Anda di halaman 1dari 27

PENUNTUN PRAKTIKUM

TENOLOGI FORMULASI SEDIAAN


SEMI PADAT FARMASI
(IA602511)

Kontributor :
Andi Nafisah Tendri Adjeng, S.Farm.,M.Sc
Mirna Widasri, S.Farm.,M.Pharm.Sci.,Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN AVICENNA KENDARI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kasih dan karunianya maka
petunjuk praktikum TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN SEMI PADAT ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Petunjuk praktikum ini menjelaskan secara singkat mengenai prinsip dasar dan prosedur
praktikum formulasi dan teknologi sediaan semi padat serta tugas yang harus dikerjakan oleh
mahasiswa. Penyusunan petunjuk ini bertujuan untuk membantu mahasiswa dalam pelaksanaan
praktikum. Untuk lebih memahami mengenai praktikum ini, diharapkan mahasiswa tetap
mempelajari teori yang terdapat dalam buku-buku referensi.
Besar harapan kami agar petunjuk praktikum ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa
yang mengikuti praktikum formulasi dan teknologi sediaan semi padat. Petunjuk praktikum ini
masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan
selanjutnya.

Kendari, September 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... 2


DAFTAR ISI ................................................................................................... 3
TATA-TERTIB PRAKTIKUM .................................................................... 4
KETENTUAN PENILAIAN PRAKTIKUM ................................................ 5
FORMAT JURNAL AKHIR PRAKTIKUM ................................................ 6
LARUTAN ...................................................................................................... 7
SIRUP KERING KLORAMFENIKOL ......................................................... 7
EMULSI ........................................................................................................13
SUSPENSI ....................................................................................................14
GEL SULFUR ...............................................................................................17
CREAM KLORAMFENIKOL .....................................................................20
TATA-TERTIB PRAKTIKUM
FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL

1. Setiap praktikan harus sudah hadir minimal 15 menit sebelum waktu praktikum
dimulai.
2. Praktikan yang terlambat hanya ditoleransi 10 menit dan akan diberikan sanksi
tertentu, serta tidak diperkenankan mengikuti pre-test.
3. Praktikan harus sudah menyelesaikan praktikum termasuk membereskan alat-alat
maksimal 15 menit sebelum waktu praktikum berakhir.
4. Praktikan wajib memeriksa dan menjaga kebersihan alat dan ruangan praktikum
sebelum, selama dan sesudah praktikum.
5. Jika terjadi kerusakan dan/atau kehilangan alat praktikum, maka praktikan bersama
kelompoknya diwajibkan mengganti alat dengan spesifikasi minimal sama sejumlah
dua kali alat yang hilang/rusak, dengan tenggang waktu penggantian maksimal sehari
sebelum praktikum selanjutnya.
6. Praktikan yang tidak dapat mengikuti praktikum dengan alasan tertentu, harus
menyampaikan ijin secara tertulis maksimal sehari sebelum praktikum, dan wajib
bertukar posisi dengan praktikan pada praktikum berikutnya.
7. Jika ketidakhadiran praktikan karena sakit, maka surat ijin disampaikan secara tertulis
dengan melampirkan surat keterangan dokter paling lambat dua hari setelah hari
praktikum.
KETENTUAN PENILAIAN PRAKTIKUM
FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL

Nilai akhir praktikum formulasi dan teknologi sediaan non steril merupakan total
penilaian dari 3 elemen utama yaitu :
1. Diskusi praktikum (30%)
2. Pelaksanaan praktikum (35%), meliputi :
• Pretest :10%
• Jurnal :20%
• Keterampilan & pelaksanaan praktikum :20 %
• Sediaan :20%
• Laporan :30%
3. Ujian praktikum (35%)
FORMAT JURNAL AKHIR PRAKTIKUM
FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL

I. PRAFORMULASI
a. Tinjauan farmakologi bahan obat
b. Tinjauan fisikokimia bahan obat
c. Tinjauan fisikokimia zat tambahan
d. Bentuk sediaan, dosis dan cara pemakaian
II. FORMULASI
a. Formula
b. Permasalahan dan Pencegahan Masalah dalam Formulasi
III. PRODUKSI
a. Penimbangan
b. Cara kerja
IV. PENGEMASAN
1. Kemasan primer
2. Kemasan sekunder
3. Etiket
4. Brosur
V. EVALUASI
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
VIII. DAFTAR PUSTAKA
LARUTAN
A. TUJUAN PRAKTIKUM :
1. Mahasiswa mampu melakukan pembuatan sediaan sirup
2. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi sediaan sirup
3. Mahasiswa mampu melakukan pembuatan sediaan elixir
4. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi sediaan elixir

B. LANDASAN TEORI :
Larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain kadar tinggi dinyatakan sebagai
sirup. Larutan sukrosa hamper jenuh dalam air dikenal sebagai sirup atau sirup simpleks.
Penggunaan istilah sirup juga digunakan untuk bentuk sediaan cair lain yang dibuat dengan
pengental dan pemanis, termasuk suspensi oral (Anonim, 2015). Eliksir adalah cairan jernih,
rasanya manis, larutan hidroalkohol digunakan untuk pemakaian oral, umumnya mengandung
flavouring agent untuk meningkatkan rasa enak. Eliksir bersifat hidroalkohol, maka dapat
menjaga stabilitas obat baik yang larut dalam air maupun alkohol. Untuk dapat menyatakan
sebagai eliksir larutan harus mengandung etanol (Anonim,2015).

C. BAHAN :
ZAT AKTIF
(dalam bentuk serbuk/puv): Parasetamol, difenhidramin HCl, CTM , Succus Liq, Vitamin B,
Vitamin C
EKSIPIEN :
Sukrosa, Propilen glikol, etanol, Sacharin, Sorbitol solution, gliserol

D. ALAT :
Overhead stirrer, Gelas ukur 100 ml; 50 ml; 10 ml; 1 ml ,Beaker glass 1000 ml;250 ml;100 ml,
Kaca arloji, Kertas perkamen, Termometer, Spatula, Waterbath, Kompor listrik, Oven, Mortir
Stamper, Neraca analitik, anak timbangan, Cawan Penguap, batang pengaduk

E. TUGAS :
1. Buat usulan formula untuk sediaan sirup dan elixir dari bahan tersedia
2. Jelaskan dengan detil bahan dalam formula tersebut (kadar dan fungsinya)
3. Usulkan penambahan eksipien bila diperlukan (corrigen odoris, coloris)
4. Lakukan evaluasi pada sediaan yang dibuat ! (Evaluasi dibuat berdasarkan literature yang
ada)
5. Lakukan pengamatan kestabilan larutan mulai hari ke-3 sampai dengan hari ke 14
SIRUP KERING KLORAMFENIKOL
I. Tujuan
1. Mengetahui formulasi sediaan Sirup Kering Kloramfenikol
2. Mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan Sirup Kering
Kloramfenikol
3. Dapat membuat sediaan non steril Sirup Kering Kloramfenikol skala
laboratorium sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan
II. Dasar Teori
Kloramfenikol adalah antibiotik yang berguna untuk pengobatan sejumlah infeksi bakteri,
termasuk meningitis, wabah, kolera, dan demam tifoid. Penggunaannya hanya dianjurkan ketika
antibiotik yang lebih aman tidak dapat digunakan. Pemantauan kedua tingkat darah dari tingkat
sel pengobatan dan darah setiap dua hari dianjurkan selama pengobatan. Bahan aktif ini tersedia
dalam berbagai sediaan farmasi seperti pemberian secara intravena, melalui mulut, dan sebagai
salep.
Efek samping yang umum termasuk penekanan sumsum tulang, mual, dan diare. Pada
penekanan sumsum tulang dapat mengakibatkan kematian. Untuk mengurangi risiko durasi efek
samping pengobatan harus sesingkat mungkin. Pada mereka dengan hati atau ginjal dosis
mungkin memerlukan penurunan. Pada anak-anak muda kondisi yang dikenal sebagai sindrom
bayi abu-abu dapat terjadi yang mengakibatkan perut bengkak dan tekanan darah rendah.
Penggunaannya pada akhir kehamilan dan selama menyusui biasanya tidak dianjurkan.
Kloramfenikol adalah antibiotika spektrum yang luas, antibiotik yang biasanya menghentikan
pertumbuhan bakteri dengan mekanisme pembuatan protein.
Formula Sirup Kering Chloramphenicol
Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok
No. Nama Bahan
1 2 3 4 5

1. Chloramphenicol
2. PVP 0,5 % 1,625 % 2,75 % 3,875 % 5%
3. Sukrosa 20 %
4. CMC Na 1%

5. Na Benzoas 0,25 %
6. Ess. Grape q.s
7. Aquadest ad 60 mL

III. Evaluasi Sediaan


3.1 Evaluasi Fisika
a. Distribusi ukuran partikel
Untuk sediaan sirup kering, distribusi partikel homogen (tersalut) setelah direkonstitusi, dapat
diamati dari semakin besarnya ukuran partikel maka rongga–rongga antar partikel yang
terbentuk pun semakin besar dan distribusinya menyebar di dalam sediaan, sehingga setelah
dikocok sediaan suspensi kering ini dapat terdispersi homogen kembali.
b. Homogenitas
Sediaan suspensi terkonstisusi dilarutkan dengan air hingga mencapai volume yang telah
ditentukan yaitu 60 mL. Setelah itu, zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat
mengendap, jika dikocok perlahan-lahan, endapan harus segera terdispersi kembali. Sediaan
terkonstitusi dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi. Selain itu,
kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang
(Anonim a, 1979).
c. Penetapan bobot jenis sediaan dengan piknometer
Pada penetapan bobot jenis sediaan suspensi kering menggunakan piknometer. Untuk
mengetahui bobot jenis sediaan dapat diperoleh dari selisih bobot piknometer yang telah diisi
zat uji dengan bobot piknometer kosong (anonim b, 1995).
d. Volume terpindahkan
Volume rata-rata suspensi yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak
satu pun volume wadah yang kurang dari 95% dari volume yang dinyatakan dalam etiket
(Anonim b, 1995).
e. Penetapan pH
Penetapan pH dengan menggunakan pH meter (Anonim b, 1995).
f. Kadar air
Suspensi kering kadar air tidak lebih dari 3% (Anonim b, 1995).
g. Penetapan waktu rekonstitusi
Penetapan ini dilakukan untuk menentukan lamanya waktu terkonstitusi suatu sediaan. Dalam
hal ini sediaan serbuk kering ditambahkan air, kemudian dihitung waktu yang diperlukan
sampai sediaan tersebut membentuk suspensi dengan sempurna.
h. Volume sedimentasi dan kemampuan redispersi
Untuk sediaan suspensi kering yang baik diharapkan terdapat sedimentasi yang besar atau
tidak terjadi sama sekali (melarut homogen) . Hal ini penting karena dengan volume
sedimentasi yang besar maka kemungkinan untuk melarut secara homogen kembali akan lebih
besar bila dibandingkan dengan volume sedimentasi yang sedikit (dapat membentuk caking).
Untuk mengetahui kemampuan redispersi sediaan maka sediaan yang sudah didiamkan
dikocok kembali. Apabila setelah dikocok sediaan mudah melarut kembali dan menjadi
larutan yang homogen maka kemampuan redispersinya baik.
i. Sifat aliran dan viskositas dengan Viskosimeter Brookfield
Sediaan sirup kering Kloramfenikol ini mengikuti sifat aliran Hukum Non Newton
pseudoplastik. Viskositas sediaan ini dapat diukur dengan menggunakan Viskosimeter
Brookfield karena viskosimeter ini dapat mengukur viskositas sediaan yang bersifat Non
Newton dan Newton (Astuti, dkk., 2007)

3.2 Evaluasi Biologi


a. Uji potensi antibiotik
Uji antibiotik untuk sirup kering dengan bahan aktif Kloramfenikol dapat diuji dengan metode
Lempeng Silinder. Cawan petri yang telah diberi lempeng silinder yang berisi antibiotik

selanjutnya diinkubasi selama 16-18 jam dengan suhu 320C sampai 350C. Semakin besar
zona hambatan yang terukur maka semakin baik sediaan sirup kering Kloramfenikol yang
dibuat (Anonim b, 1995).
b. Uji efektifitas pengawet
Sediaan sirup kering yang sudah dilarutkan diambil sebanyak 20 mL dan dimasukkan ke
dalam 5 tabung bakteriologi bertutup, berukuran sesuai dan steril. Kemudian inokulasi
masing-masing tabung dengan salah satu suspensi mikroba baku dengan menggunakan
perbandingan 0,10 mL inokula setara dengan 20 mL sediaan, dan campur. Mikroba uji dengan
jumlah yang sesuai harus ditambahkan sedemikian rupa hingga jumlah mikroba tiap mL
sediaan uji segera setelah inokulasi adalah antara 100.000 dan 1.000.000 per mL. Tetapkan
jumlah mikroba viabel di dalam tiap suspensi inokula, dan hitung angka awal mikroba tiap
mL sediaan yang diuji dengan metode lempeng. Kemudian setelah diinokulasi tabung
diinkubasi pada suhu 200C sampai 250C. Setelah itu, tabung diamati pada hari ke 7, ke 14, ke

21dan ke 28 sesudah inokulasi. Setiap perubahan yang terlihat dicatat dan tetapkan jumlah
mikroba viabel pada tiap selang waktu tersebut dengan metode lempeng. Dengan
menggunakan bilangan teoritis mikroba pada awal pengujian, hitung perubahan kadar dalam
persen tiap mikroba selama pengujian (Anonim b, 1995).
EMULSI
A. Tujuan praktikum :
1. Mahasiswa mampu melakukan penghitungan HLB
2. Mahasiswa mampu melakukan pemilihan surfaktan
3. Mahasiswa mampu melakukan pembuatan sediaan emulsi

B. Landasan Teori :
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat yang
terdispersi dalam cairan pembawa dan distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang
cocok. Biasanya emulsi mengandung dua zat atau lebih yang tidak dapat bercampur, misalnya
minyak dan air. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar
memperoleh emulsi yang stabil (Anief, 1996).
Salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar (contoh: air), sedangkan lainnya
relatif nonpolar (contoh: minyak). Emulsi obat untuk pemberian oral biasanya dari tipe emulsi
minyak dalam air(m/a) dan membutuhkan penggunaan suatu zat pengemulsi m/a. Tetapi tidak
semua emulsi yang dipergunakan termasuk tipe m/a. Makanan tertentu seperti mentega dan
beberapa saus salad merupakan emulsi tipe air dalam minyak(a/m)(Martin, et al., 1993).

C. BAHAN :
1. ZAT AKTIF
(dalam bentuk serbuk/puv): Oleum Iecoris Asli, Parafin Liquidum, Oleum Ricini, Oleum
Maydis,
2. EKSIPIEN :
Sukrosa, Propilen glikol, etanol, Sacharin, Sorbitol solution, PGA, PGS, Tragakan, Poli etilen
glikol 400 dan 4000, Tween, Span, Natrium Carboksi Metil celulosa, HPMC

D. ALAT :
Overhead stirrer, Gelas ukur 100 ml; 50 ml; 10 ml; 1 ml ,Beaker glass 1000 ml;250 ml;100 ml
Kaca arloji, Kertas perkamen, Termometer, Spatula, Waterbath, Kompor listrik, Oven, Mortir
Stamper, Neraca analitik, anak timbangan, Cawan Penguap, batang pengaduk
E. TUGAS :
1. Buat usulan formula untuk sediaan emulsi dari literature yang anda cari dan disesuaikan
dari bahan tersedia
2. Jelaskan dengan detil bahan dalam formula tersebut (kadar dan fungsinya)
3. Usulkan penambahan eksipien bila diperlukan (corrigen odoris, coloris)
4. Lakukan evaluasi pada sediaan yang dibuat ! (Evaluasi sediaan dibuat berdasarkan
literature yang ada)
5. Lakukan pengamatan kestabilan larutan mulai hari ke-1 sampai dengan hari ke 14
SUSPENSI
A. Tujuan praktikum :
1. Mahasiswa mampu melakukan pembuatan sediaan suspensi
2. Mahasiswa mampu melakukan pemilihan suspending agent yang tepat
3. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi sediaan suspensi

B. Landasan Teori :
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat dalam bentuk halus yang tidak
larut tetapi terdispersi dalam cairan. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat
mengendap, jika dikocok perlahan-lahan endapan harus segera terdispersi kembali. Suspensi
umumnya mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitasnya, sebagai stabilisator dapat
dipergunakan bahan-bahan disebut sebagai suspending agent. Suspensi juga dapat didefinisikan
sebagai preparat yang mengandung partikel obat yang terbagi sevara halus (dikenal sebagai
suspensoid) disebarkan secara merata dalam pembawa dimana obat menunjukan kelarutan yang
sangat minimum. Beberapa suspense resmi diperdagangkan tersedi dalam bentuk siap pakai,
telah disebarkan dalam cairan pembawa dengan atau tanpa penstabil dan bahan tambahan
farmasetik lainnya (Ansel, 1989).

C. BAHAN :
ZAT AKTIF
(dalam bentuk serbuk/puv): Kaolin, Pectin, Calamin, Erythromycin, Parasetamol, Cloramfenikol,
Asam Mefenamat
EKSIPIEN :
Sukrosa, Propilen glikol, etanol, Sacharin, Sorbitol solution, PGA, PGS, Tragakan, Poli etilen
glikol 400 dan 4000, Tween, Span, Natrium Carboksi Metil celulosa, HPMC

D. ALAT :
Overhead stirrer, Gelas ukur 100 ml; 50 ml; 10 ml; 1 ml ,Beaker glass 1000 ml;250 ml;100 ml,
Kaca arloji, Kertas perkamen, Termometer, Spatula, Waterbath, Kompor listrik, Oven, Mortir
Stamper, Neraca analitik, anak timbangan, Cawan Penguap, batang pengaduk
E. TUGAS :
1. Buat usulan formula untuk sediaan suspensi dari bahan tersedia
2. Jelaskan dengan detil bahan dalam formula tersebut (kadar dan fungsinya)
3. Usulkan penambahan eksipien bila diperlukan (corrigen odoris, coloris)
4. Lakukan evaluasi pada sediaan yang dibuat ! (Evaluasi dibuat berdasarkan literature yang
ada)
5. Lakukan pengamatan kestabilan larutan mulai hari ke-3 sampai dengan hari ke 14
GEL
I. Tujuan
1. Mengetahui formulasi sediaan Gel
2. Mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan Gel
3. Dapat membuat sediaan non steril Gel skala laboratorium sesuai dengan
persyaratan yang telah ditentukan
II. Dasar Teori
Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik
kecil atau molekul organik besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika fase terdispersi memiliki
ukuran partikel yang berbeda, maka akan membentuk sistem gel dua fase atau dinyatakan
sebagai magma. Baik gel maupun magma dapat berupa aliran tiksotropik. Gel fase tunggal
tersusun atas makromolekul organik yang tersebar secara merata dalam sehingga ikatan antara
molekul yang terdispersi menjadi tidak terlihat (Anonim b, 1995).
Sulfur merupakan endapan belerang yang memiliki khasiat bakterisida dan fungisida lemah
berdasarkan reaksi oksidasinya menjadi asam pentationat (H 2 S5 O6 ) oleh kuman di kulit. Zat ini
juga bersifat keratolitik (melarutkan kulit tanduk), sehingga banyak digunakan bersama asam
salisilat dalam salep dan lotion (2-10%) untuk pengobatan jerawat dan kudis (Tjay dan Rahardja,
2007).
Sulfur dapat menghambat pertumbuhan jerawat yang diakibatkan oleh propionibacterium
dan pembentukan asam lemak bebas. Sulfur mengeluarkan kelebihan sebum pada wajah dengan
cara melunakkan sel keratin (Sweetman, 2002).
Sulfur praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam karbon disulfida, sukar larut
dalam minyak zaitun, praktis tidak larut dalam etanol (Anonim b, 1995).
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pembuatan sediaan gel:
1.
Formula Gel Asam Salisilat 5 %

Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok


No. Nama Bahan
1 2 3 4 5

1. Asam Salisilat 5%
2. Etanol 70 % q.s
3. Propilenglikol 15 %
4. Gliserin 5%
5. Xanthan Gum 0,2 % 0,275 % 0,35 % 0,425 % 0,5 %
6. Nipagin 0,18 %
7. Nipasol 0,02 %
8. Aquadest ad 100 gram

III. Evaluasi Sediaan


3.1 Evaluasi Fisika
a. Homogenitas:
Pengujian homogenitas dilakukan dengan mengoleskan zat yang akan diuji di atas kaca
atau bahan transparan. Hasil pengamatan harus menunjukkan distribusi butiran yang homogen
(Anonim a, 1979).
c. Kadar Air:
Tidak lebih dari 0,5%. Penentapan kadar air dilakukan dengan cara titrasi menggunakan
piridina P sebagai pengganti metanol P (Anonim b, 1995).
3.2 Evaluasi Kimia
a. Penetapan Kadar
Timbang seksama lebih kurang 60 mg, lakukan penetapan seperti yang tertera pada
pembakaran dengan labu oksigen menggunakan labu 1000 mL dan campuran 10 mL air dan 5
mL hidrogen peroksida LP sebagai cairan penyerap. Jika pembakaran telah sempurna isi bibir
labu dengan air, longgarkan sumbat dan bilas sumbat, pemegang sampel dan dinding labu
dengan air kemudian buka sumbat. Panaskan isi labu sampai mendidih dan didihkan selama
lebih kurang 2 menit. Dinginkan sampai suhu kamar da titrasi dengan netrium hidroksida 0,1
N LV menggunakan indikator fenolptalein LP. Lakukan penetapan blangko. 1 mL natrium
hidroksida 0,1 N setara dengan 1,603 mg sulfur.
b. Identifikasi
Terbakar di udara membentuk belerang dioksida yang dapat dikenal dari baunya yang
khas (Anonim b, 1995).
3.3 Evaluasi Biologi
Uji Mikroba:
Dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel di dalam semua jenis
perbekalan farmasi, mulai dari bahan baku hingga sediaan jadi dan untuk menyatakan
perbekalan farmasi tersebut bebas dari spesimen mikroba tertentu. Spesimen uji biasanya
terdiri dari Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan
Salmonella. Pengujian dilakukan dengan menambahkan 1 mL dari tidak kurang pengenceran
10-3 biakan mikroba berumur 24 jam kepada enceran pertama spesimen uji (dalam dapar

fosfat 7,2, Media fluid Soybean-Casein Digest atau Media Fluid Lactose Medium) dan diuji
sesuai prosedur (Anonim b, 1995).
CREAM KLORAMFENIKOL
I. Tujuan
1. Mengetahui cara pembuatan krim dengan basis krim yang cocok dan enak digunakan.
2. Menentukan formula dari basis krim yang cocok untuk pembuatan sediaan semi solid.
3. Membuat sediaan semi solid yang memenuhi persyarata farmasetik sediaan krim dengan
evaluasi yang harus dipenuhi.
II. Dasar Teori
Prinsip dasar pembuatan krim:
1. Saponifikasi
Proses penyabunan yang merupakan hasil dari reaksi antara asam lemah dengan basa
kuat yang menghasilkan garamnya dan gliserol.
2. Emulsi minyak dalam air
Emulsi yang terdiri dari dua fasa dimana fasa minyak lebih sedikit volumenya dari pada
fasa air atau bisa juga dikatakan air sebagai zat pembawanya.

Sediaan semisolid umumnya dimanfaatkan sebagai obat luar, dengan cara pengolesan pada
kulit, untuk keperluan terapi atau pelindung kulit. Disamping itu bentuk juga dimanfaatkan
sebagai sediaan kosmetika (Ansel, 1989). Keuntungan sediaan setengah padat dibandingkan
sediaan cair:
1. Lebih mudah digunakan
2. Waktu kontak sediaan lebih lama.
3. Daya penetrasi dari bahan obat dapat diatur dengan memodifikasi basis yang digunakan.
4. Lebih sulit ditumbuhi bakteri karena sedikit mengandung air (Susanto, 2007).
Krim
Definisi sediaan krim dari berbagai sumber,diantaranya:
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa
emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Menurut
Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu
atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Menurut
Formularium Nasional, krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung
air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Kualitas dasar krim, yaitu:
1. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka krim harus bebas dari inkopatibilitas,
stabil pada suhu kamar, dan kelembaban yang ada dalam kamar.
2. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan
homogen.
3. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan
dihilangkan dari kulit.
4. Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair
pada penggunaan (Anief, 1994).
Penggolongan Krim
Krim merupakan sediaan semisolida yang tersusun atas emulsi minyak dalam air atau
dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat
dicuci dengan air. Ada dua tipe krim, yaitu:
1. Tipe a/m, yaitu krim yang tersusun atas campuran air terdispersi dalam minyak
Misalnya : cold cream
Cold cream atau krim dingin merupakan sediaan semisolida berwarna putih dan bebas
dari butiran, digunakan guna memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit dan sering
digunakan sebagai krim pembersih. Krim dingin mengandung mineral minyak dalam
jumlah besar.
2. Tipe m/a, yaitu krim yang tersusun atas campuran minyak terdispersi dalam air
Misalnya : vanishing cream
Vanishing cream merupakan sediaan semisolida yang biasa digunakan dalam kosmetika
sebagai pembersih, pelembab sekaligus alas bedak. Vanishing cream sebagai pelembab
akan meninggalkan lapisan berminyak pada kulit (Budiasih, 2008).
Bahan-bahan Penyusun Krim
Formula utama dalam pembuatan krim :
1. Fase minyak, berupa bahan obat terlarut dalam minyak dan umumnya bersifat asam.
Misalnya : adeps lanae, parafin cair maupun padat, asam stearat, minyak lemak, vaselin,
cera, cetaceum, setil maupun stearil alkohol, dan sebagainya.
2. Fase air, berupa bahan obat terlarut dalam air dan umumnya bersifat basa. Misalnya : Na
tetraborat, NaOH, TEA, Na2 CO3 , KOH, Gliserin, PEG, Propilenglikol, Na lauril sulfat,
Tween, Span dan sebagainya.
Bahan-bahan penyusun krim, antara lain:
1. Bahan Obat
2. Fase Minyak
3. Fase Air
4. Bahan Pengemulsi
Disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang akan dibuat. Contohnya : emulgide, adeps
lanae, cetaceum, setil dan stearil alkohol, trietanolamin stearat, polisorbat, PEG.
5. Bahan Pengawet
Digunakan untuk meningkatkan stabilitas sediaan, misalnya nipagin 0,12-0,18% dan
nipasol 0,02-0,05%.
6. Pendapar.
Ditambahkan untuk mempertahankan pH sediaan.
7. Antioksidan
Untuk mencegah ketengikan akibat oksidasi pada minyak tak jenuh
(Lachman, 1994)
Metode Pembuatan Krim
Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses emulsifikasi. Biasanya
komponen yang tidak bercampur dengan air seperti minyak dan lilin dicairkan bersama-sama
di penangas air pada suhu 70-75°C, sementara itu semua larutan berair yang tahan panas,
komponen yang larut dalam air dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen lemak.
Kemudian larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam campuran lemak yang
cair dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5-10 menit untuk
mencegah kristalisasi dari lilin/lemak. Selanjutnya campuran perlahan-lahan didinginkan
dengan pengadukan yang terus-menerus sampai campuran mengental. Bila larutan berair
tidak samatemperaturnya dengan leburan lemak, maka beberapa lilin akan menjadi padat,
sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak dengan fase cair (Munson, 1991).
Pengemasan
Sediaan krim dikemas sama seperti sediaan salep yaitu dalam botol atau tube.
Stabilitas Sediaan Krim
Sediaan krim dapat menjadi rusak bila terganggu sistem campurannya terutama disebabkan
oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi karena penambahan salah satu fase secara
berlebihan atau pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama
lain. Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencer yang cocok. Krim yang
sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu satu bulan (Anief, 1994)

Formula Cream Chloramphenicol 2 %


Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok
No. Nama Bahan
1 2 3 4 5

1. Chloramphenicol 2%
2. Asam Stearat 5%
3. Paraffin Cair 8%
4. Cetyl Alkohol 10 %
Emulgator HLB HLB HLB HLB HLB
(Span 60 dan Tween
5. 80)
10% 8 8,8125 9,625 10,4375 10,84375

6. Nipagin 0,18 %
7. Nipasol 0,02 %
8. Aquadest ad 100 gram

III. Evaluasi Sediaan


3.1. Evaluasi Fisika
a. Organoleptis.
Evalusai organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna, tekstur sedian,
konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden (dengan kriteria tertentu) dengan
menetapkan kriterianya pengujianya (macam dan item), menghitung prosentase masing-
masing kriteria yang di peroleh, pengambilan keputusan dengan analisa statistik.
b. Evaluasi pH.
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g : 200 ml air yang
di gunakan untuk mengencerkan , kemudian aduk hingga homogen, dan diamkan agar
mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH
meter.
c. Evaluasi daya sebar.
Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala. Kemudian bagian
atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebanya, dan di beri rentang waktu 1 – 2
menit. kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap penambahan beban, saat sediaan
berhenti menyebar (dengan waktu tertentu secara teratur).
d. Evaluasi penentuan ukuran droplet.
Untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan krim ataupun sediaan emulgel, dengan cara
menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada objek glass, kemudian diperiksa adanya
tetesan – tetesan fase dalam ukuran dan penyebarannya.
e. Uji aseptabilitas sediaan.
Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang di kasih suatu quisioner di buat suatu
kriteria, kemudahan dioleskan, kelembutan, sensasi yang di timbulkan, kemudahan
pencucian. Kemudian dari data tersebut di buat skoring untuk masing- masing kriteria.
Misal untuk kelembutan agak lembut, lembut, sangat lembut (Wade, 1994).
3.2. Evaluasi Biologi
a. Uji Mikroba.
Dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel di dalam semua jenis
perbekalan farmasi, mulai dari bahan baku hingga sediaan jadi dan untuk menyatakan
perbekalan farmasi tersebut bebas dari spesimen mikroba tertentu. Spesimen uji biasanya
terdiri dari Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan
Salmonella. Pengujian dilakukan dengan menambahkan 1 mL dari tidak kurang

pengenceran 10-3 biakan mikroba berumur 24 jam kepada enceran pertama spesimen uji

(dalam dapar fosfat 7,2, Media fluid Soybean-Casein Digest atau Media Fluid Lactose
Medium) dan diuji sesuai prosedur (Anonim b, 1995).
EVALUASI SEDIAAN CAIR DAN PEMBUATAN KEMASAN

A. Tujuan praktikum :
1. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi sediaan Emulsi
2. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi sediaan sirup
3. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi sediaan Elixir
4. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi sediaan Suspensi

B. Landasan Teori :
Evaluasi sediaan :
1. Uji Organoleptik
Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna, tekstur sedian,
konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden (dengan kriteria tertentu ) dengan
menetapkan kriterianya pengujianya (macam dan item), menghitung prosentase masing- masing
kriteria yang di peroleh, pengambilan keputusan dengan analisa statistik.

2. Evaluasi pH
Nilai pH dari suatu sediaan topikal harus berada dalam kisaran pH balance yang sesuai dengan
pH kulit, yaitu 4,5-6,5. Nilai pH tidak boleh terlalu asam karena dapat menyebabkan iritasi kulit
dan juga tidak boleh terlalu basa karena dapat menyebabkan kulit bersisik. Evaluasi pH
menggunakan alat pH meter, dengan diencerkan dengan aquadest kemudian aduk hingga
homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH meter

3. Viskositas (kekentalan)
Viskositas adalah suatu ungkapan dari resistensi zat cair untuk mengalir. Semakin tinggi
viskositas aliran akan semakin besar resistensinya. Viskositas berpengaruh terhadap laju
penyerapan obat di saluran pencernaan, semakin kental akan semakin lama penyerapan obatnya.

C. ALAT :
Kertas minyak, Kertas pH, Neraca analitik, thermometer, penangas air , homogenizer
(Multimix), viscometer Brookfield (tipe RVF), pH meter, sentrifugator, Vortex, mikroskopik
optic , oven, Lemari es.
D. CARA KERJA :
1. Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan secara visual dan dilihat secara langsung bentuk, warna, bau,
dari sediaan yang di buat.
2. Uji pH
Dilakukan dengan menimbang 10 gram sediaan dilarutkan dalam 50 mL aquadest dalam
beaker glass, ditambahkan aquadest hingga 100 mL lalu aduk hingga merata dan diamkan agar
mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH
meter.
3. Uji Viskositas
Viskositas dan sifat alir dilakukan menggunakan viskometer Brookfield dan
menggunakan spindel khusus untuk sediaan semi solid. Lebih kurang 200 gram sampel
dimasukkan ke dalam wadah gelas kemudian spindel yang telah dipasang diturunkan sehingga
batas spindel tercelup ke dalam sampel. Kecepatan alat dipasang pada 2 rpm, 4 rpm, 10 rpm, 20
rpm; lalu dibalik 10 rpm, 4 rpm, 2 rpm; secara berturur-turut, kemudian dibaca dan dicatat
skalanya (dialreading) ketika jarum merah yang bergerak telah stabil. Nilai viskositas (n) dalam
centipoise (cps) diperoleh dari hasil perkalian dialreading dengan faktor koreksi khusus untuk
masing-masing spindel. Sifat aliran dapat diperoleh dengan membuat kurva antara tekanan geser
terhadap kecepatan geser.
4. Uji mekanik
Sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi kemudian dimasukkan ke dalam alat-
sentrifugator. Sampel disentrifugasi pada kecepatan 3750 rpm selama 5 jam. Setelah
disentrifugasi, diamati apakah terjadi pemisahan atau tidak (Rieger M, 2000).
5. Uji Tipe Emulsi
Emulsi yang telah dibuat dimasukkan ke dalam cawan, kemudian diencerkan dengan
ditambahkan air. Jika emulsi dapat diencerkan maka emulsi adalah minyak dalam air. Metode
dispersi larutan zat warna Emulsi yang telah dibuat dimasukkan dalam gelas piala, kemudian
diteteskan beberapa tetes larutan metilen biru diatasnya. Jika warna biru segar terdispersi
keseluruh emulsi maka tipe emulsinya tipe minyak dalam air.
REFERENSI :

1. Anonim, 1979, Farmakope Indonesia III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia


2. Anonim, 1996, Farmakope Indonesia IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia
3. Armstrong, N.A., and James, K.C., 1996, Pharmaceutical Experimental Design and
Interpretation. Taylor and Francis, Bristol.
4. Aulton,M.E., 1988, The Science of Dosageform Design, Churchil Livingstone,
Edinburgh. Avis, K.E., Lachman, L, and Lieberbamn, H.A., 2000, Pharmaceutical
Dosageform : Parenteral, Tablet, Disperse System, vol I, II, III, Marcel dekker Inc., New
York.
5. Banker, G.S. and Rhodes, C.T. 2002, Modern Pharmaceutics, 3rd . Ed., MNarcel-Dekker
Inc., New York.
6. Gennaro A.R, 2013, Remington : :The Sience and Practice of Pharmacy, 22 Mack Publ.
Co., Pensylvania.
7. Glicksman M. Food Hydrocolloids. Vol. II. CRC Press, Boca Raton; 1983.
8. Lachman, 1986, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 2nd, Ed., Lea &
Febiger, Philadelphia.
9. Lieberman, H., A., Coben, L., J., Sediaan Semisolid, dalam Lachman, L., Lieberman, H.,
A., Kanig, J., L., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri III, UI-Press
10. Premjeet, S., Ajay, B., Sunl, K., Bhawana, K., Sahli, K., Divashish, R., Sudeep, B.,
2012, Additives in Topical Dosage Forms, International Journal of Pharmaceutical,
Chemical, and Biological Sciences, 2(1), 78-96
11. Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Owen, S.C., 2006, Handbook of Pharmaceutical
Excipients, 5 th Edition, 278-282, 346-349, Pharmaceutical Press, London.
12. Van Duin, C.F., 1947, Buku Penuntun Ilmu Resep Dalam Praktek Dan Teori, Penerjemah
K. Satiadarma Apt., Pecenongan, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai