Anda di halaman 1dari 55

PEDOMAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


D3 FARMASI

Tim Penyusun:
apt. Fenita Shoviantari, M.Farm
apt. Lia Agustina, S.Si, M.S
apt. Septiawan Adi Nugroho, M. Farm
Nadia Pramasari, M. Pharm
Ika Agustina, S. Farm
Nadya Nur Siskawati, A.Md.Farm

LABORATORIUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2023
KATA PENGANTAR

Pedoman praktikum formulasi dan teknologi sediaan steril ini disusun dengan tujuan
untuk membantu mahasiswa yang menempuh Praktikum Formulasi dan Teknologi Sediaan
Steril agar dapat lebih memahami proses pembuatan sediaan steril mulai dari tatacara
memasuki ruangan steril, proses sterilisasi alat yang akan digunakan untuk membuat suatu
sediaan steril, sampai dengan formulasi dan cara pembuatan serta cara sterilisasi formula yang
telah dibuat.

Penyusun menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan
kritik dari sejawat maupun mahasiswa peserta praktikum akan sangat bermanfaat untuk
perbaikan pada edisi berikutnya. Semoga buku petunjuk praktikum ini bermanfaat dalam
membantu memperdalam pemahaman tentang formulasi sediaan steril

Tim Penyusun

ii
TATA TERTIB PRAKTIKUM
FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

1. Praktikan wajib membuat laporan sementara sesuai dengan format yang telah diberikan
yang berisi tentang: judul, tujuan, alat dan bahan, cara kerja praktikum (dalam bentuk
bagan), untuk diserahkan kepada dosen pada saat diskusi.
2. Praktikan wajib hadir 10 menit sebelum praktikum dimulai. Bagi yang terlambat lebih
dari 15 menit tanpa ijin tidak diperkenankan mengikuti praktikum.
3. Praktikan wajib menggunakan jas praktikum, masker, sarung tangan, penutup
kepala/hair cap (bukan dari kain), sandal bersih (untuk ditinggal di laboratorium) serta
name tag saat berada di dalam laboratorium (persiapan di lakukan di ruang loker dengan
tertib dan teratur)
4. Praktikan wajib membawa alat yang diperlukan untuk praktikum
5. Praktikan harus menempati tempat duduk sesuai kelompok masing masing
6. Praktikan harus melakukan inventaris alat untuk masing masing kelompok, mencatat
dan melaporkan ke dosen / laboran apabila terdapat alat yang rusak, pecah, gumpil,
kotor, atau alat berlebih.
7. Apabila ada alat yang hilang, pecah atau gumpil, diwajibkan mengganti dengan ukuran,
dan merek yang sama. Maksimal satu minggu setelahnya.
8. Praktikan wajib membaca SOP instrumen sebelum menggunakannya. Apabila tidak
paham, silahkan bertanya kepada dosen atau laboran yang bertugas.
9. Praktikan dilarang keluar masuk laboratorium tanpa seijin dosen pengampu.
10. Praktikan diwajibkan mengikuti asistensi dan pretest yang diadakan oleh pembimbing
praktikum sesuai dengan jadwal yang telah dibuat.
11. Praktikan wajib menyerahkan laporan resmi maksimum 1 minggu setelah praktikum
dan menyertakan hasil percobaan yang telah di ACC oleh asisten praktikum atau dosen
pengampu.
12. Pengumpulan laporan resmi dilakukan per kelompok ke dosen pengampu.
13. Kehadiran praktikan adalah 100% untuk diijinkan mengikuti ujian akhir praktikum.
14. Praktikan yang tidak dapat mengikuti praktikum pada hari yang telah ditentukan
dikarenakan bersamaan jadwal dengan praktikum lain dan ingin ganti hari diharap
segera menghubungi dosen pengampu sebelum jadwal praktikum selanjutnya.

iii
15. Bagi praktikan yang berhalangan hadir oleh karena sakit atau keluarga inti meninggal
(ayah, ibu, suami, istri, anak) diperbolehkan mengganti praktikum di hari lain dengan
syarat menyerahkan surat keterangan dan diserahkan ke dosen pengampu.
16. Melakukan piket (menyapu, membersihkan sampah di lantai maupun meja, menata
kursi) 20 menit sebelum jadwal praktikum selesai (jadwal digilir sesuai nomer
kelompok)
17. Keluar dari laboratorium, maksimal 10 menit sebelum jadwal selesai.
18. Dilarang bercanda, ramai, berteriak dan mengaktifkan handphone di dalam
laboratorium
19. Praktikan meninggalkan laboratorium dalam keadaan bersih dan rapi.
20. Praktikan keluar laboratorium dengan tertib.

iv
KONTRAK PRAKTIKUM

1. Praktikan wajib menaati peraturan di laboratorium steril


2. Praktikan wajjib mengikuti praktikum dengan kehadiran 100%. Apabila berhalangan
hadir (sakit atau keluarga inti meninggal) harus konfirmasi kepada dosen pengampu
untuk mengganti di hari lain / ikut kelompok lain.
3. Praktikan harus lulus pretes dengan nilai minimal 60, bagi yang tidak lulus
diperbolehkan melakukan remedial hanya 1 kali. Apabila tetap tidak lulus, maka tidak
diijinkan mengikuti praktikum (nilai praktikum = 0 )
4. Komposisi nilai akhir semester
Pretest = 30%
Attitude = 10%
Laporan prakt.harian = 30%
UAS = 30%
5. Ketepatan waktu dalam pembuatan sediaan steril akan mempengaruhi nilai laporan
praktikum harian. (Praktikan harus menyelesaikan sediaan maksimal 10 menit sebelum
jadwal praktikum selesai)

v
FORMAT LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

Ketentuan:

1. Laporan praktikum ditulis di kertas HVS A4 sesuai dengan format yang sesuai pada
lampiran pedoman ini.
2. Laporan sementara dikumpulkan di hari pelaksanaan praktikum.
3. Laporan resmi merupakan lanjutan dari laporan sementara yang telah ditambah hasil
praktikum, pembahasan, dan dokumentasi kegiatan.
4. Laporan resmi dikumpulkan ke dosen pengampu masing – masing, maksimum 1 minggu
setelah pelaksanaan praktikum.
5. Setiap mahasiswa wajib mengarsipkan laporan praktikum yang telah dinilai sebagai bukti
telah mengikuti kegiatan praktikum.
6. Di akhir praktikum, setiap mahasiswa menjilid laporan praktikum untuk dikumpulkan di
dosen pengampu masing – masing.
7. Laporan praktikum berisi poin – poin sebagai berikut:
A. Cover (Format terlampir)
B. TUJUAN PRAKTIKUM
C. DASAR TEORI
1. Pra formulasi
• Tinjauan Farmakologi Bahan Obat
• Tinjauan Sifat fisika Kimia Bahan obat
a. Kelarutan (air, pelarut organik)
b. Stabilitas : cahaya, suhu, pH, Oksigen
c. Cara sterilisasi bahan
d. Inkompatibilitas
e. Cara penggunaan dan dosis
2. Formulasi
a. Permasalahan dan penyelesaian
b. Formulasi yang akan dibuat
c. Perhitungan berat dan volume
d. Cara sterilisasi bahan sediaan yang akan di buat
3. Penyiapan Alat dan bahan

vi
4. Cara kerja
• Penimbangan bahan
• Pencampuran, kelarutan
• Penyaringan
• Pengisian, penutupan
• Sterilisasi sediaan
5. Lembar hasil pengamatan
6. Pembahasan
7. Kesimpulan dan saran
8. Daftar pustaka (minimal 5 rujukan daftar pustaka)
9. Lampiran brosur dan etiket
10. Lampiran dokumentasi praktikum

vii
JADWAL PRAKTIKUM

Pertemuan Ke- Materi


1 Responsi 1 (Zoom meeting)
1. Ruangan produksi steril
2. Cara mencuci tangan
3. Penggunaan Baju Kerja di ruang produksi sediaan steril
4. Pencucian, Pengeringan, dan Sterilisasi Alat
2 Responsi 2 (Zoom meeting)
1. Laminar Air Flow
2. Pemilihan Metode Sterilisasi
3. Formulasi Sediaan Serbuk Rekonstitusi Hidralazin HCl
4. Rekonstitusi Serbuk Hidralazin HCl
5. Injeksi Furosemide
3 Praktikum Tata Cara Masuk di Ruang Produksi Steril dan Pembuatan
Reagen Pencucian Alat
4 Praktikum Pencucian, pengeringan, dan sterilisasi alat
5 Praktikum Formulasi Sediaan Serbuk Rekonstitusi Hidralazin HCl
6 Praktikum Rekonstitusi Serbuk Hidralazin HCl
7 Praktikum Formulasi dan Evaluasi Sediaan Furosemide
8 Responsi 3 (Zoom meeting)
1. Formulasi dan Evaluasi Tetes Mata Tetrahidrozoline HCl
2. Formulasi dan Evaluasi Salep Mata Chloramphenicol
3. Formulasi dan Evaluasi Infus Dextrosa
4. Uji Sterilitas
9 Praktikum Formulasi dan Evaluasi Tetes Mata Tetrahidrozoline HCl
10 Praktikum Formulasi dan Evaluasi Salep Mata Chloramphenicol
11 Praktikum Formulasi dan Evaluasi Infus Dextrosa
12 Praktikum Uji sterilitas
13 Presentasi
14 Inhal Praktikum
15 Ujian Akhir Praktikum
16 Remedial Ujian Akhir Praktikum

viii
SEDIAAN STERIL
Pendahuluan

Sediaan steril adalah sediaan farmasi yang memenuhi syarat bebas dari mikroorganisme
baik itu dalam bentuk vegetatif maupun spora serta pirogen, di samping syarat fisika dan
kimia. Terdapat beberapa macam bentuk sediaan steril, antara lain:

a. Bentuk cair, misalnya: larutan steril, emulsi cair dan suspense cair
b. Bentuk semi padat, misalnya: salep mata steril
c. Bentuk padat steril, misalnya: serbuk kering steril

Sediaan farmasi steril yang dimasukkan ke dalam badan dengan cara disuntikkan ke
dalam atau melalui kulit, mukosa dan jaringan disebut injeksi. Obat yang diberikan dengan
cara diinjeksikan, disebut pemberian obat secara parenteral. Parenteral adalah suatu istilah
yang berasal dari Yunani “para” dan “enteron” yang berarti “di luar intestin”. Artinya,
pemberian obat yang digunakan tanpa melalui saluran pencernaan (GI track). Pemberian
obat secara parenteral memberikan beberapa keuntungan antara lain:

a. Efek terapi yang lebih cepat untuk pemberian secara intravena


b. Efek dengan duration of action yang lebih lama untuk pemberian secara intramuscular
c. Pemberian cairan elektrolit
d. Pemberian nutrisi
e. Menghindari pemberian obat melalui saluran pencernaan
f. Kondisi pasien yang tidak memungkinkan, sehingga pemberian obat hanya bisa melalui
parenteral

Sediaan steril dapat digolongkan menjadi beberapa macam sebagai berikut:

1. Berdasarkan kemasan, dikenal dengan sediaan dalam bentuk:


a. Ampul
b. Disposable syringe
c. Vial untuk multiple dose
d. Volume besar, misalnya infus
2. Berdasarkan indikasi penggunaan klinis:
a. Larutan irigrasi
b. Larutan dialisa
c. Larutan allergen

1
d. Bahan pendiagnosa
e. Larutan ophthalmic steril (larutan tetes mata steril)
3. Berdasarkan bentuk fisik dari sediaan:
a. Larutan steril
b. Padat steril
c. Suspensi steril
d. Emulsi steril

Ada beberapa cara penggunaan sediaan parenteral. Injeksi parenteral ke dalam dapat
dilakukan melalui beberapa rute yang berbeda. Sediaan parenteral diinjeksikan ke dalam
badan menembus mekanisme peredaran tubuh, masuk ke dalam sirkulasi darah atau ke
dalam jaringan tubuh. Dengan demikian maka sediaan yang diinjeksikan harus benar-
benar memenuhi sediaan parenteral.
PRINSIP CPOB DALAM PERSIAPAN PEMBUATAN SEDIAAN STERIL
Untuk memproduksi obat jadi atau bahan baku, industri farmasi harus menerapkan
pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Pedoman CPOB bertujuan untuk
menghasilkan produk obat yang senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah
ditetapkan sesuai tujuan penggunaannnya. Obat yang berkualitas adalah obat yang benar-
benar dijamin bahwa obat tersebut telah:
1. Mempunyai potensi atau kekuatan untuk dapat digunakan sesuai tujuannnya.
2. Memenuhi persyaratan keseragaman, baik isi maupun bobot.
3. Memenuhi syarat kemurniaan.
4. Memiliki identitas dan penandaan yang jelas dan benar.
5. Dikemas dalam kemasan yang sesuai dan terlindung dari kerusakan dan kontaminasi
6. Penampilan baik, bebas dari cacat atau rusak.
Setelah melakukan praktikum ini, maka Anda diharapkan dapat:
1. Menjelaskan spesifikasi ruang bersih.
2. Memperagakan cara mencuci tangan sesuai prosedur yang telah ditentukan.
3. Memperagakan cara menggunakan baju kerja di grey area sesuai prosedur yang
berlaku.
4. Memperagakan cara menggunakan baju kerja di white area sesuai prosedur yang
berlaku.

2
SPESIFIKASI RUANG BERSIH
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak
yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan
pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa
untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta
memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan
pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan
mutu obat. Pada pembagian ruang yang ada dalam kelas kebersihan dibagi menjadi beberapa
kelas. Pembagian tersebut terbagi berdasarkan kegunaannya.
Ruang bersih adalah ruangan dengan keadaan terkontrol yang diperbolehkan untuk
digunakan sebagai ruang pembuatan sediaan obat steril (Badan POM RI, 2013). Untuk
pembuatan sediaan steril, dilakukan pada ruang kelas A, B, C, dan D (white area). Untuk
pembuatan sediaan obat non steril dilakukan pada kelas E (grey area) yang spesifikasi
kebersihan ruangannya tidak seketat ruang bersih untuk pembuatan sediaan obat steril.

Kriteria penggunaan ruang bersih berdasarkan CPOB 2012 dapat dipelajari pada tabel berikut
ini:

Spesifikasi Ruang
Penjelasan Peruntukan
Bersih

Kelas A Zona untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misalnya zona


pengisian, wadah tutup karet, ampul dan vial terbuka,
penyambungan secara aseptis. Umumnya kondisi ini dicapai
dengan memasang unit aliran udara laminar (laminar air flow) di
tempat kerja. Sistem udara laminar hendaklah mengalirkan udara
dengan kecepatan merata berkisar 0,36 –0,54 m/detik (nilai
acuan) pada posisi kerja dalam ruang bersih terbuka. Keadaan
laminar yang selalu terjaga hendaklah dibuktikan dan divalidasi.
Aliran udara searah berkecepatan lebih rendah dapat digunakan
pada isolator tertutup dan kotak bersarung tangan.

Kelas B Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptis, Kelas ini adalah
lingkungan latar belakang untuk zona Kelas A.

Kelas C dan D Area bersih untuk melakukan tahap proses pembuatan dengan
risiko lebih rendah.

3
Paparan pada Tabel 1.2. berikut akan membantu meningkatkan pemahaman mengenai ruang
bersih untuk tiap proses pembuatan obat steril.

Kondisi
Operasional Ruang bersih
Sterilisasi
Penyiapan larutan, salep, Kelas C
krim, suspensi, emulsi
Dapat dilakukan pada kelas D bila telah
steril
dilakukan usaha untuk mengurangi
Produk yang kontaminasi, misalnya dengan saluran
yang secara keseluruhan tertutup (closed
disterilisasi akhir vessel)

Pengisian larutan ke Kelas A dengan lingkungan C sebagai


dalam wadah sediaan background (grade A background C)
(filling) LVP dan SVP

Penyiapan bahan awal Kelas A dengan ruang B sebagai latar


dan larutan, suspensi, belakang (Grade A background B) Bila
Produk yang emulsi, salep dan krim dilakukan filtrasi steril sebelum ditutup,
dibuat dengan steril maka boleh dengan latar belakang ruang
teknik aseptic kelas C
Penyiapan untuk filling Kelas A dengan latar belakang kelas B
LVP dan SVP (Grade A background B)

Kelas bersih, secara umum dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu daerah putih (white area)
atau kelas A, B, C dan D; daerah abu (grey area) atau kelas E; dan daerah hitam (black area)
atau kelas F. Semakin ke arah daerah putih, maka daerah tersebut semakin terkontrol atau
semakin tinggi tingkat kebersihannya. Produksi sediaan obat steril dilakukan pada whitearea,
sementara grey area digunakan untuk perlakuan terhadap sediaan yang telah berada dalam
wadah primer sehingga tidak ada kontak langsung sediaan dengan lingkungan luar. Black area
adalah area yang tidak terkontrol kebersihannya artinya tidak ditetapkan jumlah minimal
partikel viable maupun non viable yang ada pada ruangan tersebut. Dengan demikian, memiliki
resiko kontaminasi yang cukup tinggi, dan tidak digunakan untuk proses pembuatan obat,
melainkan sebagai area ganti personel saja. Untuk memasuki white area, personel harus melalui
black area dan grey area terlebih dahulu, skematik alur ruang ganti baju kerja untuk menuju
ruang pembuatan sediaan obat steril.
Grey area digunakan untuk memproses sediaan yang sudah tertutup rapat, misalnya
untuk kegiatan:
1. Sterilisasi akhir (proses sterilisasi ketika sediaan obat sudah di-capping /sudah dalam
keadaan tertutup rapat).

4
2. Pengemasan sediaan dalam kemasan primer ke kemasan sekunder.
Pemahaman Anda terhadap spesifikasi ruangan bersih menjadi dasar untuk langkah
berikutnya dalam persiapan pembuatan sediaan obat steril, yaitu mencuci tangan dan
menggunakan baju kerja.
Klasifikai Kebersihan Ruang Pembuatan Obat
Tingkat kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat hendaklah diklasifikasikan sesuai
dengan jumlah maksimum partikulat udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan
sesuai Tabel di bawah ini:

Catatan: Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk steril.
Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk nonsteril.
Ruang bersih dan sarana udara bersih hendaklah dipantau secara rutin pada saat kegiatan
berlangsung dan penentuan lokasi pengambilan sampel hendaklah berdasarkan studi analisis
risiko yang dilakukan secara formal dan dari data yang diperoleh selama penentuan klasifikasi
ruangan dan/atau sarana udara bersih.
Saat melakukan kegiatan secara aseptis hendalah sering dilakukan pemantauan secara
berkesinambungan. Pemantauan kondisi mikrobiologis ruangan dapat dilakukan dengan
menggunakan metode cawan papar, pengambilan sampel udara secara volumetris dan
pengambilan sampel permukaan (dengan menggunakan cara usap dan cawan kontak).
Pengambilan sampel selama kegiatan berlangsung hendaklah tidak memengaruhi perlindungan
zona. Hasil pemantauan hendaklah menjadi bahan pertimbangan ketika melakukan pengkajian

5
catatan bets dalam rangka pelulusan produk jadi. Permukaan tempat kerja dan personil
hendaklah dipantau setelah suatu kegiatan kritis selesai dilakukan. Pemantauan tambahan
secara mikrobiologis juga dibutuhkan di luar kegiatan produksi missal setelah validasi sistem,
pembersihan dan sanitasi.

Batas mikroba yang disarankan untuk pemantauan area bersih selama kegiatan berlangsung.

6
METODE STERILISASI
Steril adalah suatu kondisi absolut/mutlak bebas dari mikroorganisme hidup, tidak
sebagian atau hampir steril. Sterilitas adalah sifat atau karakteristik yang disyaratkan untuk
sediaan farmasetik yang bebas dari mikroorganisme hidup karena metode, wadah, atau rute
pemberiannya sampai batas tertentu. Sterilisasi adalah suatu metode atau cara untuk
memusnahkan atau mematikan mikroorganisme yang terdapat dalam suatu sediaan. Jadi suatu
sediaan dikatakan steril apabila sediaan tersebut tidak mengandung mikroorganisme hidup,
baik patogen maupun nonpatogen.
Dengan alasan inilah maka kadang-kadang diperlukan energi minimum misalkan dalam
bentuk panas, untuk memperkecil kerusakan bahan tetapi dalam jumlah yang cukup menjamin
bahwa semua bentuk mikroorganisme telah dihancurkan dari obyek atau bahan tersebut. Dlam
pembuatan sediaan parenteral metode sterilisasi yang digunakan bergantung dari sifat fisika
kimia bahn obat dalam suatu larutan.
Larutan yang tahan terhadap panas disaring dengan saringan yang sesuai (agar jernih
dan bebas dari partikel asing) kemudian dituang atau dimasukkan kedalam kemasan primer,
ditutup rapat dengan sealing, selanjutnya diseterilisasi dengan autoclave. Untuk larutan yang
tidak stabil terhadap pemanasan, proses sterilisasi dilakukan dengan menyaring melalui
saringan yang sesuai untuk kejernihan dan sterilissi kemudian dimasukkan ke dalam kemasan
primer dan ditutup rapat.
Metode sterilisasi ada beberapa macam antara lain :
Sterilisasi dengan menggunakan panas.
Kemampuan mematikan mikroorganisme dengan panas tergantung pada derajat panas,
lamanya pemaparan, dan kehadiran uap air. Dalam range temperatur sterilisasi, waktu yang
dibutuhkan untuk menghasilkan efek mematikan berbanding terbalik dengan temperatur yang
dibutuhkan. Contoh sterilisasi dalam 1 jam dengan panas kering pada temperatur 1700 C, dan
3 jam pada temperatur 1400 C.
 Sterilisasi dengan api langsung
Digunakan pada alat-alat terbuat dari bahan yang tahan panas api langsung dan memiliki
permukaan yang rata, bahan bahan ini terbuat dari logam atau gelas, misalnya spatel,
tabung gelas dan alat alat kedokteran lainnya. Cara sterilisasi: Alat dikenakan/dipanaskan
langsung pada api bebas, misal dengan pemanas bunsen, seluruh permukaan dari alat harus
berhubungan langsung dengan api selama 20 detik.

7
 Sterilisasi dengan pemanasan udara kering
Bahan-bahan yang tahan terhadap penghancuran pada temperatur di atas 1400 C (2840 F)
dapat dijadikan steril dengan alat-alat dari panas kering. Dua jam pemaparan pada
temperatur 1800 C (3560 F) atau 45 menit pada 2600 C (5000 F) secara normal dapat
membunuh spora baik bentuk vegetatif pada seluruh mikroorganisme.
Alat-alat yang tahan terhadap pemanasan tinggi
Contoh: alat-alat gelas, alat-alat bedah, wadah gelas yang perlu pengeringan
Jenis bahan obat yang dapat disterilkan dengan menggunakan oven
Bahan obat dimana sifat fisik bahan obat tersebut tidak dapat ditembus uap air atau sediaan
tersebut mudah terurai jika terkena uap air.
Contoh bahan yang dapat disterilisasi dengan cara ini: minyak lemak, gliserin, beberapa
produk minyak tanah seperti: minyak mineral, parafin, ZnO dll.
Cara sterilisasi:
Pemanas oven dijalankan pada suhu 170° – 180°C, alat yang akan disterilkan dimasukkan
dan dibiarkan ½ jam (170°C) atau 1 jam (150°C).
Pada umumnya sterilisasi bahan sediaan yang tahan terhadap pemanasan disterilkan dengan
menggunakan autoclave atau metode uap air bertekanan (panas basah). Tetapi pada
prinsipnya metode tersebut kurang tepat digunakan untuk bahan yang tidak dapat ditembus
dengan air. Salah satu elemen penting dalam sterilisasi menggunakan autoklaf uap air
adalah kehadiran uap air dan penembusannya ke dalam bahan selama sterilisasi. Contoh
spora membentuk organisme pada medium anhidrat tidak mati pada temperatur di atas
1210C (temperatur yang biasa digunakan pada autoklaf saat sterilisasi) bahkan setelah
pemaparan 45 menit. Oleh karena itu, autoklaf adalah suatu metode yang kurang
menguntungkan dan tidak cocok pada sterilisasi minyak, produk yang disiapkan pada basis
minyak, atau bahan lain yang mengandung sedikit atau tidak terdapat uap air.
 Sterilisasi dengan cara penyaringan (filtrasi)
Bahan larutan obat yang tidak tahan terhadap pemanasan.
Persyaratan cara filtrasi:
Larutan yang disterilkan dengan cara sterilisasi ini harus menjalani pengujian yang ketat
karena produk hasil penyaringan sangat dipengaruhi oleh banyaknya mikroba yang
difiltrasi.
Metode ini membutuhkan teknik aseptik yang ketat, peralatan harus diperiksa sebelum
digunakan untuk memastikan tidak ada kerusakan pada penyaring. Penyaring dibuat
dengan ukuran pori-pori yang berbeda:

8
Millipore 14 – 0,025 mikron (pembanding : Sel darah 6,5 mm, Bakteri 0,2 mm dan Virus
polio 0,025 mm ). Faktor faktor lain yang menentukan efektivitas penyaring adalah muatan
listrik filter, pH larutan, temperatur, sistem tekanan dan vakum.
Macam – macam penyaring:
1. Penyaring Seitz (filter terbuat dari bahan gelas)
2. Penyaring gelas (filter terbuat dari gelas)
3. Penyaring Berkefeld atau Mandler (filter terbuat dari bahan silika)
4. Penyaring Pasteur—Chamberland dengan membran penyaring terbuat dari bahan
porselen
Keuntungan menggunakan sterilisasi penyaringan:
1. Sediaan dapat dibuat segar dan steril, contohnya untuk sediaan tetes mata.
2. Kecepatan proses sterilisasi untuk volume larutan yang kecil cukup tinggi
3. Peralatan yang digunakan relatif tidak mahal
4. Bakteri yang hidup maupun yang mati tersaring semua
Kelemahan metode sterilisasi penyaringan:
1. kemungkinan kerusakan pada penyaring bakteri sehingga diragukan sterilitasnya
2. Waktu sterilisasi lebih lama untuk cairan kental.
 Sterilisasi dengan cara radiasi
Proses sterilisasi ini menggunakan sinar gamma dari radioisotop yang dihasilkan secara
artifisial misal Co60 dan Ce137. Selain radioisotop proses ini menggunakan elektron
berenergi tinggi yang dihasilkan mesin akselerator. Radiasi sinar gamma maupun elektron
berenergi tinggi memiliki daya tembus yang kuat sehingga dapat mensterilkan alat atau
bahan kemasan akhir. Salah satu keuntungan dari penggunaan radiasi ini adalah
penghematan energi. Contohnya pengawetan pangan melalui teknologi ini menghemat 80-
90 % energi yang digunakan pada cara pengawetan lain. Sterilisasi dengan menggunakan
sinar gamma perlu menggunakan peralatan khusus dan teknisnya sangat terbatas.

Mekanisme yang pasti mengenai pensterilan obat atau sediaan dengan radiasi masih diteliti.
Satu dari beberapa teori yang digunakan adalah melibatkan reaksi kimiawi atau membantu
mikroorganisme membentuk senyawa kimia baru yang merusak sel. Teori lain mengatakan
bahwa struktur utama sel seperti nukleoprotein (inti sel) kromosom dirusak atau dikacaukan
seluruhnya dan kerusakan itu menetap.

Sterilisasi yang umum digunakan baik untuk ruangan maupun bahan adalah dengan radiasi
sinar ultraviolet. Aksi Letal, ketika sinar ultraviolet melewati bahan, energi dibebaskan ke

9
elektron orbital dalam atom konstituen. Energi yang terserap ini menyebabkan
meningkatnya energi atom-atom dan mengubah reaktivitasnya. Bila perangsangan dan
perubahan aktivitas dari atom-atom utama terjadi dalam molekul-molekul mikroorganisme
atau metabolit utamanya, maka organisme itu mati atau tidak mampu bereproduksi.
Pengaruh utama disebabkan pada asam nukleat seluler yang terlihat mengeluarkan lapisan
absorbsi kuat dalam rentang gelombang ultraviolet yang panjang. Letalitas radiasi
ultraviolet telah terbukti dengan baik, walaupun telah terbukti juga bahwa organisme yang
dipaparkan ke radiasi ultraviolet kadang-kadang dapat resisten. Hal ini disebabkan
penambahan metabolit utama tertentu pada kultur, penyesuaian pH medium, atau
pemaparan dengan sinar yang dapat dilihat tidak lama setelah pemaparan dengan radiasi
ultraviolet. Oleh karena itu, harus terjadi pemaparan yang memadai dengan radiasi itu
sebelum melakukan proses sterilisasi.

 Sterilisasi dengan gas


Beberapa senyawa yang tidak tahan panas dan uap air dapat disterilkan dengan
menggunakan aliran gas etilen oksida (EtO) atau propilen oksida. Proses ini dilaksanakan
dengan menggunakan gas EtO murni atau campuran gas EtO dengan gas inert yang sesuai
seperti gas CO2 atau hidrokarbon halogenasi. Penggunaan gas EtO murni mengandung
risiko karena gas tersebut mudah meledak. Konsentrasi gas, kelembaban, suhu dan waktu
proses dapat mempengaruhi efisiensi proses sterilisasi. Teknik sterilisasi menggunakan gas
EtO dengan konsentrasi 450 mg per liter pada kelembaban 60 -70 % dan suhu 35 oC.
Efisiensi proses sangat bergantung kepada derajat penetrasi gas ke semua bagian produk.
Pada kondisi tertentu derajat sterilitas tidak tercapai karena gas tidak mencapai mikroba
yang mengkontaminasi bagian yang paling dalam dari produk misalnya ketika mensterilkan
gulungan kasa atau bubuk dengan densitas tinggi seperti natrium klorida atau glukosa. Jika
sterilisasi gas EtO tidak efektif maka proses dapat diganti dengan proses sterilisasi radiasi.

 Sterilisasi dengan desinfektan


Sterilisasi dengan menggunakan desinfektan adalah sterilisasi yang paling mudah dalam
pengerjaannya dan juga tidak memerlukan sumber panas dan alat alat khusus saja.
Sterilisasi dengan desinfektan hanya dapat dilakukan untuk alat-alat saja. Alat alat yang
disterilkan dengan desinfektan juga jangan terbuat dari bahan logam, karena zat kimia
desinfektan biasanya zat yang korosif, sehingga alat-alat yang terbuat dari logam akan
berkarat. Beberapa desinfektan yang banyak digunakan di masyarakat saat ini adalah
golongan fenol dan alkohol.

10
 Sterilisasi dengan otoklaf (Autoclave)
Sterilisasi dengan otoklaf merupakan sterilisasi dengan pemanasan basah yang pada
umumnya mempergunakan uap air yang dihasilkan dari pemanasan air yang berada di
dalam alat sterilisasi. Proses Sterilisasi pada tahap ini berlangsung proses sterilisasi, dimana
tidak ada sel hidup yang tahan lebih dari 20 menit bila dipanasi langsung dengan uap jenuh
pada 1210C (USP) atau 30 menit pada suhu 1150 C (BP) tergantung pada faktor stabilitas
sediaan yang disterilkan.

Keuntungan dari penggunaan alat ini adalah cara pengerjaan yang tidak terlalu sulit
sehingga semua orang dapat melakukannya. Alat ini banyak digunakan di laboratorium
karena alat ini termasuk murah bila dibandingkan dengan menggunakan sterilisasi gas atau
sterilisasi radiasi.
Kerugiannya sterilisasi metode ini tidak dapat untuk mensterilkan zat-zat yang tidak dapat
ditembus air seperti minyak, lemak, sediaan berminyak dan sediaan-sediaan lain yang tidak
dapat ditembus oleh uap air.
 Sterilisasi Ozon
Ozon merupakan suatu bentuk oksigen alotropis (gabungan beerapa unsur) yang setiap
molekulnya memuat 3 jenis atom. Formula ozon adalah O3, berwarna biru pucat dan
merupakan gas yang sangat beracun dan berbau sangit serta dapat mendidih pada suhu
111,9C, mencair pada suhu 192,5 dan memiliki gravitasi 2,144. Penghancuran bakteri pada
sterilisasi menggunakan ozon terjadi melalui proses oksidasi langsung. Kekuatan oksidasi
ozon dapat merusak membrane sel, dinding bagian luar sel mikroorganisme (cell lysis) dan
juga dapat membunuhnya (nekrosis). Ketika ozon kontak dengan bakteri, satu atom
oksigen akan melepaskan diri dan mengoksidasi pelindung protein bagian luar yaitu
phospolipid dan lipoprotein dari bakteri tersebut. Kemudian atom oksigen yang lain akan
berubah menjadi gas oksigen. Bakteri akan dihancurkan akibat adanya kebocoran plasma

11
KEGIATAN PRAKTIKUM 1
TATA CARA MASUK RUANG PRODUKSI STERIL

Tujuan : Mahasiswa mampu membedakan ruang kelas produksi steril dan mampu
menjelaskan dan melakukan prosedur untuk memasuki ruang produksi steril

Alat dan Bahan


1. Sarung tangan steril 1 pasang
2. Sabun cair
3. Tissue
4. Pembersih kuku
5. 1 botol etanol 70% semprot
6. Haircap

Tata Letak Ruang Produksi Sediaan Steril

12
Prosedur masuk ke ruang produksi steril
1. Mencuci tangan
2. Menggunakan alat pelindung diri

Prosedur Mencuci Tangan


Mencuci tangan merupakan suatu prosedur wajib yang harus dilaksanakan sebelum
personel menggunakan alat pelindung diri (APD). Mencuci tangan harus dilaksanakan dengan
benar sesuai dengan prosedur kebersihan untuk mencegah adanya kontaminasi yang dibawa oleh
personel ke dalam ruang produksi. Berikut merupakan tahapan proses mencuci tangan yang
harus dilaksanakan oleh personel sebelum menggunakan APD.

13
Prosedur Penggunaan Sarung Tangan Steril

14
LEMBAR HASIL KEGIATAN PRAKTIKUM 1

TATA CARA MASUK RUANG PRODUKSI STERIL

Paraf Dosen:

15
KEGIATAN PRAKTIKUM 2
PENCUCIAN, PENGERINGAN, DAN STERILISASI ALAT

Tujuan : Mahasiswa diharapkan dapat memahami dan melakukan pencucian dan


sterilisasi karet, ampul, vial dan botol infus.

Alat dan Bahan


Alat
❖ Autoclave ❖ Pinset ❖ Kertas perkamen
❖ Oven ❖ Spatel ❖ Batang pengaduk
❖ Vial ❖ Corong ❖ Erlenmeyer
❖ Botol Infus Kaca ❖ Gelas ukur ❖ Spatel
❖ Tutup Karet ❖ Paper klip/staples
Bahan
❖ Tepol 1% ❖ HCl encer 2%
❖ Aquadest ❖ Na2CO3 0,5%
❖ Alkohol 70% ❖ Na2CO3 5%

Prosedur Praktikum:
1. Praktikan membuat reagen untuk pencucian alat
2. Praktikan melakukan proses pencucian sesuai dengan asal bahan yang akan dicuci
3. Praktikan melakukan pengeringan bahan
4. Praktikan melakukan proses pembungkusan alat yang telah dikeringkan
5. Praktikan melakukan proses sterilisasi alat sesuai dengan jenis alat

Prosedur mencuci karet botol infus:


1. Direndam dalam larutan HCl 2% selama dua hari
2. Direndam dalam larutan tepol 1 % dan Na2CO3 0,5% (aa) dan didihkan selama satu hari.
3. Diulang prosedur no 2 sampai larutan tetap jernih (maksimal 3x)
4. Direndam dengan aquadest dan didihkan selama 5 menit
5. Direndam dengan etanol 70 % dan air (aa), dibilas dan diulangi sampai larutan jernih.

16
Prosedur mencuci Ampul/Vial/Botol Infus (glassware)
1. Dicuci dengan air dan dan HCl encer
2. Direndam dalam tepol 1% dan Na2CO3 0,5% (aa) dan didihkan selama 10 menit
3. Diulangi prosedur no 2 hingga larutan tetap jernih (maksimal 3X)
4. Dibilas dengan aquadest 3x
Prosedur mencuci Alumunium
1. Didihkan dalam tepol 1% selama 10 menit
2. Direndam dalam larutan Na2CO3 5% selama 5 menit
3. Dibilas dengan air panas mengalir.
4. Didihkan dengan air 15 menit, selanjutnya dibilas
5. Didihkan dengan aquadest selama 15 menit, selanjutnya dibilas dengan aquadest 3x.
Prosedur Pengeringan Alat
1. Dikeringkan di oven 100-105C selama 10 menit dalam keadaan terbalik sampai
kering.
2. Untuk menghindari debu selama pengeringan berlangsung, oven di tutup dengan
benar.
Prosedur Pembungkusan Alat
1. Alat yang akan disterilkan dengan oven dibungkus dengan menggunakan aluminium
foil sementara alat yang akan disterilkan dengan menggunakan autoklaf dibungkus
dengan menggunakan perkamen rangkap dua.
2. Mulut Beaker Glass, Erlenmeyer dan Gelas Ukur di tutup dengan kertas perkamen
kemudian diikat dengan tali
3. Ampul, Spatel dan Pinset ditutup dengan alumunium foil
4. Tiap alat dibungkus dalam kantong rangkap dua.

Prosedur Sterilisasi Alat


a. Sterilisasi Panas Kering dengan Oven
1. Kabel oven dihubungkan dengan sumber listrik.
2. Alat-alat yang akan disterilkan dimasukkan dalam oven dengan jumlah yang tidak
terlalu banyak, kemudian pintu oven ditutup.
3. Tombol power pada oven ditekan hingga layar pada oven menyala.
4. Diatur suhu dan waktu yang diinginkan
5. Setelah selesai, dimatikan oven dan ditunggu oven hingga dingin
6. Dikeluarkan alat yang sudah selesai disterilisasi

17
b. Sterilisasi Panas Basah dengan Autoclave
1. Diisi tangki autoclave dengan air sampai tanda batas
2. Dimasukkan alat yang akan disterilisasi
3. Ditutup autoclave dengan rapat agar uap tidak keluar
4. Dihubungkan kabel autoclave dengan sumber listrik
5. Ditunggu hingga air mendidih dan uap dibiarkan keluar (± 10 menit) kemudian katub
uap ditutup
6. Ditunggu hingga tekanan 2 atm dan suhu 121C tercapai
7. Dihitung waktu sterilisasinya 15 menit
8. Setelah proses sterilisasi selesai, ditunggu hingga tekan kembali ke 0 atm dan suhu
0C.
9. Dikeluarkan alat yang sudah selesai disterilisasi.

18
LEMBAR HASIL KEGIATAN PRAKTIKUM 2
PENCUCIAN, PENGERINGAN, DAN STERILISASI ALAT

METODE STERILISASI ALAT


No. Nama Alat Spesifikasi Alat Metode Sterilisasi
1 Kaca arloji Bentuk:
Bahan:
2 Gelas Bentuk:
Beaker Bahan:
3 Labu Bentuk:
Erlenmeyer Bahan:
4 Batang Bentuk:
pengaduk Bahan:
5 Spatel Bentuk:
Bahan:
6 Pipet tetes Bentuk:
Bahan:
7 Corong Bentuk:
Bahan:
8 Pinset Bentuk:
Bahan:
9 Gelas ukur Bentuk:
Bahan:
10 Vial Bentuk:
Bahan:
11 Tutup vial Bentuk:
Bahan:
12 Botol infus Bentuk:
Bahan:
13 Tutup botol Bentuk:
infus Bahan:

19
STERILISASI PANAS KERING
No Parameter Waktu Waktu dalam Percobaan
1 Waktu Pemanasan …….
2 Waktu Kesetimbangan …….
3 Waktu Pembinasaan …….
4 Waktu Tambahan Jaminan Sterilisasi …….
5 Waktu Pendinginan …….
TOTAL WAKTU …….

Proses sterilisasi berlangsung mulai pukul ……….. s/d ……

STERILISASI PANAS BASAH


Waktu pemanasan : ……….. menit
Waktu pengeluaran udara : ……….. menit
Waktu suhu naik : ……….. menit
Waktu kesetimbangan : ……….. menit
Waktu Sterilisasi : ……….. menit
Waktu tambahan jaminan sterilitas : ……….. menit
Waktu penurunan : ……….. menit
Waktu pendinginan : ……….. menit
Total waktu : ……….. menit
Proses sterilisasi berlangsung mulai pukul ……… s/d ……..

Paraf Dosen : ……………….

20
KEGIATAN PRAKTIKUM 3
PEMBUATAN SEDIAAN SERBUK INJEKSI HIDRALAZIN

Tujuan : Mahasiswa mampu melakukan pembuatan sediaan injeksi steril dan


menentukan metode sterilisasinya berdasarkan sifat bahannya.

Alat dan Bahan:

Alat:

1. Vial dan tutupnya (Sejumlah mahasiswa pada 1 kelompok + 2 untuk cadangan)


2. Aluminium seal/cap (Sejumlah mahasiswa pada 1 kelompok + 2 untuk cadangan)
3. Vial sealer
4. Spatel
5. Perkamen
6. Mortir dan stamper
7. Alat sterilisasi
8. Label, etiket, dan box

Bahan:

1. Hidralazin HCl 20mg/mL


2. NaCl

Perhitungan Tonisitas :

Hidralazin HCl 20mg/mL => 2%

Sediaan akan dibuat dalam vial untuk volume 5mL

Sehingga Hidralazin yang dibutuhkan adalah 20mg/mL x 5 mL = 100 mg

Perhitungan Tonisitas dengan menggunakan kesetaraan NaCl

Dicari nilai E di Farmakope, jika tidak ada maka menentukan nilai E dengan Metode
Liso
17 𝐿𝑖𝑠𝑜 𝐿𝑖𝑠𝑜 𝑚 1000
𝐸= 𝑇𝑓 =
𝐵𝑀 𝐵𝑀 𝑉

21
Nilai E Hidralazin HCl
17 𝐿𝑖𝑠𝑜
𝐸=
𝐵𝑀
17 𝑥 3,4
𝐸= 196,64

E = 0,293

Jumlah hidralazin dalam 1 ampul = 2%


Tonisitas = 2 x 0,293 = 0,586
Jumlah NaCl yang dibutuhkan
= 0,9% - 0,586%
= 0,314% dalam 100mL
NaCl yang dibutuhkan dalam 100mL adalah 0,314 gram = 31,4 mg
Jika dalam 5 mL maka yang dibutuhkan
31,4
= 𝑥5 = 1,57𝑚𝑔
100

22
Penimbangan Bahan:
Bobot per vial
Hidralazin = 2% x 5 mL = 0,1 gram = 100 mg
NaCl = 1,57 mg

NaCl yang dibutuhkan terlalu kecil sehingga membutuhkan timbangan khusus.

Penimbangan dilakukan untuk jumlah 1 kelas dan cadangan

Jumlah yang ditimbang dikalikan jumlah mahasiswa dalam 1 kelas (misal untuk 50 mahasiswa, maka:
Hidralazin = 100 mg x 50 = 5.000 mg = 5 gram
NaCl = 1,57 mg x 50 = 78,5 mg

Setelah ditimbang kemudian digerus ad halus dan homogen, kemudian masing – masing mahasiswa
melakukan penimbangan untuk 1 vial dengan bobot 101,57 mg.

Prosedur Praktikum
1. Praktikan melakukan studi praformulasi
2. Praktikan menentukan bentuk sediaan yang akan dibuat
3. Praktikan menentukan metode sterilisasi yang akan digunakan
4. Praktikan melakukan perhitungan tonisitas dengan metode kesetaraan NaCl
5. Praktikan melakukan sterilisasi alat dan bahan yang akan digunakan
6. Praktikan melakukan prosedur kerja pembuatan sediaan

Prosedur Kerja:

Ruang Kerja Prosedur

C/D Semua alat dan wadah yang digunakan disterilisasi sesuai dengan
jenisnya untuk meminimalisir bioburden

C Hidralazin HCl dan NaCl ditimbang sesuai dengan yang dibutuhkan

C Hidralazin HCl dan NaCl digerus dalam mortar

C Campuran hidralazin HCl dan NaCl yang telah digerus ditimbang


masing – masing untuk kebutuhan setiap vial kemudian dimasukkan
dalam vial. Vial yang telah terisi ditutup dan disegel dengan
aluminium seal/cap dengan bantuan vial sealer.

C Vial yang terisi bahan obat dilakukan Na Sterilisasi dengan


menggunakan oven selama 30 menit pada suhu 180oC.

23
KEGIATAN PRAKTIKUM 4
REKONSTITUSI SERBUK INJEKSI HIDRALAZIN SECARA
ASEPTIS PADA LAMINAR AIR FLOW

Tujuan:
1. Mahasiswa mampu melakukan prosedur pembersihan Laminar Air Flow.
2. Mahasiswa mampu melakukan rekonstitusi sediaan steril dengan teknik aseptis
pada laminar air flow

Alat dan Bahan:


1. Injeksi Hidralazin HCl
2. Spuit 5 mL (Sejumlah mahasiswa dalam 1 kelompok + 1 untuk cadangan)
3. Aqua pro injeksi
4. Tissue
5. Alkohol dalam botol semprot
6. Label stiker ukuran sedang.

Prosedur Pembersihan Laminar Air Flow


1. Tombol power pada LAF dinyalakan
2. Tombol lampu penerangan pada LAF dinyalakan
3. Kaca penutup LAF dibuka untuk dibersihkan
4. LAF dibersihkan dengan menggunakan tissue bersih dan etanol 70%. Cara membersihkan
LAF harus dilakukan searah dengan dimulai dari bagian yang paling bersih ke bagian yang
paling kotor.
5. Bagian dinding paling dalam disemprot dengan etanol 70% kemudian dibersihkan dengan
tisu dari atas ke bawah.
6. Bagian dinding kanan dan kiri secara bergantian di semprot dengan etanol 70% kemudian
dibersihkan dengan tisu dari arah belakang ke depan.
7. Bagian kaca dalam LAF disemprot dengan etanol 70% kemudian dibersihkan dengan tisu
dari atas ke bawah.
8. Bagian meja LAF disemprot dengan etanol 70% kemudian dibersihkan dengan tisu dari arah
dalam ke luar.
9. Setelah membersihkan seluruh bagian LAF, kaca penutup LAF ditutup.

24
10. Tombol lampu penerangan dimatikan, kemudian tombol lampu UV dan blower dinyalakan
selama 15 menit.
11. Setelah 15 menit, lampu UV dimatikan dan diganti dengan lampu penerangan.
12. LAF siap untuk digunakan.

Prosedur Rekonstitusi Serbuk Injeksi Hidralazin HCl


1. Spuit, WFI, dan vial disemprot dengan etanol 70% kemudian dimasukkan dalam LAF.
2. WFI diambil dengan menggunakan spuit.
3. WFI yang telah berada dalam spuit dimasukkan dalam vial.
4. Vial dihomogenkan dengan cara dikocok.
5. Vial yang telah siap digunakan diberi label yang berisi tanggal dan jam rekonstitusi dan
BUD (Beyond use date) nya.

25
LEMBAR HASIL KEGIATAN PRAKTIKUM 4
REKONSTITUSI SERBUK INJEKSI HIDRALAZIN SECARA ASEPTIS PADA
LAMINAR AIR FLOW

Nama Obat

Dosis

Rute penggunaan

Pelarut yang digunakan

Jumlah yang pelarut yang digunakan

Tanggal rekonstitusi

Jam Rekonstitusi

Beyond use date

Tanggal dan Jam Batas Pemakaian

Petugas rekonstitusi

(Nama Terang dan tanda tangan)

26
KEGIATAN PRAKTIKUM 5
FORMULASI DAN EVALUASI INJEKSI FUROSEMIDE

Tujuan : Mahasiswa mampu membuat sediaan injeksi volume kecil

Alat:

1. Ampul (Sejumlah mahasiswa pada 1 kelompok + 2 untuk cadangan)


2. Ampoule sealer
3. Spatel
4. Perkamen
5. Gelas Beaker
6. Spuit 10mL
7. Gelas ukur
8. Membran filter 0,45 µm
9. Alat sterilisasi
10. Label, etiket, dan box

Bahan:

1. Furosemide 1%
2. NaOH 0,1M
3. NaCl
4. WFI

Perhitungan Tonisitas :
Nilai E dan Tf dari Furosemide dan NaOH tidak tersedia di Farmakope sehingga nilai E
dihitung dengan metode Liso

27
Penimbangan bahan :
Furosemide Na = 1% x 100mL = 1 gram

NaOH 0,1 M = 0,12 % x 100 mL = 12 mL

NaCl = 0,5632 gram

WFI ad 100 mL

Prosedur Praktikum
1. Praktikan melakukan studi praformulasi
2. Praktikan menentukan bentuk sediaan yang akan dibuat
3. Praktikan menentukan metode sterilisasi yang akan digunakan
4. Praktikan melakukan perhitungan tonisitas dengan metode kesetaraan NaCl
5. Praktikan melakukan sterilisasi alat dan bahan yang akan digunakan
6. Praktikan melakukan prosedur kerja pembuatan sediaan.

28
Prosedur Kerja:

Ruang Kerja Prosedur

C/D Semua alat dan wadah yang digunakan disterilisasi sesuai dengan
jenisnya untuk meminimalisir bioburden

C Semua bahan yang dibutuhkan ditimbang sesuai dengan kebutuhan

C Larutan NaOH 0,1M dibuat dengan cara melarutkan serbuk NaOH dalam
WFI

C Furosemide dimasukkan dalam gelas Beaker kemudian ditambahkan


dengan WFI secukupnya (campuran 1)

C Campuran 1 ditambahkan dengan larutan NaOH sedikit demi sedikit


hingga seluruh furosemide larut (campuran 2)

C NaCl dilarutkan dalam WFI pada gelas Beaker yang lain (campuran 3)

C Campuran 2 dan 3 ditambahkan hingga larut dan homogen (campuran 4)

C WFI ditambahkan pada campuran 4 sampai dengan volume yang


diinginkan

C Sediaan diambil dengan menggunakan spuit. Ujung spuit diganti dengan


menggunakan membrane filter 0,45µm kemudian dimasukkan ke dalam
ampul. Ampul yang telah terisi ditutup dan disegel dengan ampoule
sealer.

C Vial yang terisi bahan obat dilakukan Na Sterilisasi dengan menggunakan


autoklaf 121oC selama 15 menit.

C Sediaan yang sudah jadi dilakukan evaluasi organoleptis, kejernihan,


partikel asing, kebocoran, dan pH.

29
LEMBAR HASIL KEGIATAN PRAKTIKUM 6
FORMULASI DAN EVALUASI TETES MATA TETRAHIDROZOLIN

Hasil Evaluasi

No Evaluasi Parameter Hasil Keterangan

1 pH 7-8 ……………

2 Partikel Asing Tidak Ada …………….

3 Kejernihan Jernih ……………..

4 Kebocoran Tidak Bocor ……………..

Kesimpulan :
Dari Hasil Evaluasi diperoleh hasil yaitu : untuk pH………., terjadi kebocoran/tidak
terjadi kebocoran*, dan larutan tidak jernih/jernih*
Maka dapat disimpulkan Sediaan injeksi Layak dipakai/Tidak Layak dipakai*

*) Coret yang tidak sesuai

Paraf Dosen : ……………….

30
KEGIATAN PRAKTIKUM 6
FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN TETES MATA

Tujuan:
• Mahasiswa mampu memahami dan dapat melakukan metode Sterilisasi Filtrasi
• Mahasiswa mampu melakukan formulasi dan pembuatan serta evaluasi sediaan
obat tetes mata steril isotonis dan isohidris dengan mata

Alat:
1. Kaca arloji 7. Pipet tetes pendek
2. Beaker glass 10 mL 8. Membran filter 0,22 µm (2)
3. Sendok stainless 9. Gelas ukur 10 mL
4. Erlenmeyer 50 mL 10. Spuit 10 mL (2)
5. Botol tetes mata 10 mL (2) 11. Vial kaca (2)
6. Batang pengaduk 12. Label, etiket, dan box

Bahan:

1. Tetrahidrozoline 0,05%
2. Boric Acid 1%
3. Na Borat 0,5%
4. Benzyl alcohol 0,5%
5. Water for injection

Jumlah Sediaan yang dibuat


2 botol 10 mL dan 2 vial 10 mL = 40 mL
Total sediaan yang dibuat = 50 mL
(10 mL sebagai cadangan)

Prosedur Kegiatan Praktikum


1. Praktikan melakukan studi praformulasi
2. Praktikan menentukan bentuk sediaan yang akan dibuat
3. Praktikan menentukan metode sterilisasi yang akan digunakan

31
4. Praktikan melakukan perhitungan tonisitas dengan metode penurunan titik beku
5. Praktikan melakukan sterilisasi alat dan bahan yang akan digunakan
6. Praktikan melakukan pembersihan LAF
7. Praktikan melakukan prosedur kerja pembuatan sediaan

Prosedur Kerja

Ruang Kerja Prosedur


A LAF yang akan digunakan dibersihkan sesuai dengan prosedur kerja
pembersihan LAF
C/D Sterilisasi seluruh alat yang digunakan untuk meminimalkan jumlah
bioburden
C/D Semua bahan yang dibutuhkan ditimbang sesuai dengan formula
A Seluruh bahan dan alat yang dibutuhkan (spuit, gelas Beaker, batang
pengaduk, membran filter, botol tetes mata, vial)
A Bahan – bahan yang digunakan dalam formulasi dicampurkan satu per
satu ke dalam gelas Beaker.
A Campuran bahan tersebut diambil 10mL dengan menggunakan spuit
A Jarum spuit dilepaskan dan diganti dengan membran filter
A Sediaan di dalam spuit dikeluarkan perlahan – lahan dengan menekan
injector spuit dan langsung ditampung pada botol tetes mata / vial kaca
yang telah disterilkan dan langsung ditutup.
A Sediaan yang sudah jadi dilakukan evaluasi secara organoleptis, pH,
kejernihan, kebocoran, dan partikel asing.

32
LEMBAR HASIL KEGIATAN PRAKTIKUM 6
FORMULASI DAN EVALUASI TETES MATA TETRAHIDROZOLIN

Hasil Evaluasi

No Evaluasi Parameter Hasil Keterangan

1 pH 7-8 ……………

2 Partikel Asing Tidak Ada …………….

3 Kejernihan Jernih ……………..

4 Kebocoran Tidak Bocor ……………..

Kesimpulan :
Dari Hasil Evaluasi diperoleh hasil yaitu : untuk pH………., terjadi kebocoran/tidak
terjadi kebocoran*, dan larutan tidak jernih/jernih*
Maka dapat disimpulkan Sediaan obat tetes mata Layak dipakai/Tidak Layak dipakai*

*) Coret yang tidak sesuai

Paraf Dosen : ……………….

33
KEGIATAN PRAKTIKUM 7
FORMULASI DAN EVALUASI SALEP MATA
CHLORAMPHENICOL 1%

Tujuan:
- Memahami cara memformulasikan sediaan salep mata
- Mengetahui faktor-faktor yang harus diprtimbangkan dalam pemilihan basis dan
zat aktif sediaan salep mata

Alat:

1. Cawan porselin 7. Kertas perkamen


2. Mortir dan stamper 8. Kasa steril
3. Sudip 9. Spuit 10mL (2)
4. Spatula tanduk 10. Tube salep
5. Spatel aluminium 11. Alat sterilisasi
6. Kaca arloji
Bahan:
1. Chlorampenicol 1 %
2. Paraffin liquidum 10%
3. Vaselin flavum 10%
4. Alpha-tocopherol 0,5%
5. Lanolin anhidrat

Perhitungan Total Sediaan yang Dibuat

- Berat salep yang akan dibuat : 2 tube x 10 gram = 20 gram


- Antisipasi bobot kehilangan : + 10%
- Total sediaan yang dibuat : 20 gram + 10% = 22 gram

Prosedur Kegiatan Praktikum


1. Praktikan melakukan studi praformulasi
2. Praktikan menentukan bentuk sediaan yang akan dibuat
3. Praktikan menentukan metode sterilisasi yang akan digunakan
4. Praktikan melakukan sterilisasi alat dan bahan yang akan digunakan

34
5. Praktikan melakukan pembersihan LAF
6. Praktikan melakukan prosedur kerja pembuatan sediaan

Prosedur Kerja

Ruang Kerja Prosedur


A LAF yang akan digunakan dibersihkan sesuai dengan prosedur kerja
pembersihan LAF
C/D Sterilisasi seluruh alat yang digunakan untuk meminimalkan jumlah
bioburden
C/D Semua bahan yang dibutuhkan ditimbang sesuai dengan formula
C/D Cawan porselin diberi alas dengan kasa steril rangkap dua kemudian di
atasnya diletakkan basis salep selanjutnya ditutup dengan aluminium
foil
C/D Cawan yang telah berisi basis salep disterilkan dengan menggunakan
oven
C/D Bahan yang tidak bisa disterilkan dengan cara panas disetrilkan dengan
menggunakan radiasi
A Seluruh bahan dan alat yang dibutuhkan (spuit, mortir, stamper, batang
pengaduk, tube salep, sudip, spatel aluminium)
A Basis salep yang telah disterilkan dimasukkan dalam LAF kemudian
diserkai dan ditampung dalam mortir
A Chlorampenicol dimasukkan dalam basis salep kemudian diaduk ad
homogen
A Alpha tocopherol dimasukkan dalam basis salep kemudian diaduk ad
homogen
A Campuran sediaan dimasukkan dalam spuit sampai penuh kemudian
dimasukkan dalam tube salep
A Sisa sediaan digunakan untuk evaluasi

35
LEMBAR HASIL KEGIATAN PRAKTIKUM 7
PEMBUATAN SALEP MATA CHLORAMPHENICOL 1%

1. Sterilisasi Bahan
Bahan Metode Sterilisasi Alasan

Chlorampenicol

Parafin Liq

Vasein flavum

Alpha-tokoferol

Lanolin Anhidrat

2. Evaluasi mutu fisik salep


Parameter Pengamatan

Bentuk

Warna

Bau

Homogenitas

3. Waktu sterilisasi panas kering dengan oven suhu 160°C selama 1 jam
No Parameter Waktu Waktu (menit)
1 Waktu Pemanasan
2 Waktu Kesetimbangan
3 Waktu Pembinasaan
4 Waktu Tambahan Jaminan Sterilisasi
5 Waktu Pendinginan
TOTAL WAKTU

Proses sterilisasi berlangsung mulai pukul ……… s/d ……..

Paraf Dosen : ……………….

36
KEGIATAN PRAKTIKUM 8
FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN INFUS KCL 0,38%
ISOTONIS CUM GLUCOSE

Tujuan:
- Mahasiswa mampu membuat sediaan steril volume besar yang isotonis beserta
cara sterilisasinya
- Mahasiswa mampu membuat sediaan yang bebas dari pirogen

Alat:
1. Kaca Arloji 8. Corong
2. Beaker glass 250 mL 9. Kertas saring
3. Erlenmeyer 250 mL 10. gelas ukur 50 mL (1),
4. Sendok Stainless 11. Perkamen besar
5. Batang Pengaduk 12. Staples
6. Botol infus100 mL 13. Tali
7. Pipet tetes 14. Alat sterilisasi

Bahan:
1. KCl
2. Dextrosa
3. HCl 1%
4. NaOH 1%
5. Carbon adsorben
6. WFI

Prosedur Kegiatan Praktikum


1. Praktikan melakukan studi praformulasi
2. Praktikan menentukan bentuk sediaan yang akan dibuat
3. Praktikan menentukan metode sterilisasi yang akan digunakan
4. Praktikan melakukan perhitungan tonisitas dengan metode kesetaraan NaCl
5. Praktikan melakukan sterilisasi alat dan bahan yang akan digunakan
6. Praktikan melakukan prosedur kerja pembuatan sediaan

37
Prosedur Kerja:
Ruang Kerja Prosedur
C/D Sterilisasi seluruh alat yang digunakan untuk meminimalkan jumlah
bioburden
C Semua bahan yang dibutuhkan ditimbang sesuai dengan formula
C KCl dilarutkan dalam WFI ad larut =>(1)
C Dextrosa dilarutkan dalam WFI ad larut => (2)
C (1) Dan (2) dicampurkan ad homogen => (3)

C (3) dicek pH dengan menggunakan pH meter. Jika belum sesuai


maka dilakukan adjust dengan menambahkan HCl atau NaOH

C Jika pH telah sesuai, sediaan ditambahkan sisa WFI sampai volume


yang diinginkan
C Carbo adsorben dimasukkan dalam sediaan kemudian dipanaskan pada
suhu 70 – 80oC selama 10 menit.
C Sediaan disaring dengan menggunakan kertas saring rangkap dua
C Sediaan yang telah disaring dimasukkan dalam botol infus, ditutup
dengan karet dan diikan dengan tali dengan menggunakan simpul
sampagne.
C Sediaan dimasukkan dalam autoklaf untuk proses sterilisasi
C Sediaan yang telah disterilisasi dilakukan evaluasi pH, partikel asing,
kejernihan, dan kebocoran.

38
LEMBAR HASIL KEGIATAN PRAKTIKUM 8
PEMBUATAN SEDIAAN INFUS KCL 0,38%

Proses Sterilisasi Panas Basah dengan Autoklaf


Waktu sterilisasi panas basah dengan autoklaf suhu 121°C selama 15 menit
Waktu pemanasan : ……….. menit
Waktu pengeluaran udara : ……….. menit
Waktu suhu naik : ……….. menit
Waktu kesetimbangan : ……….. menit
Waktu Sterilisasi : ……….. menit
Waktu tambahan jaminan sterilitas : ……….. menit
Waktu penurunan : ……….. menit
Waktu pendinginan : ……….. menit
Total waktu : ……….. menit

Proses sterilisasi berlangsung mulai pukul ……… s/d ……..

Hasil Evaluasi
No Evaluasi Parameter Hasil Keterangan

1 pH 7-8 ……………

2 Partikel Asing Tidak Ada …………….

3 Kejernihan Jernih ……………..

4 Kebocoran Tidak Bocor ……………..

Kesimpulan :
Dari Hasil Evaluasi diperoleh hasil yaitu : untuk pH………., terjadi kebocoran/tidak
terjadi kebocoran*, dan larutan tidak jernih/jernih*
Maka dapat disimpulkan Sediaan obat tetes mata Layak dipakai/Tidak Layak dipakai*

*) Coret yang tidak sesuai

Paraf Dosen : ……………….

39
KEGIATAN PRAKTIKUM 9
UJI STERILITAS SEDIAAN STERIL

1. Pembuatan Medium
Media merupakan bahan yang terdiri dari zat-zat makanan (nutrient) yang diperlukan
mikroorganismenya untuk pertumbuhannya. Sedang larutan pengencer adalah larutan yang
digunakan untuk memperkecil jumlah mikroorganisme yang tersuspensi.
Media dapat memanipulasi tempat tumbuhnya biakan atau menjadikan media sebagai
isolate tempat tumbuhnya, dan sekaligus memanipulasi komposisi media pertumbuhannya.
Media pertumbuhan mikriba adalah suatu bahan yang mengandung komponen atau nutrisi yang
diperlukan media untuk pertumbuhannya. Media terdiri dari bahan dasar, nutrient, dan ataupun
bahan tambahan. Media dapat dibedakan berdasarkan siat fisis, komposisi dan berdasarkan
tujuannya. Mikroba memanaatkan nutrisi media berupa molekul-molekul kecil yang dirakit
untuk menyusun komponen sel. Dengan media, pertumbuhan dapat dilakukan isolasi mikroba
menjadi kultur murni.
Media harus mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk metabolism sel yaitu
berupa unsur makro seperti C, H, O, N, P unsur mikro seperti Fe, Mg, juga mengandung unsur
karbon, protein dan vitamin sumber karbon energy yang diperoleh antara lain dari karbohidrat,
lemak, protein dan asam organik. Sumber nitrogen mencakup asam amino, protein atau
senyawa bernitrogen yang lain, vitamin. Selain itu, media tumbuh mikroba dibedakan
berdasarkan sifat fisik yaitu media padat, setengah padat dan cair. Media padat yaitu media
yang mengandung agar 15% sehingga setelah dingin media menjadi padat, media setengah
padat yaitu media yang mengandung agar 0,3-0,4% sehingga menjadi sedikit kenyal, media
cair yaitu media yang tidak mengandung agar, contohnya NB (Nutrient Broth), LB (Lactose
Broth).
Media tumbuh mikroba juga dibedakan menjadi media sintesis yaitu media yang
komposisinya diketahui jenis dan takarannya secara pasti, misalnya Glucose Agar, Mac
Conkey Agar. Media semi sintesis yaitu media yang sebagian komposisinya diketahui secara
pasti, misalnya PDA. Media non sintesis yaitu media yang komposisinya tidak dapat diketahui
secara pasti dan biasanya langsung diekstrak dari bahan dasarnya, misalnya Tomato Juice
Agar.

40
2. Bentuk dan Jumlah Media
Jumlah media yang akan digunakan di dalam suatu percobaan harus diperhitungkan
sedemikan rupa untuk menghindari pertumbuhan media yang berlebihan karena mahal
harganya. Jumlah media yang digunakan dapat ditentukan berdasarkan bentuk media yang
digunakan dalam jumlah pekerjaan contoh sbb:
o Agar cawan : 15-20 ml/ cawan petri
o Agar cetak : 8-9 ml/ tabung reaksi
o Agar miring : 6-7 ml/ tabung reaksi
o Media cair : 9-10 ml/ tabung reaksi
o Media cair berisi tabung durham : 9 ml/ tabung reaksi
3. Persiapan Pembuatan Media
Pembuatan Media PDA
1. Ditimbang 4,9 gram PDA dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml
2. Dilarutkan dengan 100 ml air, lalu dihomogenkan
3. Dipanaskan di hot plate sambil diaduk hingga larut mendidih
4. Ditutup dengan alumunium foil
5. Disterilkan dengan autoclave pada suhu 121C selama 15 menit
Pembuatan Media PCA
1. Ditimbang 2,35 gram PCA dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml
2. Dilarutkan dengan 100 ml air, lalu dihomogenkan
3. Dipanaskan di hot plate sambil diaduk hingga larut mendidih
4. Ditutup dengan alumunium foil
5. Disterilkan dengan autoclave pada suhu 121C selama 15 menit
Pembuatan Media NA
1. Ditimbang 2,3 gram NA dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml
2. Dilarutkan dengan 100 ml air, lalu dihomogenkan
3. Dipanaskan di hot plate sambil diaduk hingga larut mendidih
4. Ditutup dengan alumunium foil
5. Disterilkan dengan autoclave pada suhu 121C selama 15 menit
Pembuatan Media NB
1. Ditimbang 0,8 gram NB dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml
2. Dilarutkan dengan 100 ml air, lalu dihomogenkan
3. Dipanaskan di hot plate sambil diaduk hingga larut mendidih
4. Ditutup dengan alumunium foil

41
5. Disterilkan dengan autoclave pada suhu 121C selama 15 menit

2. Teknik Pengambilan Sampel


Sebelum melakukan isolasi terlebih dahulu dilakukan pengambilan sampel. Berikut
merupakan prosedur pengambilan sampel.
A. sSambel serbuk (Talkum Steril)
Timbang 500 mg dari talkum steril, kemudian encerkan dalam cairan pengenceran
steril.
B. Sampel cairan (Sediaan Tetes Mata dan Sediaan Infus)
Pindahkan cairan dari wadah ui menggunakan pipet atau arum suntik steril. Secara
aseptis inokulasikan seumlah tertentu bahan dari tiap wadah uji ke dalam tabung media.
Jumlah untuk Bahan cair (Farmakope Indonesia IV)

Isi Wadah (ml) Volume Volume minimum tiap media Jumlah wadah
minimum per media
diambil dari Digunakan Digunakan
tiap wadah untuk untuk
untuk tiap inokulasi membrane
media langsung atau setengah
volume yang bagian
diambil dari membrane
tiap wadah yang mewakili
(ml) volume total
dari jumlah
wadah yang
sesuai (ml)
Kurang dari 10 1 ml atau 15 100 20 (40 jika
seluruh isi jika volume tiap
kurang dari 1 wadah tidak
ml cukup untuk
kedua media)

10-50 5 ml 40 100 20

50-100 10 ml 80 100 20

50-100 (untuk Seluruh isi 100 10


pemberian
intravena)
100-500 Seluruh isi 100 10

>500 500 ml 100 10

42
C. Sampel Salep
Secara aseptik dipindahkan 100 mg salep dari wadah ke dalam labu ukur berisi 100 ml
pembawa air steril yang dapat mendispersi homogen bahan uji dalam seluruh campuran
cairan.

3. Teknik Pengenceran
Bahan pangan yang diperkirakan mengandung lebih dari 300 sel mikroba per ml, per
gram atau per cm permukaan, memerlukan perlakuan pengenceran sebelum ditumbuhkan
dalam media. Tujuan pengenceran adalah setelah inkubasi terbentuk koloni pada cawan
yang berisi media dalam jumlah yang dapat dihitung, dimana jumlahnya antara 30 dan 300
(Fardiaz, 1993).
Mikroba dapat hidup pada beberapa kondisi tertentu, sehingga medium pengencer yang
digunakan pun berbeda-beda. Pada analisis suatu mikroba terdapat beberapa pilihan
medium pengenceran yang dapat digunakan untuk mikroba tertentu. Misalnya medium
pengencer yang digunakan untuk mikroba anaerobic, medium pengencer yang digunakan
untuk mikroba osmofilik dan halofilik, serta medium pengencer untuk sampel cair atau
sampel padat dengan partikel halus lainnya (Winiati dan Nurwitri, 2012).
Larutan pengencer yang dapat digunakan untuk tujuuan tertrentu diatas, yaitu :
b. pengencer umum (general purpose diluents) : 0,1% pepton ditambah 0,85% natrium
klorida (NaCl). Hal ini sesuai dengan standar ISO
c. pengenceran untuk mikroba anaerobic. Pada metode ini untuk pertumbuhan mikroba
anaerobic diperlukan pengencer yang mampu untuk menjaga potensial oksidasi-reduksi
pengencer yang rendah. Mikroba anaerobic sangat rentan terhadap oksigen sehingga
perlu penggunaan teknik khusus seperti aplikasi teknik hungate atau penggunaan ruang
anaerob.
d. Penggunaan untuk mikriba osmofilik dan halofilik. Pengenceran yang digunakan untuk
mikroba osmofilik adalah larutan pengencer yang mengandung 20% larutan sukrosa
steril. Pengenceran yang digunakan untuk mikroba halofilik adalah larutan pengenceran
yang mengandung 15% NaCl steril (Winiati dan Nurwitri, 2012).
Pengenceran biasanya dilakukan secara decimal yaitu 1:10, 1:100, 1:1000 dan
seterusnya. Pengambilan contoh dilakukan secara aseptic dan pada setiap kali pengenceran
dilakukan pengocokan kira-kira sebanyak 25 kali untuk memisahkan sel-sel mikroba yang
bergabung menjadi satu (Fardiaz, 1993). Pengenceran yang dilakukan biasanya adalah
pengenceran bertingkat yang bertjuan untuk memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba

43
yang tarsuspensi dalam cairan. Penentuan besarnya atau banyaknya tingkat pengenceran
tergantung kepada perkiraan jumlah mikroba dalam sampel. Digunakan perbandingan 1:9
untuk sampel dan pengenceran.
Alat: Pipet ukur 1 ml, Tabung reaksi, Erlenmeyer 100ml, Timbangan analitik, Vortex
Bahan : Garam fisiologis atau NaCl 0,85% steril, sampel yang akan diencerkan.
6. Prosedur Kerja
a. Untuk Sampel Padat (Talk Steril)
✓ Sediakan garam fisiologis steril sebanyak 45 ml dalam Erlenmeyer 100 ml dan 9 ml
garam fisiologis steril dalam tabung reaksi
✓ Timbang sampel yang akan diencerkan sebanyak 500 mg.
✓ Campurkan 500 mg sampel ke dalam 45 ml garam fisiologis steril (10-1)
✓ Homogenkan sampel hingga larut dalam garam fisiologis
✓ Pipet 1 ml sampel dari larutan diatas masukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9
ml garam fisiologis (10-2) homogenkan. Lakukan pengenceran selanjutnya dengan
cara yang sama sampai pengenceran yang dibutuhkan.
✓ Pipet 1 ml atau 0,1 ml sampel dari pengenceran yang akan dihitung dan ditanam di
cawan petri yang berisi media.
b. Untuk Sampel Cair
✓ Sediakan garam fisiologis steril sebanyak 9 ml garam fisiologis steril dalam tabung
reaksi
✓ Pipet sampel yang akan diencerkan sebanyak 1 ml.
✓ Campurkan 1 ml sampel ke dalam 9 ml garam fisiologis steril (10-1)
✓ Homogenkan sampel hingga larut dalam garam fisiologis
✓ Pipet 1 ml sampel dari larutan diatas masukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9
ml garam fisiologis (10-2) homogenkan. Lakukan pengenceran selanjutnya dengan
cara yang sama sampai pengenceran yang dibutuhkan.
✓ Pipet 1 ml atau 0,1 ml sampel dari pengenceran yang akan dihitung dan ditanam di
cawan petri yang berisi media.
Metode Cawan dapat Dibedakan Menjadi:
a. Metode Cawan Permukaan
Metode cawan permukaan merupakan metode perhitungan dengan yang terlebih dahulu
dituangkan media agar steril dan dibiarkan membeku. Setelah membeku dengan sempurna,
kemudian sebanyak 0,1 ml contoh yang telah diencerkan di pipet ke permukaan agar,

44
selanjutnya diratakan dengan menggunakan hockey stick (batang gelas melengkung yang
steril).
b. Metode Cawan Tuang
Metode cawan tuang merupakan metode perhitungan mikroba yang pengenceran dan
medianya disediakan terlebih dahulu. Pengenceran yang di pipet sebanyak 1 ml atau 0,1 ml
(Winiati dan Nurwiti, 2012). Pada metode cawan ini sampel terlebih dahulu di pipet ke
dalam cawan petri kemudian baru dimasukkan media agar.
Alat dan Bahan
Alat : cawan petri, tabung reaksi, pipet ukur 1 ml dan 0,1 ml, Bunsen, hockey stick
Bahan: media PCA, garam fisiologis, alkohol, spirtus dan sampel yang akan di uji jumlah
mikrobanya.
Cara Kerja
a. Metode Cawan Permukaan
1. Sebanyak 1 ml sampel diencerkan dalam 9 ml larutan garam fisiologis sampai pengenceran
yang diperlukan.
2. Tuang media PCA steril sebanyak 15-20 ml ke dalam cawwan petri dan dibiarkan membeku.
3. Pipet sebanyak 0,1 ml ssampel yang telah diencerkan ke PCA yang telah beku
4. Jumlah koloni pada cawan petri dihitung dengan colony counter, sedangkan jumlah bakteri
asam laktat di dalam contoh dihitung dengan metode SPC.

b. Metode Cawan Tuang


1. Sebanyak 1 ml sampel diencerkan dalam 9 ml larutan garam fisiologis sampai pengenceran
yang diperlukan.
2. Pipet sebanyak 1 ml sampel (dari pengenceran 10−2 , 10−3 , 10−4 dst) yang telah diencerkan
ke dalam cawan petri steril, kemudian tambahkan 15-20 ml. Media PCA cair steril. Supaya
sampel menyebar merata cawan petri digoyang mendatar.
3. Setelah agar membeku, inkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37C selama dua hari.
4. Jumlah koloni pada cawan petri dihitung dengan colony counter, sedangkan jumlah bakteri
asam laktat di dalam contoh dihitung dengan metode SPC.

45
PENAFSIRAN HASIL UJI STERILITAS (Farmakope Indonesia)
TAHAP PERTAMA
Pada interval waktu tertentu dan pada akhir periode inkubasi, amati isi semua wadah akan
adanya pertumbuhan mikroba seperti kekeruhan dan atau pertumbuhan pada permukaan. Jika
tidak terjadi pertumbuhan, maka bahan uji memenuhi syarat.

Jika ditemukan pertumbuhan mikroba, tetapi peninjauan dalam pemantauan fasilitas pengujian
sterilitas, bahan yang digunakan, prosedur pengujian dan kontrol negatif menunjukkan tidak
memadai atau teksik aseptik yang salah digunakan dalam pengujian, tahap pertama dinyatakan
tidak absah dan dapat diulang.

Jika pertumbuhan mikroba teramati tetapi tidak terbukti ui tahap pertama tidak absah, lakukan
tahap kedua.

TAHAP KEDUA
Jumlah spesimen uji yang diseleksi minimum dua kali jumlah tahap pertama. Volume
minimum tiap specimen yang diuji dan media dan periode inkubasi sama seperti yang tertera
pada tahap pertama. Ika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba, bahan yang diuji memenuhi
syarat. Jika ditemukan pertumbuhan, hasil yang diperoleh membuktikan bahwa bahan uji tidak
memenuhi syarat. Jika dapat dibuktikan uji pada tahap kedua tidak absah karena kesalahan atau
teknik aseptik tidak memadai, maka tahap kedua dapat diulang.

46
LEMBAR HASIL KEGIATAN PRAKTIKUM 9
UJI STERILITAS SEDIAAN

Sampel Hasil Penafsiran

Kontrol Positif

Kontrol Negatif

Tetes Mata

Salep Mata

Infus

Tetes Mata ……………….

Paraf Dosen : ……………………………….

47

Anda mungkin juga menyukai