Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA ANAK ISPA

A.    DEFINISI
ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak
dengan gejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara bersamaan
(Meadow, Sir Roy. 2002:153).
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang
menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA
mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian
saluran atas danbawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2008).

B.    KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan dan untuk
golongan umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin,2008):
a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan
1) Pneumonia Berat
Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah atau napas cepat.
Batas napas cepat untuk golongan umurn kurang 2 bulan yaitu 6x per menit atau lebih.
2) Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat. Tanda
bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:
a) Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai
kurang dari ½ volume yang biasa diminum)
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Wheezing
e) Demam / dingin

b. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun


1) Pneumonia Berat
Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian bawah ke dalam pada
waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak
menangis atau
meronta).
2) Pneumonia Sedang
Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:
a) Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih
b) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.
3) Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat. Tanda
bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu :
a) Tidak bisa minum
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Gizi buruk

Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :


a. ISPA ringan
Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk, pilek dan sesak.
b. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 390 C dan bila bernafas
mengeluarkan suara seperti mengorok.
c. ISPA berat
Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan menurun,
bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.
C.     ETIOLOGI
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus,
Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah
golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan
lain-lain. [ CITATION Sur011 \l 1033 ]
Bakteri tersebut di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan
bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri tersebut menyerang anak-anak
yang kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan musim panas ke musim hujan.
Pada bayi dan anak-anak, virus-virus influenza merupakan penyebab terjadinya lebih banyak
penyakit saluran nafas bagian atas daripada saluran nafas bagian bawah (DepKes RI, 2007)

D .   PATOFISIOLOGI
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada
permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu
tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983 dalam DepKes
RI, 1992).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe,
1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal
gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.
Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan
mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa
yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan
sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak
nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan
adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan
bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan
gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam
tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas
bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan
atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan
pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis
saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar
terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun
saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas
system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada
saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori
IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar,
1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat
tahap,yaitu:

1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-
apa.
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam
dan batuk.
4. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna,sembuh
dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat pneumonia.

E.     MANIFESTASI KLINIS
ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran pernafasan
atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema mukosa, kongestif
vaskuler, bertambahnya sekresi mukus serta perubahan struktur fungsi siliare (Muttaqin,
2008).
Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing, malaise (lemas),
anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk,
keluar sekret, stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal
(adanya tarikan
dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak
mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian. (Nelson, 2003).
Sedangkan tanda gejala ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :
a. Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-
gejala sebagai berikut:
1) Batuk
2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada waktu
berbicara atau menangis).
3) Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak diraba.
b. Gejala dari ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan
disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1) Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu tahun
atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih. Cara
menghitung pernafasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit.
Untuk menghitung dapat digunakan arloji.
2) Suhu lebih dari 39o C (diukur dengan termometer).
3) Tenggorokan berwarna merah.
4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
7) Pernafasan berbunyi menciut-ciut.
c. Gejala dari ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau
ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1) Bibir atau kulit membiru.
2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.
3) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
4) Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah.
5) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
7) Tenggorokan berwarna merah.
F.      PATHWAY

http://www.academia.edu/6339192/ASUHAN_KEPERAWATAN_ANAK_DENGAN_ISPA
_new
F.    KOMPLIKASI
1.      Penemonia
2.      Bronchitis
3.      Sinusitis
4.      Laryngitis
5.      Kejang deman (Soegijanto, S, 2009)

G.    PEMERIKSAAN PENUJANG
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan
kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,
2.  Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai
dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia
dan,
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Suryadi, Yuliani R, 2001)

H.       PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi dan adanya kongesti
hidung pergunakanlah selang dalam melakukan penghisaapan lendir baik melalui hidung
maupun melalui mulut. Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida
tetes pada lobang hidung, serta obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik. Antibiotik
tidak dianjurkan kecuali ada komplikasi purulenta pada sekret.
Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi telungkup, dengan
demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret akan lebih mudah
keluar (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 452).
          Prinsip perawatan ISPA antara lain :
 Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
 Meningkatkan makanan bergizi
 Bila demam beri kompres dan banyak minum
 Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan
yang bersih
 Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu ketat.
 Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih
menetek
 Mengatasi panas (demam) dengan memberikan kompres, memberikan kompres,
dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
 Mengatasi batuk Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan
tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½
sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

I. PENCEGAHAN ISPA
Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain:
a. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita atau terhindar dari
penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya dengan mengkonsumsi makanan
empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat
yang cukup, kesemuanya itu akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang
sehat maka kekebalan tubuh kita akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus /
bakteri penyakit yang akan masuk ke tubuh kita.
b. Imunisasi
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah terserang
berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus / bakteri.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan mengurangi polusi asap
dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah, sehingga dapat mencegah seseorang menghirup
asap tersebut yang bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat
memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap segar dan sehat bagi manusia.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri yang ditularkan oleh
seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam
tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa virus / bakteri di udara yang umumnya berbentuk
aerosol (anatu suspensi yang melayang di udara). Adapun bentuk aerosol yakni Droplet,
Nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan
melayang diudara), yang kedua duet (campuran antara bibit penyakit).
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. biodata meliputi : Usia, jenis kelamin, nomor CM,
Diderita oleh usia bayi  dan usia dewasa. Pada usia bayi kebanyakan diderita
dengan usia 0-5 tahun, pada usia dewasa diderita pada umur 18-30 tahun.  Jenis
kelamin Jenis kelamin perempuan mayoritas yang terkena penyakit ini karena
kekebalan tubuh perempuan lebih rendah dibanding laki-laki.
b. Riwayat Kesehatan
- Keluhan utama : Biasanya pada penderita ispa adanya kejang, demam, sesak
nafas, batuk produktif, anak tidak mau makan, anak rewel, gelisah, sakit kepala
- Riwayat penyakit sekarang : Biasanya pada penderita ispa anak lemah, tidak mau
makan, sianosis, sesak nafas dan dangkal, batuk, demam, muntah, adanya ronchi
- Riwayat penyakit dahulu : pada pasien ispa sebelumnya pernah mengalami
penyakit yang sama
- Riwayat penyakit keluarga : tanyakan pada keluarga apakah keluarga ada yang
menderita penyakit menular, menurunn
2. Pemeriksaan fisik :

Difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan:

1. Inspeksi :

- Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan


- Tonsil tampak kemerahan dan edema
- Tampak batuk tidak produktif
- Tidak ada jaringan parut pada leher
- Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasancuping
hidung.
2. Palpasi :

- Adanya demam.
- Teraba  adanya  pembesaran  kelenjar  limfe  pada  daerah  leher/nyeritekan
pada nodus limfe servikalis.
- Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

3. Perkusi :
- Suara paru normal (resonance).
4. Auskultasi :

- Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.

3.Pengkajian Pola Gordon


- Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, kelelahan, malaise dan gelisah.
- Sirkulasi
Denyut jantung menjadi cepat, sianosis, suhu tubuh meningkat 39-40oC dan
membran mukosa lembab.
- Integritas ego
Cemas, rewel, dan gelisah.
- Makanan dan cairan
Mual, muntah, penurunan berat badan. 
- Neurosensori
Kesadaran apatis.
- Interaksi sosial
Anaknya menjadi pendiam.
- Keamanan
Peningkatan suhu tubuh dan peningkatan frekuensi napas.
4. Diagnosa keperawatan
1.Peningkatan suhu tubuh b.d proses inspeksi

2.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia

3. Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil

4. Risiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder (adanya infeksi
penekanan imun)

1) Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi

Tujuan: suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37,5 °C

Intervensi:

 a. Observasi tanda-tanda vital 

b. Anjurkan klien/keluarga untuk kompres pada kepala/aksila

c. Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan dapat menyerapSA keringat
seperti pakaian dari bahan katun.

d. Atur sirkulasi udarae. Anjurkan klien untuk minum banyak ± 2000 – 2500 ml/hari

f.Anjurkan klien istirahat di tempat tidur selama fase febris penyakit.

g. Kolaborasi dengan dokter:

- Dalam pemberian terapi, obat antimicrobial

- Antipiretika

Rasional:

a. Pemantauan tanda vital yang teratur dapat


menentukan perkembangan perawatanselanjutnya
b. Dengan memberikan kompres, maka akan terjadi proses
konduksi/perpindahanA  panas dengan bahan perantara.
c. Proses hilanganya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan
tidakAakanmenyerap keringat.
d. Penyediaan udara bersihe. 
e. Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkatf. 
f. Tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panasg.
g. Untuk mengontrol infeksi pernafasan dan menurunkan panas

2) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia

Tujuan: Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah pada BB normal.- Klien


dapat menoleransi diet yang dianjurkan- Tidak menunjukkan tanda malnutrisi

Intervensi:

a. Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari. 

b. Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.

c. Tingkatkan tirah baring

d. Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan

Rasionalisasi:

a. Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BB danAAevaluasi
keadekuatan rencana nutrisi 

b. Untuk menjamin nutrisi adekuat/meningkatkan kalori total

c. Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi rileks dan menyenangkan.

d. Untuk mengurangi kebutuhan metabolic

3) Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil

Tujuan: nyeri berkurang/terkontrol

Intervensi:

a.Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0 – 10 ), faktor yangmemperburuk
atau meredakan nyeri, lokasi, lama, dan karakteristiknya.

b.Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu, bahan kimia, asaprokkok,
dan mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila suara serak.

c.Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat

d.Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi, & analgesik)
Rasionalisasi:

a.Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu halyang amat
penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasikeefektifan dari terapi
yang diberikan. 

b.Mengurangi bertambah beratnya penyakit.

c.Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta mengurangi nyeri tenggorokan.

d.Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi/menghambat pengeluaranhistamin


dalam inflamasi pernafasan. Analgesik untuk mengurangi nyeri

4). Risiko tinggi penularan infeksi


b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder (adanyainfeksi penekanan imun)

Tujuan: tidak terjadi penularan, tidak terjadi komplikasi

Intervensi:

a.Batasi pengunjung sesuai indikasi. 

b.Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas.

c.Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin.

d. Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak dibawah usia 2 tahun, lansia, dan penderita
penyakit kronis. Konsumsi vitamin C, A dan mineral seng atau anti oksidan jika kondisi
tubuh menurun/asupan makanan berkurang

e.Kolaborasi pemberian obat sesuai hasil kultur


Rasionalisasi :

a.Menurunkan potensi terpajan pada penyakit infeksius 

b.Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan O₂ dan memperbaiki pertahananklien


terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.

c.Mencegah penyebaran patogen melalui cairan

d.Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadapinfeksi.

e.Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dansensitifitas
atau diberikan secara profilaktik karena risiko tinggi
DAFTAR PUSTAKA

Meadow,Sir Roy dan Simen.2002.Lectus Notes:Pediatrika.Jakarta:PT.Gelora Aksara Pratama

DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.

Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta

  Departemen Kesehatan RI, 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran


Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita: Jakarta.

Naning R,2002,Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Handout kuliah Ilmu Kesehatan


Anak)PSIK FK UGM tidak dipublikasikan

Soegijanto, S (2002). Ilmu penyakit anak; diagnosa dan penatalaksanaan. Jakarta: Salemba


medika

Anda mungkin juga menyukai