PRODI S1 FARMASI
2018
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kasih dan
karunianya maka modul praktikum Formulasi dan teknologi sediaan nonsteril ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Modul praktikum ini menjelaskan secara singkat mengenai prinsip dasar dan
prosedur praktikum formulasi dan teknologi sediaan nonsteril serta tugas yang harus
dikerjakan oleh mahasiswa. Penyusunan modul ini bertujuan untuk membantu
mahasiswa dalam pelaksanaan praktikum. Untuk lebih memahami mengenai
praktikum ini, diharapkan mahasiswa tetap mempelajari teori yang terdapat dalam
buku-buku referensi.
Besar harapan kami agar petunjuk praktikum ini dapat memberikan manfaat
bagi mahasiswa yang mengikuti praktikum Formulasi dan teknologi sediaan nonsteril.
Modul praktikum ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kami sangat
mengharapan saran dan kritik demi perbaikan selanjutnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………2
DAFTAR ISI ………………………………………………………………...…...3
TATA TERTIB PRAKTIK…..……………………………………...…………....4
PENILAIAN PRAKTIKUM ……………………………………………………...5
JADWAL PRAKTIKUM …………………………………………………………6
PENATALAKSANAAN PRAKTIKUM ………………………………………...7
FORMAT JURNAL PRAKTIKUM ……………………………………………...8
FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM ……………………………………………9
DAFTAR PUSTAKA
3
TATA-TERTIB PRAKTIKUM
FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN NONSTERIL
5
JADWAL PRAKTIKUM
FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN NONSTERIL
Pertemuan Materi
I Asistensi
II Sirup CTM
III Sirup kering amoksisilin
IV Gel Sulfur
V Suppositoria parasetamol
VI Tablet parasetamol/asetosal
VII Evaluasi sediaan tablet
VIII Presentasi Hasil Praktikum
PENATALAKSANAAN PRAKTIKUM
FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN NONSTERIL
Jurnal dibuat sebelum praktikum sesuai dengan materi yang akan dipraktikumkan.
Susunan jurnal adalah sebagai berikut:
I. PRAFORMULASI
a. Tinjauan farmakologi bahan obat
b. Tinjauan Fisikokimia bahan obat
c. Tinjauan fisikokimia zat tambahan
d. Bentuk sediaan, dosis dan cara pemakaian
II. FORMULASI
a. Permasalahan
b. Pencegahan masalah
c. Macam-macam formulasi
d. Formula yang akan diajukan untuk dibuat dalam praktikum
III. PRODUKSI
a. Penimbangan
b. Cara kerja
IV. PENGEMASAN
a. Kemasan primer
b. Kemasan sekunder
c. Etiket
d. Brosur
7
FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM
FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN NONSTERIL
Larutan oral chlorpheniramine maleat harus disimpan pada tempat yang kedap
cahaya. Chlorpheniramine maleat umumnya disimpan pada temperatur kurang dari
40oC, lebih baik lagi pada suhu 15-30oC. Didapar pada pH 2, 4, 6, dan 8. Larutan oral
chlorpheniramine maleat harus disimpan pada tempat yang rapat (Mc Evoy, 2002)
9
satu pun volume wadah yang kurang dari 90% dari volume yang
dinyatakan pada etiket (Anonim b, 1995).
d. Uji Organoleptis Sirup CTM: meliputi bau, rasa, warna, kejernihan
selain itu juga diperiksa kelengkapan etiket, brosur dan penandaan pada
kemasan.
11
Sirup Kering Amoxicillin
I. Tujuan
1. Mengetahui formulasi sediaan Sirup Kering Amoxicillin
2. Mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan Sirup Kering
Amoxicillin
3. Dapat membuat sediaan non steril Sirup Kering Amoxicillin skala
laboratorium sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan
b. Homogenitas
Sediaan suspensi terkonstisusi dilarutkan dengan air hingga mencapai
volume yang telah ditentukan yaitu 60 mL. Setelah itu, zat yang terdispersi
harus halus dan tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok perlahan-lahan,
endapan harus segera terdispersi kembali. Sediaan terkonstitusi dapat
mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi. Selain itu,
kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan
dituang (Anonim a, 1979).
d. Volume terpindahkan
Volume rata-rata suspensi yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari
100% dan tidak satu pun volume wadah yang kurang dari 95% dari volume
yang dinyatakan dalam etiket (Anonim b, 1995).
e. Penetapan pH
Penetapan pH dengan menggunakan pH meter (Anonim b, 1995).
f. Kadar air
Suspensi kering kadar air tidak lebih dari 3% (Anonim b, 1995).
g. Penetapan waktu rekonstitusi
Penetapan ini dilakukan untuk menentukan lamanya waktu terkonstitusi
suatu sediaan. Dalam hal ini sediaan serbuk kering ditambahkan air, kemudian
13
dihitung waktu yang diperlukan sampai sediaan tersebut membentuk suspensi
dengan sempurna.
h. Volume sedimentasi dan kemampuan redispersi
Untuk sediaan suspensi kering yang baik diharapkan terdapat sedimentasi
yang besar atau tidak terjadi sama sekali (melarut homogen) . Hal ini penting
karena dengan volume sedimentasi yang besar maka kemungkinan untuk
melarut secara homogen kembali akan lebih besar bila dibandingkan dengan
volume sedimentasi yang sedikit (dapat membentuk caking). Untuk
mengetahui kemampuan redispersi sediaan maka sediaan yang sudah
didiamkan dikocok kembali. Apabila setelah dikocok sediaan mudah melarut
kembali dan menjadi larutan yang homogen maka kemampuan redispersinya
baik.
b. Identifikasi
Untuk identifikasi diperlukan suatu larutan yang mengandung setara
dengan 4 mg amoxicillin dengan penambahan asam klorida 0,1 N pada
sejumlah amoxicillin untuk suspensi oral. Biarkan larutan selama 5 menit
sebelum digunakan (Anonim b, 1995).
15
Sediaan Gel Sulfur
I. Tujuan
1. Mengetahui formulasi sediaan Gel Sulfur
2. Mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan Gel Sulfur
3. Dapat membuat sediaan non steril Gel Sulfur skala laboratorium sesuai dengan
persyaratan yang telah ditentukan
17
pengenceran 10-3 biakan mikroba berumur 24 jam kepada enceran pertama
spesimen uji (dalam dapar fosfat 7,2, Media fluid Soybean-Casein Digest
atau Media Fluid Lactose Medium) dan diuji sesuai prosedur (Anonim b,
1995).
Supositoria Parasetamol
I. Tujuan
1. Mengetahui formulasi sediaan supositoria parasetamol
2. Mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan supositoria
parasetamol
3. Dapat membuat sediaan non steril supositoria parasetamol skala laboratorium
sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan
Basis yang digunakan dalam pembuatan supositoria harus meleleh pada suhu
tubuh atau larut dalam cairan yang terdapt pada rektum. Obat harus larut dalam bahan
dasar dan bila perlu dipanaskan. Bila sukar larut, obat harus dieserbukkan terlebih
dahulu sampai halus.
19
3.1 Evaluasi Fisika
a. Uji Kisaran Leleh
Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu
ukuran waktu yang diperlukan supositoria untuk meleleh sempurna bila
dicelupkan dalam penangas air dengan temperatur tetap (37oC). sebaliknya uji
kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler hanya
untuk basis lemah. Alat yang digunakan untuk mengukur kisaran leleh sempurna
dari supositoria adalah suatu alat disintegrasi tablet USP (Lachman, 1994).
c. Uji melunak
Suatu penyaringan melalui selaput semipermeabel, yakni pipa selovan, diikat
pada kedua ujung kondensor dengan masing-masing ujung pipa terbuka. Air pada
suhu 37oC disirkulasi melalui kondensor tersebut pada laju sedemikian rupa,
sehingga separuh bagian bawah pipa selovan kempis dan separuh bagian atas
terbuka. Tekanan hidrostatis air dalam alat tersebut kira-kira 0 ketika pipa
tersebut mulai kempis (Lachman, 1994).
d. Uji Kehancuran
Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk mengukur kerapuhan
supositoria. Alat yang digunakan terdiri dari suatu ruang berdinding rangkap
dimana suatu supositoria yang diuji ditempatkan. Air pada 37oC dipompa
melewati dinding rangkap, dan supositoria diisikan dalam dinding yang kering,
menopang lempeng dimana suatu batang dilekatkan. Ujung lain dari batang
tersebut terdiri dari lempeng lain dimana beban digunakan. Uji dihubungkan
dengan penempatan 600 g di atas lempeng datar. Pada interval 1 menit, 200 g
bobot ditambahkan, dan bobot dimana supositoria rusak adalah titik hancurnya,
atau gaya yang menentukan karakteristik keregasan dan kerapuhan supositoria
tersebut. Supositoria dengan bentuk yang berbeda mempunyai titik hancur yang
berbeda pula (Lachman, 1994).
e. Uji Disolusi
Pengujian awal dilakukan dengan penetapan biasa dalam gelas piala yang
mengandung dalam suatu medium. Dalam usaha untuk mengawasi variasi pada
antar muka massa/medium, berbagai cara dipakai, termasuk keranjang kawat
mesh, atau suatu membran untuk memisahkan ruang sampel dari bak reservoar.
Sampel yang ditutup dalam pipa dianalisis atau membran alami juga dapat dikaji.
Alat sel alir (flow cell) digunakan untuk menahan sampel ditempatnya dengan
kapas, saringan kawat, dan yang paling baru dengan manik-manik gelas
(Lachman, 1994).
21
Tablet Parasetamol
I. Tujuan
1. Mengetahui formulasi sediaan tablet parasetamol
2. Mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan tablet parasetamol
3. Dapat membuat sediaan non steril tablet parasetamol skala laboratorium sesuai
dengan persyaratan yang telah ditentukan
c. Sifat Organoleptis
Sifat organoleptis dari suatu tablet dapat dievaluasi dari keseragaman bau,
warna, derajat kecacatan suatu tablet seperti serpihan, keretakan, kontaminasi
oleh benda asing (seperti rambut, tetesan minyak, dan kotoran), tekstur
permukaan serta penampilan (mengkilap atau kusam) dievaluasi secara visual.
23
d. Kekerasan
Kekerasan tablet ditentukan oleh besarnya tenaga yang diperlukan untuk
memecah tablet dalam uji kompresi diametri.
e. Uji Friabilitas
Uji friabilitas digunakan untuk mengukur ketahanan permukaan tablet
terhadap gesekan sewaktu pengemasan dan pengiriman. Prinsip pengukuran
dilaukan dengan menetapkan bobot yang hilang dari sejumlah tablet selama
diputar dalam friabilator selama waktu tertentu. Alat diputar dengan kecepatan
25 rpm dan waktu 4 menit. Jadi ada 100 putaran. Bobot yang hilang tidak
boleh lebih dari 100 %.
f. Uji Disolusi
Pada uji disolusi tablet parasetamol digunakan alat dengan kecepatan 50
rpm selama 30 menit. Untuk media disolusi digunakan 900 mL larutan dapar
fosfat pH 5,8. Kemudian lakukan penetapan jumlah parasetamol yang terlarut
dengan mengukur serapan filtrat larutan uji dan larutan baku pembanding
parasetamol BPFI dalam media yang sama pada panjang gelombang
maksimum 243 nm. Dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80 %
parasetamol dari jumlah yang tertera pada etiket.
25
Daftar Pustaka
Lachman,L., Herbert A.L., and Joseph L.K. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri
Ed. 3. Jakarta : UI Press.
Lund, Walter. 1994. The Pharmaceutical Codex. The Pharmaceutical Press. London.
Mc Evoy, Gerald K. 2002. AHFS Drug Book 4, American Society of Health System
Pharmacist.
Moffat, Antony C., MDavid Osselton, dan Brian Widdop. 2005. Clarke’s Analysis of
Drug and Poisons. 3rd editions. The Pharmaceutical press.
Tjay, Hoan Tan dan Rahardja K. 2002. Obat-Obat Penting. Jakarta : Elex Media
Komputindo