Anda di halaman 1dari 27

JURNAL AWAL PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI STERIL

PRAKTIKUM I & II

PERSIAPAN PEMBUATAN SEDIAAN OBAT STERIL DAN STERILISASI ALAT DAN


BAHAN

HARI DAN TANGGAL PRAKTIKUM : RABU 23 MARET 2022

KELAS A4A

KLOMPOK I

I KOMANG AGUS TRI ASTAWAN (19021014)

NAMA DOSEN : I Gusti Ngurah Agung Windra Wartana S.Farm.,M.Se.,Apt

ASISTEN DOSEN :

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2022
PRAKTIKUM I & II

PERSIAPAN PEMBUATAN SEDIAAN OBAT STERIL DAN STERILISASI ALAT DAN


BAHAN

I. TUJUAN PRAKTIKUM
a. Mahasiswa mampu menjelaskan spesifikasi ruang bersih
b. Mahasiswa mampu memperagakan cara mencuci tangn sesuai prosedur yang telah
di tentukan
c. Mahasiswa mampu memperagakan cara menggunakan cara memakai baju kerja di
grey area sesuai prosedur yang berlaku
d. Mahasiswa mampu memperagakan cara menggunakan baju kerja di white area
sesuai prosedur yang berlaku
e. Mahasiswa mampu memperagakan cara menggunakan bio safety cabinet (BSC)
yang merupakan area dengan tingkat kebersihan paling tinggi (kelas A latar B)

II. DASAR TEORI


Sterilisasi merupakan tahapan penting yang wajib dilakukan dalam produksi obat
– obatan dalam bidang kefarmasian. Bahan dan alat yang digunakan pada produksi
obat – obatan harus dalam keadaan steril, dimana bisa dijelaskan bahwa sterilisasi
adalah proses penghilangan atau membunuh mikroorganisme (protozoa, fungi,
bakteri, mycoplasma, virus) dalam benda/peralatan untuk menjaga peralatan
dilaboratorium tetap bersih/steril, serta mencegah terjadinya kontaminasi (Istini,
2020).
Sediaan steril memiliki beberapa sifat bentuk takaran yang unik, seperti bebas dari
mikroorganisme, pirogen dan bebas dari partikulat serta memiliki standar yang sangat
tinggi dalam hal kemurnian dan kualitas. Tujuan utama pembuatan sediaan steril
adalah mutlak tidak adanya kontaminasi mikroba. Kontaminasi dapat berasal dari
beberapa penyebab yaitu sterilisasi media yang kurang sempurna, lingkungan kerja
dan pelaksanaan cara kerja saat penanaman, eksplan, molekul-molekul atau benda-
benda asing berukuran kecil yang jatuh atau masuk ke dalam botol kultur setelah
penanaman dan ketika diletakkan di ruangan (Syah, 2016).
Sterilisasi dapat dilakukan dengan metode panas basah atau panas kering, radiasi,
gas etilen oksida dan dengan filtrasi menggunakan proses pengisian ke wadah akhir
yang aseptik. Setiap metode sterilisasi memiliki keuntungan dan kerugiannya masing-
masing. Sterilisasi dapat berjalan baik bila seorang praktikan sebelumnya telah
dibekali dengan pengetahuan mengenai pengenalan alat sehingga pada uji coba ini
tujuan sterilisasi dapat tercapai dimana peralatan serta bahan yang disterilisasi
tersebut tidak rusak dan juga dapat dengan tepat mengambil keputusan metode
sterilisasi yang akan dipakai (Syah, 2016).
Istilah sterilisasi yang digunakan pada sediaan-sediaan farmasi berarti
penghancuran secara lengkap semua mikroba dan spora-sporanya atau penghilangan
secara lengkap mikroba dari sediaan. Lima metode yang umum digunakan untuk
mensterilkan produk farmasi yaitu sterilisasi uap (lembab panas), sterilisasi panas
kering, sterilisasi dengan penyaringan, sterilisasi gas, dan sterilisasi dengan radiasi
pengionan. Metode yang diguankan untuk mendapatkan sterilitas pada sediaan
farmasi sangat ditentukan oleh sifat sediaan dan zat aktif yang dikandungnya. Walau
demukuan, apa pun cara yang digunakan, produk yang dihasilkan harus memenuhi tes
sterilitas sebagai bukti dari keefektifan cara, peralatan dan petugas (Ansel, 1989).
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril.
Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat
penghacuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini
menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi relatif dan
kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya dapat
diduga atas dasar proyeksi kinetis angka kematian mikroorganisme (Lachman, 2008).
Sterilisasi menunjukkan kondisi yang memungkinkan terciptanya kebebasan penuh
dari mikroorganisme dengan keterbatasan tertentu sedangkan aseptis menunjukkan
proses atau kondisi terkendali di mana tingkat kontaminasi mikroba dikurangi sampai
suatu tingkat tertentu dimana mikroorganisme dapat ditiadakan pada suatu produk
(Lachman, 2008). Menurut Ansel 2005, istiah sterilisasi digunakan pada sediaan-
sediaan farmasiyang berarti penghancuran secara lengkap semua mikroba dan
sporasporanya atau penghilangan secara lengkap mikroba dari sediaan (Ansel, 2005)
Metode sterilisasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu metode sterilisasi dengan
cara panas dan sterilisasi dengan cara dingin. Metode sterilisasi dengan cara panas
dibagi menjadi sterilisasi panas kering (menggunakan oven pada suhu 160-1800C
selama 30-240 menit), dan sterilisasi panas basah (menggunakan autoklaf dengan
suhu 1210C dengan tekanan 15 psi, selama 15 menit). Metode sterilisasi dengan cara
dingin dapat dibagi menjadi dua, yaitu teknik removal/penghilangan bakteri, dan
teknik membunuh bakteri. Teknik removal dapat menggunakan metode filtrasi
dengan membran filter berpori 0,22µm. Teknik membunuh bakteri dapat
menggunakan radiasi (radiasi sinar gama menggunakan isotop radioaktif Cobalt 60)
dan gas etilen oksida (dengan dosis 25 KGy). Metode lain untuk membunuh bakteri
dengan menggunakan cairan kimia seperti formaldehida, tidak dapat digunakan
karena memiliki efek toksik terhadap bahan yang disterilkan (Elisma, 2016).

Titik kritis sterilisasi, selain melakukan prosedur sterilisasi dengan benar, juga
memilih metode sterilisasi yang tepat berdasarkan sifat fisika kimia bahan aktif,
terutama stabilitas alat/bahan terhadap panas. Alat yang tahan akan pemanasan,
misalnya: beaker glass, gelas kimia, erlenmeyer, batang pengaduk, batang pipet,
dapat dilakuakn sterilisasi menggunakan cara panas, baik panas basah (autoklaf)
ataupun panas kering (oven). Alat yang tidak tahan panas, misalnya tutup pipet,
wadah sediaan yang terbuat dari plastik tidak tahan panas,dapat disterilkan dengan
menggunakan cara dingin, misalnya dengan dialiri gas etilen oksida atau disterilkan
dengan cara radiasi. Apabila tidak memungkinkan dilakukan sterilisasi dengan cara
tersebut, maka dilakukan desinfeksi dengan cara merendam alat tersebut dalam
alkohol 70% selama 24 jam (hal ini belum menjamin sterilitas alat) (Elisma, 2016).
Untuk sterilisasi bahan, selain memperhatikan stabilitas bahan terhadap panas,
perlu kita perhatikan bentuk bahan. Untuk bahan dengan bentuk serbuk, semisolida,
liquid berbasis non air (misalnya cairan berminyak) yang stabil terhadap pemanasan,
maka pilihan metode utama untuk sterilisasi adalah menggunakan panas kering
(oven). Bila bentuk bahan yang akan disterilisasi adalah likuida berbasis air, maka
pilihan utama sterilisasinya adalah menggunakan panas basah (autoklaf) (Elisma,
2016).
Bila bahan yang akan disterilisasi adalah cairan dengan pembawa air, maka
(Elisma, 2016):
1. Apabila bahan dapat disterilisasi dengan menggunakan autoklaf, dengan suhu
1210C selama 15 menit, maka dipilih metode sterilisasi cara panas kering
menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.
2. Bila tidak, maka perlu kita pastikan, apakah bahan tersebut dapat tetap
disterilkan dengan autoklaf, akan tetapi kita hitung terlebih dahulu nilai F0.
Untuk memperoleh nilai F0 maka kita perlu mengetahui jumlah mikroba yang
ada pada sediaan, kemudian resistensi mikroba yang ada pada bahan. Dengan
mengetahui keduanya, kita melakukan sterilisasi menggunakan autoklaf
dengan metode bioburden, yaitu berdasarkan jumlah dan resistensi bakteri
yang terdapat dalam sediaan sebelum dilakukan sterilisasi.

3. Apabila metode ke-2 tidak dapat dilakukan, karena bahan tidak stabil terhadap
panas, maka metode sterilisasi yang dipilih adalah filtrasi, yaitu proses
menghilangkan bakteri dengan cara menyaring menggunakan membran filter
berukuran 0,22 µm. Biasanya sebelum menggunakan filter dengan ukuran
tersebut, terlebih dahulu disaring menggunakan membran filter berukuran
0,45 µm. 4. Apabila cara ke-3 tidak dapat dilakukan, maka proses pembuatan
dilakukan dengan metode aseptik, tanpa dilakukan sterilisasi akhir. Apabila
bahan berupa serbuk, cairan dengan pembawa non air, semisolida, maka: 1.
Apabila bahan tahan terhadap pemanasan, maka metode sterilisasi terpilih
adalah cara panas kering, menggunakan oven dengan suhu 1600C selama 2
jam. 2. Apabila tidak bisa dilakukan cara pertama, maka dilakukan sterilisasi
menggunakan oven dengan waktu yang dikurangi. 3. Bila cara ke-2 tidak
dapat dilakukan, maka dipilih metode radiasi, menggunakan senyawa Cobalt
60 dengan dosis 25 kGy.
4. Bila tidak dapat dilakukan, maka dilakukan dengan metode radiasi, dengan
dosis radiasi diturunkan.
5. Apabila metode radiasi tidak dapat dilakukan, maka dilakukan proses
sterilisasi filtrasi.
6. Apabila metode sterilisasi filtrasi tidak dapat dilakukan, maka dilakukan
dipilih cara aseptik untuk membuat sediaan, tanpa dilakukan sterilisasi akhir.
Menentukan metode sterilisasi yang tepat pada alat dengan cara melihat bentuk
alat dan elemen pembentuk alat (Elisma, 2016):
a. Bentuk alat (padatan berpori/padat tidak berpori/ cair/ gas). Jarang sekali alat
berbentuk cair atau gas, maka pilihan yang mungkin adalah padatan berpori
atau tidak berpori.
b. Elemen/bahan pembentuk alat, misalnya: besi tahan panas/ gelas tahan panas/
gelas tidak tahan panas/ plastik tahan panas/ plastik tidak tahan panas/
campuran logam dan plastik tidak tahan panas, dll. Menentukan metode
sterilisasi yang tepat pada bahan dengan cara melihat bentuk bahan dan
stabilitas bahan:
a) Bentuk bahan (serbuk/ cair/ gas).
b) Hal yang lebih penting adalah data stabilitas terhadap suhu dari bahan
tersebut. Dengan demikian, carilah data stabilitas terhadap suhu.
A. Sterilisasi panas basah
Salah satu metode sterilisasi yang paling banyak digunakan adalah metode
sterilisasi panas basah. Alat yang digunakan adalah Autoklaf (Elisma, 2016).
1. Alat-alat yang akan disterilisasi menggunakan metode panas basah yaitu
erlenmeyer di cuci dengan bersih dan dikeringkan.
2. Lubang yang terdapat dalam erlenmeyer di tutup dengan kapas steril dan
dibungkus menggunakan kertas perkamen sebanyak 2 lapis.
3. Erlenmeyer yang telah dibungkus dimasukkan dan ditata kedalam
keranjang autoklaf.
4. Ditekan tombol ON pada autoklaf, ditunggu sampai alat siap digunakan.
5. Dibuka pintu autoklaf dengan menggeser kunci kesebelah kanan.
6. Dikontrol air yang ada di dalam chamber autoklaf, bila kurang
ditambahkan air dengan aqua DM sampai tanda batas.
7. Dimasukkan keranjang autoklaf yang berisi alat yang akan disterilkan.
8. Ditutup autoklaf dan digeser kunci kesebelah kiri.
9. Ditekan tombol start pada autoklaf yang sebelumnya telah di set waktu
dan temperaturnya yaitu 121oC selama 20 menit.
10. Setelah 20 menit dibuka buangan gas sampai bunyi yang ada didalam
autoklaf tidak terdengar lagi dan ditunggu sampai suhu mencapai 70oC.
11. Setelah mencapai 70oC dibuka kunci autoklaf dengan menggesernya ke
kanan.
12. Lalu keranjang yang ada didalam autoklaf dikeluarkan dari chamber.
13. Alat yang telah disetrilisasi dimasukkan ke dalam box isolator steril.
14. Lalu dimasukkan ke dalam lemari penyimpanan steril.
B. Sterilisasi panas kering
Sterilisasi alat, bahan dan sediaan menggunakan metode panas kering.
Dalam metode ini alat yang digunakan adalah Oven. Sebelum digunakan untuk
sterilisasi, sterilisator (oven) yang digunakan haruslah telah divalidasi dan
dikualifikasi (Elisma, 2016).

Jenis sterilisasi dan fungsinya dapat dilakukan baik dengan metode fisika maupun
kimia yaitu (Tille, 2017):

a. Sterilisasi dengan metode fisika dapat dilakukan dengan cara:


1. Pemanasan
a. Pemanasan kering
1) Pemijaran
Metode ini dengan memanaskan alat biasanya berupa ose di atas
api bunsen sampai ujung ose memijar.

Gambar 1. Pemijaran ose


2) Pembakaran
Pembakaran dilakukan untuk alat-alat dari bahan logam atau kaca
dengan cara dilewatkan di atas api bunsen namun tidak sampai
memijar. Misalkan: a) melewatkan mulut tabung yang berisi kultur
bakteri di atas api Bunsen; b) memanaskan kaca objek di atas api
busnen sebelum digunakan; c) memanaskan pinset sebelum
digunakan untuk meletakkan disk antibiotic pada cawan petri yang
telah ditanam bakteri untuk pemeriksaan uji kepekaan antibiotik.
3) Hot air oven
Sterilisasi dengan metode ini digunakan untuk benda-benda dari
kaca/gelas, petri, tabung Erlenmeyer, tidak boleh bahan yang
terbuat dari karet atau plastic. Oven Suhu 160-1800C selama 1.5-3
jam. Alat-alat tersebut terlebih dahulu dibungkus menggunakan
kertas sebelum dilakukan sterilisasi.
Gambar 2. Hot air oven
4) Insinerator
Bahan-bahan infeksius seperti jarum bekas suntikan yang
ditampung dalam safety box biohazard, darah, dilakukan sterilisasi
dengan menggunakan insinerator. Hasil pemanasan dengan suhu
8700-9800 C akan menghasilkan polutan berupa asap atau debu.
Hal ini yang menjadi kelemahan dari sterilisasi dengan metode
insenerasi. Namun, metode ini dapat meyakinkan bahwa bahan
infeksius dapat dieliminasi dengan baik yang tidak dapat dilakukan
dengan metode lainnya.
b. Pemanasan basah
Merupakan pemanasan dengan tekanan tinggi, contohnya adalah dengan
menggunakan autoklav. Sterilisasi dengan metode ini dapat digunakan
untuk sterilisasi biohazard (bakteri limbah hasil praktikum) dan alat-alat
yang tahan terhadap panas (bluetip, mikropipet), pembuatan media, dan
sterilisasi cairan. Pemanasan yang digunakan pada suhu 1210C selama 15
menit. Pemanasan basah dapat menggunakan (Tille, 2017):
1) Autoklaf manual
Metode ini menggunakan ketinggiian air harus tetap tersedia di dalam
autoklaf. Sterilisasi menggunakan autoklaf manual tidak dapat
ditinggal dalam waktu lama. Autoklaf manual setelah suhu mencapai
1210C setelah 15 menit, jika tidak dimatikan maka suhu akan terus
naik, air dapat habis, dan dapat meledak.
2) Autoklaf digital/otomatis
Alat ini dapat diatur dengan suhu mencapai 1210C selama 15 menit.
Setelah suhu tercapai, maka suhu akan otomastis turun sampai
mencapai 500C dan tetap stabil pada suhu tersebut. Jika digunakan
untuk sterilisasi media, suhu ini sesuai karena untuk emmbuat media
diperlukan suhu 50-700 C.

Gambar 3. Autoklaf manual dan otomatis


2. Radiasi
Radiasi ionisasi digunakan untuk mensterilkan alat-alat berupa bahan plastic
seperti kateter, plastic spuit injeksi, atau sarung tangan sebelum digunakan.
Contoh radiasi ionisasi adalah metode pada penggunaan microwave yaitu
dengan menggunakan panjang gelombang pendek dan sinar gamma high
energy.
3. Filtrasi (penyaringan)
Metode ini digunakan untuk sterilisasi bahan-bahan yang sensitive terhadap
panas seperti radioisotope, kimia toksik.
1) Filtarsi berupa cairan dengan menggunakan prinsip melewatkan larutan
pada membran selulosa asetat atau selulosa nitrat.
2) Filtarsi berupa udara dengan menggunakan high-efficiency particulate air
(HEPA) untuk menyaring organisme dengan ukuran lebih besar dari 0.3
µm dari ruang biology savety cabinet (BSCs)
b. Sterilisasi dengan metode kimiawi
1. Uap formaldehide atau hydrogen peroksida digunakan untuk sterilisasi filter
HEPA pada BSCs.
2. Glutaraldehyde bersifat sporisidal, yaitu membunuh spora bakteri dalam
waktu 3-10 jam pada peralatan medis karena tidak merusak lensa, karet, dan
logam, contohnya adalah alat untuk bronkoskopi (Tille, 2017).

Ruang bersih adalah ruangan dengan keadaan terkontrol yang diperbolehkan


untuk digunakan sebagai ruang pembuatan sediaan obat steril (Badan POM RI, 2013).
Untuk pembuatan sediaan steril, dilakukan pada ruang kelas A, B, C, dan D (white
area). Untuk pembuatan sediaan obat non steril dilakukan pada kelas E (grey area)
yang spesifikasi kebersihan ruangannya tidak seketat ruang bersih untuk pembuatan
sediaan obat steril. Kriteria penggunaan ruang bersih berdasarkan CPOB 2012 pada
tabel berikut ini (Badan POM RI, 2013):
Tabel 1 Penjelasan Ruang Bersih

Tabel 2 Klasifikasi Penggunaan Ruangan Bersih Untuk Produksi Sediaan Obat Steril
Kelas bersih, secara umum dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu daerah putih
(white area) atau kelas A, B, C dan D; daerah abu (grey area) atau kelas E; dan daerah
hitam (black area) atau kelas F. Semakin ke arah daerah putih, maka daerah tersebut
semakin terkontrol atau semakin tinggi tingkat kebersihannya. Produksi sediaan obat
steril dilakukan pada white area, sementara grey area digunakan untuk perlakuan
terhadap sediaan yang telah berada dalam wadah primer sehingga tidak ada kontak
langsung sediaan dengan lingkungan luar. Black area adalah area yang tidak
terkontrol kebersihannya artinya tidak ditetapkan jumlah minimal partikel viable
maupun nonviable yang ada pada ruangan tersebut. Dengan demikian, memiliki
resiko kontaminasi yang cukup tinggi, dan tidak digunakan untuk proses pembuatan
obat, melainkan sebagai area ganti personel saja. Untuk memasuki white area,
personel harus melalui black area dan grey area terlebih dahulu, skematik alur ruang
ganti baju kerja untuk menuju ruang pembuatan sediaan obat steril dapat dilihat pada
gambar

Gambar 4 Skematik Ruang Ganti Baju Kerja

Grey area digunakan untuk memproses sediaan yang sudah tertutup rapat,
misalnya untuk kegiatan (Badan POM RI, 2013):

 Sterilisasi akhir (proses sterilisasi ketika sediaan obat sudah di-capping


/sudah dalam keadaan tertutup rapat).
 Pengemasan sediaan dalam kemasan primer ke kemasan sekunder.
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat dan Bahan Prosedur Mencuci Tangan
A. Alat
1. Tempat cuci tangan berikut kran air
2. Tissue atau handuk bersih atau alat pengering tangan
3. Sikat kuku tangan
4. Lap yang tidak melepaskan partikel
5. Alat-alat gelas untuk peraga

B. Bahan

1. Cairan desinfektan missal alcohol 70%atau isopropilalkohol


2. Sabun cair dan wadah

3.2 Alat dan Bahan Prosedur Menggunakan Baju Kerja Pada Ruang Bersih
Greyarea

A. Alat

1. Baju kerja
2. Masker
3. Sarung tangan

B. Bahan

1. Alcohol 70%
2. Lysol

3.3 Alat dan Bahan Prosedur Menggunakan Biosafety Cabinet(Bsc)

A. Alat

1. Bio Safety Cabinet (BSC)

B. Bahan
1. Lysol

3.4 Alat dan Bahan Prosedur Melakukan Sterilisasi Dengan Metode Panas
Basah

A. Alat

1. Autoklaf

B. Bahan

1. Bahan-bahan praktikum yang akan disterilisasi

IV. PROSEDUR PRAKTIKUM


4.1 Prosedur Menggunakan Baju Kerja Pada Ruang Bersih Greyarea

Tiap personel yang masuk ke area pembuatan obat hendaklah


menggunakan sarana mencuci tangan dan mencuci tangannya
sebelum memasuki area produksi sesuai prosedur mencuci
tangan sebelum menggunakan baju kerja untuk area bersih.

Cuci tangan secara menyeluruh di sarana cuci tangan yang


disediakan dengan menggunakan sabun cair yang disediakan.

Gunakan sikat yang disediakan bila sela-sela kuku kotor.

Sikat sela-sela kuku sampai bersih.


4.2 Prosedur Menggunakan Baju Kerja Pada Ruang Bersih Greyarea

Untuk produksi sediaan steril, tiap personel yang bekerja di


Kelas A/B harus menggunakan pakaian kerja steril (disterilkan
atau disanitasi dengan memadai) dan hendaknya disediakan
untuk tiap sesi kerja.

Dalam proses pembuatan obat steril, sarung tangan harus


secara rutin dilakukan disinfeksi selama bekerja,
menggunakan alkohol 70%, biasanya isopropil alkohol (IPA).

Masker dan sarung tangan hendaklah diganti paling sedikit


tiap sesi kerja.

Arloji, kosmetika dan perhiasan hendaklah tidak dipakai di


area bersih.

4.3 Prosedur Menggunakan Biosafety Cabinet(Bsc)


a. Sebelum Menggunakan BSC

Matikan lampu UV (bila menyala)

Hidupkan BSC dengan menekan tombol ON hingga terdengar


bunyi dari alat (tekan terus hingga terdengar bunyi)

Hidupkan lampu fluorescent dan blower

Biarkan kabinet selama 5 menit tanpa aktivitas


Buka kaca hingga tanda (alarm akan berbunyi bila setting kaca
belum sesuai)

Bersihkan permukaan tempat kerja dengan cairan desinfektan


yang sesuai seperti 70% isopropyl alkohol

Bersihkan semua item dengan cairan desinfektan sebelum


memasukkannya ke dalam cabinet.

Letakkan semua alat dalam kabinet minimal 10 cm dari kaca

Jangan meletakkan alat diatas grill (penyedot udara) karena


akan mengganggu aliran udara dalam cabinet.

b. Selama ProsesKerja

1. Bagi kabinet menjadi tiga area, area bersih, area kerja, dan area kotor.

2. Pergerakan tangan dan lengan dalam kabinet:

Usahakan melakukan pergerakan tangan dengan perlahan.

Minimalisir gerakan tangan keluar-masuk kabinet.

Pergerakan lengan dan tangan dengan arah lurus, jangan ke


samping kanan-kiri.
Pergerakan tangan untuk masuk-keluar cabinet lurus.

3. Ikuti prosedur kerja secaraaseptik:

Letakkan botol atau vial yang terbuka paralel terhadap aliran


udara dalam kabinet.

Buka pembungkus alat/ bahan, hanya yang akan dikerjakan


saja. Lainnya biarkan tertutup.

Bila terjadi kesalahan kerja: misalnya terdapat cairan yang


tumpah, biarkan beberapa menit supaya udara yang
terkontaminasi digantikan oleh udara baru yang bersih dari
HEPA filter.

Buang sarung tangan dan baju kerja terluar yang


terkontaminasi, cuci tangan, kemudian ganti dengan sarung
tangan dan baju kerja yang bersih.

Bersihkan cairan yang tumpah dengan lap steril dan cairan


desinfektan.

Bersihkan permukaan kerja dengan air steril dan bersihkan


lagi dengan cairan desinfektan.

Bila terdapat pecahan kaca, jangan membersihkannya dengan


tangan, gunakan pinset atau alat lain yang sesuai.
Setelah membersihkan tempat kerja, buang sarung tangan dan
ganti dengan yang baru.

Biarkan kabinet beberapa saat untuk proses purging dan


lanjutkan kerja seperti biasa.

c. Setelah Proses Kerja

Semprot alat yang akan digunakan lagi dengan cairan


desinfektan dan bersihkan dengan lap.

Letakkan semua alat yang terkontaminasi dalam wadah untuk


pembuangan.

Buang sarung tangan yang gunakan, cuci tangan, dan gunakan


yang baru.

Keluarkan alat yang telah digunakan dari dalam kabinet.

Desinfeksi interior kabinet dan lap permukaan lampu UV.


Matikan lampu fluorescent dan blower.

Tutup kaca kabinet dan nyalakan lampu UV. Biarkan selama


60 menit
4.4 Prosedur Melakukan Sterilisasi Dengan Metode Panas Basah

Alat-alat yang akan disterilisasi menggunakan metode panas


basah yaitu erlenmeyer di cuci dengan bersih dan dikeringkan.

Lubang yang terdapat dalam erlenmeyer di tutup dengan kapas


steril dan dibungkus menggunakan kertas perkamen sebanyak
2 lapis.

Erlenmeyer yang telah dibungkus dimasukkan dan ditata


kedalam keranjang autoklaf.

Ditekan tombol ON pada autoklaf, ditunggu sampai alat siap


digunakan.

Dibuka pintu autoklaf dengan menggeser kunci kesebelah kanan.

Dikontrol air yang ada di dalam chamber autoklaf, bila kurang


ditambahkan air dengan aqua DM sampai tanda batas.

Dimasukkan keranjang autoklaf yang berisi alat yang akan


disterilkan.

Ditutup autoklaf dan digeser kunci kesebelah kiri.


Ditekan tombol start pada autoklaf yang sebelumnya telah di
set waktu dan temperaturnya yaitu 121oC selama 20 menit.

Setelah 20 menit dibuka buangan gas sampai bunyi yang ada


didalam autoklaf tidak terdengar lagi dan ditunggu sampai
suhu mencapai 70°C.

Setelah mencapai 70°C dibuka kunci autoklaf dengan


menggesernya kekanan.

Lalu keranjang yang ada didalam autoklaf dikeluarkan dari


chamber.

Alat yang telah disetrilisasi dimasukkan ke dalam box isolator


steril.

Lalu dimasukkan ke dalam lemari penyimpanan steril.


V. HASIL PRAKTIKUM

Hasil praktikum dipantau dari lembar penilaian instruktur praktikum sebagai berikut :

Pelaksanaan oleh mahasiswa


Dilak Tidak Kuran
No. Kegiatan sanaka dilaksanaka g tepat
n (2) n (0) (1)
Cuci Tangan Steril
1 Membuka pembungkus pembersih kuku
2 Arah mencuci tangan
3 Menggunakan sabun antiseptik
4 Membersihkan kuku
5 Membersihkan sela-sela jari
6 Membersihkan punggung tangan
7 Membersihkan telapak tangan
8 Membersihkan lengan hingga siku
9 Melakukan pembilasan dengan arah yang
benar
10 Urutan pembilasan tangan
11 Posisi siku terhadap jari
12 Mengeringkan tangan
13 Mengatur kembali lengan baju

Menggunakan baju kerja steril untuk Grey Area


1 Menggunakan penutup rambut
2 Menanggalkan asesoris dan kosmetik
3 Melakukan sanitasi
4 Menggunakan baju steril bagian atas
5 Menggunakan baju steril bagian bawah
(dispensasi)
6 Menggunakan sepatu khusus
7 Menggunakan shoe cover
8 Melakukan pembilasan tangan
9 Menggunakan sarung tangan
10 Mendesinfeksi tangan
11 Menggunakan kaca mata pengaman

Menggunakan baju kerja steril untuk White Area

1 Memasuki ruang ganti dengan benar

2 Membuang pembungkus

3 Desinfeksi

4 Mengatur perlengkapan

5 Desinfeksi

6 Menggunakan sarung kepala

7 Desinfeksi

8 Menggunakan masker

9 Desinfeksi

10 Menggunakan coverall dengan baik

11 Desinfeksi

12 Menggunakan sepatu khusus dengan cara


yang benar
13 Desinfeksi

14 Menggunakan kaca mata dengan baik

15 Desinfeksi

16 Menggunakan sarung tangan dengan cara


yang benar
17 Desinfeksi
18 Memasuki ruang white area dengan cara yang
benar
Menggunakan Bio Safety Cabinet (BSC)

1 Mematikan lampu UV

2 Menghidupkan BSC dengan cara yang benar

3 Menghidupkan lampu fluorescent dan blower

4 Membiarkan cabinet selama 5 menit

5 Membuka kaca hingga tanda

6 Membersihkan permukaan tempat kerja


dengan cara yang benar
7 Membersihkan semua alat

8 Memasukkan alat dengan cara yang benar

9 Membagi area kerja

10 Melakukan pergerakan tangan dan lengan


dengan benar
11 Melakukan pekerjaan dengan teknik aseptik
yang baik
12 Setelah selesai, melakukan desinfeksi alat

13 Meletakkan alat yang terkontaminasi dalam


wadah pembuangan
14 Mengeluarkan alat dengan benar

15 Desinfeksi cabinet

16 Mematikan lampu dan blower

17 Menutup kaca cabinet

18 Menutup kaca dan menyalakan lampu UV


selama 1 jam

Jumlah nilai … 0 …

Total nilai
Kesimpulan Lulus :
Tidak lulus :

Mahasiswa yang tidak lulus dalam praktikum ini perlu melakukan pengulangan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Pernebit : UI. Jakarta.

Ansel, H.C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Penerjemah Farida Ibrahim. Pernebit :
UI. Jakarta.

BPOM RI. 2013. Laporan Tahunan 2013 Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta:
Badan POM RI

Elisma, S. 2016. Praktikum Teknologi Sediaan Steril. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia
Kesehatan Badan Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Istini. 2020. Pemanfaatan Plastik Polipropilen Standing Pouch Sebagai Salah Satu Kemasan
Sterilisasi Peralatan Laboratorium. Indonesian Journal Of Laboratory. Volume 2 Nomor
3.

Lachman L., Lieberman and Herbert A. 2008. Pharmaceutical Dosage Form : Tablets.
Pharmaceutical press. New York.

Syah, I. S. K. 2016. Penentuan Tingkatan Jaminan Sterilitas Pada Autoklaf Dengan Indikator
Biologi Spore Strip. Farmaka. Volume 14 nomor 1.

Tille, P. M. 2017. Bailey & Scott’s Diagnostic Microbiology. In Basic Medical Microbiology
(fourteenth, p. 45). St. Louis Missouri: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai