Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGKAJIAN KESELAMATAN PASIEN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Manajemen dalam Keperawatan

Oleh:
Kelompok 2 / Reguler 1
Dian Febiola Christian 175070200111027
Nurita Sahara Baiduri 175070200111029
Agustinus Lorensa Krisyanto 175070200111031
Syafira Idhatun Nasyiah 175070200111033
Faiqotul Amalia 175070201111001
Ayu Widia Kusuma 175070201111005
Heriberta Tabita M. D 175070201111007
Ihsanul Fikri 175070201111009
Ulil Aflah 175070201111011
Indah Kumala Sari 175070201111013
Putri Arofa 175070201111015
Suliyaningsih 175070201111017

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan “Laporan Praktikum
Pengkajian Keselamatan Pasien” untuk memenuhi tugas praktikum mata kuliah
Manajemen dalam Keperawatan. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman yang telah terlibat dalam penyusunan laporan ini dan juga Para Dosen
yang telah memberikan materi sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan
laporan ini.

Harapan kami semoga laporan yang telah kami susun dapat memberikan
pengetahuan dan bermanfaat bagi para pembaca. Dikarenakan keterbatasan
pengetahuan, kami yakin laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh Karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk menyempurnakan
laporan ini. Dengan harapan kedepannya kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
laporan agar menjadi lebih baik lagi.

Malang, 11 November 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan 2

1.3 Manfaat 2

BAB 2 HASIL PENGKAJIAN KESELAMATAN PASIEN 3

2.1 SKP I : MENGIDENTIFIKASI PASIEN DENGAN BENAR 3

2.2 SKP II: PENINGKATAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF 8

2.3 SKP III : MENINGKATKAN KEAMANAN OBAT-OBATAN YANG HARUS


DIWASPADAI 13

2.4 SKP IV: KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR, TEPAT-PASIEN OPERASI


18

2.5 SKP V : MENGURANGI RISIKO INFEKSI AKIBAT PERAWATAN KESEHATAN 20

2.6 SKP VI : MENGURANGI RISIKO CEDERA PASIEN AKIBAT TERJATUH 23

BAB 3 PEMBAHASAN 25

3.1 SKP I : MENGIDENTIFIKASI PASIEN DENGAN BENAR 25

ii
3.2 SKP II: PENINGKATAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF 25

3.3 SKP III : MENINGKATKAN KEAMANAN OBAT-OBATAN YANG HARUS


DIWASPADAI 26

3.5 SKP IV: KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR, TEPAT-PASIEN

OPERASI 26

3.6 SKP V : MENGURANGI RISIKO INFEKSI AKIBAT PERAWATAN KESEHATAN 27

3.6 SKP VI : MENGURANGI RISIKO CEDERA PASIEN AKIBAT TERJATUH 27

BAB 4 PENUTUP 29

4.1 Kesimpulan 29

4.2 Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan berkembangnya teknologi, dunia kesehatanpun turut
berkembang dengan tujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat pada setiap orang guna terwujudnya derajat kesehatan masyarakat
yang lebih baik. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat ini dipengaruhi oleh
pelayanan rumah sakit yang baik. Salah satu pelayanan rumah sakit dapat dilihat
dari penerapan keselamatan pasien (Ulrich, 2014).
Keselamatan pasien merupakan suatu sistem yang sangat dibutuhkan karena
dapat meminimalisir kesalahan dalam pemberian perawatan pada pasien.
Keselamatan pasien juga merupakan bagian dari mutu pelayanan kesehatan yang
dapat dilihat sebagai sebuah sistem yang terdiri dari struktur, proses, dan hasil
(Ismainar, 2019). Data yang dimiliki Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKPRS) dilaporkan KTD sebanyak 249 laporan, KNC sebanyak 283 laporan. Insiden
keselamatan pasien mengalami peningkatan kasus KTD dari 46,2 % menjadi 63%
yang ditemukan paling banyak pada unit penyakit dalam, bedah dan anak yaitu
sebesar 56,7% dibandingkan unit kerja yang lain (KKPRS, 2012). Keselamatan pasien
merupakan isu global yang sangat serius (Wardhani,2017), sehingga setiap rumah
sakit diwajibkan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang salah
satunya melalui penerapan sasaran keselamatan pasien.
Sasaran keselamatan pasien merupakan bagian dari standar akreditasi rumah
sakit yang harus diterapkan di rumah sakit guna meningkatkan kualitas layanan
kesehatan (Diah dkk, 2015). Maksud dari sasaran keselamatan pasien yaitu
mendorong perbaikan yang spesifik dalam hal keselamatan pasien. Komponen yang
terdapat dalam sasaran keselamatyan pasien meliputi: 1) Ketepatan identifikasi
pasien, 2) Peningkatan komunikasi yang efektif, 3) Peningkatan keamanan obat
yang perlu diwaspadai, 4) Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien
operasi, 5) pengurangan resiko infeksi pelayanan kesehatan, dan 6) mengurangi
resiko pasien jatuh. Dalam hal ini perawat memiliki peran penting dalam penerapan
sasaran keselamatan pasien karena memiliki waktu yang lebih dalam
berkomunikasi dan berhadapan langsung dengan pasien.

1
1.2 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
Mempelajari, menggali, dan memahami tentang penerapan sasaran
keselamatan pasien.
1.1.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami penerapan sasaran keselamatan pasien.
b. Menyebutkan dan menjelsakan enam sasaran keselamatan apsien.
c. Menjelasakan tujuan dan tahapan penerapan sasaran keselamatan
pasien.
d. Mampu menerapkan enam sasaran keselamatan pasien.
1.3 Manfaat
Mengasah kemampuan dalam berpikir kristis guna menganalisis penerapan sasaran
keselamatan pasien di tatanan layanan kesehatan.

2
BAB II

HASIL PENGKAJIAN KESELAMATAN PASIEN

2.1 SKP I : MENGIDENTIFIKASI PASIEN DENGAN BENAR

1) Kebijakan Rumah Sakit tentang Identifikasi Pasien

Berdasarkan hasil wawancara kepada kepala ruangan didapatkan infromasi


bahwa terdapat kebijakan Rumah Sakit tentang bagaimana cara identifikasi
pasien yang sedang menjalani rawat inap.

2) Pedoman/Panduan Identifikasi Pasien yang dijadikan acuan seluruh unit


Rumah Sakit membuat pedoman identifikasi pasien yang akan diajdikan
acuan di seluruh unit untuk menghindari terjadinya kesalahan pemberian
obat dalam melakukan asuhan keperawatan.

3) Isi SPO Identifikasi pasien (min. 2 identitas)

 Pasien diidentifikasi secara verbal dengan menanyakan/ mengkonfirmasi


nama pasien

 Pasien diidentifikasi secara visual dengan melihat dari gelang pasien

 Pasien diidentifikasi dengan pencocokan nama, tanggal lahir, dan nomor


register pasien
4) Pelaksanaan SPO ketepatan identifikasi pasien di ruangan
(lakukan observasi kepatuhan SPO terhadap perawat di ruangan dengan
menggunakan SPO di ruangan/yang berlaku di Rumah Sakit). Berdasarkan
hasil kegiatan observasi yang telah dilakukan didapat data sebagai berikut :

Tidak
No Kegiata Dilakuka
dilakuka
. n n
n
1. Mengucapkan salam

“Selamat pagi/siang/sore/malam, Bapak/Ibu.”
2. Memperkenalkan diri √
“Saya……(nama), saya adalah perawat yang
bertanggung jawab untuk perawatan Bapak/Ibu

3
saat ini.”
3. Menjelaskan maksud dan tujuan
“Bapak/Ibu, saya akan…… (memberikan
obat/memberikan transfusi darah/mengambil √

sampel darah/urin/spesimen lain/ melakukan


pengobatan/tindakan).”
4. Melakukan identifikasi minimal dua dari tiga
identitas pasien dengan cara verbal
(menanyakan/mengkonfirmasi nama pasien)
“Sesuai prosedur keselamatan pasien untuk √

ketepatan identifikasi, Bapak/Ibu


bisa menyebutkan nama dan
tanggal lahir?”
5. Melakukan identifikasi dengan cara visual
(melihat gelang pasien)
“Permisi Bapak/Ibu saya akan memeriksa
gelang identitas untuk mencocokkan nama,

tanggal lahir, dan nomor register Bapak/Ibu
dengan…… (obat/darah/tindakan yang akan
saya berikan atau permintaan pengambilan
sampel darah/urin/spesimen)”
6. Mencocokkan nama, tanggal lahir, dan nomor
register pasien dengan obat/darah/program
tindakan yang akan diberikan atau permintaan
pengambilan sampel darah/urin/spesimen lain

dan indentitas label pada wadah penampung
spesimen.
(Untuk produk darah periksa juga kecocokan
golongan darah dan jenis darah.)
7. Mengucapkan terimakasih atas
kerjasama √

pasien.

4
5) Rancangan SPO tentang pemasangan dan pelepasan gelang identitas
Berdasarkan hasil wawancara kepada kepala ruangan didapatkan informasi
bahwa Rumah Sakit telah menyediakan SPO pemasangan dan pelepasan
gelang identitas. Berdasarkan hasil kegiatan observasi yang telah dilakukan
didapat data sebagai berikut :

Tidak
Kegiata Dilakuka
No. dilakuka
n n
n
Persiapan

1. Penampilan perawat:
a. Periksa kerapian seragam √

b. Periksa kelengkapan atribut


2. Alat-alat:
a. Gelang identitas pasien

b. Alat tulis
c. Berkas rekam medis
Pelaksanaan
1. Mempersiapkan gelang pasien dengan √
ketentuan sebagai berikut:
a. warna biru untuk pasien laki-laki,
b. warna pink untuk pasien perempuan,
c. warna merah sebagai penanda
alergi (alergen ditulis pada gelang
tersebut),
d. warna kuning sebagai penanda resiko jatuh.
e. warna ungu sebagai penanda do
not resuscitate

5
2. Isi/periksa label gelang dengan identitas pasien
a. nama pasien (e KTP)

b. tanggal lahir
c. nomor rekam medis
3. Mengucapkan salam

“Selamat pagi/siang/sore/malam, Bapak/Ibu.”
4. Memperkenalkan diri
“Saya……(nama), saya adalah perawat dari unit √

kerja…….(sebutkan).”
5. Menjelaskan maksud dan tujuan √
“Bapak/Ibu, sesuai prosedur keselamatan
pasien, saya akan memasangkan gelang
identifikasi ini pada pergelangan tangan
Bapak/Ibu. Tujuannya adalah untuk
memastikan identitas Bapak/Ibu dalam
mendapatkan pelayanan perawatan atau
pengobatan selama di rumah sakit ini. Kami
sebagai petugas kesehatan akan selalu
melakukan konfirmasi identitas dengan
meminta Bapak/Ibu menyebutkan nama dan
tanggal lahir untuk dicocokkan dengan data
pada gelang identifikasi. Prosedur konfirmasi
tersebut akan selalu dilaksanakan pada saat
pemberian obat, transfusi darah, pengambilan
sampel darah, urin dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis, dan sebelum pengobatan

6
atau tindakan”
6. Melakukan verifikasi untuk mengetahui bahwa
pasien dan atau keluarga paham atas informasi √

tersebut
7. Menginformasikan kepada pasien dan/keluarga
untuk tidak melepas atau menutupi gelang
selama dirawat di rumah sakit “Bapak/Ibu,

mohon agar gelang identifiasi ini
tidak dilepas atau ditutupi selama menjalani
perawatan di rumah sakit ini.”
8. Menjelaskan bahaya untuk pasien yang

menolak, melepas, atau menutupi gelang
9. Memasang gelang identetias pada pergelangan
tangan pasien yang tidak terpasang infus. √

Pemasangan gelang tidak boleh terlalu kencang.


10 Meminta pasien untuk mengingatkan petugas
. bila akan melakukan tindakan atau memberi

obat tidak mengkonfitmasi nama atau
mengecek gelang
11 Memberi kesempatan pasien untuk
. menyampaikan apabila ada yang ingin √

ditanyakan dan menjawab pertanyaan tersebut.


12 Melakukan terminasi dan
. mengucapkan √

terimakasih
13 Dokumentasi pemasangan gelang identifikasi

.

2.2 SKP II: PENINGKATAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF

7
1) Keakuratan dan penerapan Komunikasi (lisan, telepon) di rumah sakit

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan didapatkan informasi


bahwa kebijakan rumah sakit terkait peningkatan komunikasi efektif baik lisan
maupun telepon belum ada atau masih dalam proses pembuatan

2) Pedoman/Panduan Komunikasi Efektif yang akan dijadikan acuan bagi


seluruh unit di rumah sakit

Karu mengatakan bahwa pedoman komunikasi efektif di RS dilakukan dengan


SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation) dan TBaK (Tulis,
Baca, Konfirmasi). Proses komunikasi dilakukan dengan mengidentifikasi pasien
langsung dengan menanyakan nama dan melihat gelang identitias pasien.
Namun bila pasien tidak sadar, perawat akan menanyakan ke keluarga pasien.
Kemudian perawat akan memverifikasi identitias pasien dengan gelang, status
dan nama pasien. Apabila ada perintah, maka perawat harus menuliskan secara
lengkap jam/tanggal, isi perintah, nama pemberi perintah, dan tanda tangan di
form yang sudah disediakan. Selanjutnya perawat mengonfirmasi ulang isi
perintah yang sudah ditulis ke pemberi perintah. Apabila ada nama obat yang
memiliki nama dan ucapan mirip maka harus dieja ulang. Selanjutnya, pemberi
perintah wajib mengonfirmasi ejaan ulang tadi dan juga mengonfirmasi dengan
menanda tangani form perintah tersebut.

3) SPO tentang Komunikasi Efektif (lisan, telepon)

SPO dan panduan terkait komunikasi efektif ini sudah ada dan sudah
disosialisasikan kepada tenaga kesehatan

4) Kepatuhan perawat di ruangan melakukan SPO tentang Komunikasi Efektif

(lakukan observasi kepatuhan SPO terhadap perawat di ruangan dengan


menggunakan SPO di ruangan/yang berlaku di Rumah Sakit)

No Kegiatan Dilakukan Tidak dilakukan


Komunikasi secara lisan
1. Mengidentifikasi pasien secara √
langsung dengan menanyakan
langsung nama pasien (pada
keluarga bila pasien tidak

8
sadar) dan melihat ke gelang
identitas pasien.
2. Siapkan status/rekam medis
pasien. Verifikasi identitas
pasien sesuai antara gelang

pasien, status pasien dan
nama pasien, siapkan form
konsul.
3. Ucapkan salam dan laporkan
identitas pasien meliputi
nama, jenis kelamin, umur,

keluhan, hasil pemeriksaan
dan pengamatan serta obat-
obatan bila ada.
4. Tanyakan tindak lanjut kepada

pemberi perintah/dokter.
5. Tulis secara lengkap
jam/tanggal, isi perintah, nama
penerima perintah dan tanda
tangan, nama pemberi

perintah dan tanda tangan
(pada kesempatan berikutnya)
pada form yang telah
disediakan.
6. Konfirmasi ulang isi perintah √
yang sudah dituliskan dengan
membacakan ulang kepada
pemberi perintah/dokter. Eja
ulang satu persatu hurufnya
bila perintah mengandung
nama obat gologan LASA (look
alike sound alike)/ NORUM
(Nama Obat Rupa dan Ucapan
Mirip) dan obat High Alert,
Daftar obat LASA /NORUM dan

9
High Alert terlampir.
7. Cantumkan tanda cawang
pada kolom membaca ulang isi

laporan bila sudah dibacakan
ulang.
8. Pemberi perintah/dokter
harus mengkonfirmasi lisan
sesaat setelah pemberi
perintah/dokter mendengar

pembacaan dan memberikan
pernyataan kebenaran
pembacaan secara lisan misal
“ya sudah benar”.
9. Lakukan konfirmasi tertulis
dengan tanda tangan pemberi √
perintah/dokter.
10. Ucapkan terima kasih dan

salam.
Komunikasi melalui telepon
1. Mengidentifikasi pasien secara
langsung dengan menanyakan
langsung nama pasien (pada
keluarga bila pasien tidak √
sadar) dan melihat ke gelang
identitas pasien. Siapkan
status/rekam medis pasien.
2. Verifikasi identitas pasien
sesuai antara gelang pasien,
status pasien dan nama √
pasien. Siapkan form konsul
melalui telepon
3. Tekan nomor ekstensi pemberi

perintah/dokter
4. Setelah terdengar nada

terhubung ucapkan salam.
5. Sebutkan identitas diri dan √

10
ruang perawatan
6. Laporkan identitas pasien
meliputi nama, jenis kelamin,
umur, keluhan, hasil √
pemeriksaan dan pengamatan
serta obat-obatan bila ada.
7. Tanyakan tindak lanjut kepada

pemberi perintah/dokter.
8. Tulis secara lengkap
jam/tanggal, isi perintah, nama
penerima perintah dan tanda
tangan, nama pemberi

perintah dan tanda tangan
(pada kesempatan berikutnya)
pada form yang telah
disediakan.
9. Baca kembali isi perintah
dan/atau laporan
pemerinksaan kritis/cito, yang
sudah dituliskan. Eja ulang
satu persatu hurufnya bila
perintah mengandung nama

obat gologan LASA (look alike
sound alike)/ NORUM (Nama
Obat Rupa dan Ucapan Mirip)
dan obat High Alert, Daftar
obat LASA /NORUM dan High
Alert terlampir
10. Pemberi perintah/dokter √
harus mengkonfirmasi lisan
sesaat setelah pemberi
perintah/dokter mendengar
pembacaan dan memberikan
pernyataan kebenaran
pembacaan secara lisan misal

11
“ya sudah benar”.
11. Cantumkan tanda cawang
pada kolom membaca ulang isi

laporan bila sudah dibacakan
ulang.
12. Telpon ulang pemberi
perintah/dokter bila laporan
belum dibacakan ulang, dan √
belum konfirmasikan ulang isi
perintah.
13. Ucapkan terima kasih dan

salam.
14. Lakukan konfirmasi tertulis
dengan tanda tangan pemberi
perintah/dokter yang harus √
diminta pada kesempatan
kunjungan/visite berikutnya

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, pelaksanaan teknik SBAR dan TBaK
belum berjalan secara optimal karena sebagian besar perawat masih
menggunakan komunikasi ringkas atau belum menerapkan SBAR dan TBaK.
Selain itu, penerapan komunikasi efektif di RS membutuhkan lembar konfirmasi
sebagai bukti pencatatannya. Namun hal tersebut belum tersedia di RS. Hal itu
menjadi hambatan dari aspek sarana dalam pelaksanaan komunikasi yang
efektif.

5) Daftar singkatan resmi dari RS yang digunakan oleh seluruh unit

Berdasarkan hasil wawancara dengan karu, RS sudah menerbitkan buku


singkatan yang digunakan untuk seluruh unit. Di dalam buku itu terdapat
beberapa daftar singkatan untuk satuan kerja yang digunakan oleh rumah sakit
misalnya Dir untuk direktur, BU untuk Bagian Umum. Selain itu juga terdapat
daftar singkatan, symbol, dan penulisan dosis yang tidak boleh digunakan
misalnya IN yang memiliki kepanjangan Intranasal terkadang disalahartikan
sebagai IM atau IV, maka unit wajib menuliskan ‘Intranasal’, angka ‘0’
dibelakang koma (contoh 1,0 mg) maksudnya adalah 1 mg namun banyak

12
disalah artikan sebagai 10 mg maka sebaiknya ditulis 1 mg tanpa angka 0 di
belakang koma.

6) Pelaksanaan SPO terkait dengan Serah Terima pasien

Berdasarkan hasil observasi di rumah sakit X didapatkan bahwa operan perawat


dari shift malam ke pagi sudah dilakukan secara modern, yaitu operan dilakukan
tidak hanya di nurse station tapi sudah mencek langsung keadaan pasien
mengenai keluhannya dan kemajuan perawatan yang sudah dilakukan, tapi hal
ini belum optimal karena belum ada acuan dalam melakukan operan hanya
mengacu pada status rekam medis pasien. Sedangkan operan untuk shift pagi
ke sore dan shift sore ke malam sering dilakukan secara tradisional, yaitu operan
hanya di nurses station tidak ada konfirmasi pada masing-masing pasien.

2.3 SKP III : MENINGKATKAN KEAMANAN OBAT-OBATAN YANG HARUS


DIWASPADAI
1) Pengembangan kebijakan tentang pengelolaan obat high alert
Adanya pengembangan kebijakan tentang pengelolaan high alert dalam
bentuk SOP Peningkatan Keamana Obat dengan Kewaspaan Tinggi yang
telah disediakan oleh Rumah Sakit. SOP ini bertujuan untuk :

- Mencegah kesalahan pemberian obat akibat nama obat


yang membingungkan (look alike and sound alike/LASA).

- Mengurangi/menghilangkan kejadian kesalahan


pemberian elektrolit konsentrat.

- Mengurang resiko medication error akibat obat-obat atau


cairan lain dalam kontainer yang tidak berlabel.

- Melakukan pemantauan, pengumpulan data medication


error akibat penggunaan dan pengelolaan high alert
medication analisa data dan rencana tindak lanjut dari
kecendrungan kejadian.
2) Pelaksanaan 6B (6 Benar) atau menyesuaikan kebijakan RS (ada yang
menggunakan 5B maupun 7B
(lakukan observasi pelaksanaan 5B/6B/7B terhadap perawat di ruangan
dengan menggunakan SPO di ruangan/yang berlaku di Rumah Sakit)

13
Rumah Sakit menerapkan prinsip 7B dalam pelaksaan pemeriksaan ketepan
obat yang akan diberikan kepada pasien yaitu :

a. Benar obat
b. Benar pasien
c. Benar dosis
d. Benar cara/rute pemberian
e. Benar waktu
f. Benar informasi

Kegi Tidak
No. Dilakukan
atan dilakukan
Persiapan

1. Memeriksa instruksi penggunaan obat high


alert pada pengobatan pasien (di rekam √

medis).
2. Melakukan pemeriksaan stok obat high alert
pada lemari penyimpan pasien, atau pada
lemari penyimpanan obat khusus high alert
yaitu lemari obat atau lemari pendingin

sesuai dengan jenis obat yang dibutuhkan.
Pastikan label obat
masih utuh dan periksa tanggal kadaluarsa
obat.
3. Memeriksa ketepatan obat high alert yang √
akan digunakan dan alat kesehatan
pendukung (jika diperlukan) dengan prinsip
7 (tujuh) benar yaitu:
g. Benar obat
h. Benar pasien
i. Benar dosis

j. Benar cara/rute pemberian


k. Benar waktu
l. Benar informasi

14
m. Benar dokumentasi

4. Ambil obat high alert dari tempatnya.


Apabila obat high alert hanya tersedia dalam
lemari penyimpan bertanda khusus sebagai
persediaan stok baku (dalam jumlah
terbatas), maka dilakukan pencatatan pada
stok obat secara benar dan lengkap pada
kolom isian kartu stok obat: √
a. Tanggal pengambilan
b. Jumlah yang diambil
c. Nama pasien yang menggunakan
d. Nama dan paraf petugas yang
mengambil
e. Jumlah sisa stok akhir obat
Pengecekan Obat

5. Pengecekan oleh petugas yang berbeda


dengan mmemastikan hal-hal berikut:
a. Memverifikasi bahwa obat yang hendak
diberikan telah sesuai dengan identitas
pasien dan instruksi dokter
b. Obat telah disiapkan sesuai dengan
instruksi
c. Obat memenuhi 7 (enam) persyaratan: √
1) Benar obat
2) Benar pasien
3) Benar dosis
4) Benar cara/rute pemberian
5) Benar waktu
6) Benar informasi
7) Benar dokumentasi
6. Pada beberapa kasus, harus tersedia juga √
kemasan obat untuk memastikan bahwa

15
obat yang disiapkan adalah obat yang benar,
misalnya: dosis insulin
7. Ketika petugas kedua telah selesai
melakukan pengecekan ganda dan kedua
petugas yakin bahwa obat telah sesuai, √

lakukan pencatatan pada rekam


medis/catatan pemberian medikasi pasien
8. Petugas kedua harus menulis “dicek oleh” dan

diisi dengan nama pengecek
9. Pengecekan kedua akan dilakukan sebelum

obat diberikan kepada pasien
10. Pastikan infus obat berada pada jalur yang
benar dan lakukan pengecekan selang infus
mulai dari √

larutan/cairan infus, selang, hingga tempat


insersi selang.
11. Jika menggunakan syring pump pastikan
pompa infus terprogram dengan kecepatan
pemberian yang tepat, termasuk ketepatan √

pada berat badan


pasien
Pengecekan saat pergantian jaga perawat atau transfer pasien
10. Petugas kedua akan memastikan hal-hal
berikut:
a. Obat yang diberikan harus memenuhi
keenam persyaratan
b. Perawat berikutnya akan membaca label √

dengan lantang kepada perawat


sebelumnya untuk memverifikasi
keenam persyaratan (seperti yang telah
disebutkan di atas)
11. Saat pengecekan telah selesai dan kedua √
perawat yakin bahwa obat telah sesuai,
lakukanlah pencatatan pada bagian
pengecekan oleh perawat di rekam medis

16
pasien
12. Sesaat sebelum memberikan obat, perawat
mengecek nama pasien, memberitahukan
kepada pasien mengenai nama obat yang

diberikan, dosis, dan tujuannya (pasien dapat
juga berperan sebagai pengecek, jika
memungkinkan)
13. Semua pemberian high alert medications
intravena dan bersifat kontinu harus
diberikan melalui pompa infus IV.
Pengecualian dapat diberikan pada pasien di
ruang kepada pasien di ruang rawat intensif
neonates (NICU), atau pada pasien risiko

tinggi mengalami kelebihan cairan. Setiap
selang infus harus diberi label dengan nama
obat yang diberikan di ujung distal selang dan
pada pintu masuk pompa (untuk
mempermudah verifikasi dan meminimalkan
kesalahan)
14. Pada situasi emergensi, dimana pelabelan
dan prosedur pengecekan ganda dapat
menghambat/menunda penatalaksanaan
dan berdampak negative terhadap pasien,
perawat atau dokter pertama-tama harus
menentukan dan memastikan bahwa kondisi
klinis pasien benar-benar bersifat emergensi √

dan perlu ditatalaksana segera sedemikian


rupa sehingga pengecekan ganda dapat
ditunda. Petugas yang memberikan obat
harus menyebutkan dengan lantang semua
terapi obat yang diberikan sebelum
memberikannya ke pasien.
15. Obat yang tidak digunakan dikembalikan √
kepada farmasi/apotek, dan dilakukan

17
peninjauan ulang oleh Ahli Farmasi atau
Apoteker apakah terjadi kesalahan obat yang
belum diberikan.
16. Dosis ekstra yang digunakan ditinjau ulang
oleh Apoteker untuk mengetahui indikasi √

penggunaan dosis ekstra.

2.4 SKP IV: KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR, TEPAT-PASIEN OPERASI


1) Kebijakan atau panduan dari Rumah sakit tentang Prosedur Operasi (tepat
lokasi-tepat prosedur, tepat pasien)

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan, diketahui bahwa rumah


sakit belum membuat kebijakan dan prosedur untuk mendukung keseragaman
proses untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien
termasuk prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi/dental yang
dilaksanakan di luar kamar operasi.

18
2) Pelaksanaan SPO tersebut di ruangan

NO Kegiatan Dilakukan Tidak dilakukan


1 Siapkan status/rekam medis √
pasien
2 Tanyakan identitas pasien √
(langsung kepada pasien atau
keluarga).
3 Cocokan antara identitas yang √
disebut dengan gelang
identifikasi dan status pasien
4 Siapkan penunjang medis √
pasin yang diperlukan di
kamar operasi.
5 Cocokkan penunjang medis √
pasien dengan identifikasi
pasien.
6 Laporkan dokter yang akan √
melakukan tindakan dan
minta untuk diberi tanda
daerah area operasi
(marking).
7 Identifikasi ulang dan libatkan √
pasien dalam pencocokan
daerah mana yang akan
dioperasi sebelum diantar ke
ruang operasi.
8 Laporkan pada dokter √
anesthesi
9 Bila ada darah yang harus √
dibawa ke ruang operasi,
identifikasi jumlah darah, jenis
darah dan golongan darah
10 Siapkan form timbang terima √
keselamatan pembedahan

19
dan isi sesuai kriteria yang ada
di form pada kolom pertama
11 Bila sudah sesuai antara √
identifikasi pasien, penunjang
medis, dan marking area,
antar pasien ke ruang operasi
12 Lakukan timbang terima √
antara perawat rawat
inap/ruang asal pasien dengan
perawat ruang operasi untuk
melakukan verifikasi ulang
pada pasien dan
penandatanganan form
timbang terima keselamatan
pembedahan.

Berdasarkan hasil observasi, pasien tersebut tidak dilakukan penandaan


dikarenakan tidak dimungkinkannya dilakukan. Kemudian pada saat diruang
bedah, pasien diminta menyatakan secara lisan nama lengkap pasien sesuai
dengan KTP, tanggal lahir, dan menyatakan tindakan apa yang akan dilakukan di
bagian tubuhnya. Kemudian tim bedah menanyakan tentang persetujuan serta
apakah informasi yang diberikan pasien dan keluarga sesuai dengan data yang
ada dalam catatan rekam medis. Dalam pelaksanaannya, penandaan selalu
dilakukan jika hal tersebut diperlukan dan Surgical Safety Checklist selalu
dipastikan ada sebagai dokumentasi pada saat operasi berlangsung.

2.5 SKP V : MENGURANGI RISIKO INFEKSI AKIBAT PERAWATAN KESEHATAN


1) Ketersedian SOP dan kebijakan pelaksanaan hand hygiene
Dalam upaya rumah sakit untuk mengurangi risiko infeksi pada perawatan
klien maka rumah sakit membuat kebijakan untuk selalu melakukan 6
langkah cuci tangan pada 5 waktu yaitu sebelum kontak dengan pasien,
sebelum melakukan prosedur, setelah terpapar cairan pasien, setelah
kontak dengan pasien dan ketika meninggalkan lingkungan pasien. Rumah
sakit juga memiliki SOP tersendiri untuk 6 langkah cuci tangan. Untuk

20
evaluasi pelaksanaan cuci tangan tetah dilakukan audit yang sesuai dengan
SPO Standart. Berikut SPO yang digunakan oleh rumah sakit.

2) Audit Cuci Tangan


Setelah dilakukan wawancara dengan Kepala Ruangan terkait SPO cuci
tangan, observasi juga dilaksanakan dalam observasi cuci tangan didapatkan
data bahwa perawat ruangan tidak melepas perhiasan dan melewatkan
bagian menggosok ibu jari ketika melakukan 6 langkah cuci tangan, sehingga
hasil observasi sebagai berikut

NO Kegiatan Dilakukan Tidak


Dilakukan
1 Mendekat ke wastafel/tempat cuci tangan V
2 Melepas perhiasan (cincin, arloji, gelang) dan V
lipat lengan baju
3 Membasahi tangan dengan kran air V
mengalir/gayung (jika menggunakan handwash)
4 Mengambil hand wash/sabun atau handrub V
5 Melakukan 6 langkah cuci tangan 4-7 kali V
gerakan/hitungan pada masing-masing gerakan
(waktu 40-60 detik jika menggunakan handwash,
apabila menggunakan handrub waktu yang
dibutuhkan sekitar 20-30 detik)
a. Ratakan sabun/handrub dengan telapak
tangan
b. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri
dan kanan dua arah bergantian
c. Gosok kedua sela-sela jari satu arah kearah luar
d. Genggam jari-jari sisi dalam dari kedua tangan
saling mengunci (dua arah dengan gerakan
lengan mengepak)
e. Gosok ibu jari berputar (ibu jari di luar) dalam
genggaman, dilakukan bergantian tangan kedua
tangan
f. Gosokkan dengan memutar ujung jari tangan
kanan ditelapak tangan kiri dan sebaliknya ke

21
satu arah ke arah dalam dengan jari-jari tangan
menguncup Bila menggunakan handwash,
g. Bilas kedua tangan dengan air mengalir
h. Keringkan tangan dengan menggunakan
tissue/handuk pengering untuk satu kali pakai
(bisa dicuci dan dipakai lagi)
i. Tutup kran dengan tissue

22
2.6 SKP VI : MENGURANGI RISIKO CEDERA PASIEN AKIBAT TERJATUH
1) Ketersediaan kebijakan untuk pengurangan risiko pasien jatuh
Rumah sakit memiliki kebijakan yang dilakukan dalam upaya pengurangan
risiko pasien jatuh berupa screening pasien jatuh dengan SOP pengkajian
yang sudah ditentukan dan disetujui rumah sakit dengan instrumen yang
dibedakan antara dewasa dan anak-anak.

2) Ketersediaan SPO risiko jatuh


Rumah sakit memiliki SPO pengurangan risiko pasien jatuh sesuai dengan
instrumen yang disetujui rumah sakit, dengan melakukan pengkajian pada
pasien, kemudian menyimpulkan hasil pengkajian dan memberikan
intervensi sesuai dengan kesimpulan hasil pengkajian yang sudah didapat.

3) Jenis Form Penilaian


Jenis form yang ditetapkan oleh rumah sakit ada 2 yaitu untuk dewasa
menggunakan Morse Falls Scale dan untuk anak menggunakan Humpty
Dumpty Scale

4) Ketersediaan Form
Ketersediaan form ada namun dalam jumlah sedikit terutama untuk Humpty
Dumpty Scale yang dikhususkan untuk anak-anak sehingga pengurangan
risiko pasien jatuh pada anak-anak sangat kurang terkaji di rumah sakit ini.

5) Penandaan pasien jatuh


Penandaan pasien jatuh dilakukan setelah dilakukan pengkajian risiko jatuh
dengan gelang warna kuning dan memberikan papan risiko jatuh pada bed
pasien agar mudah untuk dikenali ketika akan dilakukan pengkajian ulang
setelah diberikan tindak lan

6) Pelaksanaan Screening
Setelah dilakukan tanya jawab dengan kepala ruangan mengenai kebijakan
dan SPO risiko jatuh, dilakukan observasi pada perawat ruangan ketika
melakukan screening risiko jatuh pada pasien dan didapatkan data bahwa
perawat ruangan tidak menjelaskan tujuan dilakukannya pengkajian risiko
jatuh pada pasien maupun keluarga, serta pengkajian ulang dilakukan tidak
teratur.

23
24
No Kegiatan Dilakukan Tidak
Dilakukan
1. Memperkenalkan diri kepada pasien dan V
keluarga
2. Menjelaskan tujuan pengkajian risiko jatuh V
3. Melakukan pengkajian risiko jatuh V
menggunakan instrument yang sesuai
4. Melakukan interpretasi hasil pengkajian risiko V
jatuh
5. Melakukan tatalaksana risiko jatuh sesuai hasil V
interpretasi
6. Memberikan penanda untuk pasien risiko jatuh V
7. Melakukan pengkajian ulang secara teratur V

25
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 SKP I : MENGIDENTIFIKASI PASIEN DENGAN BENAR


Pelaksanaan pengidentifikasian pasien dengan benar dilakukan oleh seluruh
perawat sesuai dengan SPO yang telah disediakan oleh Rumah Sakit. Terdapat 2
SPO yaitu SPO Identifikasi Paisen dan SPO Pemasangan dan Pelepasan Gelang
Identifikasi. Pada saat dilakukan obervasi prosedur pelaksanaan identifikasi pasien
telah dilakukan dengan baik dan ebnar oleh perawat sesuai dengan SPO yang telah
disediakan oleh Rumah Sakit. Akan tetapi pada saat observasi pemasangan dan
pelepasan gelang identitas kepada pasien, perawat tidak melakukan 1 tahapan
berdasarkan SPO yang ada yaitu pada poin penjelasan bahaya untuk pasien yang
menolak, melepas, atau menutupi. Sehingga pasien dan keluarga tidak
mendapatkan informasi mengenai bahaya pasien yang menolak, melepas, atau
menutupi gelang perawat.

3.2 SKP II: PENINGKATAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF


Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan, dapat dikatakan bahwa
proses komunikasi di RS X belum dilakukan baik secara lisan maupun tulisan. Karena
dari rumah sakit sendiri belum menyediakan kebijakan yang mengatur mengenai
komunikasi efektif ini meskipun sudah ada pedoman mengenai komunikasi efektif
yang dijadikan acuan di RS yaitu dengan menggunakan SBAR dan TBaK. Selain itu,
kepala ruangan juga menjelaskan bahwa SPO terkait komunikasi efektif ini sudah
ada dan sudah disosialisasikan ke tenaga kesehatan serta sudah adanya buku
singkatan resmi dari rumah sakit yang digunakan di seluruh unit. Namun untuk
pelaksanaan berdasarkan hasil observasi di ruangan dengan menggunakan SPO yang
berlaku di ruangan didapatkan bahwa pelaksanaan teknik komunikasi SBAR dan
TBaK ini belum berjalan secara optimal karena perawat masih menggunakan
komunikasi ringkas. Selain itu, penerapan komunikasi efektif di RS membutuhkan
lembar konfirmasi sebagai bukti pencatatannya. Namun hal tersebut belum tersedia
di RS. Hal itu menjadi hambatan dari aspek sarana dalam pelaksanaan komunikasi
yang efektif.

26
Untuk mendukung komunikasi efektif, perlu dibuat kebijakan dan prosedur yang
mendukung pelaksanaan keakuratan komunikasi lisan maupun telepon guna
meningkatkan keselamatan pasien (Dewi, 2019). Berdasarkan laporan FDA Safety,
Thomas Maria, et al, dalam Ulva (2017) menemukan bahwa komunikasi buruk dapat
menyebabkan terjadinya kesalahan obat sebesar 19%. Komunikasi yang baik
antarperawat dapat menjalin kerjasama yang baik dalam melakukan pelayanan
keperawatan (Ulva, 2017). Selain itu, komunikasi yang efektif dapat mencegah
terjadinya kesalahan dalam penanganan pasien, mencegah keterlambatan dalam
pelayanan, dan dapat menggambarkan sebuah hubungan yang baik antar tim
kesehatan (Siska, 2019).
Kemudian untuk operan perawat dari shift malam ke pagi sudah dilakukan
secara modern, yaitu operan dilakukan tidak hanya di nurse station tapi sudah
mengecek langsung keadaan pasien mengenai keluhannya dan kemajuan perawatan
yang sudah dilakukan, tapi hal ini belum optimal karena belum ada acuan dalam
melakukan operan hanya mengacu pada status rekam medis pasien. Sedangkan
operan untuk shift pagi ke sore dan shift sore ke malam sering dilakukan secara
tradisional, yaitu operan hanya di nurses station tidak ada konfirmasi pada masing-
masing pasien.
Operan yang buruk juga menyebabkan tujuan komunikasi efektif tidak tercapai
dan menjadi ketidakpuasan perawat dalam melakukan operan. Sebab operan adalah
sarana komunikasi perawat dalam menyampaikan dan menerima informasi secara
singkat, jelas, dan lengkap mengenai tindakan yang sudah dilakukan, yang belum
dilakukan perawat, dan perkembangan kesehatan pasien (Ulva, 2017).
Komunikasi yang buruk adalah penyebab yang paling utama menimbulkan efek
samping di semua aspek pelayanan kesehatan, sehingga mengakibatkan masalah
dalam pengidentifikasian pasien, pengobatan dan transfuse serta alergi diabaikan,
salah prosedur operasi, salah sisi bagian yang dioperasi, semua hal tersebut
berpotensi terhadap terjadinya insiden keselamatan pasien dan dapat dicegah
dengan meningkatkan komunikasi (Astuti, 2019).

3.3 SKP III : MENINGKATKAN KEAMANAN OBAT-OBATAN YANG HARUS DIWASPADAI


Rumah Sakit telah mengembangkan kebijakan mengenai obat obatan yang
harus diwaspadai tinggi dengan adanya SOP Peningkatan Keamana Obat dengan
Kewaspaan Tinggi. Rumah Sakit menerapkan prinsip 7B dalam pelaksaan prosedur

27
pemberian obat kepada pasien. Pada saat dilakukan observasi perawat telah
melakukan prosedur dengan baik dan benar sesuai dengan Spo yang telah
disediakan oelh Rumah Sakit.

3.4 SKP IV: KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR, TEPAT-PASIEN OPERASI


Berdasarkan hasil dari observasi dan wawancara dapat diketahui bahwa rumah
sakit belum membuat kebijakan dan prosedur untuk mendukung keseragaman
proses untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien termasuk
prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi/dental yang dilaksanakan di luar
kamar operasi. Meskipun begitu pelaksanaan SPO di ruangan didapatkan bahwa
pasien bedah tidak dilakukan penandaan sebelum dilakukan tindakan sebab tidak
memungkinkan untuk dilakukan. Setelah itu, dilakukan verifikasi berupa pasien
diminta untuk menyebutkan identitas diri berupa nama lengkap yang sesuai dengan
KTP pasien, tanggal lahir, dan yang terakhir tindakan yang akan dilakukan. Hal ini
tertera pada SPO kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat operasi. Lalu tim
bedah menanyakan mengenai persetujuan untuk melakukan tindakan dan
menanyakan bahwa informasi yang diberikan pasien dan keluarga sesuai dengan
data yang ada dalam catatan rekam medis.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan
dan prosedur untuk mengeliminasi salah lokasi, prosedur, dan pasien dengan
menggunakan Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety, hal ini bertujuan
untuk menyamakan persepsi komunikasi dan kerjasama antar tim bedah (Dewi,
2019). Surgical safety checklist WHO ini terisi 19 item yang harus dilakukan dalam
tiga tahap, sebelum induksi anestesi (sign in), sebelum insisi kulit (time out) dan
sebelum pasien meninggalkan kamar operasi (sign out). Penggunaan Surgical safety
checklist WHO ini disesuaikan dengan kondisi rumah sakit (Sundoro, 2016).

3.5 SKP V : MENGURANGI RISIKO INFEKSI AKIBAT PERAWATAN KESEHATAN


Kepala ruangan menyatakan bahwa perawat ruangan mematuhi dan
melaksanakan kebijakan yang sesuai dengan rumah sakit terkait pengurangan risiko
infeksi yaitu dengan 6 langkah cuci tangan pada 5 waktu. SPO cuci tangan 6 langkah
juga ada dan disetujui untuk diterapkan seluruh rumah sakit, namun ketika
dilakukan observasi ditemukan beberapa perawat yang tidak melakukan prosedur

28
dengan benar, seperti tidak melepaskan perhiasan dan tidak menggosok ibu jari
ketika menerapkan 6 langkah cuci tangan.

3.6 SKP VI : MENGURANGI RISIKO CEDERA PASIEN AKIBAT TERJATUH


Kebijakan rumah sakit yang sudah berjalan adalah melakukan screening risiko
jatuh pada pasien, dengan menggunakan dua form, yaitu Morse Falls Scale untuk
dewasa dan Humpty Dumpty Scale untuk anak. Hasil dari observasi kepada perawat
ruangan ditemukan bahwa perawat sering tidak menjelaskan tujuan dari pengkajian
yang dilakukan baik pada keluarga maupun pasien, selain itu pengkajian ulang tidak
dilakukan secara teratur. Selain itu yang diterapkan hanya form untuk dewasa dan
kepada pasien anak-anak pengkajian risiko jatuh tidak dilakukan.

29
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil.
Sasaran keselamatan pasien merupakan hal terpenting yang harus
diperhatikan oleh rumah sakit dan menjadi syarat yang penting untuk diterapkan
di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions
dari WHO Patient Safety Tahun 2007 yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International
(JCI). Terdapat enam sasaran keselamatan pasien yang harus diperhatikan agar
dapat memastikan keamanan bagi pasien saat mendapat asuhan di rumah sakit
yaitu sebagai berikut.
1. Sasaran I : Ketepatan identifikasi pasien
2. Sasaran II : Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Sasaran III : Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert
medications)
4. Sasaran lV : Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
5. Sasaran V : Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Sasaran VI : Pengurangan risiko pasien jatuh

4.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca dapat memahami tentang
sasaran keselamatan pasien yang penting untuk diperhatikan oleh tenaga
kesehatan di layanan rumah sakit agar menjamin keselamatan dan keamanan
pasien saat dirawat di rumah sakit sehingga proses perawatan pasien tidak ada
hambatan apapun.

30
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, N., Ilmi, B., Wati, R. (2019). Penerapan Komunikasi Situation, Background,
Assessment, Recommendation (SBAR) pada Perawat dalam Melaksanakan
Handover. IJNP (Indonesian Journal of Nursing Practice), 3(1): 42-51

Dewi, A. N., Arso, S. P. Fatmasari, E. Y. (2019). Analisis Pelaksanaan Program


Keselamatan Pasien Di Unit Rawat Inap Rs Wava Husada Kabupaten Malang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 7(1): 20-30

Siska, S., Nur, T., Sulisno, M. (2019). Penerapan Komunikasi SBAR untuk Meningkatkan
Kemampuan Perawat dalam Berkomunikasi dengan Dokter. Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan, 10 (2): 273-282.

Sundoro, T., Rosa, E. M., Risdiana, I. (2016). Evaluasi Pelaksanaan Sasaran Keselamatan
Pasien Sesuai Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012 di Rumah Sakit Khusus Ibu dan
Anak PKU Muhammadiyah Kotagede Yogyakarta. Jurnal Medicoeticolegal dan
Manajemen Rumah Sakit, 5 (1): 40-48

Ulva, F. (2017). Gambaran Komunikasi Efektif dalam Penerapan Keselamatan Pasien


(Studi Kasus Rumah Sakit X Di Kota Padang). Jurnal Pembangunan Nagari, 2(1): 95-
102

Diah, dkk. (2015). Pengetahuan Tenaga Kesehatan Dalam Sasaran Keselamatan Pasien di
Rumah Sakit Sumatera Utara. Idea Nursing Journal Vol VI No. 2.
Ismainar, H. (2019). Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Yogyakarta: Deepublish
Ulrich, B. and Kear, T. (2014) ‘Patient Safety and Patient Safety Culture: Foundations of
Excellent Health Care Delivery.’, Nephrology Nursing Journal
Wardhani, V. (2017).Manajemen Keselamatan Pasien. Malang : UB Press

The nine Patient Safety Solutions. 2007. Tersedia online


https://www.who.int/patientsafety/events/07/02_05_2007/en/ diakses pada 10
november 2020

31

Anda mungkin juga menyukai