Anda di halaman 1dari 13

41

BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian


1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
RSUD Ulin Banjarmasin beralamat di Jalan Jenderal A. Yani Km. 1 No.
43 Banjarmasin. RSUD Ulin berdiri di atas lahan seluas 63.920 m2 dan luas
bangunan 55.000 m2. dengan batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Jalan Veteran.
b. Sebelah timur berbatasan dengan Jalan Simpang Ulin dan RSGM.
c. Sebelah barat berbatasan dengan Komplek Veteran.
d. Sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Jenderal A. Yani.
RSUD Ulin Banjarmasin adalah Rumah Sakit Umum dengan klasifikasi
Kelas A yang berada di kota Banjarmasin Kalimantan Selatan yang berfungsi:
a. Rumah Sakit yang memberikan pelayanan spesialis dan subspesialis.
b. Sebagai Rumah Sakit Pusat Rujukan Provinsi Kalimantan Selatan, juga
banyak menerima rujukan dari Provinsi Kalimantan Tengah.
c. RSUD Ulin Banjarmasin merupakan Rumah Sakit pendidikan bagi tenaga
kesehatan dan juga sebagai lahan praktik untuk mahasiswa khususnya
tenaga kesehatan.
2. Sejarah Berdirinya RSUD Ulin Banjarmasin
RSUD Ulin berdiri sejak tahun 1943, Renovasi rumah sakit ini pertama
kali pada tahun 1985, bangunan kayu kayu Ulin diganti dengan konstruksi
beton. Tahun 1997 dibangun Ruang Paviliun Aster, kemudian direnovasi lagi
dan dibangun bersama Poliklinik Rawat Jalan dan Ruang Rawat Inap Aster
tahun 2002. Sejak itu RSUD Ulin terus mengalami berbagai kemajuan fisik
secara bertahap sampai pada kondisi seperti sekarang.
3. Sejarah Perkembangan RSUD Ulin Banjarmasin
Pada tahun 1995 sampai tahun 2002 berdasarkan Perda 06 Th 1995,
status RSUD Ulin sebagai Unit Swadana. Untuk meningkatkan kemampuan
jangkauan dan mutu pelayanan maka berdasarkan SK Menkes No.

42

004/Menkes/SK/I/2013 tanggal 7 Januari 2013 tentang Peningkatan Kelas


RSUD Ulin Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan menjadi Rumah Sakit
Umum dengan klasifikasi Kelas A, serta Kepmendagri No. 445.420-1279 tahun
1999 tentang penetapan RSUD Ulin Banjarmasin sebagai Rumah Sakit
Pendidikan Calon Dokter dan Calon Dokter Spesialis. Dengan demikian tugas
dan

fungsi

RSUD

Ulin

selain

mengemban

fungsi

pelayanan

juga

melaksanakan fungsi pendidikan dan penelitian. Sejalan dengan upaya


desentralisasi maka berdasarkan Perda No. 9 tahun 2002 status RSUD Ulin
berubah menjadi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Saat ini RSUD Ulin Banjarmasin sudah menjalani Survei Akreditasi RS:
Akreditasi

Penuh

Tingkat

Lengkap

16

Bidang

(SK

Menkes

2007

YM.01.10/III/1142/07) dan Akreditasi ulang dengan predikat lulus Penuh 16


Bidang Pelayanan pada tahun 2010.
RSUD Ulin Banjarmasin merupakan rumah sakit pusat rujukan di
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Saat ini
sebagai Lembaga Teknis Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dengan
klasifikasi Kelas A telah ditetapkan sebagai PPK Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD) bertahap melalui Keputusan Gubernur Kalimantan Selatan
No.188.44/0456/Kum/2007 tanggal 27 Desember Tahun 2007. PPK-BLUD
Penuh

melalui

Keputusan

Gubernur

Kalimantan

Selatan

No.188.44/0464/Kum/2009. Sebagai RS-BLUD, RSUD Ulin Banjarmasin


mempunyai tugas utama melaksanakan Pelayanan Medik, Pendidikan
Kesehatan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Adapun tujuannya adalah
terselenggaranya pelayanan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) secara
efektif dan efisien melalui pelayanan kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan

43

secara terpadu dengan pelayanan preventif dan promotif serta pelayanan


rujukan, pendidikan, pelatihan dan penelitian-pengembangan.
4. Visi dan Misi RSUD Ulin Banjarmasin
Visi RSUD Ulin Banjarmasin yaitu Terwujudnya Pelayanan Rumah
Sakit yang Profesional dan Mampu Bersaing di Masyarakat Ekonomi
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) mengutamakan mutu
pelayanan, pendidikan dan penelitian serta keselamatan pasien. Dengan Misi
sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan pelayanan terakreditasi paripurna yang berorientasi
pada kebutuhan dan keselamatan pasien, bermutu serta terjangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat.
b. Menyelenggarakan
pendidikan

dan

pelatihan,

penelitian

dan

pengembangan sub spesialalis sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan,


kemajuan ilmu pengetahuan dan penapisan teknologi kedokteran.
c. Menyelenggarakan manajemen RS dengan kaidah bisnis yang sehat,
terbuka, efisien, efektif, akuntabel sesuai ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
d. Menyiapkan Skadar gula darah, sarana prasarana dan peralatannya untuk
mampu bersaing dalam era pasar bebas ASEAN.
e. Mengelola dan mengembangkan Skadar gula darah sesuai dengan
kebutuhan pelayanan dan kemampuan Rumah Sakit.
Program Unggulan Pelayanan Rumah Sakit
1) Pelayanan Traumatologi
2) Pelayanan Kanker Terpadu
3) Pelayanan Ginjal & Hemodialisa
4) Pelayanan Mata Terpadu (Bedah Mata Retina)
5) Pelayanan Lansia Terpadu
6) Pelayanan Gastrohepatobilier Terpadu
7) Pelayanan Jantung (Cateterisasi)
8) Pelayanan Kesuburan
9) Pelayanan Kosmetik dan Rekonstruksi (Bedah Plastik).
5. Profil Ruang Seruni RSUD Ulin Banjarmasin
f.

44

Ruang Seruni RSUD Ulin Banjarmasin untuk sementara berada di


lantai 1 gedung rawat inap lama. Ruang Seruni memiliki 15 tempat tidur,
memiliki dokter spesialis saraf sebanyak 5 orang, dokter umum 2 orang,
perawat 16 orang, tenaga administrasi 1 orang, pekarya kesehatan 1 orang
dan pekarya rumah tangga 1 orang. Perawat di Ruang Seruni dengan tingkat
pendidikan magister manajemen 1 orang, profesi ners 3 orang, diploma
keperawatan 12 orang.
B. Hasil Penelitian dan Analisis Data
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada bulan Maret hingga April 2016
dengan jumlah sebanyak 30 orang mengenai hubungan kadar gula darah dengan
derajat keparahan Stroke pada pasien di RSUD Ulin Banjarmasin, didapatkan
hasil gambaran umum mengenai objek penelitian yang tersaji dalam tabel-tabel
berikut:
1. Karakteristik Pasien Stroke di RSUD Ulin Banjarmasin
a. Umur
Adapun karakteristik umur yang diperoleh berdasarkan hasil
penelitian tersaji dalam tabel 4.1:
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Umur Pasien Stroke di RSUD Ulin
Banjarmasin
Umur (Tahun)
<25 tahun
25-50 tahun
51-75 tahun
Jumlah

f
1
8
21
30

%
3,3
26,7
70
100

Tabel 4.1 tersebut menunjukkan bahwa umur 51-75 tahun memiliki


jumlah terbesar yaitu berjumlah 21 orang (70%), sedangkan umur <25
tahun berjumlah 1 orang (3,3%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan umur 51-75
tahun memiliki jumlah terbesar yaitu berjumlah 21 orang (70%),

45

sedangkan umur <25 tahun berjumlah 1 orang (3,3%). Menurut DAdamo


(2008) bahwa faktor resiko stroke muncul setelah seseorang memasuki
usia rawan yaitu setelah usia 40 tahun. Hal ini terjadi karena orang pada
usia ini kurang aktif, berat badan akan bertambah dan masa otot akan
berkurang serta akibat proses menua yang mengakibatkan penyusutan
sel-sel beta yang progresif.
Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian yang dilakukan
oleh Zahtamal (2007) terhadap 152 orang yang menunjukkan bahwa
hubungan antara umur dengan stroke pada pasien stroke yang dirawat di
RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau bermakna secara statistik, dimana
orang yang berumur 40 tahun memiliki risiko 6 kali lebih besar terkena
penyakit stroke.
b. Jenis Kelamin
Adapun karakteristik jenis kelamin yang diperoleh berdasarkan
hasil penelitian tersaji dalam tabel 4.2:
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien Stroke di RSUD Ulin
Banjarmasin
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah

f
13
17
30

%
43,3
56,7
100

Tabel 4.2 tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki


jumlah terbesar yaitu berjumlah 17 orang (56,7%), sedangkan laki-laki
berjumlah 13 orang (43,3%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien perempuan memiliki
jumlah terbesar yaitu berjumlah 17 orang (56,7%), sedangkan laki-laki
berjumlah 13 orang (43,3%). Menurut Laquarta (2010) perempuan
mempunyai resiko mengalami kenaikan kadar gula darah lebih tinggi

46

dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini disebabkan presentase lemak tubuh


perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Komposisi lemak yang
tinggi menyebabkan perempuan memiliki akumulasi lemak abnominal dan
gluteofemoral lebih banyak dibandingkan laki-laki sehingga perempuan
lebih mudah gemuk yang berkaitan dengan resiko obesitas dari itu
perempuan lebih tinggi resikonya akan terkena stroke.
Menurut Suyono (2012) yang menyatakan bahwa rendahnya
aktifitas motorik pada wanita dan kecenderungan asupan makan yang
berlebihan berkontribusi terhadap tingginya prevalensi terjadinya stroke
pada perempuan.
2. Uji Analisis Data Secara Univariat
a. Kadar Gula Darah
Adapun gambaran kadar gula darah pasien stroke di RSUD Ulin
Banjarmasin yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian tersaji dalam
tabel 4.3:
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kadar Gula Darah Pasien Stroke di RSUD
Ulin Banjarmasin
Kadar Gula Darah
Normal
Ringan
Sedang
Berat
Jumlah

f
3
16
10
1
30

%
10
53,3
33,4
3,3
100

Tabel 4.3 tersebut menunjukkan bahwa kadar gula darah ringan


berjumlah 16 orang (53,3%), sedangkan kadar gula darah berat
berjumlah 1 orang (3,3%).
b. Derajat keparahan Stroke
Adapun gambaran derajat keparahan Stroke pada pasien Stroke di
RSUD Ulin Banjarmasin yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian
tersaji dalam tabel 4.4:

47

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Derajat keparahan Stroke pada pasien di


RSUD Ulin Banjarmasin
Derajat keparahan Stroke pada
pasien Stroke
Ringan
Sedang
Berat
Sangat Berat
Jumlah

10
14
5
1
30

33,3
46,7
16,7
3,3
100

Tabel 4.4 tersebut menunjukkan bahwa derajat keparahan Stroke


sedang berjumlah 14 orang (46,7%), sedangkan derajat keparahan
Stroke sangat berat berjumlah 1 orang (3,3%).
3. Uji Analisis Data Secara Bivariat
Adapun hubungan kadar gula darah dengan derajat keparahan Stroke
pada pasien Stroke di RSUD Ulin Banjarmasin berdasarkan hasil penelitian
tersaji dalam tabel 4.5:
Tabel 4.5 Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Derajat keparahan Stroke
pada Stroke di RSUD Ulin Banjarmasin
Derajat keparahan Stroke pada pasien Stroke
Kadar Gula
Darah

Ringan

Sedang

Berat

Jumlah

Sangat Berat

Normal

33,3

66,7

100

Ringan

56,3

25

18,8

16

100

Sedang

80

10

10

10

100

Berat

100

100

Jumlah

10

33,3

14

46,7

16,7

3,3

30

100

Correlation: 0,435; p=0,016 (<=0,05)

Hasil penelitian dari 30 orang diketahui bahwa pasien yang memiliki


kadar gula darah normal sebagian besar dengan derajat keparahan Stroke
sedang sebanyak 2 orang (66,7%), pasien yang memiliki kadar gula darah
ringan paling banyak dengan derajat keparahan Stroke ringan berjumlah 9
orang (56,3%), pasien yang memiliki kadar gula darah sedang sebagian besar
dengan derajat keparahan stroke sedang berjumlah 8 orang (80%).

48

Sedangkan pasien yang memiliki kadar gula darah berat dengan derajat
keparahan stroke berat berjumlah 91 orang (100%).
Hasil analisis dengan uji korelasi rank spearman diperoleh hasil bahwa
nilai Correlation: 0,435; p=0,016 < =0,05 atau dapat dikatakan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara kadar gula darah dengan derajat keparahan
stroke pada pasien di RSUD Ulin Banjarmasin.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Kadar Gula Darah
Hasil penelitian mengenai kadar gula darah menunjukkan bahwa
pasien dengan kadar gula darah ringan berjumlah 16 orang (53,3%), pasien
dengan kadar gula darah sedang berjumlah 10 orang (33,3%), pasien dengan
kadar gula darah normal berjumlah 3 orang (10%) dan pasien dengan kadar
gula darah berat berjumlah 1 orang (3,3%). Kadar gula darah dipengaruhi oleh
asupan nutrisi, pola istirahat dan pola hidup. Sebagian besar responden
memiliki kadar gula darah ringan akibat diit gula atau diabetes mellitus serta
terapi pengobatan yang telah diberikan oleh petugas kesehatan. Diabetes
mellitus dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit seperti hipertensi,
obesitas, Stroke, Jantung hingga kematian.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Budiharjdo (2014), yang
menyebutkan bahwa pasie stroke yang melakukan kunjungan ulang sebagian
besar mengalami penurunan kadar gula darah akibat pemberian terapi oleh
dokter serta pola diit gula yang telah diberitahukan oleh petugas kesehatan
pada kunjungan sebelumnya.
2. Derajat keparahan Stroke pada pasien Stroke
Hasil penelitian mengenai derajat keparahan Stroke pada pasien
Stroke menunjukkan bahwa pasien dengan derajat keparahan Stroke sedang
berjumlah 14 orang (46,7%) dan pasien dengan derajat keparahan Stroke

49

sangat berat berjumlah 1 orang (3,3%). Derajat keparahan stroke tergantung


dari bagaimana cara pasien stroke mengatasi stroke tersebut, baik berupa
konsumsi obat yang rutin, menjaga pola makan, pola hidup yang sehat dan
rutinnya pasien melakukan range of motions (ROM) pada daerah yang
mendapat serangan stroke.
Penelitian oleh Budiharjdo (2014) menunjukkan bahwa Pada Juni 2013
sampai September 2014 terdapat penderita stroke iskemik trombotik sebanyak
23 orang dengan jumlah 18 orang pria dan 5 orang wanita. Laki-laki memiliki
risiko mengalami peningkatan derajat keparahan stroke akibat gaya hidup yang
kurang baik seperti paparan asap rokok (baik perokok aktif ataupun perokok
pasif). Angka kejadian terjadinya stroke iskemik trombotik lebih banyak terjadi
pada rentang usia 66-70 tahun dan rentang usia 61-65 tahun. Pada pasien
stroke iskemik trombotik yang memiliki GDS < 200 mg/dl didapati nilai skor
NIHSS 5-14 (sedang) dengan persentase 50%, GDS > 200 mg/dl didapati nilai
skor NIHSS 5-14 (sedang) dengan persentase 80%.
Pada derajat keparahan Stroke akut, respon inflamasinya dapat
mempengaruhi tingkat keparahan Stroke. Stroke menyebabkan berbagai defisit
neurologik, bergantung pada letak lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), letak area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Kondisi otak adalah kondisi yang
mencetuskan berbagai proses seluler yang masing-masing dapat berjalan
sendiri maupun saling berkaitan, namun semuanya bisa berakhir dengan
kematian neuron dan kerusakan jaringan otak yang menetap, yang
bermanifestasi sebagai defisit neurologis yang permanen. Pada stroke akut,
terjadi perubahan pada Aliran Darah Otak (ADO), dimana penurunan ADO

50

pada level tertentu menimbulkan respon jaringan yang berbeda-beda. Pada


daerah yang mengalami iskemik, aliran darah menurun secara signifikan
(Alway dan Cole, 2012).
Pada derajat keparahan Stroke sangat akut mungkin sulit untuk
memprediksi apakah pasien-pasien Stroke dengan defisit neurologis yang
berat akan terjadi perbaikan atau akan terjadi kecacatan yang menetap,
bahkan akan menyebabkan kematian. Dari hasil penelitian di Indonesia,
didapatkan hasil bahwa rata-rata yang terserang Stroke berusia antara 45
tahun keatas dengan gejala dan tanda klinis terbesar adalah gangguan
motorik, kemudian nyeri kepala, disartria, gangguan sensorik dan disfasia
(Pudiastuti, 2011).
Derajat defisit neurologik/skala NIHSS berbeda bermakna antara stroke
hemoragik dengan stroke iskemik. Penderita stroke hemoragik mengalami
derajat defisit neurologik yang lebih berat, lebih cepat dibawa ke rumah sakit
sehingga jarak waktu antara onset sampai dengan pengambilan darah lebih
pendek. Sebagian besar penderita stroke hemoragik mengalami penurunan
kesadaran, tidak dapat diberi makan/minum secara oral sehingga jarak waktu
antara makan terakhir dengan pengambilan darah lebih panjang (Brunner dan
Suddarth, 2015).
3. Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Derajat keparahan Stroke pada pasien di
RSUD Ulin Banjarmasin
Hasil penelitian dari 30 orang pasien diketahui bahwa pasien yang
memiliki kadar gula darah ringan dengan derajat keparahan stroke ringan
sebanyak 9 orang (56,3%), sedangkan pasien yang memiliki kadar gula darah
berat dengan derajat keparahan stroke berat berjumlah 1 orang (100%). Hasil
analisa dengan uji korelasi rank Spearman diperoleh hasil bahwa nilai p=0,016

51

< =0,05 atau dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
kadar gula darah dengan derajat keparahan stroke pada pasien di RSUD Ulin
Banjarmasin.
Peneliti menyimpulkan bahwa, peningkatan kadar gula darah dapat
memperberat kerja suplai oksigen dalam darah menuju otak. Otak sebagai
penggerak utama sistem syaraf akhirnya mengalami penyumbatan dan
membuat sistem syaraf khususnya ekstremitas mengalami kelumpuhan.
Apabila pasien stroke tidak dapat mengendalikan kadar gula darah dalam
tubuhnya, maka akan memperparah derajat stroke yang dialami dan beresiko
mengalami kelumpuhan total, penyusutan ekstremitas (kecacatan) bahkan
hingga terjadinya komplikasi penyakit lain hingga mengakibatkan kematian.
Derajat keparahan pasien stroke dipengaruhi oleh tingginya kadar gula
darah. Bila kadar gula naik, maka derajat keparahan Stroke seseorang yang
akan bertambah parah. Kadar gula darah berhubungan dengan perburukan
klinis pada pasien dengan stroke iskemik akut dimana kenaikan kadar gula
darah dapat menimbulkan efek yang merugikan terhadap kerusakan jaringan
otak.
Hasil Correlation: 0,435 artinya bernilai positif. Korelasi sempurna ini
mempunyai makna jika nilai kadar gula darah naik, maka derajat keparahan
stroke naik sehingga seseorang dengan kadar gula darah tinggi berpeluang
sebesar 43,5% mengalami peningkatan derajat keparahan stroke. Kenaikan
kadar gula darah berkomplikasi yang sering pada stroke, dimana pada
umumnya demam terkait dengan proses inflamasi dan infeksi karena pasien
stroke rentan terhadap berbagai komplikasi.
Peningkatan angka kematian pada stroke dengan kadar gula darah
tinggi terutama pada stroke hemoragik dengan perdarahan intraserebral

52

(batang otak) dan lebih cenderung pada stroke iskemik akibat infark serebral.
Kebanyakan pasien stroke dengan kadar gula darah diatas 200 mg/dl dalam
waktu 1 hingga 7 hari, namun kejadian ini tidak terus-menerus terjadi dan akan
mereda dalam waktu 1-2 hari pada 90% pasien stroke (Wei Yu dkk., 2013).
Penelitian Saini dkk, (2009) yang meneliti tentang kadar gula darah
sebagai prediktor buruk terhadap luaran stroke iskemik akut, dengan
melakukan pengukuran suhu saat awal dirawat dan diulang setiap delapan
jam hingga 72 jam awitan stroke dan luaran stroke dinilai dengan
menggunakan selisih nilai NIHSS saat awal dirawat dan hari ke-7
mendapatkan hubungan yang bermakna secara statistik dengan nilai
p<0,01(OR= 2,76; 95%IK 2,043,73).
Peningkatan tekanan intra kranial lebih banyak dan lebih cepat terjadi
pada stroke hemoragik. Inflamasi akut juga akan mengaktivasi aksis
hypothalamic-pituitaryadrenal (HPA) melalui aksi integrasi dari proinflamatory
cytokines. Adrenocorticotropin hormone (ACTH) yang diinduksi cytokines
(TNF/tumor necrotizing factor), IL-1, IL-2,IL-6 akan mengaktivasi sekresi CRH
(corticotrophin releasing hormone) dan arginin vasopressin (AVP) dari
hipotalamus, ekspresi gen proopiomelanocortin (POMC) hipofise yang akan
menghasilkan peningkatan kortisol. Pada stroke hemoragik, inflamasi
disebabkan kerusakan jaringan dan adanya darah di luar pembuluh darah
yang bersifat sebagai benda asing (Munir, 2015).

D. Keterbatasan Penelitian
Adapun keterbatasan dalam penelitian ini antara lain:
1. Penelitian dilakukan dengan obsevasional dengan menggunakan NIHSS yang
dilakukan hanya satu kali pada saat pasien kontrol ke Poli Klinik dan tidak

53

dilakukan pada fase akut yaitu saat responden masuk perawatan sehingga
tidak dapat diketahui perbedaan skor NIHSS awal dan pasca perawatan.
2. Penelitian ini hanya mendesain untuk memeriksa dan menganalisis satu
variabel independen yang berpeluang menjadi penyebab derajat keparahan
Stroke pada pasien di Ruang Seruni RSUD Ulin Banjarmasin, sedangkan faktor
lain yang juga berpeluang menjadi faktor yang berhubungan dengan derajat
keparahan Stroke pada pasien di Ruang Seruni RSUD Ulin Banjarmasin tidak
diteliti
3. Adanya keterbatasan data yang ada di lembar observasional/kuesioner,
sehingga hal ini mengakibatkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini tidak
bisa menggambarkan keseluruhan penyebab yang berhubungan dengan
derajat keparahan stroke pada pasien di Ruang Seruni RSUD Ulin
Banjarmasin.

Anda mungkin juga menyukai