KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, kita memujinya, memohon pertolongan-Nya dan
mengharap ampunan-Nya. Maha besar Allah yang telah memberikan kekuatan
dan kemampuan sehingga kami dapat Menyusun petunjukpraktikum Formulasi
dan Teknologi sediaan (FTS) Steril ini.
Petunjuk Praktikum FTS Steril ini merupakan penunjang kemampuan dalam
aspek keterampilan teknis terhadap teori-teori yang disajikan dalam
perkuliahan FTS Steril dan mata kuliah yang terkait lainnya.
Buku petunjuk praktikum ini dibuat masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran
dari segala pihak akan diterima dengan senang hati demi penyempurnaan
diktat praktikum ini.
Akhirnya kami memohon kepada Allah SWT semoga mengampuni kesalahan
dan kekrangan kami. Semoga buku ini dapat bermanfaat dan mencapai sasaran
serta tujuan penyusunannya
ii
Tata Tertib Pelaksanaan Praktikum
1. Pembagian kelompok
Setiap Sesi dan jadwal menyiapkan absensi dan buku laporan dengan warna
berbeda untuk masing-masing kelas.
I. TUJUAN
III. HASIL
MENGETAHUI DOSEN
(………………………………..)
B. DASAR TEORI
Sterilisasi yaitu proses membunuh semua mikroorganisme termasuk sporabakteri pada
benda yang telah didekontaminasi dengan tepat. Tujuan dari sterilisasi adalah untuk
memusnakan semua bentuk kehidupan mikroorganisme patogen termasuk spora, yang
mungkin telah ada pada peralatan dan sediaan farmasi. Hal yang perlu dipertimbangkan
dalam memilih metode sterilisasi yaitu sifat fisika dan kimia bahan yang akan disterikan.
Istilah sterilisasi yang diguanakan pada sediaan-sediaan farmasi berarti penghancuran
secara lengkap semua mikroba dan spora-sporanya atau penghilangan secara lengkap
mikroba dari sediaan. Lima metode yang umum digunakan untuk mensterilkan produk
farmasi yaitu sterilisasi uap (lembab panas), sterilisasi panas kering, sterilisasi dengan
penyaringan, sterilisasi gas, dan sterilisasi dengan radiasi pengionan. Metode yang
diguankan untuk mendapatkan sterilitas pada sediaan farmasi sangat ditentukan oleh sifat
sediaan dan zat aktif yang dikandungnya. Walau demukuan, apa pun cara yang digunakan,
produk yang dihasilkan harus memenuhi tes sterilitas sebagai bukti dari keefektifan cara,
peralatan dan petugas (Ansel, 1989).
Macam – macam cara sterilisasi :
1. Sterilisasi dengan panas kering
c. Pemijaran langsung
2. Panas lembab
a. Uap bertekanan
Uap panas pada suhu 100 °C dapat digunakan dalam bentuk uap mengalir
atau air mendidih. Metode ini mempunyai keterbatasan penggunaan uap
mengalir dilakukan dengan proses sterilisasi bertingkat untuk mensterilkan
media kultur.
Pemanasan ini menghadirkan aplikasi khusus dari pada uap panas pada 100
°C. adanya bakterisida sangat meningkatkan efektifitas metode ini. Metode
PANDUAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
9
FARMASI – UAP (2023)
ini digunakan untuk larutan berair atau suspensi obat yang tidak stabil pada
temperatur yang biasa diterapkan pada autoklaf.
d. Air mendidih
a. Sinar ultraviolet
b. Aksi letal
c. Radiasi pengion
Radiasi pengion adalah energi tinggi yang terpancar dari radiasi isotop
radioaktif seperti kobalt-60 (sinar gamma) atau yang dihasilkan oleh
percepatan mekanis elektron sampai ke kecepatan den energi tinggi (sinar
katode, sinar beta). Sinar gamma mempunyai keuntungan mutlak karena
tidak menyebabkan kerusakan mekanik. Namun demikian, kekurangan sinar
ini adalah di hentikan dari mekanik elektron akselerasi (yang dipercepat)
keuntungan elektron yang dipercepat adalah kemampuannya memberikan
output laju doisis yang lebih seragam. (Hadada, A W, 2009).
2. Sterilisasi Kimiawi
3. Golongan zat yang mampu mengubah grup protein dan asam amino yang
fungsional
Gas yang biasa digunakan adalah etilen oksida dalam bentuk murni atau
campuran dengan gas inert lainnya. Gas ini sangat mudah menguap dan
sangat mudah terbakar. Merupakan agen alkilasi yang menyebabkan
dekstruksi mikroorganisme termasuk sel-sel spora dan vegetatif. Sterilisasi
PANDUAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
11
FARMASI – UAP (2023)
dilakukan dalam ruang atau chamber sterilisasi.
3 Sterilisasi Mekanik
Sterilisasi Mekanik adalah sterilisasi bahan yang tidak tahan panas, seperti
misalnya ekstrak tanaman, media sintetik tertentu, dan antibiotik dilakukan
dengan penyaringan. Dasar metode ini semata - mata ialah proses mekanis
yang membersihkan larutan atau suspensi dari segala organisme hidup
dengan melewatkannya pada suatu saringan, misalnya menggunakan
saringan Seitz (Elektromedik, 2011).
Lakukan sterilisasi untuk semua alat, bahan dan produk yang disediakan dilaboratorium.
E. CARA KERJA
1. Pencucian alat gelas
• Alat dan wadah dicuci dengan sabun cuci disikat dengan bersih
• Dibilas dengan air kran hingga bersih
• Ditiriskan
2. Pencucian karet
• Tutup vial dan pipet tetes dicuci dengan sabun cuci dan disikat
• Dibilas dengan air kran hingga bersih
• Ditiriskan
3. Pencucia logam
• Spatula logam dicuci dengan sabun cuci dan disikat
• Dibilas dengan air kran hingga bersih
• Ditiriskan
4. Pengeringan dan pembungkusan
• Alat dan wadah gelas, karet dan logam ditiriskan
• Dikeringkan dengan tissue kering
B. DASAR TEORI
Sediaan farmasi steril adalah sediaan farmasi yang memenuhi syarat bebas dari
mikroorganisme disamping syarat fisika dan kimia. Pencucian bertujuan untuk membersihkan
pengemas atau wadah dari lemak, partikel, bakteri, dan pirogen. Bahan yang dapat digunakan dalam
pencucian antara lain alkali, detergen, purified water (PW),aqua demineralisasi (DI) yang disaring,
non-pyrogen water, dan air untuk injeksi (WFI).
Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan, mematikan, atau menghancurkan semua
bentuk mikroorganisme hidup baik yang pathogen maupun tidak, bahkan dalambentuk vegetatif
(spora) dari suatu objek atau bahan. Dengan sterilisasi akan diperoleh objek atau bahan yang steril.
Pada umumnya suatu proses yang dapat menghancurkan zat hidup juga mampu menyebabkan
beberapa kerusakan pada obyek yang disterilkan. Dalam pembuatan sediaan parenteral maka metode
sterilisasi apa yang akan digunakan tergantung apakah obat tahan panas atau tidak. Cara-cara
sterilisasi yang lazim dipakai yaitu:
a. Pemanasan kering
b. Pemanasan basah
c. Menggunakan zat kimia
d. Penyinaran
e. Penyaring bakteri
f. Pembuatan secara aseptisLama sterilisasi ditentukan oleh :
• Bentuk alat yang akan disterilkan
• Jenis alat yang akan disterilkan
• Sifat zat yang akan disterilkan
• Kecepatan tercapainya suhu penyeterilan yang merata pada seluruh alat atau
obat yang disterilkan
E. CARA KERJA
a. Buatlah air bebas CO2
b. Siapkan botol infus dengan volume 500ml
c. Bilas bagian dalam dengan aquadest dan aqua bebas CO2 secara bergantian
hingga dirasa sempurna (maksimal 3 kali untuk masing-masing larutan
pembilas)
d. Isi tiap botol dengan aqua bebas CO2 hingga masing-masing botol 90% terisi
e. Tutup mulut botol dengan alumunium foil yang sudah dibilas dengan aseton
f. Botol di autoclave pada suhu 115oC selama 20 menit
g. Keluarkan botol, dinginkan sebentar kemudian 100ml isi botol dituang dengan
Erlenmeyer untuk dititrasi
h. Tambahkan 5 tetes indikatoor metil merah kemudian lakukan titrasi
menggunaan H2SO4 0,01 N
i. Lakukan titrasi blanko dengan menggunakan 100ml aqua bebas CO2
B. FORMULA UMUM
R/ Theophyin 2,0 g
Etilendiamin 0,55g
Aqua p.i ad 10 ml
C. DASAR TEORI
Steril berarti keadaan yang bebas dari mikroorganisme, baik bentuk vegetatif, non
vegetatif (spora), patogen maupun non patogen. Secara teoretis, steril artinya absolut bebas
dari mikroorganisme. Tidak ada istilah sebagian steril atau hampir steril. Pada kenyataannya,
istilah steril bukan mutlak bebas mikroba 100%, namun, suatu obatdapat dikatakan steril
apabila memenuhi persyaratan uji sterilitas.
Suatu sediaan disyaratkan harus steril, karena obat-obat ini akan berhubungan
langsung dengan bagian tubuh yang rentan terhadap infeksi, seperti darah, mata, dan
sebagainya. Berbeda dengan rute per oral, dimana proses pencegahan infeksi akanterjadi
di saluran cerna. Penyuntikan sediaan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme hidup
(apalagi yang patogen), akan menimbulkan banyak masalah dan komplikasi, terutama
terhadap pasien yang sedang sakit. Penyakit hepatitis dapat ditularkan dari seorang pasien
kepada pasien lain, melalui jarum suntik bekas digunakan yang tidak disterilkan dengan
baik. Kontaminasi mikroba ini juga sangat berbahaya pada penggunaan obat untuk luka
terbuka, luka bakar, obat mata, dan obat-obat lain yang akan digunakan untuk selaput
mukosa tubuh.
𝐾 𝑚.𝑛.1000
METODE II → 𝑇𝑏 = 𝑀.𝐿
Keterangan :
Tb = turunnya titik beku larutan terhadap pelarut murninya
K = turunnya titik beku pelarut dalam MOLAR (konstanta Kryoskopik air = 1,86 yang
menunjukkan turunnya titik beku 1 mol zat terlarut dalam 1000g cairan)
M = Zat yang ditimbang (g)
n = jumlah ion
M = berat molekul zat terlarut
L = massa pelarut (g)
Didefinisikan sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap sejumlah tertentu zat terlarut terhadap
jumlah NaCl yang memberikan efek osmotik yang sama. Misalnya ekivalensi NaCl asam borat 0,55
berarti 1 g asam borat di dalam larutan memberikan jumlah partikel yang sama dengan 0,55 g NaCl.
𝐼
METODE WELLS → 𝐿=
𝐶
Keterangan :
METODE LAIN → 𝐸= 17 𝑥 𝐿
Keterangan : 𝑀
E = ekivalensi NaCl
L = turunnya titik beku molal
M = berat molekul zat.
Metode Liso
Rumus → 𝛥𝑇𝑓 = 𝐿𝑖𝑠𝑜𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑥 1000
𝐵𝑀 𝑥 𝑉
Keterangan :
BM = berat molekul
V = volume larutan dlm mL
Berat = dalam gram zat terlarut
= 0,11% E 0,5%
= 0,44 (FI Ed. IV)
KH2PO4
1,5 mg/mL = 0,15 g/100 mL = 0,15 % E 0,5%
= 0,48 (FI Ed. IV)
= 0,18
0,18 0,9 𝑔
Setara dengan NaCl = 𝑥
0,52
100 𝑚𝐿
= 0,31 g/100 mL
= 3,1 mg/mL
Jadi NaCl yang ditambahkan agar larutan isotonis sebanyak 3,1 mg/mL
𝛽 = = 2,303 3
𝛼𝑝𝐻 {𝐾𝑎 + [𝐻 𝑂+]}2
Keterangan:
Β = kapasitas dapar
αB = perubahan konsentrasi asam atau basaαpH
= perubahan pH
C = konsentrasi molar larutan dapar
Ka = konstanta disosiasi larutan dapar
D. PRAKTIKUM
1. Lakukan studi preformulasi (format terlampir) untuk sediaan injeksi volume
kecil single dose yang akan dibuat
2. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan sediaan injeksi
3. Lakukan sterilisasi untuk alat-alat yang digunakan dengan metode yang sesuai.
4. Lakukan proses produksi sediaan injeksi volume kecil single dose dan evaluasisediaan
akhir sesuai ketentuan farmakope.
F. CARA KERJA
5. Larutan (2) ditambahkan dengan larutan (3) tetes demi tetes sampai larutan 2 dan 3
betul-betul jernih dan Ph larutan 9,5-9,6
6. Gojog larutan dengan carbo adsorben 0,1% yang telah diaktifkan selama 5-10 menit,
diamkan, kemudian saring hingga jernih
7. Masukan larutan ke dalam ampul sesuai dengan volume yang diminta, tutup
disterilkan dengan autoclave
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa dapat mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan steril inus dextrose
2. Mahasiswa dapat membuat sediaan steril infus dextrose dalam skala laboraturium sesuai dengan
persyaratan sediaan yang sesuai
B. FORMULA UMUM
R/ Dextrosa 5%
Carbo adsorben 0,1%
Aqua p.i ad 500 ml
C. DASAR TEORI
Sediaan parenteral volume besar umumnya diberikan lewat infus intravena untuk
menambah cairan tubuh, elektrolit, atau untuk memberi nutrisi. Infus intravena adalah sediaan
parenteral dengan volume besar yang ditujukan untuk intravena. Infus adalah larutan dalam
jumlah besar terhitung mulai dari 10 mL yang diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan
bantuan peralatan yang cocok. Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan
minuman dandikeluarkan dalam jumlah yang relatif sama. Rasio air dalam tubuh 57%; lemak
20,8%; protein 17,0%; serta minetal dan glikogen 6%. Ketika terjadi gangguan homeostatis
(keseimbangan cairan tubuh), maka harus segera mendapatkan terapiuntuk mengembalikan
keseimbangan air dan elektrolit (Lukas, 2006).
Preformulasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan infus parenteral :
1. Faktor Fisiologi
Karakteristik cairan infus (Pharmaceutical Codex ed.12 p 427)
Konsentrasi zat biasa dinyatakan dalam osmol atau miliosmol. Parameteryang biasa
digunakan adalah aktivitas osmotik dan dinyatakan dalam terminologi osmolalitas (jumlah
osmol zat terlarut per kg pelarut), osmolaritas (jumlah osmolzat terlarut perliter larutan), dan
isotonisitas.
= 307,7 M osmol/L
Cara pembuatan juga berpengaruh terhadap kelarutan, misalnya pada larutan SUBI “G”
R/ Asam sitrat monohidrat 2,65 g
Na sitrat dihidrat (tribasik) 0,808 gMgO
anhidrat 0,384 g
Aquadest ad 100 mL
Pembuatan : Asam asetat dan Na sitrat dilarutkan dulu dalam air sehinggadiperoleh pH
rendah lalu ditambah sedikit demi sedikit MgO sambil dikocok.
b) pH
pH sediaan perlu diperhatikan mengingat pH yang tidak tepat dapat
menyebabkan :
1. Berpengaruh pada tubuh terutama darah
2. Berpengaruh pada kestabilan obat
3. Berpengaruh pada wadah terutama wadah gelas, plastik, dan tutup karet.
pH darah normal adalah 7,35-7,45 sehingga bila sediaan parenteral volume besarmempunyai pH
di luar batas tersebut dapat beresiko menyebabkan masalah padatubuh. Pengaturan pH sangat
penting artinya dalam mempersiapkan sediaan- sediaan farmasi terutama dalam sediaan-
sediaan parenteral. Pengaturan pH ini dapat mencegah kemungkinan yang merugikan dari
sediaan obat suntik tersebut.
c) Pembawa
Sediaan parenteral volume besar pada umumnya menggunakan pembawa air,selain itu juga
dapat memakai emulsi lemak intravena yang diberikan sendiri ataudikombinasikan dengan asam
amino dan/atau dekstrosa dengan syarat partikel tidak boleh lebih besar dari 0,5 µm.
e) Faktor Kemasan
Bahan pembuat wadah sangat berpengaruh terhadap kestabilan obat parenteral volume besar,
seperti gelas, plastik, dan tutup karet. Kemasan yang dipilih harus mempertimbangkan stabilitas
sediaan, terutama sediaan parenteral volume besar.
D.PRAKTIKUM
1. Anda akan membuat suatu sediaan infus dengan komposisi:
Formula : Dextrose 5%
Carbo adsorben 0,1%
Aqua pro injeksi ad 500ml
Hitunglah:
2. Lakukan sterilisasi untuk alat-alat yang digunakan dengan metode yang sesuai.
3. Lakukan proses produksi sediaan injeksi volume kecil single dose dan evaluasisediaan
akhir sesuai ketentuan farmakope
A. TUJUAN PRAKTIKUM
Mahasiswa dapat membuat formula sediaan obat tetes mata steril dan melakukanpengujian
kualitas sediaan yang dihasilkan.
B. FORMULA UMUM
R/ Zat aktif
C. DASAR TEORI
Sediaan tetes mata merupakan sediaan steril meskipun pemberiannya bukandengan cara
diinjeksikan. Obat tetes mata akan kontak langsung dengan mukosa di mata, sehingga
sediaan ini diharuskan steril untuk menghindari resiko infeksi. Selain itu, mayoritas sediaan
tetes mata dibuat dalam kemasan multiple dose, sehingga diperlukan beberapa eksipien untuk
menjaga kualitas sediaan selama pemakaian.
Berikut adalah beberapa contoh zat tambahan yang digunakan pada sediaanobat tetes
mata:
Pengawet
Pengawet yang dipilih seharusnya mencegah dan membunuh pertumbuhan
mikroorganisme selama penggunaan. Pengawet yang sesuai untuk larutan obat tetes mata
hendaknya memiliki sifat sebagai berikut (AOC, 234) :
Pendapar
Secara ideal, larutan obat mata mempunyai pH dan isotonisitas yang sama denganair mata. Hal
ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH 7,4 banyak obat yangtidak cukup larut dalam air.
Sebagian besar garam alkaloid mengendap sebagai alkaloid bebas pada pH ini. Selain itu banyak
obat tidak stabil secara kimia pada pH mendekati 7,4 (FI III, 13). Tetapi larutan tanpa dapar
antara pH 3,5 – 10,5masih dapat ditoleransi walaupun terasa kurang nyaman. Di luar rentang
pH ini dapat terjadi iritasi sehingga mengakibatkan peningkatan lakrimasi (Codex, 161- 165).
Rentang pH yang masih dapat ditoleransi oleh mata menurut beberapa pustaka : 4,5 – 9,0
menurut AOC; 3,5 – 8,5 menurut FI IV.
PERHITUNGAN
Cara perhitungan tonisitas dan dapar lihat di Modul INJEKSI dan INFUS
D. PRAKTIKUM
1. Lakukan studi preformulasi (format terlampir) untuk sediaan tetes mata yangakan dibuat
2. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan sediaan tetes mata,seperti:
a. Autoklaf
b. Oven
c. Timbangan
d. Spatel
e. Kaca arloji
f. Gelas piala
g. Zat aktif dan eksipien Pelarut/pembawa
3. Lakukan sterilisasi untuk alat-alat yang digunakan dengan metode yang sesuai.
G. CARA KERJA
1. Larutkan asam borat dan natri tetra borat dalam aquadest
2. Larukan preservative dalam aquadest dan tambahkan pada larutan 1
3. Larutkan kloramfenikol dalam larutan 2 dan tambahkan sisa aquadest
4. Sterilkan dengan menggunakan autoclave
5. Periksa larutan terhadap : ph, kebocoran, partikel, pyrogen dan kejernihan
Lachman,L., Herbert A.L., and Joseph L.K. 1994. Teori dan Praktek Farmasi IndustriEd. 3.
Jakarta : UI Press.
33
34