Anda di halaman 1dari 4

I.

Pendahuluan

Virus Ebola berasal dari genus Ebolavirus, famili Filoviridae. 13 Famili


Filoviridae memiliki garis tengah 800 nm dan panjang mencapai 1000 nm. Virus
Ebola mengandung molekul lurus dan RNA negatif. Apabila dilihat dengan
menggunakan mikroskop elektron, bentuk virus seperti berfilamen, atau kelihatan
bercabang. Ebola virus disease (EVD) juga dikenal dengan istilah Ebola hemorrhagic
fever atau demam berdarah Ebola. Virus ini merupakan penyebab penyakit
menyerang yang menyebabkan gejala demam berdarah yang sangat mematikan bagi
manusia dan yang bukan (monyet/primata). Mengingat virulensi yang tinggi bagi
manusia, maka virus ini dimasukkan dalam biosafety level 4. Virus Ebola pertama
kali diidentifikasi di Sudan dan di wilayah yang berdekatan dengan Zaire (saat itu
dikenal sebagai Republik Congo) pada tahun 1976, setelah terjadi epidemi di
Yambuku, daerah Utara Republik Congo dan Nzara, daerah Selatan Sudan.

Inang atau reservoir virus Ebola belum dapat dipastikan, namun telah diketahui
bahwa kelelawar buah adalah salah satu inang alami virus Ebola. Virus Ebola juga
telah dideteksi pada daging simpanse, gorila, dan kijang liar. Manusia dapat terinfeksi
karena kontak dengan darah atau sekret orang yang terinfeksi. Selain itu, manusia
juga bisa terinfeksi karena kontak dengan benda yang terkontaminasi oleh orang
terinfeksi. Penularan nosokomial juga dapat terjadi bila tenaga medis tidak memakai
alat pelindung diri yang memadai.

II. Patogenesis
Virus Ebola menginfeksi subjek melalui kontak dengan cairan tubuh atau sekret
pasien terinfeksi dan didistribusikan melalui sirkulasi. Kontak dapat terjadi melalui
lecet di kulit selama perawatan pasien, ritual penguburan, dan mungkin kontak
dengan daging terinfeksi atau di permukaan mukosa. Jarum suntik dapat merupakan
rute utama paparan di rumah sakit. Sekitar 1 minggu setelah infeksi, virus mulai
melakukan replikasi pada sel – sel target utama, yaitu sel endotel, fagosit
mononuklear, dan hepatosit. Virus kemudian mengambil alih sistem kekebalan dan
sintesis protein dari sel yang terinfeksi. Barulah kemudian virus Ebola mulai
mensintesis glikoprotein yang membentuk trimerik kompleks, berfungsi mengikat
virus ke sel-sel endotel yang melapisi permukaan interior pembuluh darah.
Glikoprotein juga membentuk protein dimer, yang memungkinkan virus menghindari
sistem kekebalan tubuh dengan menghambat langkah-langkah awal aktivasi
neutrophil. Kehadiran partikel virus dan kerusakan sel yang dihasilkan menyebabkan
pelepasan sitokin, yang berhubungan dengan demam dan peradangan. Efek sitopatik
infeksi di selsel endotel menghilangkan integritas vaskuler. Tanpa integritas
pembuluh darah, kebocoran darah secara cepat menimbulkan perdarahan internal dan
eksternal sampai tahap masif dan bahkan dapat menyebabkan syok hipovolemik.

III. Pengobatan atau Tatalaksana Penyakit

Hingga saat ini, pengobatan spesifik untuk penyakit Ebola belum ditemukan.
Terapi suportif seperti rehidrasi dengan oral atau cairan intravena serta perlakuan
sesuai dengan gejala akan meningkatkan kesembuhan pasien. Sejak tahun 1976
hingga 2015 cara penyembuhan penyakit endemik Ebola belum dapat ditemukan
vaksin dan obatnya, pada tahun 2014 dimana virus tersebut menyebar dengan cepat
antar manusia di wilayah Afrika Barat membuat fenomena ini menjadi isu ancaman
kesehatan dalam lingkup global. Kendala pembuatan vaksin Ebola dapat disebabkan
oleh perbedaan virus Ebola berdasarkan klasifikasi taksonomi yang didasarkan pada
urutan dan perbedaan serologis molekul glikoprotein (GP) spesies Ebola. Molekul GP
merupakan satu-satunya protein permukaan virus yang merupakan target respon imun
protektif dalam pengembangan vaksin. Sebagai contoh asam amino virus ZEBOV
dan SEBOV mempunyai kesamaan/homologi hanya 50%. Perbedaan antigenik
tersebut menyebabkan sedikitnya proteksi silang diantara spesies Ebola, sehingga
vaksin yang dihasilkan tidak dapat memberikan perlindungan yang maksimal
terhadap infeksi ZEBOV dan SEBOV yang merupakan spesies Ebola yang patogen
terhadap manusia

Dari hari ke hari korban kematian akibat Ebola terus bertambah, sehingga
menimbulkan kepanikan terhadap masyarakat internasional, sehingga WHO
melakukan upaya penelitian dan pengembangan pengobatan terhadap virus Ebola,
berkerjasama dengan perussahaanperusahaan farmasi besar dunia untuk mencari
vaksin dan obat yang mampu menyembuhkan manusia dari penyakit Ebola.. Sejak
Maret 2014, WHO mengkoordinasi perusahaan-perusahaan farmasi besar di dunia
untuk melakukan beberapa bidang penelitian dan perkembangan dalam mengatasi
virus ebola. Saat ini telah banyak obat yang didaftarkan oleh WHO, walaupun obat-
obatan tersebut merupakan obat non-Ebola namun penggunaannya masih dianggap
sah diberikan kepada penderita Ebola yang telah menunjukkan efikasi terhadap virus
dalam tubuh. Sebuah uji klinis dari obat favipiravir di Toyama, Jepang, pada akhir
2014 mulai digunakan di Guinea dan berada di bawah naungan INSERM, MSF dan
pemerintah Guinea. Selain itu, produk lain secara khusus dikembangkan untuk Ebola
masih dalam pengembangan, termasuk monoklonal antibodi koktail ZMapp di
Leafbio, USA dan asam ribonukleat (siRNA) di Tekmira, Amerika Serikat, Kanada.
ZMapp adalah kombinasi tiga antibody yang dioptimalkan (terdiri dari murine mAbs
m1H3, m2G4 dan m4G7).

IV. Mekanisme Kerja Obat

Favipiravir adalah obat yang dikembangkan sejak tahun 2014 oleh Fujifilm
Toyama Chemical yang merupakan agen antivirus spektrum luas golongan
inhibitor sintesis RNA yang memiliki mekanisme kerja dengan cara menghambat
secara selektif RNA polimerase sehingga menghambat sintesis RNA virus yang
mengakibatkan proses transkripsi dan replikasi virus terhambat. Berdasarkan
penelitian secara in vitro Favipiravir menunjukkan aktivitas antivirus terhadap
semua tipe strain virus Influenza termasuk tipe A, B, dan C dengan nilai EC50%
0.014 – 0,55 µg/mL. (Youzuke,2017). Hasil penelitian Guedj Jeremie dkk (2018)
menunjukkan bahwa famivipavir mungkin merupakan obat antivirus yang efektif
melawan virus ebola yang bergantung pada pemutusan rantai RNA. Hasil ini juga
sama dengan data yang menunjukkan tentang toleransi dan farmakokinetik pada
NHP dan manusia yang mendukung peran potensial dosis tinggi untuk intervensi
manusia dimasa depan.
Zmapp adalah obat yang masih dalam penelitan yang mengandung antibody
monoclonal untuk virus Ebola. Cara kerjanya seperti immunoglobulin intravena
hal ini menyediakan kekebalan pasif pada infeksi virus secara langsung dan
bekerja seperti gembok dan kunci.

Anda mungkin juga menyukai