M
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN KEJANG DEMAM
KOMPLEKS (KDK) DI INSTALASI GAWAT DARURAT
RSU HERMINA ARCAMANIK
STUDY KASUS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi ujian pelaksana 1
DISUSUN OLEH
DENA DENITA
NRP 2021090313
Alhamdullilah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, karena atas berkat
dan rahmat-Nya Penulis diberikan kekuatan dan pikiran sehingga dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada An. B Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan Kejang Demam Kompleks (KDK) Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Umum
Hermina Arcamanik”
Shalawat beserta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad Saw beserta
keluarganya, sahabatnya, tabiin-tabiinnya, sampai kepada kita sebagai umatnya sampai akhir
zaman. Laporan ini disusun slah satu persyaratan dalam memenuhi tugas pendidikan di RSU
Hermina Arcamanik.
Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis menyelesaikan laporan kasus ini Penulis
menyadari bahwa laporan ini belum sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu
penulis sangat terbuka terhadap masukan, kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
laporan tugas akhir ini
Dena denita
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
1. Tujuan Umum 2
2. Tujuan Khusus 2
1. Pengertian 4
2. Anatomi Fisiologi 4
b. Serebellum 5
3. Etiologi 7
4. Klasifikasi 7
5. Manifestasi Klinik 8
6. Pemeriksaan Penunjang 12
7. Penatalaksanaan 12
A. Pengkajian 22
a. Identitas 22
ii
B. Intervensi Keperawatan 28
D. Evaluasi 34
BAB IV PEMBAHASAN 35
A. Pengkajian 35
B. Diagnosa Keperawatan 36
E. Evaluasi 36
BAB V PENUTUP 38
A. Kesimpulan 38
a. Pengkajian 38
c. Diagnosa keperawatan 38
f. Evaluasi 39
B. Saran 39
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan komponen utama dalam Index Pembangunan Manusia (IPM) yang
dapat mendukung terciptanya sumber daya manusia yang cerdas, terampil dan ahli menuju
keberhasilan pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan adalah salah satu hak dasar
masyarakat yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2011). Beberapa
penyakit yang umum sering diderita bayi dan balita antara lain demam, infeksi saluran
pernapasan, dan diare (Bulan A, 2013). Kejang bisa terjadi pada bayi yang baru lahir dan pada
anak-anak. Anak lebih rentan terkena infeksi yang sering menyebabkan demam tinggi. Demam
memang bukan merupakan suatu penyakit melainkan gejala. Hampir semua orang pernah
mengalami demam, ada yang hanya demam ringan dan ada yang sampai demamnya tinggi.
Demam sering terjadi pada usia balita, ketika kenaikan suhu tubuh (demam) tersebut mencapai
skala angka yang paling tinggi, akan menimbulkan kejang pada anak atau disebut dengan kejang
demam (Ram & Newton, 2015).
Kejang Demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal diatas 37,5 0C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium maupun intrakranium.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak-anak,
terutama pada golongan umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun. Kejang demam disebabkan oleh
hipertermia yang muncul secara cepat berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Kondisi yang
dapat menyebabkan kejang demam diantaranya adalah infeksi yang mengenai jaringan
ekstrakranial seperti Otitis Media Akut, Bronkitis dan Tonsillitis. Umumnya berlangsung singkat,
dan mungkin terdapat predisposisi familial. Kejang yang berkepanjangan dan berulang–ulang
dapat menyebabkan gangguan yang serius pada otak anak hingga anak mengalami kecacatan
mental. Kejang demam ini banyak dijumpai pada anak laki-laki dari pada anak perempuan (Ismail
et al., 2016). Seorang anak yang pernah mengalami kejang demam untuk pertama kalinya,
mempunyai peluang 30–35% untuk mengalami kejang demam berikutnya, tidak ada 3 patokan
suhu demam yang sama, serta tidak selalu terjadi pada setiap demam. (Hariadi & Arifianto,
2017).
1
Berdasarkan data WHO 2019 angka kejadian penyakit kejang demam 3,5-10,7 %. Kejang
demam terjadi pada anak berumur 6 bulan- 5 tahun dengan angka kejadian kejang demam
sebanyak 315 kasus yang mengalami kejadian kejang demam, menyatakan bahwa terjadinya
kejang demam lebih sering terjadi pada saat anak berusia kurang lebih 5 tahun. dari seluruh
kejang demam (WHO, 2012). Berdasarkan data di Indonesia dilaporkan angka kejadian kejang
demam 3-4% terdapat yakni pada tahun 2019 dengan angka kejadian kejang demam sebanyak
256 kasus dengan mayoritas terdiri dari anak yang berusia 6 bulan – 5 tahun (Wibisono, 2015).
Di Jawa barat terdapat 2-3% dari 100 balita pada tahun 2019 anak yang mengalami kejang
demam biasa terjadi pada usia anak yang berusia 6 bulan – 5 tahun dengan adanya meningkatan
suhu tubuh (Juanita, 2019)
Berdasarkan data rekam medis di RSU hermina arcamanik tahun 2020 dilaporkan angka
kejadian demam sebesar 14 kasus pada bulan maret 2021 dengan tanda gejala mengalami
peningkatan suhu tubuh dan mengalami kejang dirumah 1 kali. Berdasarkan hal tersebut penulis
menemukan masalah yang terdapat pada anak yang mengalami kejang demam yaitu demam yang
hilang timbul. Demam terjadi pada anak dengan kejang demam akibat infeksi dan demam akan
dialami anak selama penanganan infeksi belum tuntas. Penanganan demam saat ini dilakukan
dengan pemberian terapi obat antikonvulsan, antipiretik, manajemen cairan, pemakaian baju yang
tipis, dan surface cooling dengan menggunakan air hangat.. Berdasarkan hasil tersebut penulis
tertarik untuk mengambil study kasus tentang Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada An.H
Dengan Gangguan Sistem Persyarafan Kejang Demam Kompleks (KDK) Di Instalasi Gawat
Darurat RSU Hermina Arcamanik.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, rumusan masalah dari penilitian ini adalah “Bagaimana Asuhan Gawat
Darurat Keperawatan Pada An.M Dengan Gangguan Sistem Persyarafan Kejang Demam
Kompleks (KDK) Di Instalasi Gawat Darurat RSU Hermina Arcamanik ?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan asuhan keperawatan dan mempelajari lebih dalam tentang penyakit kejang
demam melalui pendekatan proses keperawatan secara komprehensif.
2
2. Tujuan Khusus
1) Perawat mampu melakukan pendekatan pengkajian pada pasien dengan kejang demam
2) Perawat mampu menganalisa atau menemukan masalah keperawatan pada pasien kejang
demam.
3) Perawat mampu merencanakan tindakan keperawatan yang akan dilakukan untuk
mengatasi masalah keperawatan yang muncul
4) Perawat mampu melaksanakan tindakan keperawatan yang telah direncanakan dalam
pemecahan masalah keperawatan
5) Perawat mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
3
BAB II
KONSEP DASAR
2. Anatomi Fisiologi
Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan dibungkus oleh selaput otak
yang disebut meningen yang berfungsi untuk melindungi struktur saraf terutama terhadap resiko
benturan atau guncangan. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid dan
piamater.
4
1) Thalamus
Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali impuls pembau yang
langsung sampai ke kortex cerebri. Fungsi thalamus terutama penting untuk integrasi
semua impuls sensorik. Thalamus juga merupakan pusat panas dan rasa nyeri.
2) Hypothalamus
Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus terdiri dari
beberapa nukleus yang masing-masing mempunyai kegiatan fisiologi yang berbeda.
Hypothalamus merupakan daerah penting untuk mengatur fungsi alat demam seperti
mengatur metabolisme, alat genital, tidur dan bangun, suhu tubuh, rasa lapar dan haus,
saraf otonom dan sebagainya. Bila terjadi gangguan pada tubuh, maka akan terjadi
perubahan-perubahan. Seperti pada kasus kejang demam, hypothalamus berperan penting
dalam proses tersebut karena fungsinya yang mengatur keseimbangan suhu tubuh
terganggu akibat adanya proses patologik ekstrakranium.
3) Formation Reticularis
Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak (superior dan pons
varoli) ia berperan untuk mempengaruhi aktifitas cortex cerebri di mana pada daerah
formatio reticularis ini terjadi stimulasi / rangsangan dan penekanan impuls yang akan
dikirim ke cortex cerebri.
b. Serebellum
Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa cranial posterior.
Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang berfungsi sebagai pusat koordinasi
kontraksi otot rangka. System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung keluar
dari otak atau batang otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus cranialis ada 12 pasang :
1) N. I : Nervus Olfaktorius
2) N. II : Nervus Optikus
3) N. III : Nervus Okulamotorius
4) N. IV : Nervus Troklearis
5) N. V : Nervus Trigeminus
6) N. VI : Nervus Abducen
7) N. VII : Nervus Fasialis
8) N. VIII : Nervus Akustikus
5
9) N. IX : Nervus Glossofaringeus
10) N. X : Nervus Vagus
11) N. XI : Nervus Accesorius
12) N. XII : Nervus Hipoglosus.
System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat dan system saraf
otonom dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan efferent. Menurut fungsinya system
saraf otonom ada 2 di mana keduanya mempunyai serat pre dan post ganglionik yaitu system
simpatis dan parasimpatis. Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah :
1) Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya
2) Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus symphatis
3) Pleksus pre vertebral : Post ganglionik yg dicabangkan dari ganglion kolateral.
b. Pengaturan Suhu
Dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot, asimilasi makanan, dan oleh semua
proses vital yang berperan dalam metabolisme basal. Panas dikeluarkan dari tubuh melalui
radiasi, konduksi (hantaran) dan penguapan air disaluran nafas dan kulit. Keseimbangan
pembentukan pengeluaran panas menentukan suhu tubuh, karena kecepatan reaksi-reaksi
kimia bervariasi sesuai dengan suhu dan karena sistem enzim dalam tubuh memiliki rentang
suhu normal yang sempit agar berfungsi optimal, fungsi tubuh normal bergantung pada suhu
yang relatif konstan (Sylvia A. Price, dkk. 1995).
6
3. Etiologi
Hingga saat ini penyebab kejang demam belum diketahui secara pasti, namun kejang
demam yang disebabkan oleh hipertermia yang muncul scara cepat yang berkaitan dengan
infeksi virus atau bakteri. Pada umumnya berlangsung secara singkat, dan mungkin terdapat
predisposisi familiar. ( Kusuma, 2015). Menurut ( Lestari, 2016) kejang demam dapat
disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, dan infeksi saluran kemih,
sedangkan menurut ( Ridha, 2014) mengatakan bahwa factor resiko terjadinya kejang demam
diantaranya :
A. Faktor – faktor prenatal
B. Malformasi otak congenital
C. Factor genetika
D. Demam
E. Gangguan metabolisme
F. Trauma
G. Neoplasma
H. Gangguan sirkulasi
4. Klasifikasi
Widagno (2012), mengatakan berdasarkan epidemiologi, kejang demam dibagi 3 jenis, yaitu :
a. Kejang demam sederhana ( simple febrile convulsion ), biasanya terjadi pada anak usia 6
bulan sampai 5 tahun, yang disertai kenaikan suhu tubuh mencapai ≥ 39 ˚ C. Kejang bersifat
umum, umumnya berlangsung beberapa detik/menit dan jarang sampai 15 menit. Pada akhir
kejang diakhiri dengan suatu keadaan singkat seperti mengantuk ( drowsiness), dan bangkitan
kejang terjadi hanya sekali dalam 24 jam, anak tidak mempunyai kelaianan neurologic pada
pemeriksaan fisik dan riwayat perkembangan normal, demam bukan disebabkan karena
meningitis atau penyakit lain dari otak.
b. Kejang demam kompleks ( complex or complicated febrile convulsion ) biasanya kejang
terjadi selama ≥ 15 menit atau kejang berulang dalam 24 jam dan terdapat kejang focal
dalam masa pasca bengkitan. Umur pasien, status neurologic dan sifat demam adalah sama
dengan kejang demam sederhana.
c. Kejang demam simtomatik ( symptomatic febrile seizure ) biasanya sifat dan umur demam
adalahj sama pada kejang demam sederehana dan sebelumnya anak mempunyai kelainan
neurologi atau penyakit akut. Factor resiko untuk timbulnya epilepsy merupakan gambaran
kompleks waktu bangkitan. Kejang bermula pada umur < 12 bulan dengan kejang kompleks
7
terutama bila kesadaran pasca iktal meragukan maka pemeriksaan CSS sangat diperlukan
untuk memastikan kemungkinan adanya meningitis.
5. Manifestasi Klinik
Menurut ( Dewanto, 2009) gejala klinis yang paling sering dijumpai pada kejang demam
diantaranya :
a. Suhu tubuh mencapai > 38 ˚C
b. Anak sering hilang kesadaran saat kejang.
c. Kejang umumnya diawali kejang tinik kemudian kejang klonik berlangsung 10 – 15
menit, bisa juga lebih.
d. Mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak berguncang ( gejala
kejang bergantung pada jenis kejang)
e. Kulit pucat dan membiru
f. Akral dingin
8
Efek fisiologis kejang
Table Efek Fasiologis Kejang
Awal (< 15 menit) Lanjut (15-30 menit) Berkepanjangan (> 1 jam)
Meningkatnya kecepatan Menurunnya tekanan darah Hipotensi disertai berkurangnya
denyut jantung aliran darah serebrum sehingga
terjadi hipotensi serebrum
Meningkatkan tekanan darah Menurunnya gula darah Gangguan sawar darah otak
yang menyebabkan edema
serebrum
Meningkatkan kadar glukosa Distrimia
Meningkatkan suhu pusat Edema paru non jantung
tubuh
Meningkatkan sel darah putih
9
Infeksi virus atau bakteri
diluar kranial
Merangsang hipotalamus
KEJANG
Kurang informasi
pengobatan perawatan, Resiko kerusakan sel otak Replek menelan Iskemia
prognoss dan diet
Perubahan difusi
Na+ dan K+
Resiko Kejang Perubahan beda
potensial membran
Pelepasan muatan listrik semakin meluas
keseluruhan sel sekitarnya dengan bantuan
Resiko neurotransmiter
keterlambatan
Kejang
Perubahan
Kesadaran Resiko Kontraksi otot Suplai darah ke
menurun meningkat otak
cidera
Resiko
Reflek menelan Kebutuhan Metabolisme kerusakan sel
menurun o2 meningkat meningkat neuron otak
Resiko ketidak
Resiko efektifan
Resiko Hipertermi perfusi
aspirasi
asfikasi jaringan otak
11
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit, dan glukosa
darah dapat dilakukan walaupun kadang tidak menunjukan kelainan berarti.
2. Indikasi lumbal fungsi pada kejang demam adalah untuk menegakan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal fungsi pada pasien dengan kejang demam meliputi:
a. Bayi < 12 bulan harus dilakukan lumbal fungsi karena gejala meningitis sering tidak
jelas.
b. Bayi antara 12 bulan – 1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal fungsi kecuali pasti
bukan meningitis.
3. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas.
4. Pemeriksaan foto kepala, CT-Scan / MRI tidak dianjurkan pada pasien anak tanpa kelainan
neurologist karena hamper semuanya menunjukan gambaran normal. CT-Scan / MRI
direkomendasikan untuk kasus kejang demam fokal untuk mencari lesi organil di otak.
(Nurafif, 2015)
7. Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan kejang demam ada beberapa faktor yang perlu dikerjakan yaitu:
1. Penatalaksanaan medis
a. Memberantas kejang secepat mungkin
Bila pasien datang dengan keadaan status konvulsivus (kejang), obat pilihan utama
yang diberikan adalah diazepam yang diberikan secarta intravena. Dosis yang diberikan
pada pasien kejang disesuaikan dengan berat badan, kiurang dari 10 kg0,5 – 0,75
mg/kgBB dengan minimal dalam spuit 7,5 mg dan untuk BB diatas 20 kg 0,5 mg/kgBB.
Biasanya dosis rata-rata yang dipakai 0,3 mg/kgBB/kali dengan maksimum 5 mg pada
anak berumur kurang dari 5 tahun, dan 10 mg pada anak yang lebih besar. Setelah
disuntikan pertama secara intravena ditunggu 15 menit, bila masih kejang diulangi
suntiak kedua dengan dosis yang sama juga melalui intravena. Setelah 15 menit
pemberian suntikan kedua masih kejang, diberikan suntikan ketiga dengan dosis yang
sama juga akan tetapi pemberianya secara intramuscular, diharapkan kejang akan
berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4% secara
intravena. Efek samping dari pemberian diazepam adalah mengantuk, hipotensi,
penekanan pusat pernafasan. Pemberian diazepam melalui intravena pada anak yang
kejang seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah dan efektif adalah melalui
rectum. Dosis yang diberikan sesuai dengan berat badan ialah berat badan dengan kurang
12
dari 10 kg dosis yang diberikan sebesar 5 mg, berat lebih dari 10 kg diberikan 10 mg.
obat pilihan pertama untuk menanguulangi kejang dan status konvulsivus yang dipilih
oleh para ahli adalah difenilhidantion karena tidak menganggu kesadaran dan tidak
menekan pusat pernafasan, tetapi dapat menganggu frekuensi irama jantung.
b. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan pengobatan penunjang yaitu
semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung, usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen. Fungsi
vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara
ketat. Untuk cairan intravena sebaiknya diberikan dengan dipantau untuk kelainan
metabolic dan elektrolit. Obat untuk hibernasi adalah klorpromazi 2-. Untuk mencegah
edema otak diberikan kortikosteroid dengan dosis 20-3- mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis atau sebaiknya glukokortiroid misalnya dexamethasone 0,5 – 1 ampul setiap 6 jam
sampai keadaan membaik.
13
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Pengobatanm fase akut
1) airway
a) baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasangkan sudip
lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik.
b) singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang
menganggu pernafasan.
c) berikan oksigen boleh sampai 4L/menit.
2) breathing
Hisap lender sampai bersih
3) Circulation
a) bila suhu tinggi lakukan kompres secara intensif.
b) setelah pasien bangun dan sadar berikan air hangat
c. Komplikasi
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi
hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula – mula
kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas. Kejang demam
yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi
epilepsy. Menurut S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan :
1) Kerusakan sel otak
Terjadi melalui mekanisme eksotoksis neuron saraf yang aktif sewaktu kejang,
melepaskan glumate yang meningkat reseptor MMDA (M Methyl D Asparate) yang
mengakibatkan kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuron secara
irreversible
2) Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan
bersifat unilateral
14
3) Retardasi mental Dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonatus
4) Kelumpuhan
Asesmen 1. Anamnesa
keperawatan a. Keluhan demam dengan suhu tinggi ( > 38 ˚ C)
b. Adanya kejang, lama kejang dan kesadaran, interval kejang dan
keadaan anak pasca kejang
c. Riwayat kejang demam dan epilepsy dalam keluarga
d. Adanya riwayat infeksi diluar susunan syaraf pusat (SSP) seperti
ISPA, ISK, OMA
e. Singkirkan sebab kejang yang lain missal diare, dan muntah yang
15
menyebabkan gangguan elektrolit
2. Pemeriksaan fisik
a. Demam yang biasanya diatas 38 ˚ C
b. Serangan kejang biasanya berlangsung singkat ( kurang dari 15 menit )
dan umumnya kejang berhenti sendiri, anak akan terbangun dan sadar
Kembali tanpa adanya kelainan syaraf
c. Sifat bangkitan dapat berbentuk :
1) Tonik : mata keatas, kesadaran hilang dengan segera, bila berdiri
jatuh kelantai atau tanah, kaku, lengan fleksi, kaki/kepala/leher
ekstensi, tangisan melengking, apneu, peningkatan saliva
2) Klonik: Gerakan menyentak kasar pada saat tubuh dan ekstermitas
berada pada kontraksi dan relaksasi yang berirama, hiversalivasi,
dapat mengalami inkontinesia urin dan feses
3) Tonik klonik
4) Akinetic : tidak melakukan pergerakan
d. Gerakan mata abnormal ( mata dapat berputar putar ke atas )
e. Suara pernafasan yang kasar terdengar selama kejang
f. Mengantuk atau kebingungan setelah kejang dalam waktu yang singkat
g. Sianosis
h. Mual, muntah dan nafsu makan menurun
i. Membrane mukosa kering, konjungtiva tampak anemis, dan suhu
tubuh meningkat
Diagnosa 1. Hipertermi ( RM 02 02 056 )
kepaerawatan Berhubungan dengan : proses infeksi ( mis infeksi ), peningkatan laju
metabolism, dehidrasi
2. Resiko perfusi serebral tidak efektif
Faktor resiko : adanya aktivitas kejang
3. Pola nafas tidak efektif (RM 02.02.005)
Berhubungan dengan : gangguan neurologis (kejang), depresi pusat
pernapasan
4. Resiko cedera (RM 02.02.059)
Faktor resiko : kejang, keamanan transportasi saat aktivitas kejang,
hipoksia jaringan, perubahan fungsi psikomotor, perubahan fungsi kognitif
5. Resiko ketidakseimbangan cairan (RM 02.02.026)
Faktor resiko : efek sekunder peningkatan suhu, peningkatan laju
16
metabolism (karena proses infeksi)
Kriteria A. TUJUAN
evaluasi 1. Hipertermi hilang
2. Perfusi serebral efektif
3. Pola nafa efektif
4. Cedera tidak terjadi
5. Keseimbangan cairan adekuat
6. Resiko defisit nutrisi tidak terjadi
7. Ansietas hilang
B. KRITERIA HASIL
1. Suhu tubuh normal, takikardia membaik, takipnea membaik
2. Kesadaran membaik, gelisah hilang, refleks saraf membaik, agitasi
(perasaan seperti jengkel, kesal atau gelisah yang disebabkan oleh
provokes atau tidak adanya provokasi) hilang, tanda-tanda vital normal
3. Pola nafas normal, dispneu menurun, penggunaan otot bantu
pernafasan menurun, tekanan ekspirasi dan inspirasi membaik
4. Pasien terbatas dari cedera, keluarga mampu menjelaskan fakator
resiko dari lingkungan/perilaku personal, keluarga mampu mengenali
perubahan status Kesehatan
5. Asupan makanan dan cairan normal, hipertermi hilang, tanda-tanda
dehidarasi tidak ada
6. Nafsu makan membaik, frekuensi makan normal, membrane mukosa
membaik
7. Pola tidur normal, kontak mata normal, gelisah menurun, perilaku
tegang menurun, tanda-tanda vital normal
Intervensi 1. Hipertermi ( RM 02 02 056)
Keperawatan a. Observasi : monitor keadaan umum, periksa tanda-tanda vital Monitor
17
tanda – tanda vital , monitor cairan masuk dan keluar
b. Terapeutik
1) Atur suhu ruangan
2) Ganti linen setiap hari atau jika mengalami hyperhidrosis
( keringat berlebih )
3) Berikan kompres / surface cooling jika diperlukan
4) Berikan pakaian yang tipis dan menyerap keringat
5) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
6) Libatkan keluarga pada saat memberikan kompres
c. Kolaborasi : pemberian cairan parenteral dan analgetic.
18
nafas
b. Terapeutik
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas
2) Posisikan semi fowler atau fowler
3) Bantu untuk merubah posisi jika diperlukan
c. Kolaborasi : kolaborasi pemberian oksigen. Bila perlu
19
2) Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium : elektrolit dan
hematokrit
20
5. Anjurkan untuk minum minimal 8 (delapan) gelas perhari
6. Jelaskan pada pasien pentingnya nutrisi untuk proses penyembuhan
7. Beri penjelasan tentang prosedur tindakan, terapi, atau pengobatan dan
perawatan, ajarkan tehnik relaksasi dan distriksi dan jelaskan hal-hal yang
dapat meningkatkan ansietas dan yang dapat mengurangi ansietas
Evaluasi 1. Masalah teratasi
2. Masalah belum teratasi
3. Masalah tidak terjadi
4. Masalah menjadi aktual
Penelaah kritis Sub Komite Mutu Keperawatan berkoordinasi dengan Perawat Pendidik
Kepustakaan 1. Nanda, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Diagnosa Medis dan Nanda :
Yogyakarta Medika Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Edisi 2, Jakarta :
EGC
2. PPK Kejang Demam No. 007/PPK-Anak Rev : 01 Tanggal Terbit :
12/03/2018
3. PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
4. PPNI (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
5. PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
21
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : An. M
Tanggal Lahir/ Usia : 24/08/2019 2 thn 3 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : M.26 49 37
Agama : Islam
Pekerjaan : Belum Bekerja
Alamat : Komplek griya Wijaya ujung berung
Tgl. Masuk RS : 14 September 2021
Tgl. Pengkajian : 14 September 2021
Diagnosa Medis : Kejang Demam Kompleks (KDK)
Dokter DPJD : dr. Z Sp.A
22
RM 01.11.001
RUMAH SAKIT UMUM
HERMINA ARCAMANIK LABEL IDENTITAS PASIEN
Jl. A.H. Nasution No.50 Bandung 40291
Tlp. (022) 87242525 Fax. : (022) 7271771
TRIAGE PASIEN
Nama Pasien : An. M
No.Rekam Medis : M.26 49 37
Tanggal/Waktu kedatangan : 14 September 2021/12.00 WIB
Hasil Pemeriksaan Tanda Vital : TD: TDD mmHg, Frek Nadi: 148 X/m, Frek Nafas: 22 x/m, Suhu: 38,5°C
..................................................................
23
c. Biopsikososio spiritual
a) Pendidikan pasien : belum sekolah
b) Pekerjaan : tidak bekerja
c) Sosial ekonomi : Sedang
d) Status psikologis : Tenang
d. Data Subyektif
a) Keluhan Utama : orang tua mengatakan anaknya kejang .
b) Riwayat Kesehatan Sekarang : kejang kurang lebih 6 jam SMRS , keluhan kejang durasi 30
ment, kejang sampai berulang hingga 5 kali. Setelah kejang pasien menangis, saat kejang
pasien mata kelojotan ke atas, tangan di tekuk, keluhan kejang didahului dengan demam
tinggi sejak semalam
c) Riwayat Kesehatan Dahulu : Demam tinggi hingga 40˚C
d) Riwayat Alergi : Tidak ada riwayat alergi
e. Data obyektif
a) Keadaan Umum : sedang
b) Kesadaran : CM
c) GCS : 15 E : 4 M : 6 V :5
d) Tanda Vital
Tekanan Darah : tdd
Nadi : 148 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 38,5 ˚C
Sat O2 : 97%
Antropometri BB : 14,6 kg
f. Pemeriksaan Persistem
1) Sistem Susunan Saraf Pusat
Kepala tidak ada kelainan, ubun-ubun datar, sensori tidak ada kelainan, motorik tidak ada
kelainan, kekuatan otot lemah, kejang tidak ada.
2) Sistem Penglihatan
poisi mata simetris, pupil isokor, konjungtiva tidak anemis, seklera tidak ikterik, pasien
tidak menggunakan alat bantu penglihatan (kaca mata).
24
3) Sistem Pendengaran
Tidak ada kelainan
4) Sistem Penciuman
Tidak ada kelainan
5) Sistem Pernafasan
Jalan nafas bersih, tidak ada retraksi intercosta
6) Sistem Kardiovaskuler
Bunyi jantung normal, sianosis tidak ada, akral hangat
7) Sistem Pencernaan
Mulut tidak ada kelainan, mukosa bibir kering, BU 12x/ mnt
8) Sistem Genitourinaria
Tidak ada kelainan
9) Sistem Reproduksi
Tidak ada kelainan
10) Sistem Integumen
Turgor elastis, CRT > 3 detik
11) Sistem Muskuloskletal
Tidak ada kelainan
g. Asesment risiko jatuh Score
reisiko : Tinggi ditemukan keduanya
Tatalaksana : Edukasi dan gunakan pita kuning
a) Nilai nyeri : Tidak ada
b) Screening gizi pada pasien anak
Nilai Score : 0 Risiko Nutrisi : Rendah (total score 0)
C. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium
Tgl. Pemeriksaan : 14 november 2021
Jam : 12.15
25
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Darah Tepi
Hemoglobin 13,4 13,0 – 17,0 g/dL
Hematokrit 38,9 40,0 – 52,0 %
Leukosit 10850 4.500– 11.000 /µL
Trombosit 326000 150.000 – 350.000 /µL
Hitung Jenis : %
0–1
• Basofil 0 %
2–4
• Eosinofil 0 %
3–5
• Neutrofil Batang 0 %
50 – 70
• Neutrofil Segmen 73 %
20 – 40
• Limfosit 17 %
2–8
• Monosit 10
70 – 115
136,00 – 145,00
KIMIA KLINIK 122
3,50 – 5,10
GDS mg/dl
ELEKTROLIT 126,9
Natrium (Na) 37,3 mmol/L
Kalium (Ka) 45,3 mmol/L
26
THERAPY DPJP
1. Loading phenytoin 20 mg/ kgBB dalam nacl 0,9% hingga 50 cc dalam 30 menit
2. Rawat picu
B. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tanggal di Tanggal teratasi
tegakan & Perencanaa dan nama
nama perawat perawat
Tujuan Kriteria hasil Rencana
tindakan
Dx
1. Hipertermia Minggu / 14 – Setelah □ Kulit merah Observasi 1. Minggu
adalah Suhu 11- 2021 Jam dilakukan menurun □ Periksa tanda / 14 –
tubuh 12.00 WIB tindakan □ Menggigil – tanda vital / 1 11-
meningkat keperawatan menurun jam 2021
diatas rentang Sr D selama.1 X □ □ anjurkan Jam
normal tubuh 24 Akrosianosis untuk memakai 12.00
b.d hipertermia menurun pakaian tipis WIB
□ Gangguan membaik □ Konsumsi menyerap
kontrol suhu oksigen keringat
tubuh di otak normal
Ditandai □ Suhu tubuh
dengan : normal
Terapeutik
□ Takikardia
□ Berikan
DS : membaik
kompres/surfac
□ Demam □ Takipnea
e cooling jika
membaik
diperlukan
DO :
27
□ Kedasaran :
compos mentis Edukasi
□ Tanda – □ mengajarkan
tanda vital : kompres
□ Suhu : 38,9 /surface cooling
c
□ Nadi : Kolaborasi
130x/mnt □ □ Kolaborasi
RR : 26 x/mnt pemberian
□ Membran cairan
mukosa kering parenteral
□ Kulit merah □ Kolaborasi
□ Kulit teraba pemberian
hangat terapi jika perlu
28
30 menit dan
berulang
sampai 5 kali
DO :
□ Kedasaran :
compos mentis
□ Tanda –
tanda vital :
□ Suhu : 38,9
c
□ Nadi :
130x/mnt □
RR : 26 x/mnt
□ Membran
mukosa kering
□ Kulit merah
□ Kulit teraba
hangat
29
metis
Gcs : 15
E:4 M:6V:5
Tanda vital :
Nadi :
Teraba kuat teratur
Respirasi :
28x/menit
Suhu : 38,9 ˚C
Sat oksigen : 98%
Antropometri
BB : 14,6 kg
12. 15 Melakukan kolaborasi dengan Berikan infus RL Dr F
dokter jaga 2cc /kgBB/jam
Pamol supp 125mg
Oksigen nasal canul
2lpm
Konsul dr, Z Sp.A
12 20 Memberikan kolaborasi obat Pamol supp 125 mg Sr D
antipiretik
12 25 melakukan pemasangan infus RL 2cc / kgBB/jam Sr D
12. 35 Berkolaborasi pemberian oksigen Memberikan Sr D
pemberikan oksigen
menggunakan nasal
canul 2lpm
12.40 Melakukan kolaborasi dengan Melakukan Sr D
dokter jaga pemeriksaan darah
tepi (DT), gula
darah sewaktu
(GDS) , Na, K, serta
swab Antigen
Melakukan
pemeriksaan
Rontgen Thorak)
30
12.55 Mengobservasi tanda tanda vital Kesadaran umum : Sr D
sedang
Kesadaran : compos
metis
GCS : 15 E: 4 M: 6
V:5
Tanda tanda vital
Nadi : 120 x/menit
teraba kuat dan
teratur
RR : 26x/menit
Suhu : 37.8 ˚C
Sat oksigen : 98%
31
M:6 V: 5
Tanda Vital
Nadi : 116
x/menit teraba kuat
teratur Respirasi :
24 x/menit
Suhu : 37,30C
Sat O2 : 98%
Anak tampak
tenang, tidak rewel
dan tidak gelisah
Muntah ( - )
13.45 Pemberian loading phenytoin Mengganti cairan Sr D
selesai infus menjadi RL
2cc/kgBB/jam
14.00 Mengobservasi TTV Keadaan Umum : Sr D
sedang Kesadaran :
Compos Mentis
GCS : 15 E: 4
M:6 V: 5
Tanda Vital
Nadi : 112
x/menit teraba kuat
teratur Respirasi :
24 x/menit
Suhu : 36,8 ˚C
Sat O2 : 98%
Anak tampak
tenang, tidak rewel
dan tidak gelisah
Muntah ( - )
14.30 Mengantarkan pasien ke ruangan Pasien masuk Sr D
picu menggunakan kursi roda dan keruangan picu
digendong oleh ibunya
32
D. Evaluasi
Hari/
Tanggal/ Catatan Keadaan Pasien
Jam
Minggu S : OT mengatakan panas anaknya sudah turun, tidak rewel, tidak ada muntah,
14 tidak gelisah , kejang tidak ada
november O : K/U sedang, kesadaran CM, akral hangat, suhu : 36,80C, nadi : 120x/menit
2021 kuat reguler, RR : 24 x/menit, sianosis tidak
A : Peningkatan suhu tubuh teratasi sebagian , Resiko ketidak efektifan perfusi
serebral tidak terjadi
P : Mengajurkan pasien memakai pakaian tipis yang menyerap keringat,
mengatur ruangan 25˚C , menganjurkan orang tua untuk meningkatkan istirahat
anak, libatkan pasien untuk melakukan kegiatan sehari hari sesuai kemampuanya
33
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini penulis akan membahas tentang Asuhan Keperawatan Garat Darurat Pada
An.M Dengan Gangguan Sistem Persyarafan Kejang Demam Kompleks (KDK) Di Instalasi Gawat
Darurat RSU Hermina Arcamanik. Lingkup pembahasan kasus ini sesuai dengan pendekatan tindakan
keperawatan gawat darurat yang dilaksanakan pada tanggal 14 november 2021. Penulis menemukan
beberapa kesenjangan dilapangan, berikut ini penulis uraikan dalam tahap proses keperawatan yang telah
dilakukan pada pasien dengan kejang demam yaitu :
A. Pengkajian
Tehnik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam proses pengumpulan data yaitu melalui
tehnik wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik. Pada ta,hap pengkajian, penulis tidak
mendapatkan kesulitan baik pada saat pemeriksaan fisik maupun anamnesa berkomunikasi dengan
orang tua pasien. Pasien tidak dapat diajak komunikasi karena usia dan keadaan yang lemah sehingga
penulis melakukan pengkajian kepada orang tua (ibu kandung) pasien yang saat itu mengatar pasien
ke IGD dengan respon yang positif dan mau bekerja sama sehingga memudahkan dalam
pengumpulan data.
Dalam kondisi gawat darurat maka pengkajian dilakukan lebih mengarah kepada
kegawatdaruratan yang saat itu terjadi baik anamnesa maupun pemeriksaan fisik, sehingga ada
beberapa data yang tidak diperoleh yang seharusnya ada di pengkajian secara teoritis.Dari hasil
pengkajian ditemukan pasien usia 2 tahun 3 bulan datang dengan riwayat kejang dirumah sejak 6 jam
smrs dengan durasi 30 menit dan berulang sampai 5 kali hal ini disesuaikan dengan teoritis bahwa
demam kejang adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering
dijumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
Kejang demam diklasifikasi menjadi dua jenis utama, yaitu kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks. Dari manifestasi klinis Kejang demam kompleks ( complex or complicated febrile
convulsion ) biasanya kejang terjadi selama ≥ 15 menit atau kejang berulang dalam 24 jam, ada
persamaan antara teori dan kasus yang didapat dimana pasien mengalami kejang > 15 dan berulang
sampai 5 kali. Dari hasil pengkajian, penulis melakukan analisa data untuk mengetahui masalah
keperawatan yang muncul pada pasien. Analis data didasarkan pada data subjektif dan data objektif
34
yang didapat secara langsung maupun tidak langsung, yang kemudian diolah dalam konsep etiologi
yang tergambar pada bagian patofisiologi kejang demam sehingga muncul masalaj keperawatan.
Pada saat melakukan penganalisaan data, penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dan
kelolaan kasus. Hal ini dikarenakan data yang didapatkan sudah cukup jelas untuk menegakkan
diagnosa keperawatan dengan etiologi pada patofisiologi yang telah dijelaskan secara rasional dan
ilmiah.
B. Diagnosa Keperawatan
Setelah melakukan pengkajian pada An. M , penulis menemukan tiga dari enam diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam. Dikarenakan keterbatasan
waktu, anamnesa serta pemeriksaan fisik yang lebih berprioritas ke kegawatdaruratan, sehingga
muncul diagnosa keperawatan sebagai berikut :
a. Hipertermi berhubungan dengan gangguan kontrol suhu tubuh di otak
b. Resiko perfusi cerebral tidak efektif berhubungan dengan adanya aktifitas kejang
E. Evaluasi
Tahap ini merupakan respon umpan balik dari tindakan yang dilakukan dimana setiap tindakan
keperawatan menyebabkan timbulnya respon. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan tindakan keperawatan yang diberikan hanya sebatas kegawatdaruratan yang belum
mampu menyelesaikan semua masalah keperawatan pasien, dikarena masalah keperawatan yang
dialami pasien cukup berat yang memerlukan perawatan yang cukup lama sedangkan penulis
melakukan implementasi/ pelaksanaan keperawatan selama 3 jam. Namun hal-hal yang akan
35
mendukung tercapainya tujuan dengan melibatkan keluarga dan petugas di ruangan picu, ruangan
biasa dan perawatan anak akan membantu masalah pasien nantinya.
36
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada An. M dengan kejang demam Kompleks pada
tanggal 14 november 2021, penulis menerapkan proses keperawatan mulai dari tahap
pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang dilaksanakan
sesuai dengan teori yang telah didapatkan dan disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
a. Pengkajian
Pada pengkajian yang dilakukan untuk pengumpulan data dasar tentang keadaan pasien usia
2 tahun 3 bulan datang dengan riwayat kejang dirumah sejak 6 jam smrs dengan durasi 30 menit
dan berulang sampai 5 kali. Adapun beberapa data yang tidak diperoleh yang seharusnya ada di
pengkajian secara teoritis, hal ini dikarenakan pengkajian dilakukan lebih mengarah kepada
kegawatdaruratan yang saat itu terjadi baik anamnesa maupun pemeriksaan fisik.
c. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus An.M , yaitu :
1) Hipertermi
2) Resiko perfusi cerebral tidak efektif
37
f. Evaluasi
Pada tahap evaluasi dapat dinilai keberhasilan asuhan Keperawatan yang sudah dijalankan.
Pada umumnya tujuan belum tercapai seluruhnya dikarenakan keterbatasan waktu penulis yang
hanya melakukan pelaksanaan keperawatan selama 3 jam yang berprioritas kepada
kegawatdaruratan sehingga dibutuhkan dukungan dari tim medis, staf ruangan dan keluarga
pasien.
B. Saran
Dalam melakukan pengkajian pada pasien/ keluarga pasien diharapkan perawat perlu
mempersiapkan diri dengan pengetahuan keterampilan dan komunikasi tereupetik. Sehingga
memudahkan dalam pengumpulan data. Agar asuhan keperawatan dapat berjalan dengan baik, perlu
adanya perencanaan yang matang serta dalam melaksanakan asuhan keperawatan diharapkan adanya
kerjasama yang baik dengan pasien/ keluarga pasien dan tim kesehatan lainnya dan dapat dilakukan
pelaksanaan keperawatan yang berkesinambungan di ruangan perawatan selanjutnya.
Dengan keterbatasan waktu dalam mencari kasus kegawatdaruratan dan referensi yang didapat di
perpustakaan diaharap institusi diklat dapat lebih mempertimbankan hal yang lebih baik dan
diharapkan study kasus ini dapat meningkatkan mutu dan kualitas perawat gadar serta mengahsilkan
tenaga kesehatan yang profesional
38
39