Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA An.

M
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN KEJANG DEMAM
KOMPLEKS (KDK) DI INSTALASI GAWAT DARURAT
RSU HERMINA ARCAMANIK

STUDY KASUS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi ujian pelaksana 1

DISUSUN OLEH
DENA DENITA
NRP 2021090313

RUMAH SAKIT UMUM HERMINA ARCAMANIK


JL. A.H Nasution No. 50 Bandung, Jawa Barat
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdullilah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, karena atas berkat
dan rahmat-Nya Penulis diberikan kekuatan dan pikiran sehingga dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada An. B Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan Kejang Demam Kompleks (KDK) Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Umum
Hermina Arcamanik”

Shalawat beserta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad Saw beserta
keluarganya, sahabatnya, tabiin-tabiinnya, sampai kepada kita sebagai umatnya sampai akhir
zaman. Laporan ini disusun slah satu persyaratan dalam memenuhi tugas pendidikan di RSU
Hermina Arcamanik.

Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis menyelesaikan laporan kasus ini Penulis
menyadari bahwa laporan ini belum sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu
penulis sangat terbuka terhadap masukan, kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
laporan tugas akhir ini

Bandung, November 2021


Penulis

Dena denita

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan 2

1. Tujuan Umum 2

2. Tujuan Khusus 2

BAB II KONSEP DASAR 4

A. Konsep Dasar Medis 4

1. Pengertian 4

2. Anatomi Fisiologi 4

a. Cerebrum (otak besar) 4

b. Serebellum 5

3. Etiologi 7

4. Klasifikasi 7

5. Manifestasi Klinik 8

6. Pemeriksaan Penunjang 12

7. Penatalaksanaan 12

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 15

BAB III LAPORAN KASUS 22

A. Pengkajian 22

a. Identitas 22

A. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan 27

ii
B. Intervensi Keperawatan 28

C. Implementasi/ Pelaksanaan Keperawatan 30

D. Evaluasi 34

BAB IV PEMBAHASAN 35

A. Pengkajian 35

B. Diagnosa Keperawatan 36

C. Intervensi/ Perencanaan Keperawatan 36

D. Implementasi/ Pelaksanaan Keperawatan 36

E. Evaluasi 36

BAB V PENUTUP 38

A. Kesimpulan 38

a. Pengkajian 38

c. Diagnosa keperawatan 38

d. Intervensi/ Perencanaan Keperawatan 38

e. Implementasi/ Pelaksanaan Keperawatan 38

f. Evaluasi 39

B. Saran 39

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan komponen utama dalam Index Pembangunan Manusia (IPM) yang
dapat mendukung terciptanya sumber daya manusia yang cerdas, terampil dan ahli menuju
keberhasilan pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan adalah salah satu hak dasar
masyarakat yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2011). Beberapa
penyakit yang umum sering diderita bayi dan balita antara lain demam, infeksi saluran
pernapasan, dan diare (Bulan A, 2013). Kejang bisa terjadi pada bayi yang baru lahir dan pada
anak-anak. Anak lebih rentan terkena infeksi yang sering menyebabkan demam tinggi. Demam
memang bukan merupakan suatu penyakit melainkan gejala. Hampir semua orang pernah
mengalami demam, ada yang hanya demam ringan dan ada yang sampai demamnya tinggi.
Demam sering terjadi pada usia balita, ketika kenaikan suhu tubuh (demam) tersebut mencapai
skala angka yang paling tinggi, akan menimbulkan kejang pada anak atau disebut dengan kejang
demam (Ram & Newton, 2015).

Kejang Demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal diatas 37,5 0C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium maupun intrakranium.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak-anak,
terutama pada golongan umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun. Kejang demam disebabkan oleh
hipertermia yang muncul secara cepat berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Kondisi yang
dapat menyebabkan kejang demam diantaranya adalah infeksi yang mengenai jaringan
ekstrakranial seperti Otitis Media Akut, Bronkitis dan Tonsillitis. Umumnya berlangsung singkat,
dan mungkin terdapat predisposisi familial. Kejang yang berkepanjangan dan berulang–ulang
dapat menyebabkan gangguan yang serius pada otak anak hingga anak mengalami kecacatan
mental. Kejang demam ini banyak dijumpai pada anak laki-laki dari pada anak perempuan (Ismail
et al., 2016). Seorang anak yang pernah mengalami kejang demam untuk pertama kalinya,
mempunyai peluang 30–35% untuk mengalami kejang demam berikutnya, tidak ada 3 patokan
suhu demam yang sama, serta tidak selalu terjadi pada setiap demam. (Hariadi & Arifianto,
2017).

1
Berdasarkan data WHO 2019 angka kejadian penyakit kejang demam 3,5-10,7 %. Kejang
demam terjadi pada anak berumur 6 bulan- 5 tahun dengan angka kejadian kejang demam
sebanyak 315 kasus yang mengalami kejadian kejang demam, menyatakan bahwa terjadinya
kejang demam lebih sering terjadi pada saat anak berusia kurang lebih 5 tahun. dari seluruh
kejang demam (WHO, 2012). Berdasarkan data di Indonesia dilaporkan angka kejadian kejang
demam 3-4% terdapat yakni pada tahun 2019 dengan angka kejadian kejang demam sebanyak
256 kasus dengan mayoritas terdiri dari anak yang berusia 6 bulan – 5 tahun (Wibisono, 2015).
Di Jawa barat terdapat 2-3% dari 100 balita pada tahun 2019 anak yang mengalami kejang
demam biasa terjadi pada usia anak yang berusia 6 bulan – 5 tahun dengan adanya meningkatan
suhu tubuh (Juanita, 2019)

Berdasarkan data rekam medis di RSU hermina arcamanik tahun 2020 dilaporkan angka
kejadian demam sebesar 14 kasus pada bulan maret 2021 dengan tanda gejala mengalami
peningkatan suhu tubuh dan mengalami kejang dirumah 1 kali. Berdasarkan hal tersebut penulis
menemukan masalah yang terdapat pada anak yang mengalami kejang demam yaitu demam yang
hilang timbul. Demam terjadi pada anak dengan kejang demam akibat infeksi dan demam akan
dialami anak selama penanganan infeksi belum tuntas. Penanganan demam saat ini dilakukan
dengan pemberian terapi obat antikonvulsan, antipiretik, manajemen cairan, pemakaian baju yang
tipis, dan surface cooling dengan menggunakan air hangat.. Berdasarkan hasil tersebut penulis
tertarik untuk mengambil study kasus tentang Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada An.H
Dengan Gangguan Sistem Persyarafan Kejang Demam Kompleks (KDK) Di Instalasi Gawat
Darurat RSU Hermina Arcamanik.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, rumusan masalah dari penilitian ini adalah “Bagaimana Asuhan Gawat
Darurat Keperawatan Pada An.M Dengan Gangguan Sistem Persyarafan Kejang Demam
Kompleks (KDK) Di Instalasi Gawat Darurat RSU Hermina Arcamanik ?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan asuhan keperawatan dan mempelajari lebih dalam tentang penyakit kejang
demam melalui pendekatan proses keperawatan secara komprehensif.

2
2. Tujuan Khusus
1) Perawat mampu melakukan pendekatan pengkajian pada pasien dengan kejang demam
2) Perawat mampu menganalisa atau menemukan masalah keperawatan pada pasien kejang
demam.
3) Perawat mampu merencanakan tindakan keperawatan yang akan dilakukan untuk
mengatasi masalah keperawatan yang muncul
4) Perawat mampu melaksanakan tindakan keperawatan yang telah direncanakan dalam
pemecahan masalah keperawatan
5) Perawat mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

3
BAB II
KONSEP DASAR

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Kejang Demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu badan tinggi ( suhu tubuh diatas 38
C) Karena terjadi kelainan ektrakanial. Kejang demam atau febrile convulsion adalah bangkitan
kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
( Lestari, 2016). Kejang demam adalah perubahan aktifitas motorik yang bersifat paroksimal dan
dalam waktu tertentu akibat dari adanya aktifitas listrik abnormal di otak yang terjadi karena
kenaikan sehu tubuh (Widagno, 2012). Jadi, dapat disimpulkan bahwa kejang demam adalah
gangguan yang terjadi akibat peningkatan suhu tubuh pada anak yang mengakibatkan kejang
yang disebabkan oleh proses ektrakranial.

2. Anatomi Fisiologi
Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan dibungkus oleh selaput otak
yang disebut meningen yang berfungsi untuk melindungi struktur saraf terutama terhadap resiko
benturan atau guncangan. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid dan
piamater.

Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari :


a. Cerebrum (otak besar)
Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan superior rongga tengkorak
di mana cerebrum ini mengisi cavum cranialis anterior dan cavum cranialis media. Cerebrum
terdiri dari dua lapisan yaitu : Corteks cerebri dan medulla cerebri. Fungsi dari cerebrum ialah
pusat motorik, pusat bicara, pusat sensorik, pusat pendengaran / auditorik, pusat penglihatan /
visual, pusat pengecap dan pembau serta pusat pemikiran. Sebagian kecil substansia gressia
masuk ke dalam daerah substansia alba sehingga tidak berada di corteks cerebri lagi tepi
sudah berada di dalam daerah medulla cerebri. Pada setiap hemisfer cerebri inilah yang
disebut sebagai ganglia basalis. Yang termasuk pada ganglia basalis ini adalah :

4
1) Thalamus
Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali impuls pembau yang
langsung sampai ke kortex cerebri. Fungsi thalamus terutama penting untuk integrasi
semua impuls sensorik. Thalamus juga merupakan pusat panas dan rasa nyeri.

2) Hypothalamus
Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus terdiri dari
beberapa nukleus yang masing-masing mempunyai kegiatan fisiologi yang berbeda.
Hypothalamus merupakan daerah penting untuk mengatur fungsi alat demam seperti
mengatur metabolisme, alat genital, tidur dan bangun, suhu tubuh, rasa lapar dan haus,
saraf otonom dan sebagainya. Bila terjadi gangguan pada tubuh, maka akan terjadi
perubahan-perubahan. Seperti pada kasus kejang demam, hypothalamus berperan penting
dalam proses tersebut karena fungsinya yang mengatur keseimbangan suhu tubuh
terganggu akibat adanya proses patologik ekstrakranium.

3) Formation Reticularis
Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak (superior dan pons
varoli) ia berperan untuk mempengaruhi aktifitas cortex cerebri di mana pada daerah
formatio reticularis ini terjadi stimulasi / rangsangan dan penekanan impuls yang akan
dikirim ke cortex cerebri.

b. Serebellum
Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa cranial posterior.
Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang berfungsi sebagai pusat koordinasi
kontraksi otot rangka. System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung keluar
dari otak atau batang otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus cranialis ada 12 pasang :
1) N. I : Nervus Olfaktorius
2) N. II : Nervus Optikus
3) N. III : Nervus Okulamotorius
4) N. IV : Nervus Troklearis
5) N. V : Nervus Trigeminus
6) N. VI : Nervus Abducen
7) N. VII : Nervus Fasialis
8) N. VIII : Nervus Akustikus

5
9) N. IX : Nervus Glossofaringeus
10) N. X : Nervus Vagus
11) N. XI : Nervus Accesorius
12) N. XII : Nervus Hipoglosus.

System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat dan system saraf
otonom dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan efferent. Menurut fungsinya system
saraf otonom ada 2 di mana keduanya mempunyai serat pre dan post ganglionik yaitu system
simpatis dan parasimpatis. Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah :
1) Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya
2) Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus symphatis
3) Pleksus pre vertebral : Post ganglionik yg dicabangkan dari ganglion kolateral.

System saraf parasimpatis ada 2 bagian yaitu :


Serabut saraf yang dicabagkan dari medulla spinalis:
1) Serabut saraf yang dicabangkan dari otak atau batang otak
2) Serabut saraf yang dicabangkan dari medulla spinalis.

Hipotalamus mempunyai fungsi sebagai pengaturan suhu tubuh dan untuk


mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh.
a. Pirogen Endogen
Demam yang ditimbulkan oleh Sitokin mungkin disebabkan oleh pelepasan prostaglandin
lokal di hipotalamus. Penyuntikan prostaglandin kedalam hipotalamus menyebabkan demam.
Selain itu efek antipiretik aspirin bekerja langsung pada hipotalamus, dan aspirin
menghambat sintesis prostaglandin.

b. Pengaturan Suhu
Dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot, asimilasi makanan, dan oleh semua
proses vital yang berperan dalam metabolisme basal. Panas dikeluarkan dari tubuh melalui
radiasi, konduksi (hantaran) dan penguapan air disaluran nafas dan kulit. Keseimbangan
pembentukan pengeluaran panas menentukan suhu tubuh, karena kecepatan reaksi-reaksi
kimia bervariasi sesuai dengan suhu dan karena sistem enzim dalam tubuh memiliki rentang
suhu normal yang sempit agar berfungsi optimal, fungsi tubuh normal bergantung pada suhu
yang relatif konstan (Sylvia A. Price, dkk. 1995).

6
3. Etiologi
Hingga saat ini penyebab kejang demam belum diketahui secara pasti, namun kejang
demam yang disebabkan oleh hipertermia yang muncul scara cepat yang berkaitan dengan
infeksi virus atau bakteri. Pada umumnya berlangsung secara singkat, dan mungkin terdapat
predisposisi familiar. ( Kusuma, 2015). Menurut ( Lestari, 2016) kejang demam dapat
disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, dan infeksi saluran kemih,
sedangkan menurut ( Ridha, 2014) mengatakan bahwa factor resiko terjadinya kejang demam
diantaranya :
A. Faktor – faktor prenatal
B. Malformasi otak congenital
C. Factor genetika
D. Demam
E. Gangguan metabolisme
F. Trauma
G. Neoplasma
H. Gangguan sirkulasi

4. Klasifikasi
Widagno (2012), mengatakan berdasarkan epidemiologi, kejang demam dibagi 3 jenis, yaitu :
a. Kejang demam sederhana ( simple febrile convulsion ), biasanya terjadi pada anak usia 6
bulan sampai 5 tahun, yang disertai kenaikan suhu tubuh mencapai ≥ 39 ˚ C. Kejang bersifat
umum, umumnya berlangsung beberapa detik/menit dan jarang sampai 15 menit. Pada akhir
kejang diakhiri dengan suatu keadaan singkat seperti mengantuk ( drowsiness), dan bangkitan
kejang terjadi hanya sekali dalam 24 jam, anak tidak mempunyai kelaianan neurologic pada
pemeriksaan fisik dan riwayat perkembangan normal, demam bukan disebabkan karena
meningitis atau penyakit lain dari otak.
b. Kejang demam kompleks ( complex or complicated febrile convulsion ) biasanya kejang
terjadi selama ≥ 15 menit atau kejang berulang dalam 24 jam dan terdapat kejang focal
dalam masa pasca bengkitan. Umur pasien, status neurologic dan sifat demam adalah sama
dengan kejang demam sederhana.
c. Kejang demam simtomatik ( symptomatic febrile seizure ) biasanya sifat dan umur demam
adalahj sama pada kejang demam sederehana dan sebelumnya anak mempunyai kelainan
neurologi atau penyakit akut. Factor resiko untuk timbulnya epilepsy merupakan gambaran
kompleks waktu bangkitan. Kejang bermula pada umur < 12 bulan dengan kejang kompleks

7
terutama bila kesadaran pasca iktal meragukan maka pemeriksaan CSS sangat diperlukan
untuk memastikan kemungkinan adanya meningitis.

Sedangkan menurut prosesnya kejang demam dibagi menjadi 2 yaitu :


a. Intracranial
1) Trauma ( perdarahan ) : perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler
2) Infeksi : bakteri, virus, parasite misalnya meningitis
3) Kongenital : disgenesis, kelainan serebri
b. Ekstrakranial
1) Gangguan metabolic: hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan elektrolit
( Na dan K ) misalnya pada pasien dengan Riwayat diare sebelumnya.
2) Toksis : intoksikasi, anastesi local, sindroma putus obat.
3) Kongenital : gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan
kekurangan piridoksin ( Kusuma, 2015 )

5. Manifestasi Klinik
Menurut ( Dewanto, 2009) gejala klinis yang paling sering dijumpai pada kejang demam
diantaranya :
a. Suhu tubuh mencapai > 38 ˚C
b. Anak sering hilang kesadaran saat kejang.
c. Kejang umumnya diawali kejang tinik kemudian kejang klonik berlangsung 10 – 15
menit, bisa juga lebih.
d. Mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak berguncang ( gejala
kejang bergantung pada jenis kejang)
e. Kulit pucat dan membiru
f. Akral dingin

8
Efek fisiologis kejang
Table Efek Fasiologis Kejang
Awal (< 15 menit) Lanjut (15-30 menit) Berkepanjangan (> 1 jam)
Meningkatnya kecepatan Menurunnya tekanan darah Hipotensi disertai berkurangnya
denyut jantung aliran darah serebrum sehingga
terjadi hipotensi serebrum
Meningkatkan tekanan darah Menurunnya gula darah Gangguan sawar darah otak
yang menyebabkan edema
serebrum
Meningkatkan kadar glukosa Distrimia
Meningkatkan suhu pusat Edema paru non jantung
tubuh
Meningkatkan sel darah putih

9
Infeksi virus atau bakteri
diluar kranial

Merangsang hipotalamus

Gangguan kontrol suhu di


otak

Pengeluaran epinerrin dan


Peningkatan suhu tubuh
prostaglandin

Potensi aksi pada neuro meingkatkan terjadi


Hipertermi
perpindahan na+ dan k+ dengan cepat

KEJANG

Pengobatan perawatan Penurunan respon


Kejang yang lama dan sering Gangguan peredaran darah Resiko cidera / injuri
prognosa, kondisi dan diet kesadaran

Kurang informasi
pengobatan perawatan, Resiko kerusakan sel otak Replek menelan Iskemia
prognoss dan diet

Ansietas Daya Hisap Kurang Aspirasi Hipoksia

Bersihkan jalan napas tidak Perpusi jaringan tidak 10


Resiko Aspirasi
efektif efektif
Infeksi bakteri Rangsangan mekanik dan biokimia.
Kelainan neurologis
virus dan Gangguan keseimbangan cairan dan
perinatal/renatal
parasit elektrolit

Reaksi Perubahan konsentrasi


Inflamasi ion diruang ekstraseluler

Ketidak seimbangan potensial


Hipertermi membran ATP ASE

Perubahan difusi
Na+ dan K+
Resiko Kejang Perubahan beda
potensial membran
Pelepasan muatan listrik semakin meluas
keseluruhan sel sekitarnya dengan bantuan
Resiko neurotransmiter
keterlambatan
Kejang

Kurang dari 15 Lebih dari 15


menit menit

Perubahan
Kesadaran Resiko Kontraksi otot Suplai darah ke
menurun meningkat otak
cidera

Resiko
Reflek menelan Kebutuhan Metabolisme kerusakan sel
menurun o2 meningkat meningkat neuron otak

Resiko ketidak
Resiko efektifan
Resiko Hipertermi perfusi
aspirasi
asfikasi jaringan otak

11
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit, dan glukosa
darah dapat dilakukan walaupun kadang tidak menunjukan kelainan berarti.
2. Indikasi lumbal fungsi pada kejang demam adalah untuk menegakan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal fungsi pada pasien dengan kejang demam meliputi:
a. Bayi < 12 bulan harus dilakukan lumbal fungsi karena gejala meningitis sering tidak
jelas.
b. Bayi antara 12 bulan – 1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal fungsi kecuali pasti
bukan meningitis.
3. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas.
4. Pemeriksaan foto kepala, CT-Scan / MRI tidak dianjurkan pada pasien anak tanpa kelainan
neurologist karena hamper semuanya menunjukan gambaran normal. CT-Scan / MRI
direkomendasikan untuk kasus kejang demam fokal untuk mencari lesi organil di otak.
(Nurafif, 2015)

7. Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan kejang demam ada beberapa faktor yang perlu dikerjakan yaitu:
1. Penatalaksanaan medis
a. Memberantas kejang secepat mungkin
Bila pasien datang dengan keadaan status konvulsivus (kejang), obat pilihan utama
yang diberikan adalah diazepam yang diberikan secarta intravena. Dosis yang diberikan
pada pasien kejang disesuaikan dengan berat badan, kiurang dari 10 kg0,5 – 0,75
mg/kgBB dengan minimal dalam spuit 7,5 mg dan untuk BB diatas 20 kg 0,5 mg/kgBB.
Biasanya dosis rata-rata yang dipakai 0,3 mg/kgBB/kali dengan maksimum 5 mg pada
anak berumur kurang dari 5 tahun, dan 10 mg pada anak yang lebih besar. Setelah
disuntikan pertama secara intravena ditunggu 15 menit, bila masih kejang diulangi
suntiak kedua dengan dosis yang sama juga melalui intravena. Setelah 15 menit
pemberian suntikan kedua masih kejang, diberikan suntikan ketiga dengan dosis yang
sama juga akan tetapi pemberianya secara intramuscular, diharapkan kejang akan
berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4% secara
intravena. Efek samping dari pemberian diazepam adalah mengantuk, hipotensi,
penekanan pusat pernafasan. Pemberian diazepam melalui intravena pada anak yang
kejang seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah dan efektif adalah melalui
rectum. Dosis yang diberikan sesuai dengan berat badan ialah berat badan dengan kurang

12
dari 10 kg dosis yang diberikan sebesar 5 mg, berat lebih dari 10 kg diberikan 10 mg.
obat pilihan pertama untuk menanguulangi kejang dan status konvulsivus yang dipilih
oleh para ahli adalah difenilhidantion karena tidak menganggu kesadaran dan tidak
menekan pusat pernafasan, tetapi dapat menganggu frekuensi irama jantung.

b. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan pengobatan penunjang yaitu
semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung, usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen. Fungsi
vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara
ketat. Untuk cairan intravena sebaiknya diberikan dengan dipantau untuk kelainan
metabolic dan elektrolit. Obat untuk hibernasi adalah klorpromazi 2-. Untuk mencegah
edema otak diberikan kortikosteroid dengan dosis 20-3- mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis atau sebaiknya glukokortiroid misalnya dexamethasone 0,5 – 1 ampul setiap 6 jam
sampai keadaan membaik.

c. Memberikan pengobatan rumat


Setelah kejang diatasi harus disusul pengobatan rumat. Daya kerja diazepam sangat
singkat yaitu berkisar antara 45-60 menit sesudah disuntikan, oleh karena itu harus
diberikan obat antiepileptic dengan daya kerja lebih lama. Lanjutan pengobatan rumat
tergantung daripada keadaan pasien. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu
pengobatan profilaksis intermiten dan pengobatan profilaksis jangka Panjang.

d. Mencari dan mengobati penyebab


Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsy yang diprovokasi oleh demam
biasanya adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian
antibiotic yang adekuat perlu untuk mengobati penyakit tersebut. Secara akademis pasien
kejang demam yang dating untuk pertama kalinya sebaliknya dilakukan pungsi lumbal
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya factor infeksi didalam otak misalnya
meningitis.

13
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Pengobatanm fase akut
1) airway
a) baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasangkan sudip
lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik.
b) singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang
menganggu pernafasan.
c) berikan oksigen boleh sampai 4L/menit.
2) breathing
Hisap lender sampai bersih
3) Circulation
a) bila suhu tinggi lakukan kompres secara intensif.
b) setelah pasien bangun dan sadar berikan air hangat

b. Pencegahan kejang berulang


1) Segera berikan diazepam intravena, dosis rata rata 0,3 mg/kgBB atau diazepam
rektal. Jika kejang tidak berhenti tunggu 15 menit dapat diulang dengan dosis yang
sama.
2) Bila diazepam tidak tersedian, langsung dipakai fenobarbital dengan dosis awal dan
selanjutnya diteruskan dengan pengobatan rumat. (Ngastiyah, 2012).

c. Komplikasi
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi
hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula – mula
kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas. Kejang demam
yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi
epilepsy. Menurut S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan :
1) Kerusakan sel otak
Terjadi melalui mekanisme eksotoksis neuron saraf yang aktif sewaktu kejang,
melepaskan glumate yang meningkat reseptor MMDA (M Methyl D Asparate) yang
mengakibatkan kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuron secara
irreversible
2) Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan
bersifat unilateral

14
3) Retardasi mental Dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonatus
4) Kelumpuhan

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN (PAK)
Kejang demam
Pengertian 1. Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih
dari 38 ˚ C tanpa adanya infeksi susunan syaraf pusat atau gangguan
elektrolit pada anak berusia di atas 1 tahun tanpa Riwayat kejang
sebelumnya ( IDAI, 2009)
2. Klasifikasi kejang demam
a. Kejang demam sederhana
Adalah kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Kriteria
kejang demam sederhana ( kriteria livingstone )
1) Umur anak Ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
2) Kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit
3) Kejang bersifat umum
4) Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam
5) Pemeriksaan syaraf sebelum dan sesudah suhu normal tidak
menunjukan kelainan.
6) Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
b. Kejang kompleks
Adalh tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh kriteria living
stone dan ditandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15
menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24 jam )

Asesmen 1. Anamnesa
keperawatan a. Keluhan demam dengan suhu tinggi ( > 38 ˚ C)
b. Adanya kejang, lama kejang dan kesadaran, interval kejang dan
keadaan anak pasca kejang
c. Riwayat kejang demam dan epilepsy dalam keluarga
d. Adanya riwayat infeksi diluar susunan syaraf pusat (SSP) seperti
ISPA, ISK, OMA
e. Singkirkan sebab kejang yang lain missal diare, dan muntah yang

15
menyebabkan gangguan elektrolit
2. Pemeriksaan fisik
a. Demam yang biasanya diatas 38 ˚ C
b. Serangan kejang biasanya berlangsung singkat ( kurang dari 15 menit )
dan umumnya kejang berhenti sendiri, anak akan terbangun dan sadar
Kembali tanpa adanya kelainan syaraf
c. Sifat bangkitan dapat berbentuk :
1) Tonik : mata keatas, kesadaran hilang dengan segera, bila berdiri
jatuh kelantai atau tanah, kaku, lengan fleksi, kaki/kepala/leher
ekstensi, tangisan melengking, apneu, peningkatan saliva
2) Klonik: Gerakan menyentak kasar pada saat tubuh dan ekstermitas
berada pada kontraksi dan relaksasi yang berirama, hiversalivasi,
dapat mengalami inkontinesia urin dan feses
3) Tonik klonik
4) Akinetic : tidak melakukan pergerakan
d. Gerakan mata abnormal ( mata dapat berputar putar ke atas )
e. Suara pernafasan yang kasar terdengar selama kejang
f. Mengantuk atau kebingungan setelah kejang dalam waktu yang singkat
g. Sianosis
h. Mual, muntah dan nafsu makan menurun
i. Membrane mukosa kering, konjungtiva tampak anemis, dan suhu
tubuh meningkat
Diagnosa 1. Hipertermi ( RM 02 02 056 )
kepaerawatan Berhubungan dengan : proses infeksi ( mis infeksi ), peningkatan laju
metabolism, dehidrasi
2. Resiko perfusi serebral tidak efektif
Faktor resiko : adanya aktivitas kejang
3. Pola nafas tidak efektif (RM 02.02.005)
Berhubungan dengan : gangguan neurologis (kejang), depresi pusat
pernapasan
4. Resiko cedera (RM 02.02.059)
Faktor resiko : kejang, keamanan transportasi saat aktivitas kejang,
hipoksia jaringan, perubahan fungsi psikomotor, perubahan fungsi kognitif
5. Resiko ketidakseimbangan cairan (RM 02.02.026)
Faktor resiko : efek sekunder peningkatan suhu, peningkatan laju
16
metabolism (karena proses infeksi)

6. Resiko defisit nutrisi (RM 02.02.015)


Faktor resiko : peningkatan kebutuhan metabolism, adanya infeksi,
ketidakmampuan menelan makanan
7. Ansietas (RM 02.02.044)
Berhubungan dengan : Kurang terpapar informasi, hospitalisasi, ancaman
terhadap kematian.

Kriteria A. TUJUAN
evaluasi 1. Hipertermi hilang
2. Perfusi serebral efektif
3. Pola nafa efektif
4. Cedera tidak terjadi
5. Keseimbangan cairan adekuat
6. Resiko defisit nutrisi tidak terjadi
7. Ansietas hilang
B. KRITERIA HASIL
1. Suhu tubuh normal, takikardia membaik, takipnea membaik
2. Kesadaran membaik, gelisah hilang, refleks saraf membaik, agitasi
(perasaan seperti jengkel, kesal atau gelisah yang disebabkan oleh
provokes atau tidak adanya provokasi) hilang, tanda-tanda vital normal
3. Pola nafas normal, dispneu menurun, penggunaan otot bantu
pernafasan menurun, tekanan ekspirasi dan inspirasi membaik
4. Pasien terbatas dari cedera, keluarga mampu menjelaskan fakator
resiko dari lingkungan/perilaku personal, keluarga mampu mengenali
perubahan status Kesehatan
5. Asupan makanan dan cairan normal, hipertermi hilang, tanda-tanda
dehidarasi tidak ada
6. Nafsu makan membaik, frekuensi makan normal, membrane mukosa
membaik
7. Pola tidur normal, kontak mata normal, gelisah menurun, perilaku
tegang menurun, tanda-tanda vital normal
Intervensi 1. Hipertermi ( RM 02 02 056)
Keperawatan a. Observasi : monitor keadaan umum, periksa tanda-tanda vital Monitor
17
tanda – tanda vital , monitor cairan masuk dan keluar
b. Terapeutik
1) Atur suhu ruangan
2) Ganti linen setiap hari atau jika mengalami hyperhidrosis
( keringat berlebih )
3) Berikan kompres / surface cooling jika diperlukan
4) Berikan pakaian yang tipis dan menyerap keringat
5) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
6) Libatkan keluarga pada saat memberikan kompres
c. Kolaborasi : pemberian cairan parenteral dan analgetic.

2. Resiko perfusi cerebral tidak efektif (RM 02 02 014)


a. Observasi
1) Monitor kesadaran dan tanda tanda vital
2) Monitor status neurologist
3) Identifikasi adanya tanda tanda peningkatan intracranial ( sakit
kepala, mual, muntah, papilledema ), identifikasi fungsi motoric
pasien.
b. Terapeutik:
1) Batasi jumlah pengunjung
2) Tingkatkan istirahat dan atur cahaya adekuat
3) Orientasikan pasien terhadap realita ( waktu, tempat, oramg dan
lingkungan)
4) Libatkan pasien untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai
kemampuanya
5) Libatkan pasien dalam menggunakan alat indra saat berinteraksi
dengan lingkungan.
c. Kolaborasi : kolaborasi dengan bagian rehabilitasi medik, jika
perlu

3. Pola nafas tidak efektif ( RM 02 02 005)


a. Observasi :
1) Monitor pola nafas ( frekuensi, kedalaman, usaha nafas) dan status
respirasi dan oksigenasi , monitor adanya kelelahan otot bantu

18
nafas
b. Terapeutik
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas
2) Posisikan semi fowler atau fowler
3) Bantu untuk merubah posisi jika diperlukan
c. Kolaborasi : kolaborasi pemberian oksigen. Bila perlu

4. Resiko cedera (RM 02.02.059)


a. Observasi :
1) Identifikasi apakah pasien mempunyai resiko tinggi terjadinya
cedera
2) Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi
fisik dan fungsi kognitif pasien
b. Terapeutik :
1) Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman
2) Hindari lingkungan dan benda-benda yang berbahaya
3) Lakukan monitoring lanjutan ada pasien yang beresiko cedera
4) Libatkan keluarga untuk mendampingi pasien
c. Kolaborasi : Kolaborasi pemberian obat bila perlu

5. Resiko Ketidakseimbangan cairan (RM 02.02.026)


a. Obeservasi :
1) Monitor tanda-tanda vital dan monitor keadaan umum pasien
2) Identifikasi resiko ketidakseimbangan cairan
3) Identifikasi adanya tanda dehidrasi
b. Terapeutik :
1) Timbang berat badan tiap hari
2) Berikan hidrasi yang adekuat sesuai kebutuhan tubuh
3) Hitung balance dan diuresis
4) Libatkan keluarga untuk pemberian intake oral
5) Libatkan pasien dan keluarga untuk melakukan pencatatan intake
output
c. Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian cairan parenteral

19
2) Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium : elektrolit dan
hematokrit

6. Resiko defisit nutrisi (RM 02.02.015)


a. Observasi : Identifikasi adanya kesulitan menelan dan identifikasi
adanya mual dan muntah
b. Terapeutik :
1) Berikan makanan dalam porsi kecil tetapi sering dan dalam kondisi
hangat
2) Berikan makanan dalam bentuk lunak/cair bila perlu
3) Berikan oral hygiene secara teratur
4) Timbang berat badan setiap hari
c. Kolaborasi :
1) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
2) Pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi

7. Ansietas (RM 02.02.044)


a. Observasi :
1) Identifikasi tingkat ansietas pasien
2) Identifikasi faktor penyebab yang mempengaruhi ansietas
3) Identifikasi kemampuan keluarga mengatasi ansietas
b. Terapeutik :
1) Ciptakan lingkungan yang tenang dan kurangi kebisingan
2) Pahami situasi yang membuat ansietas
3) Libatkan keluarga untuk mengalihkan ansietas melalu menonton
TV, mendengarkan musik atau bermain
Informasi dan 1. Anjurkan pasien tirah baring, berikan edukasi tentang pentingnya
Edukasi pemberian cairan, ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake output
harian
2. Penkes ke pasien tentang tanda-tanda perubahan perfusi serebral
3. Ajarkan pasien melakukan tehnik relaksasi nafas dalam, merubah posisi
secara mandiri
4. Berikan edukasi tentang manajemen resiko

20
5. Anjurkan untuk minum minimal 8 (delapan) gelas perhari
6. Jelaskan pada pasien pentingnya nutrisi untuk proses penyembuhan
7. Beri penjelasan tentang prosedur tindakan, terapi, atau pengobatan dan
perawatan, ajarkan tehnik relaksasi dan distriksi dan jelaskan hal-hal yang
dapat meningkatkan ansietas dan yang dapat mengurangi ansietas
Evaluasi 1. Masalah teratasi
2. Masalah belum teratasi
3. Masalah tidak terjadi
4. Masalah menjadi aktual
Penelaah kritis Sub Komite Mutu Keperawatan berkoordinasi dengan Perawat Pendidik
Kepustakaan 1. Nanda, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Diagnosa Medis dan Nanda :
Yogyakarta Medika Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Edisi 2, Jakarta :
EGC
2. PPK Kejang Demam No. 007/PPK-Anak Rev : 01 Tanggal Terbit :
12/03/2018
3. PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
4. PPNI (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
5. PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

21
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : An. M
Tanggal Lahir/ Usia : 24/08/2019 2 thn 3 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : M.26 49 37
Agama : Islam
Pekerjaan : Belum Bekerja
Alamat : Komplek griya Wijaya ujung berung
Tgl. Masuk RS : 14 September 2021
Tgl. Pengkajian : 14 September 2021
Diagnosa Medis : Kejang Demam Kompleks (KDK)
Dokter DPJD : dr. Z Sp.A

2) Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. D
Usia : 41 Tahun
Alamat : Komplek griya Wijaya ujung berung
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikan : SMP
Hubungan dgn pasien : Ayah Kandung

22
RM 01.11.001
RUMAH SAKIT UMUM
HERMINA ARCAMANIK LABEL IDENTITAS PASIEN
Jl. A.H. Nasution No.50 Bandung 40291
Tlp. (022) 87242525 Fax. : (022) 7271771

TRIAGE PASIEN
Nama Pasien : An. M
No.Rekam Medis : M.26 49 37
Tanggal/Waktu kedatangan : 14 September 2021/12.00 WIB

Hasil Pemeriksaan Tanda Vital : TD: TDD mmHg, Frek Nadi: 148 X/m, Frek Nafas: 22 x/m, Suhu: 38,5°C

KRITERIA TRIAGE ATS 1 ATS 2 ATS 3 ATS 4 ATS 5


KATEGORI RESUSITASI EMERGENCY URGENT SEMI URGENT FALSE EMERGENCY
AIRWAY (A) □ Sumbatan □ Stridor/ Distres Bebas □ Bebas □ Bebas
BREATHING (B) □ Henti Nafas □ Distres pernafasan Nafas 24-32x/m □ Nafas Normal: 21- □ Nafas Normal:
□ Nafas ≤ 10x/m (Nafas □ Wheezing 24x/m 12- 20x/m
□ Sianosis ≥32/m)
□ Wheezing
CIRCULATION □ Henti Jantung □ NadI teraba lemah Nadi:120-150x/m □ Nadi: 100 - <120x/m □ Nadi Normal:
□ Nadi tidak teraba □ Nadi < 50x/m □ TD sistolia >160 mmHg □ TD sistolia ≥120- 60- 100x/m
□ Pucat /Aaral dingin □ Nadi >150x/m □ TD diastolia >100 mmHg 140 mmHg □ TD Normal (sistolia
□ Kejang □ Pucat/Aaral dingin □ Perdarahan sedang □ TD diastolia 120, diastolia 80 mmHg)
beraepanjangan □ Hemiparese/ afasia □ Muntah persisten ≥80- 100mmHg □ Luaa ringan
□ CRT>2 detia □ Dehidrasi □ Perdarahan Ringan
□ TD sistolia <100 mmHg □ Kejang tapi sadar □ Cedera Kepala Ringan
□ TD dIastolia <60 mmHg □ Nyeri sedang □ Nyeri ringan
□ Nyeri akut (>8) sampai berat sampai sedang
□ Perdarahan aaut □ muntah/ diare
□ Multiple trauma/Fraatur tanpa dehidrasi
□ Suhu>39◦C
DISSABILITY (D) □ GCS <9 □ GCS 9-12 □ GCS >12 □ GCS 15 GCS 15

Nama dan TTD Petugas Triage

..................................................................

23
c. Biopsikososio spiritual
a) Pendidikan pasien : belum sekolah
b) Pekerjaan : tidak bekerja
c) Sosial ekonomi : Sedang
d) Status psikologis : Tenang

d. Data Subyektif
a) Keluhan Utama : orang tua mengatakan anaknya kejang .
b) Riwayat Kesehatan Sekarang : kejang kurang lebih 6 jam SMRS , keluhan kejang durasi 30
ment, kejang sampai berulang hingga 5 kali. Setelah kejang pasien menangis, saat kejang
pasien mata kelojotan ke atas, tangan di tekuk, keluhan kejang didahului dengan demam
tinggi sejak semalam
c) Riwayat Kesehatan Dahulu : Demam tinggi hingga 40˚C
d) Riwayat Alergi : Tidak ada riwayat alergi

e. Data obyektif
a) Keadaan Umum : sedang
b) Kesadaran : CM
c) GCS : 15 E : 4 M : 6 V :5
d) Tanda Vital
Tekanan Darah : tdd
Nadi : 148 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 38,5 ˚C
Sat O2 : 97%
Antropometri BB : 14,6 kg

f. Pemeriksaan Persistem
1) Sistem Susunan Saraf Pusat
Kepala tidak ada kelainan, ubun-ubun datar, sensori tidak ada kelainan, motorik tidak ada
kelainan, kekuatan otot lemah, kejang tidak ada.
2) Sistem Penglihatan
poisi mata simetris, pupil isokor, konjungtiva tidak anemis, seklera tidak ikterik, pasien
tidak menggunakan alat bantu penglihatan (kaca mata).

24
3) Sistem Pendengaran
Tidak ada kelainan
4) Sistem Penciuman
Tidak ada kelainan
5) Sistem Pernafasan
Jalan nafas bersih, tidak ada retraksi intercosta
6) Sistem Kardiovaskuler
Bunyi jantung normal, sianosis tidak ada, akral hangat
7) Sistem Pencernaan
Mulut tidak ada kelainan, mukosa bibir kering, BU 12x/ mnt
8) Sistem Genitourinaria
Tidak ada kelainan
9) Sistem Reproduksi
Tidak ada kelainan
10) Sistem Integumen
Turgor elastis, CRT > 3 detik
11) Sistem Muskuloskletal
Tidak ada kelainan
g. Asesment risiko jatuh Score
reisiko : Tinggi ditemukan keduanya
Tatalaksana : Edukasi dan gunakan pita kuning
a) Nilai nyeri : Tidak ada
b) Screening gizi pada pasien anak
Nilai Score : 0 Risiko Nutrisi : Rendah (total score 0)

B. Asesment Fungsional : Ketergantungan sebagian

C. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium
Tgl. Pemeriksaan : 14 november 2021
Jam : 12.15

25
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

HEMATOLOGI
Darah Tepi
Hemoglobin 13,4 13,0 – 17,0 g/dL
Hematokrit 38,9 40,0 – 52,0 %
Leukosit 10850 4.500– 11.000 /µL
Trombosit 326000 150.000 – 350.000 /µL
Hitung Jenis : %
0–1
• Basofil 0 %
2–4
• Eosinofil 0 %
3–5
• Neutrofil Batang 0 %
50 – 70
• Neutrofil Segmen 73 %
20 – 40
• Limfosit 17 %
2–8
• Monosit 10

70 – 115
136,00 – 145,00
KIMIA KLINIK 122
3,50 – 5,10
GDS mg/dl
ELEKTROLIT 126,9
Natrium (Na) 37,3 mmol/L
Kalium (Ka) 45,3 mmol/L

Hasil Rontgen Thorax :


Tanggal 14 November 2021
 tidak tampak pneumonia atau TB paru aktif
 Tidak tampak kardiomegali

THERAPY DOKTER JAGA IGD


1. Berikan infus Rl 2 cc /kgBB/ jam
2. Pamol supp 125 mg ( ekstra)
3. Konsul dr, A Sp.A

26
THERAPY DPJP
1. Loading phenytoin 20 mg/ kgBB dalam nacl 0,9% hingga 50 cc dalam 30 menit
2. Rawat picu

A. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan


1. Hipertermi berhubungan dengan gangguan kontrol suhu tubuh di otak
2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan adanya aktifitas kejang

B. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tanggal di Tanggal teratasi
tegakan & Perencanaa dan nama
nama perawat perawat
Tujuan Kriteria hasil Rencana
tindakan
Dx
1. Hipertermia Minggu / 14 – Setelah □ Kulit merah Observasi 1. Minggu
adalah Suhu 11- 2021 Jam dilakukan menurun □ Periksa tanda / 14 –
tubuh 12.00 WIB tindakan □ Menggigil – tanda vital / 1 11-
meningkat keperawatan menurun jam 2021
diatas rentang Sr D selama.1 X □ □ anjurkan Jam
normal tubuh 24 Akrosianosis untuk memakai 12.00
b.d hipertermia menurun pakaian tipis WIB
□ Gangguan membaik □ Konsumsi menyerap
kontrol suhu oksigen keringat
tubuh di otak normal
Ditandai □ Suhu tubuh
dengan : normal
Terapeutik
□ Takikardia
□ Berikan
DS : membaik
kompres/surfac
□ Demam □ Takipnea
e cooling jika
membaik
diperlukan
DO :

27
□ Kedasaran :
compos mentis Edukasi
□ Tanda – □ mengajarkan
tanda vital : kompres
□ Suhu : 38,9 /surface cooling
c
□ Nadi : Kolaborasi
130x/mnt □ □ Kolaborasi
RR : 26 x/mnt pemberian
□ Membran cairan
mukosa kering parenteral
□ Kulit merah □ Kolaborasi
□ Kulit teraba pemberian
hangat terapi jika perlu

2. Resiko perfusi Minggu / 14 – Setelah □ kesadaran □ monitor Minggu / 14 –


serebral tidak 11- 2021 Jam dilakukan membaik kesadaran dan 11- 2021 Jam
efektif 12.00 WIB tindakan □ gelisah tanda - tanda 12.00 WIB
Berhubungan keperawatan hilang vital
dengan : Sr D selama.1 X □ tanda tanda □ monitor status
□ adanya 24 vital normal neurologist
aktivitas kesadaran □ identifikasi
kejang membaik, tanda – tanda
tanda – peningkatan
tanda vital intrakranial
DS : normal, ( sakit kepala,
□ Demam kejang tidak muntah, ), nilai
□ OT terjadi fungsi motorik
mengatakan pasien
anaknya
kejang sejak 6
jam smrs
dengan durasi

28
30 menit dan
berulang
sampai 5 kali

DO :
□ Kedasaran :
compos mentis
□ Tanda –
tanda vital :
□ Suhu : 38,9
c
□ Nadi :
130x/mnt □
RR : 26 x/mnt
□ Membran
mukosa kering
□ Kulit merah
□ Kulit teraba
hangat

C. Implementasi/ Pelaksanaan Keperawatan


Hari/ Implementasi/pelaksanaan Respon Nama
tanggal/ keperawatan perawat
jam
Minggu / Menerima pasien baru An M Pasien datang ke igd Sr D
14-11- dengan cara
2021 digendong oleh OT
12.00
12.05 Mengobservasi TTV Keadaan umum : Sr D
sedang
Kesadaran : compos

29
metis
Gcs : 15
E:4 M:6V:5
Tanda vital :
Nadi :
Teraba kuat teratur
Respirasi :
28x/menit
Suhu : 38,9 ˚C
Sat oksigen : 98%
Antropometri
BB : 14,6 kg
12. 15 Melakukan kolaborasi dengan Berikan infus RL Dr F
dokter jaga 2cc /kgBB/jam
Pamol supp 125mg
Oksigen nasal canul
2lpm
Konsul dr, Z Sp.A
12 20 Memberikan kolaborasi obat Pamol supp 125 mg Sr D
antipiretik
12 25 melakukan pemasangan infus RL 2cc / kgBB/jam Sr D
12. 35 Berkolaborasi pemberian oksigen Memberikan Sr D
pemberikan oksigen
menggunakan nasal
canul 2lpm
12.40 Melakukan kolaborasi dengan Melakukan Sr D
dokter jaga pemeriksaan darah
tepi (DT), gula
darah sewaktu
(GDS) , Na, K, serta
swab Antigen 
Melakukan
pemeriksaan
Rontgen Thorak)

30
12.55 Mengobservasi tanda tanda vital Kesadaran umum : Sr D
sedang
Kesadaran : compos
metis
GCS : 15 E: 4 M: 6
V:5
Tanda tanda vital
Nadi : 120 x/menit
teraba kuat dan
teratur
RR : 26x/menit
Suhu : 37.8 ˚C
Sat oksigen : 98%

13.00 Melakukan surface cooling Anak tidak rewel, Sr D


dan tidak menggigil
pada saat
melakukan surface
cooling dengan
menggunakan air
hangat.
13.10 Memberikan terapi terapeutik Menganjurkan ibu Sr D
untuk memakaikan
pakaian tipis yang
menyerap keringat
13. 25 Melakukan pemberian terapi Memberikan Sr D
antikolvusan loading phenytoin
20mg/kgBB dalam
nacl 50 cc selama
30 menit
13.40 Mengobservasi ttv Keadaan Umum : Sr D
sedang Kesadaran :
Compos Mentis
GCS : 15 E: 4

31
M:6 V: 5
Tanda Vital
Nadi : 116
x/menit teraba kuat
teratur Respirasi :
24 x/menit
Suhu : 37,30C
Sat O2 : 98%
Anak tampak
tenang, tidak rewel
dan tidak gelisah
Muntah ( - )
13.45 Pemberian loading phenytoin Mengganti cairan Sr D
selesai infus menjadi RL
2cc/kgBB/jam
14.00 Mengobservasi TTV Keadaan Umum : Sr D
sedang Kesadaran :
Compos Mentis
GCS : 15 E: 4
M:6 V: 5
Tanda Vital
Nadi : 112
x/menit teraba kuat
teratur Respirasi :
24 x/menit
Suhu : 36,8 ˚C
Sat O2 : 98%
Anak tampak
tenang, tidak rewel
dan tidak gelisah
Muntah ( - )
14.30 Mengantarkan pasien ke ruangan Pasien masuk Sr D
picu menggunakan kursi roda dan keruangan picu
digendong oleh ibunya

32
D. Evaluasi
Hari/
Tanggal/ Catatan Keadaan Pasien
Jam
Minggu S : OT mengatakan panas anaknya sudah turun, tidak rewel, tidak ada muntah,
14 tidak gelisah , kejang tidak ada
november O : K/U sedang, kesadaran CM, akral hangat, suhu : 36,80C, nadi : 120x/menit
2021 kuat reguler, RR : 24 x/menit, sianosis tidak
A : Peningkatan suhu tubuh teratasi sebagian , Resiko ketidak efektifan perfusi
serebral tidak terjadi
P : Mengajurkan pasien memakai pakaian tipis yang menyerap keringat,
mengatur ruangan 25˚C , menganjurkan orang tua untuk meningkatkan istirahat
anak, libatkan pasien untuk melakukan kegiatan sehari hari sesuai kemampuanya

33
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini penulis akan membahas tentang Asuhan Keperawatan Garat Darurat Pada
An.M Dengan Gangguan Sistem Persyarafan Kejang Demam Kompleks (KDK) Di Instalasi Gawat
Darurat RSU Hermina Arcamanik. Lingkup pembahasan kasus ini sesuai dengan pendekatan tindakan
keperawatan gawat darurat yang dilaksanakan pada tanggal 14 november 2021. Penulis menemukan
beberapa kesenjangan dilapangan, berikut ini penulis uraikan dalam tahap proses keperawatan yang telah
dilakukan pada pasien dengan kejang demam yaitu :

A. Pengkajian
Tehnik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam proses pengumpulan data yaitu melalui
tehnik wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik. Pada ta,hap pengkajian, penulis tidak
mendapatkan kesulitan baik pada saat pemeriksaan fisik maupun anamnesa berkomunikasi dengan
orang tua pasien. Pasien tidak dapat diajak komunikasi karena usia dan keadaan yang lemah sehingga
penulis melakukan pengkajian kepada orang tua (ibu kandung) pasien yang saat itu mengatar pasien
ke IGD dengan respon yang positif dan mau bekerja sama sehingga memudahkan dalam
pengumpulan data.

Dalam kondisi gawat darurat maka pengkajian dilakukan lebih mengarah kepada
kegawatdaruratan yang saat itu terjadi baik anamnesa maupun pemeriksaan fisik, sehingga ada
beberapa data yang tidak diperoleh yang seharusnya ada di pengkajian secara teoritis.Dari hasil
pengkajian ditemukan pasien usia 2 tahun 3 bulan datang dengan riwayat kejang dirumah sejak 6 jam
smrs dengan durasi 30 menit dan berulang sampai 5 kali hal ini disesuaikan dengan teoritis bahwa
demam kejang adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering
dijumpai pada usia anak dibawah lima tahun.

Kejang demam diklasifikasi menjadi dua jenis utama, yaitu kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks. Dari manifestasi klinis Kejang demam kompleks ( complex or complicated febrile
convulsion ) biasanya kejang terjadi selama ≥ 15 menit atau kejang berulang dalam 24 jam, ada
persamaan antara teori dan kasus yang didapat dimana pasien mengalami kejang > 15 dan berulang
sampai 5 kali. Dari hasil pengkajian, penulis melakukan analisa data untuk mengetahui masalah
keperawatan yang muncul pada pasien. Analis data didasarkan pada data subjektif dan data objektif
34
yang didapat secara langsung maupun tidak langsung, yang kemudian diolah dalam konsep etiologi
yang tergambar pada bagian patofisiologi kejang demam sehingga muncul masalaj keperawatan.

Pada saat melakukan penganalisaan data, penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dan
kelolaan kasus. Hal ini dikarenakan data yang didapatkan sudah cukup jelas untuk menegakkan
diagnosa keperawatan dengan etiologi pada patofisiologi yang telah dijelaskan secara rasional dan
ilmiah.

B. Diagnosa Keperawatan
Setelah melakukan pengkajian pada An. M , penulis menemukan tiga dari enam diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam. Dikarenakan keterbatasan
waktu, anamnesa serta pemeriksaan fisik yang lebih berprioritas ke kegawatdaruratan, sehingga
muncul diagnosa keperawatan sebagai berikut :
a. Hipertermi berhubungan dengan gangguan kontrol suhu tubuh di otak
b. Resiko perfusi cerebral tidak efektif berhubungan dengan adanya aktifitas kejang

C. Intervensi/ Perencanaan Keperawatan


Secara umum intervensi/ rencana keperawatan yang penulis buat dalam teori yang diuraikan
dalam BAB II tidak terdapat kesenjangan pada kasus ini.

D. Implementasi/ Pelaksanaan Keperawatan


Implementasi/ pelaksanaan asuhan keperawatan pada kasus ini, tidak semua rencana keperawatan
yang disusun untuk kedua diagnosa dapat terlaksana pada kasus nyata. Hal ini dikarenakan tindakan
keperawatan yang dilakukan lebih berprioritas ke kegawatdaruratan serta waktu yang terbatas dalam
menangani kasus tersebut

E. Evaluasi
Tahap ini merupakan respon umpan balik dari tindakan yang dilakukan dimana setiap tindakan
keperawatan menyebabkan timbulnya respon. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan tindakan keperawatan yang diberikan hanya sebatas kegawatdaruratan yang belum
mampu menyelesaikan semua masalah keperawatan pasien, dikarena masalah keperawatan yang
dialami pasien cukup berat yang memerlukan perawatan yang cukup lama sedangkan penulis
melakukan implementasi/ pelaksanaan keperawatan selama 3 jam. Namun hal-hal yang akan

35
mendukung tercapainya tujuan dengan melibatkan keluarga dan petugas di ruangan picu, ruangan
biasa dan perawatan anak akan membantu masalah pasien nantinya.

36
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada An. M dengan kejang demam Kompleks pada
tanggal 14 november 2021, penulis menerapkan proses keperawatan mulai dari tahap
pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang dilaksanakan
sesuai dengan teori yang telah didapatkan dan disesuaikan dengan kebutuhan pasien.

a. Pengkajian
Pada pengkajian yang dilakukan untuk pengumpulan data dasar tentang keadaan pasien usia
2 tahun 3 bulan datang dengan riwayat kejang dirumah sejak 6 jam smrs dengan durasi 30 menit
dan berulang sampai 5 kali. Adapun beberapa data yang tidak diperoleh yang seharusnya ada di
pengkajian secara teoritis, hal ini dikarenakan pengkajian dilakukan lebih mengarah kepada
kegawatdaruratan yang saat itu terjadi baik anamnesa maupun pemeriksaan fisik.

c. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus An.M , yaitu :
1) Hipertermi
2) Resiko perfusi cerebral tidak efektif

d. Intervensi/ Perencanaan Keperawatan


Berdasarkan tinjauan dengan teori pada kasus An. M dalam menyusun rencana keperawatan
sudah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dalam hal ini pasien membutuhkan perawatan dengan
masalah kejang demam kompleks .

e. Implementasi/ Pelaksanaan Keperawatan


Dalam pelaksanaan perencanaan asuhan keperawatan peran sebagai perawat yaitu observasi,
tindakan mandiri, penkes, libatkan keluarga dan kolaborasi tidak bisa dilakukan semua
dikarenakan keterbatasan waktu penulis yang hanya melakukan pelaksanaan keperawatan selama
3 jam.

37
f. Evaluasi
Pada tahap evaluasi dapat dinilai keberhasilan asuhan Keperawatan yang sudah dijalankan.
Pada umumnya tujuan belum tercapai seluruhnya dikarenakan keterbatasan waktu penulis yang
hanya melakukan pelaksanaan keperawatan selama 3 jam yang berprioritas kepada
kegawatdaruratan sehingga dibutuhkan dukungan dari tim medis, staf ruangan dan keluarga
pasien.

B. Saran
Dalam melakukan pengkajian pada pasien/ keluarga pasien diharapkan perawat perlu
mempersiapkan diri dengan pengetahuan keterampilan dan komunikasi tereupetik. Sehingga
memudahkan dalam pengumpulan data. Agar asuhan keperawatan dapat berjalan dengan baik, perlu
adanya perencanaan yang matang serta dalam melaksanakan asuhan keperawatan diharapkan adanya
kerjasama yang baik dengan pasien/ keluarga pasien dan tim kesehatan lainnya dan dapat dilakukan
pelaksanaan keperawatan yang berkesinambungan di ruangan perawatan selanjutnya.

Dengan keterbatasan waktu dalam mencari kasus kegawatdaruratan dan referensi yang didapat di
perpustakaan diaharap institusi diklat dapat lebih mempertimbankan hal yang lebih baik dan
diharapkan study kasus ini dapat meningkatkan mutu dan kualitas perawat gadar serta mengahsilkan
tenaga kesehatan yang profesional

38
39

Anda mungkin juga menyukai