Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat dan
rahmatNya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah dengan judul
“Patient Safety, etika dan kewenangan bidan serta evidence based dalam asuhan kebidanan
kehamilan.” ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keselamatan Pasien.
Kami menyadari dalam proses penyusunan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar meningkatkan kualitas penulisan laporan selanjutnya. Untuk itu Kami menyampaikan
rasa terimakasih kepada setiap pihak yang telah membantu Kami dalam menyelesaikan
laporan ini. Akhirnya semoga Tuhan senantiasa memberkati kita semua.
Penyusun
DAFAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.2. Tujuan 2
3.2. Saran 59
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.2 Distribusi Efektifitas Tindakan dalam Pemrosesan Alat Bekas Pakai 20
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu melahirkan.
Bidan adalah profesi yang diakui secara nasional maupun internasional oleh sejumlah praktisi diseluruh
dunia. Pengertian bidan dan bidang praktiknya secara internasional telah diakui oleh International
Confederation of Midwife (ICM), Federation International Of Gynaecologist and Obstertrian (FIGO) dan
World Health Organization (WHO) sedangkan secara nasional telah diakui oleh Ikatan Bidan Indonesia
(IBI) sebagai organisasi profesi bidan di Indonesia. Peran bidan dimasyarakat sangat dihargai dan
dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati dan mendampingi,
serta menolong ibu melahirkan dan merawat bayinya dengan baik.
Praktik kebidanan merupakan suatu praktik penuh risiko. Tindakan diagnostik maupun terapetik
tidak pernah lepas dari kemungkinan cedera, syok hingga meninggal. Selain itu, pada umumnya hasil
suatu pengobatan tidak dapat diramalkan secara pasti. Seorang bidan dikatakan melakukan malpraktik
jika ia melakukan praktik kebidanan sedimikian buruknya, berupa kelalaian besar, kecerobohan yang
nyata atau kesengajaan yang tidak mungkin dilakukan oleh bidan pada umumnya dan bertentangan
dengan undang-undang, sehingga pasien mengalami kerugian.
Untuk itu menjadi bidan yang profesional dan bertanggung jawab harus selalu memperhatikan
sekecil apapun yang berkaitan dengan keselamatan pasien. Sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.
Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi risiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan
dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi
terjadinya kesalahan medis (medical errors).
WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara
untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit. Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen
nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya
adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan
memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia (PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder rumah sakit
untuk lebih memperhatian keselamatan pasien.
1.2.Tujuan
Untuk menjelaskan mengenai patient safety, etika dan kewenangan bidan serta evidence
based dalam asuhan kebidanan kehamilan.
TINJAUAN TEORI
1. Definisi
Menurut Depkes RI 2006 Patient safety atau keselamatan pasien adalah suatu sistem
yang membuat asuhan klien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
2. Tujuan
3) Menurunkan KTD
3. Langkah-langkah
1) Sembilan solusi keselamatan pasien di RS (who Collaborating Center for Patient Safety, 2
Mei 2007) yaitu:
2) Tujuh Standar Keselamatan Pasien (Mengacu pada Hospital Patient Safety Standards
yang di keluarkan oleh Join Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois,
USA, 2002) yaitu:
a. Hak pasien
Standarnya adalah Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan KTD (Kejadian
Tidak Diharapkan).
Kriterianya adalah
b) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan
benar kepadapasien dan keluarga tentang rencana dab hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemuningkan terjadinya KTD
Standarnya adalah Rumah sakit harus mendidik pasien tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Standarnya adalah Rumah sakit mendisign proses baru atau memperbaiki proses
yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif KTD dan melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja serta KTD.
Kriterianya adalah
a) Setiap rumah sakit melakukan rancangan (design) yang baik sesuai dengan “Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”
d) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data semua data dan informasi
hasil analisis
Standarnya adalah
c) Pimpinan dorong dan tumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien
Kriterianya adalah
g) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan
antar pengelolaan pelayanan
h) Tersedia sumber daya dan sisitem informasi yang dibutuhkan
Standarnya adalah
a) Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dnegan keselamatan pasien secara jelas
Kriterianya adalah
a) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
keselamatan pasien
Standarnya adalah
Kriterianya adalah
4. Medical Error
Human error (kesalahan manusia) merupakan hal yang Menurut Reason (1997)
mendefinisikan medical error merupakan deviasi atau penyimpangan dari proses perawatan
yang mungkin (atau tidak) dapat menyebabkan kerugian bagi pasien. Pengertian tentang
medical error ini secara eksplisit mencakup domain kunci dari penyebab kekeliruan
(omission, commission, perencanaan dan pelaksanaan).
Dampak medical error sangat beragam mulai dari yang ringan dan sifatnya refersible
hingga yang berat berupa kecacatan atau bahkan kematian, sebagian penderita terpaksa
harus dirawat di rumah sakit lebih lama (prolonged hospitalization) yang akhirnya berdampak
pada biaya perawatan yang lebih besar. (Dwiprahasto, 2004)
a) Error of omission. Hal yang termasuk dalam error of omission adalah kesalahan
dalam mendiagnosis, keterlambatan dalam penanganan pasien atau tidak
meresepkan obat. Dalam keseharian, daftar error of omission tentu akan sangat
panjang jika diidentifikasi satu persatu. Melakukan apandiktomi tanpa disertai
dengan pemeriksaan patologi anatomi termasuk error of omission yang sering
terjadi.
b) Error of commission. Hal yang termasuk error of commission adalah kesalahan dalam
memutuskan pilihan terapi, memberikan obat yang salah atau obat diberikan melalui
cara pemberian yang keliru. Kebiasaan untuk meresepkan antibiotika pada penyakit-
penyakit ringan (minor ailment) atau memberikan obat per injeksi padahal
pemberian secara oral lebih aman termasuk dalam kategori error of commission.
(2) Treatment, diantaranya adalah kesalahan (error) dalam memberikan obat, dosis
terapi yang keliru, atau melakukan terapi secara tidak tepat (bukan atas
indikasi).
(3) Preventive, dalam kategori ini termasuk tidak memberikan profilaksi untuk
situasi yang memerlukan profilaksi dan pemantauan atau melakukan tindak
lanjut terapis secara tidak adekuat
(4) Lain-lain, misalnya kegagalan dalam komunikasi, alat medik yang digunakan
tidak memadai atau kesalahan akibat kegagalan sistem (system failure).
1) Human Error
Paling sering terjadi dalam kasus medical error. Human error dapat terjadi karena
kurang telitinya tenaga medis dalam memberikan pelayanan kesehatan. Selain itu
dapat dikarenakan karena kurang terlatihnya tenaga medis tersebut.
2) Faktor organization
Faktor organization atau instansi kesehatan dapat menjadi penyebab medical error
karena dalam instansi peralatan medis yang digunakan tidak layak pakai atau tidak
steril. Selebihnya medical error dapat terjadi karena aturan-aturan yang ketat dari
instansi yang menjadikan pasien tidak segara mendapatkan pertolongan. Selain itu
keterlambatan mengambil keputusan dari pihak instansi juga dapat menjadi penyebab
medical error.
1. Definisi
Pencegahan infeksi adalah bagian esensial dari asuhan lengkap yang diberikan
kepada ibu dan bayi baru lahir dan harus dilaksakan secara rutin pada saat menolong
persalinan dan kelahiran bayi,saat memberikan asuhan dasar selama kunjungan antenatal
atau pasca persalinan/bayi baru lahir atau saat menatalaksana penyulit. Tindakan ini harus
diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga,
penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya. Juga upaya-upaya menurunkan resiko
terjangkit atau terinfeksi mikroorganisme yang menimbulkan penyakit-penyakit berbahaya
(Wiknjosastro,G, 2008).
1) Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus dianggap dapat menularkan
penyakit karena infeksi yang terjadi bersifat asimptomatik (tanpa gejala)
3) Permukaan tempat pemeriksaan, peralatan dan benda-benda lain yang akan dan telah
bersentuhan dengan kulit tak utuh/selaput mukosa atau darah, harus diangap
terkontaminasi sehingga setelah selesai digunakan harus dilakukan proses pencegahan
infeksi secara benar.
4) Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah diproses
dengan benar, maka semua itu harus dianggap masih terkontaminasi.
5) Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tapi dapat dikurangi hingga sekecil
mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan pencegahan infeksi yang benar dan
konsisten. (Wiknjosastro, G, 2008)
1) Cuci tangan
Cuci tangan adalah prosedur yang paling penting dari pencegahan penyebaran infeksi
yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Cuci tangan harus
dilakukan :
b. Sebelum melakukan kontak fisik secara langsung dengan ibu atau bayi baru lahir
c. Setelah kontak fisik langsung dengan ibu atau bayi baru lahir
e. Setelah melepaskan sarung tangan (kontaminasi melalui lubang atau robekan sarung
tangan)
f. Setelah menyentuh benda yang mungkin terkontaminasi oleh darah atau cairan
tubuh lainnya atau setelah menyentuh selaput mukosa (misalnya hidung, mulut,
mata, vagina) meskipun saat itu sedang menggunakan sarung tangan
c. Gosok dengan kuat kedua tangan, gunakan sabun biasa atau yang mengandung anti
mikroba selama 15 sampai 30 detik (pastikan menggosok sela – sela jari). Tangan
yang terlihat kotor harus dicuci lebih lama.
e. Biarkan tangan kering dengan cara diangin – anginkan atau keringkan dengan kertas
tisu yang bersih dan kering atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
g. Jangan mencuci tangan dengan jalan mencelupkannya ke dalam wadah berisi air
meskipun air tersebut sudah ditambah larutan antiseptik. Mikroorganisme dapat
bertahan hidup dan berkembang biak dalam larutan tersebut.
(2) Gunakan botol yang sudah diberi lubang agar air bisa mengalir.
(4) Gunakan pencuci tangan yang mengandung anti mikroba berbahan dasar
alkohol (campurkan 100 mL 60-90% alcohol dengan 2 mL gliserin. Gunakan
kurang lebih 2 mL dan gosok kedua tangan hingga kering, ulangi tiga kali).
i. Keringkan tangan anda dengan handuk bersih dan kering. Jangan menggunakan
handuk yang juga digunakan oleh orang lain. Handuk basah/ lembab adalah tempat
yang baik untuk mikroorganisme berkembang biak.
j. Bila tidak ada saluran air untuk membuang air yang sudah digunakan, kumpulkan air
di baskom dan buang ke saluran limbah atau jamban dikamar mandi. (Wiknjosastro,
G, 2008).
Pakai sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah (kulit tak utuh,
selaput mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya) atau peralatan, sarung tangan atau
sampah yang terkontaminasi. Jika sarung tangan diperlukan, ganti sarung tangan untuk
menangani setiap ibu atau bayi baru lahir setelah terjadi kontak langsung untuk
menghindari kontaminasi silang atau gunakan sarung tangan yang berbeda untuk situasi
yang berbeda pula.
a. Gunakan sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi untuk prosedur apapun
yang akan mengakibatkan kontak dengan jaringan dibawah kulit seperti persalinan,
penjahitan vagina atau pengambilan darah
b. Gunakan sarung tangan periksa yang bersih untuk menangani darah atau cairan
tubuh
c. Gunakan sarung tangan rumah tangga atau tebal untuk mencuci peralatan,
menangani sampah, juga membersihkan darah atau cairan tubuh.
Sarung tangan sekali pakai lebih dianjurkan, tapi jika sarananya sangat terbatas,
sarung tangan bisa digunakan berulang kali jika dilakukan dekontaminasi, cuci dan bilas,
desinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi. Jika sarung tangan sekali pakai digunakan
berulang kali, jangan diproses lebih dari tiga kali karena mungkin telah terjadi robekan /
lubang yang tidak terlihat atau sarung tangan dapat robek pada saat sedang digunakan.
(4) Anggap benda apapun basah, terpotong atau robek sebagai benda yang
terkontaminasi
(5) Tempatkan daerah steril/disinfeksi tingkat tinggi jauh dari pintu atau jendela
(6) Cegah orang-orang yang tidak memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi
atau steril menyentuh peralatan yang ada di daerah steril
Pemprosesan peralatan (terbuat dari logam, plastik, dan karet) serta benda–benda
lainnya dengan upaya pencegahan infeksi, direkomendasikan untuk melalui tiga langkah
pokok yaitu :
(1) Sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari lateks.
(3) Tabung suntik (minimal ukuran 10 ml, untuk membilas bagian dalam kateter,
termasuk kateter penghisap lendir).
(1). Gunakan sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisa darah dan
kotoran.
(3). Sikat dengan seksama terutama di bagian sambungan dan pojok peralatan.
(4). Pastikan tidak ada sisa darah dan kotoran yang tertinggal pada peralatan.
(5). Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali (atau lebih jika perlu) dengan air dan
sabun atau deterjen.
g) Peralatan yang akan didesinfeksi tingkat tinggi dengan cara dikukus atau
direbus, atau disterilisasi di dalam otoklaf atau oven panas kering, tidak usah
dikeringkan sebelum proses DTT atau sterilisasi dimulai.
h) Selagi masih memakai sarung tangan, cuci sarung tangan dengan air dan sabun
dan kemudian bilas secara seksama dengan menggunakan air bersih.
i. Pakai sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari
lateks pada kedua tangan.
iii. Gunakan tabung suntik besar untuk mencuci bagian dalam kateter sedikitnya
tiga kali (atau lebih jika perlu) dengan air dan sabun atau deterjen.
v. Letakkan kateter dalam wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum
dilakukan proses DTT.
c. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) dan Sterilisasi. Disinfeksi adalah tindakan yang
dilakukan untuk menghilangkan hampir semua mikroorganisme penyebab penyakit
pada bendabenda mati / instrumen. Disinfeksi Tingkat Tinggi adalah tindakan yang
dilakukan untuk menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri
dengan cara merebus atau secara kimiawi. Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan
untuk menghilangkan semua mikroorganisme (Bakteri, jamur, parasit dan virus)
termasuk endospora bakteri pada benda-benda mati atau instrumen. (Wiknjosastro,
G, 2008).
Luka tusuk benda tajam (misalnya jarum) merupakan salah satu alur utama
infeksi HIV dan Hepatitis B di antara para penolong persalinan. Oleh karena itu,
perhatikan pedoman sebagai berikut;
(1) Letakkan benda-benda tajam diatas baki steril atau disinfeksi tingkat tinggi atau
dengan menggunakan “daerah aman” yang sudah ditentukan (daerah khusus untuk
meletakkan dan mengambil peralatan tajam).
(2) Hati- hati saat melakukan penjahitan agar terhindar dari luka tusuk secara tidak
sengaja.
(4) Buang benda-benda tajam dalam wadah tahan bocor dan segel dengan perekat jika
sudah dua pertiga penuh.Jangan memindahkan bendabenda tajam tersebut ke
wadah lain. Wadah benda tajam yang sudah disegel tadi harus dibakar didalam
insinerator.
(5) Jika benda-benda tajam tidak bisa dibuang secara aman dengan cara insinerasi,bilas
tiga kali dengan larutan klorin 0,5% (dekontaminasi), tutup kembali menggunakan
teknik satu tangan dan kemudian kuburkan.
Sampah terdiri dari yang terkontaminasi dan tidak terkontaminasi. Sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai maka penelitian ini difokuskan kepada sampah terkontaminasi
(darah, nanah, urin, kotoran manusia, dan bendabenda yang tercemar oleh cairan tubuh)
yang berpotensi untuk menginfeksi siapapun yang melakukan kontak atau menangani
sampah tersebut, termasuk anggota masyarakat. Pengelolaan sampah terkontaminasi
meliputi :
(1) Setelah selesai melakukan suatu tindakan dan sebelum melepaskan sarung tangan,
letakkan sampah terkontaminasi (kasa, gulungan kapas, perban, dan lain – lain) ke
dalam tempat sampah kedap air / kantong plastik sebelum dibuang.
(5) Bersihkan percikan darah dengan larutan klorin 0,5% kemudian seka dengan kain
atau pel.
(6) Bungkus atau tutupi linen bersih dan simpan dalam kereta dorong atau lemari
tertutup untuk mencegah kontaminasi debu.
(7) Bersihkan tempat tidur, meja, dan troli dengan kain yang dibasahi klorin 0,5% dan
deterjen.
(9) Bersihkan lantai dengan lap kering, jangan disapu. Seka lantai dengan campuran
klorin 0,5% dan deterjen.
(10) Gunakan sarung tangan karet tebal atau sarung tangan rumah tangga dari lateks.
(11) Bersihkan dinding, gorden, dan tirai sesering mungkin untuk mencegah terkumpulnya
debu. Bila terpecik darah segera bersihkan dengan klorin 0,5%. (Wiknjosastro, G,
2008)
1. Definisi Etika
Etika dalah ilmu yang mempelajari baik buruknya suatu tingkah laku. Etika adalah
pengetahuan mengenai moralitas, menilai baik buruknya perbuatan ditinjau dari segi
moral. Legal/Hukum adalah himpunan petunjuk atas kaidah/norma yang mengatur tata
tertib dalam suatu masyarakat agar msyarakat bisa teratur.
Etika dalam pelayanan kebidanan merupakan issu utama diberbagai tempat. Hal
tersebut membutuhkan bidan yang mampu menyatu dengan ibu dan keluarga. Bidan
harus berpartisipasi dalam memberikan pelayanan kepada ibu sejak konseling,
prakonsepsi, skreming antenatal, layanan intrapartum, perawatan intensive pada
neonatal dan pengakhiran kehamilan.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara harfiah, otonomi
daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal
dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau
undang-undang, sehingga dapat dikatakan sebagai kewenangan untuk mengatur
sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga
sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah. Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan
hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan
dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan
bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-
sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
bidan diatur dalam etika memberikan asuhan pelayanan sesuai standar asuhan
dan dalam melakukan asuhan telah di atur dalam standar dan menerapka etika dalam
asuhannya.
11) Mengatur tatacara pergaulan baik di dalam tata tertib masyarakat maupun tata cara
di dalam organisasi profesi.
Hak Klien :
1) Informasi
2) Akses kesehatan
4) Keamanan
5) Privasi
6) Kerahasiaan
7) Dihormati
8) Mengemukakan pendapat
9) Mendapat kenyamanan
Hak Reproduksi :
5) Hak untuk hidup (hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan dan proses
melahirkan)
7) Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan dari
pemerkosaan, kekerasan, penyiksaan dan pelecehan seksual
8) Hak untuk mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan yang terkait
dengan kesehatan reproduksi
10) Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan
dengan system reproduksi
11) Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan
kehidupan reproduksi
Kewajiban Klien :
1) Klien dan keluarganya wajib mentaati peraturan dan tata tertib rumah sakit atau
institusi pelayanan kesehatan
2) Klien berkewajiban untuk memenuhi segala instruksi dokter, bidan dan perawat yang
merawatnya
3) Klien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas jasa
pelayanan rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan, dokter, bidan dan perawat.
Hak Bidan
2) Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap tingkat jenjang
pelayanan kesehatan
3) Bidan berhak menolak keinginan pasien/klien dan keluarga yang bertentangan dengan
peraturan perundang-udangan dan kode etik profesi.
4) Bidan berhak atas privasi/kediian dan menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik
oleh pasien, keluarga maupun profesi lain
5) Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan
maupun pelatihan
6) Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan jenjan karir dan jabatan yang sesuai.
Kewajiban Bidan:
1) Bidan wajib mentaati peraturan sesuai dengan hubungan hukum antara bidan tersebut
dengan rumah sakit, rumah sakit bersalin dan sarana pelayanan dimana dia bekerja
2) Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidana yang sesuai dengan standar
profesi dengan menghormati hak-hak pasien.
3) Bidan wajib menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien
4) Bidan wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang
dilakukan
5) Bidan wajib meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan (Permenkes
290/2008)
Hak dan Kewajiban bidan dalam permenkes no. 28 Tahun 2017 adalah sebagai berikut :
Pasal 28
c. merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat
waktu;
f. melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya yang diberikan secara
sistematis;
Pasal 29
b. memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya;
Wewenang bidan dibagi menjadi dua yaitu wewenang umum dan khusus
ditetapkan bila bidan elaksanakan tindakan khusus dibawah pengawasan dokter.
Pelaksanaan dari permenkes ini, bidan melaksanakan praktik perorangan dibawah
pengawasan dokter.
Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui yang bermutu tinggi dan
tanggap terhadap budaya setempat.
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi barulahir
sehat sampai dengan 1 bulan.
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi dan balita
sehat (1bulan-5tahun).
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komperhensif pada keluarga,
kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat.
Menurut revisi dari kepmenkes 900. Terdiri dari VII Bab, 24 Pasal yaitu :
Permenkes 149 lebih singkat dari pada Kepmenkes 900. Isinya terdapat banyak
pengurangan dan beberapa penambahan aturan tentang pelaksanaan praktik bidan.
Alur untuk registrasi dan pelaporan bidan dibuat lebih sederhana (BAB II, III, IV Kemenkes
900).
Pelayanan kebidanan yang diberikan bukan pelayanan kebidanan ibu dan anak,
tetapi cukup ibu dan bayi baru lahir usia 28 hari. Pelayanan kebidanan pada ibu yang
dimakasud hanyalah kehamilan, persalianan, nifas, dan masa menyusui normal. Bidan
tidak berwewenang untuk melakukan intervensi apapun terhadap penyulit kehamilan,
persalinan dan nifas (suntikan penyulit kehamilan, persalian, nifas, plasenta,
manual,amniotomi, infus, penyuntikkan antibiotik dan sadativa, versi ekstraksi ditiadakan.
Pengobatan yang diperbolehkan bukan obat terbebas tetapi obat terbebas). Pelayan masa
pra pernikanan,prhamil dan masa interval dilakukan pengurang. (pemenkes 149: Bab III :
Kepmenkes 900: bab v)
Pasal 8
a) Pelayanan kebidanan
Pasal 9
2. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada
masa kehamilan, masa persalianan, masa nifas dan masa menyusui.
3. Pelayanan pada bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada bayi baru
lahir normal sampai usia 28 hari
Pasal 10
1. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dala pasal 9 ayat (2)
meliputi:
b. Pemerikasaan fisik
2. Pelayanan kebidanan kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (30)
meliputi:
c. Perawatan bayi
f. Pemberian penyuluhan
4. Pemenkes No 1464/Menkes/per/X/2010
1. Pasal 9
2. Pasal 10
1. Episiotomi
4. Pemberian tablet FE
7. Pemberian uterotonika pada menejemen aktif kala III dan post partum
3. Pasal 11
4. Pasal 12
Pasal 18
Pasal 19
(1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a diberikan
pada masa sebelum hamil, masa hamil, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui,
dan masa antara dua kehamilan.
(2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan:
c. persalinan normal;
(3) Dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Bidan berwenang melakukan:
a. episiotomi;
g. fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif;
Pasal 23
b. kewenangan karena tidak adanya tenaga kesehatan lain di suatu wilayah tempat
Bidan bertugas.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh Bidan setelah
mendapatkan pelatihan.
(3) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan oleh Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah bersama organisasi profesi terkait berdasarkan modul
dan kurikulum yang terstandarisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Bidan yang telah mengikuti pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhak
memperoleh sertifikat pelatihan.
(5) Bidan yang diberi kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mendapatkan penetapan dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
Pasal 24
(1) Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Bidan ditempat kerjanya, akibat kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus sesuai dengan kompetensi yang
diperolehnya selama pelatihan.
(2) Untuk menjamin kepatuhan terhadap penerapan kompetensi yang diperoleh Bidan
selama pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dinas kesehatan
kabupaten/kota harus melakukan evaluasi pascapelatihan di tempat kerja Bidan.
(3) Evaluasi pascapelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan paling lama
6 (enam) bulan setelah pelatihan.
Pasal 25
a. pemberian pelayanan alat kontrasepsi dalam rahim dan alat kontrasepsi bawah kulit;
b. asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit tertentu;
c. penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai dengan pedoman yang ditetapkan:
e. melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak,
anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan;
f. pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah;
(2) Kebutuhan dan penyediaan obat, vaksin, dan/atau kebutuhan logistik lainnya dalam
pelaksanaan Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 26
(1) Kewenangan karena tidak adanya tenaga kesehatan lain di suatu wilayah tempat Bidan
bertugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal
telah tersedia tenaga kesehatan lain dengan kompetensi dan kewenangan yang sesuai.
(2) Keadaan tidak adanya tenaga kesehatan lain di suatu wilayah tempat Bidan bertugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota setempat.
Pasal 27
(1) Pelimpahan wewenang melakukan tindakan pelayanan kesehatan secara mandat dari
dokter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b diberikan secara tertulis oleh
dokter pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama tempat Bidan bekerja.
(2) Tindakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
diberikan dalam keadaan di mana terdapat kebutuhan pelayanan yang melebihi
ketersediaan dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama tersebut.
(3) Pelimpahan tindakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan ketentuan:
a. tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kompetensi yang telah dimiliki oleh
Bidan penerima pelimpahan;
c. tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil keputusan klinis sebagai dasar
pelaksanaan tindakan; dan
d. tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terus menerus.
(4) Tindakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung
jawab dokter pemberi mandat, sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan
pelimpahan yang diberikan.
Pelayanan kesehatan pada ibu hamil tidak dapat dipisahkan dari pelayanan
persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan kesehatan bayi baru lahir. Kualitas pelayanan
antenatal yang diberikan akan mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan janinnya, ibu
berslain dan bayi baru lahir serta ibu nifas untuk mewujudkan generasi yang berkualitas.
(1) Pemberian pelayanan dan konseling kesehatan termasuk stimulasi dan gizi agar
kehamilan berlangsung sehat dan janinnya lahir sehat dan cerdas.
a. Pola makan ibu selama hamil yang meliputi jumlah, frekuensi, kualitas asupan
makanan terkait dengan kandungan gizinya.
f. Jumlah tablet tambah darah (tablet Fe) yang dikonsumsi ibu hamil.
h. Di daerah endemis malaria, tanyakan gejala malaria dan riwayat penggunaan obat
malaria
i. Di daerah resiko tiggi IMS, tanyakan gejala IMS dan riwayat penyakit pada
pasangannya. Informasi ini penting untuk langkah penanggulangan penyakit
menular seksual.
(2) Mendeteksi dini masalah, penyakit dan penyulit/komplikasi kehamilan
a. Muntah berlebihan. Rasa mual dan muntah bisa muncul pada kehamilan muda
terutama pada pagi hari namun kondisi ini biasanya hilang setelah kehamilan berumur
3 bulan. Keadaan ini tidak perlu dikhawatirlkan, kecuali kalau memang cukup berat
sehingga tidak dapat makan dan berat badan menurun terus.
b. Pusing. Pusing biasa muncul pada kehamilan muda. Apabila pusing mengganggu
aktivitas sehari-hari perlu diwaspadai.
c. Sakit kepala. Sakit kepala yang hebat atau yang menetap timbul pada ibu hamil
mungkin dapat membahayakan kesehatan ibu dan janin.
d. Perdarahan. Perdarahan waktu hamil, walaupun hanya sedikit sudah termasuk tanda
bahaya sehingga ibu hamil harus waspada.
e. Sakit perut hebat. Nyeri perut hebat dapat membahayakan kesehatan ibu dan bayinya.
f. Demam. Demam tinggi lebih dari 2 hari atau keluarnya cairan berlebihan dari jalan
lahir dan kadang-kadang berbau merupakan tanda bahaya pada kehamilan
g. Batuk lama. Batuk lama lebih dari 2 minggu perlu ada pemeriksaan lanjut dan dapat
dicurigai ibu hamil menderita TB.
i. Cepat lelah. Dalam dua atau tiga bulan pertama kehamilan, biasanya timbul rasa lelah,
mengantuk yang berlebihan dan pusing, yang biasanya terjadi pada sore hari.
Kemungkinan ibu mengalami kurang darah (Anemia)
j. Sesak nafas atau sukar nafas. Pada akhir bulan ke delapan ibu hamil sering merasa
sedikit sesak karena bayi menekan paru-paru ibu. Namun apabila hal ini terjadi
berlebihan maka perlu diwaspadai.
k. Keputihan yang berbau. Keputihan yang berbau merupakan tanda bahaya pada ibu
hamil.
l. Gerakan janin. Gerakan bayi mulai dirasakan ibu pada kehamilan akhir bulan keempat.
Apabila gerakan janin belum muncul pada usia kehamilan ini, gerakan janin berkurang
atau tidak ada gerakan pada janin ibu hamil harus waspada.
m. Perilaku berubah selama hamil seperti gaduh, gelisah, menarik diri, bicara sendiri,
tidak mandi dsb. Selama kehamilan ibu bisa mengalami perubahan perilaku yang
disebabkan karena perubahan hormonal. Pada kondisi yang mengganggu kesehatan
ibu dan janinnya maka akan dikonsuktasikan kepada psikiater.
Suami diharapkan dapat menyiapkan dana untuk persiapan ibu. Biaya persalinan
ini dapat berupa TABULIN atau DASOLIN yang dapat dipergunakan untuk membantu
pembiayaan mulai antenatal, persalinan dan kegwatdaruratan.
(4) Perencanaan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi
penyulit/komplikasi
a. Deteksi dini masalah : ibu hamil, suami dan keluarga mengenal tanda-tanda bahaya.
c. Siapa yang akan menjadi pendonor darah apabila terjadi pendarahan? Suami, keluarga
dan masyarakat menyiapkan calon donor darah minimal 3 orang yang sewaktu-waktu
dapat menyumbangkan darahnya untuk keselamatan ibu melahirkan.
d. Transportasi apa yang akan digunakan jika suatu saat harus dirujuk? Alat transportasi
bisa berasal dari masyarakat sesuai dengan kesepakatan bersama yang dapat
dipergunakan untuk mengantar calon ibu bersalin ke tempat persalinan termasuk
tempat rujukan, alat transportasi tersebut dapat berupa mobil,mojek, becak, sepeda,
tandu, perahu, dsb.
(5) Penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat waktu bila diperlukan
(6) Melibatkan ibu hamil, suami dan keluarga dalam menjaga kesehatan dan gizi ibu hamil,
menyiapkan persalinan dan kesiagaan bila terjadi penyulit/komplikasi.
Pada kunjungan pertama ANC, dilakukan skrining status imunisasi TT pada ibu
hamil, apabila diperlukan, diberikan imunisasi pada saat pelayanan Antenatal. Tujuan :
Anak
sekolah
dasar kelas
1 SD DT T3
Kelas 2 SD TD T4
Kelas 3 SD TD T5
TT WUS T1 - -
T2 4 minggu 3 tahun
setelah T1
T3 6 bulan 5 tahun
setelah T2
T4 1 tahun 10 tahun
setelah T3
T5 1 tahun 25 tahun
setelah T4
(1) Pengukuran LILA pada ANC K1 untuk menemukan adanya bumil KEK
Untuk daerah endemis malaria, pada kunjungan 1 ANC semua ibu hamil dilakukan:
c. Mencegah terjadinya penularan HIV pada ibu hamil dengan HIV ke bayi yang
dikandungnya
d. Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan HIV
beserta bayi dan keluarga
Pada daerah epidemic meluas dan terkonsentrasi: Tes HIV dan sifilis dilakukan
untuk semua ibu hamil besamaan dengan perutinann lainnya pada layanan antenatal
terpadu, disetiap kunjungan mulai dari K1 hingga menjelang persalinan. Sedangkan pada
daerah epidemic rendah : tes HIV dan sifilis dilakukan untuk ibu hamil dengan indikasi
adanya perilaku beresiko, keluhan gejala IMS atau infeksi oportunistik (khususnya TBC),
bersama pemeriksaan rutin lainnya pda layanan antenatal terpadu, disetiap kunjungan
mulai K1 hingga menjelang persalinan.
9. The German Version Of The Highperformance Work Systems Questionnaire (HPWS-G) In The
Context Of Patient Safety: A Validation Study In A Swiss University Hospital (Versi Jerman dari
kuesioner sistem kerja berkinerja tinggi (HPWS-G) dalam konteks keselamatan pasien: a studi validasi
di rumah sakit universitas Swiss)
Penulis : Juliane Mielke, Sabina De Geest, Sonja Beckmann, Lynn Leppla, Xhyljeta Luta, Raphaelle-
Ashley Guerbaai, Sabina Hunziker and René Schwendimann
Sumber : BMC Health service Research
Publikasi: 2019
Hasil :
Sebanyak 281 kuesioner selesai (tingkat respons: 35,9%). Secara keseluruhan, 10-item HPWS-G
kuesioner menunjukkan validitas konten yang baik (I-CVI = 0,83-1; S-CVI = 0,86) dan konsistensi
internal (Cronbach's α = .853). Skor HPWS-G berkorelasi signifikan dengan iklim keselamatan (rs
= .657, p <.01) dan iklim kerja tim (rs = .615, p <.01). Model 1-faktor yang diusulkan diterima dengan
mempertimbangkan hasil dari peringkat minimum yang diterapkan analisis faktor; analisis faktor
konfirmasi menunjukkan kesesuaian model yang dapat diterima dan baik (GFI = .968; CFI = .902;
RMSEA=.043) HPWS-G menunjukkan sifat psikometrik yang baik. Dalam praktek klinis dapat
digunakan untuk menilai Praktik HPWS dan untuk pembandingan dalam dan antar rumah sakit.
Beberapa adaptasi kecil terhadap kata-kata bisa dibuat serta menilai kembali sifat psikometrik di situs
klinis lainnya.
10. Effect Of Prenatal Yoga On Anxiety, Blood Pressure, And Fetal Heart Rate In Primigravida Mothers
(Pengaruh Program Yoga Terhadap Kecemasan, Tekanan Darah, dan Tingkat Jantung Fetal pada Ibu
Primigravida)
Penulis : Hamdiah, Ari Suwondo, Triana Sri Hardjanti, Ariawan Soejoenoes, M Choiroel Anwar
Sumber : Belitung Nursing Journal
Publikasi: 18 Februari 2017
Hasil :
Ada perbedaan yang signifikan secara statistik yoga prenatal pada kecemasan (P = 0,005), tekanan
darah sistolik (P = 0,045), dan denyut jantung janin (P = 0,010). Namun, tidak ada perbedaan yang
signifikan dari yoga prenatal pada tekanan darah diastolik dengan p-value 0,586 (> 0,05). Ada efek
signifikan yoga prenatal pada tingkat kecemasan, tekanan darah sistolik, dan detak jantung janin pada
ibu primigravida. Temuan penelitian ini dapat menjadi pengobatan alternatif bagi bidan untuk
mengatasi kecemasan selama kehamilan, dan masukan pada program kelas ibu hamil untuk
meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan janin.
Kasus seorang ibu nifas saat bersalin mengalami luka robek di vaginanya sampai hampir ke
anus, sehingga tidak bisa buang air. ibu nifas tersebut harus buang air besar melalui organ
kewanitaannya, hal ini disebabkan kelalaian bidan praktek mandiri yang menangani
persalinannya.
Ibu nifas Bernama Y, melahirkan anak pertamanya di PMB D 1 bulan yang lalu. Berat lahir
bayi Ny Y adalah 4100 gram dengan Panjang badan 52 cm.
Bidan yang menangani persalinan Ny. Y di duga ceroboh berani menjahit luka robek vagina
ibu bersalin, derajat 3-4, sehingga mengakibatkan Ny. Merasa kesakitan dan terkadang keluar
feces melalui vaginanya saat buang air besar.
Saat menjalani proses persalinan Ny. Y dibantu oleh rekan bidan lainnya di PMB D.
Terkait kasus ini bidan PMB D saat ini belum memberikan keterangan resmi. Namun Kepala
Dinas Kesehatan Kota Bandung tengah menangani kasus ini. Jika terbukti terjadi malpraktek,
Dinas Kesehatan berjanji akan menjatuhkan sanksi terhadap petugas persalinan tersebut,
sesuai ketentuan yang berlaku.
Pada kasus diatas seorang bidan yang menangani pasien namun tidak mementingkan
keselamatan pasien atau patient safety. Berdasarkan teknisnya kasus tersebut termasuk tipe
dari medical error yaitu error of pmission. Medical error dalam kasus tersebut disebabkan
oleh human error yaitu kelalaian bidan dalam pengontrolan postpartum. Sedangkan menurut
proses terjadinya, kasus tersebut termasuk ke dalam tipe preventive karena bidan
seharusnya melakukan pemantauan kepada ibu postpartum.
Pada kasus tersebut bidan seharusnya mengetahui tentang keadaan pasien dan wewenang
bidan di PMB hanya boleh melakukan penjahitan perineum derajat 1 dan 2 saja. seharusnya
bidan melakukan rujukan ke RS sehingga bisa menghindari hal yang tidak diinginkan seperti
kasus diatas. Kemudian kesalahan bidan dalam kasus tersebut adalah tidak mengontrol
keadaan pasien setelah melahirkan. Pengontrolan pasien setelah melahirkan dimulai 2 jam
setelah postpartum untuk mengetahui kondisi ibu termasuk luka robek atau luka
episiotominya sehingga bidan dapat mengetahui lebih dini tentang gejala yang timbul.
Pada kasus tersebut dapat dilihat sisi positifnya, bidan ingin membantu persalinan ibu
tersebut dengan begitu ibu tetap merasa nyaman dan tidak usah berdarah-darah dirujuk ke
Rumah Sakit. Sedangkan sisi negatifnya, bidan tersebut melakukan tugas di luar wewenang
sehingga terjadi kesalahan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Patient safety atau keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan klien di
rumah sakit menjadi lebih aman. Pencegahan infeksi adalah bagian esensial dari asuhan
lengkap yang diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir dan harus dilaksakan secara rutin
pada saat menolong persalinan dan kelahiran bayi,saat memberikan asuhan dasar selama
kunjungan antenatal atau pasca persalinan/bayi baru lahir atau saat menatalaksana
penyulit.
2. Etika dalam pelayanan kebidanan merupakan issu utama diberbagai tempat. Hal tersebut
membutuhkan bidan yang mampu menyatu dengan ibu dan keluarga. Bidan harus
berpartisipasi dalam memberikan pelayanan kepada ibu sejak konseling, prakonsepsi,
skreming antenatal, layanan intrapartum, perawatan intensive pada neonatal dan
pengakhiran kehamilan. Bidan dalam menyelenggarakan praktik berwewenang untuk
memberikan pelayanan yang meliputi : Pelayanan kesehatan ibu, Pelayanan kesehatan
anak, Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dalam keluarga berencana.
3.2. Saran
Diharapkan mahasiswa kebidanan dapat dan mau mengkaji lebih banyak jurnal mengenai
asuhan kebidanan terbaru, baik jurnal berbahasa Indonesia maupun jurnal dengan sumber Negara
lain, agar bisa diaplikasikan dan memberikan pelayanan asuhan kehamilan yang lebih baik sesuai
dengan kebutuhan klien.
DAFTAR PUSTAKA
Adewole, dkk. 2019. Determinants of intermittent preventive treatment of malaria among women
attending antenatal clinics in primary health care centers in Ogbomoso, Oyo State, Nigeria. Pan African
Medical Journal. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6713488/pdf/PAMJ-33-101.pdf.
Diunduh Tanggal 1 Oktober 2019.
Aiken, L. H., Walter, S., Den, H. K. Van, M, S. D., Reinhard, B., Martin, M., Strømseng, I. 2012. Patient
safety, satisfaction, and quality of hospital care: cross sectional surveys of nurses and patients in 12
countries in Europe and the United States. BMJ, 1717(March), 1–14. https://doi.org/10.1136/bmj.e1717\
Amiri, Maryam dkk. 2016. The Effect Of Nurse Empowerment Educational Program On Patient Safety
Culture: A Randomized Controlled Trial. BMC Medical Education.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6029022/pdf/12909_2018_Article_1255.pdf Diakses
pada 9 Oktober 2019
Brown, J. K. 2016. Relationship between Patient Safety Culture and Safety Outcome Measures among
Nurses. ProQuest Dissertations Publishing, 1–80.
CE French, dkk. 2019. Presentation for care and antenatal management of HIV in the UK, 2009-2014.
Jurnal Pubmed. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5298001/pdf/HIV-18-161.pdf Diunduh
Tanggal 1 Oktober 2019
Dapertemen Kesehatan. 2006. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety).
Jakarta: Depkes RI
Dwiprahasto, I. 2004. Medical Error di Rumah Sakit dan Upaya Meminimalkan Risiko. JMPK Vol.
07/No.01/Maret/2004.
Gavin, dkk. 2018. Safety Work And Risk Management As Burdens Of Treatment In Primary Care: Insights
From A Focused Ethnographic Study Of Patients With Multimorbidity. BMC Family Practice.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6128995/pdf/12875_2018_Article_844.pdf diakses pada
9 Oktober 2019
Hadi, Dadi Anwar. dkk. 2005.Etika Kebidanan dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Hamidah, dkk. 2017. Effect Of Prenatal Yoga On Anxiety, Blood Pressure, And Fetal Heart Rate In
Primigravida Mothers. Belitung Nursing Jurnal. http://belitungraya.org/BRP/index.php/bnj/ Diakses Pada
1 Oktober 2019.
Jamileh, dkk. 2018. The Long Way Ahead To Achieve An Effective Patient Safety Culture: Challenges
Perceived By Nurses. BMC Medical Education.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6106875/pdf/12913_2018_Article_3467.pdf diakses
pada 9 Oktober 2019
Latiff, A., Yunus, M., Din, C., Ma’on, N. 2013. Patient Satisfaction and Service Quality with Access to
1Malaysia Clinic. Scientific & Academic Publishing. https://doi.org/10.5923/j.mm.20130302.01.
Mielke, dkk. 2019. The German Version Of The Highperformance Work Systems Questionnaire (HPWS-G)
In The Context Of Patient Safety: A Validation Study In A Swiss University Hospital. BMC Health Service
Research. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6555712/pdf/12913_2019_Article_4189.pdf
diakses pada 9 Oktober 2019
Ngonzi, Jhosep dkk. 2019. Frequency of HIV status disclosure, associated factors and outcomes among
HIV positive pregnant women at Mbarara Regional Referral Hospital, southwestern Uganda. Pan African
Medical Journal. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6620078/pdf/PAMJ-32-200.pdf.
Diakses Tanggal 1 Oktober 2019.
Oktaviana, Lintang. 2018. Pemberian Jus Bayam dan Tomat Untuk Meningkatkan Hemoglobin Pada Ibu
Hamil dengan Anemia di PMB Syafrida S.ST Kretek Rowokele Kebumen. Jurnal Universitas Muhammadiyah
Gombong. http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/934/1/LINTANG%20OKTAVIANA%20NIM.
%20B1501289.pdf Diakses tanggal 1 Oktober 2019.
PMK RI. Peraturan menteri kesehatan RI nomor 11 tahun 2017 tentang keselamatan pasien 2017. Jakarta,
Indonesia.
Susanti, Melinda. 2017. Pemberian Lemon Inhalasi Aromaterapy Untuk Mengurangi Mual Muntah Pada
Kehamilan Trimester I di BPM Istianatul Kabupaten Kebumen. Jurnal Universitas Muhammadiyah
Gombong. http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/433/1/MELINDA%20SUSANTI%20NIM.%20B1401182.pdf
diakses tanggal 1 Oktober 2019
WHO. 2013. Patients for patient safety partnerships for safer health care (2nd ed.). Geneva
Wiknjosastro. 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Cetakan 1. Jakarta: PT. Bina Pustaka.