Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN IBU BERSALIN PATOLOGI


PADA NY. I UMUR 25 TAHUN G1P0A0 UMUR KEHAMILAN 37+2 MINGGU
DENGAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)

DI RSUD KARANGANYAR

Disusun Oleh :
Eka Susilawati
R0316026

PRODI DIII KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan

ASUHAN KEBIDANAN IBU BERSALIN PATOLOGI


PADA NY. I UMUR 25 TAHUN G1P0A0 UMUR KEHAMILAN 37+2 MINGGU
DENGAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)
DI RSUD KARANGANYAR

Telah memenuhi syarat dan disetujui pada tanggal Juni 2018.


Laporan Pendahuluan Asuhan Kebidanan di Prodi D III Kebidanan FK UNS.

Dipersiapkan dan disusun oleh:


Eka Susilawati
(R0316026)

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

Fresthy Astrika Yunita, S.ST., M. Kes Nuning

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan laporan pendahuluan
ini dapat diselesaikan. Laporan pendahuluan ini disusun sebagai tugas mata kuliah
Praktik Klinik Kebidanan 2A dengan judul “Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin
Patologi pada Ny. I Umur 24 Tahun G1P0A0 Usia Kehamilan 37+2 Minggu dengan
Ketuban Pecah Dini (KPD) di RSUD Karanganyar”.
Terimakasih disampaikan kepada:
1. Pihak RSUD Karanganyar yang telah memberikan izin praktek.
2. Bu Nuning selaku Pembimbing Lahan dalam penyusunan Laporan
Pendahuluan ini.
3. Fresthy Astrika Y., S.ST., M. Kes selaku Pembimbing Pendidikan dalam
penyusunan laporan pendahuluan ini.
4. Seluruh bidan di RSUD Karanganyar yang selalu sabar dalam membimbing
dan membagi keterampilannya.
5. Ny. I sebagai klien dalam kasus ini.
Tentu banyak kekurangan yang masih luput dari pencermatan, semata-mata
kekurangmampuan penyusun dalam hal bahasa maupun penguasaan materi. Kritik,
masukan, dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penyusun demi
perbaikan makalah ini.
Demikian laporan pendahuluan ini penyusun susun, semoga bermanfaat bagi
semua.

Karanganyar, 25 Juni 2018

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I. PERSALINAN 1
A. Pengertian Persalinan 1
B. Etiologi Persalinan 1
C. Fisiologi Persalinan 2
D. Pembagian Tahap Persalinan 3
E. Penatalaksanaan Ibu Bersalin Normal 3
BAB II. KETUBAN PECAH DINI (KPD) 18
A. Prinsip Dasar 18
B. Pengertian 18
C. Etiologi 19
D. Patofisiologi 21
E. Tanda dan Gejala 22
F. Komplikasi 22
G. Pemeriksaan Penunjang 23
H. Penanganan 23
DAFTAR PUSTAKA 27

iv
BAB I
PERSALINAN

A. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah proses pembukaan dan menipisnya serviks dan janin
turun kedalam jalan lahir. Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin
yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan
dengan presentasi belakang kepala, tanpa komplikasi baik ibu maupun bayi.
Pengertian lain dari persalinan adlah persalinan spontan dengan tenaga ibu,
persalinan buatan dengan bantuan, persalinan anjuran bila persalinan terjadi
tidak dengan sendirinya tetapi melalui pacuan. Persalinan dikatakan normal
bila tidak ada penyullit (Hidayat, 2010).
Asuhan Persalinan Normal adalah asuhan kebidanan pada persalinan
normal yang mengacu kepada asuhan yang bersih dan aman selama
persalinan dan setelah bayi lahir serta upaya pencegahan komplikasi (Depkes,
2008).
B. Etiologi Persalinan
Sebab terjadinya persalinan sampai kini masih merupakan teori – teori
yang kompleks. Faktor – faktor hormonal, pengaruh prostaglandin, struktur
uterus, sirkulasi uterus, pengaruh syaraf dan nutrisi di sebut sebagai faktor –
faktor yang mengakibatkan persalinan mulai. Menurut Wiknjosastro (2007)
mulai dan berlangsungnya persalinan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain :
1. Teori penurunan hormon
Penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron yang terjadi kira –
kira 1 – 2 minggu sebelum partus dimulai. Progesterone bekerja sebagai
penenang bagi otot – otot uterus dan akan menyebabkan kekejangan
pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesterone turun.
2. Teori plasenta menjadi tua
Villi korialis mengalami perubahan – perubahan, sehingga kadar estrogen
dan progesterone menurun yang menyebabkan kekejangan pembuluh
darah, hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.
3. Teori berkurangnya nutrisi pada janin

1
Jika nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera di
keluarkan.
4. Teori distensi rahim
Keadaan uterus yang terus menerus membesar dan menjadi tegang
mengakibatkan iskemia otot – otot uterus. Hal ini mungkin merupakan
faktor yang dapat menggangu sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta
menjadi degenerasi.
5. Teori iritasi mekanik
Tekananpadaganglio servikale dari pleksus franken hauser yang terletak
di belakang serviks. Bila ganglion ini tertekan, kontraksi uterus akan
timbul.
6. Induksi partus (induction of labour)
Partus dapat di timbulkan dengan jalan :
a. Amniotomi : pemecahan ketuban.
b. Oksitosin drips : pemberian oksitosin menurut tetesan infuse.
C. Fisiologi Persalinan
1. Tanda – tanda permulaan persalinan
a. Lightening
Menjelang minggu ke 36 pada primigravida terjadi penurunan
fundus uteri karena kepala bayi sudah msuk kedalam panggul.
Masuknya kepala janin kedalam panggul dapat dirasakan oleh
wanita hamil dengan tanda-tanda sebagai berikut :
1) Terasa ringan dibagian atas dan rasa sesak berkurang,
2) Dibagian bawah terasa penuh dan mengganjal,
3) Kesulitan saat berjalan, dan
4) Sering berkemih.
b. Terjadinya his permulaan
His permulaan ini sering diistilahkan sebagai his palsu dengan ciri-
ciri sebagai berikut:
1) Rasa nyeri ringan dibagian bawah,
2) Datang tidak teratur,

2
3) Tidak ada perubahan pada serviks atau tidak ada tanda-tanda
kemajuan persalinan,
4) Durasi pendek, dan
5) Tidak bertambah bila beraktivitas (Sulistyawati dan Nugraheny,
2010).
2. Tanda – tanda inpartu.
Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2010), tanda-tanda masuk dalam
persalinan yaitu :
a. Terjadinya his persalinan,
b. Pengeluaran lendir dan darah (penanda persalinan),
c. Pengeluaran cairan
Sebagian pasien mengeluarkan air ketuban akibat pecahnya selaput
ketuban
D. Pembagian Tahap Persalinan
1. Persalinan kala I
Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan
nol sampai pembukaan lengkap. Lama kala I untuk primigravida
berlangsung 12 jam sedangkan multigravida 8 jam (Manuaba, 2008).
Menurut Depkes RI (2008), kala satu persalian terdiri dari dua fase
yaitu:
a. Fase laten
1) Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan
dan pembukaan serviks secara bertahap.
2) Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
3) Pada umumnya, berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
b. Fase aktif
1) Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara
bertahap (kontraksi diangap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali
atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40
detik atau lebih).
2) Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap 10
cm, akan terjadi dengan kecepatan rata – rata 1 cm per jam

3
(nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 sampai 2 cm
(multipara).
3) Terjadi penurunan bagian terbawah janin.
Menurut Wiknjosastro (2007), fase aktif dibagi menjadi beberapa fase,
antara lain :
1) Fase akselerasi: dalam waktu 2 jam, pembukaan 3 cm menjadi 4.
2) Fase dilatasi maksimal: dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
3) Fase deselarasi : berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam
pembukaan jadi 10 cm.
Kontraksi menjadi lebih kuat dan sering pada fase aktif. Keadaan
tersebut dapat dijumpai pada primigravida maupun multigravida,
tetapi pada multigravida fase laten, fase aktif das fase deselerasi
terjadi lebih pendek. Berikut penjelasannya:
a. Primigravida
Osteum uteri internum akan membuka terlebih dahulu
sehingga serviks akan mendatar dan menipis. Keadaan osteum uteri
eksternal membuka, berlangsung kira – kira 13 – 14 jam.
b. Multigravida
Osteum uteri internum sudah membuka sedikit sehingga
osteum uteri internum dan eksternum serta penipisan dan
pendataran serviks terjadi dalam waktu yang bersama.
2. Kala II (Pengeluaran)
Persalinan kala dua dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap
(10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua disebut juga kala
pengeluaran bayi (Depkes RI, 2008). Proses ini biasanya berlangsung
selama 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida (Yeyeh,
2009).
Pada kala pengeluaran, his terkoordinir, kuat, cepat dan lebih lama,
kira – kira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah turun masuk ruang
panggul sehingga terjadi tekanan pada otot – otot dasar panggul yang
secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Karena tekanan pada

4
rectum, ibu merasa seperti mau buang air bersih, dengan tanda anus
terbuka.
Pada waktu his, kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan
perineum meregang. Dengan his mengedan maksimal kepala janin di
lahirkan dengan suboksiput di bawah simpisis dan dahi, muka, dagu
melewati perineum. Setelah his istriadat sebentar, maka his akan mulai
lagi untuk meneluarkan anggota badan bayi.
3. Kala III (Pelepasan uri)
Kala III adalah waktu untuk pelepasan dan pengluaran uri. Menurut
Saifuddin (2009) kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai
lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
a. Tanda dan gejala kala III
Menurut Depkes RI (2008) tanda dan gejala kala III adalah :
perubahan bentuk dan tinggi fundus uteri, tali pusat memanjang,
semburan darah tiba – tiba.
b. Fase – fase dalam pengeluaran uri (kala III)
Cara lepasnya uri ada beberapa macam, yaitu :
1) Schultze : lepasnya seperti kita menutup payung , cara ini paling
sering terjadi (80%). Yang lepas duluan adalah bagian tengah,
kemudian seluruhnya.
2) Duncan : lepasnya uri mulai dari pinggir, uri lahir akan
mengalir keluar antara selaput ketuban pinggir plasenta.
4. Kala IV (Observasi)
Menurut Saifuddin (2009), kala IV dimulai dari saat lahirnya
plasenta sampai 2 jam pertama post partum. Observasi yang di lakukan
pada kala IV adalah :
a. Tingkat kesadaran
b. Pemeriksaan tanda–tanda vital, tekanan darah, nadi dan pernafasan
c. Kontraksi uterus
d. Perdarahan : dikatakan normal jika tidak melebihi 500 cc.
5. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Persalinan

5
Menurut Nurasiah (2012) faktor – fakor yang berperan
dalam persalinan antara lain :
a. Jalan lahir (passage)
1) Bidang – bidang Hodge
Adalah bidang semu sebagai pedoman untuk menentukan
kemajuan persalinan, yaitu seberapa jauh penurunan kepala
melalui pemeriksaan dalam.
Bidang hodge :
a) Hodge I : promontorium pinggir atas simfisis
b) Hodge II : hodge I sejajar pinggir bawah simfisis
c) Hodge III : hodge I sejajar ischiadika
d) Hodge IV : hodge I sejajar ujung coccygeus
Ukuran – ukuran panggul :
a) Distansia spinarium (24 – 26 cm)
b) Distansia cristarium (28 – 30 cm)
c) Conjugate externa (18 – 20 cm)
d) Lingkar panggul (80-90 cm)
e) Conjugate diagonalis (12,5 cm)
b. Passenger ( janin dan plasenta )
1) Janin
Persalinan normal terjadi bila kondisi janin adalah letak bujur,
presentasi belakang kepala, sikap fleksi dan tafsiran berat janin
<4000 gram.
2) Plasenta
Plasenta berada di segmen atas rahim (tidak menhalangi jalan
rahim). Dengan tuanya plasenta pada kehamilan yang bertambah
tua maka menyebabkan turunya kadar estrogen dan progesterone
sehinga menyebabkan kekejangan pembuluh darah, hal ini akan
menimbulkan kontraksi.
c. Power (kekuatan)
Yaitu faktor kekuatan ibu yang mendorong janin keluar
dalam persalinan terdiri dari :

6
1) His (kontraksi otot rahim)
His yang normal mempunyai sifat :
a) Kontraksi dimulai dari salah satu tanduk rahim.
b) Fundal dominan, menjalar ke seluruh otot rahim.
c) Kekuatannya seperti memeras isi rahim dan otot rahim yang
berkontraksi tidak kembali ke panjang semula sehinnga terjadi
refleksi dan pembentukan segmen bawah rahim.
2) Kontraksi otot dinding perut.
3) Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan
4) Ketegangan dan kontraksi ligamentum.
E. Penatalaksanaan Ibu Bersalin
Penatalaksanaan ibu bersalin kala I sampai dengan kala IV, terdiri dari :
1. Asuhan kala I
Menurut Depkes RI (2008), asuhan kala I yaitu :
a. Melakukan pengawasan menggunakan partograf mulai pembukaan 4
– 10 cm.
b. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaanserviks melalui pemeriksaan dalam.
c. Menilai dan mencatat kondisi ibu dan bayi yaitu :
1) DJJ setiap 30 menit.
2) Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus tiap 30 menit.
3) Nadi setiap 30 menit.
4) Pembukaan serviks tiap 4 jam.
5) Penurunan kepala tiap 4 jam.
6) Tekanan darah tiap 4 jam.
7) Temperature tubuh timpat 2 jam.
8) Produksi urin, aseton, dan protein setiap 2 jam.
d. Pengawasan 10, menurut Saifudin (2009) meliputi :
1) Keadaan umum
2) Tekanan darah
3) Nadi
4) Respirasi

7
5) Temperatur
6) His/ kontraksi
7) DJJ
8) Pengeluaran pevaginam
9) Bandle ring
10) Tanda – tanda kala II :
Menurut Sumarah (2009), tanda tanda kala II :
a) Ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
b) Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada
rectum dan vaginanya.
c) Perineum menonjol.
d) Vulva, vagina spingter anal membuka.
Partograf
Partograf adalah alat untuk memantau kemajuan persalinan dan
membantu petugas kesehatan dalam menentukan keputusan dalam
penatalaksanaan (Saifuddin, 2009).
Penggunaan partograf secara rutin akan memastikan para ibu dan
bayinnya mendapatkan asuhan yang aman dan tepat waktu. Selain itu
juga mecegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan
jiwa mereka.
2. Asuhan kala II
Berikut adalah 60 langkah asuhan persalinan normal berdasarkan Buku
Midwifey Update (2016) adalah sebagai berikut:
MELIHAT TANDA DAN GEJALA KALA DUA
1) Mengamati tanda dan gejala kala II
a. Ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
b. Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rectum
dan atau vaginanya.
c. Perineum menonjol.
d. Vulva, vagina dan spingter anal membuka.
MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERTAMA

8
2) Memastikan perlengkapan, bahan dan obat-obatan esensial siap
digunakan. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan
tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus set.
3) Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.
4) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku, mencuci
kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan
mengeringkan tangan dengan handuk satu kali pakai/pribadi yang
bersih.
5) Memakai satu sarung dengan DTT atau steril untuk semua
pemeriksaan dalam.
6) Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan
memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan
meletakkan kembali di partus set/wadah disinfeksi tingkat tinggi atau
steril tanpa mengkontaminasi tabung suntik).
MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP DENGAN JANIN BAIK
7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati
dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang
sudah dibasahi air disinfeksi tingkat tinggi.
a. Jika mulut vagina, perineum atau anus terkontaminasi oleh
kotoran ibu, membersihkannya dengan seksama dengan cara
menyeka dari depan ke belakang.
b. Membuang kapas atau kasa yang terkontaminasi dalam wadah
yang benar.
c. Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi (meletakkan kedua
sarung tangan tersebut dengan benar di dalam larutan
dekontaminasi, langkah 9).
8) Dengan menggunakan teknik aseptik, melakukan pemeriksaan dalam
untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap. Bila
selaput ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap,
lakukan amniotomi.
9) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan
yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin

9
0,5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta
merendamnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
Mencuci kedua tangan (seperti di atas).
10) Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah menit ). Mengambil
tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal. Mendokumentasikan
hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil penilaian
serta asuhan lainnya pada partograf.
MENYIAPKAN IBU DAN KELUARGA UNTUK MEMBANTU
PROSES PIMPINAN MENERAN
11) Memberitahu ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan
janin baik.
a. Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai
keinginannya.
b. Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
c. Melanjutkan pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta
janin sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan
mendokumentasikan temuan-temuan.
d. Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat
mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai
meneran,
12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu utuk
meneran. (Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk
dan pastikan ia merasa nyaman).
13) Melakukan pimpinan meneran saat Ibu mempunyai dorongan yang
kuat untuk meneran :
a. Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinganan
untuk meneran.
b. Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk
meneran.
c. Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya
(tidak meminta ibu berbaring terlentang).
d. Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi.

10
e. Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi
semangat pada ibu.
f. Menganjurkan asupan cairan per oral.
g. Menilai DJJ setiap lima menit.
h. Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi
segera dalam waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu
primipara atau 60/menit (1 jam) untuk ibu multipara, merujuk
segera.
i. Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran.
Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil
posisi yang aman.
j. Jika ibu belum ingin meneran dalam 60 menit, menganjurkan
ibu untuk mulai meneran pada puncak kontraksi-kontraksi
tersebut dan beristirahat di antara kontraksi.
k. Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi
segera setalah 60 menit meneran, merujuk ibu dengan segera.
PERSIAPAN PERTOLONGAN KELAHIRAN BAYI
14) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm,
meletakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan
bayi.
15) Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, di bawah bokong
ibu.
16) Membuka partus set.
17) Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
MENOLONG KELAHIRAN BAYI LAHIR KEPALA
18) Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi
perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan
yang lain di kelapa bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak
menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan-
lahan.
a. Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan-lahan atau bernapas
cepat saat kepala lahir.

11
b. Jika ada mekonium dalam cairan ketuban, segera hisap mulut
dan hidung setelah kepala lahir menggunakan penghisap lendir
DeLee disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau bola karet
penghisap yang baru dan bersih.
19) Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi dengan kain
atau kasa yang bersih.
20) Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika
hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran
bayi :
a. Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat
bagian atas kepala bayi.
b. Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di
dua tempat dan memotongnya.
21) Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara
spontan.
LAHIR BAHU
22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua
tangan di masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk
meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke
arah bawah dan kearah keluar hingga bahu anterior muncul di bawah
arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan
ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior.
LAHIR BADAN DAN TUNGKAI
23) Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala
bayi yang berada di bagian bawah ke arah perineum tangan,
membiarkan bahu dan lengan posterior lahir ke tangan tersebut.
Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati
perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk menyangga tubuh
bayi saat dilahirkan. Menggunakan tangan anterior (bagian atas)
untuk mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat keduanya
lahir.

12
24) Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di
atas (anterior) dari punggung ke arah kaki bayi untuk menyangganya
saat panggung dari kaki lahir. Memegang kedua mata kaki bayi
dengan hati-hati membantu kelahiran kaki.
PENANGANAN BAYI BARU LAHIR
25) Menilai bayi dengan cepat, kemudian meletakkan bayi di atas perut
ibu dengan posisibkepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya
(bila tali pusat terlalu pendek, meletakkan bayi di tempat yang
memungkinkan).
26) Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi
kecuali bagian pusat.
27) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat
bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu
dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama (ke arah ibu).
28) Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari
gunting dan memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.
29) Mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain
atau selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala,
membiarkan tali pusat terbuka. Jika bayi mengalami kesulitan
bernapas, mengambil tindakan yang sesuai.
30) Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk
memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu
menghendakinya.
PENANGANAN PLASENTA OKSITOSIN
31) Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi
abdomen untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.
32) Memberi tahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik.
33) Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, memberikan suntikan
oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha kanan atas ibu bagian luar, setelah
mengaspirasinya terlebih dahulu.
3. Manajemen Aktif Kala III
PENEGANGAN TALI PUSAT TERKENDALI (PTT)

13
34) Memindahkan klem pada tali pusat
35) Meletakkan satu tangan diatas kain yang ada di perut ibu, tepat di
atas tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan
palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan
klem dengan tangan yang lain.
36) Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan
penegangan ke arah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan
tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan
cara menekan uterus ke arah atas dan belakang (dorso kranial)
dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadinya inversio
uteri.
a. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan
penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut
mulai.
b. Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang
anggota keluarga untuk melakukan rangsangan puting susu.
MENGELUARKAN PLASENTA
37) Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil
menarik tali pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas,
mengikuti kurve jalan lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan
arah pada uterus.
a. Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga
berjarak sekitar 5 – 10 cm dari vulva.
b. Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali
pusat selama 15 menit :
- Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM.
- Menilai kandung kemih dan mengkateterisasi kandung kemih
dengan menggunakan teknik aseptik jika perlu.
- Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
- Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit
berikutnya.

14
- Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit
sejak kelahiran bayi.
38) Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran
plasenta dengan menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta
dengan dua tangan dan dengan hati-hati memutar plasenta hingga
selaput ketuban terpilin. Dengan lembut perlahan melahirkan
selaput ketuban tersebut. Jika selaput ketuban robek, memakai
sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril dan memeriksa
vagina dan serviks ibu dengan seksama. Menggunakan jari-jari
tangan atau klem atau forseps disinfeksi tingkat tinggi atau steril
untuk melepaskan bagian selaput yang tertinggal.
PEMIJATAN UTERUS
39) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan masase
uterus, meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase
dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi
(fundus menjadi keras).
MENILAI PERDARAHAN
40) Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun
janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa selaput ketuban
lengkap dan utuh. Meletakkan plasenta di dalam kantung plastik atau
tempat khusus. Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan
masase selama 15 detik mengambil tindakan yang sesuai.
41) Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera
menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif.
4. Asuhan Kala IV
MELAKUKAN PROSEDUR PASCA PERSALINAN
42) Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik.
MENGEVALUASI PERDARAHAN VAGINA
43) Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam
larutan klorin 0,5 %, membilas kedua tangan yang masih bersarung
tangan tersebut dengan air disinfeksi tingkat tinggi dan
mengeringkannya dengan kain yang bersih dan kering.

15
44) Menempatkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau
mengikatkan tali disinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati
sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat.
45) Mengikat satu lagi simpul mati dibagian pusat yang berseberangan
dengan simpul mati yang pertama.
46) Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan klorin
0,5 %.
47) Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya.
Memastikan handuk atau kainnya bersih atau kering.
48) Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.
EVALUASI
49) Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan
pervaginam :
a. 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.
b. Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan.
c. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan.
- Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melaksanakan
perawatan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri.
- Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan,
lakukan penjahitan dengan anestesia lokal dan menggunakan
teknik yang sesuai.
50) Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase uterus
dan memeriksa kontraksi uterus.
51) Mengevaluasi kehilangan darah.
52) Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih setiap
15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30
menit selama jam kedua pasca persalinan. Memeriksa temperatur
tubuh ibu sekali setiap jam selama dua jam pertama pasca persalinan.
Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
KEBERSIHAN DAN KEAMANAN

16
53) Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah
dekontaminasi.
54) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat
sampah yang sesuai.
55) Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat
tinggi. Membersihkan cairan ketuban, lendir dan darah. Membantu
ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
56) Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI.
Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan
makanan yang diinginkan.
57) Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan
larutan klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.
58) Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,
membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit.
59) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
DOKUMENTASI
60) Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang)

17
BAB II
KETUBAN PECAH DINI (KPD)

A. Prinsip Dasar
1. Ketuban dinyatakan pecah dini apabila terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung.
2. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam Obstetri berkaitan
dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi
khorioamnionitis sampai sepsis.
3. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membran atau meningkatnya tekanan intrauterine atau oleh kedua faktor
tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan oleh adanya
infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
4. Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi,
adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin, dan adanya tanda-tanda
persalinan. (Sarwono Prawiraharjo, 2001).
B. Pengertian
Ketuban pecah dini atau Spontaneous / Early-Premature Rupture Of The
Membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara < 5 cm. bila
periode laten terlalu pajang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi
infeksi yang dapat meninggikan angka kematian ibu dan anak.
1. Selaput janin dapat robek dalam kehamilan:
a. Spontan karena selaputnya lemah atau kurang terlindung karena cervix
terbuka (cervix yang inkompelent).
b. Karena trauma, karena jatuh, coitus atau alat-alat.
c. Insiden menurut Eastman kira-kira 12% dari semua kehamilan.
2. Gejala
a. Air ketuban mengalir keluar, hingga rahim lebih kecil dari sesuai
dengan tuanya kehamilan konsistensinya lebih keras.
b. Biasanya terjadi persalinan
c. Cairan: hydroohoea amniotica

18
C. Etiologi Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini disebabkan oleh kurangnya kekuatan membrane atau
meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut.
Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang
dapat berasal dari vagina dan serviks. Penyebabnya juga disebabkan karena
inkompetensi servik. Polihidramnion / hidramnion, mal presentasi janin
(seperti letak lintang) dan juga infeksi vagina / serviks (Prawirohardjo, 2010).
Menurut Prawirohardjo (2010), ada beberapa faktor resiko terjadinya
ketuban pecah dini, antara lain:
1. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
Korioamnionitis adalah keadaan pada ibu hamil dimana korion, amnion
dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri yang dapat menjadi sepsis.
Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
terjadinya KPD.
2. Serviks yang inkompeten
Serviks yang inkompeten adalah keadaaan kanalis servikalis yang selalu
terbuka oleh karena kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan,
curettage). Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia),
didasarkan pada adanya ketidakmampuan serviks uteri untuk
mempertahankan kehamilan. Inkompetensi serviks sering menyebabkan
kehilangan kehamilan pada trimester kedua.
3. Trauma
Trauma juga diyakini berkaitan dengan terjadinya ketuban pecah dini.
Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual saat hamil baik dari
frekuensi yang ≥ 4 kali seminggu, posisi koitus yaitu suami diatas dan
penetrasi penis yang sangat dalam sebesar 37,50 % memicu terjadinya
ketuban pecah dini, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini karena biasanya disertai
infeksi.

19
4. Ketegangan intra uterin
Perubahan volume cairan amnion diketahui berhubungan erat dengan
hasil akhir kehamilan yang kurang bagus. Ketegangan intra uterin yang
meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)
misalnya trauma, hidramnion, gamelli
5. Kelainan letak
Misalnya sungsang sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi
pintu atas panggul serta dapat menghalangi tekanan terhadap membran
bagian bawah.
6. Paritas
Faktor paritas, terbagi menjadi primipara dan multipara. Primipara
adalah wanita yang pernah hamil sekali dengan janin mencapai titik
mampu bertahan hidup. Ibu primipara yang mengalami ketuban pecah
dini berkaitan dengan kondisi psikologis, mencakup sakit saat hamil,
gangguan fisiologis seperti emosi dan termasuk kecemasan akan
kehamilan. Selain itu, hal ini berhubungan dengan aktifitas ibu saat hamil
yaitu akhir triwulan kedua dan awal triwulan ketiga kehamilan yang tidak
terlalu dibatasi dan didukung oleh faktor lain seperti keputihan atau
infeksi maternal.
Sedangkan multipara adalah wanita yang telah beberapa kali
mengalami kehamilan dan melahirkan anak hidup. Wanita yang telah
melahirkan beberapa kali dan mengalami ketuban pecah dini pada
kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau dekat,
diyakini lebih beresiko akan mengalami ketuban pecah dini pada
kehamilan berikutnya.
7. Usia kehamilan
Persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab yang jelas,
infeksi diyakini merupakan salah satu penyebab terjadinya KPD dan
persalinan preterm (Prawirohardjo, 2010). Pada kelahiran < 37 minggu
sering terjadi pelahiran preterm, sedangkan bila ≥ 47 minggu lebih sering
mengalami KPD (Manuaba, 2010). Komplikasi paling sering terjadi pada

20
ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindroma
distress pernapasan, yang terjadi pada 10-40 % bayi baru lahir.
Risiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban pecah dini, selain
itu juga terjadinya prolapsus tali pusat. Risiko kecacatan dan kematian
janin meningkat pada ketuban pecah dini preterm. Hipoplasia paru
merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada ketuban pecah dini
preterm. Kejadiannya mencapai 100% apabila ketuban pecah dini
preterm terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
8. Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya
Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami KPD kembali
karena komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan
kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya. Patogenesis
terjadinya ketuban pecah ialah akibat adanya penurunan kandungan
kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya ketuban pecah
dini dan ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien risiko tinggi.
D. Patofisiologi Ketuban Pecah Dini
1. Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban
pecah. Penyakit-penyakit : Pielonefritis, Sistitis, Servisitis, dan Vaginitis
terdapat bersama-sama dengan hipermotililtas rahim ini.
2. Ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
3. Infeksi (amnionitas) (Khorioamnionitis)
4. Faktor-faktor lain merupakan predis posisi adalah: multipara, malposisi,
disproporsi, cervik incompeten dll.
5. Artifisal (ammoniotomi) dimana ketuban dipecahkan terlalu dini.
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini menurut Manuaba (2010) adalah:
1. Terjadinya pembukaan premature serviks
2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi devaskularisasi serta
nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
3. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang
4. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi yang
mengeluarkan enzim proteolotik dan enzim kolagenase.

21
E. Tanda dan Gejala Ketuban Pecah Dini
Menurut Manuaba (2010), tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami
KPD anara lain:
1. Keluar cairan merembes atau menetes dengan ciri pucat dan bergaris
warna darah melalui jalan lahir.
2. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak
3. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai
kelahiran.
4. Tetapi bila duduk/berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah
biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara.
5. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin
bertambah cepat merupakan tanda infeksi yang terjadi.
F. Komplikasi Ketuban Pecah Dini
Komplikasi yang terjadi pada KPD meliputi mudah terjadinya infeksi
intra uterin, partus prematur, dan prolaps bagian janin terutama tali pusat
(Manuaba, 2009). Sedangkan menurut Prawirohardjo (2010), terdapat tiga
komplikasi utama yang terjadi pada KPD yaitu peningkatan morbiditas
neonatal oleh karena prematuritas, komplikasi selama persalinan dan
kelahiran, dan resiko infeksi baik pada ibu maupun janin.
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini juga dapat menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan
anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal. Komplikasi akibat KPD
kepada bayi diantaranya adalah IUFD, asfiksia dan prematuritas. Sedangkan
pada ibu diantaranya adalah partus lama, infeksi intrauterin, atonia uteri,
infeksi nifas, dan perdarahan post partum (Mochtar, 2007).
G. Diagnosa Ketuban Pecah Dini
Menurut Prawirohardjo (2010) untuk mendiagnosa ketuban pecah dini yaitu
dengan menentukan pecahnya selaput ketuban di vagina.
1. Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakan sedikit bagian terbawah
janin atau meminta pasien batuk atau mengedan.
2. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (nitrazin
test) merah menjadi biru.

22
3. Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG.
4. Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu
≥ 38°C serta air ketuban keruh dan berbau. Leukosit darah >
15.000/mm3.
5. Tentukan tanda-tanda persalinan, tentukan adanya kontraksi yang teratur.
Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi
kehamilan).
F. Pemeriksaan Penunjang Ketuban Pecah Dini
1. Pemeriksaan Laboratorium (Varney, 2007)
a) Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna. Konsentrasi,
bau dan pHnya.
b) Cairan yang keluar dari vagina ini ada kemungkinan air ketuban,
urine, atau secret vagina.
c) Secret ibu hamil pH: 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna
tetap kuning.
d) Tes lakmus (nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi
biru menunjukan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7-7,5,
darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.
e) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukan
daun pakis.
2. Pemeriksaan Ultrasonogafi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang
sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion
(Varney, 2007).
G. Penanganan Ketuban Pecah Dini
1. Kalau kehamilan sudah aterm dilakukan induksi
2. Kalau anak premature diusahakan supaya kehamilan dapat berlangsung
terus, misalnya dengan istirahat dan pemberian progesteron.
3. Kalau kehamilan masih sangat muda (dibawah 28 minggu) dilakukan
induksi

23
4. Mempertahankan kehamilan supaya bayi lahir (berlangsung +/- 72 jam)
5. Pantau keadaan umum itu, tanda vital dan distress janin/kelainan lainnya
pada ibu dan pada janin
6. Observasi ibu terhadap infeksi khorioamnionitis sampai sepsis
7. KIM terhadap ibu dan keluarga, sehingga dapat pengertian bahwa tindakan
mendadak mungkin ditambah dengan pertimbangan untuk menyelamatkan
ibu dan bayi.
8. Bila tidak terjadi his spontan dalam 24 jam atau terjadi komplikasi lainnya,
rujuk ibu segera ke fasilitas yang lebih tinggi.
H. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini
Penatalaksanaan KPD memerlukan pertimbangan usia kehamilan, adanya
infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.
Penanganan ketuban pecah dini menurut Sarwono (2010), meliputi:
1. Konserpatif
a. Rawat di rumah sakit
b. Berikan antibiotic (ampisilin 4x500 mg dan metronidazol 2x500 mg
selama 7 hari).
c. Jika umur kehamilan kurang dari 32-34 minggu, dirawat selama air
ketuban tidak keluar lagi .
d. Jika usia kehamilan 32-7 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi,
tes busa negatif, beri deksametason, obserfasi tanda-tanda infeksi
dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah importu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksometason dan induksi sesudah 24
jam
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotic dan
lakukan induksi
g. Nilai tanda-tanda infeksi ( suhu, tanda-tanda infeksi intrauteri )
h. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu
kematangan paru janin, dan lakukan kemungkinan kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu dosis bertambah 12 mg per hari dosis

24
tunggal selama 2 hari, deksamatason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak
4 kali.
2. Aktif
a. Kehamilan lebih dari 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila
gagal Sc dapat pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali.
b. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan di akhiri.
a. Bila skor pelvik kurang dari 5, lakukan pematangan serviks,
kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan
SC.
b. Bila skor pelvik lebih dari 5, induksi persalinan, partus
pervaginam.
LEBIH DARI SAMADENGAN 37
KETUBAN PECAH
MINGGU
TIDAK ADA TIDAK ADA
INFEKSI INFEKSI
INFEKS INFEKSI
- Berikan Amoksilin + Berikan Lahirkan Bayi
Penisilin, Eritromisin untuk Penisilin Berikan Penisilin
Gentamisin 7 hari Gentanisin Dan atau Ampicilin
dan Metronizadol
Metronidazol
- Lahirkan Steroid untuk Lahirkan Bayi
Bayi pematangan paru

Anti biotika setelah persalinan


Profilaksi Infeksi Tidak ada infeks
Stop antibiotika Lanjutkan untuk 24-48 Tidak perlu antibiotic
jam setelah bebas panas
Tabel 1.1. Penatalaksaan Ketuban Pecah Dini
Sumber : Prawiroharjo (2001)

25
Bagan 2.1 Penatalaksaan Ketuban Pecah Dini
Sumber : Manuaba (2010)

26
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2008. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: Depkes RI

Dinas Kesehatan Surakarta.2014.Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun


2014.Surakarta: Dinkes Surakarta

Ikatan Bidan Indonesia (IBI). 2016. Midwifery Update. Jakarta: IBI

Manuaba, I.B.G., 2008. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan,danKBuntuk


Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Saifuddin. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Soewarto, S. (2010). Ketuban pecah dini. Dalam Ilmu Kebidanan Sarwono


Prawirohardjo edisi, 4, 677-79.
Varney. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: ECG.

27

Anda mungkin juga menyukai