Anda di halaman 1dari 120

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN AN. D DENGAN GANGGUAN


PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI PADA TYPHUS
ABDOMINALIS DI RUANG SERUNI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH TEMANGGUNG

KTI
Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir
Pada Program Studi D III Keperawatan Magelang

LISKA TIARA DEWI


NIM. P1337420514068

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MAGELANG


JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2017

1
2

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN AN. D DENGAN GANGGUAN


PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI PADA TYPHUS
ABDOMINALIS DI RUANG SERUNI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH TEMANGGUNG

KTI
Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir
Pada Program Studi D III Keperawatan Magelang

LISKA TIARA DEWI


NIM. P1337420514068
``

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MAGELANG


JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2017
3
4
5
6

PRAKATA

Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji syukur ke hadlirat Allah SWT,

atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis mampu menyelesaikan laporan kasus

tentang Asuhan Keperawatan An. D dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan

Nurisi pada Typhus Abdominalis di Ruang Seruni Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Temanggung sesuai dengan waktu yang direncanakan.

Penulis menyadari bahwa kegiatan penulisan ini dapat diselesaikan berkat

adanya dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Direktur Politeknik

Kesehatan Kemenkes Semarang atas dukungan dalam pelaksanaan penulisan ini,

Ketua Jurusan Keperawatan, Ketua Program Studi Diploma III Keperawatan

Magelang, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung, dan

klien yang dengan sukarela berpartisipsi dalam asuhan keperawatan.

Penulis berharap semoga hasil penulisan ini dapat memberikan manfaat

khususnya untuk pengelolaan klien dengan masalah gangguan pemenuhan

kebutuhan nutrisi karena Typhus Abdominalis. Penulis menyadari bahwa laporan

kasus ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu masukan dan kritik untuk

perbaikan penulisan laporan kasus pada masa mendatang sangat penulis harapkan.
7

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i

HALAMAN JUDUL ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING iv

LEMBAR PENGESAHAN v

PRAKATA vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Tujuan 4

C. Manfaat 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7

A. Konsep Dasar Typhus Abdominalis 7

B. Konsep Dasar Kebutuhan Nutrisi 26

C. Pengelolaan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi 34

D. Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi 37

pada Typhus Abdominalis


8

1. Pengkajian 37

2. Pola Pengkajian Fungsional Gordon 41

3. Diagnosa 44

4. Intervensi 46

5. Evaluasi 50

BAB III METODE 51

A. Metode Penulisan 51

B. Metode Pengumpulan Data 51

1. Alat pengumpul data 51

2. Instrumen alat ukur 51

3. Prosedur pengumpulan data 52

4. Sampel 52

5. Prosedur penetapan sampel 53

6. Lokasi dan waktu 53

7. Analisis data 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 55

A. Hasil 55

1. Biodata Klien 55

2. Pengkajian (Assesment) 56

3. Perumusan Masalah Keperawatan 62

4. Perencanaan Keperawatan 64

5. Pelaksanaan dan Implementasi Keperawatan 66

6. Evaluasi 73
9

B. Pembahasan 77

1. Typhus Abdominalis 77

2. Diagnosa Keperawatan 78

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 97

A. Simpulan 97

1. Pengkajian 97

2. Diagnosa Keperawatan 98

3. Rencana Keperawatan 99

4. Implementasi Keperawatan 100

5. Evaluasi 100

6. Kesenjangan 101

B. Saran 101

DAFTAR PUSTAKA 103

LAMPIRAN
10

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Tumbuh Kembang Infant/Bayi, umur 0-12 bulan.................................. 21

2.2 Tumbuh Kembang Toddler (BATITA), umur 1-3 tahun......................... 24

2.3 Tumbuh Kembang Pra Sekolah.............................................................. 24

2.4 Tumbuh Kembang Usia Sekolah............................................................ 25

2.5 Tumbuh Kembang Remaja (Adolescent)................................................ 26

2.6 Tekanan Darah Anak Menurut Umur.................................................... 36

2.7 Frekuensi Nadi....................................................................................... 37

2.8 Suhu Tubuh Normal............................................................................... 38

2.9 Pola Pernapasan.................................................................................... 38


11

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Organ Pencernaan.............................................................................. 10

2.2 Pathway Typhus abdominalis............................................................ 17


12

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Asuhan Keperawatan

2 Lembar Bimbingan

3 Surat Ijin Pengambilan Kasus

4 Lembar DDST

5 Berita Acara

6 Satuan Acara Penyuluhan

7 Leaflet

8 Daftar Riwayat Hidup


13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Typhus abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya

mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu

minggu, gangguan pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyebab penyakit

ini adalah Salmonella typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan bulu

getar, tidak berspora (Ngastiyah, 2014, p.236).

Penularan Typhus abdominalis biasanya terjadi karena kontaminasi

makanan dan minuman dengan rute fekal-oral. Penyakit ini banyak tejadi di

masyarakat yang kumuh, lingkungan padat, penyediaan air bersih yang tidak

adekuat, dan sanitasi yang buruk, serta higiene masing-masing penduduknya

kurang memadai dan tidak memenuhi syarat kesehatan (Marni, 2016, p.14).

Penatalaksanaan Typhus abdominalis hingga saat ini menganut trilogi

penatalaksanaan yaitu pengobatan, perawatan dan diet. Perjalanan dalam

penatalaksaan terdapat permasalahan dalam penggunaan antibiotik dalam

terapi pengobatan pada penderita Typhus abdominalis yakni meluasnya

resistensi Salmonella typhosa terhadap beberapa obat antibiotik.

Penatalaksanaan Typhus abdominalis selain memberikan terapi dengan

antibiotika harus didukung dengan terapi suportif lain untuk memenuhi

tuntutan tubuh yaitu melalui perawatan dengan tirah baring pada penderita dan
14

terapi diet yang tepat. Diet menjadi hal yang penting dalam proses
15

penyembuhan penyakit Typhus abdominalis karena bila asupan makanan kurang

akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita sehingga proses

penyembuhan akan semakin lama. (Umah & Wirjatmadi, 2014, p.100)

Penanganan yang tidak adekuat atau terlambat akan menyebabkan

komplikasi di usus halus, diantaranya perdarahan, perforasi dan peritonitis. Klien

yang mengalami nyeri hebat dapat juga mengalami syok neurogenik. Komplikasi

dapat menyebar di luar usus halus, misalnya bronkitis, kolelitiasis, peradangan

pada meningen, dan miokarditis (Marni, 2016, p.18).

Data WHO memperkirakan insiden diseluruh dunia terdapat 17 juta kasus

per tahunya dengan 600.000 orang meninggal karena Typhus abdominalis dan

70% kematian terbesar adalah di Asia. (Seran, 2015, p.2)

Penelitian yang dilakukan oleh Khan, dkk (2013) dalam buku Marni

(2016) menyataka bahwa Typhus abdominalis endemik di India, Asia Tenggara,

Afrika, Timur Tengah, Amerika Selatan dan Amerika Tengah disebabkan oleh

pasokan air bersih yang tidak adekuat. Pakistan merupakan negara endemik

Typhus abdominalis dan penyakit ini merupakan penyebab kematian nomor 4,

sebanyak 573,2 per 100.000 (0,58%) penduduk terserang Typhus abdominalis,

yang sebagian besar meyerang anak usia pra sekolah (1-5 tahun), sedangkan di

India dilaporkan sebanyak 340,1 per 100.000 (0,34%) penduduk terserang

Typhus abdominalis. CDC melaporkan kejadian Typhus abdominalis pada warga

Amerika Serikat karena warganya mengnjungi negara India. Di Indonesia,

kejadian Typhus abdominalis mencapai 148,7 per 100.000 (0,149%) penduduk.


16

Prevalensi Typhus abdominalis klinis nasional sebesar 1,6% (rentang:

0,3% - 3%). Beberapa propinsi memiliki prevalensi tinggi diantaranya Provinsi

NAD sebesar 2,96%, Bengkulu sebesar 2,58%, Jawa Barat sebesar 2,14%, Banten

sebesar 2,24%, Nusa Tenggara Barat sebes 1,93%, Nusa Tenggara Timur sebesar

2,33%, Kalimantan Selatan sebesar 1,95%, Kalimantan Timur sebesar 1,80%,

Sulawesi Selatan sebesar 1,80%, Gorontalo sebesar 2,25%, Papua Barat sebesar

2,39%, Papua sebesar 2,11%, dan Jawa Tengah sebsar 1,61%. Di 18 provinsi,

kasus Typhus abdominalis sebagian besar terdeteksi berdasarkan diagnosis oleh

tenaga kesehatan, sedang provinsi lainnya terutama berdasarkan berdasarkan

gejala klinis. (Riskesdas, 2013)

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014 menyatakan penderita Typhus

abdominalis dan paratyphus yang dirawat inap di Rumah Sakit sebanyak 41.081

kasus dari total jumlah penduduk Indonesia yaitu 237.641.326 (0,017%) dan 279

diantaranya meninggal dunia (Depkes RI, 2014).

Rekam Medis Rumah Sakit Umum Daerah Temanggung pada tahun 2015

menyatakan, jumlah prevalensi keseluruhan angka kejadian penyakit anak

didapatkan sebanyak 1746 pasien. Penderita penyakit GE/Diare sebanyak 522

kasus dengan presentase 29,84%, Typhus abdominalis sebanyak 494 kasus

dengan presentase 28,3%, Dengue Haemoragic Fever (DHF) sebanyak 162 kasus

dengan presentase 9,27%, bronkiolitis sebanyak 103 kasus dengan presentase

5,9%, asma sebanyak 6 kasus dengan presentase 0,34%, bronkopneumonia

sebanyak 10 kasus dengan presentase 0,5%, dan sisanya penyakit yang lain

mencapai 449 kasus dengan presentase 25,85%. Pada bulan Januari sampai
September 2016, jumlah keseleruhan penyakit anak adalah 1278 kasus.

Dengan prevalensi GE/Diare sebanyak 541 kasus dengan presentase 42,03%,

Typhus abdominalis sebanyak 347 kasus dengan presentase 26,96%, Dengue

(DHF) sebanyak 99 kasus dengan presentase 7,7%, bronkiolitis sebanyak 143

kasus dengan presentase 11,11%, bronkopneumonia sebanyak 57 kasus

dengan presentase 4,42%, dan sisanya penyakit yang lain mencapai 449 kasus

dengan presentase 77,8%. Typhus abdominalis menjadi penyakit nomor 2

setelah penyakit diare yang sering diderita oleh anak-anak di daerah

Temanggung.

Hal ini yang melatarbelakangi penulis untuk menyusun proposal yang

berjudul “Asuhan Keperawatan An. X dengan Gangguan Pemenuhan

Kebutuhan Nutrisi pada Typhus abdominalis di Rumah Sakit Umum Daerah

Temanggung”.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Penulis mampu melaporkan pengelolaan asuhan keperawatan pada anak

dengan Typhus abdominalis .

2. Tujuan Khusus

Penulis dapat:

a. Melakukan pengkajian, pada kasus Typhus abdominalis anak.

b. Merumuskan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada anak dengan

Typhus abdominalis.

7
8

c. Merumuskan perencanaan untuk memecahkan diagnosa keperawatan

yang ditemukan pada kasus Typhus abdominalis.

d. Melakukan tindakan untuk pemecahan masalah pada kasus Typhus

abdominalis.

e. Melakukan penilaian/evaluasi pencapaian tujuan pengelolaan

management nutrisi pada kasus Typhus abdominalis.

f. Melakukan dokumentasi tentang kasus Typhus abdominalis.

C. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

Hasil proposal ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan tambahan

mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan Typhus abdominalis bagi

penulis.

2. Manfaat Praktis

a. Penulis

Menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam menangani kasus

Typhus abdominalis.

b. Perawat

Sebagai panduan perawat dalam pengelolaan kasus Typhus abdominalis

c. Perpustakaan

Menambah jumlah pustaka serta sebagai bahan pembanding dengan

asuhan keperawatan lain guna kemajuan ke arah yang lebih baik.


9

d. Pembaca

Sumber informasi dan pengetahuan mengenai Typhus abdominalis dan

penanganannya serta sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan

proposal selanjutnya.
10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar

1. Definisi

a. Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya

mengenai saluran cerna, dengan gejala kurang lebih 1 minggu,

gangguan pada penncernaan, dan gangguan kesadaran (Sodikin, 2011,

p.240).

b. Typhus abdominalis yaitu suatu penyakit infeksi sistemik dengan

gambaran demam yang berlangsung lama, adanya bakteremia disertai

inflamasiyang dapat merusak usus dan organ-organ hati. (Cita, 2011,

p.42)

c. Typhus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran

pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhosa. Penyakit ini

erat kaitannya dengan higiene pribadi dan sanitasi lingkungan, seperti

higiene perorangan, higiene makanan, lingkungan yang kumuh,

kebersihan tempat-tempat umum yang kurang serta perilaku

masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat. (Seran, 2015,

p.2)

Kesimpulan dari beberapa pengertian di atas bahwa Typhus

abdominalis merupakan penyakit infeksi akut yang menyerang saluran


11

pencernaan, disebabkan oleh bakteri Salmonella typhosa di lingkungan

dengan higiene yang buruk yang memiliki gejala demam selama satu

minggu dan menyebabkan gangguan pencernaan.

2. Etiologi

Penyebab penyakit ini adalah jenis Salmonella typhosa, kuman ini memiliki

ciri-ciri sebagai berikut:

a. Basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan tidak

berspora.

b. Memiliki paling sedikit 3 macam antigen, yaitu antigen O (somatik

yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella),

dan antigen Vi. Berdasarkan hsil pemeriksaan laboratorium klien,

biasanya terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen

tersebut.

Salmonella terdiri atas beratus-ratus spesien, namun memiliki susuna

antigen serupa, yaitu sekurang-kurangnya antigen O (somatik) dan antigen H

(flagela). Perbedaan diantara spesies tersebut disebabkan oleh faktor antigen

dan sifat boikimia (Sodikin, 2011, p.240)

Salmonella typhosa merupakan mikroorganisme patogen yang berada

di jaringan limfatik usus halus, hati, limpa, dan aliran darah yang terinfeksi.

Kuman ini berupa gram negatif yang akan nyaman hidup di dalam suhu tubuh

manusia. Kuman ini akan mati pada suhu 70°C dan dengan pemberian

antiseptik. Masa inkubasi penyakit ini antara 7-20 hari. Namun, ada juga yang

memiliki masa inkubasi paling pendek yaitu 3 hari, dan paling panjang yaitu
12

60 hari. (Marni, 2016, p.14)

3. Manifetasi Klinis

Menurut Ngastiyah (2014), gambaran klinis Typhus abdominalis pada

anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari.

Yang tersingakat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika

melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin

deitemukan gejala, prodormal, yakni perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri

kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang. Gambaran klinis

yang biasa ditemukan ialah:

a. Demam. Pada kasus yang khas demam terjadi selama 3 minggu, bersifat

febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu

tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun oada pagi hari

dan meningkat pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua klien terus

dalam keadaan demam; pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan

normal kembali pada akhir minggu ketiga.

b. Gangguan pada saluran pencernaan. Pada mulut terdapat napas bau tidak

sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput

putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai

tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung

(meteorismus). Hati dan limpa membesar diserta dengan nyeri pada

perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau

normal.
13

c. Gangguan kesadaran. Umumnya kesadran klien menurun walau tidak

dalam yaitu apatis sampai somnolen, jarang terjadi sopor, koma atau

gelisah (kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan

pengobatan). Di samping gejala tersebut mungkin terdapat hejala lainnya.

Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-

bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat

ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemuka pula

brakikardia dan epistaksis pada anak besar.

4. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 2.1. Organ Pencernaan (Syaifuddin, 2013)


14

Fungsi-fungsi organ pencernan:

a. Mulut

Mulut (oris) merupakan organ pertama dari saluran pencernaan yang meluas

dari bibir sampai ke istimus fausium yaitu perbatasan antara mulut dengan

faring.

Organ kelengkapan mulut:

1) Bibir

Bagian kelengkapan eksternal yang ditutupi kulit dan bagian internal

dilapisi oleh jaringan epitel yang mengandung mukosa.

2) Pipi

Kelengkapan mulut bagian luar dilapisi oleh kulit dan bagian dalam

dilapisi oleh jaringan epitel, mengandung selaput lendir (membran

mukosa).

3) Gigi (dentis)

Alat bantu yang berfungsi untuk mengunyah makanan dan berbicara.

4) Lidah

Susunan otot sera lintang kasar dilengkapi dengan mukosa. Lidah

berperan dalam proses mekanisme pencernaan di mulut dengan

mnggerakan makanan ke segala arah.

Kelenjar ludah (saliva)

Kelenjar yang menyekresi larutan larutan mukus ke dalam mulut,


15

membasahi dan melumas partikel makan sebelum ditelan.

Kerja sama otot pengnyah dengan otot lidah dan pipi sangat

penting dalam proses mengunyah yang efisien untuk membentuk bolus

(makanan stengah cair) yang ditelan.

b. Faring

Faring (tekak) merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut

dengan rongga kerongkong panjangnya kira-kira 12 cm. Organ terpentig di

dalamnya adalah tonsil yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak

mengandung limfosit. Untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi,

menyaring, dan mematikan bakteri/ mikroorganisme yang masuk melalui jalan

pencernaan dan pernapasan. Faring melanjutkan diri ke esofagus untuk

pencernaan makanan.

Mekanisme kompleks faring melakukan gerakan mencegah masuknya

makanan ke jalan pernapasan dengan menutup sementara hanya beberapa

detik, medorong makanan ke esofagus dan ttidak membahayakan pernapasan.

Dalam hal ini terjadi penyilangan antara jalan makanan dan jalan pernapasan

masuk ke depan melewati epiglotis.

c. Esofagus (kerongkong)

Saluran pencernaan setelah mulut dan faring. Pada peralian dari esofagus ke

lambung terdapat sfingter kardiak yang dbentuk oleh lapisan otot sirkuler

esofagus. Sfingter ini terbuka secara refleks pada akhir peristiwa menelan.

Fungsi utama sfingter esofagus yaitu mencegah isi lambung naik lagi ke

esofagus.
16

d. Lambung (ventrikulus)

Sebuah kantong muskuler yang letaknya antara esofagus dan usus halus,

sebelah kiri abdomen, di bawah diafragma bagian depan pankreas. Lambung

merupakan saluran yang dapat mengembang karena adanya gerakan peristaltik

terutama di daerah epigaster.

Fungsi lambung:

1) Menampung makanan yang masuk melalui esofagus, mengahancurkan

makanan dan menghaluskan makanan dengan gerakan peristaltik lambung.

2) Fungsi bakterisisd: oleh asam lambung.

3) Membantu proses pembentukan eritrosit: lambung menghasil-kan zat yang

diebut anti-anemik yan berguna untuk pertukara eritrosit yang disimpan

dalam hati.

e. Usus Halus (intestinum minor)

Bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan

berakhir pada sektum. Panjangnya kira-kira 6 meter, merupakan saluran

pencernaan yang palong panjang dari tempat proses pencernaan dan absorbsi

pencernaan.

Bagian-bagian usus halus:

1) Duodenum: bentuknya melengkung seperti kuku kuda, pada lengkungan

ini terdapat pankreas. Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa

yang banyak mengandung kelenjar Brunner yang memproduksi getah

intestium.
17

2) Jejunum: panjangnya 2-3 meter berkelok-kelok.

3) Ileum: usus halus yang terletak sebelah kanan bawah berhubungan dengan

sekum.

Fungsi usus halus:

Usus halus dan kelenjarnya merupakan bagian yang sangat penting dari

saluran pencernaan karena disini terjadinya proses pencernaan yang terbesar

da penyerapan kurang lebih 85% dari seluruh absorbsi.

1) Menyekresi cairan usus.

2) Menerima cairan empedu dan pankreas.

3) Mencerna makanan.

4) Mengabsorbsi air garam dan vitamin, protein dalam bentuk asam amino,

karbohidrat dalam bentuk monoksida.

5) Menggerakan kandungan usus.

f. Usus Besar (intestinum mayor)

Saluran pencernaan berupa usus berpenampang luas atau berdiameter besar

dengan panjang kira-kira 1,5 - 1,7 meter dan penampang 5 cm. Lanjutan dari

usus halus yang tersusun seperti huruf U terbalik meneglilingi usus halus.

Bagian dari usus besar:

1) Sekum: kantong lebar dan pada bagian bawah terdapat appendiks.

2) Kolon asendens: panjangnya 13 cm, berada di bawah abdomen sebelah

kanan di bawah hati, memeblok ke kiri.


18

3) Kolon tranversum: panjangnya kira-kira 38 cm, membujur dari kolon

asendens ke kolon desendens.

4) Kolon desendens: panjangnya leb kurang 25 cm, terletak di bawah

abdomen bagian kiri dari atas ke bawah, bersambung dengan sigmoid

dan di belakang peritonium.

5) Kolon sigmoid: lanjutan dari kolon desendens. Panjangnya 40 cm.

Terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, berbentuk huruf S.

Ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.

Fungsi usus besar meliputi:

1) Menyerap air dan elektrolit untuk kemudian sisa massa membentuk

massa yang lebih lembek yang disebut feses.

2) Menyimpan bahan feses.

3) Tempat tinggal bakteri koli.

(Syaifuddin, 2013, p.505)

5. Patofisiologi

Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan

dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke

jaringan limfoid dan berkembangbiak menyerang vili usus halus kemudian

kuman masuk ke peredaran darah, dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal,

hati, limpa, dan organ-organ lainnya.

Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel

retikulo endoteleal melapaskan kuman ke peredaran darah dan menimbulkan

bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk kebeberapa


19

jaringan organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung empedu.

Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks player. Ini terjadi

pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada

minggu ketiga terjadi ulserasi plaks player. Pada minggu keempat terjadi

penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat

menyebabkan perdarahan bahkan perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-

kelenjar mesentrial dan limpa membesar.

Gejala demam disebabkan oleh endotoksil, sedangkan gejala pada

saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus halus.

(Suriadi, 2010, p.254)


17

Kontaminasi Salmonella masuk


Pathway melalui mulut

Masuk ke lambung
Dimusnahkan asam lambung
Bakteri yang hidup masuk ke usus
halus
Pembuluh limfe
Peredaran darah (Bakteremia primer)

Masuk retikulo endoteleal (RES) terutama hati dan limfa

Berkembangbiak di hati dan limfa Masuk aliran darah (Bakteremia sekunder)

Pembesaran hati Pembesaran limfa Empedu Endotoksin

Hepatomegali Splenomegali Kel. limfoid


usus halus Terjadi kerusakan sel
Penurunan/peningkatan
mobilitas usus Lesi plak peyer Merangsang pelepasan
zat epirogen oleh
MK.
Penurunan/peningkatan Erosi leukosit
peristaltik usus Nyeri
Perdarahan
Zat pirogen beredar
masif
MK. Konstipasi/ Peingkatan dalam darah
Diare asam lambung Komplikasi
Mempengaruhi proses
perforasi dan
Anoreksia, mual, termoregulator di
perdarahan
muntah hipotalamus
usus

MK. Ketidakseimbangan
MK. Kekurangan MK. Hipertermi
nutrisi kurang dari
volume cairan
kebutuhan tubuh

MK. Resiko pertumbuhan


Lemah, lesu tidak proporsional

MK. Intoleran
aktivitas

Gambar. 2.2. Pathway Typhus abdominalis


Dikembangkan dari: Suriadi dan Yuliani (2010)
18

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan darah tepi: leukopenia, limfositosis, aneosinotilia, anemia,

dan trombositopenia.

b. Pemeriksaan sumsum tulang: menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum

tulang.

c. Biakan empedu: terdapat basil Salmonella typhosa pada urin dan tinja. Jika

pada pemeriksaan selama dua kali berturut—turut tidak ditemukan basil

Salmonella typhosa pada urin dan tinja, maka klien dinyatakan betul

belum sembuh.

d. Pemeriksaan Widal: didapatkan titer terhadap antigen O adalah 1/200 atau

lebih, sedangkan titer terdapat antigen H dapat tetap tingggi setelah

dilakukan imunisasi atau bila penderia telah lama sembuh.

e. Pemeriksaan Tubex dapat mendeteksi antibodi IgM. Hasil pemeriksaan

yang positif menunjukkan adanya infeksi terhadap Salmonella. Antigen

yang dipakai pada pemeriksaan ini adalah O9 dan hanya dijumpai pada

Salmonella serogroup D

(Suriadi, 2010, p.256)

7. Penatalaksanaan

Klien yang dirawat dengan diagnosis observasi Typhus abdominalis harus

dianggap dan diperlakukan langsung sebagai klien Typhus abdominalis dan

diberikan pengobatan sebgai berikut:

a. Isolasi klien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.


19

b. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang

lama, lemah, anoreksia, dan lain-lain.

c. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal

kemali (istirahat total), kemudian boleh duduk; jika tidak panas lagi boleh

berdiri kemudian berjalan di ruangan.

d. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.

e. Obat pilihan ialah seftriakson, Sefiksim diberikan dengan dosis 7,5 mg/kg

diberikan dua kali sehari selama 14 hari, seftriakson 50-70 mg/kg satu kali

sehari selama 5 hari, dan aztreonam 50-70 mg/kg tiga kali sehari selama 7

hari.

f. Bila terjadi komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya

(Dikembangkan dari Sidabuntar, 2010 & Ngastiyah, 2014)

8. Konsep Tumbuh Kembang

Pertumbuhan (growth) merupakan masalah perubahan dalam ukuran

besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang

bisa diukur dengan berat (gram, kilogram), ukuran panjang (cm, meter).

(Ridha, 2014, p.86)

Perkembangan (deveploment) merupakan bertambahnya kemampuan

(skill/keterampilan) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks

dalam pola teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses

pemantangan. (Ridha, 2014, p.86)

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak, pasal 1 Ayat 1, Anak adalah seseorang yang


20

belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan. Sedangkan menurut definisi WHO, batasan usia anak adalah sejak

anak di dalam kandungan sampai usia 19 tahun. Berdasarkan Konvensi Hak-

hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa

pada tanggal 20 Nopember 1989 dan diratifikasi Indonesia pada tahun 1990,

Bagian 1 pasal 1, yang dimaksud Anak adalah setiap orang yang berusia di

bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak

ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal. (Depkes RI, 2014)

Faktor yang mempengaruhi tahap pertmbuhan dan perkembangan anak

menurut Ridha (2014), diantaranya:

a. Faktor Herediter

Herediter/keturunan merupakan faktor yang tidak dapat untuk dirubah ataupun

dimodifkasi, ini merupakan modal dasar untuk mendapatkan hasil akhir dari

proses tmbang anak. Misalnya, anak keturunan Eropa akan lebih tinggi dan

lebih besar jika dibandingkan dengan keturunan Asia termasuk Indonesia,

pertumbuhan postur tubuh wanita akan berbeda dengan laki-laki.

b. Faktor Lingkungan

1) Lingkungan Internal

Hal yang mempengaruhi diantaranya adalah hormon dan emosi.

Ada tiga hormon yang mempengaruhi pertumbuhan anak, hormon

somatotropin merupakan hormon yang mempengaruhi jumlah sel tulang,

merangsang sel otak pada masa pertumbuhan, kekurangan hormon ini

akan menyebabkan Gigantisme. Hormon Tiroid akan mempengaruhi


21

pertumbuhan tulang, kekurangan hormon ini akan menyebabkan

kreatinisme dan hormon Gonadotropin yang berungsi untuk merangsang

perkembangan seks laki-laki dan memproduksi spermatozoa, sedangkan

esterogen merangsang perkembangan seks sekunder wanita dan produksi

sel telur, kekuranga hormon ini akan menyebabkan terlambatnya

perkembangan seks.

Terciptanya hubungan yang hangat dengan orang lain seperti ayah,

ibu, saudara, teman sebaya, guru, dan sebagainya akan berpengaruh besar

terhadap perkembangan emosi, sosial, dan intelektual anak.

2) Lingkungan Eksternal

Dalam lingkungan eksternal ini banyak sekali yang mempengaruhinya,

diantaranya adalah kebudayaan, status sosial ekonomi keluarga, status

nutrisi, olahraga, dan posisi anak dalam keluarga.

c. Faktor Pelayanan Kesehatan

Dengan adanya pelayanan kesehatan yang memadai di sekitar lingkungan,

diharapkan tumbang anak dapat dipantau.

Tahap pertumbuhan dan perkembangan fisik anak (Ridha, 2014, hal. 89-94)

Tabel 2.1
Tumbuh kembang infant/bayi, umur 0-12 tahun
Umur Fisik Motorik Sensoris Sosialisasi
Umur Berat badan akan bayi berusaha untuk Mata Bayi sudah
1 meningkat 150-200 mengangkat kepala mengikuti mulai
bulan gr/mg, tinggi badan dengan dibantu oleh sinar ke tersenyum
meningkat 2,5 cm/bulan, orang tua, tubuh tengah pada orang
lingkar kepala meningkat ditengkurapkan, kepala yang ada
1,5 cm/bulan. Besarnya menoleh ke kiri kanan, disekitarnya
kenaikan seperti ini akan reflek menghisap,
berlangsung sampai bayi menelan, menggenggam
umur 6 bulan sudah mulai positif
22

Tabel 2.1 (Lanjutan)


Umur Fisik Motorik Sensoris Sosialisasi
Umur Fontanel Mengangkat kepala,dada Sudah bisa Mulai tertawa pada
2-3 posterior dan berusaha untuk mengikuti seseorang, senang
bulan sudah menahannya sendiri arah sinar jika tertawa keras,
menutup dengan tangan, ke tepi, menangis sudah
memasukkan tangan ke koordinasi mulai kurang
mulut, mulai berusaha ke atas dan
untuk meraih benda-benda ke bawah,
yang menarik yang ada mulai
disekitarnya, bisa di mendengark
dudukkan dengan posisi an suara
punggung disokong, mulai yang
asik bermain-main sendiri didengarnya
dengan tangan dan jarinya
Umur Berat badan Jika didudukkan kepala Sudah bisa Senang jika
4-5 menjadi dua sudah bisa seimbang dan mengenal berinteraksi dengan
bulan kali dari berat punggung sudah mulai orang-orang orang lain walaupun
badan lahir, kuat, bila ditengkurapkan yang sering belum pernah
ngeces sudah bisa mulai miring berada dilihatnya/dikenalnya
karena tidak dan kepala sudah bisa didekatnya, , sudah bisa
adanya tegak lurus, reflek primitif akomodasi mengeluarkan suara
koordinasi sudah mulai hilang, mata positif. pertanda tidak senang
menelan berusaha meraih benda bila mainan/benda
saliva sekitar dengan tangannya miliknya diambil
orang lain

Umur Berat badan Bayi sudah bisa - Sudah dapat


6-7 meningkat membalikkan badan membedakan orang
bulan 90-150 sendiri, memindahkan yang dikenalnya
gram/minggu anggota badan dari tangan dengan yang tidak
, tinggi badan yang satu ke tangan yang dikenalnya, jika
meningkat lainnya, mengambil bersama dengan
1,25 mainan dengan tangannya, orang yang belum
cm/bulan,ling senang memasukkan kaki dikenalnya bayi akan
kar kepala ke mulut, sudah mulai bisa merasa cemas, sudah
memasukkan makanan ke dapat menyebut atau
mulut sendiri mengeluarkan suara
em...em...em bayi
biasanya cepat
menangis jika
terdapat hal-hal yang
tidak disenanginya
akan tetapi akan
cepat tertawa lagi.
23

Tabel 2.1 (Lanjutan)


Umur Fisik Motorik Sensoris Sosialisasi
Umur 8-9 Sudah bisa duduk - Bayi tertarik Bayi mengalami
bulan dengan dengan benda- stranger
sendirinya, benda kecil
anxiety/merasa
koordinasi tangan yang adacemas terhadap
ke mulut sangat disekitarnya hal-hal yang
sering, bayi mulai belum dikenalnya
tengkurap sendiri (orang asing)
dan mulai belajar sehingga dia akan
untuk merangkak, menangis dan
sudah bisa mendorong serta
mengambil benda meronta-ronta,
dengan merangkul/memel
menggunakan uk orang yang
jari-jarinya. dicintainya, jika
dimarahi dia sudah
bisa memberikan
reaksi menangis
dan tidak senang,
mulai mengulang
kata-
kata”dada..dada”
tetapi belum
punya arti.
Umur 10- Berat badan 3 kali Sudah mulai Visual acuty Emosi positif,
12 bulan berat badan waktu belajar berdiri 20-50 positif, cemburu, marah,
lahir , gigi bagian tetapi tidak sudah dapat lebih senang pada
atas dan bawah bertahan lama, membedakan lingkungan yang
sudah tumbuh belajar berjalan bentuk. sudah
dengan bantuan, diketahuinya,
sudah bisa berdiri merasa takut pada
dan duduk situasi yang asing,
sendiri, mulai mulai mengerti
belajar akan akan perintah
dengan sederhana, sudah
menggunakan mengerti namanya
tangan, sudah bisa sendiri, sudah bisa
bermain menyebut ubi,
ci..luk...ba.., ummi.
mulai senang
mencoret-coret
kertas.
(Sumber: Ridha, 2014)
24

Tabel 2.2
Tumbuh kembang Toddler (BATITA); umur 1-3 tahun
Umur Motorik kasar Motorik halus
Umur 15 bulan Sudah bisa berjalan sendiri Sudah bisa memegangi
tanpa bantuan orang lain cangkir, memasukkan jari ke
lubang, membuka kotak,
melempar benda
Umur 18 bulan Mulai berlari tetapi masih Sudah bisa makan dengan
sering jatuh, menarik-narik menggunakan sendok, bisa
mainan, mulai senang naik membuka halaman buku,
tangga tetapi masih dengan belajar menyusun balok-
bantuan balok.
Umur 24 bulan Berlari sudah baik, dapat naik Sudah bisa membuka pintu,
tangga sendiri dengan kedua membuka kunci,
kaki tiap tahap menggunting sederhana,
minum dengan menggunakan
gelas atau cangkir, sudah
dapat menggunakan sendok
dengan baik
Umur 36 tahun Sudah bisa naik turun tangga Bisa menggambar lingkaran,
tanpa bantuan, memakai baju mencuci tangannya sendiri,
dengan bantuan, mulai bisa menggosok gigi.
naik sepeda roda tiga.
(Sumber: Ridha, 2014)
Tabel 2.3
Tumbuh kembang pra sekolah
Umur Motorik kasar Motorik halus Sosial Pertumbuhan
emosional fisik
Usia 4 Berjalan berjinjit, Sudah bisa - -
tahun melompat, menggunakan
melompat dengan gunting dengan
satu kaki, lancar, sudah
menangkap bola bisa
dan menggambar
melemparkannya kotak,
dari atas kepala. menggambar
garis vertical
maupun
horizontal,
belajar
membuka dan
memasang
kancung baju.
25

Tabel 2.3 (Lanjutan)


Umur Motrik Kasar Motorik Halus Sosial Pertumbuhan
Emosional Fisik
Usia 5 Berjalan mundur Menulis dengan Bermain Berat badan
tahun sambil berjinjit, angka-angka, sendiri mulai meningkat
sudah dapat menulis dengan berkurang, 2,5 kg/tahun,
menangkap dan huruf, menulis sering tinggi badan
melempar bola dengan kata- berkumpul meningkat
dengan baik, kata, belajar denga teman 6,75-7,5
sudah dapat menulis nama, sebaya, cm/tahun.
melompat dengan belajar mengikat interaksi
kaki secara tali sepatu. sosial selama
bergantian bermain
meningkat,
sudah siap
untuk
menggunakan
alat-alat
bermain
(Sumber: Ridha, 2014)
Tabel 2.4
Tumbuh kembang usia sekolah
Motorik Sosial emosional Pertumbuhan fisik
Lebih mampu Mencari lingkungan yang Berat badan
menggunakan otot-otot lebih luas sehingga meningkat 2-3
kasar daripada otot-otot cenderung sering peri dari kg/tahun, tinggi
halus. Misalnya loncat tali, rumah hanya untuk badan meningkat 6-
badminton, bola volley, bermain dengan teman, 7 cm/tahun
pada akhir masa sekolah saat ini sekolah sangat
motorik halus lebih berperan untuk
berkurang, anak laki-laki membentuk pribadi anak,
lebih aktif daripada anak disekolah anak harus
perempuan. berinteraksi dengan orang
lain selain keluarganya,
sehingga peranan guru
sangatlah besar.
(Sumber: Ridha, 2014)
26

Tabel 2.5
Tumbuh kembang remaja (Adolescent)
Pertumbuhan fisik Sosial emosional
Merupakan tahap pertumbuhan yang Kemampuan akan sosialisasi
sangat pesat, tinggi badan 25%, berat meningkat, relasi dengan teman
badan 50%, semua system tubuh wanita/pria akan tetapi lebih
berubah dan yang paling banyak penting dengan teman yang sejenis,
adalah sistem endokrin, bagian-bagian penampilan fisik remaja sangat
tubuh tertentu memanjang, misalnya penting karena mereka supaya
tangan,kaki, proporsi tubuh diterima oleh kawan dan disamping
memanjang. itu pula persepsi terhadap
badannya akan mempengaruhi
konsep dirinya, peranan orang
tua/keluarga sudah tidak begitu
penting tetapi sudah mulai beralih
pada teman sebaya.
(Sumber: Ridha, 2014)

B. Konsep Dasar Kebutuhan Nutrisi

1. Konsep Dasar Nutrisi

Menurut Kozier (2004) dalam buku Mubarak dan Chayatin (2008)

menyatakan istilah gizi berasal dari bahasa arab gizawi yang berati nutrisi.

Oleh para ahli istilah tersebut diubah menjadi gizi. Gizi adalah substansi

organik dan non-organik yang ditemukan dalam makanan dan dibutuhkan

oleh tubuh agar dapat berfungsi dengan baik.

Tubuh manusia terbentuk dari zat-zat yang berasal dari makanan.

Karenanya, manusia memerlukan asupan makanan guna memeproleh zat-

zat penting yang dkenal dengan istilah nutrisi tersebut. Nutrisi berfungsi

untuk membentuk dan memelihara jarinagn tubuh, mengatur proses-proses

dalam tubuh sebagai sumber tenaga, serta untuk melindungi tubuh dari

serangan penyakit.
27

Dalam konsep dasar nutrisi kita mengenal sebuah istilah yang disebut

dengan nutrien. Nutrien adalah sejenis zat kimia organik atau anorganik yang

terdapat dalam makanan dan dibutuhkan oleh tubuh untuk menjalankan fungsinya.

Setiap utrien memiliki komposisi kimia tertentu yang menampilkan sekurang-

kurangnya saat fungsi khusus pada saat dicerna dan diserap oleh tubuh. Asupan

makanan yang adekuat teridiri atas enam zat nutrisi esensial (kelompok nutrien)

yang seimbang. Nutrien mempunyai tiga fungsi utama yaitu:

a. Menyediakan energi untuk proses an pergerakan tubuh

b. Menyediakan “struktur material” untuk jaringan tubuh seperti tulang dan otot

c. Mengatur proses tubuh

Energi yang dihasilkan oleh nutrien atau makanan disebut sebagai “nilai kalori”.

Kalori = energi yang digunakan untuk pembakaran.

a. Jumlah kalori yang dihasilkan nutrien menurut Suitor & Hunter (1980) dalam

buku Mubarak dan Chayatin (2008) adalah:

1 g karbohidrat dan protein : 4 kkal

1 g lemak : 9 kkal

b. Rata-rata pemasukan energi menurut Guyton (1980) dalam buku Mubarak dan

Chayatin (2008) adalah:

45% energi karbohidrat

40 energi lemak

15% energi protein


28

2. Jenis – Jenis Nutrisi

Dalam buku Potter and Perry (2012), jenis –jenis nutrisi yang dibutuhkan oleh

tubuh, yankni:

a. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi utama dalam diet. Tiap gram

karbohidrat menghasilkan 4 kilokalori (kkal). Karbohidrat diperoleh

terutama dari tumbuhan, kecuali laktosa (gula susu). Karbohidrat

diklasifikasikan menurut unit gula atau sakarida.

b. Protein

Meskipun potein memeberikan sumber energi (4kkal/g), juga

penting untuk mensintesis (membangun) jaringan tubuh dalam

pertumbuhan, pemeliharaan, dan perbaikan. Bentuk protein yang paling

sederhana adalah asam amino. Asam amino esensial adalah yang tidak

dapat disintesis oleh tubuh tapi harus diberikan dalam diet.

Protein yang lengkap terdiri dari semua asam amino esensial dalam

kuantitas yang cukup untuk mendukung pertumbuhan dan

mempertahankan keseimbangan nitrogen. Protein yag lengkap juga

ditunjuk sebagai protein yang bernilai biologis tinggi. Contoh makanan

yang mengandung protein lengkap atau bernilai biologis tinggi adalah

daging, hewan ternak, telur dan susu. Contoh makanan yang mengandung

protein yang tidak lengkap adalah sereal, polong – polongan (kacang,


29

buncis), dan sayur – sayuran. Kombinasi dari satu protein yang tidak lengkap

dengan protein lain yang tidak lengkap menyediakan asam amino esensial

untuk mendukung pertumbuhan dan mempertahankan keseimbangan nitrogen.

c. Lipid

Lipid (lemak) merupakan nutrien padat yang paling berkalori dan

menyediakan 9 kkal per gram. Lipid termasuk lemak yang padat pada suhu

ruangan dan minyak yang cair pada suhu ruangan. Lipid tersusun dari karbon,

hidrogen dan oksigen, tapi propoesi setiap elemen berbeda dari karbohidrat.

Kebanyakan lemak hewan memiliki proporsi asam lemak jenuh yang tinggi,

sedangkan lemak sayuran memiliki jumlah yang tinggi akan asam lemak tidak

jenuh dan tidak jenuh majemuk.

d. Air

Air merupakan komponen kritis dalam tubuh karena fungsi sel bergantung

pada lingkungan cair. Air menyusun 60% samapai 70% dari seluruh berat

badan. Persentase seluruh air dalam tubuh lebih banyak untuk orang kurus

daripada orang gemuk karena otot terdiri dari banyak air daripada jaringan lain

kecuali darah.

e. Vitamin

Vitamin merupakan subtansi organik dalam jumlah kecil pada makanan yang

esensial untuk metabolisme normal. Tubuh tidak mampu mensintesis vitamin

dalam jumlah yang dibutuhkan dan bergantung pada asupan diet. Walaupun

vitamin terkandung di banyak makanan juga dipengaruhi oleh proses,

penyimpanan, persiapan. Kandungan vitamin tertinggi biasanya terdapat pada


30

makanan segar yang digunakan dengan cepat setelah terpapar panas, udara

dan air minimal.

f. Mineral

Mineral merupakan elemen esensial nonorganik pada tubuh sebagai katalis

dalam reaksi bokimia. Mineral diklasifikasiakan sebagai makromineral

ketikakebutuhan segari-hari adalah 100 mg atau lebih dan elemen renik

ketika kurang dari 100 mg yang diperlukan setiap hari.

3. Kebutuhan Nutrisi pada Anak

Perry & Potter (2012), membagi variabel perkembangan dalam meningkatkan

dan mempertahankan nutrisi yang sehat, diantaranya:

a. Bayi

Masa pertumbuhan ditandai oleh pertumbuhan yang cepat dan protein

yanng tinggi, vitamin, mineral dan kebutuhan energi. Bayi biasanya

menambah berat badannya menjadi dua kali lipat pada saat berusia 1

hingga 5 bulan dan tiga kali lipat pada usia tiga tahun. Asupan energi kira-

kira 108 kkal/kg berat badan yang diperlukan pada satu setengah masa

pertumbuhan dan 98 kkal/kg pada dua setengah. Bayi baru lahir dapat

mengabsorbsi karbohidrat, protein sederhana dan jumlah yang sedang dari

lemak yang dielmusi. Amilase, enzim pemecah zat tepung tidak ada

hingga kira-kira berusia 2,5 atau 3,5 bulan. Bayi memerlukan kira-kira 100

hingga 150 ml/kg/hari dari cairan karena porsi besar dari total berat badan

adalah air.
31

b. Todler dan Prasekolah

Kecepatan perkembangan turun ketika usia todler. Kebutuhan anak

akan kalori lebih rendah tetapi terdapat oeningkatan jumlah protein dalam

hubungan dengan berat badan. Kalsium dan fosfor penting untuk

perkembangan tulang. Todler lebih tertarik dalam lingkungan dan

meningkatkan keterampilan motorik dibanding dengan makanan.

Todler memerlukan minuman dua porsi (480 g) kelompok susu setiap

hari untuk memberikan protein, kalsium, riboflavin, dan vitamin A dan B12.

Susu yang diperkaya memberikan vitamin D dan tambahan vitamin A.

Keseluruhan susu harus digunakan sampai todler mencapa usia 2 tahun untuk

membantu meningkatkan asupan asam lemak yang cukup. Separuh dari

asupan protein todler harus mengandung nilai protein biologi tinggi. Todler

yang mengonsumsi lebih dari 720 g susu sehari daropada makanan lain dapat

menimbulkan anemia susu. Seluruh padi-padian, sereal ynag diperkaya dan

roti asalah sumber yang baik akan zat besi dengan tambahan pada daging.

Ketika daging diberikan pada todler, maka makanan harus dipotong kecil

untuk menghindari kemungkinan tersedak. Makanan tertentu, seperti hot dog,

permen, kacang, anggur, dan popcorn merupakan makanan yang lebih dering

diimplikasikan pada kematian karena tersedak dan hal itu harus dihindari.

Todler harus menerima empat porsi sehari dari kelompok buah dan

sayuran. Satu porsi harus mengandung vitmin C yang baik. Sayuran berdaun

hijau dan buaah kuning harus sering disajikan. Todler menyukai sayuran

mentah tapi jangan memberikan wortel yang mentah karena bahaya tersedak.
32

Empat porsi todler mulai dari roti dan sereal harus termasuk seluruh

padi-padian atau roti yang dierkaya nilai gizinya, sereal dan pasta. Sereal bayi

dapat berlanjut digunakan karena kandungan besi yang tinggi. Todler sering

menyukai sereal kering tapi sereal yang mengandung gulu atau gula pada

sereal harus dihindari. Selan empat dasar kelompok makanan, anak harus

memiliki 1 hingga 2 sendok teh margarin atau mentega untuk vitamin A.

Anak prasekolah memerlukan kira-kira 480 g susu setiap hari, 30

hingga 90 g dari kelompok daging, empat hingga lima porsi dari kelompok

buah dan sayuran (termasuk sumber vitamin C setiap hari dan porsi sayuran

dan buah-buahan berdaun hijau dan kuning tua), tiga porsi seluruh padi-padian

atau makanan yang diperkaya gizinya dari kelompok roti dan sereal, dan 3

hingga 4 sendok teh margarin atau mentega.

c. Anak Usia Sekolah

Anak-anak usia sekolah, 6 hingga 12 tahun, berkembang pada rata-rata

yang rendah dan terus menerus, dengan penurunan bertahap dalam kebutuhan

energi per unit berat badan. Anak usia sekolah mendapat 3 hingga 5 kg dalam

berat badan dan 6 cm dalam tinggi badan per tahun hingga pubertas.

Nafsu makan anak-anak usia sekolah lebih besar daripada mereka yang

lebih muda, dan asupan makanan lebih bervariasi. Asupan yang

direkomendasikan termasuk dua porsi dari kelompok susu, 60 hingga 90 g

kelompok makanan daging, empat porsi atau lebih dari kelompok buah dan

sayuran (denagn sumber vitamin C sehari dan sumber vitamin A setiap hari

yang lain), tiga hingga empat porsi dari seluruh padi-padian dan roti yang
33

diperkaya gizinya dan sereal, dan 1 hingga 2 sendok teh margarin atau

mentega.

d. Remaja

Selama remaja umur fisiologis merupakan panduan yang lebih baik untuk

kebutuhan nutrisi daripada umur kronologis. Masa remaja dimulai dengan

dorongan pertumbuhan pubertas pada akhir masa anak-anak dan berakhir

dengan kelengkapan pertumbuhan fisik. Kebutuhan kalori meningkat besar

untuk memenuhi permintaan metabolisme yang meningkat. Perempuan

memerlukan kira-kira 2200 kkal/hari; laki-laki 2500 hingga 3000 kkal/hari.

Kebutan protein meningkat untuk kebutuhan sehari-hari dari 45 hingga 59 g.

Kalsium penting untuk pertumbuhan tulang yang cepat bagi remaja, dan anak

perempuan memerlukan zat besi yang terus menrus untuk menggantikannya

pada pengeluaran menstrual. Anak laki-laki juga memerlukan zat besi yang

cukup untuk perkembangan otot. Yodium mendukung peningkatan aktivitas

tiroid, dan vitamin B kompleks mendukung aktivitas metabolis yang menjadi

tinggi.
34

C. Pengelolaan Klien dengan Gangguan Kebutuhan Nutrisi

Klien yang sakit atau lemah seringkali memiliki nafsu makan yang buruk.

Pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah gangguan

kebutuhan nutrisi menurut Potter & Perry (2012), yaitu:

1. Menstimulasi Nafsu Makan

Perawat dapat membantu menstimulasi nafsu makan klien dengan adaptasi

lingkungan, konsultasi dengan ahli gizi, ketentuan diet khusus dan pilihan

makanan, pemberian obat yang menstlumasi nafsu makan, dan konseling

klien dan keluarga.

a. Lingkungan

Apapun keadaan lingkungan, perawat bertanggungjawab menyedaikan

lingkungan yang kondusif untuk makan. Perawatan mulut harus

disediakan terlebih dahulu menghilangkan rasa yang tidak

menyenangkan. Klien perlu diposisikan dengan nyaman sehingga

makan lebih menyenangkan.

b. Ahli Gizi

Setalah makan, asupan makanan klien dievaluasi dan dicatat. Perwata

berbagi tanggungjawab dengan ahli gizi (ahli diet) untuk mengevaluasi

asupan makanan. Pengetahuan ahli gizi akan nutrisi normal dan terapi

nutrisi membantu perawat dalam merancang suatu rencana yag

memenuhi kebutuhan lien. Berbagai informasi tentang perhatian dan

respons terapi diet klien sangat menguntngkan perawat, ahli gizi, dan

klien.
35

c. Diet Terapeutik dan Suplemen Diet

Diet yang dimodifikasi atau yang terapeutik menunjukkan kebutuhan

khusus pada proses penyakit. Komponen-komponen diet yang

dimodifikasi termasuk isi nutrien yang spesifik, jumlah kilokalori, tekstur

makanan atau bumbu makanan. Terapi diet apapun hanya akan baik jika

keinginan klien mengikutinya. Klien yang memiliki kemampua untuk

ingesti makanan, dan yang tidak memiliki masalah dengan digesti atau

absorbsi, harus memperoleh kesempatan mencapai diet oral yang cukup.

Hal ini termasuk kebutuhan untuk suplemen diet seperti susu kocok,

nutrien modular yang ditambahkan pada makanan, atau produk suplemen

oral komersial, atau membuat makanan menjadi lebih menarik.

2. Terapi Diet dalam Manajemen Penyakit

Nutrisi yang baik penting bagi kesehatan dan penyakit, tetapi pola asupan diet

yang spesifik menghasilkan nutrisi yang baik seringkali harus dimodifikasi

dengan klien yang berpenyakit khusus. Modifikasi diet penting untuk

menyesuaikan dengan kemampuan tubuh untuk metabolisme penyakit

tertentu, memeriksa defisiensi nutrisi yang berhubungan dengan peyakit, dan

mengeliminasi makan yang meperburuk gejala penyakit.

3. Konseling Klien dan Keluarga

Klien yang keluar dari rumah sakit dengan diresepkan diet seringkali

memerlukan konseling diet untuk merencankan makanan yang memenuhi

kebutuhan diet khusus atau umum. Sama halnya pada lingkungan kesehatan

lain, klien yang mengalami defisit nutrisi atau masalah obesitas membutuhkan
bantuan dala perencanaan menu makan dan kepatuhan dengan terapi diet yang

direkomendasikan. Peranan konseling perawat termasuk keluarga dan

informasi tentang sumber-sumber komunitas.

Perencanaan makanan harus memperhitungkan anggaran kluaraga dan

perbedaan pilihan anggota keluarga. Makanan yang spesifik dipilih

berdasarkan resep atau standar pedoman diet seperti kelompok dasar makanan.

Makanan juga harus menyediakan variasi dalam makanan dan warna yang

kontras serta konistensinya. Untuk keluarga dengan anggran terbatas dapat

menggunakan pengganti.

4. Pemberian Makanan Oral

Perawat yang mempunyai tugas untuk memberi makan kepada beberapa klien

harus mendelegasikan tanggungjawab pemberian makan ke orang lain

sehingga semua klien dapat diberi makan tepat waktu, dan terencana dengan

baik.

5. Nutrisi Enteral

Nutrisi enteral adalah pada nutrien yang diberikan melalui selang

gastrointestinal. Hal ini termasuk makanan keseluruhan, campuran semua

makanan, suplemen oral, dan formula selang pemberian makan.

55
56

D. Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi

Pada Demam Typhus Abdominalis

1. Pengkajian

Pemeriksaan Fisik Pada Anak (Hidayat, 2008)

a. Pemeriksaan kesadaran.

Secara kualitatif didapatkan antara lain: compos mentis, apatis,

somnolen, sopor. Namun pada kasus Typhus abdominalis ini jarang

dijumpai klien hingga keadaan sopor.

b. Tanda – tanda vital

1) Tekanan darah: pemeriksaan ini untuk mengetahui adanya

gangguan pada sistem kardiovaskuler.

Tabel 2.6
Tekanan Darah Anak Menurut Umur
Umur Sistotik Diastolik
3 – 5 tahun 104 – 116 mmHg 63 – 74 mmHg
6 – 9 tahun 108 – 121 mmHg 71 – 81 mmHg
10 – 12 tahun 114 – 127 mmHg 77 – 83 mmHg

2) Nadi

Penilaian yang berkaitan dengan pemeriksaan nadi adalah adanya

takikardi. Takikardi ditandai dengan nadi sulit dihitung karea

frekuensinya sangat tinggi (lebih dari 200 kali per menit). Brakardi

yaitu frekuensi denyut jantung yang kurang dari normal.


57

Tabel 2.7
Frekuensi nadi
Usia Frekuensi Nadi Rata – rata
Lahir 140
1 bulan 130
1 – 6 bulan 130
6 – 12 bulan 115
1 – 2 tahun 110
2 – 4 tahun 105

3) Pemeriksaan suhu

Pemeriksaan ini dapat dilakukan melalui rektal, aksila, dan oral yang

digunakan untuk menilai keseimbangan suhu tubuh yang digunakan untuk

membantu menentukan diagnosis dini suatu penyakit.

Pada klien dengan Typhus abdominalis terdapat riwayat demam (> 38°C).

Demam muncul di sore hari, terus menetap hingga malam hari dan

menurun di pagi hari. Demam yang muncul mencapai puncaknya 39-

40°C. Pada pagi hari anak masih dapat beraktivitas secara normal.

4) Pemeriksaan Pernapasan

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menilai frekuensi, irama, kedalaman,

dan tipe atau pola pernapasan

Tabel 2.9
Pola Pernapasan
Pola Deskripsi
Pernapasan
Dispnea Susah napas yang ditunjukan dengan adanya retraksi dada
Bradipnea Frekuensi pernapasan lambat abnormal tapi iramnya teratur
Takipnea Pernapasan cepat dan dangkal
Hiperkapnea Pernapasan cepat dan dalam
Apnea Tidak ada napas
58

c. Pemeriksaan Kepala dan Leher

1) Pemeriksaan kepala

Saat lahir, ukuran lingkar kepala normalnya adalah 34-35 cm. Kemudian

akan bertambah sebesar ±0,5 cm/bulan pada bulan pertama atau menjadi

±44 cm. Pada 6 bulan pertama ini, pertumbuhan kepala paling cepat di

bandingkan dengan tahap berikutnya, kemudian tahun-tahun pertama

lingkar kepala bertambah tidak lebih dari 5 cm/tahun, setelah itu sampai

usia 18 tahun lingkar kepala hanya bertambah ±10 cm. Pemeriksaan ubun

– ubun apabila cekung kemungkinan terjadi dehidrasi dan malnutrisi.

Rambut yang rontok dan kemerahan memungkin-kan adanya malnutrisi.

2) Pemeriksaan leher

Ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid.

d. Pemeriksaan Mata

Pemeriksaan ini untuk menilai visus atau ketajaman mata. Apabila ditemukan

adanya anemis, pupil isokor, ikterik yang mengindikasikan adanya penyakit

lain.

e. Pemeriksaan Telinga

Pemeriksaan ini untuk mengetahui ada tidaknya gangguan pada indra

pendengaran, dengan menggunakan garputala. Selain itu adanya serumen

belebih pada telinga dapat menyebabkan telinga kotor dan mengganggu indra

pendengaran.
59

f. Pemeriksaan Mulut.

Anak dengan Typhus abdominalis ditemukan adanya lidah yang kotor (coated

tongue), bibir kering dan pecah-pecah, tepi lidah kemerahan.

g. Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan hidung dilakukan untuk menilai adanya kelainan bentuk hidung

juga untuk menentukan ada tidaknya epistaksis. Alat yang digunakan adalah

rhinoskopi anterior maupun posterior

h. Pemeriksaan kulit

Pemeriksaan ini untuk menilai warna adanya sianosis, ekzema, purpura,

eritema, turgor kulit, kelembaban kulit, edema.

i. Pemeriksaan Dada

1) Paru – Paru

Inspeksi : Perkembangan dada simetris

Palpasi : Vokal fremitus kanan kiri sama

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikular

2) Jantung

Inspeksi : Tidak ditemukan iktus kordis

Palpasi : Tak ditemukan nyeri tekan

Perkusi: Sonor, untuk menilai ada tidaknya kardiomegal

Auskultasi : Redup

3) Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Ada tidaknya asites, lesi pada permukaan abdomen


60

Auskultasi : Bising usus normal pada anak 3 – 5 kali/menit

Perkusi : Tympani

Palpasi : Nyeri pada ulu hati

j. Pemeriksaan Genitalia

Ada tidaknya kelainan pada anus dan rektum.

2. Pola Pengkajian Fungsional Gordon

a. Pola persepsi-manajemen kesehatan

Persepsi yang berhubungan dengan kesehatan dan kesejahteraan,

pengelolaan kesehatan, dan praktik pencegahan.

b. Pola metabolisme-nutrisi

Asupan makanan dan cairan yang berhubungan dengan kebutuhan

metabolik, mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah

kotor (coated tongue) yang khas pada klien dengan Tyfus abdominalis, dan

rasa pahit waktu makan.

1) Antropometri

Berat badan (BB)

a) Berat badan lahir rata-rata: 3,25 kg

b) Berat badan ideal (BBI) bayi (anak 0-12 bulan)

BBI = (umur(bln)/2) + 4

c) BBI untuk anak (1-10 tahun)

BBI = (umur(thn) x 2) + 8

d) BBI remaja dan dewasa menurut Tinggi Badan (BB/TB)

BBI = (TB-100)- 10%(TB-100) atau 0,9 x (TB-100)


61

Tinggi Badan (TB)

TB dapat di perkirakan berdasarkan rumus dari Behrman (1992), yaitu:

a) Perkiraan panjang lahir: 50 cm

b) Perkiraan panjang badan usia 1 tahun = 1,5 x panjang badan lahir

c) Perkiraan tinggi badan usia 2-12 tahun = (Umur x 6) + 77 = 6n + 77

Keterangan: n adalah usia anak dalam tahun, bila usia lebih 6 bulan di

bulatkan ke atas, bila 6 bulan atau kurang, di hilangkan.

Lingkar Kepala

Saat lahir, ukuran lingkar kepala normalnya adalah 34-35 cm. Kemudian akan

bertambah sebesar ±0,5 cm/bulan pada bulan pertama atau menjadi ±44 cm.

Pada 6 bulan pertama ini, pertumbuhan kepala paling cepat di bandingkan

dengan tahap berikutnya, kemudian tahun-tahun pertama lingkar kepala

bertambah tidak lebih dari 5 cm/tahun, setelah itu sampai usia 18 tahun lingkar

kepala hanya bertambah ±10 cm.

Lingkar Lengan Atas (LILA)

Ukuran lingkar lengan atas mencerminkan pertumbuhan jaringan lemak dan

otot yang tidak terpengaruh oleh keadaan cairan tubuh dan berguna untuk

menilai keadaan gizi dan pertumbuhan prasekolah.

Lipatan Kulit

Tebalnya lipatan kulit pada daerah triceps dan subskapular merupakan refleksi

pertumbuhan jaringan lemak di bawah kulit yang mencerminkan kecukupan

energi.
62

2) Biokimia

Pengkajian status nutrisi ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium. Klien

diperiksa darah dan urinnya yang meliputi pemeriksaan hemoglobin,

hemaktokrit, albumin. Albumin berfungsi untuk memelihara kesembangan

cairan dan elektrolit serta untuk transportasi nutrisi dan hormone.

Hemoglobin normal

a) Anak-anak : 10-16 g/dl

b) Bayi baru lahir : 12-24 g/dl

c) Hematokrit normalanak : 33-38%

Leukosit

a) Bayi baru lahir : 9000-30.000/mm3

b) Bayi/anak : 9000-12.000/mm3

Albumin normal

a) Anak : 4,0-5,8 gr/dl

b) Bayi : 4,4- 5,4 gr/dl

c) Bayi baru lahir : 2,9-5,4 gr/dl

c. Pola eliminasi

Pada klien dengan Typhus abdominalis kadang terjadi diare namun dapat juga

terjadi konstipasi. Produksi urine mengalami penurunan (kurang dari normal).

d. Pola aktivitas-latihan

Asupan makanan yang tidak cukup menyebabkan lemah, lemas.

e. Pola istirhat-tidur

Kemampuan tidur, istirahat, dan relaksasi.


63

f. Pola kogitif-persepsi

Menggambarkan persepsi sensorik, kemampuan berbahasa, ingatan, dan

pembuatan keputusan.

g. Pola konsep diri.

Persepsi diri, keyakinan, dan evaluasi terhadap makna diri.

h. Pola hubungan peran.

Peran keluarga dan sosial, khususnya hubungan orang tua-anak.

i. Pola reproduktif seksual

Masalah atau masalah potensial dengan seksualitas atau reproduksi.

j. Pola toleransi stres koping.

Tingkat toleransi stres dan pola koping, termasuk sistem pendukung.

k. Pola nilai kepercayaan

Keyakinan yang memengaruhi keputusan dan tindakan yang terkait

kesehatan.

(Potter & Perry, 2010)

3. Diagnosa

a. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002)

Definisi: Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolik.

Batasan karakteristik:

1) Berat badan 20% atau lebih di bawah rentang berat badan ideal

2) Bising usus hiperaktif

3) Cepat kenyang setelah makan


64

4) Diare

5) Kehilangan rambut berlebihan

6) Kelemahan otot penguyah

7) Kelemahan otot untuk menelan

8) Kerapuhan kapiler

9) Kesalahan informasi

10) Kesalahan persepsi

11) Ketidakmampuan memakan makanan

12) Kram abdomen

13) Kurang minat pada makanan

14) Membran mukosa pucat

15) Nyeri abdomen

16) Penurunan berat badan dengan asupan adekuat

17) Sariawan rongga mulut

18) Tonus otot menurun

Faktor yang berhubungan:

1) Faktor biologis

2) Faktor ekonomi

3) Gangguan psikososial

4) Ketidakmampuan makan

5) Ketidakmampuan mencerna makanan

6) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

7) Kurang asupan makanan


65

b. Intoleran Aktivitas (00092)

Definisi: Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk

mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang

harus atau yang ingin dilakukan.

Batasan karakteristik:

1) Dispnea setelah beraktivitas

2) Keletihan

3) Ketidaknyamanan setelah beraktivitas

4) Perubahan elektrokardiogram (EKG)

5) Respons frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas

6) Respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas

Faktor yang berhubungan:

1) Gaya hidup kurang gerak

2) Imobilitas

3) Ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen

4) Tirah baring

4. Intervensi

a. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh.

Hasil NOC:

1) Status Nutrisi (1004)

a) Asupan Gizi tidak menyimpang dari rentang normal.

b) Asupan makanan tidak menyimpang dari rentang normal.

c) Asupan cairan tidak menyimpang dari rentang normal.


66

d) Energi tidak menyimpang dari rentang normal.

e) Rasio berat/tinggi badan tidak menyimpang dari rentang normal.

f) Hidrasi tidak menyimpang dari rentang normal.

2) Status nutrisi: Asupan nutrisi (1009)

a) Asupan kalori sepenuhnya adekuat.

b) Asupan protein sepenuhnya adekuat.

c) Asupan lemak sepenuhnya adekuat.normal.

d) Asupan karbohidrat sepenuhnya adekuat.

e) Asupan serat sepenuhnya adekuat.

f) Asupan vitamin sepenuhnya adekuat.

g) Asupan mineral sepenuhnya adekuat.

Hasil NIC

1) Bantuan peningkatan berat badan (1240)

a) Timbang klien pada jam yang sama setiap hari.

b) Monitor mual muntah.

c) Berikan obat-obatan untuk meredakan mual dan nyeri sebelum makan.

d) Bantu klien untuk makan atau suapi klien.

e) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan dan menenangkan.

f) Sediakan suplemen makan jika diperlukan.

g) Sajikan makanan dengan menarik.

h) Kaji makanan kesukaan klien, bumbu kesukaan, apakah klien suka

makanan yang hangat atau dingin.

i) Berikan makanan yang sesuai dengan instruksi dokter untuk klien.


67

2) Manajemen nutrisi (1100)

a) Tentukan status gizi klien dan kemampuan [klien] untuk memenuhi

kebutuhan gizi.

b) Atur diet yang diperlukan (yaitu: menyediakan makanan protein tinggi;

menyarankan menggunakan rempah-rempah sebagai alternatif untuk

gara; menyediakan pengganti gula; menambah atau mengurangi

kalori).

c) Lakukan atau bantu klien terkait dengan perawatan mulut sebelum

makan

d) Bantu klien membuka kemasan makanan, memotong makanan, dan

makan, jika dipelukan.

e) Monitor kecenderungan terjadinya penurunan atau peningkatan berat

badan.

f) Anjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit klien sementara

[klien] berada di rumah sakit atau fasilitas perawatan, yang sesuai.

g) Beri obat-obatan sebelum makan, jika diperlukan.

b. Intoleran aktivitas

Hasil NOC:

Toleransi terhadap aktivitas (0005)

1) Saturasi oksigen ketika beraktivitas tidak terganggu.

2) Frekuensi nadi ketika beraktivitas tidak terganggu.

3) Frekuensi pernapsan ketika beraktivitas tidak terganggu.

4) Kemudahan bernapas ketika beraktivitas tidak terganggu.


68

5) Tekanan darah sistolik ketika beraktivitas tidak terganggu.

6) Tekanan darah diastolik ketika beraktivitas tidak terganggu.

7) Temuan/hasil EKG tidak terganggu.

8) Warna kulit tidak terganggu.

9) Kecepatan berjalan tidak terganggu.

10) Jarak berjalan tidak terganggu.

11) Toleransi dalam menaiki tangga tidak terganggu.

12) Kekuatan tubuh bagian atas tidak terganggu.

13) Kekuatan tubuh bagian bawah tidak terganggu.

14) Kemudahan dalam melakukan ADL tidak terganggu.

Hasil NIC:

1) Terapi aktivitas (4310)

a) Pertimbangkan kemampuan klien dalam berpartisipasi melalui aktivitas

spesifik.

b) Bantu klien untuk memilih aktivitas dan pencapaian tujuan melalui

aktivitas yang konsisten dengan kemampuan fisik, fisiologis dan sosial.

c) Bantu klien untuk fokus pada kekuatan [yang dimilikinya] dibandingkan

dengan kelemahan [yang dimilikinya].

d) Dorong aktivitas kreatif yang tepat.

e) Bantu klien untuk menjadwalkan waktu-waktu spesifik terkait dengan

aktivitas harian.

f) Ciptakan lingkungan yang aman untuk dapat melakukan pergerakan otot

secara berkala sesuai dengan indikasi.


69

g) Berkolaborasi dengan [ahli] terapi fisik, okupasi dan terapis

rekreasional dalam perencanaan dan pemantauan program aktivitas,

jika memang diperlukan.

h) Bantu klien dan keluarga untuk beradaptasi dengan lingkungan pada

saat mengakomodasi aktivitas yang diinginkan.

2) Manajemen Energi (0180)

a) Moitor intake/asupan nutrisi untuk mngetahui sumber energi yang

adekuat.

b) Anjurkan klien untuk memilih aktivitas-aktivitas fisik yang

membangun ketahanan.

c) Lakukan ROM aktif/pasif untuk menghilangkan ketegangan otot.

d) Anjurkan tidur siang bila diperlukan.

e) Evaluasi secara bertahap kenaikan level aktivitas klien.

(NANDA NIC NOC, 2015)

c. Evaluasi

1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002)

a) Status Nutrisi (1004) dalam rentang normal.

b) Status nutrisi: Asupan nutrisi (1009) sepenuhnya adekuat.

2) Intoleran Aktivitas (00092)

Toleransi terhadap aktivitas (0005) tidak terganggu.

(NANDA NIC NOC, 2015)


70

BAB III

METODE PENULISAN

A. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah dengan

judul ”Asuhan Keperawatan An. X dengan Gangguan Pemenehuan Kebutuhan

Nutrisi pada Typhus abdominalis di Rumah Sakit Umum Daerah

Temanggung” adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu

metode penulisan karya tulis ilmiah yang menggambarkan hasil asuhan

keperawatan dengan memfokuskan pada salah satu masalah penting yaitu

gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada Typhus abdominalis.

B. Metode Pengumpulan Data

1. Alat pengumpul data

Alat pengumpul data yang digunakan adalah lembar/format asuhan

keperawatan anak sebagaimana terlampir.

2. Instrumen alat ukur

Instrumen alat ukur yang digunakan pada gangguan pemenuhan

kebutuhan nutrisi adalah pengukuran antropometri menggunakan neraca

berat badan sesuai dengan pedoman Berat Badan Ideal (BBI).


71

3. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan

dokumentasi.

a. Wawancara

Penulis menggunakan teknik wawancara untuk mendapatkan data

subjektif dengan tujuan guna mengetahui dan mendapatkan informasi

tentang permasalahan yang dihadapi klien dengan gangguan pemenuhan

kebutuhan nutrisi pada Typhus abdominalis serta perkembangan kondisi

klien setelah dilakukan asuhan keperawatan gangguan pemenuhan

kebutuhan nutrisi pada Typhus abdominalis.

b. Observasi

Penulis menggunakan teknik observasi dengan tujuan untuk

mendapatkan data objektif yang berfokus pada klien dengan gangguan

pemenuhan kebutuhan nutrisi pada Typhus abdominalis.

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi digunakan penulis untuk mencari data-data

yang sudah ada pada catatan rekam medik klien.

4. Sampel

Sampel yang dipilih penulis dalam laporan kasus tugas akhir adalah

salah satu klien anak dengan Typhus abdominalis yang memiliki gangguan

pemenuhan kebutuhan nutrisi di Bangsal Seruni Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Temanggung.
72

5. Prosedur Penetapan Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara dimana subjek

dipilih karena keinginan penulis untuk mengambil kasus gangguan

pemenuhan kebutuhan nutrisi pada Typhus abdominalis.

6. Lokasi dan Waktu

Lokasi pengambilan kasus adalah di Bangsal Seruni Rumah Sakit

Umum Daerah Kabupaten Temanggung selama 5 hari pada tanggal 12 - 16

Desember 2016.

7. Analisis Data

Tahapan analisis data menurut Miles dan Humberman dalam jurnal Arfalah S,

dkk (2015), diantaranya yaitu :

a. Pengumpulan data

Penulis mencatat semua data secara subjektif maupun objektif apa

adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara di lapangan.

b. Reduksi data

Reduksi data adalah memilah-milah hal-hal pokok yang sesuai

dengan fokus penulisan yaitu gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada

Typhus abdominalis dengan menarik kesimpulan data yang sudah dipilih.

c. Penyajian data

Bentuk penyajian data dalam karya tulis ilmiah ini adalah asuhan

keperawatan anak dengan gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada

Typhus abdominalis.
73

d. Pengambilan keputusan atau verifikasi

Setelah data disajikan, maka perlu penarikan kesimpulan atau

verifikasi. Verifikasi dapat dilakukan dengan keputusan yang didasarkan pada

reduksi data. Bentuk dari verifikasi dalam karya tulis ilmiah ini adalah evalusi

terhadap asuhan keperawatan An. X dengan gangguan pemenuhan kebutuhan

nutrisi pada Typhus abdominalis.


74

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Biodata Klien (Biographic Information)

Klien adalah anak berinisial An. D dengan usia 6 tahun (29 Juni

2010), berjenis kelamin perempuan, beragam Islam, dan seorang pelajar.

Klien tinggal di Kranggan, Temanggung bersama kedua orangtua dan

kakak laki-lakinya. Klien datang ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Temanggung pada tanggal 10 Desember 2016 pukul 20.30

WIB. Klien diantar oleh kedua orangtuanya dengan diagnosa medis

Typhus abdominalis.

Ayah klien berinisial Tn. S, bertanggungjawab selama klien dirawat

di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung. Tn. S berumur 47

tahun, berjenis kelamin laki-laki, beragama Islam, berpendidikan sampai

jenjang SMP dan bekerja sebagai karyawan swasta. Ibu klien berinisial

Ny. S, berumur 40 tahun, berjenis kelamin perempuan, beragama Islam,

berpendidikan terakhir SMP, dan seorang ibu rumah tangga. Klien tinggal

di Kranggan, Temanggung bersama kedua orangtua dan kakak laki-lakinya

yang bernama An. P, berusia 13 tahun dan sedang menempuh pendidikan

SMP. Penulis melakukan pengkajian pada hari Senin, tanggal 12

Desember 2016, pukul 07.30 WIB di bangsal Seruni, Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Temanggung.


75

2. Pengkajian (Assessment)

a. Riwayat Kesehatan

Klien dibawa ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Temanggung pada hari Minggu, tanggal 10 Desember 2016, pukul 19.50

WIB dengan keluhan demam selama 7 hari dan meningkat pada sore

sampai pagi hari sebelum masuk rumah sakit, disertai dengan mual dan

muntah ketika ada masukan makanan. Sejak keluhan demam yang

dirasakan oleh An. D, ibu klien sudah mengajak An. D berobat ke dokter

terdekat dan diberikan obat namun setelah obat yang diberikan habis obat

tidak kunjung sembuh, kemudian ibu klien membawa klien ke Puskesmas

terdekat dan diberikan obat kembali akan tetapi tidak terjadi penurunan

demam.

An. D belum pernah dirawat di rumahsakit sebelumnya, baru

pertama kali mengalami sakit separah ini.

Keluarga klien tidak ada yang memiliki penyakit keturunan

maupun penyakit menular seperti Diabetes mellitus (DM) ataupun

Hepatitis B. Klien tidak memiliki alergi terhadap obat, makanan maupun

cuaca.

An. D merupakan anak kedua dari dua bersaudara, yang lahir pada

tanggal 29 Juli 2010. Saat mengandung An. D, ibu klien rutin melakukan

Antenatal Care (ANC) sebanyak 4 kali, ibu klien juga mendapatkan

multivitamin dari bidan. Persalinan kllien dilakukan secara sectio caesarea

(SC) karena terjadi peningkatan tekanan darah atau pre-eklampsia. Klien


76

lahir pada usia kehamilan 36 minggu, jenis kelamin perempuan, lahir sehat serta

menangis keras, dan tidak ada sianosis. Berat badan lahir klien adalah 3000 gram,

panjang 52 cm, dan lingkar kepala 32 cm.

Klien mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) dari lahir sampai kllien berusia 24

bulan (2 tahun), pemberian susu formula dimulai pada usia 6 bulan, makanan

pendamping ASI dimulai pada usia 8 bulan. Klien mulai tengkurap pada usia 4

bulan, duduk pada usia 8 bulan, merangkak pada usia 9 bulan, berdiri pada usia 11

bulan, berjalan serta berbicara pada usia 13 bulan. Berat badan klien saat ini

adalah 18 kg dan tinggi badan klien adalah 105 cm, klien juga mampu menulis

namanya sendiri dan berhitung. Klien diasuh oleh kedua orangtuanya, apabila

klien ditinggal oleh kedua orangtuanya karena suatu urusan tertentu, klien di

titipkan di rumah neneknya bersama dengan kakaknya. Kedua orangtua dan kakak

klien sangat menyayangi dan mencintai klien. Ketika dirawat dirumah sakit,

sesekali klien bermain dengan kakaknya ketika menjenguk klien. Saat di rumah

maupun saat dirawat di rumah sakit, klien lebih dekat dengan ibunya. Klien

berespon saat dajak berkomunikasi, klien juag bersedia saat dilibatkan dalam

melakukan tindakan keperawatan.

An. D sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap diantaranya pada saat

lahir mendapatkan imunisasi Bacillius Calmette-Guerin (BCG), usia 2 sampai 3

tahun mendapatkan imunisasi Hepatitis B I, II, II; Polio I,II; dan Difteri Pertusis

Tetanus (DPT) I, II; usia 4 tahun mendapatkan imunisasi Polio III dan DPT III,

usia 9 bulan mendapatkan imunisasi Polio IV dan Campak I, serta usia 6 tahun

mendapatkan imunisasi Campak II.


77

b. Data Umum Kesehatan Saat Ini

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran

compos mentis dengan Glasgow Coma Scale (GCS) 15 (Eye: 4, Motoric: 5,

Verbal: 6), tanda-tanda vital (TTV) menunjukkan nadi: 88 x/menit . suhu:

36,8°C , dan frekuensi pernafasan: 14 x/menit. Hasil antropometri dengan

berat badan 18 kg dan tinggi badan 105 cm. Kepala menunjukkan bentuk

mecocepal, tidak terdapat lesi, kulit kepala bersih, rambut bergelombang dan

sedikit rontok. Mata menunjukkan hasil konjungtiva anemis, sklera tidak

ikhterik, dan pupil isokhor. Pemriksaan hidung tidak menunjukkan adanya

pembesaran polip, tidak ada penumpukan sekret dan tidak terpasang O2.

Pemeriksaan mulut didapatkan bibir kering, lidah kotor (terdapat selaput putih

yang tebal pada bagian tengah lidah dan berwarna kemerahan dibagian ujung

dan tepi lidah), gigi bersih, tidak berlubang, tidak ada karies gigi. Bentuk

telinga tampak simetris antara kanan dan kiri, dan tidak ada penumpukan

serumen. Bentuk leher tampak normal, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,

pulsasi vena jugularis teraba kuat.

Pemeriksaan dada menunjukkan, pemeriksaan paru-paru dengan hasil

inspeksi: pergerakan dada simetris anatara kanan dan kiri, palpasi: vokal

fremitus teraba kanan dan kiri, perkusi: soonor, dan auskultasi: tidak ada suara

tambahan, vesikuler. Pemriksaan jantung menunjukkan inspeksi:ictus cordis

tidak tampak, palpasi: ictus cordis teraba, perkusi: redup dan auskultasi: S1

dan S2 reguler.

Pemeriksaan abdomen menunjukkan inspeksi: simetris, tidak ada lesi,


78

auskultasi: bising usus 10 x/menit, perkusi: meteorismus dan palpsi: tidak

terdapat pembesaran hati maupun limpa dan tidak terdapat nyeri tekan.

Pemeriksaan genetalia dengan bentuk tampak normal, tidak terdapat

rambut pubis, vagina dalam keadaan bersih.

Kulit berwarna sawo matang, turgor kulit elastis, saat dilakukan pitting

oedema < 2 detik, penyebaran rambut merata, kulit bersih dan tidak ada lesi.

Anus berbentuk normal dan tidak terdapat hemoroid.

Pada ekstremitas atas terpasang infus pada tangan kiri dan tidak ada

edema, ekstremitas bawah akral teraba hangat dan tidak ada edema. Kekuatan

otot berada pada skala 2 yaitu dapat menggerakan otot sesuai perintah.

c. Pola Pengakajian Fungsional Gordon

Ibu klien mengatakan bahwa kesehatan sangat penting bagi

keluraganya, maka ketika ada anggota keluarga yang sakit akan segera dibawa

ke pelayanan kesehatan terdekat.

Ibu klien mengatakan bahwa An. D tidak mau makan karena mual dan

ingin mutah, hasil pengkajian antropometri menunjukkan berat badan sebelum

sakit adalah 20 kg dan berat badan selama sakit adalah 18 kg. Berat badan

ideal An. D adalah 20 kg. Tinggi badan adalah 105 cm, sedangkan tinggi

badan ideal adalah 113 cm. Biokimia menunjukkan nilai Hemoglobin: 9

mg/dL, Leukosit: 5 10^3/uL, Hematokrit: 32 %, Trombosit: 147 10^3/uL, dan

nilai Eosinofil adalah 0. Hasil Clinical Sign / Klinis menunjukkan mukosa


79

bibir kering, rambut sedikit rontok, konjungtiva anemis, keadaan umum lemah,

dan terjadi penurunan berat badan. Diet klien sebelum sakit, makan 3 kali sehari

dengan menu seimbang, selama sakit diet klien adalah bubur saring, namun terjadi

penurunan nafsu makan dan apabila diberi makan klien langsung muntah.

Pola eliminasi klien sebelum sakit adalah BAB (buang air besar) rutin

sebnayak 1 kali sehari dengan konsistensi feces lembek dan berwarna kekuningan.

Sedangkan selama klien sakit, klien sama sekali belum BAB. Untuk BAK (buang

air kecil) sebelum klien sakit yaitu 5 kali sehari dengan warna urin jernih dan bau

khas urin, selama klien sakit BAK 2 kali sehari dengan warna urin kekuningan

dan bau khas urin.

Pola aktivitas aktivitas dan latihan klien sebelum sakit klien aktif, dan

sering bermain dengan kakak dan teman-temannya. Selama sakit, klien tampak

lemah, sering pusing dan berdebar-debar setelah melakukan aktivitas, aktivitas

klien juga terbatas karena terpasang infus, perawatan diri dibantu oleh orang

tuanya dan klien lebih banyak tidur dari biasanya.

Pola istirahat tidur klien sebelum sakit adalah 10 jam setiap hari, tidur jam

20.00 WIB sampai jam 05.00 WIB, klien juga mempunyai kebiasaan tidur pada

siang hari, kualitas tidur klien baik dan jarang terbangun. Selama klien sakit

terjadi perubahan pola istirahat tidur, klien menjadi lebih banyak tidur dan sering

terbagun pada malam hari, tidur klien kurang lebih 15 jam setiap hari.

Pola kognitif menunjukkan klien tidak mengalami gangguan pendengaran

maupun penglihatan, kemampuan rangsang klien baik.

Pola konsep diri-persepsi diri menunjukkan klien merasa nyaman


80

dengan perawat maupun tenaga medis yang lain, klien merasa takut dengan

tindakan medis, sedangkan orang tua klien merasa belum mengetahui dengan

kondisi anaknya, belum mengetahui tentang penyakit yang diderita anaknya

maupun penanganannya dan berharap anaknya segera sembuh dan pulang ke

rumah. Ibu klien juga tidak mampu menjawab pertanyaan seputar penyakit

yang diderita An. D.

Pola peran dan hubungan menunjukkan peran klien dalam keluarga

adalah seorang anak dan seorang adik, klien mempunyai hubungan yang baik

terhadap keluarga maupun dengan teman-teman sebayanya, klien juga lebih

dekat dengan ibunya.

Pola seksualitas-reproduksi menunjukkan klien berjenis kelamin

perempuan, klien beleum mengalami menstruasi, dan berada pada tahap

pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah.

Pola koping dan toleransi stress menunjukkan klien merasa tenang

apabila kedua orang tua menemani klien selama dirumah sakit, klien merasa

takut dengan prosedur medis dan lingkungan baru.

Pola keyakinan klien menunjukkan klien beragama Islam dan klien

selalu berdoa agar dapat segera sembuh.

d. Data Penunjang

Pemeriksaan laboratorium Hematologi pada tanggal 11 Desember 2016

menunjukkan: hemoglobin 9,0 g/dL(normal: 12,0 – 16,0), hematrokrit 32 %


81

(normal: 35 – 45), jumlah leukosit 4,8 10^3/uL (normal: 5,0 – 13,0), jumlah

eritrosit 4,83 10^6/uL (normal: 4,0 – 5,30), jumlah trombosit 157 10^3/uL

(normal: 150 – 440), MCV 74,8 fL (normal:75,0 – 91,0), MCH 25,4 pg

(normal: 25,0 – 33,0), MCHC 34,0 g/dL (normal: 32,0 – 36,0), eosinofil

0,0 % (normal: 2 – 4), basofil 0,1 % (normal: 0 – 2), netrofil 58,7 %

(normal: 32,0 – 52,0), limfosit 31,7 % (normal: 30,0 – 60,0), monosit 3,8

% (normal: 2,0 – 8,0), Laju Endap Darah (LED) 1 jam 42 mm (normal: 0 –

20), LED 2 jam 72 mm (normal: 8 – 20), hasil uji Widal: S Typhi O (+)

1/320 (normal: negatif), S Typhi H (+) 1/80 (normal: negatif).

Program terapi pada tanggal 12 Desember 2016 adalah infus KA-

EN 3A 30 tpm; injeksi Ceftriaxone 2 x 200mg; injeksi Dexamethasone 2 x

0,5ml; injeksi Ondancentrone 2 x 0,5ml; dan obat oral Pamol sirup 3 x

2,5ml

3. Perumusan Masalah Keperawatan

Diganosa Keperawatan yang muncul saat dilakukan pengkajian pada

tanggal 12 Januari 2016 pada pukul 07.30 WIB adalah Ketidakseimbangan

nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan

makanan, Intoleran aktvitas berhubungan dengan kelemahan, dan Defisiensi

pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan.

Diagnosa pertama yang muncul pada tanggal 12 Desember 2016 pada

pukul 07.30 WIB dengan hasil pengkajian data subjektif: klien mengatakan

mual dan muntah apabila makan, dan klien merasa tidak nafsu makan. Data
82

objektif menunjukkan, pengkajian Antropometri: Berat badan sebelum sakit

adalah 20 kg dan berat badan selam sakit adalah 28 kg, tinggi badan klien

adalah 105 cm; Biokimia: Hemoglobin: 9 mg/dL, Leukosit: 5 10^3/uL,

Hematokrit: 32 %, Trombosit: 147 10^3/uL, dan nilai Eosinofil adalah 0;

Clinical Sign/Klinis menunjukkan mukosa bibir kering, rambut sedikit rontok,

konjungtiva anemis, lidah kotor (terdapat selaput putih yang tebal di bagian

tengah lidah, berwarna merah di bagian ujung dan tepi lidah) dan keadaan

umum lemah; Diit: sebelum sakit klien makan 3 kali sehari dengan menu

seimbang, selama sakit diit klien adalah bubur saring dan klien tidak pernah

menghabiskan porsi diet yang diberikan.

Diagnosa keperawatan kedua setelah dilakukan pengkajian pada

tanggal 12 Desember 2016 pada pukul 07.30 WIB yaitu intoleran aktivitas

berhubungan dengan kelemahan didapatkan data subjektif: klien mengatkan

badan terasa lemah, terasa pusing dan berdebar-debar setelah melakukan

aktivitas, klien juga mengatakan badan mudah terasa lelah. Data objektif:

skala kekuatan otot berada pada pada skala 2 yaitu hanya dapat menggerakan

otot sesuai perintah namun tidak mampu menahan tahanan minimal, perwatan

diri dibantu oleh orangtanya dan klien lebih banyak tertidur.

Diagnosa keparawatan ketiga setelah dilakukan pengkajian pada

tanggal 12 Desember 2016 pukul 07.30 WIB yaitu defisiensi pengetahuan

berhubungan dengan kurang sumber informasi didapatkan data subjektif: ibu

klien mengatakan belum mengerti dan bingung dengan penyakit yang diderita

klien dan cara penanganannya. Data objektif: ibu klien tidak mapu menjawab
83

pertanyaan yang diajukan seputar penyakit klien.

4. Perencanaan Keperawatan

Setelah ditetapkan diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan

data dari pengkajian yang telah dilakukan, maka dilakukan perencanaan yang

akan diberikan kepada klien sesuai dengan masalah yang terdapat pada klien.

Sehingga tujuan dan kriteria hasil yang ditetapkan dapat tercapai.

Rencana keperawatan pada An. D pada tanggal 12 Desember 2016 di

bangsal Seruni Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung dengan

diagnosa keperawatan pertama Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan nutrisi setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 3 x 8 jam dapat teratasi dengan kriteria hasil

Nursing Outcomes Classification (NOC) antara lain: status nutrisi adekuat

dengan indikator; asupan gizi tidak menyimpang dari rentang normal

(menghabiskan porsi diit dari rumah sakit), asupan cairan tidak menyimpang

dari rentang normal (1500-1800 ml/hari), dan rasio berat badan/tinggi badan

tidak menyimpang dari rentang normal. Nursing Interventions Classification

(NIC) yang direncanakan antara lain bantuan peningkatan berat badan dengan

aktivitas-aktivitas: timbang klien pada jam yang sama, berikan obat-obatan

untuk meredakan mual sebelum makan, bantu klien untuk makan atau suapi

klien, ciptakan lingkungan yang menyenangkan dan menenangkan, dan

sediakan suplemen makanan jika diperlukan. Manajeman nutrisi dengan


84

aktivitas-aktivitas: tentukan status gizi klien dan kempuan [klien] untuk

memenuhi kebutuhan gizi, dan anjurkan keluarga untuk membawa makanan

favorit klien sementara klien berada di rumah sakit atau fasilitas perawatan yang

sesuai.

Rencana keperawatan untuk diagnosa keperawatan kedua yaitu intoleran

aktivitas berhubungan dengan kelemahan setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 3 x 8 jam teratasi dengan kriteria hasil Nursing Outcomes Clasiffication

(NOC) antara lain frekuensi nadi ketika beraktivitas tidak terganggu (60-

100x/menit), frekuensi pernapsan ketika beraktifitas tidak terganggu (14-22

x/menit), kekuatan tubuh bagian atas dan bawah tidak terganggu, dan kemampuan

dalam melakukan ADL. Nursing Interventions Classification (NIC) untuk

masalah keperawatan intoleran aktivitas antara lain: terapi aktivitas dengan

aktivitas-aktivitas yaitu, pertimbangkan kemampuan klien dalam berpartisipasi

dalam aktivitas spesifik, dan ciptakan lingkungan yang nyaman untuk dapat

melakukan pergerakan otot secara berkala sesuai engan indikasi. Manajemen

energi dengan aktivitas-aktivitas: moitor intake/asupan nutrisi untuk mngetahui

sumber energi yang adekuat, lakukan ROM aktif/pasif untuk menghilangkan

ketegangan otot, dan njurkan tidur siang bila diperlukan.

Diagnosa keperawatan ketiga yaitu defisiensi pengetahuan berhubungan

dengan kurang sumber pengetahuan setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 1 x 30 menit dapat teratasi dengan kriteria hasil Nursing Outcomes

Classiffications (NOC) antara lain: keluarga klien memahami karakter spesifik

penyakit, keluarga klien memahami tanda dan gejala, keluarga klien memahami
85

manfaat manajemen penyakit, dan keluarga klien memahami tanda dan

gejalapenyakit. Nursing Interventions Classification (NIC) untuk masalah

keperawatan defisiensi pengetahuan antara lain: pengajaran manajemen penyakit

dengan aktivitas-aktivitas yaitu kaji tingkat pengetahuan keluarga klien terkait

proses penyakit yang spesifik, kenali pengetahua keluarga klien mengenai kondisi

klien, jelaskan tanda-gejala yang umum dari penyakit, berikan informasi kepada

keluarga/orang terdekat klien mengenai perkembangan klien, berikan informasi

megenai pemeriksaan diagnostik yang tersedia, diskusikan gaya hidup yang

mungkin diperlukan untuk mencegah kompliksi, diskusikan pilihan terapi,

eksplorasi sumber-sumber dukungan yang ada, edukasi klien mengenai tanda dan

gejala yang harus dilaporkan kepada petugas kesehatan, dan review pengetahuan

klien mengenai kondisi klien

5. Pelaksanaan dan Implementasi Keperawatan

Tanggal 12 Desember 2016 dilakukan implementasi pada An. D mulai

pukul 07.30 WIB. Implementasi untuk diagnosa keperawatan

ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kurang asupan makanan antara lain: menentukan status gizi klien dan

kempuan [klien] untuk memenuhi kebutuhan gizi, didapatkan respon subjektif

yaitu ibu klien mengatakan klien tidak mau makan diet dari sumah sakit, klien

hanya mau minum air putih , dan apabila disuapi klien merasa mual dan ingin

muntah. Respon objektif menunjukkan klien tampak lemah, bibir kering,

konjungtiva anemis, dan lidah kotor. Pukul 07.45 WIB penulis menciptakan
86

lingkungan yang meyenangkan dan menenangkan, didapatkan respon subjektif

yaitu ibu klien mengatakan klien lebih suka makan di tempa yang bersih dan rapi.

Respon objektif didapatkan klien tampak senang. Pukul 08.00 WIB penulis

menimbang berat badan klien setiap hari dengan respon objektif BB 18kg. Pukul

10.00 WIB penulis menganjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit

klien sementara klien berada di rumah sakit yang sesuai dengan respon subjektif

ibu klien mengatakan bersedia, respon objektif klien diberi makanan bubur

sumsum yang dibawa dari rumah dan klien tampak mau makan walaupun hanya

sedikit. Pukul 11.00 WIB memberikan obat injeksi Ondacentron 0,5 ml dan

Dexamethasone 0,5 ml yaitu obat untuk mengatasi mual dan muntah didapatkan

respon subjektif klien mengatakan bersedia diberikan obat injeksi, respon objektif

didapatkan klien tampak menahan sakit saat obat injeksi diberikan. Pukul 12.00

WIB memberikan suplemen makanan Vitacur 2,5 cc dengan respon subjektif

klien mengatakan bersedia minum suplemen yang diberikan.

Implementasi untuk masalah keperawatan intoleran aktivitas berhubungan

dengan kelemahan yang penulis lakukan antara lain: pukul 08.15 mengkaji

kemampuan klien dalam melakukan aktivitas didapatkan respon subjektif ibu

klien mengatakan setiap kegiatan klien selalu dibantu oleh orangtuanya, respon

objektif didapatkan klien tampak lemah, RR 12 x/menit, nadi 88x/menit, hanya

berbaring di tempat tidur dan skala kekuatan otot 2 yaitu hanya dapat

menggerakan otot sesuai perintah. Pukul 08.30 WIB penulis menciptakan

lingkungan yang aman untuk dapat melakukan pergerakan otot secara berkala

didapatkan respon subjektif ibu klien mengatakan ketika keadaan disekitar aman
87

maka akan mempermudah melakukan aktivitas bagi klien, respon objektif

didapatkan klien tampak lemah, dan klien lebih banyak tidur. Pukul 08.45 WIB

penulis memonitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang

adekuat didapatkan respon subjektif ibu klien mengatakan klien belum mau

memakan diet yang diberikan rumahsakit, respon objektif didapatkan klien

tampak lemah. Pukul 09.15 WIB penulis mengajarkan Range of Motion (ROM)

aktif untuk menghilangkan ketegangan otot didapatkan respon subjektif klien

mengatakan bersedia, respon objektif klien tampak memperhatikan arahan yang

diberikan dan klien mampu mempraktekkan secara mandiri. Pukul 13.00 WIB

penulis menganjurkan klien untuk tidur siang didapatkan respon subjektif klien

bersedia mengikuti anjuran.

Tanggal 13 Desember 2016 dilakukan implementasi pada An. D mulai

pukul 07.30 WIB. Implementasi untuk diagnosa keperawatan

ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kurang asupan makanan antara lain: menentukan status gizi klien dan

kempuan [klien] untuk memenuhi kebutuhan gizi, didapatkan respon subjektif

yaitu ibu klien mengatakan klien mau makan 3 sendok makan, minum teh,

namun masih mual saat terdapat asupan makanan. Respon objektif

menunjukkan klien tampak lemah, bibir kering, konjungtiva anemis, dan lidah

kotor. Pukul 07.45 WIB penulis menciptakan lingkungan yang meyenangkan

dan menenangkan, didapatkan respon subjektif yaitu ibu klien mengatakan

klien lebih suka makan di tempat yang bersih dan rapi. Respon objektif

didapatkan klien tampak senang. Pukul 08.00 WIB penulis menimbang berat
88

badan klien setiap hari dengan respon objektif BB 18 kg. Pukul 10.00 WIB

penulis menganjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit klien sementara

klien berada di rumah sakit yang sesuai dengan respon subjektif ibu klien

mengatakan bersedia, respon objektif klien diberi makanan agar-agar yang dibawa

dari rumah dan klien tampak mau makan. Pukul 11.00 WIB memberikan obat

injeksi Ondacentron 0,5 cc yaitu obat untuk mengatasi mual dan muntah

didapatkan respon subjektif klien mengatakan bersedia diberikan obat injeksi,

respon obyektf didapatkan klien tampak menahan sakit saat obat injeksi diberikan.

Pukul 12.00 WIB memberikan suplemen makanan Vitacur 2,5 cc dengan respon

subjektif klien mengatakan bersedia minum suplemen yang diberikan.

Implementasi untuk masalah keperawatan intoleran aktivitas berhubungan

dengan kelemahan yang penulis lakukan antara lain: pukul 08.15 mengkaji

kemampuan klien dalam melakukan aktivitas didapatkan respon objektif ibu klien

mengatakan setiap kegiatan klien masih dibantu oleh orangtuanya, respon objektif

didapatkan klien tampak lemah, RR 14 x/menit, nadi 88x/menit, sudah mulai

duduk dan skala kekuatan otot 3 yaitu hanya dapat menggerakan otot dan

menahan beban minimal. Pukul 08.30 WIB penulis menciptakan lingkungan yang

aman untuk dapat melakukan pergerakan otot secara berkala didapatkan respon

subjektif ibu klien mengatakan ketika keadaan disekitar aman maka akan

mempermudah melakukan aktivitas bagi klien, respon objektif didapatkan klien

tampak lemah, dan sudah mulai banyak duduk. Pukul 08.45 WIB penulis

memonitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang adekuat

didapatkan respon subjektif ibu klien mengatakan klien mau memakan diet yang
89

diberikan rumahsakit, respon objektif didapatkan klien tampak lemah. Pukul

09.15 WIB penulis mengajarkan Range of Motion (ROM) aktif untuk

menghilangkan ketegangan otot didapatkan respon subjektif klien mengatakan

bersedia, respon objektif klien tampak memperhatikan arahan yang diberikan dan

klien mampu mempraktekkan secara mandiri. Pukul 13.00 WIB penulis

menganjurkan klien untuk tidur siang didapatkan respon subjektif klien bersedia

mengikuti anjuran.

Tanggal 14 Desember 2016 dilakukan implementasi pada An. D mulai

pukul 07.30 WIB. Implementasi untuk diagnosa keperawatan ketidakseimbangan

nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan

makanan antara lain: menentukan status gizi klien dan kempuan [klien] untuk

memenuhi kebutuhan gizi, didapatkan respon subjektif yaitu ibu klien mengatakan

klien sudah mau makan diet dari rumah sakit dan mual berkurang. Respon

objektif menunjukkan klien tampak lemah, bibir kering, konjungtiva anemis, dan

lidah kotor. Pukul 07.45 WIB penulis menciptakan lingkungan yang

meyenangkan dan menenangkan, didapatkan respon subjektif yaitu ibu klien

mengatakan klien lebih suka makan di tempa yang bersih dan rapi. Respon

objektif didapatkan klien tampak senang. Pukul 08.00 WIB penulis menimbang

berat badan klien setiap hari dengan respon objektif BB 18,1 kg. Pukul 10.00 WIB

penulis menganjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit klien sementara

klien berada di rumah sakit dengan respon subjektif ibu klien mengatakan

bersedia, respon objektif klien diberi makanan bubur sumsum yang dibawa dari

rumah dan klien tampak mau makan walaupun hanya sedikit. Pukul 11.00 WIB
90

memberikan obat injeksi Ondacentron 0,5 cc yaitu obat untuk mengatasi mual dan

muntah didapatkan respon subjektif klien mengatakan bersedia diberikan obat

injeksi, respon obyektf didapatkan klien tampak menahan sakit saat obat injeksi

diberikan. Pukul 11.30 membantu klien makan dengan menyuapi klien dengan

respon subjektif klien mengatakan mau makan, respon objektif didapatkan klien

klien menghabiskan porsi diet yang diberikan rumh sakit yang terdisi dari bubur

kasar, sepotong tempe, sup dan minum teh setengah gelas. Pukul 12.00

memberikan suplemen makanan Vitacur 2,5 cc dengan respon subjektif klien

mengatakan bersedia minum suplemen yang diberikan.

Implementasi untuk masalah keperawatan intoleran aktivitas berhubungan

dengan kelemahan yang penulis lakukan antara lain: pukul 08.15 mengkaji

kemampuan klien dalam melakukan aktivitas didapatkan respon objektif ibu klien

mengatakan setiap kegiatan klien masih dibantu oleh orangtuanya, respon objektif

didapatkan klien tampak lemah, RR 14 x/menit, nadi 88x/menit, klien tampak

berjalan kekamar mandi sendiri, makan sendiri dan skala kekuatan otot 4 yaitu

hanya dapat menggerakan otot dan menahan beban maksimal. Pukul 08.30 WIB

penulis menciptakan lingkungan yang aman untuk dapat melakukan pergerakan

otot secara berkala didapatkan respon subjektif ibu klien mengatakan ketika

keadaan disekitar aman maka akan mempermudah melakukan aktivitas bagi klien,

respon objektif didapatkan klien tampak lemah. Pukul 08.45 WIB penulis

memonitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang adekuat

didapatkan respon subjektif ibu klien mengatakan klien mau memakan diet yang

diberikan rumahsakit, respon objektif didapatkan klien tampak lemah. Pukul


91

09.15 WIB penulis mengajarkan Range of Motion (ROM) aktif untuk

menghilangkan ketegangan otot didapatkan respon subjektif klien mengatakan

bersedia, respon objektif klien tampak memperhatikan arahan yang diberikan dan

klien mampu mempraktekkan secara mandiri melakukan ROM. Pukul 13.00 WIB

penulis menganjurkan klien untuk tidur siang didapatkan respon subjektif klien

bersedia mengikuti anjuran.

Implementasi untuk masalah keperawatan defisiensi pengetahuan

berhubungan dengan kurang sumber informasi anatara lain: pukul 13.00 WIB

penulis mengkaji tingkat pengetahuan keluaraga klien terkait dengan proses

penyakit didapatkan respon subjektif yaitu ibu klien mengatakan belum

mengetahui tentang kondisi, penyakit yang diderita anaknya dan cara

penanganannya, respon objektif menunjukkan ibu klien mampu menjawab

pertanyaan seputar penyakit dan kondisi anaknya. Pukul 13.15 WIB penulis

menjelaskan tentang proses penyakit, penyebab, tanda gejala, pencegahan,

komplikasi, dan manajemen penanganan penyakit didapatkan data subjektif ibu

klien mengatakan bersedia diberikan penjelasan, respon obektif didapatkan ibu

klien tampak memperhatikan penjelasan yang diberikan. Pukul 13.45 penulis

mereview ulang pengetahuan ibu klien mengenai penyakit dan kondisi klien

diadapatkan respon subjektif ibu klien mengatakan sudah mngerti tentang

penyakit dan kondisi anaknya sekarang ini, respon objektif didapatkan ibu klien

mampu menjelaskan tentang kondisi anaknya, proses penyakit serta manajemen

penanganan penyakit.
92

6. Evaluasi

Evaluasi hari pertama yang dilakukan pada tanggal 12 Desember 2016

pukul 14.00 WIB. Evaluasi untuk masalah keperawatan ketidakseimbangan

nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan

makanan yaitu data subjektif (S) didapatkan ibu klien mengatakan klien tidak

mau makan, minum air putih, namun masih mual saat terdapat asupan

makanan. Data objektif (O) didapatkan Antropometri: berat badan 18kg;

Biokimia: Hemoglobin: 9 mg/dL, Leukosit: 5 10^3/uL, Hematokrit: 32 %,

Trombosit: 147 10^3/uL, dan nilai Eosinofil adalah 0; Clinical Sign/Klinis

menunjukkan mukosa bibir kering, rambut sedikit rontok, konjungtiva anemis,

lidah kotor (terdapat selaput putih yang tebal di bagian tengah lidah, berwarna

merah di bagian ujung dan tepi lidah) dan keadaan umum lemah; Diit: klien

makan 3 sendok, satu gelas teh, dan minum air putih. Assesment (A): masalah

keperawatan ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan belum teratasi.

Planning (P): melanjutkan intervensi dengan aktivitas-aktivitas yaitu

identifikasi intake klien, ciptakan lingkungan yang meyenangkan dan

menenangkan, menimbang berat badan klien setiap hari, anjurkan keluarga

untuk membawa makanan favorit klien sementara klien berada di rumah sakit,

dan bantu klien makan dengan menyuapi klien.

Evaluasi hari kedua yang dilakukan pada tanggal 13 Desember 2017.

Evaluasi untuk masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makanan yaitu data

subjektif (S) didapatkan ibu klien mengatakan klien mau makan 3 sendok
93

makan, minum teh, namun masih mual saat terdapat asupan makanan. Data

objektif (O) didapatkan Antropometri: berat badan 18,1 kg; Biokimia:

Hemoglobin: 9 mg/dL, Leukosit: 5 10^3/uL, Hematokrit: 32 %, Trombosit: 147

10^3/uL, dan nilai Eosinofil adalah 0; Clinical Sign/Klinis menunjukkan mukosa

bibir kering, rambut sedikit rontok, konjungtiva anemis, lidah kotor (terdapat

selaput putih yang tebal di bagian tengah lidah, berwarna merah di bagian ujung

dan tepi lidah) dan keadaan umum lemah; Diet: klien makan 3 sendok, satu gelas

teh, dan minum air putih. Assesment (A): masalah keperawatan

ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan belum teratasi. Planning (P):

melanjutkan intervensi dengan aktivitas-aktivitas yaitu identifikasi intake klien,

ciptakan lingkungan yang meyenangkan dan menenangkan, menimbang berat

badan klien setiap hari, anjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit klien

sementara klien berada di rumah sakit, dan bantu klien makan dengan menyuapi

klien.

Evaluasi hari ketiga yang dilakukan pada tanggal 14 Desember 2017.

Evaluasi untuk masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makanan yaitu data subjektif

(S) didapatkan ibu klien mengatakan klien mau makan, minum teh, dan sudah

tidak mual. Data objektif (O) didapatkan Antropometri: berat badan 18,1 kg;

Biokimia: Hemoglobin: 9 mg/dL, Leukosit: 5 10^3/uL, Hematokrit: 32 %,

Trombosit: 147 10^3/uL, dan nilai Eosinofil adalah 0; Clinical Sign/Klinis

menunjukkan mukosa lembab, rambut sedikit rontok, konjungtiva anemis, lidah

kotor (terdapat selaput putih yang tebal di bagian tengah lidah, berwarna merah di
94

bagian ujung dan tepi lidah) dan keadaan umum lemah; Diit: klien menghabiskan

diet yang diberikan rumahsakit, satu gelas teh, dan minum air putih. Assesment

(A): masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan

teratasi. Planning (P): hentikan intervensi.

Evaluasi hari pertama apada tanggal 12 Desember 2016 untuk masalah

intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan yaitu data subjektif (S)

didapakan klien mengatakan badan masih terasa lemas, data objektif (O)

didapatkan klien tampak lemah, RR 12 x/menit, nadi 88x/menit, skala kekuatan

otot 3 yaitu dapat menggerakan otot dan menahan beban minimal, dan perawatan

diri masih dibantu oleh keluarganya. Assesment (A): masalah keperawatan

intoleran aktivitas belum teratasi. Planning (P): lanjutkan intervensi dengan

aktivtas-aktivitas kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas, ciptakan

lingkungan yang aman untuk dapat melakukan pergerakan otot secara berkala,

monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang adekuat,

ajarkan Range of Motion (ROM) aktif untuk menghilangkan ketegangan otot, dan

anjurkan klien untuk tidur siang.

Evaluasi hari kedua pada tanggal 13 Desember 2016 untuk masalah

intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan yaitu data subjektif (S)

didapakan klien mengatakan badan masih terasa lemas, data objektif (O)

didapatkan klien tampak lemah, RR 14 x/menit, nadi 88x/menit, skala kekuatan

otot 3 yaitu dapat menggerakan otot dan menahan beban minimal, dan perawatan

diri masih dibantu oleh keluarganya. Assesment (A): masalah keperawatan

intoleran aktivitas belum teratasi. Planning (P): lanjutkan intervensi dengan


95

aktivtas-aktivitas kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas, ciptakan

lingkungan yang aman untuk dapat melakukan pergerakan otot secara berkala,

monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang adekuat,

ajarkan Range of Motion (ROM) aktif untuk menghilangkan ketegangan otot,

dan anjurkan klien untuk tidur siang.

Evaluasi hari ketiga pada tanggal 14 Desember 2016 untuk masalah

intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan yaitu data subjektif (S)

didapakan klien mengatakan sudah bisa melakukan aktivitas, data objektif (O)

didapatkan klien tampak lemah, RR 14 x/menit, nadi 88x/menit, skala

kekuatan otot 4 yaitu dapat menggerakan otot dan menahan beban maksimal,

dan perawatan diri sudah mandiri namun harus dengan pengawasan.

Assesment (A): masalah keperawatan intoleran aktivitas teratasi. Planning (P):

hentikan intervensi.

Evaluasi untuk masalah keperawatan defisiensi pengetahuan

berhubungan dengan kurang sumber informasi yaitu data subjektif (S)

didapatkan ibu klien mengatakan sudah mengerti dengan penyakit, kondisi

dan penanagan klien. Data objektif (O) didapatkan ibu klien mampu

menjelaskan tentang penyakit, kondisi anaknya, dan manajemen penanganan

penyakit. Assesment (A): masalah keperawatan teratasi. Planning (P):

hentikan intervensi.
96

B. Pembahasan

Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada

An. D dengan gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada diare akut

dehidrasi sedang Typhus abdominalis di bangsal Seruni Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Temanggung dari pengkajian sampai evaluasi mulai

tanggal 12 Desember 2016 sampai 14 Desember 2016.

Penulis memperoleh data pengkajian dari hasil wawancara dengan

keluarga, melakukan pemeriksaan fisik, dan kolaborasi dengan laboratorium

dalam melakukan pemeriksaan penunjang.

1. Pengkajian

Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya

mengenai saluran cerna, dengan gejala kurang lebih 1 minggu, gangguan

pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Sodikin, 2011, p.240).

Diagnosa Typhus abdominalis dapat ditegakkan karna sesuai dengan

manifestasi klinis yaitu demam lebih dari 1 minggu dengan karakteristik

demam naik pada sore sampa malam hari dan menurun pada pagi hari,

lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), bibir kering dan pecah-

pecah, dan mual. (Suriadi, 2010, p.255)

Dokter menegakkan diagnosa medis Typhus abdominalis karena

saat dilakukan pengkajian didapatkan data ibu klien mengatakan mual dan

muntah apabila makan, dan klien merasa tidak nafsu makan. Data objektif

menunjukkan, pengkajian Antropometri: Berat badan sebelum sakit adalah

20 kg dan berat badan selam sakit adalah 18 kg, tinggi badan klien adalah
97

105 cm; Biokimia: Hemoglobin: 9 mg/dL, Leukosit: 5 10^3/uL, Hematokrit: 32

%, Trombosit: 147 10^3/uL, dan nilai Eosinofil adalah 0; Clinical Sign/Klinis

menunjukkan mukosa bibir kering, rambut sedikit rontok, konjungtiva anemis,

lidah kotor (terdapat selaput putih yang tebal di bagian tengah lidah, berwarna

merah di bagian ujung dan tepi lidah) dan keadaan umum lemah; Diit:

sebelum sakit klien makan 3 kali sehari dengan menu seimbang, selama sakit

diit klien adalah bubur saring dan klien tidak pernah menghabiskan porsi diet

yang diberikan.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kurang asupan makanan.

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh adalah

asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.

(NANDA, 2015). Diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi:

kurang dari kebutuhan tubuh dapat ditegakkan sesuai dengan batasan

karakteristiknya yaitu berat badan 20% atau lebih di bawah rentang berat

badan ideal, bising usus hiperaktif, cepat kenyang setelah makan, diare,

gangguan sensari rasa, kehilangan rambut berlebihan, kelemahan otot

pengunyah, kelemahan otot untuk menelan , kerapuhan kapiler, kesalahan

informasi, kesalahan persepsi, ketidakmampuan memakan makanan, kram

abdomen, kurang informasi, kurang minat pada makanan , membran

mukosa pucat, nyeri abdomen, penurunan berat badan dengan asupan


98

makanan adekuat, sariawan rongga mulut, tonus otot menurun. (NANDA, 2015)

Penulis menegakkan diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi:

kurang dari kebutuhan tubuh karena hasil pengkajian didapatkan data subjektif:

klien mengatakan mual dan muntah apabila makan, dan klien merasa tidak nafsu

makan. Data objektif menunjukkan, pengkajian Antropometri: Berat badan

sebelum sakit adalah 20 kg dan berat badan selam sakit adalah 28 kg, tinggi badan

klien adalah 105 cm; Biokimia: Hemoglobin: 9 mg/dL, Leukosit: 5 10^3/uL,

Hematokrit: 32 %, Trombosit: 147 10^3/uL, dan nilai Eosinofil adalah 0; Clinical

Sign/Klinis menunjukkan mukosa bibir kering, rambut sedikit rontok, konjungtiva

anemis, lidah kotor (terdapat selaput putih yang tebal di bagian tengah lidah,

berwarna merah di bagian ujung dan tepi lidah) dan keadaan umum lemah; Diit:

sebelum sakit klien makan 3 kali sehari dengan menu seimbang, selama sakit diit

klien adalah bubur saring dan klien tidak pernah menghabiskan porsi diet yang

diberikan. Hasil pengkajian tersebut sudah sesuai dengan batasan karakteristik

pada diagnosa ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh. Asupan

makanan dan cairan yang berhubungan dengan kebutuhan metabolik, mual dan

muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor (coated tongue) yang

khas pada klien dengan Typhus abdominalis, dan rasa pahit waktu makan. (Potter

& Perry, 2010)

Aalasan penulis mengangkat diagnosa keperawatan ketidakseimbangan

nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh karena nutrisi menjadi hal yang penting

dalam proses penyembuhan penyakit Typhus abdominalis karena bila asupan

makanan kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita sehingga
99

proses penyembuhan akan semakin lama. (Umah, Anisah Khoirul & Wirjatmadi,

R. Bambang, 2014). Kuman Salmonella typhosa masuk ke saluran pencernaan,

khususnya usus halus bersamaan dengan makanan, melalui pembuluh limfe.

Kuman ini masuk atau menginvasi di jaringan limfoid mesenterika. Disini akan

terjadi nekrosis dan peradangan. Kuman yang berada pada jaringan limfoid

tersebut masuk ke peredaran darah menuju hati dan limpa. Disini klien terkadang

merasakan nyeri. Kuman terebut akan keluar dari hati dan limpa. Kemudian

kembali ke usus halus dan kuman mengeluarkan endotoksin yang dapat

menyebabkan reinfeksi di usus halus (Marni, 2106). Pengaturan pola makan

sangat penting pada penyakit Typhus abdominalis mengingat organ yang

terganggu yaitu sistem pencernaan, khususnya usus halus. Jika klien tidak sadar,

maka dapat diberikan makanan cair dengan menggunakan sonde lambung. Jika

klien sadar, maka pemberian makanan bisa dimulai dengan bubur saring,. Jika

kondisi sudah membaik, maka ditingkatkan menjadi bubur kasar, dan jika sudah

normal, maka dapat diberikan nasi biasa. Susu diberikan 2 gelas sehari. Pemberian

makanan padat secara dini lebih menguntungkan karena dapat mengurangi resiko

penurunan berat badan yang berlebihan (berat badan stabil), masa perwatan lebih

pendek karena klien lebih cepat sembuh, menekan penurunan albumin, dan dapat

mencegah terjadinya infeksi lain. Pada prinsipnya, makanan yang diberikan

adalah mkanan yang tidak begitu merangsang, misalnya terlalu pedas atau asam.

Selain itu dapat pula diberikan makanan yang rendah selulosa serta tidak

menimbulkan gas. (Marni, 2016). Pemenuhan kebutuhan nutrisi bukan hanya

sekedar untuk menghilangkan rasa lapar, melainkan mempunyai banyak fungsi.


100

Adapun fungsi umum dari nutrisi diantaranya adalah sebagai sumber energi,

memelihara jaringan tubuh, dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam memenuhi

kebutuhan nutrisi perlu diperhatikan zat gizi (nutrien). (Asmadi, 2008)

Penulis menyusun rencana tindakan pada tanggal 12 Desember 2016

dengan tujuan dan kriteria hasil sesuai dengan Nursing Outcomes Classification

(NOC) setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 8 jam antara lain:

status nutrisi adekuat dengan indikator; asupan gizi tidak menyimpang dari

rentang normal (menghabiskan porsi diit dari rumah sakit), asupan cairan tidak

menyimpang dari rentang normal (1500-1800 ml/hari), dan rasio berat

badan/tinggi badan tidak menyimpang dari rentang normal . Rencana tindakan

yang penulis susun sesuai dengan Nursing Interventions Classification (NIC)

yang direncanakan antara lain bantuan peningkatan berat badan dengan aktivitas-

aktivitas: timbang klien pada jam yang sama, berikan obat-obatan untuk

meredakan mual sebelum makan, bantu klien untuk makan atau suapi klien,

ciptakan lingkungan yang menyenangkan dan menenangkan, dan sediakan

suplemen makanan jika diperlukan. Manajeman nutrisi dengan aktivitas-aktivitas:

tentukan status gizi klien dan kempuan [klien] untuk memenuhi kebutuhan gizi,

dan anjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit klien sementara klien

berada di rumah sakit atau fasilitas perawatan yang sesuai.

Implementasi pertama yang dilakukan pada tanggal 12 Desember 2016

adalah penulis menetukan status gizi klien. Typhus abdominalis merupakan

penyakit hipermetabolik sehingga membutuhkan peningkatan asupan energi

namun umumnya kebutuhan tersebut tidak tercukupi karena indikasi medis dan
101

manifestasi klinis. (Umah, Anisa Khoirul & Wirjatmadi, R. Bambang) Salah satu

tanggungjawab perawat adalah mengidentifikasi dan mengkaji status nutrisi

pasien yang dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu mengevaluasi kondisi fisik

dan manifestasi klinis dari penyakit atau gejala-gejalanya, mengevaluasi nilai-

nilai anthropometric, dan mengkaji riwayat nutrisi klien. (Tjahyono dkk, 2012).

Tujuannya yaitu teridentifikasinya faktor-faktor yang berhubungan nafsu makan

pada klien, dapat membantu perawat menindaklanjuti dalam merencanakan

intervensi yang efektif sehingga diharapkan dapat meminimalkan risiko terjadinya

malnutrisi, eksaserbasi, cachexia dan kematian dini klien (Tjahyono dkk, 2012).

Implementasi kedua yang dilakukan adalah menciptakan lingkungan yang

menyenangkan dan menenangkan. Selera makan yang baik pada bayi akan

berubah mejadi kurang baik pada saat mereka menginjak usia prasekolah sehingga

dapat membuat kuatir orangtua. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola dan selera

makan anak berupa lingkungan, keluarga, tren sosial, media massa, teman sebaya,

pada saat sakit, obat-obatan. (Sudjatmoko, 2011).

Implementasi ketiga yang dilakukan adalah menimbang klien pada jam

yang sama. Menimbang berat badan setiap hari pada pada waktu yang sama, dan

dengan skala yanga sama, untuk memantau adanya penurunan atau peningkatan

berat badan anak. (Suriadi & Rita Yuliani, 2010). Berat badan ideal merupakan

dambaan dari setiap manusia baik tua maupun muda, karena baik dari segi

penampilan fisik maupun dari segi kesehatan. Terutama kaum muda lebih banyak

yang mendambakan karena dengan berat yang ideal penampilan fisik akan

menjadi lebih menarik. Berbagai cara dilakukan agar dapat mencapai berat badan
102

yang ideal baik dari mengatur pola makan, diet ketat, berolahraga yang teratur

sampai dengan meminum obat-obatan (Thomas dkk, 2008)

Implementasi keeampat yang dilakukan adalah menganjurkan keluarga

untuk membawa makanan favorit klien sementara klien berada di rumah sakit atau

fasilitas perawatan yang sesuai. Anjurkan orang terdekat klien untuk membawa

makanan yang diperbolehkan dari rumah apabila memungkinkan. (Iqbal, Mubarok

& Chayatin, N, 2008). Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan

tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak

merangsang dan tidak menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari. Bila kesadaran klien

menurun diberian makanan cair, melaui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu

makan anak baik, dapat juga diberikan makanan lunak (Ngastiyah, 2014).

Mengidentifikasi makanan kesukaan, memungkinkan masukan makanan adekuat.

(Tiara, 2013)

Implementasi kelima yang dilakukan adalah memberikan obat-obatan

sebelum makan jika diperlukan, memeberikan obat injeksi Ondancentron 0,5ml

dan Dexamethasone 0,5 ml. Pada kasus pasien Typhus abdominalis mengalami

gejala mual dan muntah yang menyebabkan berkurangnya cairan dalam tubuh,

oleh sebab itu diberikan terapi simptomatik berupa antiemetik. Antiemetik yang

biasanya digunakan pada penderita kasus demam tifoid yaitu ondansetron,

metoklopramid dan domperidone (Intannia, 2015). Dexamethason akan

meningkatkan efek ondansetron dengan cara mempengaruhi kerja enzim CYP3A4

di hepar atau intestinal (Medscape, 2011 dalam Sulistiati 2013). Ondansetron

aman diberikan bersama dengan dexamethason karena dapat meningkatkan efek


103

antiemetiknya (Stockley, 1999 dalam Suliastiati 2013)

Implementasi keenam yang dilakukan adalah memberikan suplemen

makanan Vitacur 2,5 cc. Suplemen makanan adalah produk jadi yang dikonsumsi

untuk melengkapi makanan sehari-hari. Suplemen makanan mengandung satu

atau lebih bahan sebagai berikut: vitamin, mineral, tumbuhan atau bahan yang

berasal dari tumbuhan, asam amino, bahan yang digunakan untuk meningkatkan

Angka Kecukupan Gizi (AKG); atau konsentrat, metabolit, konstituen, ekstrak,

atau kombinasi dari beberapa bahan sebagaimana tercantum dalam butir

sebelumnya. (Ramadani, 2007)

Evaluasi hari pertama yang dilakukan pada tanggal 12 Desember 2017

pukul 14.00 WIB. Evaluasi untuk masalah keperawatan ketidakseimbangan

nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan

makanan yaitu data subjektif (S) didapatkan ibu klien mengatakan klien mau

makan 3 sendok makan, minum teh, namun masih mual saat terdapat asupan

makanan. Data objektif (O) didapatkan Antropometri: berat badan 18kg; Biokimia:

Hemoglobin: 9 mg/dL, Leukosit: 5 10^3/uL, Hematokrit: 32 %, Trombosit: 147

10^3/uL, dan nilai Eosinofil adalah 0; Clinical Sign/Klinis menunjukkan mukosa

bibir kering, rambut sedikit rontok, konjungtiva anemis, lidah kotor (terdapat

selaput putih yang tebal di bagian tengah lidah, berwarna merah di bagian ujung

dan tepi lidah) dan keadaan umum lemah; Diit: klien makan 3 sendok, satu gelas

teh, dan minum air putih. Assesment (A): masalah keperawatan

ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan belum teratasi. Planning (P):

melanjutkan intervensi dengan aktivitas-aktivitas yaitu identifikasi intake klien,


104

ciptakan lingkungan yang meyenangkan dan menenangkan, menimbang berat

badan klien setiap hari, anjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit klien

sementara klien berada di rumah sakit, dan bantu klien makan dengan menyuapi

klien.

Implementasi hari kedua yang dilakukan adalah menetukan status gizi

klien, menciptakan lingkungan yang menyenangkan dan menenangkan,

menimbang klien pada jam yang sama. menganjurkan keluarga untuk membawa

makanan favorit klien sementara klien berada di rumah sakit atau fasilitas

perawatan yang sesuai, memberikan obat-obatan sebelum makan jika diperlukan,

memeberikan obat injeksi Ondancentron 0,5 ml dan Dexamethasone 0,5 ml, dan

memberikan suplemen makanan Vitacur 2,5 cc.

Evaluasi hari kedua yang dilakukan pada tanggal 13 Desember 2017.

Evaluasi untuk masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makanan yaitu data subjektif

(S) didapatkan ibu klien mengatakan klien mau makan 3 sendok makan, minum

teh, namun masih mual saat terdapat asupan makanan. Data objektif (O)

didapatkan Antropometri: berat badan 18kg; Biokimia: Hemoglobin: 9 mg/dL,

Leukosit: 5 10^3/uL, Hematokrit: 32 %, Trombosit: 147 10^3/uL, dan nilai

Eosinofil adalah 0; Clinical Sign/Klinis menunjukkan mukosa bibir kering, rambut

sedikit rontok, konjungtiva anemis, lidah kotor (terdapat selaput putih yang tebal

di bagian tengah lidah, berwarna merah di bagian ujung dan tepi lidah) dan

keadaan umum lemah; Diit: klien makan 3 sendok, satu gelas teh, dan minum air

putih. Assesment (A): masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi: kurang


105

dari kebutuhan belum teratasi. Planning (P): melanjutkan intervensi dengan

aktivitas-aktivitas yaitu identifikasi intake klien, ciptakan lingkungan yang

meyenangkan dan menenangkan, menimbang berat badan klien setiap hari,

anjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit klien sementara klien berada

di rumah sakit, dan bantu klien makan dengan menyuapi klien.

Implementasi hari ketiga yang dilakukan adalah menetukan status gizi

klien, menciptakan lingkungan yang menyenangkan dan menenangkan,

menimbang klien pada jam yang sama. menganjurkan keluarga untuk membawa

makanan favorit klien sementara klien berada di rumah sakit atau fasilitas

perawatan yang sesuai, memberikan obat-obatan sebelum makan jika diperlukan,

memeberikan obat injeksi Ondancentron 0,5 ml dan Dexamethasone 0,5 ml, dan

memberikan suplemen makanan Vitacur 2,5 cc.

Evaluasi hari ketiga yang dilakukan pada tanggal 14 Desember 2017.

Evaluasi untuk masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makanan yaitu data subjektif

(S) didapatkan ibu klien mengatakan klien mau makan, minum teh, dan sudah

tidak mual. Data objektif (O) didapatkan Antropometri: berat badan 18kg;

Biokimia: Hemoglobin: 9 mg/dL, Leukosit: 5 10^3/uL, Hematokrit: 32 %,

Trombosit: 147 10^3/uL, dan nilai Eosinofil adalah 0; Clinical Sign/Klinis

menunjukkan mukosa lembab, rambut sedikit rontok, konjungtiva anemis, lidah

kotor (terdapat selaput putih yang tebal di bagian tengah lidah, berwarna merah di

bagian ujung dan tepi lidah) dan keadaan umum lemah; Diit: klien menghabiskan
106

diet yang diberikan rumahsakit, satu gelas teh, dan minum air putih.

Assesment (A): masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari

kebutuhan teratasi. Planning (P): hentikan intervensi.

b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan

Intoleran aktivitas adalah ketidakcukupan energi psikologis atau

fisiologis untuk mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan

sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan. (NANDA, 2015). Batasan

karakteristiknya yaitu dispnea setelah beraktivitas, keletihan,

ketidaknyamanan setelah beraktivitas, perubahan elektrokardiogram (EKG),

respons frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas dan respons tekanan

darah abnormal terhadap aktivitas (NANDA, 2015).

Penulis menegakkan diagnosa keperawatan intoleran aktivitas karena

pada pengkajian yang penulis lakukan didapatkan data subjektif: klien

mengatkan badan terasa lemah, terasa pusing dan berdebar-debar setelah

melakukan aktivitas, klien juga mengatakan badan mudah terasa lelah. Data

objektif: skala kekuatan otot berada pada pada skala 2 yaitu hanya dapat

menggerakan otot sesuai perintah namun tidak mampu menahan tahanan

minimal, perawatan diri dibantu oleh orangtuanya dan klien lebih banyak

tertidur.

Pemberian asupan nutrisi yang kurang adekuat dapat berdampak pada

underfeeding yang dapat menyebabkan kelemahan, peningkatan risiko infeksi,

dan peningkatan durasi penggunaan ventilasi mekanik (Berita Terkini, 2013).


107

Imobilisasi atau kelemahan di definisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas

yang kurang dari mobilisasi normal. Dampak fisiologis dari imobilisasi dan

ketidakaktifan adalah peningkatan katabolisme protein sehingga menghasilkan

penurunan kekuatan otot. (Safa’ah, 2013) Aturan ataupun rutinitas rumah sakit,

prosedur medis yang dijalani seperti kelemahan, pemasangan infus dan lain

sebagainya sangat mengganggu kebebasan dan kemandirian anak yang sedang

dalam taraf perkembangan (Price & Gwin, 2005 dalam Utami, 2014). Banyak

rutinitas di rumah sakit seperti kelemahan yang dipaksakan, penggunaan pispot,

ketidakmampuan memilih menu, kurangnya privasi, kegiatan mandi di tempat

tidur, penggunaan kursi roda atau brankar dapat menyebabkan ancaman dan

kehilangan kendali pada anak. Akan tetapi jika anak-anak tersebut diizinkan

memegang kendali dengan cara melibatkannya dalam setiap prosedur yang

memungkinkan, mereka akan berespon dengan sangat baik terhadap prosedur apa

pun. (Wong, 2003 dalam Utami, 2014).

Penulis menyusun rencana tindakan keperawatan pada tanggal 12

Desember 2016 dengan tujuan dan kriteria hasil sesuai dengan Nursing Outcomes

Classification (NOC) setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 8 jam

antara lain antara lain frekuensi nadi ketika beraktivitas tidak terganggu (80-100

x/menit), frekuensi pernapsan ketika beraktifitas tidak terganggu (12x/menit),

kekuatan tubuh bagian atas dan bawah tidak terganggu, dan kemampuan dalam

melakukan ADL. Rencana tindakan yang penulis susun sesuai dengan Nursing

Interventions Classification (NIC) untuk masalah keperawatan intoleran aktivitas

antara lain: terapi aktivitas dengan aktivitas-aktivitas yaitu, pertimbangkan


108

kemampuan klien dalam berpartisipasi dalam aktivitas spesifik, dan ciptakan

lingkungan yang nyaman untuk dapat melakukan pergerakan otot secara berkala

sesuai engan indikasi. Manajemen energi dengan aktivitas-aktivitas: moitor

intake/asupan nutrisi untuk mngetahui sumber energi yang adekuat, lakukan ROM

aktif/pasif untuk menghilangkan ketegangan otot, dan njurkan tidur siang bila

diperlukan.

Implementasi pertama yang dilakukan pada tangal 12 Desember 2016

yaitu penulis mengkaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas. Kekuatan

otot merupakan suatu alat prediksi yang baik untuk mengetahui kemandirian dan

mobilisasi dalam melakukan aktvitas sehari-hari, termasuk kegiatan untuk

pemenuhan kebutuhan konsumsi makanan sehari-hari. (Ambartana, 2010).

Pengkajian merupakan aspek awal dalam asuhan keperawatan yang bertujuan

untuk mengumpulkan data baik data objektif maupun data subjektif yang

berkaitan baik dari sumber primer (klien) maupun dari sumber sekunder

(keluarga, data rekam medis sebelumnya, dan pemeriksaan penunjang) (Potter &

Perry, 2009 dalam Budiyarti, 2012)

Implementasi kedua menciptakan lingkungan yang aman untuk dapat

melakukan aktivitas. Rasa aman berarti lingkungan fisik membuat anak merasa

terlindungi, tidak takut atau tegang ketika melakukan kegiatan. (Sari, 2004 dalam

Diyanti dkk, 2014)

Implementasi ketiga memonitor intake/asupan nutrisi untuk menegtaui

sumber energi yang adekuat. Asupan makanan yang tidak cukup pada penderita

Typhus abdominalis menyebabkan terjadinya kelemahaan (Potter & Perry, 2010).


109

Implementasi keempat mengajarkan ROM aktif untuk menghilangkan

ketegangan otot. Latihan gerak (ROM) dapat mencegah terjadinya kontraktur,

atropi otot, meningkatkan peredaran darah ke ekstremitas, mengurangi

kelumpuhan vaskuler, dan memberikan kenyamanan pada klien. Latihan ROM

baik aktif maupun pasif setidaknya 4 kali sehari dapat meningkatkan kekuatan

otot (Craven & Hiller, 2009 dalam Anggraeni, 2015). Klien perlu untuk diajarkan

melakukan aktivitas secara bertahap dengan tujuan toleransi aktivitas dapat

meningkat pula. Aktivitas ini akan dapat dilakukan secara informal dan lebih

efektif apabila dirancang dalam program latihan fisik yang terstruktur (Nicholson,

2007 dalam Budiyarti, 2012). Latihan ROM dapat menimbulkan rangsangan

sehingga meningkatkan aktivasi dari kimiawi neuromuskuler dan muskuler.

Rangsangan melalui neuromuskuler akan meningkatkan rangsangan pada serat

syaraf otot ekstremitas terutama syaraf parasimpatis yang merangsang produksi

asetilcholin, sehingga mengakibatkan kontraksi. Mekanisme melalui muskulus

terutama otot polos ekstremitas akan meningkatkan metabolism pada metakondria

untuk menghailkan ATP yang dimanfaatkan oleh otot polos ekstremitas sebagai

energy untuk kontraksi dan meningkatkan tonus otot polos ekstremitas. Oleh

sebab itu dengan latihan Range of Motion (ROM) secara teratur dengan langkah-

langkah yang benar yaitu dengan menggerakkan sendi-sendi dan juga otot, maka

kekuatan otot lansia akan meningkat. (Safa’ah, 2013)

Implementasi kelima menganjurkan klien untuk tidur siang. Aktivitas tidur

merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi manusia khususnya usia anak.

Bila dicermati tampaknya gangguan tidur pada anak adalah keluhan yang cukup
110

sering dikeluhkan oleh orangtua pada dokter, namun seringkali keluhan ini tidak

ditangani secara baik dan benar. Gangguan tidur pada anak bisa merupakan

gangguan tidur primer atau sebagai konsekuensi sekunder dari gangguan medis

atau kejiwaan yang mendasari, dan bisa berakibat pada fungsi sosial, akademik,

dan neurobehavioral. (Zahara, 2013)

Evaluasi hari pertama pada tanggal 12 Desember 2016 masalah intoleran

aktivitas berhubungan dengan kelemahan yaitu data subjektif (S) didapakan klien

mengatakan badan masih terasa lemas, data objektif (O) didapatkan klien tampak

lemah, RR 12 x/menit, nadi 88x/menit, skala kekuatan otot 3 yaitu dapat

menggerakan otot dan menahan beban minimal, dan perawatan diri masih dibantu

oleh keluarganya. Assesment (A): masalah keperawatan intoleran aktivitas belum

teratasi. Planning (P): lanjutkan intervensi dengan aktivtas-aktivitas kaji

kemampuan klien dalam melakukan aktivitas, ciptakan lingkungan yang aman

untuk dapat melakukan pergerakan otot secara berkala, monitor intake/asupan

nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang adekuat, ajarkan Range of Motion

(ROM) aktif untuk menghilangkan ketegangan otot, dan anjurkan klien untuk

tidur siang.

Implementasi hari kedua pada tanggal 13 Desember 2016 untuk masalah

keperawatan intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan yaitu mengkaji

kemampuan klien dalam melakukan aktivitas, menciptakan lingkungan yanga

aman untuk dapat melakukan aktivitas, memonitor intake/asupan nutrisi untuk

menegtahui sumber energi yang adekuat, mengajarkan ROM aktif untuk

menghilangkan ketegangan otot, dan menganjurkan klien untuk tidur siang.


111

Evaluasi hari kedua untuk masalah intoleran aktivitas berhubungan dengan

kelemahan yaitu data subjektif (S) didapakan klien mengatakan badan masih

terasa lemas, data objektif (O) didapatkan klien tampak lemah, RR 12 x/menit,

nadi 88x/menit, skala kekuatan otot 3 yaitu dapat menggerakan otot dan menahan

beban minimal, dan perawatan diri masih dibantu oleh keluarganya. Assesment

(A) : masalah keperawatan intoleran aktivitas belum teratasi. Planning (P) :

lanjutkan intervensi dengan aktivtas-aktivitas kaji kemampuan klien dalam

melakukan aktivitas, ciptakan lingkungan yang aman untuk dapat melakukan

pergerakan otot secara berkala, monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui

sumber energi yang adekuat, ajarkan Range of Motion (ROM) aktif untuk

menghilangkan ketegangan otot, dan anjurkan klien untuk tidur siang.

Implementasi hari ketiga pada tanggal 14 Desember 2016 untuk masalah

keperawatan intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan yaitu mengkaji

kemampuan klien dalam melakukan aktivitas, menciptakan lingkungan yanga

aman untuk dapat melakukan aktivitas, memonitor intake/asupan nutrisi untuk

menegtaui sumber energi yang adekuat, mengajarkan ROM aktif untuk

menghilangkan ketegangan otot, dan menganjurkan klien untuk tidur siang.

Evaluasi hari ketiga untuk masalah intoleran aktivitas berhubungan dengan

kelemahan yaitu data subjektif (S) didapakan klien mengatakan sudah bisa

melakukan aktivitas, data objektif (O) didapatkan klien tampak lemah, RR 12

x/menit, nadi 88x/menit, skala kekuatan otot 4 yaitu dapat menggerakan otot dan

menahan beban maksimal, dan perawatan diri sudah mandiri namun harus dengan
112

pengawasan. Assesment (A): masalah keperawatan intoleran aktivitas teratasi.

Planning (P): hentikan intervensi.

c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber informasi

Defisiensi pengetahuan adalah ketiadaan atau defisiensi informasi

kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu (NANDA, 2015). Diagnosa

keperawatan defisiensi pengetahuan dapat ditegakkkan sesuai dengan batasan

karakteristiknya yaitu ketidakakuratan melakukan tes, ketidakakuratan

mengikuti perintah, kurang pengetahuan, perilaku tidak tepat (mis., histeria,

bermusuhan, agitasi, apatis) (NANDA, 2015).

Diagnosa keperawatan defisiensi dapat ditegakkan karena dari hasil

pengkajian didapatkan data subjektif: ibu klien mengatakan belum mengetahui

dengan kondisi dan penyakit yang diderita klien dan cara penanganannya.

Data objektif: ibu klien tidak mampu menjawab pertanyaan yang diajukan

seputar penyakit klien.

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap objek-objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia. Yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba (Notoatmodjo, 2011 dalam Kurniasih, 2016).

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan

seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan

pengetahuan penyakit, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka

seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat.
Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis

pekerjaannya. (Prabu, 2008 dalam Fitriani 2013). Dalam hal pencegahan tertular

Typhus abdominalis pada anak sangat dibutuhkan partisipasi orang tua dalam

menjaga perilaku dan kebiasaan anak terkait dengan faktor resiko untuk terjangkit

Typhus abdominalis tersebut. Teori pembelajaran sosial menunjukan bahwa

perilaku orang tua menjadi contoh bagi anak mereka sehingga mereka

mengaplikasikannya kedalam pola yang sama dengan perilaku kesehatan yang

diturunkan kepada mereka. Oleh karena itu, untuk menunjang perilaku positif

orang tua untuk menjaga anak mereka dari kebiasaan buruk seperti jajan

sembarangan, sekaligus memberikan pembelajaran mengenai pencegahan Typhus

abdominalis maka seharusnya diperlukan pengetahuan yang cukup tentang

Typhus abdominalis (Widodo, 2009 dalam Kurniasih, 2016).

Muncul kesenjangan antara teori dan hasil pengkajian yaitu diagnosa

defisiensi pengetahuan tidak muncul pada teori tetapi muncul pada keluarga klien

berdasarkan hasil pengkajian keluarga klien belum tahu tentang penyakit yang

diderita An. D sehingga penulis mengangkat diagnosa tersebut.

Penulis menyusun rencana tindakan keperawatan pada tanggal 12

Desember 2016 dengan tujuan dan kriteria hasil setelah setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 1 x 30 menit sesuai Nursing Outcomes

Classiffications (NOC) antara lain: keluarga klien memahami karakter spesifik

penyakit, keluarga klien memahami tanda dan gejala, keluarga klien memahami

manfaat manajemen penyakit, dan keluarga klien memahami tanda dan gejala

penyakit. Nursing Interventions Classification (NIC) untuk masalah keperawatan

97
98

defisiensi pengetahuan antara lain: pengajaran manajemen penyakit dengan

aktivitas-aktivitas yaitu kaji tingkat pengetahuan keluarga klien terkait proses

penyakit yang spesif, kenali pengetahua keluarga klien mengenai kondisi klien,

jelaskan tanda-gejala yang umum dari penyakit, berikan informasi kepada

keluarga/orang terdekat klien mengenai perkembangan klien, berikan informasi

megenai pemeriksaan diagnostik yang tersedia, diskusikan gaya hidup yang

mungkin diperlukan untuk mencegah kompliksi, diskusikan pilihan terapi,

eksplorasi sumber-sumber dukungan yang ada, edukasi klien mengenai tanda dan

gejala yang harus dilaporkan kepada petugas kesehatan, dan review pengetahuan

klien mengenai kondisi klien. (NANDA, 2015)

Implementasi pertama yang dilakukan adalah mengkaji tingkat

pengetahuan keluarga klien terkait proses penyakit yang spesifik. Pengetahuan

adalah pemberian bukti oleh seseorang melalui proses pengingat, atau pengenal

suatu informasi, ide yang sesudah diperoleh sebelumnya (Notoatmodjo, 2011

dalam Kurnasih, 2016). Manusia dalam menjalani kehidupannya, sesuai dengan

tingkat kemampuan dalam memenuhi rasa ingin tahunya, dapat memiliki berbagai

jenis pengetahuan dan kebenaran. Pengetahuan yang banyak penting kita miliki,

karena merupakan bahan dan sumber bagi tersusunnya ilmu pengetahuan

(Sadulloh dkk, 2011 dalam Kurniasih, 2016).

Implementasi kedua yaitu menjelaskan tentang proses penyakit, penyebab,

tanda dan gejala, pencegahan, komplikasi, dan manajemen penanganan penyakit.

Sebelum pulang ke rumah beri pemahaman mengenai perawatan dirumah.

Penyebab dan cara penularan Typhus abdoinalis serta bahaya yang dapat terjadi,
99

untuk membantu orangtua (keluarga) menyadari atau menerima perlunya

memahami pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang (komplikasi).

Pemahaman bagaimana penyakit disebarkan dan kesadaran kemungkinan

transmisi membantu penderita (orang terdekat) untuk mengmbil langkah untuk

mencegah infeksi ke orang lain. (Sodikin, 2011)

Implementasi ketiga yang dilakukan adalah mereview ulang pengetahuan

keluarga klien mengenai kondisi klien. Bila seseorang dapat menjawab

pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu bidang tertentu dengan lancar, baik lisan

maupun tulisan maka ia dianggap mengetahui bidang tertentu (Notoatmodjo, 2011

dalam Kurniasih, 2016).

Evaluasi untuk masalah keperawatan defisiensi pengetahuan berhubungan

dengan kurang sumber informasi yaitu data subjektif (S) didapatkan ibu klien

mengatakan sudah mengerti dengan penyakit, kondisi dan penanagan klien. Data

objektif (O) didapatkan ibu klien mampu menjelaskan tentang penyakit, kondisi

anaknya, dan manajemen penanganan penyakit. Assesment (A): masalah

keperawatan teratasi. Planning (P): hentikan intervensi.


100

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada An. D dengan

Typhus abdominalis di bangsal seruni Rumah Sakit Umum Daerah

Temanggung dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengkajian

Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggan 12 Desember 2016

didapatkan data klien mengatakan mual dan muntah apabila makan, dan

klien merasa tidak nafsu makan, pengkajian Antropometri: Berat badan

sebelum sakit adalah 20 kg dan berat badan selam sakit adalah 28 kg,

tinggi badan klien adalah 105 cm; Biokimia: Hemoglobin: 9 mg/dL,

Leukosit: 5 10^3/uL, Hematokrit: 32 %, Trombosit: 147 10^3/uL, dan nilai

Eosinofil adalah 0; Clinical Sign/Klinis menunjukkan mukosa bibir kering,

rambut sedikit rontok, konjungtiva anemis, lidah kotor (terdapat selaput

putih yang tebal di bagian tengah lidah, berwarna merah di bagian ujung

dan tepi lidah) dan keadaan umum lemah; Diit: sebelum sakit klien makan

3 kali sehari dengan menu seimbang, selama sakit diit klien adalah bubur

saring dan klien tidak pernah menghabiskan porsi diet yang diberikan.

Klien mengatkan badan terasa lemah, terasa pusing dan berdebar-debar

setelah melakukan aktivitas, klien juga mengatakan badan mudah terasa


98

lelah. Ibu klien mengatakan belum mengerti tentang kondisi, penyakit dan

cara penanganan penyakit yang diderita oleh klien.

Hasil pemeriksaan fisik pada An. D didapatka data: keadaan umum

lemah, kesadaran compos mentis dengan Glasgow Coma Scale (GCS) 15 (Eye:

4, Motoric: 5, Verbal: 6), tanda-tanda vital (TTV) menunjukkan nadi: 88

x/menit , suhu: 36,8°C , dan frekuensi pernafasan: 14 x/menit. Hasil

antropometri dengan berat badan 18 kg dan tinggi badan 105 cm. Pemeriksaan

mulut didapatkan bibir kering, lidah kotor (terdapat selaput putih yang tebal

pada bagian tengah lidah dan berwarna kemerahan dibagian ujung dan tepi

lidah). Pada ekstremitas atas terpasang infus pada tangan kiri dan tidak ada

edema, ekstremitas bawah akral teraba hangat dan tidak ada edema. Kekuatan

otot berada pada skala 2 yaitu dapat menggerakan otot sesuai perintah. Hasil

pemeriksaan laboratorium Hematologi menunjukkan: hemoglobin 9,0

g/dL(normal: 12,0 – 16,0), hematrokrit 32 % (normal: 35 – 45), jumlah

leukosit 4,8 10^3/uL (normal: 5,0 – 13,0), eosinofil 0,0 % (normal: 2 – 4),

basofil 0,1 % (normal: 0 – 2), netrofil 58,7 % (normal: 32,0 – 52,0), limfosit

31,7 % (normal: 30,0 – 60,0), monosit 3,8 % (normal: 2,0 – 8,0), Laju Endap

Darah (LED) 1 jam 42 mm (normal: 0 – 20), LED 2 jam 72 mm (normal: 8 –

20), hasil uji Widal: S Typhi O (+) 1/320 (normal: negatif), S Typhi H (+) 1/80

(normal: negatif).

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data yang diperoleh dari pengkajian, penulis menegakkan

diagnosa keperawatan yaitu: ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari


99

kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan, intoleran aktivitas

berhubungan dengan kelemahan, dan defisiensi pengetahuan berhubungan

dengan kurang sumber informasi.

3. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan untuk masalah keperawatan ketidakseimbangan

nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yaitu Nursing Interventions

Classification (NIC) yang direncanakan antara lain bantuan peningkatan berat

badan dengan aktivitas-aktivitas: timbang klien pada jam yang sama, berikan

obat-obatan untuk meredakan mual sebelum makan, bantu klien untuk makan

atau suapi klien, ciptakan lingkungan yang menyenangkan dan menenangkan,

dan sediakan suplemen makanan jika diperlukan. Manajeman nutrisi dengan

aktivitas-aktivitas: tentukan status gizi klien dan kempuan [klien] untuk

memenuhi kebutuhan gizi, dan anjurkan keluarga untuk membawa makanan

favorit klien sementara klien berada di rumah sakit atau fasilitas perawatan

yang sesuai.

Rencana keperawatan untuk masalah keperawatan intoleran aktivitas

yaitu Nursing Interventions Classification (NIC) yang direncanakan antara

lain: terapi aktivitas dengan aktivitas-aktivitas yaitu, pertimbangkan

kemampuan klien dalam berpartisipasi dalam aktivitas spesifik, dan ciptakan

lingkungan yang nyaman untuk dapat melakukan pergerakan otot secara

berkala sesuai engan indikasi. Manajemen energi dengan aktivitas-aktivitas:

moitor intake/asupan nutrisi untuk mngetahui sumber energi yang adekuat,

lakukan ROM aktif/pasif untuk menghilangkan ketegangan otot, dan njurkan


100

tidur siang bila diperlukan.

Rencana keperawatan untuk masalah keperawatan defisiensi pengetahan yaitu

Nursing Interventions Classification (NIC) yang direncanakan antara lain:

pengajaran manajemen penyakit dengan aktivitas-aktivitas yaitu kaji tingkat

pengetahuan keluarga klien terkait proses penyakit yang spesifik, kenali

pengetahua keluarga klien mengenai kondisi klien, jelaskan tanda-gejala yang

umum dari penyakit, berikan informasi kepada keluarga/orang terdekat klien

mengenai perkembangan klien, berikan informasi megenai pemeriksaan

diagnostik yang tersedia, diskusikan gaya hidup yang mungkin diperlukan

untuk mencegah kompliksi, diskusikan pilihan terapi, eksplorasi sumber-

sumber dukungan yang ada, edukasi klien mengenai tanda dan gejala yang

harus dilaporkan kepada petugas kesehatan, dan review pengetahuan klien

mengenai kondisi klien

4. Implementasi Keperawatan

Semua implementasi yang dilakukan sudah sesuai dengan teori yang

ditulis dan intervensi yang direncanakan.

5. Evaluasi

Setelah dilakukan asuhan keperawtan selama 3 x 8 jam semua masalah

keperawatan teratasi dikarenakan kondisi klien yang semakin stabil dan belum

mengalami komplikasi apapun. Untuk diagnosa keperawatan

ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh sudah teratasi

ditandai dengan peningkatan berat badan, asupan nutrisi adekuat, dan asupan
cairan terpenuhi. Masalah intoleran aktivitas sudah teratasi ditandai

dengan kemudahan dalam melakuaan Activity Daily Living (ADL) dan

kekuatan tubuh dalam batas normal. Masalah defisiensi pengetahuan

sudah teratasi dalam 1 x 30 menit ditandai dengan keluarga memahami

tentang penyakit secara spesifik dan mampu melakukan manajemen

penyakit.

6. Kesenjangan

a. Diagnosa yang muncul sesuai teori:

1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan kurang asupan makanan.

2) Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

b. Diagnosa yang muncul tetapi tidak ada di teori:

Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang dumber infomasi.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran antara lain :

1. Bagi rumah sakit

Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien seoptimal

mungkin dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat

Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya

dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien agar lebih maksimal.


3. Bagi institusi pendidikan

Memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana dan prasarana yang

merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan

dan ketrampilannya melalui praktek klinik dan pembuatan laporan

4. Bagi penulis selanjutnya

Diharapkan penulis selanjutnya dapat menerapkan ilmu keperawatan

yang telah dipelajari dan memanfaatkan waktu seefektif mungkin, sehingga

dapat memberikan asuhan keperawatan kepada klien secara optimal.


DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Novita Wahyu. (2015). Pemberian Latihan Active Range of Motion

(ROM) Terhadap Peningkatan Otot pada Asuhan Keperawatan Ny. S

dengan Post Op ORIF Fraktur Proximal Humerus Dextra di Ruang

Parang Seling RS. Orthopedi Prof. Dr. R Soeharso Surakarta. KTI tidak

dipublikasikan. Surakarta: Program Studi DIII Keperawatan, Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada.

Arfalah, S. dkk. (2015). Study Kasus Siswa Underachiever di SMP Negeri 1

Kotabumi Lampung Utara, Lampung. Di akses 1 Desember 2016.

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi

Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.

Berita Terkini. (2013). Nutrisi Parenteral Dini vs Nutrisi Parenteral Lambat pada

Pasien Anak Kritis di ICU.

Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M., & Wagner,

Cheryl M. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi 6.

United Kingdom: Elsevier.

Cita, Yatnita Parama. (2011). Bakteri Salmonella Typhi dan Demam Tifoid.

Jurnal Kesehatan Masyarakat. 6 (1). 42.

Depkes RI. (2013). Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia.


Depkes RI. (2014). Profil Kesehatan Indonesia 2013. RI. (2013). Profil

Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Depkes RI. (2014). Kondisi Pencapaian Program Kesehatan Anak. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Diyanti, Ayu Oktira., Amiuza, Chairil Budiarto., & Mustikawati, Triandriani,.

(2014). Lingkungan Ramah Anak pada Sekolah Taman Kanak-Kanak.

Jurnal RUAS. 12 (2). 57.

Hidayat, Aziz Alimul. (2008). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Intannia, Difa., Amini, Rismaya., & Meta S, Valentina. (2015). Pola Pengobatan

Anak dan Remaja dengan Diagnosis Demam Tifoid di Ruang Rawat Inap

BLUD RS Ulin Banjarmasin. Prosiding Seminar Nasional & Workshop

“Perkembangan Terkini Sains Farmasi & Klinik 5”. 256.

Marni. (2016). Asuhan Keperawatan Anak pada Penyakit Tropis. Jakarta:

Erlangga.

Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Mass, Meridean K., & Swanson, Elizabeth.

(2016). Nursing Outcomes Classification (NIC) Edisi 5. United Kingdom:

Elsevier.

Mubarak, W. I., & Chayatin, N. (2008). Buku Ajar: Kebutuhan Dasar Manusia.

Jakarta: EGC.
NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017

Edisi 10. Jakarta: EGC

Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Potter, Patricia A & Perry, Anne G. (2012). Buku Ajar Fundamental

Keperawatan. Jakarta: EGC.

Potter, Patricia A & Perry, Anne G. (2010). Fundamental Keperawatan Edisi 7.

Jakarta: Salemba Medika.

Ramadani, Mery. (2007). Konsumsi Suplemen Makanan Dan Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Pada Remaja SMA Islam Al – Azhar 3 Jakarta Selatan

Tahun 2005. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 1 (2). 79.

Ridha, H. N. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

Safa’ah, Nurus. (2013). Pengaruh Latihan Range Of Motion Terhadap

Peningkatan Kekuatan Otot Lanjut Usia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut

Usia (Pasuruan) Kec. Babat Kab Lamongan. Portal Garuda.

Seran, Eunike Risani., Palandeng, Henry., & Kallo, Vandry D. (2015). Hubungan

Personal Hygiene Dengan Kejadian Demam Tifoid Di Wilayah Kerja

Puskesmas Tumaratas. Ejournal Keperawatan. 3 (2). 2.


Sidabuntar, Sondang & Satari, Hindra Irawan. (2010). Pilihan Terapi Empiris

Demam Tifoid pada Anak: Kloramfenikol atau Seftriakson?. Sari

Pediatri. 11 (06). 437.

Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Sistem Gastrointestinal

dan Hapatobilier. Jakarta: Salemba Medika.

Syaifuddin. (2013). Anatomi Fisiologi. Jakarta: EGC.

Sudjatmoko. (2011). Masalah Makan Pada Anak. Damianus Journal of Medicine.

10 (1). 38.

Thomas, Jhohan K., & Henhy. (2008). Sistem Pengukur Berat Dan Tinggi Badan

Menggunakan Mikrokontroler AT89S51. TESLA. 10 (2). 79.

Tiara, Sendi. (2012). Asuhan Keperawatan Pada An. Z Dengan Dengue

Hemoragic Fever (DHF) Di Ruang Mawar RSUD Kraton Kabupaten

Pekalongan. KTI tidak di publikasikan. Pekalongan: Prodi DIII

Keperawatan, STIKES Muhammadiyah Pekajangan.

Tjahyono, Siturus, & Sabri. (2011). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Nafsu Makan Pada Pasien Dengan Penyakit Pernafasan Obstruktif

Kronis Di Rsud Dr.M.Soewandhie Surabaya. Portal Garuda.

Umah, Anisah K., & Wirjatmada, R. Bambang. (2014). Asupan Protein, Lemak,

Karbohidrat Dan Lama Hari Rawat Pasien Demam Tifoid Di RSUD Dr.

Moh. Soewandhie Surabaya. Jurnal Widya Medika Surabaya. 2 (2). 100.


Utami Yuli. (2014). Dampak Hospitalisasi Terhadap Perkembangan Anak. Jurnal

Ilmiah Widya. 2 (2). 11.

Zahara, Dini Safitri. (2013). Hubungan Antara Gangguan Tidur Dengan

Pertumbuhan Pada Anak Usia 3-6 Tahun Di Kota Semarang. Skripsi tidak

dipublikasikan. Semarang: Program Pendidikan Sarjana Kedokteran

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai