1 Cremophor A6 dan Cremophor Bahan Cremophor A atau bernama lain A25 Polyoxyethylene Alkyl Ethers dipilih karena merupakan surfaktan non-ionik dan pengemulsi minyak dalam air ataupun air dalam minyak, serta dapat meningkatkan penetrasi, dan kelarutan. Surfaktan jenis ini mudah sekali atau sudah umum digunakan dan ditemukan di Indonesia sehingga memudahkan proses pembelian bahan. Pemilihan Cremophor A juga dikarenakan untuk memudahkan dalam proses pembuatan dimana sifatnya yang mudah larut dalam air ataupun minyak. Kombinasi penggunaan A25 dan A6 juga dapat mempercepat proses pembentukan emulsi dengan lebih mudah. Cremophor A25 juga dapat membentuk koloid pelindung yang sangat efisien dalam menjaga kestabilan sistem emulsi. Dan dapat di proses pasa suhu 70-80oC baik bersama fase minyak ataupun air (BASF, 2005) dan pemilihan konsentrasi 1.5% berdasarkan literatur handbook of pharmaceutical manufacturing formulation semi solid.
2 Parrafin liquid Pemilihan parafin cair dalam formulasi
sebagai pembentuk basis sediaan dan emollient. Presentase penggunaan dalam sediaan krim adalah 1-32%. bahan tersebut tidak berbau, sehingga dalam formulasi tidak menggangu organoleptis sediaaan. Dalam formula ini kami memilih 12%, karena pada presentase tersebut krim dapat memiliki viskositas yang kecil dan daya sebarnya besar yang sesuai dengan kriteria sediaan yang kami inginkan dimana viskostas krim nya tidak terlalu tinggi. Selain itu, dipilihnya paraffin cair juga karena menurut PIONAS 2015, emolien yang berbasis paraffin dapat melembabkan kulit tanpa mempengaruhi flora kulit normal. Menurut baker, Woerdenbag, Gooskens, naafs, Kaaij dan Wieringa (2012) bahwa paraffin cair merupakan senyawa yang stabil secara kimia, relative murah harganya, dan kompatibel terhadap kebanyakan pengawet serta obat, sehingga paraffin cair merupakan emolien yang tepat dalam sediaan krim. 3 Aquadest Pemilihan bahan pelarut pada sediaan krim ini, aquades memiliki peran sebagai pelarut dan fase air. Pelarut ini juga dipilih karena berupa cairan jernih, tidak bewarna, tidak berasa dan tidak berbau (Rowe et al., 2009) sehingga mudah dan tidak menganggu dalam pengaplikasiaannya di sediaan farmasi. selain itu aquades diperoleh dengan cara penyulingan, cara penukaran ion, osmosis terbalik atau cara lain yang sesuai (Ansel, 2008) sehingga lebih bebas dari kotoran maupun mikroba dibandingkan dengan air biasa dan digunakan dalam sediaan-sediaan yang membutuhkan air, terkecuali parenteral (Ansel, 2008). Aquades memiliki sifat dapat bercampur dengan pelarut polar, bereaksi dengan bahan yang mudah terhidrolisis, serta stabil secara kimia pada semua bentuk fisik (air, cair, uap). (Rowe., et al. 2009). 4 Na. Metabisufit pemilihan Na Metabisulfit diadasarkan atas fungsinya yang dapat digunakan sebagai antioksidan pada konsentrasi 0,01-1,0% (Rowe et al., 2009) dalam sediaan topical (Khoirunisa, 2017). Selain itu dalam proses pembuatannya mudah karena terlarut dengan 1.9 bagian air pada suhu ruang dan 1.2 bagian air pada suhu 100 derajat celcius (Rowe et al., 2009) . Na Metabisulfit juga diketahui memiliki aktivitas antimikrobial pada pH asam (3.5-5) sehingga dapat digunakan pada formulasi sedaan krim yang memiliki kriteria pH dalam rentang 4.5-6.5. Selain itu Na metabisulfit juga diketahui memiliki aktivitas sebagai antibrowning agent. Sehingga konsentrasi yang digunakan pada formula ini adalah 0,1% (Maha et al, 2018). Namun dalam penyimpanan bahannya harus diperhatikan dimana natrium metabisulfit dengan lambat akan teroksidasi apabila terpapar udara dan lembab sehingga harus disimpan di dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya di tempat kering dan sejuk (Rowe et al., 2009). 5 Propilen glikol propilen glikol berperan sebagai peningkat penetrasi obat ke dalam dan kulit (Rowe et al., 2009) dengan meningkatkan hidrasi pada stratum korneum (Priani et al, 2013) dan pH 3-6 nya (Allen, 2002) yang dapat cocok dengan rentang pH sediaan sehingga tidak mengganggu stabilitas pembuatan krim nantinya. 6 Cetyl stearyl alcohol Pemilihan bahan Cetostearyl alkohol dikarenakan fungsinya sebagai emulgator pada formulasi sediaan farmasi topikal emulsi air dalam minyak dan minyak dalam air serta dapat meningkatkan viskositas sediaan sehingga cocok untuk dijadikan emulgator dalam sediaan krim clotrimazle yang berjenis minyak dalam air. Selain itu fungsi Cetostearyl alcohol dapat menstabilkan emulsi dan juga sebagai ko- pengemulsi, sehingga jumlah total surfaktan yang diperlukan untuk membentuk emulsi yang stabil dapat dikurangi. Cetostearyl alkohol dapat mendukung proses pembuatan karena dapat di proses pada suhu tinggi dibawah 300oC dan pencampurannya dilakukan di dalam fase minyak. Selain itu, bahan tersebut aman tidak mengiritasi (Rowe et al., 2009). Pemilihan presesentase 3% untuk sediaan krim m/a lebih optimal. Selain itu cream yang akan dibuat memiliki viskositas yang tidak terlalu tinggi (disesuaikan dengan kriteria sediaan) maka konsentrasi tersebut diharapkan cocok yaitu apabila viskositas tidak terlalu tinggi, maka daya sebar krim akan semakin besar karena krim akan semakin mudah mengalir dan menyebar pada permukaan kulit