Anda di halaman 1dari 32

KEPERAWATAN MATERNITAS

INFEKSI NIFAS

Dosen Mata Kuliah:


Yayuk Dwirahayu, S.Kep.,Ns., M.Kes

Di susun:
Kelompok 3 / Alih Jenjang S1 Keperawatan A

1. TITIN WIDARWANTI (22632285)

2. ENDARTIK (22632274)

3. RENDRAYANA (22632292)

4. INDRA YOGI SUMULAR (22632297)

5. ANIS NOVITASARI (22632286)

6. WAHYUDI BUDI UTOMO (22632293)

S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO


2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Mahakuasa. Atas limpahan rahmat dan taufik-Nya,
penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.
Makalah dan kosnep asuhan keperawatan ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Maternitas yang dibina Yayuk Dwirahayu, S.Kep.,Ns.,M.Kes.
Penulis yakin bahwa makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan pihak lain. Oleh
karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini:
1. Sulistyo Andarmoyo, S.Kep., Ns., M. Kes. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Ponorogo
2. Saiful Nurhidayat, S.Kep.,Ns., M.Kep. selaku Kaprodi S1 Keperawatan.
3. Yayuk Dwirahayu, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku Dosen Mata Kuliah
4. Pihak lain yang tidak disebut satu per satu.
Penulis yakin bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan.
Semoga makalah sederhana ini bermanfaat bagi kita semua.

Ponorogo, Oktober 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 1
C. Tujuan 1
D. Manfaat 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Konsep Dasar 3
1. Definisi 3
2. Etiologi 3
3. Faktor Predisposisi 4
4. Manifestasi Klinis 4
5. Jenis Penyebaran Infeksi 4
6. Patofisiologi 7
7. Pemeriksaan Penunjang 8
8. Penatalaksanaan 8
9. Pencegahan 9
10. Pathway 10
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 11
A. Pengkajian 12
B. Diagnosa Keperawatan 18
C. Intervensi 19
D. Tindakan Keperawatan 24
E. Evaluasi 25
BAB IV PENUTUP 26
A. Simpulan 26
B. Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 28

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi setelah persalianan. Infeksi masa
nifas masih merupakan penyebab tinggi AKI. Infeksi luka jalan lahir pasca persalinan,
biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta. Demam dalam nifas sebagian besar
disebabkan oleh adanya infeksi nifas, maka demam dalam nifas merupakan gejala penting
dari penyakit ini. Demam dalam masa nifas sering juga disebut morbiditas nifas dan
merupakan indeks kejadian infeksi nifas. Demam dalam nifas selain oleh infeksi nifas
dapat juga disebabkan oleh pyelitis, infeksi jalan pernafasan, malaria, dan tifus.
Morbiditas nifas ditandai dengan suhu 38ºC atau lebih, yang terjadi selama 2 hari
berturut-turut. Kenaikan suhu ini terjadi sesudah24 jam pasca persalinan dalam 10 hari
pertama masa nifas. Kejadian infeksi nifas berkurang antara lain karena adanya antibiotic,
berkurannya operasi yang merupakan trauma yang berat, pembatasan lamanya persalinan,
asepsis, tranfusi darah, dan bertambah baiknya kesehatan umum (kebersihan gizi, dll).
Mikroorganisme penyebab infeksi puerperalis dapat berasal dari luar (eksogen) atau
dari jalan lahir penderita sendiri (endogen). Mikroorganisme endogen lebih sering menjadi
penyebab infeksi. Mikroorganisme yang tersering menjadi penyebab ialah gologan
streptokokus, basil koli, dan stafilokokus. Akan tetapi kadang-kadang mikroorganisme lain
memegang peranan, sepert: Clostridium Welchii, Gonococcus, Salmonella Typhii, atau
Clostridium Tetani. (Rini, Susilo dan Feti Kumala D, 2017).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dasar infeksi nifas?
2. Apa penyebab terjadinya infeksi nifas?
3. Apa saja jenis infeksi nifas?
4. Bagaimana pencegahan dan penatalaksanaan infeksi nifas?
5. Bagaimana konsep asuhan keperawatan infeksi nifas?

C. Tujuan Khusus
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan khususnya adalah:
1. Menjelaskan konsep dasar dari infeksi nifas
1
2

2. Menjelaskan penyebab terjadinya infeksi nifas


3. Menjelaskan jenis infeksi nifas
4. Menjelskan pencegahan dan penatalaksaan infeksi nifas
5. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan infeski nifas

D. Tujuan Umum
1. Dapat mengetahui konsep dasar dari infeksi nifas
2. Dapat mengetahui penyebab terjadinya infeksi nifas
3. Dapat mengetahui jenis infeksi nifas
4. Dapat mengetahui pencegahan dan penatalaksaan infeksi nifas
5. Dapat mengetahui konsep asuhan keperawatan infeski nifas

E. Manfaat
Di harapkan bermanfaat bagi pihak-pihak berikut ini;
1. Penulis
Dapat menambah waawasan dan ilmu pengetahuan tentang infeksi nifas.
2. Pembaca
Dapat mengetahui gejala, penyebab, dan penanganan dari penderita infeksi nifas.
Sehingga dapat mengantisipasi jika terjadi infeksi nifas.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Infeksi nifas adalah peradangan pada semua alat genetalia pada masa nifas oleh
sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu tubuh melebihi 38ºC tanpa
menghitung hari pertama dan berturut-turut selama dua hari. (Tonasih dan Sari, Mutia
Vianty, 2020)
Infeksi nifas adalah peradangan yang terjadi pada organ reproduksi yang
disebabkan oleh masuknya mikroorganisme atau virus kedalam organ reproduksi
tersebut selama proses persalinan dan masa nifas. (Dewi Maritalia, 2012).

2. Etiologi
Sumber terjadinya infeksi kala nifas adalah manipulasi penolong yang terlalu
sering melakukan pemeriksaan dalam dan penggunaan alat yang kurang steril, infeksi
nosocomial, hubungan seks menjelang persalinan atau sudah terdapat infeksi
intrapartum, persalinan lama terlantar, ketuban pecah dini lebih dari 6 jam, terdapat
pusat infeksi dalam tubuh (fokal infeksi). (Tonasih dan Sari, Mutia Vianty, 2020)
Berdasarkan masuknya kuman ke dalam alat kandungan:
a. Ektogen (kuman datang dari luar)
b. Autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh
c. Endogen (dari jalan lahir sendiri)
Berdasarkan kuman yag menyebabkan infeksi
a. Streptococcus haematilicus aerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari
penderita lain, alat- alat yang tidak steril, tangan penolong dan sebagainya.
b. Staphylococcus aurelis
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab
infeksi di rumah sakit.
c. Escherichia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum menyebabkan infeksi terbatas.
d. Clostridium welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya, sering ditemukan pada abortus kriminalis
3
4

dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.

3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi infeksi nifas, di antaranya:
a. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti perdarahan,
preeklamspi/eklampsi, malnutrisi, anemia, infeksi lain (pneumonia, penyakit jantung,
dan sebagainya)
b. Persalinan dengan masalah seperti partus lama dengan ketuban pecah dini,
korioamnionitis, persalinan traumatic, proses pencegahan infeksi yang kurang baik
dan manipulasi yag berlebhan saat pertolongan persalinan, misalnya manipulasi pada
vuva, vagina dan perineum
c. Tindakan obstetric operatif baik per vaginam maupun per abdominal
d. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban, dan bekuan darah dalam rongga Rahim
e. Episiotomi atau laserasi jalan lahir

4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang timbul pada infeksi nifas antara lain demam, sakit di
daerah infeksi, warna kemerahan, dan fungsi organ terganggu. Gambaran klinis infeksi
nifas, antara lain (Puji Heni, 2018):
a. Infeksi local
Pembengkakan luka episiotomy, terbentuk pus, perubahan warna local, pengeluaran
lochea bercampur nanah, mobilisasi terbatas karena rasa nyeri, temperature badan
dapat meningkat
b. Infeksi umum
Ibu tampak sakit dan lemah, temperature meningkat >39ºC, tekanan darah dapat
menurun dan nadi meningkat, pernapasan dapat meningkat dan terasa sesak,
kesadaran gelisah sampai menurun dan koma, terjadi gangguan involusi uterus,
lochea berbau, mengeluarkan pus, dan kotor.

5. Jenis Penyebaran Infeksi Nifas


Bentuk infeksi masa nifas antara lain: bentuk infeksi local (infeksi pada luka
episiotomy, vulvitis, vaginitis, servisitis) bentuk infeksi general atau menyebar
(tromboflebitis, parametritis, salpingitis, peritonitis, septikemia, dan piemia)
Penyebaran infeksi nifas terbagi menjadi 4 golongan yaitu:
5

a. Infeksi terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium


b. Infeksi yang penyebarannya melalui vena (pembuluh darah)
c. Infeksi yang penyebarannya melalui limfe
d. Infeksi yang penyebarannya melalui permukaan endometrium
Penyebaran infeksi nifas secara spesifik dapat terjadi dengan (Puji Heni, 2018):
a. Penyebaran infeksi nifas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium
1) Vulvitis
Vulvitis adalah infeksi pada vulva. Vulvitis pada ibu post partum terjadi pada
bekas sayatan episiotomy atau luka perineum. Tepi luka berwarna merah dan
bengkak, jahitan mudah lepas, luka yang terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan
nanah
2) Vaginitis
Dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui luka perineum,
permukaan mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah
mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus
3) Servicitis
Sering terjadi tapi tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam
dan meluas dan langsung ke dasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi
yang menjalar ke parametrium
4) Endometritis
Endometritis adalah peradangan atau infeksi yang terjadi pada endometrium.
Infeksi ini merupakan jenis infeksi yang sering terjadi pada masa nifas.
Mikroorganisme masuk ke endometrium melalui luka bekas insersi plasenta dan
dalam waktu singkat dapat menyebar ke seluruh endometrium. Pada infeksi
setempat, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama bekuan
darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan getah berbau yang terdiri atas keping-
keping nekrotis cairan. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat
dilampaui dan terjadilah penjalaran

b. Penyebaran infeksi nifas melalui vena (pembuluh darah)


1) Septikemia
Pada septikemia, dari permulaan penderita sudah sakit dan lemah. Sampai tiga
hari post partum suhu tubuh meningkat dengan cepat, biasanya disertai rasa
menggigil. Suhu tubuh berkisar antara 39-40°C, keadaan umum cepat memburuk,
6

nadi menjadi cepat (140-160x/menit atau lebih). Penderita meninggal dalam


enam sampai tujuh hari post partum. Jika ia hidup terus, gejala-gejala menjadi
seperti piemia.
2) Piemia
Piemia dimulai dengan tromboflebitis vena-vena pada daerah perlukaan lalu
lepas menjadi embolus-embolus kecil yang dibawa ke peredaran darah, kemudian
terjadi infeksi dari abses pada organ-organ yang diserangnya. Gejala klinik
piemia antara lain; rasa sakit pada daerah tromboflebitis, setelah ada penyebaran
thrombus terjadi gejala umum infeksi, hasil laboratorium menunjukkan
leukositosis, lochea berbu, bernanah, dan sub involusi.
3) Tromboflebitis
Radang pada vena terdiri dari tromboflebitis pelvica dan tromboflebitis
femoralis. Tromboflebitis pelvica yang sering mengalami peradangan adalah
vena ovarika, terjadi karena penyebaran melalui aliran darah dari luka bekas
plasenta di daerah fundus uteri.
Sedangkan tromboflebitis femoralis dapat merupakan tromboflebitis vena safena
magna atau peradangan vena uterin, dan akibat parametritis. Tromboflebitis vena
femoralis disebabkan aliran darah lambat pada lipat paha karena tertekan
ligamentum inguinal dan kadar fibrinogen menngkat pada masa nifas.

c. Penyebaran infeksi nifas melalui jalan limfe


Penyebaran infeksi nifas melalui jalan limfe antara lain peritonitis dan parametritis:
1) Peritonitis
Peritonitis menyerang pada daerah pelvis (pelvio peritonitis). Gejala klinik antara
lain: demam, nyeri perut bawah, keadaan umum baik. Sedangkan peritonistis
umum gejalanya: suhu meningkat. Nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri,
terdapat abses pada cavum douglas, defense musculair (perut tegang dan nyeri),
fasies hypocratica. Peritonitis umum dapat menyebabkan kematian 33% dari
seluruh kematian karena infeksi.
2) Parametritis (Sellulitis Pelvica)
Gejala klinik parametritis adalah nyeri saat dilakukan pemeriksaan dalam, demam
tinggi menetap, nadi cepat, perut nyeri, sebelah atau kedua bagian bawah terjadi
pembentukan infiltrate yang dapat teraba selama pemeriksaan dalam. Infiltrat
terkadang menjadi abses.
7

d. Penyebaran infeksi nifas melalui permukaan endometrium


Infeksi nifas yang penyebarannya melalui permukaan endometrium adalah salfingitis
dan ooforitis. Gejala salfingitis dan ooforitis hampir sama dengan pelvio peritonitis.

6. Patofisiologi
Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter
kira-kira 4 cm. Permukaannya tidak rata, terdapat benjolan-benjolan karena banyak
vena yang ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya
kuman- kuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks
sering mengalami perlukaan pada persalinan, demikian juga vulva, vagina dan perineum
yang semuanya merupakan tempat masuknya kuman- kuman patogen. Proses radang
dapat terbatas pada luka- luka tersebut atau menyebar di luar luka asalnya. Adapun
infeksi dapat terjadi sebagai berikut:
a. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan
dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus.
Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke
dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
b. Droplet infeksi. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang
berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan lainnya yang
berada di ruang tersebut. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekerja di
kamar bersalin harus ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran
pernapasan dilarang memasuki kamar bersalin.
c. Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-
penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran
udara kemana-mana, antara lain ke handuk, kain-kain yang tidak steril, dan alat-alat
yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu post
partum.
d. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, apabila
mengakibatkan pecahnya ketuban.
e. Infeksi intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu
berlangsungnya persalinan. Infeksi intra partum biasanya berlangsung pada waktu
partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa kali dilakukan
pemeriksaan dalam. Gejala-gejalanya antara lain, kenaikan suhu tubuh biasanya
8

disertai dengan leukositosis dan takikardi, denyut jantung janin dapat meningkat
pula. Air ketuban biasanya menjadi keruh dan berbau. Pada infeksi intra partum
kuman-kuman memasuki dinding uterus pada waktu persalinan, dan dengan
melewati amnion dapat menimbulkan infeksi pula pada janin.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Jumlah sel darah putih (SDP)
b. Hemoglobin (HB/HT), untuk mengetahui penurunan pada adanya anemia
c. Kultur (Aerobik/Anaerobik) dari bahan intra uterus atau intra servikal atau drainase
luka atau pewarnaan gram dari lochea serviks atau uterus mengidentifikasi
organisme penyebab
d. Urinalisis dan kultur, mengesampingkan interaksi saluran kemih
e. Ultrasonografi, menentukan adanya fragmen-fragmen plaseta yang tertahan,
melokalisasi abses peritoneum
f. Pemeriksaan biomanual, menentukan sifat dan lokasi nyeri pelvis. Massa atau
pembentukan abses atau adanya vena-vena dengan thrombosis.

8. Penatalaksanaan
a. Pengobatan infeksi pada masa post pasrtum antara lain:
1) Segera dilakukan kultur dari sekret vagina dan servik, luka operasi dan darah,
serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat.
2) Memberikan dosis yang cukup dan adekuat.
3) Memberikan antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil laboratorium.
4) Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh seperti infus, transfusi darah,
makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh serta perawatan
lainnya sesuai komplikasi yang ada.
b. Pengobatan kemoterapi dan antibiotika infeksi post partum
Infeksi post partum dapat diobati dengan cara sebagai berikut:
1) Pemberian Sulfonamide-Trisulfa merupakan kombinasi dari Sulfadizin 185 gr,
Sulfamerazin 130 gr, dan Sulfatiozol 185 gr. Dosis 2 gr diikuti 1 gr 4-6 jam
kemudian peroral.
2) Pemberian Penisilin-Penisilin-prokain 1,2 sampai 2,4 juta satuan IM, penisilin G
500.000 satuan setiap 6 jam atau metsilin 1 gr setiap 6 jam IM ditambah
ampisilin kapsul 4X250 gr peroral.
9

3) Tetrasiklin, eritrimisin dan kloramfenikol


4) Hindari pemberian politerapi antibiotika berlebihan
5) Lakukan evaluasi penyakit dan pemeriksaan laboratorium

9. Pencegahan
Infeksi nifas dapat timbul selama kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga
pencegahannya masing-masing fase berbeda. (Puji Heni, 2018)
a. Pencegahan infeksi selama kehamilan, antara lain sebagai berikut:
1) Perbaikan gizi
2) Menghindari hubungan seksual pada umur kehamilan tua, karena dapat menjadi
predisposisi
b. Pencegahan infeksi selama persalinan, antara lain sebagai berikut:
1) Membatasi msuknya kuman-kuman ke dalam jalan lahir
2) Membatasi perlukaan jalan lahir
3) Mencegah perdarahan
4) Menghindari persalinan lama
5) Menjaga sterilitas ruang bersalin dan alat yang digunakan
c. Pencegahan infeksi selama nifas, antara lain sebagai berikut:
1) Perawatan luka post partum dengan Teknik aseptic dan antiseptic
2) Semua alat dan kain yag berhubungan dengan daerah genital harus suci hama
3) Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya dirawat dalam ruangan khusus, tidak
bercampur dengan ibu nifas yang sehat
4) Membatasi tamu yang berkunjung
5) Mobilisasi dini (early ambulation)

10. Pathway
10
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan
yang diberikan secara langsung kepada klien/pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan.
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah,
kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mental sosial dan lingkungan. Pada
tahap pengkajian, kegiatan yang dilakukan adalah mengumpulkan data, seperti riwayat
keperawatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan data sekunder lainnya (Catatan hasil
pemeriksaan diagnostik, dan literatur).
Setelah didapatkan, maka tahap selanjutnya adalalah diagnosis. Diagnosa keperawatan
adalah terminologi yang digunakan oleh perawat profesional untuk menjelaskan masalah
kesehatan, tingkat kesehtan, respon klien terhadap penyakit atau kondisi klien
(aktual/potensial) sebagai akibat dari penyakit yang diderita. Kegiatan yang dilakukan pada
tahap ini adalah memvalidasi data, menginterprestasikan dan mengidentifikasi masalah dari
kelompok data dan merumuskan diagnosa keperawatan.
Tahap perencanaan dilakukan setelah diagnosis dirumuskan. Adapun kegiatan yang
dilakukan pada tahap ini adalah menyusun prioritas masalah, merumuskan tujuan dan kriteria
hasil, memilih strategi asuhan keperawatan, melakukan konsultasi dengan tenaga kesehatan
lain dan menuliskan atau mendokumentasikan rencana asuhan keperawatan.
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap implementasi
adalah tahap melakukan rencana yang telah di buat pada klien. Adapun kegiatan yang ada
pada tahap implementasi ini adalah pengkajian ulang untuk memperbaharui data dasar,
meninjau atau merevisi rencana asuhan yang telah di buat dan melaksanakan intervensi
keperawatan yang telah direncanakan.
Tahap evaluasi, pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah mengkaji respon klien
setelah dilakukan intervensi keperawatan, membandingkan respon klien dengan kriteria hasil,
memodifikasi asuhan keperawatan dengan hasil evaluasi, dan mengkaji ulang asuhan
keperawatan yang telah di berikan.
Tahap akhir adalah proses dokumentasi, adalah kegiatan mencatat seluruh tindakan
yang telah dilakukan. Dokumentasi keperawatan sangat penting untuk dilakukan karena
berguna untuk menhindari kejadian tumpang tindih, memberikan informasi ketidaklengkapan
asuhan keperawatan, dan terbinanya koordinasi antar teman sejawat atau pihak lain.

11
12

Pemeriksaan fisik dilakukan empat cara yaitu inspeksi, perkusi, palpasi, dan auskultasi
(IPPA). Inspeksi dilakukan dengan menggunakan indra penglihatan, memerlukan
pencahayaan yang baik, dan pengamatan yang teliti. Perkusi adalah pemeriksaan yang
menggunakan prinsip vibrasi dan getaran udara, dengan cara mengetuk mengetuk permukaan
tubuh dengan tangan pemeriksa untuk memperkirakan densitas organ tubuh jaringan yang
diperiksa. Palpasi menggunakan serabut saraf sensori di permukaan telapak tangan untuk
mengetahui kelembaban, suhu, tekstur, adanya massa dan penonjola, lokasi dan ukuran organ,
serta pembengkakan. Auskultasi merupakan indra pendengaran, bisa menggunakan alat bantu
(stetoskop) ataupun tidak. Suara di dalam tubuh dihasilkan oleh gerakan udara (misalnya
suara nafas) atau gerakan organ (misalnya peristaltik usus)
A. Pengkajian
Asuhan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang diberikan pada pasien
mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai dengan kembalinya tubuh dalam keadaan
seperti sebelum hamil atau mendekati keadaan sebelum hamil.
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara anamnesa,
pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang (hasil laboratorium).
1. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan dengan cara mengumpulkan data-data tentang respons pasien
terhadap kelahiran bayinya serta penyesuaian selama masa post partum. Pengkajian
awal mulai dengan review prenatal dan intranatal meliputi:
a. Lamanya proses persalinan dan jenis persalinan
b. Lamanya ketuban pecah dini
c. Adanya episiotomi dan laserasi
d. Respon janin pada saat persalinan dan kondisi bayi baru lahir (nilai APGAR)
e. Pemberian anestesi selama proses persalinan dan kelahiran
f. Medikasi lain yang diterima selama persalinan atau periode immediate post partum
g. Komplikasi yang terjadi pada periode immediate post partum seperti atonia uteri,
retensi plasenta.
Pengkajian ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor resiko yang signifikan
yang merupakan faktor presdisposisi terjadinya komplikasi post partum.

2. Pengkajian Status Fisiologis Maternal


Untuk mengingat komponen yang diperlukan dalam pengkajian post
partum, banyak perawat menggunakan istilah BUBBLE-LE yaitu termasuk Breast
13

(payudara), Uterus (rahim), Bowel (fungsi usus), Bladder (kandung kemih), Lochia
(lokia), Episiotomy (episiotomi/perinium), Lower Extremity (ekstremitas bawah), dan
Emotion (emosi)

3. Pengkajian Fisik
a. Tanda-tanda Vital
Kaji tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu pada Ibu. Periksa tanda-
tanda vital tersebut setiap 15 menit selama satu jam pertama setelah melahirkan
atau sampai stabil, kemudian periksa setiap 30 menit untuk jam-jam berikutnya.
Nadi dan suhu diatas normal dapat menunjukan kemungkinan adanya infeksi.
Tekanan darah mungkin sedikit meningkat karena upaya untuk persalinan dan
keletihan. Tekanan darah yang menurun perlu diwaspadai kemungkinan adanya
perdarahan post partum.
1) Tekanan darah, normal yaitu < 140/90 mmHg. Tekanan darah tersebut bisa
meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari post partum. Setelah persalinan
sebagian besar wanita mengalami peningkatan tekananan darah sementara
waktu. Keadaan ini akan kembali normal selama beberapa hari.
Bila tekanan darah menjadi rendah menunjukkan adanya perdarahan post
partum. Sebaliknya bila tekanan darah tinggi, merupakan petunjuk
kemungkinan adanya pre-eklampsi yang bisa timbul pada masa nifas. Namun
hal ini seperti itu jarang terjadi.
2) Suhu, suhu tubuh normal yaitu kurang dari 38 C. Pada hari ke 4 setelah
persalinan suhu Ibu bisa naik sedikit kemungkinan disebabkan dari aktivitas
payudara. Bila kenaikan mencapai lebih dari 38 C pada hari kedua sampai
hari-hari berikutnya, harus diwaspadai adanya infeksi atau sepsis nifas.
3) Nadi, nadi normal pada Ibu nifas adalah 60-100. Denyut Nadi Ibu akan
melambat sampai sekitar 60 x/menit yakni pada waktu habis persalinan
karena ibu dalam keadaan istirahat penuh. Ini terjadi utamanya pada minggu
pertama post partum. Pada ibu yang nervus nadinya bisa lebih cepat, kira-kira
110x/mnt. Bisa juga terjadi gejala shock karena infeksi khususnya bila
disertai peningkatan suhu tubuh.
4) Pernafasan, pernafasan normal yaitu 20-30 x/menit. Pada umumnya
respirasi lambat atau bahkan normal. Mengapa demikian, tidak lain karena
Ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat.Bila ada respirasi
14

cepat post partum (> 30 x/mnt) mungkin karena adanya ikutan dari tanda-
tanda syok.

b. Kepala dan Wajah


1) Rambut, melihat kebersihan rambut, warna rambut, dan kerontokan rambut.
2) Wajah, adanya edema pada wajah atau tidak. Kaji adanya flek hitam.
3) Mata, konjungtiva yang anemis menunjukan adanya anemia kerena
perdarahan saat persalinan.
4) Hidung, kaji dan tanyakan pada ibu, apakah ibu menderita pilek atau
sinusitis. Infeksi pada ibu postpartum dapat meningkatkan kebutuhan energi.
5) Mulut dan gigi, tanyakan pada ibu apakah ibu mengalami stomatitis, atau
gigi yang berlubang. Gigi yang berlubang dapat menjadi pintu masuk bagi
mikroorganisme dan bisa beredar secara sistemik.
6) Leher, kaji adanya pembesaran kelenjar limfe dan pembesaran kelenjar tiroid.
Kelenjar limfe yang membesar dapat menunjukan adanya infeksi, ditunjang
dengan adanya data yang lain seperti hipertermi, nyeri dan bengkak.
7) Telinga, kaji apakah ibu menderita infeksi atau ada peradangan pada telinga.

c. Pemeriksaan Thorak
1) Inspeksi payudara
a) Kaji ukuran dan bentuk tidak berpengaruh terhadap produksi asi, perlu
diperhatikan bila ada kelainan, seperti pembesaran masif, gerakan yang tidak
simetris pada perubahan posisi kontur atau permukaan.
b) Warna kulit, kaji adanya kemerahan pada kulit yang dapat menunjukan
adanya peradangan
2) Palpasi Payudara
Pengkajian payudara selama masa post partum meliputi inspeksi ukuran,
bentuk, warna dan kesimetrisan serta palpasi apakah ada nyeri tekan guna
menentukan status laktasi. Pada 1 sampai 2 hari pertama post partum, payudara
tidak banyak berubah kecil kecuali sekresi kolostrum yang banyak. Ketika
menyusui, perawat mengamati perubahan payudara, menginspeksi puting dan
areola apakah ada tanda tanda kemerahan dan pecah, serta menanyakan ke ibu
apakah ada nyeri tekan. Payudara yang penuh dan bengkak akan menjadi lembut
dan lebih nyaman setelah menyusui. Kaji kondisi permukaan, permukaan yang
15

tidak rata seperti adanya depresi,retraksi atau ada luka pada kulit payudara perlu
dipikirkan kemungkinan adanya tumor.

d. Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi Abdomen
a) Kaji adakah striae dan linea alba.
b) Kaji keadaan abdomen, apakah lembek atau keras. Abdomen yang
keras menunjukan kontraksi uterus bagus sehingga perdarahan dapat
diminimalkan. Abdomen yang lembek menunjukan sebaliknya dan dapat
dimasase untuk merangsang kontraksi.
2) Palpasi Abdomen
a) Fundus uteri Tinggi: Segera setelah persalinan TFU 2 cm dibawah pusat, 12
jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan menurun kira-kira 1 cm setiap
hari.
Hari kedua post partum TFU 1 cm dibawah pusat
Hari ke 3 - 4 post partum TFU 2 cm dibawah pusat
Hari ke 5 - 7 post partum TFU pertengahan pusat-symfisis
Hari ke 10 post partum TFU tidak teraba lagi
b) Kontraksi, kontraksi lemah atau perut teraba lunak menunjukan konteraksi
uterus kurang maksimal sehingga memungkinkan terjadinya perdarahan.
c) Posisi, posisi fundus apakah sentral atau lateral. Posisi lateral biasanya
terdorong oleh bladder yang penuh.
d) Uterus, setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa jaringan yang hampir
padat. Dinding belakang dan depan uterus yang tebal saling menutup, yang
menyebabkan rongga bagian tengah merata. Ukuran uterus akan tetap sama
selama 2 hari pertama setelah pelahiran, namun kemudian secara cepat
ukurannya berkurang oleh involusi.
e) Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot rektus abdominis akibat
pembesaran uterus jika dipalpasi "regangan ini menyerupai belah memanjang
dari prosessus xiphoideus ke umbilikus sehingga dapat diukur panjang dan
lebarnya. Diastasis ini tidak dapat menyatu kembali seperti sebelum hamil
tetapi dapat mendekat dengan memotivasi ibu untuk melakukan senam nifas.
Cara memeriksa diastasis rektus abdominis adalah dengan meminta ibu untuk
tidur terlentang tanpa bantal dan mengangkat kepala, tidak diganjal kemudian
16

palpasi abdomen dari bawah prosessus xipoideus ke umbilikus kemudian ukur


panjang dan lebar diastasis.

e. Keadaan Kandung Kemih


Kaji dengan palpasi kandungan urine di kandung kemih. Kandung kemih yang
dan bulat dan lembut menunjukan jumlah urine yang tertapung banyak hal ini dapat
mengganggu involusi uteri, sehingga harus dikeluarkan.

f. Ekstremitas Atas dan Bawah


1) Varises, melihat apakah ibu mengalami varises atau tidak. Pemeriksaan varises
sangat penting karena ibu setelah melahirkan mempunyai kecenderungan untuk
mengalami varises pada beberapa pembuluh darahnya. Hal ini disebabkan oleh
perubahan hormonal.
2) Edema, Tanda homan positif menunjukan adanya tromboflebitis sehingga
dapat menghambat sirkulasi ke organ distal. Cara memeriksa tanda homan
adalah memposisikan ibu terlentang dengan tungkai ekstensi, kemudian
didorsofleksikan dan tanyakan apakah ibu mengalami nyeri pada betis, jika
nyeri maka tanda homan positif dan ibu harus dimotivasi untuk mobilisasi dini
agar sirkulasi lancar. Refleks patella mintalah ibu duduk dengan tungkainya
tergantung bebas dan jelaskan apa yang akan dilakukan. Rabalah tendon
dibawah lutut/ patella. Dengan menggunakan hammer ketuklan rendon pada
lutut bagian depan. Tungkai bawah akan bergerak sedikit ketika tendon
diketuk. Bila reflek lutut negative kemungkinan pasien mengalami kekurangan
vitamin B1. Bila gerakannya berlebihan dan capat maka hal ini mungkin
merupakan tanda pre eklamsi.
g. Perineum, kebersihan Perhatikan kebersihan perineum ibu. Kebersihan perineum
menunjang penyembuhan luka. Serta adanya hemoroid derajat 1 normal untuk ibu
hamil dan pasca persalinan.
1) REEDA
REEDA adalah singkatan yang sering digunakan untuk menilai kondisi
episiotomi atau laserasi perinium. REEDA singkatan (Redness/kemerahan,
Edema, Ecchymosisekimosis, Discharge/keluaran, dan Approximate/
perlekatan) pada luka episiotomy. Kemerahan dianggap normal pada
episiotomi dan luka namun jika ada rasa sakit yang signifikan, diperlukan
17

pengkajian lebih lanjut. Selanjutnya, edema berlebihan dapat memperlambat


penyembuhan luka. Penggunaan kompres es (icepacks) selama periode pasca
melahirkan umumnya disarankan.
2) Lochia
Kaji jumlah, warna, konsistensi dan bau lokhia pada ibu post partum.
Perubahan warna harus sesuai. Misalnya Ibu postpartum hari ke tujuh harus
memiliki lokhia yang sudah berwarna merah muda atau keputihan. Jika warna
lokhia masih merah maka ibu mengalami komplikasi postpartum. Lokhia yang
berbau busuk yang dinamankan Lokhia purulenta menunjukan adanya infeksi
disaluran reproduksi dan harus segera ditangani.
3) Varises
Perhatikan apakah terjadinya varises di dalam vagina dan vulva. Jika ada yang
membuat perdarahan yang sangat hebat

4. Pengkajian Status Nutrisi


Pengkajian awal status nutrisi pada periode post partum didasarkan pada data
ibu saat sebelum hamil dan berat badan saat hamil, bukti simpanan besi yang memadai
(misal: konjungtiva) dan riwayat diet yang adekuat atau penampilan. Perawat juga
perlu mengkaji beberapa faktor komplikasi yang memperburuk status nutrisi, seperti
kehilangan darah yang berlebih saat persalinan.

5. Pengkajian tingkat energi dan kualitas istirahat


Perawat harus mengkaji jumlah istirahat dan tidur, dan menanyakan apa yang
dapat dilakukan ibu untuk membantunya meningkatkan istirahat selama ibu di rumah
sakit. Ibu mungkin tidak bisa mengantisipasi kesulitan tidur setelah persalinan.

6. Emosi
Emosi merupakan elemen penting dari penilaian post partum. Pasien post
partum biasanya menunjukkan gejala dari “baby blues” atau “postpartum blues”
ditunjukan oleh gejala menangis, lekas marah, dan kadang-kadang insomnia.
Postpartum blues disebabkan oleh banyak faktor, termasuk fluktuasi hormonal,
kelelahan fisik, dan penyesuaian peran ibu. Ini adalah bagian normal dari pengalaman
post partum. Namun, jika gejala ini berlangsung lebih lama dari beberapa minggu atau
jika pasien post partum menjadi nonfungsional atau mengungkapkan keinginan untuk
18

menyakiti bayinya atau diri sendiri, pasien harus diajari untuk segera melaporkan hal
ini pada perawat, bidan atau dokter.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang respon individu, keluarga
dan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan
untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan. Perumusan
Diagnosa Keperawatan:
1. Actual: menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik yang
ditemukan.
2. Resiko: menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak di lakukan
intervensi.
3. Kemungkinan: menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk memastikan
masalah keperawatan kemungkinan.
4. Wellness: keputusan klinik tentang keadaan individu,keluarga,atau masyarakat
dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat sejahtera yang lebih tinggi.
5. Syndrom: diagnose yang terdiri dar kelompok diagnosa keperawatan actual dan
resiko tinggi yang diperkirakan muncul/timbul karena suatu kejadian atau situasi
tertentu
Sehingga berdasarkan hal tersebut diatas maka diagnosa keperawatan menurut
SDKI yang dapat muncul pada pasien yang mengalami infeksi nifas adalah sebagai
berikut:
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d frekuensi nadi meningkat
Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan kenyamanan
Kode : D.0077
2. Gangguan intergritas kulit/jaringan b.d factor mekanis d.d kerusakan jaringan
dan/lapisan kulit, kemerahan
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan proteksi
Kode : D.0129
3. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan aliran arteri dan/atau vena d.d edema
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Sirkulasi
Kode : D.0009
19

4. Hipertermia b.d proses penyakit d.d suhu tubuh diatas normal


Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan Proteksi
Kode : D.0130
5. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d menunjukkan perilaku tidak
sesuai anjuran
Kategori : Perilaku
Subkategori : Penyuluhan dan pembelajaran
Kode : D.0111
6. Menyusui tidak efektif b.d payudara bengkak d.d nyeri
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Nutrisi dan cairan
Kode : D.0029
7. Gangguan Citra Tubuh b.d perubahan fungsi tubuh d.d mengungkapkan perasaan
negative tentang perubahan tubuh
Kategori : Psikologis
Subkategori : Integritas Ego
Kode : D.0083

C. Intervensi Keperawatan
Penyusunan perencanaan keperawatan diawali dengan melakukan pembuatan
tujuan dari asuhan keperawatan. Tujuan yang dibuat dari tujuan jangka panjang dan
jangka pendek. Perencanaan juga memuat kriteria hasil. Pedoman dalam penulisan
tujuan kriteria hasil keperawatan berdasarkan SMART, yaitu:
S: Spesific (tidak menimbulkan arti ganda).
M: Measurable (dapat diukur, dilihat, didengar, diraba, dirasakan ataupun dibau).
A: Achievable (dapat dicapai).
R: Reasonable (dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah).
T: Time (punya batasan waktu yang jelas).
Karakteristik rencana asuhan keperawatan adalah:
1. Berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah (rasional).
2. Berdasarkan kondisi klien.
3. Digunakan untuk menciptakan situasi yang aman dan terapeutik.
4. Menciptakan situasi pengajaran.
20

5. Menggunakan sarana prasarana yang sesuai.

Intervensi diagnose keperawatan sebagai berikut:


1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d frekuensi nadi meningkat
Terapi Relaksasi:
a. Observasi
1) Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi, atau
gejala lain yang menggangu kemampuan kognitif
2) Identifikasi Teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
3) Identifikasi kesedihan, kemampua, dan penggunaan Teknik sebelumnya
4) Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
5) Monitor respons terhadap terapi relaksasi
b. Terapeutik
1) Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika memungkinkan
2) Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur Teknik relaksasi
3) Gunakan pakaian longgar
4) Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
5) Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau tindakan
medis lain, jika sesuai
c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan, manfaat, Batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia (mis, music,
meditasi napas dalam, relaksasi otot progresif)
2) Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
3) Anjurkan mengambil posisi nyaman
4) Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
5) Anjurkan sering mengulangi atau melatih Teknik yang dipilih
6) Demonstrasikan dan latih Teknik relaksasi (mis, napas dalam, peregangan, atau
imajinasi terbimbing)

2. Gangguan intergritas kulit/jaringan b.d factor mekanis d.d kerusakan jaringan.


Perawatan Luka
a. Observasi
21

1) Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, warna, ukuran, bau)


2) Monitor tanda-tanda infeksi
b. Terapeutik
1) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
2) Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
3) Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
4) Bersihkan jaringan nekrotik
5) Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
6) Pasang balutan sesuai dengan jenis luka
7) Pertahankan Teknik steril saat melakukan perawatn luka
8) Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
9) Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
10) Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari
11) Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vitamin A, vitamib C, Zinc, asam
amino), sesuai indikasi
12) Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transcutaneous), jika perlu
c. Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
3) Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi prosedur debridement (mis, enzimatik, biologis, mekanis, autolitis),
jika perlu
2) Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu

3. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan aliran arteri dan/atau vena d.d edema
Manajemen senasi perifer
a. Observasi
1) Identifikasi penyebab perubahan sensasi
2) Identifikasi penggunaan alat pengikat, prosthesis, sepatu, dan pakaian
3) Periksa perbedaan sensasi tajam atau tumpul
4) Periksa perbedaan sensasi panas atau dingin
5) Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi dan tekstur benda
22

6) Monitor terjadinya parastesia, jika perlu


7) Monitor perubahan kulit
8) Monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena
b. Terapeutik
Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya (terlalu panas atau
dingin)
c. Edukasi
1) Anjurkan penggunaa thermometer untuk menguji suhu air
2) Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak
3) Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgesic, jika perlu
2) Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu

4. Hipertermia b.d proses penyakit d.d suhu tubuh diatas normal


Manajemen hipertermia:
a. Observasi
1) Identifikasi penyebab hipertermia (mis: dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
penggunaan incubator)
2) Monitor suhu tubuh
3) Monitor kadar elektrolit
4) Monitor haluaran urine
5) Monitor komplikasi akibat hipertermia
b. Terapeutik
1) Sediakan lingkungan yang dingin
2) Longgarkan atau lepaskan pakaian
3) Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4) Berikan cairan oral
5) Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hyperhidrosis (keringat
berlebih)
6) Lakukan pendinginan eksternal (mis, selimut hipotermia atau kompres dingin
pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
7) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
8) Berikan oksigen, jika perlu
23

c. Edukasi
Anjurkan tirah baring
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

5. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d menunjukkan perilaku tidak
Edukasi Kesehatan
a. Observasi
1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2) Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih dan sehat
b. Terapeutik
1) Sediakan materi dan media Pendidikan kesehatan
2) Jadwalkan Pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
3) Beriak kesempatan utuk bertanya
c. Edukasi
1) Jelaskan factor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
2) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
3) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat

6. Menyusui tidak efektif b.d payudara bengkak d.d nyeri


Konseling Menyusui:
a. Observasi
1) Identifikasi keadaan emosional ibu saat akan dilakukan konseling menyusui
2) Identifikasi keinginan dan tujuan menyusui
3) Identifikasi permasalahan yang ibu alami selama proses menyusui
4) Identifikasi permasalahan yang ibu alami selama proses menyusui
b. Terapeutik
1) Gunakan Teknik mendengarkan aktif (mis, duduk sama tinggi, dengarkan
permasalahan ibu)
2) Berikan pujian terhadap perilaku ibu yang benar
c. Edukasi
Ajarkan Teknik menyusui yang tepat sesuai kebutuhan ibu
24

7. Gangguan Citra Tubuh b.d perubahan fungsi tubuh d.d mengungkapkan perasaan
negative tentang perubahan tubuh
Promosi citra tubuh
a. Observasi
1) Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
2) Identifikasi budaya, agama, jenis kelamin, dan umur terkait citra tubuh
3) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi social
4) Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
5) Monitor apakah pasien bias melihat bagian tubuh yang berubah
b. Terapeutik
1) Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
2) Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
3) Diskusikan perubahan akibat pubertas, kehamila, dan penuaan
4) Diskusikan kondisi stress yang mempengaruhi citra tubuh (mis, luka, penyakit,
pembedahan)
5) Diskusikan cara mengembangkan harapan citra ubuh secara realistis
6) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh
c. Edukasi
1) Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh
2) Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
3) Anjuran menggunakan alat bantu (mis, pakaian, wig, kosmetik)
4) Anjurkan mengikuti kelompok pendukung (mis, kelompok sebaya)
5) Latih fungsi tubuh yang dimiliki
6) Latih peningkatan penampilan diri (mis, berdandan)
7) Latih pengungkapan kemapuan diri kepada orang lain maupun kelompok

D. Tindakan Keperawatan
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada
nursing orders untuk membantu klien mncapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena
itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan pelaksanaan adalah membantu
klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan
25

kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.


Dalam melaksanakan tindakan keperawatan, perawat juga harus memperhatikan dan
mencatat respon pasien terhadap tindakan yang telah diberikan.

E. Evaluasi Keperawatan
Tindakan intelektual yang melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah
berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan,
evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien. Format
evaluasi menggunakan:
S: Data subjektif, yaitu data yang diutarakan klien dan pandangannya terhadap data
tersebut
O: Data objektif, yaitu data yang di dapat dari hasil observasi perawat, termasuk tanda-
tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan penyakit pasien (meliputi data
fisiologis, dan informasi dan pemeriksaan tenaga kesehatan).
A: Analisa adalah analisa ataupun kesimpulan dari data subjektif dan objektif.
P: Planning adalah pengembangan rencana segera atau yang akan datang untuk
mencapai status kesehatab klien yang optimal.
Adapun ukuran pencapaian tujuan tahap evaluasi dalam keperawatan meliputi :
1. Masalah teratasi, jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Masalah teratasi sebagian, jika klien menunjukan perubahan sebagian dari kriteria
hasil yang telah ditetapkan.
3. Masalah tidak teratasi, jika klienn tidak menunjukan perubahan dan kemajuan sama
sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan dan atau
bahkan timbul masalah/diagnosa keperawatan baru.

F. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi adalah kegiatan mencatat seluruh tindakan yang telah dilakukan.
Dokumentasi keperawatan sangat penting untuk dilakukan karena berguna untuk
menhindari kejadian tumpang tindih, memberikan informasi ketidaklengkapan asuhan
keperawatan, dan terbinanya koordinasi antar teman sejawat atau pihak lain.
BAB IV
PENUTUP

A. SIMPULAN
Infeksi nifas adalah peradangan pada semua alat genetalia pada masa nifas oleh
sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu tubuh melebihi 38ºC tanpa
menghitung hari pertama dan berturut-turut selama dua hari. (Tonasih dan Sari, Mutia
Vianty, 2020).
Bentuk infeksi masa nifas antara lain: bentuk infeksi local (infeksi pada luka
episiotomy, vulvitis, vaginitis, servisitis) bentuk infeksi general atau menyebar
(tromboflebitis, parametritis, salpingitis, peritonitis, septikemia, dan piemia)
Penyebaran infeksi nifas terbagi menjadi 4 golongan yaitu:
1. Infeksi terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium
2. Infeksi yang penyebarannya melalui vena (pembuluh darah)
3. Infeksi yang penyebarannya melalui limfe
4. Infeksi yang penyebarannya melalui permukaan endometrium
Diagnosa keperawatan yang muncul yaitu:
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d frekuensi nadi meningkat
2. Gangguan intergritas kulit/jaringan b.d factor mekanis d.d kerusakan jaringan
3. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan aliran arteri dan/atau vena d.d edema
4. Hipertermia b.d proses penyakit d.d suhu tubuh diatas normal
5. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d menunjukkan perilaku tidak
6. Menyusui tidak efektif b.d payudara bengkak d.d nyeri
7. Gangguan Citra Tubuh b.d perubahan fungsi tubuh d.d mengungkapkan perasaan
negative tentang perubahan tubuh

B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis mengajukan beberapa saran untuk
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Infeksi Nifas:
1. Perlunya ditingkatkan komunikasi yang efektif antara klien, keluarga dan perawat agar
terbina hubungan saling percaya dalam memberikan asuhan keperawatan sehingga
perawat dapat mendapatkan data-data yang dibutuhkan.

26
27

2. Sistem pendokumentasikan asuhan keperawatan dipertahankan dan dilengkapi dengan


respon klien agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih efektif.
3. Diharapkan pada perawat untuk tidak memanipulasi data pasien agar dalam
menegakkan diagnosa tidak salah.
DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, Juneris dan Yunida Turisna Octavia Simanjutak. 2021. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan pada Nifas. Sleman: CV. Budi Utama
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Jakarta: DPP PPNI.
Rini, Susilo dan Feti Kumala. 2017. Panduan Asuhan Nifas dan Evidence Based
Practice. (2017). Yogyakarta: Deepublish.
Sari, Vianty Mutya dan Tonasih. 2020. Asuhan Kebidanan Masa Nifas Dan Menyusui (Edisi
Covid-19). Yogyakarta: K-Media.

28

Anda mungkin juga menyukai