Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN INFEKSI POST PARTUM

Disusun Oleh :
SITI NURHAENI HASNAH
RUDY HARTONO
UMDATUL HASANAH
IRA LAMTIUR

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


STIKES ABDI NUSANTARA
KALIMALANG
2017

Sistem Reproduksi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah pada junjungan kita,
Rasulullah Muhammad SAW. Puji syukur dan shalawat selalu mengawali penulis
dalam setiap langkah, sehingga dapat menyelesaikan Tugas Kelompok tentang
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Infeksi Post Partum.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih banyak kepada semua anggota kelompok
atas kerjasamanya untuk menyelesaikan tugas kelompok ini.

Semoga apa yang kali buat ini dapat memberikan informasi bagi pembaca dan
bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi
kita semua.

Jakarta, 13 November 2017

Penyusun

Sistem Reproduksi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang . 1

B. Tujuan . 2

C. Manfaat .. 3

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi ... 4

B. Etiologi ... 4

C. Patofisiologi .. 8

D. Manifestasi Klinis 10

E. Komplikasi 12

F. Pemeriksaan Diagnosa . 13

G. Penatalaksanaan . 13

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian . 15

B. Diagnosa 20

C. Intervensi ... 21

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 26

B. Saran .. 26

DAFTAR PUSTAKA . 28

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi
sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau
lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan

Sistem Reproduksi
mengecualikan 24 jam pertama. Kasus infeksi pada post partum sering terjadi.
Pada dasarnya prognosisnya baik bila diatasi dengan pengobatan yang sesuai.
Menurut derajatnya, septikemia merupakan infeksi paling berat dengan
mortalitas tinggi,diikuti peritonitis umum dan piemia. Infeksi post partum bila
tidak diatasi dengan baik dan profesional sering mengalami morbiditas dan
mortalitas yang tinggi. Terutama bila sumber infeksi telah menjalar pada organ-
organ vital. Dengan majunya ilmu keperawatan, mahasiswa keperawatan
diharapkan mampu mengetahui asuhan keperawatan yang komprehensif yang
dapat di manifestasikan dengan memberikan perawatan post partum untuk
mencegah terjadinya infeksi dan komplikasi. Mahasiswa perawat juga
diharapkan mampu dalam memberikan penyuluhan kesehatan sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan untuk membantu
pasien mencapai kesehatan yang optimal.

B. Tujuan
Tujuan Umum
Memberikan penjelasan mengenai infeksi nifas dan gangguan psikologi
post partum

Tujuan Khusus
a. Menjelaskan teori dan konsep terkait dengan infeksi nifas dan gangguan
psikologi post partum
b. Memaparkan proses terjadinya infeksi nifas dan gangguan psikologi
post partum c. Menerapkan teori dan konsep tersebut dan memberikan
asuhan keperawatan pada pasien yang menderita infeksi nifas dan
gangguan psikologi post partum

C. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dengan diperolehnya materi-materi pada makalah
ini adalah:
1. Sebagai suatu sarana untuk meningkatkan pengetahuan yang telah
didapat dari materi infeksi nifas dan gangguan post partum yang
sebenarnya.
2. Sebagai masukan bagi semua mahasiswa dalam upaya menjelaskan
maupun berdiskusi dalam perkuliahan.
3. Dapat digunakan sebagai acuan dan referensi dalam pembelajaran

Sistem Reproduksi
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
INFEKSI POST PARTUM

A. Definisi

Sistem Reproduksi
Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang-biaknya mikroorganisme
dalam tubuh manusia yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya (Zulkarnain
Iskandar, 1998 ).
Infeksi pascapartum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah
infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau
persalinan (Bobak, 2004).
Infeksi postpartum adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya
kuman-kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas
(Sarwono Prawirohardjo, 2005 : 689 ).
Infeksi postpartum adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-
alat genetalia dalam masa nifas (Mochtar Rustam, 1998 : 413).

B. Insiden
Insidensi morbiditas demam berpariasi besar, berkisar dari 1% untuk wanita
yang tergolong tidak miskin yang melahirkan melalui vagina sampai setinggi 87%
untuk wanita miskin yang melahirkan melalui bedah sesar. Factor-faktor yang
secara pasti telah dikenali dan yang dapat meninggikan resiko infeksi adalah
bedah sesar darurat, persalinan darurat, dan ketuban pecah sudah 6 jam atau
lebih, dan status sosio ekonomi yang rendah. Factor-faktor lain yang bisa
mempengaruhi risiko infeksi tetapi yang korelasinya terbukti kurang kuat adalah
anemia, anastesia umum, keadaan gizi yang buruk, obesitas, dan banyak kali
mengalami pemeriksaan melalui vagina. Semua factor-faktor lain serupa,
pemakaian monitoring janin secara internal tampaknya tidak mempengaruhi risiko
infeksi rahim (Rayburn,WF & Carey, JC, 2001).
Seratus tahun yang lalu sekitar satu dalam 50 wanita yang melahirkan dirumah
sakit, meninggal karena infeksi yang biasanya terjadi pada masa puerperium. Hal
ini sekarang sudah jauh berkurang, pertama akibat pengertian asepsis dan
antisepsis yang lebih baik dan kedua karena diperkenalkannya kemoterapi dan
antibiotika (Chamberlain,G & Dewhurst, SJ, 1994).

C. Etiologi
1. Faktor Presipitasi Infeksi post partum
Penyebab dari infeksi postpartum ini melibatkan mikroorganisme
anaerob dan aerob patogen yang merupakan flora normal serviks dan jalan

Sistem Reproduksi
lahir atau mungkin juga dari luar. Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50 %
adalah streptococcus dan anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai
penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi
postpartum antara lain :
a. Streptococcus haematilicus aerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan
dari penderita lain , alat alat yang tidak steril , tangan penolong , dan
sebagainya.
b. Staphylococcus aurelis
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai
penyebab infeksi di rumah sakit
c. Escherichia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum , menyebabkan infeksi
terbatas
d. Clostridium welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering ditemukan pada abortus
kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.

D. Faktor predisposisi infeksi post partum


a. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti
perdarahan, dan kurang gizi atau malnutrisi
b. Partus lama, terutama partus dengan ketuban pecah lama.
c. Tindakan bedah vaginal yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.
d. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan dara
e. Anemia, higiene, kelelahan
f. Partus lama/macet, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang baiknya
proses pencegahan infeksi, manipulasi yang berlebihan, dapat berlanjut ke
infeksi dalam masa nifas.

E. Klasifikasi
1. Infeksi uterus
a. Endometritis
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari
rahim). infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau
infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim (Anonym, 2008).
Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran anak,
jarang terjadi pada wanita yang mendapatkan perawatan medis yang baik

Sistem Reproduksi
dan telah mengalami persalinan melalui vagina yang tidak berkomplikasi.
Infeksi pasca lahir yang paling sering terjadi adalah endometritis yaitu
infeksi pada endometrium atau pelapis rahim yang menjadi peka setelah
lepasnya plasenta, lebih sering terjadi pada proses kelahiran caesar,
setelah proses persalinan yang terlalu lama atau pecahnya membran yang
terlalu dini. Juga sering terjadi bila ada plasenta yang tertinggal di dalam
rahim, mungkin pula terjadi infeksi dari luka pada leher rahim, vagina atau
vulva.
Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi, sedikit
demam, nyeri yang samar-samar pada perut bagian bawah dan kadang-
kadang keluar dari vagina berbau tidak enak yang khas menunjukkan
adanya infeksi pada endometrium. Pada infeksi karena luka biasanya
terdapat nyeri dan nyeri tekan pada daerah luka, kadang berbau busuk,
pengeluaran kental, nyeri pada perut atau sisi tubuh, gangguan buang air
kecil. Kadang-kadang tidak terdapat tanda yang jelas kecuali suhu tunbuh
yang meninggi. Maka dari itu setiap perubahan suhu tubuh pasca lahir
harus segera dilakukan pemeriksaan.
Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut dengan gejala klinis yaitu
nyeri abdomen bagian bawah, mengeluarkan keputihan, kadang-kadang
terdapat perdarahan dapat terjadi penyebaran seperti meometritis (infeksi
otot rahim), parametritis (infeksi sekitar rahim), salpingitis (infeksi saluran
tuba), ooforitis (infeksi indung telur), dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar),
pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung
telur (Anonym, 2008).
Terjadinya infeksi endometrium pada saat persalinan, dimana bekas
implantasi plasenta masih terbuka, terutama pada persalinan terlantar dan
persalinan dengan tindakan pada saat terjadi keguguran, saat pemasangan
alat rahim yang kurang legeartis (Anonym, 2008).
Kadang-kadang lokia tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput
ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiametra dan dapat menyebabkan
kenaikan suhu. Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada
perabaan dan lembek.
Pada endometritis yang tidak meluas, penderita merasa kurang sehat
dan nyeri perut pada hari-hari pertama. Mulai hari ke-3 suhu meningkat,
nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi
menurun dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal
kembali.

Sistem Reproduksi
Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang
berbau. Hal ini tidak boleh dianggap infeksinya berat. Malahan infeksi berat
kadang-kadang disertai oleh lokia yang sedikit dan tidak berbau.
Untuk mengatasinya biasanya dilakukan pemberian antibiotik, tetapi
harus segera diberikan sesegera mungkin agar hasilnya efektif. Dapat pula
dilakukan biakkan untuk menentukan jenis bakteri, sehingga dapat
diberikan antibiotik yang tepat.

b. Miometritis (infeksi otot rahim)


Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium adalah
tunika muskularis uterus. Gejalanya berupa demam, uterus nyeri tekan,
perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah, lokhea berbau, purulen.
Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi
postpartum. Penyakit ini tidak brerdiri sendiri akan tetapi merupakan bagian
dari infeksi yang lebih luas yaitu merupakan lanjutan dari endometritis.
Kerokan pada wanita dengan endometrium yang meradang dapat
menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan
reaksi radang berupa pembengkakan dan infiltarsi sel-sel radang.
Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat tromboflebitis dan
kadang-kadang dapat terjadi abses.
Metritis kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat atas dasar
menometroragia dengan uterus lebih besar dari bisa, sakit pnggang, dan
leukore. Akan tetapi pembesaran uterus pada multipara umumnya
disebabkan oleh pemanbahan jaringan ikat akibat kehamilan. Terapi dapat
berupa antibiotik spektrum luas seperti amfisilin 2gr IV per 6 jam,
gentamisin 5 mg kg/BB, metronidasol mg IV per 8 jam, profilaksi anti
tetanus, efakuasi hasil konsepsi.

c. Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim).


Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum.
Radang ini biasanya unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi dengan
demam tinggi, Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti
muntah.

Penyebab Parametritis yaitu :


a) Endometritis dengan 3 cara yaitu :
1) Per continuitatum : endometritis metritis parametitis
2) Lymphogen
3) Haematogen : phlebitis periphlebitis parametritis
b) Dari robekan serviks
c) Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD )

10

Sistem Reproduksi
2. Syok bakteremia
Infeksi kritis, terutama yuang disebabkan oleh bakteri yang melepaskan
endotoksin, bisa mempresipitasi syok bakteremia (septic). Ibu hamil, terutama
mereka yang menderita diabetes mellitus atau ibu yang memakai obat
imunosupresan, berada pada tingkat resiko tinggi, demikian juga mereka yang
menderita endometritis selama periode pascapartum.
Demam yang tinggi dan mengigil adalh bukti patofisiologi sepsis yang
serius. Ibu yang cemas dapat bersikap apatis. Suhu tubuh sering kali sedikit
turun menjadi subnormal. Kulit menjadi dingin dan lembab. Warna kulit menjadi
pucat dan denyut nadi menjadi cepat. Hipotensi berat dan sianosis peripheral
bisa terjadi. Begitu juga oliguria.
Temuan laboratorium menunjukkan bukti-bukti infeksi. Biakan darah
menunjukian bakteremia, biasanya konsisten dengan hasil enteric gram
negative. Pemeriksaan tambahan bisa menunjukkan hemokonsentrasi,
asidosis, dan koagulopati. Perubahan EKG menunjukkan adanya perubahan
yang mengindikasikan insufisiensi miokard. Bukti-bukti hipoksia jantung, paru-
paru, ginjal, dan neurologis bisa ditemukan.
Penatalaksanaan terpusat pada antimicrobial, demikian juga dukungan
oksigen untuk menghilangkan hipoksia jaringan dan dukungan sirkulasi untuk
mencegah kolaps vascular. Fungsi jantung, usaha pernafasan, dan fungsi ginjal
dipantau dengan ketat. Pengobatan yang cepat terhadap syok bakteremia
membuat prognosis menjadi baik. Dan morbiditas dan mortilitas maternal
diturunkan dengan mengendalikan distrees pernafasan, hipotensi dan DIC
(Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).

3. Peritonitis
Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat
juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika.
Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika
mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis.
Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah
pelvis. Gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti pada peritonitis umum.
Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Pada
pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya
terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia
posterior untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau kandung kencing.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan
merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan

11

Sistem Reproduksi
kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita, yang
mula-mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin;
terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis umum
tinggi.

4. Infeksi saluran kemih


Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi pada sekitar 10% wanita hamil,
kebanyakan terjadi pada masa prenatal. Mereka yang sebelumnya mengalami
ISK memiliki kecenderungan mengidap ISK lagi sewaktu hamil. Servisitis,
vaginitis, obstruksi ureter yang flaksid, refluks vesikoureteral, dan trauma lahir
mempredisposisi wanita hamil untuk menderita ISK, biasanya dari escherichia
coli. Wanita dengan PMS kronis, trutama gonore dan klamidia, juga memiliki
resiko. Bakteriuria asimptomatik terjadi pada sekitas 5% nsampai 15% wanita
hamil. Jika tidak diobati akan terjadi pielonefritis pada kira-kira 30% pada
wanita hamil. Kelahiran dan persalinan premature juga dapat lebih sering
terjadi.
Biakan dan tes sensitivitas urin harus dilakukan di awal kehamilan, lebih
disukai pada kunjungan pertama, specimen diambil dari urin yang diperoleh
dengan cara bersih. Jika didiagnosis ada infeksi, pengobatan dengan antibiotic
yang sesuai selama dua sampai tiga minggu, disertai peningkatan asupan air
dan obat antispasmodic traktus urinarius.

5. Septicemia dan piemia


Pada septicemia kuman-kuman yang ada di uterus, langsung masuk ke
peredaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum. Adanya septicemia
dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada
piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena diuterus serta sinus-
sinus pada bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterine,
vena hipogastrika, dan/atau vena ovarii (tromboflebitis pelvika). Dari tempat-
tempat thrombus itu embolus kecil yang mengandung kuman-kuman
dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk keperedaran darah umum dan
dibawa oleh aliran darah ketempat-tempat lain, antaranya ke paru-paru, ginjal,
otak, jantung, dan sebagainya, dan mengakibatkan terjadinya abses-abses
ditempat-tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan piemia.
Kedua-duanya merupakan infeksi berat namun gejala-gejala septicemia
lebih mendadak dari piemia. Pada septicemia, dari permulaan penderita sudah
sakit dan lemah. Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat dengan cepat,
biasanya disertai menggigil. Selanjutnya, suhu berkisar antara 39 - 40C,

12

Sistem Reproduksi
keadaan umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140 - 160 kali/menit atau
lebih). Penderita meninggal dalam enam sampai tujuh hari postpartum. Jika ia
hidup terus, gejala-gejala menjadi seperti piemia.
Pada piemia, penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit,
perut nyeri, dan suhu agak meningkat. Akan tetapi gejala-gejala infeksi umum
dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman-kuman dengan
embolus memasuki peredaran darah umum. Suatu ciri khusus pada piemia
ialah berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai menggigil,
kemudian diikuti oleh turunnya suhu. Ini terjadi pada saat dilepaskannya
embolus dari tromboflebitis pelvika. Lambat laun timbul gejala abses pada
paru-paru, pneumonia dan pleuritis. Embolus dapat pula menyebabkan abses-
abses di beberapa tempat lain.

F. Patofisiologi
1. Setelah kala III, daerah bekas insertio plasenta merupakan sebuah luka dengan
diameter kira-kira 4 cm, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol karena
banyaknya vena yang ditutupi trombus dan merupakan area yang baik untuk
tumbuhnya kuman-kuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh
wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinanan, begitu juga
vulva, vagina, perineum merupakan tempat masuknya kuman patogen. Proses
radang dapat terbatas pada luka-luka tersebut atau dapat menyebar di luar luka
asalnya.
2. Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum.
Pada infeksi dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik pada
saat itu terjadi reaksi ringan limporetikularis diseluruh tubuh, berupa proliferasi
sel fagosit dan sel pembuat antibodi (limfosit B).
3. Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi akut, reaksi ini terus berlangsung
selama menjadi proses pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab
pengrusakan jaringan bisa diberantas, maka sisa jaringan yang rusak disebut
debris akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan
kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reksi sel fagosit kadang berlebihan
sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk
abses atau bekumpul dijaringan tubuh yang lain membentuk flegman
(peradangan yang luas dijaringan ikat). (Sjamsuhidajat, R, 1997 )

13

Sistem Reproduksi
G. PATHWAY

Presdisposisi Presipitasi

Anemia, Preklamsia, KPD, Trauma Bakteri, dan kuman

Melalui VT / Episiotomi

Bakteri yang sudah ada di dalam vagina terdorong ke uterus

Bakteri menginfeksi jaringan sekitar rahim

Tromboflebitis Leokosit meningkat Vagina berdekatan dg


uretra
Pelepasan Inflamasi/Peradangan
Port the entry ke saluran
mediator nyeri
Saraf perifer terangsang oleh peradangan perkemihan

Nyeri akut ISK


Sensitifitas

14
Nyeri akut G3 Eliminasi urin
Resiko Sistem Reproduksi
Nutrisi kurang penyebaran
Resti infeksi
dari kebutuhan
Anoreksia
Mual & Muntah infeksi
H. Manifestasi Klinis
Rubor (kemerahan), kalor (demam setempat) akibat vasodilatasi dan tumor
(benngkak) karena eksudasi. Ujung syaraf merasa akan terangsang oleh peradangan
sehingga terdapat rasa nyeri (dolor). Nyeri dan pembengkan akan mengakibatkan
gangguan faal, dan reaksi umum antara lain berupa sakit kepala, demam dan
peningkatan denyut jantung (Sjamsuhidajat, R. 1997).

1. Manifestasi klinis yang lain :


a. Peningkatan suhu
b. Takikardie.
c. Nyeri pada pelvis
d. Demam tinggi
e. Nyeri tekan pada uterus
f. Lokhea berbau busuk/ menyengat
g. Penurunan uterus yang lambat
h. Nyeri dan bengkak pada luka episiotomy

15

Sistem Reproduksi
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah : Hemoglobin dan Hematokrit 12-24 jam post partum (jika Hb < 10 g%
dibutuhkan suplemen FE), eritrosit, leukosit, Trombosit.
b. Klien dengan Dower Kateter diperlukan culture urine.
c. Pemeriksaan Mikroskopis Urine : guna pemeriksaan mikroskopis urine adalah
untuk melihat kelainan ginjal dan salurannya (stadium, berat ringannya
penyakit)
d. Pemeriksaan protein urine : Ditemukan protein dalam urine tetapi kelainan yang
terjadi tidak menandakan adanya indikasi penyakit. Normalnya tidak boleh
sampai + 1.
e. Pemeriksaan glukosa urin : Pada keadaan normal tidak ditemukan glukosa
disalam urine. Karena molekul glukosa besar dan ginjal akan menyerap
kembali hasil filtrasi dari glumerulus (Normal : 1 -25 mg/ dL )

J. Penatalaksanaan
1. Masa Persalinan
a. Hindari pemeriksaan dalam berulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilitas
yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
b. Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama.
c. Jagalah sterilitas kamar bersalin dan pakailah masker, alat-alat harus suci
hama.
d. Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun
perabdominal dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.
e. Pakaian dan barang-barang atau alat-alat yang berhubungan dengan penderita
harus terjaga kesuci-hamaannya.
f. Perdarahan yang banyak harus dicegah, bila terjadi darah yang hilang harus
segera diganti dengan transfusi darah.
g. Masa Nifas
h. Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu pula alat-alat
dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kndung kencing harus
steril.
i. Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus, tidak
bercampur dengan ibu sehat.
j. Tamu yang berkunjung harus dibatasi.

2. Masa Kehamilan

16

Sistem Reproduksi
Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi
dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu. Pemeriksaan
dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu. Begitu pula koitus pada
hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati karena dapat
menyebabkan pecahnya ketuban, kalau ini terjadi infeksi akan mudah masuk
dalam jalan lahir.
a. Pencegahan infeksi postpartum :
Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diet yang baik. Koitus
pada kehamilan tua sebaiknya dilarang.
Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan. Jaga
persalinan agar tidak berlarut-larut. Selesaikan persalinan dengan
trauma sesedikit mungkin. Cegah perdarahan banyak dan penularan
penyakit dari petugas dalam kamar bersalin. Alat-alat persalinan harus
steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi yang
tepat.
Selama nifas, rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan merawat
pasien dengan tanda-tanda infeksi nifas bersama dengan wanita sehat
yang berada dalam masa nifas.

b. Penanganan umum
Antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah dalam proses
persalinan) yang dapat berlanjut menjadi penyulit/komplikasi dalam
masa nifas.
Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami
infeksi nifas.
Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi
yang dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan.
Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui.
Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan
gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan
dengan segera.
Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari
ibu yang mengalami infeksi pada saat persalinan. Dan Berikan hidrasi
oral/IV secukupnya.

c. Pengobatan secara umum

17

Sistem Reproduksi
Sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur) dan sekret vagina, luka
operasi dan darah serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika
yang tepat dalam pengobatan.,
Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat.
Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan antibiotika
spektrum luas (broad spektrum) menunggu hasil laboratorium.
Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita, infus atau
transfusi darah diberikan, perawatan lainnya sesuai dengan komplikasi
yang dijumpai.

d. Penanganan infeksi postpartum :


Suhu harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari.
Berikan terapi antibiotik, Perhatikan diet. Lakukan transfusi darah bila
perlu, Hati-hati bila ada abses, jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam
rongga perineum.

K. Komplikasi
a. Peritonitis (peradangan selaput rongga perut)
b. Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena panggul), dengan resiko
terjadinya emboli pulmoner.
c. Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh bakteri di dalam
darah. Syok toksik bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang berat dan bahkan
kematian.

L. Prognosa
Prognosis infeksi intra partum sangat tergantung dari jenis kuman, lamanya
infeksi berlangsung, dapat/tidaknya persalinan berlangsung tanpa banyak
perlukaan jalan lahir.

18

Sistem Reproduksi
BAB III
Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
a. Data demografi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa,
alamat.
b. Keluhan utama : adanya nyeri perubahan fungsi seksual, luka.
c. Riwayat penyakit dahulu : apakah klien dan keluarga pernah menderita
penyakit yang sama.
d. Riwayat penyakit sekarang : klien mengalami infeksi alat kelamin
e. Riwayat seksual, termasuk riwayat PMS sebelumnya, jumlah pasangan
seksual pada saat ini, frekuensi aktifitas seksual secara umum.
f. Gaya hidup, penggunaan obat intravena atau pasangan yang menggunakan
obat intravena; merokok, alcohol, gizi buruk, tingkat stress yang tinggi.
g. Pemeriksaan fisik bagian luar,

1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Tingkat energi, self esteem, tingkat kesadaran.
b. BB, TB, LLA, Tanda Vital normal (RR konsisten, Nadi cenderung bradi cardy,
suhu 36,2-38, Respirasi 16-24)

19

Sistem Reproduksi
c. Kepala : Rambut, Wajah, Mata (conjunctiva), hidung, Mulut, Fungsi
pengecapan; pendengaran, dan leher.
d. Breast : Pembesaran, simetris, pigmentasi, warna kulit, keadaan areola dan
puting susu, stimulation nepple erexi. Kepenuhan atau pembengkakan,
benjolan, nyeri, produksi laktasi/kolostrum. Perabaan pembesaran kelenjar
getah bening diketiak.
e. Abdomen : teraba lembut , tekstur Doughy (kenyal), musculus rectus
abdominal utuh (intact) atau terdapat diastasis, distensi, striae. Tinggi fundus
uterus, konsistensi (keras, lunak, boggy), lokasi, kontraksi uterus, nyeri,
perabaan distensi blas.
f. Anogenital : Lihat struktur, regangan, udema vagina, keadaan liang vagina
(licin, kendur/lemah) adakah hematom, nyeri, tegang. Perineum : Keadaan
luka episiotomy, echimosis, edema, kemerahan, eritema, drainage. Lochia
(warna, jumlah, bau, bekuan darah atau konsistensi , 1-3 hr rubra, 4-10 hr
serosa, > 10 hr alba), Anus : hemoroid dan trombosis pada anus.
g. Muskoloskeletal : Tanda Homan, edema, tekstur kulit, nyeri bila dipalpasi,
kekuatan otot.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status
kesehatan klien yang nyata (actual) dan kemungkinan akan terjadi (resiko) dimana
pemecahannya dalam batas wewenang perawat. Diagnosa yang mungkin muncul
antara lain :
a. nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen, after pains, distensi
kandung kemih.
b. Risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan rauma persalinan, jalan
lahir, dan infeksi nasokomial.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan medis.
d. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan, retensi urine.
e. Aktivitas intoleran berhubungan dengan efek anesthesia, terpasang infus.
f. Kurang pengetahuan tentang cara perawatan diri dan bayi berhubungan
dengan kurang informasi.
g. Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang status kesehatan
bayi, peralihan sebagai orang tua.

C. Intervensi Keperawatan

20

Sistem Reproduksi
Rencana keperawatan merupakan mata rantai penetapan kebutuhan pasien
dan pelaksanaan tindakan keperawatan. Dengan demikian rencana asuhan
keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat
mengenai rencana tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan diagnosa keperawatan, rencana asuhan keperawatan
pada klien post partum menurut (Dongoes, 1994 : 417).
a. nyeri berhubungan dengan luka insisi, distensi abdomen, after pains,
distensi kandung kemih.
Tujuan :
Dalam waktu 3 hari, rasa nyeri berkurang atau hilang
Kriteria evaluasi :
Tanda-tanda vital normal (nadi 60-80 x/menit, respirasi 18-24
x/menit),
Tidak meringis,
Kegiatan tidak terganggu dengan rasa nyeri.
Skala nyeri

Intervensi Rasional
1. Tentukan skala nyeri dan intensitas 1. Untuk mengenal indikasi
nyeri, pantua tekanan darah, nadi kemajuan atau penyimpangan dari
dan pernafasan setiap 4 jam. hasil yang diharapkan.
2. Anjurkan klien untuk menggunakan 2. Relaksasi dan nafas dalam dapat
teknik relaksasi dan nafas dalam mengurangi ketegangan otot dan
serta teknik distraksi (untuk nyeri menghambat rangsang nyeri serta
ringan dan sedang). menambah pemasukan oksigen.
Distraksi mengganggu stimulus
nyeri tetapi tidak mengubah
intensitas nyeri, paling baik untuk
periode pendek.
3. Anjurkan posisi tidur miring. 3. Mempermudah pengeluaran gas
4. Berikan obat analgetik sesuai order 4. Analgetik bersifat menghambat
reseptor nyeri, sehingga persepsi
nyeri berkurang/hilang

b. Resiko Penyebaran Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan


lahir, dan infeksi nasokomial.
Tujuan :

21

Sistem Reproduksi
Dalam 3 hari setelah proses persalinan, infeksi tidak terjadi
Kriteria evaluasi :
Tanda-tanda vital dalam batas normal (nadi 60-80 x/menit,
suhu tidak lebih dari 38 0C),
Insisi kering
Lochea tidak berbau busuk
Uterus tidak lembek
Dolor : 1 - 2
Kalor : 365 372 C
Rubbor : Normal
Function laesa : normal

Intervensi Rasional
1. Lakukan perawatan luka dengan 1. Akan meminimalkan dan
teknik aseptic dan anti septic. mencegah kontaminasi dan atau
masuknya mikroorganisme.
2. Observasi adanya tanda-tanda 2. Akan memudahkan intervensi
infeksi pada daerah luka : dolor, lebih dini dan intervensi
kalor, rubor dan function laesa. selanjutnya.
3. Berikan antibiotic sesuai order dan 3. Antibiotik bersifat bakterisida dan
kolaborasi untuk pemeriksaan adanya leukositosis merupakan
leukosit. salah satu tanda infeksi.
4. Anjurkan untuk makan makanan 4. Protein dan viatamin C dibutuhkan
tinggi protein, vitamin C dan zat untuk pertumbuhan jaringan dan
besi. zat besi untuk pembentukan
hemoglobin.

c. Gangguan pola eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine.


Tujuan :
Dalam waktu 2 hari pola eliminasi urine tidak terganggu.
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat Buang air kecil setelah diangkat kateter
2. Terhindar dari infeksi system urine.
Intervensi Rasional
1. Rawat perineum dan kateter secara 1. Mencegah agar tidak mendukung
rutin dan teratur. pertumbuhan bakteri.
2. Tempatkan kantung kencing bila 2. Untuk mencegah refluk, sehingga
dipasang kateter lebih rendah dari tidak tumbuh bakteri

22

Sistem Reproduksi
pasien.
3. Ajarkan teknik merangsang kencing 3. Klien biasanya bisa buang air kecil
setelah diangkat kateter seperti setelah 6-8 jam setelah
siram daerah kandung kemih pengangkatan kateter. Posisi
dengan air dan anjurkal klien duduk. duduik dapatmenimbulkan rasa
penuh sehingga klien terangsang
untuk kencing.
4. Angkat kateter sesuai ketentuan 4. Untuk menghindari pertumbuhan
biasanya 6-12 jam post operasi bakteri.

BAB IV
PENUTUP

1. KESIMPULAN

2. SARAN

23

Sistem Reproduksi
DAFTAR PUSTAKA
Bobak M Irene, Deitra Leonasd Lowdermilk dkk. 2004. Buku Ajaran
Keperawatan Maternitas. Jakarta. EGC
Biomed M mitayani,S.ST. 2009.Asuhan keperawatan maternitas. Jakarta:
Salemba Medika
Brunner and suddart.2002.Medical practical nursing, 1st edition, Jakarta : EGC
WWW.SCRIB/infeksipostpartum.COM
http://www.lusa.web.id/tag/infeksi-post-partum
http://ainicahayamata.wordpress.com/2011/03/30/infeksi-postpartum/

24

Sistem Reproduksi
25

Sistem Reproduksi

Anda mungkin juga menyukai