Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN

PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


“Cara Sterilisasi”

Disusun Oleh :
Gelombang :D
Kelompok : 3 (Tiga)
Nama Anggota : Eza Yulistiyan Hendriyani 16040076
Ulvi Khaerunnisa 16040083
Muhammad Al Mustagfiri 16040084
Zenniah Anggraini Zein 16040093

PROGRAM STRATA 1
SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH
TANGERANG
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan banyak nikmat dan karunianya kepada kita semua. Sehingga kita
dapat merasakannya hingga sekarang ini, shalawat serta salam kita panjatkan
kepada nabi kita Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman
jahiliyah hingga zaman modern seperti sekarang ini.
Penulisan Laporan Resmi diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Praktikum formulasi dan teknologi sediaan steril. Dalam
penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penyusun dengan
senang hati menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Kepada ibu sefi megawati S.Farm., M.Sc., Apt, selaku dosen mata kuliah
praktikum formulasi dan teknologi sediaan steril di Sekolah Tinggi
Farmasi Muhammadiyah Tangerang.
2. Kepada kedua orang tua yang senantiasa menjaga dan memberikan
motivasi kepada penyusun.
3. Kepada teman-teman dan pihak yang telah membantu proses penyusunan
laporan ini hingga terselesaikan pada waktunya.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada
semuanya. Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun
akan penyusun terima dengan senang hati. Akhirnya, hanya kepada Allah
SWT penyusun serahkan segalanya mudah-mudahan dapat bermanfaat
khususnya bagi penyusun umumnya bagi kita semua.

Tangerang, Maret 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
A. Tujuan 1
B. Tugas 1
C. Dasar Teori 1
A. Tahap Sterilisasi 2
1. Terminal Sterlization (Sterilisasi akhir) 2
2. Bioburden Sterilitation 2
3. Aseptic processing 3
B. Metode Sterilisasi 3
1. Metode Fisika 3
a. Sterilisasi panas kering 3
b. Sterilisasi panas lembab (uap) 5
c. Sterilisasi radiasi 8
2. Metode Kimia 9
a. Sterilisasi gas 9
3. Metode Mekanik 9
a. Sterilisasi dengan filtrasi 9
D. Alat Dan Bahan 10
E. Cara Kerja 11
F. Hasil Dan Pembahasan 14
G. Keseimpulan 16
H. Saran 16
I. Daftar Pustaka 16

iii
PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
“ Cara Sterilisasi”

A. Tujuan
Mahasiswa dapat memahami dan melakukan sterilisasi alat yang akan
digunakan pada praktikum FTS steril.

B. Tugas
Melakukan sterilisasi alat yang akan digunakan pada praktikum FTS
steril.

C. Dasar Teori
Sediaan farmasetika terdiri dari sediaan steril dan sediaan non
steril. Sediaan non steril berbeda dengan sediaan steril, dimana sediaan
non steril adalah sediaan yang dalam pengerjaannya tidak memerlukan
proses sterilisasi, sedangkan sediaan steril adalah sediaan yang dalam
pengerjaannya memerlukan suatu proses dan tindakan sterilisasi. Produk
sterilisasi adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas
dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya ini termasuk sediaam
parenteral, mata, dan irigasi (Lachman dkk., 2008).
Istilah sterilisasi yang digunakan pada sediaan-sediaan farmasi
berarti penghancuran secara lengkap semua mikroba dan spora-
sporannya atau penghilangan secara lengkap mikroba dari sediaan.
Metode yang digunakan untuk mendapatkan sterilisasi pada sediaan
farmasi sangat ditentukan oleh sifat sediaan dan zat aktif yang
dikandungnya. Walau demikian, apapun cara yang digunakan, produk
yang dihasilkan memenuhi tes sterilitas sebagai bukti dari keefektifan
cara, peralatan, dan petugas (Ansel, 1989).
Steril menunjukkan kondisi yang memungkinkan terciptanya
kebebasan penuh dari mikroorganisme dengan keterbatasan tertentu,
sedangkan aseptis menunjukkan proses atau kondisi terkendali di mana
tingkat kontaminasi mikroba dikurangi sampai suatu tingkat tertentu di

1
mana mikroorganisme dapat ditiadakan pada suatu produk. (Lachman
dkk., 2008).
Uji sterilitas dilakukan untuk menetapkan apakah bahan atau
produk farmasi yang harus steril memenuhi syarat berkenaan dengan uji
sterilitas seperti yang tertera pada masing-masing monografi bahan atau
produk. Uji sterilitas ini dilakukan terhadap produk dan bahan yang
sebelumnya telah mengalami proses pensterilan yang telah diberlakukan.
Hasilnya membuktikan bahwa prosedur sterilisasi dapat diulang secara
efektif (Lachman dkk., 2008).
A. Tahap Sterilisasi
Dalam pembuatan sediaan steril, tahap sterilisasi bertujuan
untuk menetapkan produk akhir dinyatakan sudah steril dan aman
digunakan. Suatu produk dapat disterilkan melalui sterilisasi akhir
(terminal sterilization) atau dengan cara aseptik (aseptic
processing). Cara sterilisasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Terminal Sterlization (Sterilisasi akhir)
Menurut PDA Technical Monograph dibagi menjadi 2, yaitu : a.
OverkillMethod
Metode sterilisasi menggunakan pemanasan dengan uap panas
pada suhu 121oC selama 15 menit. Penggunaan metode ini
biasanya dipilih untuk bahan-bahan yang tahan panas seperti zat
anorganik. Dasar pemilihan metode ini adalah karena lebih
efisien, cepat, dan aman.
2. Bioburden Sterilitation
Suatu metode sterilisasi yang dilakukan dengan monitoring
terkontrol dan ketat terhadap beban mikroba sekecil mungkin di
beberapa lokasi jalur produksi sebelum menjalani proses
sterilisasi lanjutan dengan tingkat sterilitas yang dipersyaratkan
SAL 10-6. Dalam metode ini digunakan suatu zat yang dapat
mengalami degradasi kandungan bila dipanaskan pada suhu
yang sangat tinggi. Sebagai contoh adalah penggunaan dextrose
yang bila dipanaskan dapat menghasilkan senyawa Hidro

2
Methyl Furfural (HMF) yang merupakan suatu senyawa
hepatotoksik.
3. Aseptic processing
Metode pembuatan produk steril menggunakansaringan dengan
filter khusus untuk bahan obat steril atau bahan bakusteril yang
diformulasi dan dimasukkan kedalam kontainer steril
dalamlingkungan terkontrol. Suplai udara, material, peralatan,
dan petugas telah terkontrol sedemikian hingga kontaminasi
mikroba tetap berada pada levelyang dapat diterima (acceptable)
dalam clear zone (grade A atau grade B)(Lukas, 2006).
B. Metode Sterilisasi
Pemilihan metode sterilisasi yang digunakan didasarkan pada
pertimbangan sifat bahan yang akan disterilkan. Teknik sterilisasi
dibagi menjadi 3 metode, yaitu :
1. Metode fisika
a. Sterilisasi Panas Kering
1) Udara panas oven
Sterilisasi panas kering biasanya dilakukan
dengan menggunakan oven pensteril. Karena panas
kering kurang efektif untuk membunuh mikroba
dibandingkan dengan uap air panas maka metode ini
memerlukan temperature yang lebih tinggi dan waktu
yang lebih panjang (A.R. Gennaro, 1990). Prinsipnya
adalah protein mikroba pertama-tama akan mengalami
dehidrasi sampai kering. Selanjutnya teroksidasi oleh
oksigen dari udara sehingga menyebabkan mikroba
pencemar mati. Sterilisasi panas kering biasanya
ditetapkan pada temperature 160-170oC dengan waktu 1-
2 jam (Jenkins et al., 1957).
Sterilisasi panas kering umumnya digunakan
untuk senyawa-senyawa yang tidak efektif untuk
disterilkan dengan uap air panas, karena sifatnya yang

3
tidak dapat ditembus atau tidak tahan dengan uap air.
Senyawa-senyawa tersebut meliputi minyak lemak,
gliserin (berbagai jenis minyak), dan serbuk yang tidak
stabil dengan uap air. Metode ini juga efektif untuk
mensterilkan alat-alat gelas dan bedah (Jenkins et al.,
1957).
Sterilisasi panas kering biasa digunakan untuk
depirogenisasi alat-alat gelas dan bahan-bahan lain yang
memiliki kemampuan bertahan pada suhu yang
digunakan. Karena suhunya sterilisasi yang tinggi
sterilisasi panas kering tidak dapat digunakan untuk alat-
alat gelas yang membutuhkan keakuratan (contoh: alat
ukur) dan penutup karet atau plastik. Kondisi yang
dibutuhkan untuk sterilisasi panas kering dengan
menggunakan oven steril adalah :
- Suhu 170°C, waktu 1 jam
- Suhu 160°C, waktu 2 jam
- Suhu 150°C, waktu 2,5 jam - Suhu 140°C, waktu 3
jam

(A.R. Gennaro,1990)

Gambar 1. Alat oven


2) Pemijaran langsung
Pemijaran langsung digunakan untuk
mensterilkan spatula logam, batang gelas, filter

4
logam bekerfield dan filter bakteri lainnya. Mulut
botol, vial, dan labu ukur, gunting, jarum logam dan
kawat, dan alat-alat lain yang tidak hancur dengan
pemijaran langsung. Dalam semua kasus bagian
yang paling kuat 20 detik. Dalam keadaan darurat
ampul dapat disterilisasi dengan memposisikan
bagian leher ampul kearah bawah lubang kawat
keranjang dan dipijarkan langsung dengan api
dengan hati-hati. Setelah pendinginan, ampul harus
segera diisi dan disegel (Jenkins et al., 1957).
b. Sterilisasi Panas Lembab (uap)
1.) Air mendidih
Penangas air mendidih mempunyai kegunaan
yang sangat banyak dalam sterilisasi jarum spuit,
penutup karet, penutup dan alat-alat bedah. Bahan-
bahan ini harus benar-benar tertutupi oleh air
mendidih dan harus mendidih paling kurang 20
menit. Setelah sterilisasi bahan-bahan dipindahkan
dan air dengan pinset yang telah disterilisasi
menggunakan pemijaran (Jenkins et al., 1957).
2.) Uap bertekanan
Sterilisasi uap dilakukan dengan autoklaf
menggunakan uap air dalam tekanan sebagai
pensterilnya. Mekanisme penghancuran bakteri oleh
uap air panas adalah karena terjadinya denaturasi
dan koagulasi beberapa protein esensial dari
organism tersebut (A.R. Gennaro, 1990).
3.) Pemanasan dengan bakterisida
Pemanasan dengan bakterisida merupakan
suatu aplikasi khusus meggunakan uap panas pada
suhu 100oC. Adanya bakterisida sangat
meningkatkan efektifitas metode ini. Metode ini

5
digunakan untuk larutan berair atau suspensi obat
yang tidak stabil pada temperatur yang biasa
diterapkan pada autoklaf. Larutan yang
ditumbuhkan bakterisida ini dpanaskan dalam
wadah bersegel pada suhu 100oC selama 20 menit
dalam pensterilisasi uap atau penangas air.
Bakterisida yang dapat digunakan termasuk 0,5%,
fenol, 0,5% klorbutanol, 0,2% kresol atau 0.002%
fenil merkuri nitrat saat larutan dosis tunggal lebih
dari 15 ml larutan obat untuk injeksi intratekal atau
gastro intestinal sehingga tidak dibuat dengan
metode ini (Jenkins et al.,1957).
4.) Uap panas pada 100oC
Uap panas pada suhu 100oC dapat digunakan
dalam bentuk uap mengalir atau air mendidih.
Metode ini mempunyai keterbatasan penggunaan
uap mengalir dilakukan dengan proses sterilisasi
bertingkat untuk mensterilkan media kultur. Metode
ini jarang memuaskan untuk sterilasi larutan yang
karena spora sering gagal tumbuh dibawah kondisi
ini, bentuk vegetatif dari kebanyakan bakteri yang
tidak membentuk spora. Temperatur suhu titik mati
bervariasi, tetapi tidak ada bentuk non spora yang
bertahan (Jenkins et al., 1957).

6
Gambar 2. Alat Autoklaf
Proses sterilisasi basah ini merupakan metode
yang paling efektif karena :
a. Uap merupakan suatu pembawa energi yang paling
efektif karena semua lapisan pelindung luar
mikroorganisme dapat dilunakkan, sehingga
memungkinkan terjadinya koagulasi.
b. Metode ini bersifat nontoksik, mudah diperoleh, dan
relatif mudah dikontrol. (Lukas, 2006)
Faktor yang mempengaruhi sterilisasi uap adalah :
1) Waktu
Apabila mikroorganisme dalam jumlah besar
dipaparkan terhadap uap jenuh pada suhu yang
konstan, maka semua mikroorganisme tidak akan
terbunuh pada saat bersamaan. Jumlah
mikroorganisme yang bertahan hidup dapat diplot
terhadap waktu pemaparan dan akan
menghasilkan kurva survivor (survivor curve).
Terminologi D-value digunakan untuk
mendeskripsikan waktu yang diperlukan untuk
membunuh 90% mikroorganisme yang ada.
Setiap mikroorganisme akan memiliki D-value
yang berbeda dan tentunya D-value akan
bergantung pada suhu.
2) Suhu
Peningkatan suhu akan menurunkan waktu
proses sterilisasi secara dramatis. Adanya
perbedaan suhu yang digunakan untuk
membunuh masing-masing mikroorganisme
dengan spesies yang berbeda. Namun hal ini tentu
terjadi pada keadaan dimana kondisi uap jenuh
harus tetap dijaga.

7
3) Kelembapan
Efek penambahan daya bunuh pada
sterilisasi uap disebabkan kelembapan akan
menurunkan suhu yang diperlukan agar terjadi
denaturasi dan koagulasi protein. Adanya cairan
dalam uap mengindikasikan kualitas uap. Untuk
proses sterilisasi uap, kualitas uap yang
diharapkan minimum 97%. Apabila kualitas uap
berada di bawah 97%, maka dianggap uap tidak
jenuh, sehingga daya bunuh mikroorganisme
akan berkurang.(Lukas, 2006)
c. Sterilisasi radiasi
1) Radiasi pengion
Radiasi ionisasi digunakan untuk
sterilisasi industri untuk alat-alat rumah sakit,
vitamin, antibiotik, steroid hormon dan
transplantasi tulang dan jaringan dan alat
pengobatan seperti alat untuk suntik plastik,
jarum, alat beda, tube palstik, kateter, benang
bedah dan cawan petri. Sterilisasi dengan radiasi
digunakan untuk alat-alat medis yang sensitif
terhadap panas dan jika residu etilen oksida
tidak diharapkan. Pengukuran presisi dari dosis
radiasi, yang tidak berhubungan dengan suhu,
adalah merupakan faktor kontrol dalam
sterilisasi radiasi selama dengan waktu iradiasi.
Monitoring dan kontrol proses sangat
sederhana, tetapi kehatihatian akan keamanan
harus dilakukan oleh operator
sterilisasi(Agalloco, 2008).
2) Sinar ultraviolet

8
Sinar ultraviolet umumnya digunakan
untuk membantu mengurangi kontaminasi di
udara dan pemusnahan selama proses di
lingkungan. Sinar yang bersifat membunuh
mikroorganisme (germisida) diproduksi oleh
lampu kabut merkuri yang dipancarkan secara
eksklusif pada 253,7 nm. Sinar UV menembus
udara bersih dan air murni dengan baik, tetapi
suatu penambahan garam atau bahan tersuspensi
dalam air atau udara menyebabakan penurunan
derajat penetrasi dengan cepat. Untuk
kebanyakan pemakaian lama penetrasi
dihindarkan dan setiap tindakan membunuh
mikroorganisme dibatasi pada permukaan yang
dipaparkan (Lachman dkk., 2008)
2. Metode Kimia
a. Sterilisasi gas
Sterilisasi gas pada umumnya memerlukan waktu
yang cukup lama, tergantung pada keberadaan kontaminasi
kelembaban, temperatur dan konsentrasi etilen oksida.
Digunakan untuk sterilisasi bahan yang termolabil seperti
bahan biologi, makanan, plastik, antibiotik. Etilen oksida
dianggap menghasilkan efek letal terhadap mikroorganisme
dengan mengalkilasi metabolit esensial yang terutama
mempengaruhi proses reproduksi. Aksi antimikrobialnya
adalah gas etilen oksida mengadisi gugus –SH, -OH, -
COOH,-NH2 dari protein dan membentuk ikatan alkilasi
sehingga protein mengalami kerusakan dan mikroba mati
(Lachman dkk., 2008).
3. Metode Mekanik
a. Sterilisasi dengan Filtrasi

9
Sterilisasi dengan metode mekanik dapat dilakukan
dengan sterilisasi penyaringan (filtrasi). Sterilisasi dengan
penyaringan dilakukan untuk mensterilisasi cairan yang
mudah rusak jika terkena panas atau mudah menguap
(volatile penyaringan ini menggunakan filter bakteri).
Cairan yang disterilisasi dilewatkan ke suatu saringan
(ditekan dengan gaya sentrifugasi atau pompa vakum) yang
berpori dengan diameter yang cukup kecil untuk menyaring
bakteri.. Metode ini tidak dapat membunuh mikroba,
mikroba hanya akan tertahan oleh pori-pori filter dan
terpisah dari filtratnya. Dibutuhkan penguasaan teknik
aseptik yang baik dalam melakukan metode ini. Filter
biasanya terbuat dari asbes, porselen. Filtrat bebas dari
bakteri tetapi tidak bebas dari virus. Virus tidak akan
tersaring dengan metode ini. Cara kerja dari sterilisasi ini
berbeda dari metode lainnya karena sterilisasi ini
menghilangkan mikroorganisme melalui penyaringan dan
tidak menghancurkan mikroorganisme tersebut. Teknologi
tinggi membran filtrasi meningkatkan penggunaan
sterilisasi filtrasi, khususnya jika digunakan berpasangan
dengan sistem proses aseptik (Agalloco,2008).

D. ALAT DAN BAHAN

NO ALAT & BAHAN


1 Botol infus
2 Cawan Petri
3 Pipet
4 Vial
5 Tube
6 Tabung Reaksi
7 Beakerglass 50 ml

10
8 Erlenmeyer 100 ml
9 Kaleng Serbuk tabur
10 Talk

E. CARA KERJA
1. Ampul
a. Ampul di cuci sekurang-kurangnya 3 kali, kemudian kering
sampai tidak ada sisa air di dalam ampul.

b. Setelah di cuci, ampul di letakan dalam keadaan berbaring dalam


kaleng, lalu sterilkan dalam oven pada suhu 160o selama 1 jam.
Selama sterilisasi berlangsung tutup kaleng di buka sedikit untuk
mengeluarkan uap air dengan mudah.

c. Setelah sterilisasi selesai kaleng di tutup terlebih dahulu dalam


oven dan setelah itu baru dikeluarkan. Dengan demikian ampul
bukan saja di sterilisasikan tapi juga di keringkan.

2. Vial
a. Vial di cuci dengan aquadest yang di saring dengan filter gelas
G3; pencucian dan sterilisasi selanjutnya seperti yang tertera pada
ampul.

b. Tutup vial karet di cuci lalu di didihkan dalam aquadest selama 30


menit. Sebelum di pakai di keringkan sebentar dalam oven
(diletakan dalam kaca arloji yang di tutup dengan kaca arloji
lainnya).

11
3. Botol Infus
a. Setelah di cuci bersih, botol infus di masukkan ke dalam kaleng
dan di sterilkan pada suhu 160o selama 1 jam.

b. Tutup botol karet di cuci dan di sterilkan seperti tutup vial karet
yaitu dengan cara di cuci lalu didihkan dalam aquadest selama 30
menit. Sbebelum di pakai di keringkan sebentar dalam oven
(diletakkan dalam kaca arloji yang di tutup dengan kaca arloji
lainnya)

4. Tube dan Tutup


a. Tube di cuci dengan aquadest lalu di letakkan dalam keadaan
terbaring dalam kaleng (seperti sterilisasi ampul).

b. Tutup tube logam di sterilkan seperti sterilisasi tube. Tutup tube


plastik direndam dalam alkohol 70% selama 24 jam dan
dikeringkan sebentar dalam oven sebelum dipakai.

5. Kaleng Serbuk Tabur, seal dan tutupnya


a. Setelah dicuci dengan aquadest kaleng serbuk, seal dan tutupnya
dimasukkan kedalam kaleng dan di sterilkan seperti sterilisasi
ampul.

6. Sterilisasi Ruangan
Tahapan proses untuk mendapatkan ruangan produksi steril bisa
dilakukan dengan cara :
1. Bersihkan lantai, dinding dan langit-langit dari debu dan kotoran.
Hampir seluruh benda yang di sterilkan harus secara fisik bersih
terlebih dahulu sebelum proses standar sterilisasi di lakukan.
Kontaminasi mikroba pada dasarnya dapat dihilangkan melalui

12
pembersihan dengan menggunakan detergen dan air atau di
hancurkan dengan cara sterilisasi atau desinfektisasi. Pemberishan
dilanjutkan dengan pengeringan terhadap permukaan hampir dapat
di nyatakan efektif sebagaimana hal nya jika menggunakan
desinfektan.

2. Bersihkan lantai, dinding dan langit-langit dengan cairan


desinfektan hingga bebas mikroorganisme. Beberapa desinfektan
yang banya di gunakan :
a. Alkohol : etil atau isopropil alkohol (60-90%).
b. Halogen : chorine (Na.hipoclorit)
c. Blutaraldehid
d. Hidrogen peroksida
e. Formaldehid
f. Fenol
g. campuran cholrhexsidine dan cetrimide

3. Bersihkan udaraa dengan alat pengasapan (fogging) yang


mengandung cairan air borne desinfektan of surface

4. Sinari ruangan dengan ultraviolet minimal 24 jam.

5. Setalah itu, ruangan ditutup dan dialiri udara yang telah bebas
mikroorganisme, sehingga didapatkan clean area utuk produksi
steril.

13
F. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kami melakukan sterilisasi terhadap botol
infus berukuran dan vial berukuran. Pada saat melakukan sterilisasi,
wadah dan atau tutup yang di sterilisasi sebaiknya di sterilkan sampai
benar-benar steril. Hal ini dimaksudkan agar wadah dan atau tutup
tersebut tidak mencemari bahan obat yang akan dimasukan kedalamnya.
` Sterilisasi juga menggunakan metode perebusan terutama untuk
bahan yang terbuat dari karet. Tujuan utama dari proses ini adalah untuk
membuat spora jamur yang masih ada menjadi bentuk aktif (vegetatif)
sehingga bahan desinfektan dapat membunuh spora jamur tersebut.
Perebusan digunakan pada tutup karet karena tutup karet tidak tahan
terhadap panas dari oven, sehingga cukup dipanaskan dengan cara
direbus.
HCl berguna untuk melarutkan kotoran-kotoran yang ada pada
bahan yang akan disterilakan. Sedangkan bahan direndam selama 2 hari
dalam larutan HCl adalah agar kotoran-kotoran yang menempel dapat
hilang dengan sempurna. Selain itu juga untuk membunuh bakteri-bakteri
yang tidak tahan terhadap asam.
Tapol yang digunakan dalam sterilisasi kali ini berguna sebagai
desinfektan dan zat pembasah sehingga tapol dapat berpenetrasi ke dalam
pori-pori bahan yang akan disterilkan. Sedangkan Natrium bikarbonat
digunakan sebagai penjernih.
Pada saat dipanaskan dalam oven, penempatan bahan yang akan
disterilisasi harus diberi jarak/renggang. Hal ini bertujuan agar pada saat
pemanasan, bahan tidak pecah atau retak karena bahan tersebut akan
memuai pada pemanasan.
Setelah kami melakukan sterilisasi selanjutnya kami diarahkan ke
ruangan steril tujuannya agar ketika kita melakukan praktikum sudah
mengerti dan tahu cara sterilisasi di ruangan steril dengan baik dan benar
agar tidak terjadi kesalahan saat melakukan praktikum sterilisasi.

14
Pada ruangan steril petugas yang akan bekerja di dalam ruangan
changing area, harus mengganti baju, sepatu, memakai topi dan kaca
mata steril yang sudah tersedia. Setelah itu, petugas baru masuk ke
ruangan clean filling room atau ruangan preparation area.
Di ruang steril terdapat 4 ruangan, berikut tata letak ruangannya :

Jas lab II I
LAF

Jendela

pintu masuk IV III

Keterangan :
1. Ruangan pertama digunakan untuk melakukan pencampuran larutan
steril di LAF (Lamaniar Air Flow). LAF merupakan tempat bekerja
secara aseptik, untuk uji sterilisas, aseptic dispensing, dan i.v.
admixture (pencampuran obat suntik). Tekanan yang ada di LAF
dibuat menjadi tekanan negatif, artinya aliran udara yang ada
mengalir kembali ke dalam ruangan LAF.
2. Ruangan kedua digunakan untuk praktikan mengganti jas lab yang
bersih yang sudah disediakan di ruangan ini, sarung tangan, masker
dan penutup kepala.
3. Ruangan ketiga digunakan untuk memberikan alat dan bahan yang
dibutuhkan dalam pencampuran larutan steril di ruangan pertama
dengan cara memberikan alat dan bahan melalui jendela abtara ruang
pertama dan ketiga.
4. Ruangan keempat adalah pintu masuk.pada ruangan keempat
praktikan masuk keruangan kedua untuk mengganti jas lab kemudian
masuk ke dalam ruangan pertama dan sebagian praktikan yang masuk

15
ke ruangan ketiga yang bertugas untuk memberikan alat dan bahan
yang dibutuhkan di ruangan pertama saat pencampuran larutan steril.

G. KESIMPULAN
Pada praktikum di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Istilah sterilisasi yang digunakan pada sediaan-sediaan farmasi berarti
penghancuran secara lengkap semua mikroba dan spora-sporannya
atau penghilangan secara lengkap mikroba dari sediaan. Metode yang
digunakan untuk mendapatkan sterilisasi pada sediaan farmasi sangat
ditentukan oleh sifat sediaan dan zat aktif yang dikandungnya.
2. Sterilisasi yang di lakukan pada praktikum kali ini adalah sterilisasi
panas kering, sterilisasi panas lembab (uap), sterilisasi radiasi.
3. Metode yang digunakan adalah metode fisika, metode kimia, metode
mekanik.
4. Alat-alat yang disterilisasi yaitu ampul, vial, botol infus, tube dan
tutup, kaleng serbuk tabur dan seal serta tutupnya, dan sterilisasi
ruangan.

H. SARAN
1. Pada saat melakukan sterilisasi, wadah yang disterilkan harus benar-
benar bersih agar bahan yang akan dimasukan tidak terkontaminasi.
2. Sterilisasi hendaknya memperhatikan sifat dari bahan yang akan
disterilkan sehingga didapat sterilisasi yang maksimal.

I. Daftar Pustaka
Agalloco, James. 2008. Validation of Pharmaceutical Processes
(electronic version), USA : Informa Healthcare Inc.
DepKes RI.1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen
Kesehatan Indonesia.
Gennaro, A.R. 1990. Remington’s Pharmaceutical Sciences 18 th
Edition. Pennsylvania : Mack Publishing Company.

16
Jenkins, Glenn L., et.all., 1957. Scoville’s : The Art of Compounding.
New York : MC-Graw Hill Book Companies.
Lachman, L., H. A. Lieberman, dan J. L. Kanig. 2008. Teori dan Praktek
Farmasi Industri, Edisi Ketiga. Jakarta: UI Press.
Lukas, S. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: Penerbit Andi.

17

Anda mungkin juga menyukai