Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PADA IBU POST PARTUM DENGAN

KETUBAN PECAH DINI

Dosen Pembimbing : Ns Murwati, S.Kep.M.Kes

Disusun Oleh kelompok : 8

1. Ravitha Lestari (22230171P)


2. Sinta Holipa (22230170P)
3. Cherry Anggelia (22230226P)
4. Zelta Gustina (22230192P)
5. Nola Windiah (22230167P)
6. Nety Anggraini (22230144P)
7. Novelia (22230130P)
8. Hamzahas (22230155P)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN (FIKES)

UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU

TA 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan rahmat nya kami dapat
menyusun makalah yang mengangkat tentang” Asuhan Keperawatan Maternitas Pada Ibu Post
Partum Dengan Ketuban Pecah Dini” Dalam proses penyusunan makalah ini tentunya saya
mengalami berbagai masalah. namun berkat arahan dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan kali ini,saya mengucapkan
terima kasih kepada dosen mata perkuliahan, yaitu Bunda Ns. Murwati, S.Kep M.Kes yang telah
membimbing saya dalam proses penyusunan makalah ini.

Saya sebagai penyusun menyadari makalah ini masih belum sempurna, baik dari isi
maupun penjelasan dari makalah ini, maka dari itu saya meminta maaf jika makalah saya masih
banyak kekurangannya apabila ada kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini saya mengucapkan terimah kasih. Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua, khususnya program studi Keperawatan Maternitas 1.

Penulis

KELOMPOK

2
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PEDAHULUAN

A. Latar belakang 5
B. Rumusan masalah 6
C. Tujuan 6
D. Manfaat 6

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar
1. Post partum
a) Definisi 7
b) Anatomi Dan Fisiologi 7
c) Etiologi 8
d) Patofisiologi 9
e) Factor Resiko 10
f) Manefestasi Klinis 10
2. Ketuban Pecah Dini
a) Definisi 11
b) Etiologi 11
c) Patofisiologi 12
d) Pathway 13
e) Manefestasi Klinis 13
f) Pemeriksaan penunjang 14
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian 18
2. Diagnose 21
3. Intervensi 21
4. Implementasi 22
5. Evaluasi 22
C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian 24
2. Diagnose 29
3. Intervensi 29

3
4. Implementasi 30
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan 34
B. Saran 35

DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam
mengelolah ketuban pecah dini akan membawa akibat meningkatnya angka morbilditas
dan mortalitas ibu maupun bayi. Kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan
insedensi bedah cesar dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insedensi
chorioamnionitis atau infeksi pada air ketuban (Nugroho, 2010).
Ketuban pecah dini didefenisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami
ketuban pecah dini (Sarwono, 2010). Salah satu faktor yang penting dalam tingginya
tingkat kematian maternal negara berkembang adalah faktor-faktor pelayanan kesehatan.
Penanganan yang kurang tepat atau memadai terutama dalam kasus patologi 1-2 ibu
bersalin dengan ketuban pecah dini, seperti terkenanya virus atau infeksi air ketuban. Oleh
karena itu diperlukan upaya peningkatan cara penanganan dan peningkatan kinerja yang
memadai (Hakimi, 2010). Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktu
melahirkan atau sebelum inpartu pada pembukaan < 4 cm (fase laten).
Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktu melahirkan
(Joseph, 2010). KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang
bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi
yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat
komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan
respiration dystress syndrome atau gangguan pernapasan bayi baru lahir karena belum
matang fungsi paru (Nugroho, 2010).
Kejadian KPD yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan meningkatnya
mortalitas dan morbiditas pada ibu dan janin (Martaadisoebrata D., 2013). Angka
Kematian Ibu (AKI) menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2014 adalah sebesar 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup yang mana angka tersebut
belum memenuhi target RPJMN sebesar 306 kematian per 100.000 kelahiran hidup
(Kemenkes RI 2014; Kemenkes RI 2015), sedangkan pada kematian neonatus,KPD
menjadi faktor risiko dengan presentase sebesar 17,9% (Achadi dan Jones 2014). Angka
Kematian Neonatus (AKN) di Indonesia tahun 2012 ada sebanyak 19 kematian per 1000
kelahiran hidup, angka ini sama dengan AKN berdasarkan SDKI 2007 yang mana hanya
menurun 1 poin dibandingkan SDKI tahun 2002-2003 (Kemenkes RI 2016).
5
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Ketuban pecah dini?
2. Apa Penyebab Ketuban pecah dini?
3. Anotomi Fisiologi Ketuban pecah dini
4. Manifestasi klinik kpd?
5. Komplikasi kpd
6. penatalaksanaan
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan keterampilan, kemampuan pada klien post partum indikasi KP.
2. Tujuan Khusus
a) mampu melakukan pengkajian pada klien post partum indikasi KPD.
b) Mampu merumuskan diagnose keperwatan pada klien post partum indikasi KPD.
c) Mampu menyusunrencana tindakan asuhan keperawatan klien post partum indikasi
KPD.
d) Mampu melakukan tindakan keperawatan sesuai rencana kepewaratan klien post
partum indikasi KPD.
e) Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada klien post partum indikasi KPD.
E. Manfaat
1. Bagi Pembaca
Diharapakan dapat meningkatkan pengetahuan peneliti tentang asuhan keperawatan
pada klien post partum indikasi KPD.
2. Bagi Perawat Ruangan
Diharapakan dapat menambah keluasan ilmu asuhan keperawatan pada klien post
partum indikasi KPD.
3. Bagi Pengembangan Ilmu Peneliti
Hasil penelitian ini diharapakan dapat menambah keluasan ilmu di bidang keperawatan
dalam asuhan keperawatan pasien post partum indikasi KPD.

6
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Post Partum


1. Pengertian Post Partum
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali
alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi
lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum
hamil. Partus di anggap spontan atau normal jika wanita berada dalam masa aterm,
tidak terjadi komplikasi, terdapat satu janin presentasi puncak kepala dan persalinana
selesai dalam 24 jam
2. Anatomi Fisiologi
Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak di dalam rongga
pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia eksterna, yang terletak di
perineum. Struktur reproduksi interna dan eksterna berkembang menjadi matur akibat
rangsang hormon estrogen dan progesterone
a) Vulva : Nama yang diberikan untuk struktur genetalia externa. Kata ini berarti
penutup atau pembungkus yang berbentuk lonjong, berukuran panjang, mulai
klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil sampai ke belakang dibatasi perineum.
b) Mons pubis : Jaringan lemak subkutan berbentuk bulat yang lunak dan padat serta
merupakan jaringan ikat jarang di atas simfisis pubis.
c) Labia mayora : Dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi lemak dan
jaringan kulit yang menyatu dengan mons pubis.
d) Labia minora : Terletak di antara dua labia mayora, merupakan lipatan kulit yang
panjang, sempit, dan tidak berambut yang , memanjang ke arah bawah dari bawah
klitoris dan dan menyatu dengan fourchett. Pembuluh darah yang sangat banyak
membuat labia berwarna merah kemerahan dan memungkankan labia minora
membengkak, bila ada stimulus emosional atau stimulus fisik. Kelenjar-kelenjar di
labia minora juga melumasi vulva
e) Klitoris : Organ pendek berbentuk silinder dan yang terletak tepat di bawah arkus
pubis.
f) Vestibulum : Ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lonjong,
terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette..
g) Fourchette : Lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, dan terletak pada
pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora.
h) Perineum : Daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan anus

7
3. Etiologi
Partus normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah cukup bulan
atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain, dengan bantuan.
Partus dibagi menjadi 4 kala :
a) kala I, kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai
pembukaan lengkap.
b) Kala II, gejala utama kala II adalah His semakin kuat dengan interval 2 sampai 3
menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik. Menjelang akhir kala I ketuban pecah
yang ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak. Ketuban pecah pada
pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan.
c) Kala III, setelah kala II kontraksi uterus berhenti 5 sampai 10 menit. Dengan
lahirnya bayi, sudah dimulai pelepasan plasenta.
d) Kala IV, dimaksudkan untuk melakukan observas iFaktor penyebab ruptur
perineum diantaranya adalah faktor ibu, faktor janin, dan faktor persalinan
pervaginam.
1. Faktor Ibu
a) Paritas : Jumlah kehamilan yang mampu menghasilkan janin hidup di luar
rahim (lebih dari 28 minggu).
b) Meneran : Proses persalinan normal berlangsung, ibu akan mengejan dan
mendorong bayi keluar dari rahim, vagina dan perineumnya akan
mengalami tekanan yang sangat kuat. Hal ini berisiko tinggi menyebabkan
luka robekan pada vagina dan perineum yang dapat menyebabkan
perdarahan pascapersalinan. Oleh karena itu, untuk memperbaiki bagian
yang robek tersebut, dengan melakukan penjahitan. Selain robekan alami
akibat proses mengejan, jahitan pasca melahirkan normal (Kevin Andrian,
2020).
2. Faktor Janin Faktor Janin
a) Berat Badan Bayi Baru lahir : Berat janin pada waktu lahir lebih dari
4000 gram. Makrosomia disertai dengan meningkatnya resiko trauma
persalinan melalui vagina seperti distosia bahu, kerusakan fleksus
brakialis, patah tulang klavikula, dan kerusakan jaringan lunak pada ibu
seperti laserasi jalan lahir dan robekan pada perineum
b) Presentasi : Letak hubungan sumbu memanjang janin dengan sumbu
memanjang panggul ibu.
1. Presentasi Muka : Letak janin memanjang, sikap extensi sempurna
dengan diameter pada waktu masuk panggul atau diameter
submentobregmatika sebesar 9,5 cm.

8
2. Presentasi Dahi : Sikap ekstensi sebagian (pertengahan), hal ini
berlawanan dengan presentasi muka yang ekstensinya sempurna.
3. Faktor Persalinan Pervaginam
a) Vakum ekstrasi : Tindakan bantuan persalinan, janin dilahirkan dengan
ekstrasi menggunakan tekanan negatif dengan alat vacum yang dipasang
di kepalanya.
b) Ekstrasi Cunam/Forsep : Suatu persalinan buatan, janin dilahirkan dengan
cunam yang dipasang di kepala janin
c) Embriotomi : Prosedur penyelesaian persalinan dengan jalan melakukan
pengurangan volume dengan tujuan untuk memberi peluang yang lebih
besar untuk melahirkan keseluruhan tubuh bayi tersebut (Syaifuddin,
2009).
d) Persalinan Presipitatus : Persalinan yang berlangsung sangat cepat,
berlangsung kurang dari 3 jam, dapat
4. Patofisiologi
a) Adaptasi Fisiologi
1. Infolusi uterus
adalah Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi
otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di
garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus
bersandar pada promontorium sakralis.
Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon menyebapkan terjadinya
autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-
sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebap
ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
2. Kontraksi intensitas meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir,
diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang
sangat besar. Hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan
membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas
kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Untuk
mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau
intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan
menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera
setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosi

9
b) Adaptasi psikologis
Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologis ibu post partum dibagi menjadi 3 fase
yaitu :
1. Fase taking in / ketergantungan
Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan dimana ibu
membutuhkan perlindungandan pelayanan.
2. Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan Fase ini dimulai pada
hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada minggu keempat sampai
kelima. Sampai hari ketiga ibu siap untuk menerima peran barunya dan belajar
tentang semua hal- hal baru. Selama fase ini sistem pendukung menjadi sangat
bernilai bagi ibu muda yang membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan
fisik sehingga ia dapat istirahat dengan baik
3. Fase letting go / saling ketergantungan
Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah kelahiran. Sistem
keluarga telah menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang baru. Tubuh pasian
telah sembuh, perasan rutinnya telah kembali dan kegiatan hubungan
seksualnya telah dilakukan kembali
B. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian KPD
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan.
Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban
pecah dini pada kehamilan prematur. Dalam keadaan normal 8 -10 % perempuan
hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Saifuddin, 2014). Ketuban pecah
dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi proses persalinan yang
dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu (Ida Ayu, 2010).
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi pada saat
akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya (Nugroho, 2010). Ketuban pecah
dinyatakan dini jika terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu. Suatu proses infeksi
dan peradangan dimulai di ruangan yang berada diantara amnion korion (Joseph,
2010).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ketuban pecah dini (KPD)
adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada
akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang
memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.

10
2. Etiologi
Menurut Manuaba (2013), penyebab ketuban pecah dini antara lain :
1. Servik inkompeten (penipisan servikx) yaitu kelainan pada servik uteri dimana
kanalis servikalis selalu terbuka.
2. Ketegangan uterus yang berlebihan, misalnya pada kehamilan ganda dan
hidroamnion karena adanya peningkatan tekanan pada kulit ketuban di atas
ostium uteri internum pada servik atau peningkatan intra uterin secara
mendadak.
3. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetic.
4. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten.
a) Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi
b) Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin
5. Kelainan letak janin dalam rahim, misalnya pada letak sunsang dan letak
lintang, karena tidak ada bagan terendah yang menutupi pintu atas panggul
yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah.
kemungkinan kesempitan panggul, perut gantung, sepalopelvik, disproporsi.
6. Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenden
dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya
ketuban pecah dini. Komplikasi ketuban pecah dini makin meningkat
3. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut:
a) Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi
Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah
pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
b) Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler
korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh
sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi
dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada
selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah
pecah spontan.
c) Patofisiologi Pada infeksi intrapartum:
1. Ascending infection (naiknya mikroorganisme), pecahnya ketuban
menyebabkan ada hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan dunia
luar.

11
2. Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan
penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang
intraamnion.
3. Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar
melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal).
4. Tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan
dalam yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi (Prawirohardjo
(2010).
4. Patwway

5. Menispestasi klinis
Manifestasi klinik KPD menurut Mansjoer (2008) antara lain :
a) Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning hiju atau kecoklatan,
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
b) Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
c) Janin mudah diraba
d) Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering
e) Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering.
f) Kecemasan ibu meningkat.

12
Menurut Manuaba (2013) mekanifestasi klinis ketuban pecah dini, antara lain:
a) Terjadi pembukaan prematur servik
b) Membran terkait dengan pembukaan terjadi:
c) Devaskularisasi
d) Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
e) Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban, makin berkurang
f) Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat denga infeksi yang
mengeluarkan enzim preteolitik dan kolagenase.
6. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ketuban pecah dini tidak sulit ditegakkan dengan keterangan terjadi
pengeluaran cairan mendadak disertai bau yang khas. Selain keterangan yang
disampaikan pasien dapat dilakukan beberapa pemeriksaan yang menetapkan bahwa
cairan yang keluar adalah air ketuban, diantaranya tes ferning dan nitrazine tes.
Langkah pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah dini dapat
dilakukan:
a) Pemeriksaan spekulum, untuk mengambil sampel cairan ketuban di froniks
posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan
bakteriologis.
b) Melakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati, sehingga tidak banyak manipulasi
daerah pelvis untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan infeksi asenden dan
persalinan prematuritas. (Manuaba, 2013)
c) Menurut Nugroho (2010), pemeriksaan penunjang ketuban pecah dini dapat
dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG):
d) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri.
e) Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi
kesalahan pada penderita oligohidramnion.
7. Penatalaksanaan
a) Penatalaksaanaan Medis
Menurut Manuaba (2013) dalam buku ajar patologi obstetrik, kasus KPD yang
cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah
sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi
chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif
harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara
konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa
memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan.

13
Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan
pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak
janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS
dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu
evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan.
Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru- paru sudah matang,
chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada janin merupakan sebab utama
meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi
janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya
perode laten (Manuaba, 2013).
1. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu).
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD
keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian
infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan
permulaan dari persalinan disebut periode latent = L, P = “lag” period. Makin
muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya. Pada hakekatnya kulit
ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar
70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah
kulit ketuban pecah.bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada
tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal
dilakukan bedah caesar (Manuaba, 2013).
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu.
Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun
pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya
sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian
antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan
pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah
terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa
penulis menyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau
ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan
sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat
diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus
tindakan dapat dikurangi (Manuaba, 2013).
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat
terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan
dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan
komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses

14
persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi
dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat
dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil
akhiri persalinan dengan seksio sesaria (Manuaba, 2013).
2. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu).
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak
dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai
pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi Penderita perlu dirawat di
rumah sakit,ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan
pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan
diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic
agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan (Manuaba, 2013).
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada
penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan
paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut
muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa
memandang umur kehamilan (Manuaba, 2013).
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung dengan
jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-
komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi- komplikasi yang
dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air
ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi. Kegagalan dari induksi
persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti halnya
pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya
dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada
indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak
maju, dll.
b) Penatalaksanaan Keperawatan
Manajemen terapi pada ketuban pecah dini menurut Manuaba (2013):
1. Konservatif
a) Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
b) Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
c) Umur kehamilan kurang 37 minggu.
d) Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari.
e) Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan
kortikosteroid untuk mematangkan fungsi paru janin.

15
f) Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda
persalinan.
g) Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat
janin.
h) Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi
uterus maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air
berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan
2. Aktif
Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila
ditemukan tanda tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan terminasi
kehamilan.
a) Induksi atau akselerasi persalinan.
b) Lakukan seksiosesariabila induksi atau akselerasi persalinan mengalami
kegagalan.
c) Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat
ditemukan. Hal-hal yang harus diperhatikan saat terjadi pecah ketuban
Yang harus segera dilakukan:
1. Pakai pembalut tipe keluar banyak atau handuk yang bersih.
2. Tenangkan diri Jangan bergerak terlalu banyak pada saat ini. Ambil
nafas dan tenangkan diri.
Yang tidak boleh dilakukan:
1. Tidak boleh berendam dalam bath tub, karena bayi ada resiko terinfeksi
kuman.
2. Jangan bergerak mondar-mandir atau berlari ke sana kemari, karena air
ketuban akan terus keluar. Berbaringlah dengan pinggang diganjal
supaya lebih tinggi
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan catatan hasil pengkajian yang dilaksanakan untuk
mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang klien dan membuat
catatan tentang respon kesehatan klien (Hidayat, 2010)
a) Identitas atau biodata klien Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat,
suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rs,diagnos
keperawatan, No Rm
b) Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu Penyakit kronis atau menular dan menurun
seperti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau

16
abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang Riwayat pada saat sebelun inpartus didapatkan
cairan ketuban yang keluar pervagina secara spontan kemudian tidak diikuti
tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga Adakah penyakit keturunan dalam keluarga
keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang
mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien
4) Riwayat psikososial Riwayat klien nifas biasanya cemas bagaimana cara
merawat bayinya, berat badan yang semakin meningkat dan membuat harga
diri rendah.
c) Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara
pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga
kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya.
2) Pola nutrisi dan metabolism
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat
lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami
kelemahan.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari
trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi
konstipasi karena penderita takut untuk melakukan buang air besar (BAB).
5) Pola istirahat dan tidur
Pada klien intra partum terjadi perubahan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kontraksi uterus yang menyebabkan nyeri sebelum
persalinan.
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan
orang lain.
7) Pola penagulangan stres
Biasanya klien sering merasa cemas dengan kehadiran anak.

17
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada perut akibat kontraksi uterus pada
pola kognitif klien intrapartum G1 biasanya akan mengalami kesulitan
dalam hal melahirkan, karena belum pernah melahirkan sebelumnya.
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep
diri antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan
dan nifas.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan.
Biasanya pada saat menjelang persalinan dan sesudah persalinan
klien akan terganggu dalam hal ibadahnya karena harus bedres total setelah
partus
d) Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tiroid, karena adanya
proses menerang yang salah.
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-
kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang
mengalami perdarahan, sklera kuning.
4) Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah
cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada pos partum kadang-kadang kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi areola mamae
dan papila mamae.
7) Abdomen

18
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri.
Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur.
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena membesarnya
uterus, karena preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11) Muskuluskeletal
Pada klien post partum biasanya terjadi keterbatasan gerak karena adanya luka
episiotomi.
12) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh turun (Manuaba, 2013).
2. Diagnosa Keperawatan (SDKI)
a. Nyeri akut
b. Resiko ketidakseimbangan cairan
3. Intervensi Keperawatan (SIKI)
No Diagnosa Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan
(SDKI)
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama 3x24 Observasi
(SDKI jam diharapkan  Identifikasi lokasi,
D.0077) pengalaman sensorik atau karakteristik, durasi,
emosional yang berkaitan frekuensi, kualitas, intensitas
dengan kerusakan jaringan nyeri
aktual atau fungsional  Identifikasi skala nyeri
dengan onset mendadak  Identifikasi respons nyeri non
atau lambat dan verbal
berintensitas ringan hingga  Identifikasi faktor yang
berat dan konstan dapat memperberat dan
teratasi dengan kriteria memperingan nyeri
hasil :  Monitor efek samping
1. Keluhan nyeri menurun penggunaan analgetik
2. Meringis menurun Terapeutik
3. Gelisah menurun  Berikan teknik non
4. Kesulitan tidur menurun farmakologis dengan teknik
relaksasi autogenic untuk
mengurangi rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat tidur
19
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
 Ajarkan teknik Autogenik
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
1. Resiko ketidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen cairan
seimbangan keperawatan 3x24 jam Observasi
cairan diharapkan keseimbangan  Monitor status dehidrasi
cairan meningkat.  Monitor berat badan harian
(D.0036) - Asupan cairan  Monitor berat sebelumdan
meningkat sesudah dialysis
- Haluan urine  Monitor hasil pemeriksaan
meningkat laboratorium
- Edema menurun  Monitor status dinamik
- Asites menurun Terapeutik
 Catat intake output dan
hitung balance cairan
 Berikan asupan cairan sesuai
kebutuhan
 Berikan cairan intravena jika
perlu
Kalaborasi
 Kalaborasi pemberian
diuretic, jika perlu

4. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun
dan ditunjukkan kepada nursing olders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor- faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien ( Nursalam,
2008). Menurut Kozier, dkk (2010) dalam Deden Dermawan (2012), dalam
implementasi tindakan keperawatan memerlukan beberapa pertimbangan, antara lain :
a) Individualism klien, dengan mengkomunikasikan makna dasar dari suatu
implementasi keperawatan yang akan dilakukan.
b) Melibatkan klien dengan mempertimbangkan energy yang dimiliki, penyakitnya,
hakikat stressor, keadaan psikososiokultural, pengertian terhadap penyakit dan
intervensi.
c) Pencegahan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi.
d) Mempertahankan kondisi tubuh agar penyakit tidaknmenjadi lebih parah serta
upaya peningkatan kesehatan.
e) Upaya rasa aman dan bantuan kepada klien dalam memenuhi kebutuhannya.
f) Penampilan perawat dan bijaksana dari segala kegiatan yang dilakukan pada
20
klien.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan aktif dari proses keperawatan,
dimana perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap masalah dan menilai sejauh
mana masalah dapat di atasi. Disamping itu, perawat juga memberikan umpan balik
atau pengkajian ulang seandainya tujuan yang ditetapkan belum tercapai, maka dalam
hal ini proses keperawatan dapat dimodifikasi (Mityani, 2009).
Menurut Suprajito (2014), evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana:
S: ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga
setelah siberikan implementasi keperawatan.
O: keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan
yang onyektif.
A: merupakan analisis perawat setelah menggetahui respon subyektif dan obyektif.
P: perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
Dengan hasil mampu pasien mampu mengontrol nyeri, melaporkan bahwa nyeri
berkurang, mampssu megenali nyeri, menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang.

BAB III

21
LAPORAN KASUS PADA PASIEN Ny. E
POST PARTUM DENGAN KETUBAN PECAH DINI
1. Pengkajian
A) Identitas Pasien
Nama: Ny. E
Umur : 32 tahun.
Jenis Kelamin: Perempuan.
Kebangsaan: Indonesia.
Agama : Katolik
Alamat : Sawa Lebar
Pekerjaan : Karyawati
B) Riwayat Keperawatan
1. Keluhan utama:
Pasien datang dengan keluhan keluar air ketuban banyak sejak 18 jam SMRS.
2. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien G2P0A1 hamil 28 minggu, datang dengan keluhan keluar air ketuban
banyak sejak 18 jam SMRS, pasien mengaku air ketuban keluar seperti air
kencing berwarna bening lumayan banyak, cairan tidak berbau, tidak ada darah
yang keluar, pasien tidak merasakan adanya rasa mules dan tidak ada sakit perut.
Pasien tidak ada riwayat trauma atau terjatuh. Tidak ada riwayat koitus pada hari
sebelumnya. BAB dan BAK normal, pasien tidak pernah mengalami kejadian
seperti ini sebelumnya, pasien tidak ada keluhan pusing, tidak ada mual, tidak ada
riwayat kaki bengkak sebelumnya, pasien tidak ada riwayat keputihan, tidak ada
riwayat kencing panas dan tidak ada demam
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat hipertensi Tidak ada riwayat asma Tidak ada riwayaDiabetes
mellitus, penyakit jantung, dan penyakit serius lainnya
4. Riwayat Oprasi
Pasien pernah dilakukan dilatasi dan kuretase tahun 2010 ( karena Blighted
Ovum pada kehamilan 9 minggu ).Tidak pernah mengalami operasi apapun
( termasuk Sesar )
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Diabetes Melitus pada keluarga ( Ibu Pasien ). Tidak ada riwayat penyakit
hipertensi, asma dalam keluarga
6. Riwayat Haid
Menarche : umur ± 14 tahun
Siklus haid : teratur

22
Lama : 5-7 hari
Panjang siklus : 30 hari
Banyak : 3-4 pembalut/hari
7. Riwayat Obstretik
8. Riwayat Sosial Dan Kebiasaan
C) Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital :
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 78 kg.
Tinggi Badan : 165 cm.
Tekanan Darah: 120/ 80 mmHg.
Nadi : 84 x/menit, regular, isi cukup.
Pernapasan: 20 x/menit
Suhu : 36 0C
2. Pemeriksaan Head To Toe
1) Kulit
Warna : Sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik Turgor : Baik
2) Kepala
Bentuk : Normosefali, simetris
3) Rambut: Rambut hitam, tidak mudah rontok, alis tidak mudah dicabut
4) Mata
Pupil : Isokor
Refleks pupil : +/+
Gerakan bola mata: Baik
Konjungtiva : Anemis -/- Sklera: Ikterik -/-
Refleks cahaya : +/+
5) Telinga
Daun Telinga : Normal
Liang Telinga : Bersih
6) Hidung
Bentuk : Normal
Septum : Deviasi (-)
Mukosa hidung : Tidak hiperemis
7) Mulut dan Tengorokan
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)
Gigi geligi : Lengkap, karies (-)

23
Lidah : Bersih, tepi hiperemis (-), tremor (-)
Faring : Tidak hiperemis
8) Leher
Tiroid : Pembesaran (-)
Trakea : Terletak di tengah
9) Kelenjar Getah Bening
KGB leher : tidak terdapat pembesaran
KGB aksila : tidak terdapat pembesaran
KGB inguinal : tidak terdapat pembesaran
10) Thoraks
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada venektasi dan tumor, pergerakan pada
pernapasan normal tidak ada bagian yang tertinggal.
Palpasi : Fremitus paru simetris
Perkusi: Sonor
Auskultasi :Bunyi nafas vesikuler +/+, Bunyi nafas
tambahan (wheezing -/-, rhonki -/-)
11) Jantung:
Inspeksi: Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba
Perkusi : Batas-batas jantung dalam batas normal Auskultasi: S1, S2,
Murmur (-), Gallop (-)
12) Mamae
Simetris, tidak ada benjolan. Areola mammae hiperpigmentasi. Puting susu
menonjol, ASI (-)
13) Abdomen
Inspeksi : Dinding perut terlihat simetris, besarnya sesuai usia kehamilan,
tidak terdapat pelebaran vena di sekitar pusat, tidak ada spider nevi.
Palpasi : Dinding perut supel, tidak terdapat distensi abdomen, nyeri tekan
(-).
14) Hepar: Tidak teraba, limpa tidak teraba, ginjal ballotement (-).
Perkusi: Redup di seluruh lapangan abdomen
Auskultasi : BU (+) normal
15) Punggung
Nyeri ketok costovertebral tidak ada -/-
Tidak ada skoliosis, tidak ada massa / benjolan. Ekstremitas
16) Akral hangat +/+
Varises (-), Sianosis (-), edema (-)

24
3. Status Obstetri
Status Kehamilan : G2P0A1
HPHT : 13 Mei 2011
Taksiran persalinan : 20 februari 2012.
Usia Kehamilan : 28 minggu.
Taksiran berat janin : 2900 gram
a) Pemeriksaan Luar Inspeksi :
Abdomen : Besar sesuai usia kehamilan, Linea nigra +, Striae gravidarum +.
Palpasi
Leopold I : Teraba bagian lunak janin (bokong), Tinggi fundus uteri 30 cm
Leopold II : Ballottement +
Leopold III : Ballottement +
Leopold IV : Kepala janin belum masuk pintu atas panggul His /
kontraksi : Tidak ada kontraksi
Auskultasi Doppler : Denyut Jantung Janin 145-155 x dalam 1 menit, teratur
Kesan : Janin tunggal hidup, intrauterina, presentasi kepala.
b) Pemeriksaan Dalam
Vaginal Touche : Tidak dilakukan
D) Pemeriksaan Penunjang
TES HASIL UNIT NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI LENGKAP
Hemoglobin 12.03 g/dL 13.0 – 18.0
Jumlah Leukosit 12.950 10 /µL 4.0 – 10.0
Jumlah Eritrosit 4.31 106/µL 4.50 – 6.20
Hematokrit 36.37 % 40.0 – 54.0
Jumlah Trombosit 267.000 103/ µL 150 – 400
Hitung Jenis B/E/B/S/L/M 0/1/3/78/12/6
D-Dimer 1.990 1.800 – 2.700 µg/ml

E) Terapi Obat
Medikamentosa :
1. Kalmetasone ( Dexamethasone ) 2 Ampul x 4 mg per 8 Jam
2. Cefat ( Cefadroxil Monohydrate ) 3 x 500 mg
3. Infus Dextrosa 5%
4. Duvadilan ( Isoxsuprine HCl) 2 ampul 24 ml dalam 1 jam

F) Analisa Data

25
No Analisa data Etiologi Problom
1. Ds: klien mengatakan KPD Nyeri akut
nyeri bagian perut dan
mules
P: Nyeri di rasakan saat Tindakan Sc
bergerak
Q: Nyeri seperi di tusuk-
tusuk Luka post oprasi
R : di bagian luka jahitan
bekas oprasi
S :Skala 7 Terputusnya kontinitas
T : hilang timbul jaringan

Do: klien tampak meringis


Skala nyeri 7 pelepasan zat mediator
Klien tampak gelisah nyeri
Ttv :
Td: 120/70 mmHg
Rr: 22x/m
N: 70x/m nyeri akut
T: 36 c
2. Ds : klien mengatakan Kelainaan letak, trauma Resiko ketidak
perdarahan yang keluar intra uterus, kelemahan seimbangan
banyak cairan

Do: turgor jelek Ketuban pecah dini


Mukosa bibir kering
Td :120/70mmhg
Rr :22x/m Pada ibu partus lama
S: 36 c
N: 90x/m
Induksi berhasil

Pervagina Adaptasi

Perdarahan kala ii

Kontransi uterus pp

Resti defisit volume cairan

2. Diagnosa
b. Nyeri akut
c. Resiko ketidakseimbangan cairan

3. Intervensi

26
No Diagnosa Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan
(SDKI)
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama 3x24 Observasi
(SDKI jam diharapkan  Identifikasi lokasi,
D.0077) pengalaman sensorik atau karakteristik, durasi,
emosional yang berkaitan frekuensi, kualitas, intensitas
dengan kerusakan jaringan nyeri
aktual atau fungsional  Identifikasi skala nyeri
dengan onset mendadak  Identifikasi respons nyeri non
atau lambat dan verbal
berintensitas ringan hingga  Identifikasi faktor yang
berat dan konstan dapat memperberat dan
teratasi dengan kriteria memperingan nyeri
hasil :  Monitor efek samping
1. Keluhan nyeri menurun penggunaan analgetik
2. Meringis menurun Terapeutik
3. Gelisah menurun  Berikan teknik non
4. Kesulitan tidur menurun farmakologis dengan teknik
relaksasi autogenic untuk
mengurangi rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat tidur
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
 Ajarkan teknik Autogenik
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
b) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
1. Resiko ketidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen cairan
seimbangan keperawatan 3x24 jam Observasi
cairan diharapkan keseimbangan  Monitor status dehidrasi
cairan meningkat.  Monitor berat badan harian
(D.0036) - Asupan cairan  Monitor berat sebelumdan
meningkat sesudah dialysis
- Haluan urine  Monitor hasil pemeriksaan
meningkat laboratorium
- Edema menurun  Monitor status dinamik
- Asites menurun Terapeutik
 Catat intake output dan
hitung balance cairan
 Berikan asupan cairan sesuai
kebutuhan
 Berikan cairan intravena jika
perlu
Kalaborasi
 Kalaborasi pemberian
diuretic, jika perlu

4. Implmentasi
27
No Diangnosa Implementasi Evaluasi
Hari Nyeri Akut Observasi S: klien mengatakan
(SDKI 1. Identifikasi lokasi, nyeri bagian perut dan
senin
karakteristik, durasi, mules
D.0077)
Tgl 27- frekuensi, kualitas, intensitas P: Nyeri di rasakan saat
nyeri bergerak
11-2023
2. Identifikasi skala nyeri Q: Nyeri seperi di
3. Identifikasi respons nyeri non tusuk-tusuk
verbal R : di bagian luka
4. Identifikasi faktor yang jahitan bekas oprasi
memperberat dan S :Skala 7
memperingan nyeri T : hilang timbul
5. Monitor efek samping
penggunaan analgetik O: klien tampak
Terapeutik meringis
1. Berikan teknik non Skala nyeri 7
farmakologis dengan teknik Klien tampak gelisah
relaksasi autogenic untuk Ttv :
mengurangi rasa nyeri Td: 120/70 mmHg
2. Fasilitasi istirahat tidur Rr: 22x/m
Edukasi N: 80x/m
1. Jelaskan penyebab, periode T: 36 c
dan pemicu nyeri
A :Masalah Belum
2. Ajarkan teknik Autogenik
untuk mengurangi rasa nyeri Teartasi
Kolaborasi
P : Lanjutkan Intervensi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Hari Resiko Observasi S: klien mengatakan
ketidak  Monitor status dehidrasi perdarahan yang keluar
senin
seimbangan  Monitor berat badan harian banyak
Tgl 27- cairan  Monitor berat sebelumdan
(D.0036) sesudah dialysis O: turgor jelek
11-2023
 Monitor hasil pemeriksaan Mukosa bibir kering
laboratorium Td:120/70 mmhg
 Monitor status dinamik Rr:22x/m
Terapeutik S: 36 c
 Catat intake output dan N: 90x/m
hitung balance cairan A: Masalah Belum
 Berikan asupan cairan sesuai
Teratasi
kebutuhan
 Berikan cairan intravena jika P: lanjutkan Intervensi
perlu
Kalaborasi
 Kalaborasi pemberian
diuretic, jika perlu
Hari Nyeri Akut Observasi S: klien mengatakan
(SDKI 6. Identifikasi lokasi, nyeri bagian perut dan
selasa
D.0077) karakteristik, durasi, mules
Tgl 28- frekuensi, kualitas, intensitas Berkurang
nyeri P: Nyeri di rasakan saat
11-2023
7. Identifikasi skala nyeri bergerak
8. Identifikasi respons nyeri non Q: Nyeri seperi di
28
verbal tusuk-tusuk
9. Identifikasi faktor yang R : di bagian luka
memperberat dan jahitan bekas oprasi
memperingan nyeri S :Skala 4
10. Monitor efek samping T : hilang timbul
penggunaan analgetik
Terapeutik O: klien tampak sedikit
3. Berikan teknik non membaik namun sedikit
farmakologis dengan teknik menahan nyeri
relaksasi autogenic untuk Skala nyeri 4
mengurangi rasa nyeri Klien tampak gelisah
4. Fasilitasi istirahat tidur Ttv :
Edukasi Td: 120/80 mmHg
3. Jelaskan penyebab, periode Rr: 20x/m
dan pemicu nyeri N: 80x/m
4. Ajarkan teknik Autogenik T: 36 c
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi A: Masalah Teratasi
Kolaborasi pemberian analgetik, Sebagian
jika perlu
P: lanjutkan Intervensi
Hari Resiko Observasi S : klien mengatakan
ketidak  Monitor status dehidrasi perdarahan yang keluar
selasa
seimbangan  Monitor berat badan harian Sedikit
Tgl 28- cairan  Monitor berat sebelumdan
(D.0036) sesudah dialysis O : turgor
11-2023
 Monitor hasil pemeriksaan Mukosa bibir membaik
laboratorium Td :120/80 mmhg
 Monitor status dinamik Rr:20x/ m
Terapeutik S: 36 c
 Catat intake output dan N: 80x/m
hitung balance cairan A: Maslah Teratasi
 Berikan asupan cairan sesuai
Sebagian
kebutuhan
 Berikan cairan intravena jika P :Lanjutkan Intevensi
perlu
Kalaborasi
Kalaborasi pemberian diuretic,
jika perlu
Hari Nyeri Akut Observasi S: klien mengatakan
(SDKI 11. Identifikasi lokasi, nyeri bagian perut dan
Rabu
D.0077) karakteristik, durasi, mules sudah tiak terasa
Tgl 29- frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri O: Klien Tampak
11-2023
12. Identifikasi skala nyeri Membaik
13. Identifikasi respons nyeri Ttv :
non verbal Td: 120/80 mmHg
14. Identifikasi faktor yang Rr: 20x/m
memperberat dan N: 90x/m
memperingan nyeri T: 36 c
15. Monitor efek samping
penggunaan analgetik A : Masalah Teratasi
Terapeutik
5. Berikan teknik non P : Hentikan Intervensi
farmakologis dengan teknik
29
relaksasi autogenic untuk
mengurangi rasa nyeri
6. Fasilitasi istirahat tidur
Edukasi
5. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
6. Ajarkan teknik Autogenik
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
Hari Resiko Observasi S : klien mengatakan
ketidak  Monitor status dehidrasi perdarahan yang keluar
Rabu
seimbangan  Monitor berat badan harian sudah tidak ada
Tgl 29- cairan  Monitor berat sebelumdan
(D.0036) sesudah dialysis O: turgor
11-2023
 Monitor hasil pemeriksaan Mukosa bibir baik
laboratorium Td:120/80 Mmhg
 Monitor status dinamik RR: 18x/m
Terapeutik S: 36 c
 Catat intake output dan N: 90x/m
hitung balance cairan A: Masalah teratasi
 Berikan asupan cairan sesuai
P : Hentikan Intervensi
kebutuhan
 Berikan cairan intravena jika
perlu
Kalaborasi
Kalaborasi pemberian diuretic,
jika perlu

30
BAB IV
PENTUTUP
a. Kesimpulan
Penyebab ketuban pecah dini karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intra uterin atau kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan
membran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan
serviks(Saifudin, 2000). Ketuban pecah dini merupakan sumber persalinan
prematuritas, infeksi dalam rahim terhadap ibu maupun janin yang cukup besar dan
potensiil. Oleh karena itu, tatalaksana ketuban pecah dini memerlukan tindakan yang
rinci sehingga dapat menurunkan kejadian persalinan prematuritas dan infeksi dalam
rahim. Pemeriksaan dalam dengan jari meningkatkan resiko infeksi dan tidak perlu
dilakukan pada wanita dengan pecah ketuban dini, karena ia akan diurussesuai
kebutuhan persalinan sampai persalinan terjadi atau timbul tanda dan gejala
korioamninitis. Jika timbul tanda dan gejala korioamnionitis, diindikasikan untuk
segera berkonsultasi dengan dokter yang menanganiwanita guna menginduksi
persalinan dan kelahiran. Pilihan metode persalinan(melalui vagina atau SC)
bergantung pada usia gestasi, presentasi dan berat korioamnionitis
b. Saran
Ketuban Pecah Dini dapat menimbulkan kecemasan pada wanita dan keluarganya.
Perawat harus membantu wanita mengeksplorasi rasa takut yang menyertai perkiraan
kelahiran janin premature serta risiko tambahan korioamnionitis. Rencana
penatalaksanaan yang melibatkan kemungkinan periode tirah baring dan hospitalisasi
yang memanjang harus didiskusikan dengan wanita dan keluarganya. Pemahaman dan
kerja sama keluarga merupakan hal yang penting untuk kelanjutan kehamilan

31
DAFTAR PUSTAKA

Asrining, S. H.. S. K. N., dkk. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : EGC Bulecchek. G.
2013. Nursing Intervensions Clasification (NIC). Edisi Keenam.Elsivers. Singapura

Kemenkes RI. 2014, 2015, 2016. Buku Saku PelayananKesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Jakarta:

Hidayat, A.A.A. 2010. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan edisi 2. Jakarta:Salemba

Hakimi, 2010 : Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan
Bidan. Jakarta: EGC

Ida Ayu, C. M. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta : EGC Joseph H. K.
2010. Catatan Kuliah: Ginekologi dan Obstetri (Obsgin). Suha Medika: Yogyakarta

Manuaba, I.B.G. 2013. Buku Ajar Patologi Obstetri. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid I . Jakarta : Media Moorhead.
S. 2013. Nursing Outcome Clasification (NOC). Edisi Kelima. Elsivers. Singapura

NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC

Nugroho. 2010. Ilmu Patologi Kebidanan. Jakarta : EGC.

Saifuddin, Abdul Bari. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : P.T Bina Pustaka.

Saminem. 2010. Dokumentasi Asuhan Kebidanan Konsep dan Praktik . EGC. Jakarta

Sarwono, Prawirohardjo. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Cetakan ke-2. Tridasa Printer : Jakarta

Martaadisoebrata D. 2013. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi 3. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC

32
33
34

Anda mungkin juga menyukai