Kerapian tulisan dan grafik.
d. Pembahasan laporan minimal 2 paragraf karena
mempunyai komponen nilai tertinggi.

8
Cara Pembuatan Laporan
Praktikum Fisika Dasar

1. Tujuan Pembuatan Laporan Praktikum


Pembuatan laporan Praktikum Fisika Dasar bertujuan agar
mahasiswa dapat belajar untuk mengemukakan pendapatnya /
berkomunikasi secara tertulis melalui Laporan Praktikum Fisika
Dasar, melatih mahasiswa agar dapat mempersiapkan diri untuk
praktikum, menganalisis hasil praktikum, dan membuat
perhitungan untuk menentukan besaran fisika, mengetahui
beberapa besaran dari percobaan, mementukan hubungan antar
besaran fisika, menganalisis kesalahan dan akhirnya membuat
kesimpulan secara keseluruhan.

2. Format Laporan Praktikum


Laporan Praktikum Fisika Dasar terdiri dari :
Bagian Nilai tertinggi
A Pendahuluan 15
1. Latar Belakang
2. Tujuan Percobaan
B Dasar Teori 10
C Metodologi Percobaan 25
1. Alat dan Bahan
2. Skema Alat
3. Prosedur Kerja
4. Metode Analisa Data
D Hasi dan Pembahasan 30
1. Hasil Percobaan
2. Analisa Data dan Grafik
3. Pembahasan

9
E Penutup 5
1. Kesimpulan
2. Saran
F Daftar Pustaka 5
G Lampiran 10
1. Data Hasil Percobaan
2. Proses Perhitungan Data
3. Penyelesaian Soal
Evaluasi (jika ada)

Tujuan dan alat-alat dapat dibaca pada panduan


praktikum. Teori umum dapat dibaca dibuku panduan dan
buku-buku acuan lain yang sesuai dengan materi percobaan.
Cara kerja harus benar-benar menunjukkan hal-hal yang akan
dikerjakan dalam praktikum, kalimat-kalimat perintah dalam
buku panduan praktikum harus diganti dengan kalimat yang
tidak menunjukkan perintah.
Hasil perhitungan harus ditampilkan dalam bentuk tabel
dengan satu contoh perhitungan untuk setiap tabel. Ralat serta
kesaksamaan dalam percobaan harus disertakan. Cara
penulisan ralat dan pembuatan grafik harus mengikuti
ketentuan yang telah ditetapkan dalam buku panduan
praktikum.
Laporan tersebut dibuat dengan menggunakan kertas HVS
ukuran F4 ditulis tangan dengan rapi. Grafik yang
mememerlukan skala logaritmik harus dibuat pada kertas
semilog atau kertas logaritmik.
Laporan akhir harus diserahkan satu pekan setelah
praktikum, pada saat praktikum pekan berikutnya.
10
Cover depan/halaman pertama Laporan Praktikum

LABORATORIUM FISIKA DASAR


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN KALIJAGA
Jl. Marsda Adisucipto Yogyakarta

Laporan Praktikum Fisika Dasar


Nama Mahasiswa : ……………………....
NIM : ……………………….
Nomor Kelompok : ………….......…….....
Fakultas : …………………….....
Program Studi : ……………………….
Semester / Kelas : ………………….........

Nama Percobaan

Tanggal Percobaan : ……………………...

Minggu Ke : ……………………...

Nama Dosen : ………………….......

Nama Asisten : ………………………

Kawan Kerja : ………………………

11
PENDAHULUAN

1. Umum
Tujuan percobaan-percobaan fisika di Laboratorium Fisika
Dasar adalah untuk melihat secara visual beberapa peristiwa
fisika dalam kejadian sebenarnya, menguji kebenaran hukum
fisika misalnya : hukum lensa, hukum Ohm, dsb., dan mencari
tetapan-tetapan fisika secara kuantitatif. Untuk itu diperlukan
ketelitian dan metode pengamatan.
Mata kuliah praktikum Fisika Dasar ini diberikan agar
mahasiswa :
• Memperoleh kecakapan dan ketrampilan dalam memakai dan
memahami kegunaan peralatan laboratorium.
• Lebih menghayati materi yang diberikan di kuliah dan
memahami hubungan antara teori dan pengamatan.
• Mampu menganalisis, membuat hipotesis, ataupun
kesimpulan dari data yang diperoleh dari hasil percobaan.
• Mampu berkomunikasi secara lisan maupun tulisan (melalui
diskusi dan pembuatan laporan), mengenal metodologi
penelitian.
Penelitian dalam arti sebenarnya (mencari solusi baru, inovasi,
dsb.) memang belum dilakukan pada taraf percobaan praktikum
fisika dasar ini, tetapi kegiatan praktikum ini sudah mengarah
kepada cara-cara untuk melakukan suatu penelitian.

12
2. Teori Ralat
Fisika mempelajari gejala alam secara kuantitatif, oleh
karenanya pengukuran besaran fisis merupakan hal yang sangat
penting. Mengukur adalah membandingkan suatu besaran fisis
dengan besaran fisis sejenis sebagai standar yang telah
diperjanjikan terlebih dahulu. Tujuan mengukur adalah untuk
mengetahui nilai ukur besaran fisis dengan hasil yang akurat.
Suatu benda yang diukur berulang, maka setiap pengukuran
boleh jadi memberikan angka ukur yang berbeda, demikian juga
jika besaran fisis yang sama diukur oleh orang lain. Jadi usaha
untuk memperoleh hasil ukur yang tepat betul tidak pernah
tercapai, dan yang bisa dicapai hanyalah memperoleh hasil
terboleh jadi betul, dan nilai kisaran hasil ukur.
Jika besaran fisis yang diukur (x) maka hasil ukur terboleh
jadi betul adalah nilai rerata pengukuran (x ) , dan kisaran hasil

ukur dinamakan ralat pengukuran dinyatakan (x) . Nilai kisaran

hasil ukurnya ( x  x) , mempunyai arti nilai itu berada dalam

rentang antara x minimum yakni ( x − x) sampai dengan x

maksimum yakni ( x + x) . Suatu alat ukur dikatakan presisi

apabila memberikan nilai x yang kecil. Setiap alat ukur


mempunyai tingkat kepresisian sendiri-sendiri, misalnya alat
ukur panjang mikrometer sekrup 0,001 cm, janga sorong 0,01 cm
dan mistar 0,1 cm. Hasil ukur dikatakan baik apabila diperoleh
ralat relatif (x / x ) yang bernilai kecil.

13
2.1 Sumber-Sumber Ralat
Setiap hasil pengukuran tidak pernah lepas dari suatu ralat.
Sumber-sumber ralat dapat dikelompokkan menjadi tiga macam,
yaitu : ralat sistematik (systematic error), ralat rambang (random
error), dan ralat kekeliruan tindakan.
1. Ralat Sistematik
Ralat kelompok ini memberikan efek yang tetap nilainya
terhadap hasil ukur, dan dapat dihilangkan apabila diketahui
sumber-sumbernya, antara lain faktor-faktor berikut :
a. Alat
Misalnya : kesalahan kalibrasi, meter arus tidak
menunjukkan nol sebelum digunakan (zero error),
ketidakelastisan benda/fatigue.
b. Pengamat
Misalnya karena ketidakcermatan pengamat dalam
membaca skala. Hal ini bisa disebabkan selama
pembacaan mata pengamat terlalu ke bawah atau ke atas
terhadap objek yang diamati sehingga nilai yang terbaca
tergeser dari nilai sebenarnya (paralaks).
c. Kondisi Fisis Pengamatan
Misalnya karena kondisi fisis saat pengamatan tidak sama
dengan kondisi fisis saat peneraan alat, sehingga
mempengaruhi penunjukan alat.

14
d. Metode Pengamatan
Ketidaktepatan dalam pemilihan metode akan
mempengaruhi hasil pengamatan, misalnya sering terjadi
kebocoran besaran fisis seperti panas, cahaya, dsb.

2. Ralat Rambang
Setiap pengukuran yang dilakukan berulang atau pengamatan
berulang untuk besaran fisis yang tetap, ternyata nilai setiap
pengukuran itu berbeda. Ralat yang terjadi pada pengukuran
berulang ini disebut ralat rambang, atau ralat kebetulan atau
ralat random.
Faktor-faktor penyebab ralat rambang antara lain sebagai
berikut :
a. Ketepatan penaksiran
Misalnya penaksiran terhadap penunjukkan skala oleh
pengamat yang berbeda dari waktu ke waktu.
b. Kondisi fisis yang berubah (berfluktuasi)
Misalnya karena suhu atau tegangan listrik yang
digunakan tidak stabil (berfluktuasi).
c. Gangguan
Misalnya adanya medan magnet yang kuat disekitar alat-
alat ukur listrik sehingga dapat mempengaruhi
penunjukkan meter-meter listrik.
d. Definisi

15
Misalnya karena penampang pipa tidak berbentuk
lingkaran sempurna maka penentuan diameternyapun
akan menimbulkan ralat.

3. Ralat Kekeliruan Tindakan


Kekeliruan tindakan oleh pengamat atau pengukur dapat
terjadi dalam bentuk sebagai berikut :
a. Salah berbuat
Misalnya salah membaca, salah pengaturan
situasi/kondisi, salah membilang (misalnya jumlah ayunan
11 kali terbilang 10 kali).
b. Salah hitung
Terutama terjadi pada hitungan dengan pembulatan.

2.2 Perhitungan Ralat


Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa ralat selalu
muncul pada setiap pengukuran, dan ini disebabkan oleh
keterbatasan alat ukur, usaha yang dapat dilakukan hanyalah
bagaimana memperkecil ralat tersebut sekecil-kecilnya. Khusus
dalam hal pengamatan pada praktikum Fisika Dasar, peralatan,
situasi dan kondisi yang ada harus diterima apa adanya dalam arti
praktikan tidak dapat meniadakan ralat sistematik secara baik.
Yang dapat dilakukan praktikan adalah berusaha bekerja sebaik-
baiknya untuk menghindari atau mengurangi ralat kekeliruan
tindakan, ralat sistematik, dan ralat kebetulan.

16
Setiap pengukuran selalu muncul ralat kebetulan, oleh sebab
itu untuk memperkecil ralat ini harus dilakukan pengukuran
berulang, semakin banyak dilakukan pengukuran berulang
semakin baik. Namun demikian tidak semua pengamatan dapat
diulangi sehingga praktikan hanya dapat melakukan pengamatan
sekali saja, untuk ini ralat terjadi pada penaksiran skala. Ralat ini
penaksirannya dilakukan atas dasar akal sehat terkadang sampai
0,1 skala terkecilnya. Ralat kebetulan dapat dibedakan menjadi
dua macam, yalitu ralat dari pengamatan langsung dan ralat dari
hasil perhitungan.
Pengukuran besaran secara langsung berarti benda tersebut
diukur dan langsung dapat diperoleh hasil ukurnya. Misalnya
mengukur diameter pensil dengan menggunakan jangka sorong.
Pengukuran tak langsung berarti hasil ukur yang dikehendaki
diperoleh melalui perhitungan. Sebagai contoh ingin mengetahui
volume sebatang pensil berbentuk silinder, maka yang dilakukan
adalah mengukur diameter pensil dengan jangka sorong misalnya
dan mengukur panjang pensil dengan mistar.
Ralat pengukuran langsung terjadi karena pengamatan dan ini
termasuk ralat rambang. Ralat pengukuran tak langsung
disumbang oleh ralat rambang dari setiap pengukuran besaran
secara langsung, dan ini menyebabkan ralat yang merambat.
Semakin banyak parameter yang diukur langsung maka ralat
hasil ukur semakin besar. Ini disebabkan adanya perambatan
masing-masing ralat oleh setiap pengukuran langsung yang

17
menyumbang ralat hasil pada pengukuran tak langsung. Berikut
ini diperkenalkan penyebab ralat pada setiap pengukuran.

1. Ralat Pengamatan
Telah diuraikan di atas, bila pengukuran atau pengamatan
dilakukan beberapa kali pada besaran yang diukur secara
langsung, hasilnya berbeda-beda. Misalnya dilakukan
pengukuran sebanyak n kali dengan hasil pengukuran yang
ke i adalah x i ( i = 1,2,3,...n) . Nilai terbaik terboleh jadi

betul adalah nilai rerata dari hasil ukur itu, dilambangkan x


,dapat ditentukan dengan persamaan:

x
n
x1 + x2 + x3 + ... + xn
x= =
i i
(1)
n n
Selisih atau penyimpangan antara nilai ukur ke i dengan nilai
ukur rerata dinamakan deviasi (misal berlambang  ), maka :

xi = xi − x (2)

Deviasi pada persamaan (2) merupakan penyimpangan


terhadap nilai terbaik dari nilai terukur yang bersangkutan
( xi ) .
Dikenal istilah deviasi standar, yang didefinisikan sebagai
akar rerata kuadrat deviasinya (x) atau :

18
n n

 (x ) i
2
 (x i − x)
2

x = i
= i
(3)
n(n − 1) n(n − 1)

sedangkan deviasi standar relatifnya ditulis :

x x
x r = atau xr = 100% (4)
x x
Selanjutnya harga atau nilai dari pengukuran (x) dapat
ditulis:

x = x  x (5)
Nilai pengukuran, seringkali dinyatakan dengan kesaksamaan

atau ketelitian, atau disebut pula kecermatan, yaitu: 1 − xr

atau 100% − xr % . Kesaksamaan dapat dianggap sebagai


jaminan akan kebenaran hasil pengukuran. Perhatikan contoh
berikut ini.
Misal kita melakukan 10 kali pengukuran panjang sebuah
batang, dimana nilai terukur pada setiap kali pengukuran
seperti terdapat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Data pengukuran panjang sebuah batang


Deviasi Kuadrat
Pengukuran Nilai terukur
xi = xi − x deviasi
ke ( xi ) cm
(cm) (xi ) 2
1 35,62 +0,03 0.0009
2 35,59 0,00 0,0000
3 35,60 +0,01 0,0001
4 35,61 +0,02 0,0004
19
5 35,56 -0,03 0,0009
6 35,58 -0,01 0,0001
7 35,57 -0,02 0,0004
8 35,58 -0,01 0,0001
9 35,59 0,00 0,0000
10 35,60 +0,01 0,0001

Dari tabel diperoleh informasi bahwa:


n n
n = 10  xi = 355,90
i
 (x )
i
i
2
= 0,0030 (6)

Jadi nilai terbaiknya:


n
xi
x= i
= 35,590 (7)
n
sedangkan deviasi standarnya
n

 (x )
2
i
0,0030
x = i
= = 0.00577 (8)
n(n − 1) 90

diperoleh simpulan, nilai ukur besaran x tersaji :


x = x  x = (35,590  0,00577 ) cm (9)
dengan kesaksamaan :
0,00577
100 % −  100 % = 99,98% (10)
35,590
Sejumlah kalkulator ilmiah (scientific calculator) biasanya
terdapat fasilitas untuk menghitung deviasi standar, petunjuk
penggunaannya sangat spesifik, bergantung pada merk dan
tipe kalkulator tersebut.

20
2. Ralat Perambatan
Seringkali besaran fisis tidak diukur secara langsung,
tetapi dihitung dari pengukuran unsur-unsurnya. Misal
volume sebuah balok dihitung dari perkalian antara panjang,
lebar dan tebal balok yang diukur, kelajuan dihitung dari jarak
tempuh dengan waktu tempuhnya, dsb. Pada pengukuran
panjang, lebar dan tebal balok masing-masing pengukurannya
memberikan ralat, maka dalam perhitungan volume balokpun
akan menimbulkan ralat sebagai hasil perpaduan ralat dari
setiap sisi yang diukur langsung. Ralat yang timbul sebagai
hasil perhitungan ini dinamakan ralat perhitungan atau ralat
rambatan. Nilai terbaik sangat bergantung pada nilai terbaik
variabel unsurnya.
Secara matematis bila besaran V gayut variabelnya adalah
( x, y, z ) , sehingga V = V ( x, y, z ) , maka nilai terbaiknya

adalah V = V ( x , y , z ) , sedangkan deviasi standar reratanya


dirumuskan :
2 2 2
 V  2  V  2  V  2
V =   x +   y +   z (11)
 x   y   z 
Penyajian hasil pengukuran langsung terhadap peubah x, y, z
dinyatakan:

x = x  x y = y  y z = z  z
Dimana:

21
 V 
  merupakan turunan parsial peubah V terhadap
 x 
 V 
peubah x ,   merupakan turunan parsial peubah V
 y 
 V 
terhadap peubah y ,   merupakan turunan parsial
 z 
peubah V terhadap peubah z .
Perhatikan dua contoh berikut.

Contoh 1 :

Sebuah balok sisi-sisinya diukur langsung hasil pengukuran


sbb. :

Panjang : p = (6,21  0,02)cm


Lebar : l = (4,26  0,01)cm
Tinggi : t = (3,43  0,01)cm
Nilai terbaik volume balok:
V = V ( p, l , t ) = ( p)(l )(t ) = 6,21  4,26  3,43 = 90,74 cm3
Standar deviasi dapat dihitung melalui turunan parsial V

terhadap p, l , t berikut ini :

V
= l t = (4,26)(3,43) = 14,6118
p
V
= pt = (6,21)(3,43) = 21,3003
l
22
V
= pl = (6,21)(4,26) = 26,4546
t
Berikutnya, deviasi standar reratanya adalah :
2 2 2
 V   V  2  V  2
V =   p 2 +   l +   t
 p   l   t 
V = (14,6118) 2
(0,02) 2 + (21,3003) 2 (0,01) 2 + (26,4546 ) 2 (0,01) 2 
= 0,4480

Diperoleh simpulan volume balok : V = (90,7  0,4) cm3

Contoh 2 :
Dalam menentukan jarak titik api (f) lensa cembung, besaran
yang diukur secara langsung ialah jarak dari benda ke lensa
atau jarak benda (s) dan jarak dari lensa ke layar atau jarak
bayangan(s’). Misal dari hasil pengukuran langsung diperoleh
: s = (32,4  0,1) cm dan s' = (13,7  0,1) cm. Telah
diketahui pada lensa tipis berlaku hubungan antara f , s, dan
s’ yakni :
1 1 1
= + atau :
f s s'
s.s ' (32,4)(13,7) 443,88
f = = = = 9,63 cm.
s + s" 32,4 + 13,7 46,1

Standar deviasi dapat dihitung melalui turunan parsial f


terhadap s dan s ' berikut ini :

23
f s '2 (13,7) 2 187,69
= = = = 0,0883
s ( s + s ' ) 2
(32,4 + 13,7) 2
2125,21

f s2 (32,4) 2 1049 ,76


= = = = 0,4940
s ' ( s + s ' ) 2
(32,4 + 13,7) 2
2125,21
Deviasi standar rerata dari f adalah :
2 2
 f   f 
f =   s 2 +   s' 2
 s   s ' 

f = (0,0883 )2 (0,1) 2 + (0,4940 )2 (0,1) 2 = 0,05


Diperoleh simpulan jarak fokus lensa : f = (9,63  0,05) cm

3. Metode Grafik
Hasil percobaan apabila hanya disajikan dalam bentuk
angka-angka saja mestinya kurang menarik selain
menjemukan. Hasil percobaan akan menarik apabila angka-
angka tersebut dapat di visualisasikan dalam bentuk grafik
atau kurva dari variabel yang dikehendaki.
Analisis data dengan metode grafik lebih praktis dan
memudahkan pandangan. Meskipun demikian tidak semua
percobaan hasilnya dapat dianalisis dengan metode grafik.

Kegunaan grafik
a. Grafik sangat menolong melalui pandangan (visual aid),
maksudnya dengan mengamati bentuk grafik saja,
pembaca bisa memperoleh banyak informasi. Misal dapat
24
diketahui di tempat mana atau saat kapan mulai ada
perbedaan antara hasil hitungan dan hasil pengamatan,
dapat diketahui dengan mudah letak benar dan salahnya
dalam menganalisis data, dan sebagainya.
b. Grafik dapat digunakan untuk membandingkan
eksperimen dengan teori.
c. Grafik dapat digunakan untuk menunjukkan hubungan
empiris antara dua besaran, meskipun pelaku percobaan
belum pernah menyelidiki hubungan teoritis antara dua
besaran tersebut.
d. Grafik dapat digunakan untuk menentukan konstanta atau
koefisien dari suatu rumus, membuktikan rumus.

Membuat grafik
Untuk mendapatkan grafik yang baik, maka perlu
diperhatikan dasar-dasar pembuatan grafik sebagai berikut.
a. Pilihlah sumbu mendatar atau sumbu x atau absis sebagai
besaran sebab atau variabel bebas, dan sumbu tegak atau
sumbu y atau ordinat sebagai besaran efek atau akibat atau
variabel bergantung. Pemilihan besaran pada absis dan
ordinat harus bersesuaian dengan keadaan yang paling
menguntungkan, misalnya bisa menghapus ralat
sistematis.
b. Persamaan yang digunakan harus persamaan linier. Misal
1
hukum Boyle pV = k atau p = k , dengan k =
V
25
konstan, agar persamaannya linier maka sumbu x adalah :
1
sedangkan sumbu y adalah : p . Contoh lagi :
V
1 2 gr 2 ( B −  F )
= , dimana t : waktu dan r : jari-jari,
t 9 s
sebaiknya sumbu x diambil besaran : r 2 dan sumbu y :
1
besaran : . Contoh lagi misal I = I 0 e −d sebaiknya
t
diubah menjadi ln I = ln I 0 − d dengan sumbu x :

adalah d dan sumbu y : adalah ln I .


c. Nilai skala baik pada sumbu x mapun sumbu y harus
dipilih bulat dan dapat memberikan kemiringan grafik
(slope) pada kisaran antara 300 sampai 600.
d. Gunakan minimal 10 buah titik data, setiap titik data
ditulis dengan jelas, serta nilai ralat di setiap titik data
(biasanya berarah sumbu y), digambar sebagai garis ke
atas dan ke bawah dari titik data itu.
e. Ambillah skala yang sederhana, misal 1 cm di kertas grafik
mewakili 1 satuan (atau 10, 100, 0,1 dst). Kalau pilihan ini
mengakibatkan lukisan grafik menjadi terlalu besar atau
terlalu kecil ambillah 1 cm mewakili 2 atau 5 unit (atau 10
pangkatnya).
f. Jangan memasang titik-titik pengamatan terlalu dekat satu
sama lain, dan juga jangan terlalu jauh.

26
g. Penulisan angka pada sumbu-sumbunya hendaknya yang
sederhana, misal jangan dituliskan angka 0,000005 tetapi
5x10-6.
h. Berilah tanda yang jelas pada titik-titik pengamatan,
gunakan tanda berbeda bila melukiskan beberapa kurva di
satu grafik.
i. Tarik garis grafik secara halus dan merata (atau garis
lurus) yang menerusi daerah titik-titik pengamatan, jangan
melukis garis patah-patah yang menghubungkan tiap dua
titik pengamatan yang berurutan.
j. Grafik garis lurus jangan dipaksa ditarik melalui titik nol,
tetapi hendaknya ditarik garis lurus yang paling cocok
melalui daerah titik-titik pengamatan. Dengan cara ini
mungkin satu atau lebih ralat sistematis akan terungkap.
k. Garis ditarik melalui titik-titik data terboleh jadi, artinya
tidak setiap titik data harus dilalui. Slope ketidakpastian
ditarik dari titik data paling menyimpang di kedua ujung
data dan dihubungkan dengan titik tengah (pusat) data.
Kedua garis itu memberi makna, bahwa siapapun yang
menarik garis selalu antara garis terboleh jadi dan garis
ketakpastian.
l. Garis yang melalui titik-titik data terbolehjadi
memberikan slope terbolehjadi, sedangkan garis yang
melalui ujung titik data grafik yang paling menyimpang
memberikan slope ketidakpastian. Slope terbolehjadi dan

27
slope ketidakpastian digunakan untuk menentukan nilai
ukur (yang dituju) terboleh jadi dan ketidakpastiannya.

28
Percobaan 1

PENGUKURAN

I. Tujuan
1. Mempelajari prinsip pengukuran
2. Menentukan panjang, diameter dalam, diameter luar dan
ketebalan benda
3. Melakukan pengukuran berat

II. Dasar Teori


Pengukuran adalah membandingkan suatu besaran dengan
satuan yang dijadikan sebagai patokan. Dalam fisika
pengukuran merupakan sesuatu yang sangat vital. Suatu
pengamatan terhadap besaran fisis harus melalui pengukuran.
Pengukuran-pengukuran yang sangat teliti diperlukan dalam
fisika, agar gejala-gejala peristiwa yang akan terjadi dapat
diprediksi dengan kuat. Namun bagaimanapun juga ketika kita
mengukur suatu besaran fisis dengan menggunakan instrumen,
tidaklah mungkin akan mendapatkan nilai benar X0, melainkan
selalu terdapat ketidakpastian.
Ada beberapa istilah dan definisi dalam pengukuran yang
harus dipahami, diantaranya:
1. Akurasi, kedekatan alat ukur membaca pada nilai yang
sebenarnya dari variable yang diukur.

29
2. Presisi, hasil pengukuran yang dihasilkan dari proses
pengukuran, atau derajat untuk membedakan satu
pengukuran dengan lainnya.
3. Kepekaan, ratio dari sinyal output atau tanggapan alat ukur
perubahan input atau variable yang diukur.
4. Resolusi, perubahan terkecil dari nilai pengukuran yang
mampu ditanggapi oleh alat ukur.
5. Kesalahan, angka penyimpangan dari nilai sebenarnya
variabel yang diukur.

1. Mengukur Besaran Panjang


Kita mengenal berbagai macam alat ukur panjang, misalnya
mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup. Alat pengukur
panjang yang paling umum adalah mistar. Mistar atau penggaris
mempunyai skala terkecil 1 mm dengan batas ketelitian 0,5 mm,
yaitu setengah dari skala terkecil alat ukur. Penggunaan alat
ukur panjang disesuaikan dengan benda yang akan diukur.
Untuk mengukur panjang tanah atau bangunan digunakan
alat pita pengukur dengan skala terkecil sentimeter (cm). Untuk
mengukur jarak dari satu kota ke kota lain dapat menggunakan
alat roda pengukur dengan keliling roda sudah diketahui. Jarak
antar kota dapat diketahui dari banyak putaran yang dilakukan
roda, seperti prinsip kerja pengukur jarak pada kendaraan
bermotor.

30
Dalam melakukan pengukuran menggunakan skala, kita
harus menghindari kesalahan melihat (paralaks). Pada saat
mengukur, posisi mata harus lurus dengan skala yang dibaca.

Gambar 1.1 Beberapa contoh peralatan yang digunakan dalam


pengukuran

Untuk mengukur panjang 10 cm sampai dengan 0,1 mm


dapat digunakan jangka sorong. Alat ukur ini mempunyai dua
skala, yaitu skala induk (utama) yang ada pada rahang tetap dan
skala vernier (nonius) pada rahang geser yang memiliki 10
bagian skala dari panjang skala induk 9 mm sehingga
ketelitiannya sama dengan 10/10 mm – 9/10 mm = 1/10 mm =
0,1 mm atau 0,01 cm.

31
Gambar 1.2 Jangka Sorong dan bagiannya

Gambar 1.3 Mikrometer sekrup dan bagiannya

Untuk mengukur panjang sampai 0,01 mm digunakan alat


mikrometer sekrup. Bagian terpenting dari alat ini adalah poros
berskala mm dan selubung luar yang dapat berputar yang terdiri
atas 50 bagian skala. Jika selubung diputar 1 kali putaran maka
selubung akan maju atau mundur 0,5 mm.
1 skala selubung = 0,5/50 mm = 0,01 mm
Angka 0,01 mm merupakan ketelitian dari mikrometer sekrup.

32
2. Mengukur Massa
Pengukuran massa banyak dilakukan menggunakan neraca
atau timbangan yang bekerja atas dasar prinsip tuas. Jenis neraca
yang umum digunakan di laboratorium, antara lain neraca emas.
Pada neraca emas ini benda yang hendak ditentukan massanya
diseimbangkan dengan sejumlah massa yang telah ditera,
disebut batu timbangan. Apabila sudah seimbang maka massa
benda sama dengan massa batu timbangan tersebut.
Jenis neraca lain adalah neraca lengan dengan beban geser.
Neraca ini memiliki beberapa lengan berbeban yang dapat
digeser-geser yang disebut Neraca Ohauss. Neraca Ohauss ada
yang memiliki 3 lengan, ada juga yang memiliki 4 lengan. Pada
tiap lengan terdapat skala yang langsung menyatakan massa
benda yang diukur pada waktu lengan batang seimbang dengan
beban.
Misalnya pada neraca Ohauss 3 lengan, beban geser
menunjukkan berturut-turut 100g, 20g, dan 3g, maka massa
beban itu sama dengan 100 + 20 + 3 = 123 gram.
Keuntungan neraca jenis ini adalah selama kita menimbang
tidak ada batu timbangan yang lepas, jadi kemungkinan
hilangnya batu timbangan lebih kecil dan penimbangan
berlangsung lebih cepat.

3. Aturan Angka Penting

33
Semua angka bukan nol adalah angka penting. Angka nol
yang terletak diantara angka bukan nol termasuk angka penting.
Untuk bilangan desimal yang lebih kecil dari satu, angka nol
yang terletak disebelah kiri maupun di sebelah kanan tanda
koma, tidak termasuk angka penting. Deretan angka nol yang
terletak di sebelah kanan angka bukan nol adalah angka penting,
kecuali ada penjelasan lain.dan penimbangan berlangsung lebih
cepat.

III. Alat dan Bahan


1. Mikrometer sekrup
2. Jangka sorong
3. Neraca lengan
4. Plat Cu
5. Gelas ukur besar
6. Gelas ukur kecil
7. Balok Al dan Fe

IV. Prosedur Kerja


1. Baca bismillah dulu sebelum memulai eksperimen!
2. Siapkan peralatan yang akan digunakan!
3. Tentukan panjang plat Cu dengan jangka sorong!
4. Tentukan tinggi gelas ukur dengan jangka sorong!
5. Tentukan diameter luar, diameter dalam dari gelas ukur dan
silinder besi dengan jangka sorong!

34
6. Tentukan ketipisan/ketebalan dari gelas ukur, kawat dan plat
Cu dengan mikrometer sekrup!
7. Hitung massa benda dengan menggunakan neraca!
8. Catat hasil pengamatan anda sebagai Data Laporan
Sementara!
9. Akhiri dengan hamdalah!

V. Analisis Data
Hasil Pengamatan
Pengukuran berdimensi Panjang

No p ± Δp t ± Δt ℓ ± Δℓ
   
   
   
   

VI. Evaluasi
1. Apa yang dimaksud dengan pengukuran? Bagaimana cara
untuk menghindari kesalahan dalam pengukuran?
2. Apa yang membedakan massa dengan berat? Berat ataukah
massa yang terbaca oleh neraca? Jelaskan!
3. Mengapa untuk mengukur diameter kawat menggunakan
mikrometer sekrup, tidak menggunakan jangka sorong?

VII. Referensi
[1] Manual Physics Laboratory Experiments, PHYWE
Systeme GmbH & Co. KG . D-37070 Göttingen

35
[2] Young & Freedman, 2002, Sears dan Zemansky: Fisika
Universitas Edisi Kesepuluh Jilid I, Penerbit Erlangga,
Jakarta
[3] Halliday & Resnick, Fisika Jilid I, 1985, Penerbit
Erlangga, Jakarta

36
Percobaan 2

HUKUM II NEWTON

I. Tujuan
1. Mempelajari konsep hukum II Newton.
2. Menentukan besarnya kecepatan dan percepatan.
3. Melakukan pengukuran gaya.

II. Dasar Teori


Gaya tidak selalu menyebabkan gerak. Sebagai contoh bisa
saja kita mendorong mobil mogok sekuat tenaga, mobil tersebut
tetap tidak bergerak. Melihat contoh tadi, terlihat bahwa
kecepatan sebuah benda dapat berubah menjadi besar atau kecil,
disebabkan oleh gaya. Jadi, gaya adalah:
1. Sesuatu yang dapat menimbulkan perubahan gerak
2. Sesuatu yang dapat menimbulkan perubahan kecepatan
3. Sesuatu yang dapat menimbulkan percepatan
Gaya tidak dapat dilihat, tetapi dapat diketahui dengan
melihat pengaruhnya terhadap benda. Berikut ditunjukkan
beberapa percobaan untuk mengamati hubungan massa,
percepatan, dan gaya yang bekerja pada benda.
Jika gaya yang dikerjakan pada benda dua kali semula, maka
percepatannya menjadi dua kali percepatan semula. Begitupun
jika gayanya tiga kali semula maka percepatannya pun menjadi
tiga kali percepatan semula.

37
Gambar 2.1. Air Track, alat ini digunakan untuk percobaan pemindaian
kecepatan dan percepatan

Dengan bantuan alat tersebut – Air Track – kita dapat


memperoleh informasi yang menggambarkan hubungan antara
waktu yang diperlukan benda dalam bergerak dengan panjang
lintasan yang ditempuhnya.

Gambar 2.2 Grafik hubugan antara waktu tempuh (t) dengan


perpindahannya (s)

38
Jika dalam pengukuran waktu digunakan lambang t1....t4

untuk empat kali pengukuran, maka akan diperoleh juga


t1...t4 menurut panjang screen. Jadinya, kecepatan memiliki
hubungan dengan kecepatan sesaat sebagai berikut:
tn
tn' = tn + (1)
2

Sehingga, persamaan Newton untuk gerak bisa


direpresentasikan dengan persamaan berikut:
ma = F (2)

d2r
Dimana : a =
dt 2
Yang selanjutnya disebut sebagai percepatan. Adapaun
kecepatan yang dapat anda peroleh melalui persamaan berikut :

F
v(t ) = t (3)
m

Untuk, v(t ) = 0 . Dari sini bisa diasumsikan juga bila,

v(0) = 0; r (0) = 0 , sehingga posisi dari F pada titik massa


adalah :

1F 2
r (t ) = t (4)
2m

Karena pada kasus percobaan adalah gerak pada dimensi satu


saja dan selama bergerak dipengaruhi oleh massa m1 , maka
39
F = m1  g  m1  g (5)

Bagaimana jika m2 juga terlibat didalamnya? Persamaan di atas

akan berubah menjadi

(m1 + m2 )  a = m1  g (6)

Sehingga, kecepatannya diberikan oleh persamaan


m1  g
v(t )  v = t (7)
m1 + m2
Dan persamaan posisinya dinyatakan dengan
1 m1  g 2
r (t )  s(t ) = t (8)
2 m1 + m2

40
Gambar 2.3 Beberapa grafik yang menggambarkan hubungan antara
kecepatan, percepatan, gaya dan massa dengan waktu.

III. Alat dan Bahan


1. Air track rail
2. Blower
3. Pressure tube, l = 1.5 m
4. Glider f. air track
5. Screen with plug, l = 100 mm
6. Hook with plug
7. Starter system
8. Magnet w. plug f. starter system
9. Precision pulley
10. Stop, adjustable
11. End holder for air track rail
12. Light barrier, compact
13. Timer 4-4

41
14. Slotted weight, 10 g, black
15. Weight holder 1 g
16. Slotted weight, 1 g, natur.colour
17. Barrel base
18. Support rod –PASS-, square, l = 400 mm

IV. Prosedur Kerja


1. Baca bismillah dulu sebelum memulai eksperimen!
2. Siapkan peralatan yang akan digunakan, dan rangkailah
seperti gambar di bawah ini

Gambar 2.4. Air Track


3. Tentukan jarak masing-masing detektor!
4. Tentukan massa pemberatnya!
5. Hubungkan blower dan timer ke sumber listrik
6. Tekan saklar on pada belakang alat
7. Posisikan timer 4-4 pada selector ‘S’ untuk menghitung
waktu yang dibutuhkan screen melewati detector
8. Pastikan hembusan blower stabil sebelum menekan pengait
untuk mendapatkan gesekan yang stabil

42
9. Tekan pengait sehingga screen berjalan, dan biarkan
detektor menghitung. Catat waktu itu.
10. Ulangi prosedur dengan mengganti beban untuk variasi
massa atau dengan mengubah jarak antar detektor.
11. Catat hasil pengamatan anda sebagai Data Laporan
Sementara!
12. Akhiri dengan hamdalah!

V. Analisis Data
Hasil Pengamatan
Massa Pemberat = … kg

No s (m) t (s) v (m/s) a (m/s2)


    
    
    
    

VI. Evaluasi
1. Apa yang dimaksud dengan jarak, perpindahan, kecepatan
dan percepatan itu?
2. Bagaimana anda memperoleh percepatan dari data
kecepatan? Jelaskan!
3. Bagaimana dengan percepatan yang diperoleh dari faktor
gaya? Jelaskanlah!

VII. Referensi

43
[1] Manual Physics Laboratory Experiments, PHYWE
Systeme GmbH & Co. KG . D-37070 Göttingen.
[2] Young & Freedman, 2002, Sears dan Zemansky: Fisika
Universitas Edisi Kesepuluh Jilid I, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
[3] Halliday & Resnick, Fisika Jilid I, 1985, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
[4] Tipler, 1998, Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid I,
Penerbit Erlangga, Jakarta.

44
Percobaan 3

PENDULUM REVERSIBEL

I. Tujuan
1. Menentukan periode osilasi pendulum.
2. Menentukan besarnya percepatan gravitasi.

II. Dasar Teori


Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur
besarnya percepatan gravitasi adalah pendulum reversibel.
Pendulum reversible (pendulum fisis) berbeda dengan
pendulum matematis yang massa terkonsentrasi pada satu titik,
sementara pada pendulum reversible massa terdistribusi pada
semua bagian pendulum.
Energi potensial pendulum V dihasilkan dari enerdi
potensial pusat gravitasi

V =  mi ri g = − Mgs. cos (1)
i
dengan m dan r adalah massa dan vektor posisi. M adalah
massa total pendulum dan g adalah percepatan gravitasi.
Energi kinetik Ek pendulum reversible adalah jumlahan dari
energi kinetik partikelnya,
2   2
Ek =  12 mi vi =  12 mi (i xri ) =  12 mi i2 ri 2 (2)
i i i

45
dengan i adalah kecepatan sudut partikel ke-i. Jika  ' adalah
panjang batang pendulum yang diubah-ubah dan M adalah
massa benda total sedangkan S adalah jarak antara pusat massa
dengan sumbu rotasi, dan Js adalah momen inersia. Sistem ini
digambarkan sebagai mana dibawah ini

Gambar 3.1 Bagian-bagian Pendulum Reversibel

Dengan menerapkan konservasi energi, di dapat :

( )
E = E p + E k = 12  2 J s + Ms 2 − Mgs. cos = const (3)
Persamaan di atas adalah persamaan difrensial orde 1, yang
mana solusi analitiknya adalah

 2 + Mgs
J s + Ms 2
2 =C (4)
Solusi umum dari persamaan terakhir adalah :

46
 (t ) =  0 sin (t +  ) (5)
dengan  0 adalah amplitude osilasi dan  adalah fase.
Frekuensi osilasi dinyatakan dengan

= 2
T = Mgs
J s + Ms 2 (6)

r adalah panjang lengan yang diperoleh dari grafik ketika


poros tetap dan poros berubah-ubah bertemu. Panjang ini
didefinisikan sebagai

r = Js
Ms +s (7)
Periode osilasi pendulum dinyatakan dengan persamaan
r
T = 2 g (8)

III. Alat dan Bahan


1. Batang pendulum
2. Batang peyangga 40 cm
3. Batang penyangga 100 cm
4. Light Barrier counter
5. Power supply 5 V DC/2.4 A
6. Bearing Bosshead
7. Right Clamp
8. Bench Clamp
9. Meteran

47
IV. Prosedur Kerja

1. Susunlah alat seperti pada gambar


di samping!
2. Aturlah agar jarak antar bearing
bosshead pada batang pendulum
sebesar 70 cm.
3. Hubungkan light barrier counter
dengan Power supply dan aturlah
posisinya agar ujung bawah batang
pendulum bisa melewati.
4. Posisikan light barrier counter
pada mode 4.
5. Hubungkan Power supply ke sumber Gambar 3.2 Susunan Alat

listrik. Tunggu sejenak sampai light barrier menyala.

Osilasi pendulum untuk sumbu osilasi tetap


6. Pada light barrier akan menunjuk angka 0, tekanlah tombol
restart. Maka akan muncul tanda titik 4 (sesuai dengan mode
yang dipilih).
7. Simpangkan batang pendulum (simpangan kecil, menyentuh
meja).
8. Lepaskan batang pendulum dan biarkan pendulum berayun
(osilasi).
9. Perhatikan nilai yang ditunjukkan pada light barrier. Nilai
tersebut adalah periode osilasi pendulum.

48
10. Catatlah dalam tabel.
11. Ubahlah jarak antar bearing bosshead, dengan menggeser
bearing bagian bawah (bearing atas sebagai sumbu osilasi,
posisi tetap).
12. Ulangi langkah 6-10.

Osilasi pendulum untuk variasi sumbu osilasi


13. Kembalikan bearing bosshead bagian bawah pada posisi
semula (L = 70 cm)).
14. Simpangkan batang pendulum, lepaskan. Catat nilai periode
yang ditunjukkan.
15. Ubahlah jarak antar bearing dengan menggeser posisi
bearing posisi atas (sumbu osilasi).
16. Simpangkan batang pendulum, lepaskan untuk berosilasi.
17. Catatlah nilai periode yang ditunjukkan.
18. Ulangi langkah 15-17.

V. Metode Analisa Data


1. Masukkan data ke dalam tabel berikut ini
Tabel 1 Periode Osilasi pendulum untuk sumbu rotasi tetap

No L(cm) Periode T (s)


  
  
  
  

49
Tabel 2 Periode Osilasi pendulum untuk sumbu rotasi divariasi

No L(cm) Periode T (s)


  
  
  
  

2. Dengan menggunakan data pada tabel, buatlah grafik


hubungan antara periode osilasi pendulum dengan panjang
pendulum reduksi.
3. Berdasarkan grafik, tentukan nilai percepatan gravitasi.

VI. Referensi
PHYWE series of publications • Laboratory Experiments •
Physics • PHYWE SYSTEME GMBH • Mechanics
Dynamics Reversibel Pendulum 1.2.22.00, Göttingen,
Germany.
Tipler, 2001, Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga, Jilid
2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sears dan Zemansky, 2003, Fisika Universitas Jilid 2, Hugh D.
Young & Roger A. Freedman, Penerbit Erlangga, Jakarta
David Halliday& Robert Resnick, 1993, Fisika Jilid2, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Giancolli, 2001, Fisika Jilid 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sutrisno, 1979, Seri Fisika, Fisika Dasar: Listrik Magnet dan
Termofisika, Penerbit ITB, Bandung.

50
Percobaan 4

HUKUM OHM

I. Tujuan
1. Memahami prinsip Hukum Ohm
2. Mempelajari pengaruh hambatan yang dirangkai secara seri
dan paralel terhadap besarnya tegangan dan arus listrik
3. Menentukan besarnya hambatan listrik dengan menggunakan
hubungan antara tegangan dan arus listrik

II. Dasar Teori


2.1 Arus Listrik
Gejala kelistrikan ditimbulkan oleh aliran muatan listrik
antara dua titik. Semua alat listrik yang setiap hari kita gunakan
merupakan susunan komponen-komponen listrik yang
membentuk jalur tertutup yang disebut rangkaian. Bila kita
berbicara tentang listrik, maka tidak akan lepas dari hambatan,
kuat arus dan tegangan. Karena ketiga komponen tersebut yang
paling erat hubungannya dengan listrik. Arus listrik hanya
mengalir pada suatu rangkaian tertutup, yaitu rangkaian yang
tidak berpangkal dan tidak berujung. Besaran yang menyatakan
arus listrik disebut kuat arus listrik I, yang didefinisikan sebagai
banyak muatan positif ∆Q yang mengalir melalui penampang
kawat penghantar per satuan waktu Δt.

51
Q dQ
I = lim = (1)
t → 0 t dt
Satuan untuk arus listrik adalah Ampere atau Coulomb per detik
(C/s).

Gambar 4.1 Peristiwa terjadinya arus listrik

2.2 Hukum Ohm


Pada tahun 1827, George Simon Ohm (German, 1787-1854)
melakukan percobaan untuk menentukan hubungan antara kuat
arus I dan tegangan V.

5
tegangan V (volt)

2
α
1

0
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
kuat arus I (ampere)

Gambar 4. 2 Grafik hubungan V dengan I

52
Jika kemiringan grafik disebut hambatan R, maka hubungan
antara tegangan V dan kuat arus I dapat dinyatakan dengan
persamaan :
R = tan α (2)
di mana α adalah sudut antara sumbu kuat arus dan garis grafik.
atau
V=IR (3)
Persamaan (3) dinyatakan oleh Simon Ohm, sehingga
dinamakan hukum ohm, yang berbunyi : tegangan V pada
komponen yang memenuhi hukum ohm adalah sebanding
dengan kuat arus I yang melalui komponen tersebut, jika suhu
dijaga konstan.
V
Persamaan (3) dapat pula ditulis R = ; sehingga satuan SI
I
untuk hambatan adalah volt per ampere (V/A) atau ohm (Ω).

2.3 Resistor dalam Sambungan Seri dan Paralel


Dalam suatu rangkaian listrik umumnya akan digunakan
beberapa hambatan. Hambatan tersebut kadang-kadang disusun
secara seri, paralel atau campuran seri dan paralel.
a x y b R2
a
R1 R2 R3 R3
I I

seri paralel
Gambar 4.3 Rangkaian hambatan seri dan paralel

53
Hambatan ekivalen: hambatan tunggal dari gabungan beberapa
resistor.

Vab = I .Rek atau Rek = Vab (4)


I

2.3.1 Sambungan Seri


Untuk sambungan seri, besarnya tegangan masing-masing titik
adalah sebagai berikut :
Vax = IR1 ; Vxy = IR2 ; Vyb = IR3
Besarnya arus listrik (I) yang mengalir adalah sama dalam
semua resistor maka selisih potensial Vab adalah jumlah selisih-
selisih potensial individu.
Vab = Vax + Vxy + Vyb = I (R1 + R2 + R3 )
Vab
= R1 + R2 + R3 (5)
I
Rek = R1 + R2 + R3
Hambatan ekivalen (Rek) dari sebarang banyaknya resistor seri
sama dengan jumlah hambatan-hambatan individualnya.

2.3.2 Sambungan Paralel


Arus yang melalui tiap resistor tidak sama, tapi beda
potensial setiap resistor harus sama dengan Vab.
Vab
I1 = ; I2 =
Vab ;
I3 =
Vab
R1 R2 R3

54
1 1 1 
I = I1 + I 2 + I 3 = Vab  + + 
 R1 R2 R3 
I 1 1 1 (6)
= + +
Vab R1 R2 R3
1 1 1 1
= + +
Rek R1 R2 R3

Khusus untuk 2 hambatan yang disusun secara paralel,


besarnya hambatan pengganti dapat ditentukan melalui
persamaan:
1 1 1 R1 + R2
= + =
Rek R1 R2 R1R2
(7)
RR
Rek = 1 2
R1 + R2

Karena Vab = I1R1 = I 2 R2 maka:

I1 R2
= (8)
I 2 R1

III. Alat dan Bahan


No. Bahan Jumlah
1. Penghubung (konektor) 2
2. Resistor 100 Ohm 2
3. Kabel penghubung, 25 cm, merah 1
4. Kabel penghubung, 25 cm, biru 1
5. Kabel penghubung, 50 cm, merah 2
6. Kabel penghubung, 50 cm, biru 2
7. Lampu filamen 12 V / 0,1 A, E10 1
8. Multimeter analog 2
55
9. Power Supply, 0-12 V DC, 6 V AC, 12 V AC 1

IV. Prosedur Percobaan


A. Percobaan Skema A
1. Siapkan alat dan bahan!
2. Rangkailah alat dan bahan seperti pada skema A!
3. Periksa rangkaian, tanyakan pada asisten apakah
rangkaian sudah benar!
4. Nyalakan power supply!
5. Variasikan tegangan pada power supply, lihat nilai
tegangan yang terukur pada multimeter!
6. Lihat nilai arus yang terukur pada multimeter!
7. Catat nilai tegangan dan arus pada setiap perubahan
tegangan power supply pada tabel data percobaan!
8. Buat grafik hubungan antara tegangan (V) dan kuat arus
(I) untuk menentukan besarnya hambatan lampu!

B. Percobaan Skema B dan Skema C


1. Siapkan alat dan bahan!
2. Rangkailah alat dan bahan seperti pada skema B!
3. Periksa rangkaian, tanyakan pada asisten apakah
rangkaian sudah benar!
4. Nyalakan power supply!
5. Variasikan tegangan pada power supply, lihat nilai
tegangan pada masing-masing resistor yang terukur
multimeter!

56
6. Lihat nilai arus pada masing-masing resistor yang terukur
multimeter!
7. Catat nilai tegangan dan arus pada setiap perubahan
tegangan power supply pada tabel data percobaan.
8. Ulangi percobaan untuk skema C!

Skema Percobaan

Skema A Skema B
v 100 Ω 100 Ω

L
A A

ε ε

Rangkaian untuk lampu/resistor Rangkaian untuk resistor seri

Skema C

100 Ω

100 Ω
A

Rangkaian untuk resistor paralel

57
V. Metode Analisa Data
1. Buatlah tabel antara tegangan (V) dan kuat arus (I) dan
tentukan nilai hambatan (R) dengan menggunakan hukum
Ohm!

Vps (volt) Vterukur (volt) Iterukur (ampere)


2
4
6
8
10

2. Untuk skema A, buatlah grafik antara tegangan (V) dan kuat


arus (I) dan tentukan nilai hambatan (R) dengan
menggunakan gradien grafik!
3. Bandingkan kedua hasil analisa 1 dan 2!
4. Untuk skema B dan C, analisa besarnya tegangan dan kuat
arus yang mengalir pada masing-masing resistor!

VI. Evaluasi
1. Apakah nilai hambatan (R) dipengaruhi oleh arus dan
tegangan sumber? Jelakan pendapat anda!

58
2. Setelah didapatkan nilai tegangan dan arus pada rangkaian
seri dan paralel, apa yang dapat disimpulkan dari data anda
dan jelaskan!
3. Jelaskan kembali konsep hukum Ohm setelah anda
bereksperimen!

VII. Referensi
Tipler, 2001, Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga, Jilid
2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sears dan Zemansky, 2003, Fisika Universitas Jilid 2, Hugh D.
Young & Roger A. Freedman, Penerbit Erlangga, Jakarta.
David Halliday& Robert Resnick, 1993, Fisika Jilid 2, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Giancolli, 2001, Fisika Jilid 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sutrisno, 1979, Seri Fisika, Fisika Dasar: Listrik Magnet dan
Termofisika, Penerbit ITB, Bandung.

59
Percobaan 5

KONSEP TRANSFORMATOR

I. Tujuan
1. Mempelajari prinsip kerja transformator step up.
2. Mempelajari prinsip kerja transformator step down.

II. Dasar Teori


Transformator (trafo) adalah alat yang digunakan untuk
menaikkan atau menurunkan tegangan bolak-balik (AC).
Transformator disusun menggunakan kumparan-kumparan.
Tiap kumparan dililit menggunakan tembaga. Transformator
terdiri dari 3 komponen pokok yaitu: kumparan pertama
(primer) yang bertindak sebagai input, kumparan kedua
(skunder) yang bertindak sebagai output, dan inti besi yang
berfungsi untuk memperkuat medan magnet yang dihasilkan.

Gambar 5.1 Transformator

60
Jenis-jenis transformator
a. Transformator Step Up
Transformator Step Up adalah transformator yang digunakan
untuk menaikkan tegangan bolak-balik (AC). Pada
transformator ini, jumlah lilitan kumparan sekunder lebih
banyak daripada lilitan kumparan primer.
b. Transformator Step Down
Transformator Step Down adalah transformator yang
digunakan untuk menurunkan tegangan bolak-balik (AC).
Pada transformator ini, jumlah lilitan kumparan primer lebih
banyak daripada jumlah lilitan kumparan sekunder.

Prinsip Kerja Transformator


Prinsip kerja dari sebuah transformator adalah sebagai
berikut. Ketika Kumparan primer dihubungkan dengan sumber
tegangan bolak-balik, perubahan arus listrik pada kumparan
primer menimbulkan medan magnet yang berubah. Medan
magnet yang berubah diperkuat oleh adanya inti besi dan
dihantarkan inti besi ke kumparan sekunder, sehingga pada
ujung-ujung kumparan sekunder akan timbul ggl induksi. Efek
ini dinamakan induktansi timbal-balik (mutual inductance).
Pada skema transformator di bawah, ketika arus listrik dari
sumber tegangan yang mengalir pada kumparan primer berbalik
arah (berubah polaritasnya) medan magnet yang dihasilkan akan

61
berubah arah sehingga arus listrik yang dihasilkan pada
kumparan sekunder akan berubah polaritasnya.

Gambar 5.2 Percobaan Transformator


Hubungan antara tegangan primer, jumlah lilitan primer,
tegangan sekunder, dan jumlah lilitan sekunder, dapat
dinyatakan dalam persamaan:

(1)
Vp = tegangan primer (volt)
Vs = tegangan sekunder (volt)
Np = jumlah lilitan primer
Ns = jumlah lilitan sekunder
Pada transformator (trafo) besarnya tegangan yang dikeluarkan
oleh kumparan sekunder adalah:
1. Sebanding dengan banyaknya lilitan sekunder (Vs ~ Ns).
2. Sebanding dengan besarnya tegangan primer ( VS ~ VP).
3. Berbanding terbalik dengan banyaknya lilitan primer ,
62
Sehingga dapat dituliskan:

III. Alat dan Bahan


1. Coil 140 lilitan, 6 tap 2
2. Clamping device 1
3. inti besi pendek (iron core short) 1
4. Inti besi U (iron core U-shaped) 1
5. multimeter analog 2
6. multap transforamator 1
7. Kabel 6

IV. Prosedur Percobaan


Prinsip step down
1. Pasanglah coil 140 lilitan pada clamping device.
2. Pada coil yang akan dijadikan kumparan primer, pilihlah 2
tap sehingga menghasilkan 140 lilitan.
3. Hubungkan kumparan primer ke power supply AC 12 V.
4. Hubungkan secara paralel Kumparan primer dengan
multimeter. Kemudian letakkan selector pada voltmeter AC
30 V.
5. Pada koil yang ditentukan sebagai kumparan sekunder,
pilih tap 140 lilitan.
6. Hubungkan kumparan sekunder dengan multimeter.
Letakkan selector pada voltmeter AC 30 V.
63
7. Colokkan kabel power supply ke sumber listrik PLN, lalu
tekan saklar on pada power supply.
8. Amati nilai yang ditunjukkan oleh dua multimeter. Catat
nilai ini ke dalam table.
9. Tekan off power supply.
10. Gantilah jumlah lilitan kumparan sekunder dengan
mengganti tap, sehingga dihasilkan 112 lilitan.
11. Catat nilai tegangan yang dihasilkan setelah di on kan.
12. Lakukan hal di atas untuk jumlah lilitan yang lebih kecil.

Prinsip step up
1. Pada coil yang akan dijadikan kumparan primer, pilihlah 2
tap sehingga menghasilkan 42 lilitan.
2. Hubungkan kumparan primer ke power supply AC 6 V.
3. Hubungkan secara paralel, Kumparan primer dengan
multimeter. Kemudian letakkan selector pada voltmeter AC
10 V.
4. Pada koil yang ditentukan sebagai kumparan sekunder, pilih
tap 42 lilitan.
5. Hubungkan kumparan sekunder dengan multimeter.
Letakkan selector pada voltmeter AC 30 V.
6. Colokkan kabel power supply ke sumber listrik PLN, lalu
tekan saklar on pada power supply.
7. Amati nilai yang ditunjukkan oleh dua multimeter. Catat
nilai ini ke dalam tabel.
8. Tekan off power supply.
64
9. Gantilah jumlah lilitan kumparan sekunder dengan
mengganti tap sehingga jumlah lilitannya lebih besar dari
kumparan primer.
10. Catat nilai tegangan yang dihasilkan setelah di on kan.
11. Lakukan hal di atas untuk jumlah lilitan yang lebih besar.

V. Metode Analisa Data


1. Masukkan data ke dalam tabel berikut ini
Prinsip step down
No Np Ns Vs Vp

Prinsip step Up
No Np Ns Vs Vp

2. Berdasarkan data percobaan, bagaimana kesimpulan yang


bisa diambil?

65
VI. Referensi
PHYWE series of publications • Laboratory Experiments •
Physics • PHYWE SYSTEME GMBH • Göttingen,
Germany.
Tipler, 2001, Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga, Jilid
2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sears dan Zemansky, 2003, Fisika Universitas Jilid 2, Hugh D.
Young & Roger A. Freedman, Penerbit Erlangga, Jakarta.
David Halliday& Robert Resnick, 1993, Fisika Jilid 2, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Giancolli, 2001, Fisika Jilid 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sutrisno, 1979, Seri Fisika, Fisika Dasar: Listrik Magnet dan
Termofisika, Penerbit ITB, Bandung.

66
Percobaan 6

GAYA LORENTZ

I. Tujuan
1. Mempelajari konsep gaya Lorentz
2. Menentukan arah gaya Lorentz
3. Mempelajari induksi magnetik
4. Menentukan besarnya medan magnet

II. Dasar Teori


Bila penghantar berarus diletakkan di dalam medan magnet,
maka pada penghantar akan timbul gaya. Gaya ini disebut
dengan gaya Lorentz. Jadi gaya Lorentz adalah gaya yang
dialami kawat berarus listrik di dalam medan magnet, sehingga
dapat disimpulkan bahwa gaya Lorentz dapat timbul dengan
syarat sebagai berikut :
a. Ada kawat penghantar yang dialiri arus
b. Penghantar berada di dalam medan magnet
Dalam medan magnet yang homogen B, muatan q yang bergerak
dengan kecepatan v akan mengalami gaya Lorentz sebesar :
F=q.v.B (1)
Sedangkan elektron yang bergerak dalam konduktor yang
panjangnya L mempunyai hubungan :
q.v = LL.I (2)

67
Sehingga besarnya gaya Lorentz yang dialami oleh konduktor
dapat dituliskan menjadi :
FL = B.I.L (3)
Arah gaya Lorentz terhadap B dan I pada konduktor dapat
diilustrasikan seperti pada Gambar 8.1 dibawah ini

Gambar 6.1 Ilustrasi Gaya Lorentz

Untuk menunjukkan arah gaya Lorentz digunakan aturan tangan


kanan seperti Gambar 8.1 di atas. Jari-jari tangan kanan diatur
sedemikian rupa, sehingga Ibu jari tegak lurus terhadap telunjuk
dan tegak lurus juga terhadap jari tengah. Bila arah medan
magnet (B) diwakili oleh telunjuk dan arah arus listrik (I)
diwakili oleh Ibu jari, maka arah gaya Lorentz (F) diwakili oleh
jari tengah.

III. Alat dan Bahan


No. Nama Jumlah
1. Power Supply 1
2. Ampermeter 1-5 A DC 2
3. Jembatan Penghubung 1
4. Neraca Massa 1
5. Kabel 2
6. Saklar on/off 1
68
7. Neraca Arus 1
8. Magnet 2
9. Massa 1
10. Pengait 1
11. Set alat gaya Lorentz 1

IV. Prosedur Kerja


1. Awalilah dengan bacaan Basmalah.
2. Rangkailah alat seperti pada Gambar 6.2.
3. Nyalakan DC counter dengan posisi Volt pada 10 V atau
sesuai petunjuk asisten.
4. Lakukan percobaan dengan prosedur sebagai berikut :
4.a Untuk panjang koil konstan
- Variasikan skala arus dari DC counter dari 0-5 A
dengan tidak mengubah panjang koil.
- Catatlah arus yang keluar dari DC counter dengan
membaca skala pada amperemeter.
- Seimbangkan posisi timbangan dengan memutar
skala pada timbangan.
- Catat gaya yang terukur pada tabel.
- Ulangi langkah di atas, dengan mengubah arah arus
yang mengalir pada koil.
4.b Untuk arus konstan
- Ganti koil pada rangkaian alat percobaan gaya
Lorentz dengan l=12,5 mm, 25 mm dan 50 mm.

69
- Seimbangkan posisi timbangan dengan memutar
skala pada timbangan.
- Catat gaya yang terukur pada tabel.

Gambar 6.2 Setting alat eksperimen Gaya Lorentz

V. Metode Analisa
1. Catatlah hasil pengamatan anda dalam tabel
a.1 Untuk l konstan, l = ... m
No I (A) m (kg) F (N)

a.2 Untuk I konstan, I = ... A


No l (m) m (kg) F (N)

2. Tentukan besarnya medan magnet (B) dengan menggunakan


persamaan 3.

70
3. Buatlah grafik antara F dan I, kemudian tentukan nilai B dari
gradien grafik untuk percobaan dengan l konstan.
4. Hitunglah nilai B dengan menggunakan persamaan 3.
5. Tentukanlah ketelitian dan ketepatan pengukuran.

VI. Evaluasi
1. Jelaskan secara singkat dan jelas, tentang Gaya Lorentz!
2. Bagaimana hubungan antara arus dan besarnya gaya pada
suatu kumparan yang dialiri arus?
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan induksi magnetik!
4. Gambarkan grafik hubungan antara besarnya gaya Lorentz
sebagai fungsi arus yang mengalir dalam kumparan!

VII. Referensi
Tipler. 2001. Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga, Jilid
2. Jakarta : Erlangga.
Sears dan Zemansky. 2003. Fisika Universitas Jilid 2, Hugh D.
Young & Roger A. Freedman. Jakarta : Erlangga.
David Halliday & Robert Resnick. 1993. Fisika Jilid 2. Jakarta
: Erlangga.
Giancolli. 2001. Fisika Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Sutrisno. 1979. Seri Fisika, Fisika Dasar : Listrik Magnet dan
Termofisika. ITB Bandung.

71
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA

Anda mungkin juga menyukai