Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS II

“KONSEP BEDAH OBSTETRIK PATOLOGIS”

OLEH :
KELOMPOK 11
(KELAS B13-A)

1. I MADE BUDI SUKARYA (203221120)


2. DEWA AYU PUTU DIAN NOVITAYANTI
NTI (203221121)
3. I GUSTI PUTU ARDANA (203221122)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
DENPASAR
2020

i
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun makalah ini merupakan salah
satu tugas dari Keperawatan Maternitas II.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak dan sumber. Karena itu kami sangat menghargai bantuan dari semua
pihak yang telah memberi kami bantuan dukungan juga semangat, buku-buku dan
beberapa sumber lainnya sehingga tugas ini bias terwujud. Oleh karena itu, melalui
media ini kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya dan jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang kami
miliki. Maka itu kami dari pihak penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang
dapat memotivasi saya agar dapat lebih baik lagi dimasa yang akandatang.

Om Santih, Santih, Santih Om

Denpasar, 23 November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTARISI ........................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 RumuanMasalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ......................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 KonsepBedah Obstetrik ............................................................................... 3
2.2 KonsepAnastesi ........................................................................................... 10
2.3 Tindakan BedahObstetrik Patologis ............................................................. 12
2.4 Penatalaksanaan PerdarahanPascaPersalinan ............................................... 30
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 34
3.2 Saran ........................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 35

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Komplikasi dalam kasus keperawatan dapat terjadi diluar dugaan, meskipun
sesuatu yang telah dijalankan dengan rapi dan sempurna. Dengan pengetahuan yang
baik, penanganan persalinan yang berhati-hati disertai dengan ketelitian dengan baik
pula, diharapkan kematian dan kesakitan ibu hamil dapat ditekan sekecil-kecilnya
setiap tenaga kesehatan diharapkan mampu menangani persalinan normal maupun
patologi dan berupaya agar tidak terjadi komplikasi. Tenaga kesehatan harus
mengetahui dan menguasai tindakan-tindakan yang harus dilakukan apabila
memberikan pertolongan baik pada persalinan normal maupun patologi. Pengetahuan
tentang tindakan operatif yaitu Ekstraksi Vakum, induksi persalinan, Digital Curretase,
persalinan sungsang, maupun manual plasenta harusdimiliki.
Kurang lebih sekitar 160 juta perempuan di seluruh dunia hamil setiap tahunnya.
Pada umumnya kehamilan ini berlangsung dengan aman. Tetapi, sekitar 1554
menderita komplikasi berat, dengan sepertiganya merupakan komplikasi yang
mengancam jiwa ibu. Komplikasi ini mengakibatkan kematian lebih dari setengah juta
ibu setiap tahun. Kematian ibu atau kematian maternal adalah kematian seorang ibu
sewaktu hamil atau dalam waktu 42 hari setelah sesudah berakhirnya kehamilan, tidak
bergantung pada tempat atau usia kehamilan. Indikator yang umum digunakan dalam
kematian ibu adalah Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality Ratio) yaitu jumlah
kematian ibu dalam 1.000.000 kelahiran hidup. Angka ini mencerminka risiko obstetri
yang dihadapi oleh seorang ibu sewaktu ia hamil. Jika ibu tersebut hamil beberapa kali,
risikonya meningkat dan digambarkan sebagai risiko kematian ibu sepanjang hidupnya,
yaitu pribabilitas menjadi hamil dan probabilitas kematian karena kehamilan sepanjang
masareproduksi.
Kematian ibu dibagi menjadi kematian langsung dan tidak langsug. Kematian ibu
langsung adalah sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan, atau masa nifas dan
segala intervensi atau penanganan tidak tepat dari komplikasi tersebut. Kematian ibu
tidak langsung merupakan akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit yang
sudah timbul sewaktu kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan, misalnya
malaria, anemia, HIV/AIDS dan penyakit kardiovaskular. Secara global 80% kematian
ibu tergolong pada kematian langsung. Pola penyebab langsung dimana-mana sama,

1
yaitu perdarahan (25 %, biasa perdarahan pascapersalinan), sepsis (15 %), hipertensi
dalam kehamilan (12 %), partus macet (8 %), komplikasi aborsi tidak aman (13 %), dan
sebab-sebab lain (8 %).
Mengenal kasus obstetri secara dini sangat penting agar pertolongan yang cepat
dan tepat dapat dilakukan. Dalam menangani kasus gawat darurat, penentuan
permasalahan utama (diagnosis) dan tindakan pertolongannya harus dilakukan dengan
cepat, cermat, dan terarah. Dengan diagnosis yang tepat maka penatalaksanaan yang
dilakukan juga dapat tepat mengenai sasaran, hal ini dapat memperkecil angka
kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB).

1.2 RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan bagaimana
konsep bedah obstetrik patologis ?

1.3 Tujuan
1.3.1 TujuanUmum
Untuk mengetahui bagaimana konsep bedah obstetrik patologis secara umum.
1.3.2 TujuanKhusus
a. Mampu mengidentifikasi konsep bedah obstetri
b. Mampu mengidentifikasi konsep anastesi
c. Mamppu mengidentifikasi tindakan obstetrik patologis
d. Mampu mengidentifikasi penatalaksanaan perdarahan pascapersalinan

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi MahasiswaKeperawatan
Makalah ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa keperawatan untuk menambah ilmu
pengetahuan konsep bedah ostetrik patologis dan dapat digunakan sebagai referensi
tambahan untuk mengetahui konsep bedah ostetrik patologis.
1.4.2 Bagi InstitusiPendidikan
Makalah ini dapat bermanfaat sebagai refrensi di Institusi Pendidikan dan sebagai
bahan bacaan tentang konsep bedah ostetrik patologis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep BedahObstetri


A. Pengertian BedahObstetri
Bedah obstetri adalah tindakan bedah yang dilakukan untuk membantu/
mengatasi masalah-masalah yang terjadi selama proses persalinan.
Urutan indikasi tindakan bedah berdasarkan prioritas :
1) To savelife
2) To releasesuffering
3) To correctdeformity
B. Prinsip – Prinsip Bedah Obstetri
1) Tiap tindakan pembedahan harus didasarkan atas indikasi yangtepat
2) Perlu dipilih tindakan yang paling aman bagi ibu dan janin, mengingat
kondisi mereka danlingkungannya
3) Tindakan harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga sedapat
mungkin tidak timbul komplikasi pada ibu danbayi.
C. Syarat-syarat yang perlu diperhatikan dalam tindakan pembedahan:
1) Persiapan preoperatif yangbaik
2) Asepsis dan antisepsis yangbaik
3) Anestesi / analgesia yangbaik
4) Tindakan / prosedur yangbaik
5) Evaluasi / penatalaksanaan postoperatif yangbaik
D. Persiapan dan Asuhan PreOperatif
Persiapan dan Asuhan Preoperasi adalah masa sebelum dilakukannya tindakan
pembedahan, dimulai sejak persiapan pembedahan dan berakhir sampai pesien
dimeja bedah. Keberhasilan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat
tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase preoperatif merupakan tahap awal
yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan selanjutnya. Kesalahan yang
dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian
secara integral meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan
untuk keberhasilan dan kesuksesan tindakanoperasi.

3
a) PersiapanPasien/klien
Adapun persiapan klien sebelum memasuki kamar operasi, meliputi:
1. Konsultasi dengan dokter obstetric-ginekologi dan dokter anestesi
Konsultasi dalam rangka persiapan tindakan operasi, meliputi inform choice
dan inform consent. Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit
menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang
bertanggung jawab terhadap pasien wajib untuk menandatangani surat
pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan
pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan
tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya
sebelum menandatangani surat pernyataan tersebut akan mendapatkan
informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan,
pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani (informchoice).
2. Pramedikasi
Pramedikasi adalah obat yang diberikan sebelum operasi dilakukan.
Sebagai persiapan atau bagian dari anestesi. Pramedikasi dapat diresepkan
dalam berbagai bentuk sesuai kebutuhan, misalnya relaksan, antiemetik,
analgesik dll. Tugas bidan adalah memberikan medikasi kepada klien sesuai
petunjuk/resep.
3. Perawatan kandung kemih danusus
Konstipasi dapat terjadi sebagai masalah pascabedah setelah puasa dan
imobilisasi, oleh karena itu lebih baik bila dilakukan pengosongan usus
sebelum operasi. Kateter residu atau indweling dapat tetap dipasang untuk
mencegah terjadinya trauma pada kandung kemih selama operasi.
4. Mengidentifikasi dan melepasprosthesis
Semua prostesis seperti lensa kontak, gigi palsu, kaki palsu, perhiasan, dll
harus dilepas sebelum pembedahan. Selubung gigi juga harus dilepas
seandainya akan diberikan anestesi umum, karena adanya resiko terlepas
dan tertelan. Pasien mengenakan gelang identitas, terutama pada ibu yang
diperkirakan akan tidak sadar dan disiapkan juga gelang identitas untuk
bayi.
5. PersiapanFisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2
tahapan, yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi.

4
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum
operasi antara lain :
(a) Status kesehatan fisik secaraumum
Pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien,
riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan
keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika,
status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik,
fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus
istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup
pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga
bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat
stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih
awal.
(b) Status nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat
badan, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin)
dan keseimbangan nitrogen.
(c) Keseimbangan cairan danelektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan
output cairan. Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan
fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa
dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik
maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal
mengalami gangguan seperti oligurianuria, insufisiensi renal akut,
nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi
ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
(d) Kebersihan lambung dankolon
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Tindakan yang
bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan
tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan
enemalavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam
(biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari
pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi
(masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi

5
feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi
pasca pembedahan.
(e) Pencukuran daerahoperasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari
terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena
rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman
dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan
perawatan luka.
(f) PersonalHygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi,
karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat
mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Apabila masih
memungkinkan, klien dianjurkan membersihkan seluruh badannya
sendiri/dibantu keluarga di kamar mandi. Apabila tidak, maka bidan
melakukannya di atas tempat tidur.
(g) Pengosongan kandungkemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi kandung kemih,
tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance
cairan.
(h) Latihan PraOperasi
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain latihan
nafas dalam, latiihan batuk efektif dan latihan gerak sendi. Latihan
nafas dalam bermanfaat untuk memperingan keluhan saat terjadi sesak
nafas, sebagai salah satu teknik relaksasi, dan memaksimalkan supply
oksigen ke jaringan. Cara latihan teknik nafas dalam yang benar
adalah:
- Tarik nafas melalui hidung secara maksimal kemudian tahan 1-2
detik
- Keluarkan secara perlahan darimulut
- Lakukanlah 4-5 kali latihan, lakukanlah minimal 3 kali sehari (pagi,
siang,sore)
(i) Batuk efektif bermanfaat untuk mengeluarkan secret yangmenyumbat
jalan nafas. Cara batuk efektif adalah:

6
- Tarik nafas dalam 4-5kali
- Pada tarikan selanjutnya nafas ditahan selama 1-2 detik
- Angkat bahu dan dada dilonggarkan serta batukan dengankuat
- Lakukan empat kali setiap batuk efektif, frekuensi disesuaikan
dengankebutuhan
- Perhatikan kondisiklien
(j) Penilaian catatan medik (chartreview)
- Membedakan masalah obstetri / ginekologi dengan masalah non-
obstetri yang terjadi padakehamilan.
- Jenis operasi yangdirencanakan
- Indikasi /kontraindikasi
- Ada/tidak kemungkinan terjadinya komplikasi, faktorpenyulit
- Obat-obatan yang pernah / sedang / akan diberikan untuk masalah
saat ini yang kemungkinan dapat berinteraksi dengan obat / prosedur
anestesi
- Hasil-hasil pemeriksaan penunjang / laboratorium yangdiperlukan
b) Persiapan kamar dan alat-alat untukoperasi.
1) Di beritahuakan ke pada dokter dan para medic yang bertugas jaga bahwa
ada operasi, supaya mereka menyiapakan kamar operasi atau kamar
bersalin serta alat-alat yang berkaitan dengan jenis opersi yang akan di
lakukan.
2) Alat-alat untuk operasi di suci-hamakan (aseptic) setelah itu di sisapkan
pada meja alat-ditutup atau di bungkus dengan kain yang seluruhnya
dalam keadaan suci-hama siap di pakai untukoperasi.
3) Juga telah di siapkan alat-alat resusitasi untuk bayi yang akan dilahirkan.
4) Pada kasus-kasus bayi risiko tinggi (high risk baby) hendaknya di minta
bantuan kehadiran seornag ahli kesehatan anak, khusus dalam bidang
neonates.
c) Persiapan Timoperasi
Tim bedah ini sekurang-kurangnya terdiri dari :
1) Operator (ahli kebidanan).
2) Asisten operator (asisten ahli), dokter mudah dan paramedis.
3) Para medis piñata alat-alatoperasi.
4) Ahli anastesi atau perawatanastesi.

7
Tim bedah ini bekerja dalam keadaan suci hama :
1) Menyuci-hamakan tangan menurutFurbringer.
2) Memakai penutup kepala, baju operasi dan jas operasi yang steril,
masker penutup mulut dan hidung, tutup kepala serta alas kaki kamar
operasi.
E. Persiapan dan Asuhan IntraOperatif
Asuhan intra operasi merupakan bagian dari tahapan asuhan perioperatif.
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang
dilakukan oleh tenaga paramedis di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi
oleh paramedic difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan
untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang
mengganggu pasien. Perawatan intra operatif tidak hanya berfokus pada
masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun juga harus
berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Secara umum
anggota tim dalam prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi
ahli anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik
dan membaringkan pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi, ahli bedah
dan asisten yang melakukan scrub dan pembedahan serta perawat intra
operatif. Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan
kesejahteraanpasien.
 Rencana Tindakan:
1) Penggunaan baju seragambedah.
Penggunaan seragam bedah didesain secara khusus dengan harapan
dapat mencegah kontaminasi dari luar. Hal itu dilakukan dengan
berprinsip bahwa semua baju dari luar hrus diganti dengan baju bedah
yang steril; atau baju harus dimasukan ke dalam celana atau harus
menuti pinggang untuk mengurangi menyebarnya bakteri; serta
gunakan tutup kepala, masker, sarung tangan, dan celemek steril.
2) Mencuci tangan sebelumpembedahan.
3) Menerima pasien didaerahbedah.
Sebelum memasuki wilayah bedah, pasien harus melakukan
pemeriksaan ulang diruang penerimaan untuk mengecek kembali
nama, bedah apa yang akan dilakukan, nomor status registrasi pasien,
berbagai hasil laboratorium dan X-ray, persiapan darahsetelah

8
dilakukan pemeriksaan silang dan golongan darah, alat protesis, dan
lain-lain.
4) Pengiriman dan pengaturan posisi dikamarbedah.
Posisi yang dianjurkan pada umumnya adalah terlentang.
5) Pembersihan dan persiapankulit
Pelaksanaan tindakan ini bertjuan untuk membuat daerah yang akan
dibedah bebas dari kotoran dan lemak kulit, serta untuk mengurangi
adanya mikroba. Bahan yang digunakan dalam pembersihan kulit ini
harus memiliki spectrum khasiat; memiliki kecepatan khasiat;
memiliki potensi yang baik dan tidak menurun bila terdapat kadar
alhokol, sabun detergen atau bahan organiklainnya.
6) Penutupan daerahsteril
Penutupan daerah steril dilakukan dengan menggunakan duk steril
agar tetap sterilnya daerah seputar bedah dan mencegah perpindahnya
mikroorganisme antara daerah steril dantidak.
7) Pelaksanaananastesia
Anatesia dapat dilakukan dengan berbagai macam, antara lain
anastesia umum, inhalasi atau intravena, anastesi regional, dn
anastesialokal.
8) Pelaksaanpembedahan.
Setelah dilakukan anastesia, tim bedah akan melaksanakan
pembedahan sesuai dengan ketentuan pembedahan.
F. Persiapan dan Asuhan PostOperatif
Asuhan post operasi (segera setelah operasi) harus dilakukan di ruang
pemulihan tempat adanya akses yang cepat ke oksigen, pengisap, peralatan
resusitasi, monitor, bel panggil emergensi, dan staf terampil dalam jumlah dan
jenis yang memadai.
Asuhan pasca operatif secara umum meliputi :
1) Pengkajian tingkat kesadaran. Pada pasien yang mengalami anastesi
general, perlu dikaji tingkat kesadaran secara intensif sebelum
dipindahkan ke ruang perawatan. Kesadaran pasien akan kembali pulih
tergantung pada jenis anastesi dan kondisi umumpasien.
2) Pengkajian suhu tubuh, frekuensi jantung/ nadi, respirasi dan tekanan
darah. Tanda-tanda vital pasien harus selalu dipantau denganbaik.

9
3) Mempertahankan respirasi yang sempurna. Respirasi yang sempurna akan
meningkatkan supply oksigen ke jaringan. Respirasi yang sempurna dapat
dibantu dengan posisi yang benar dan menghilangkan sumbatan pada jalan
nafas pasien. Pada pasien yang kesadarannya belum pulih seutuhnya,
dapat tetap dipasangrespirator.
4) Mempertahankan sirkulasi darah yangadekuat.
5) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan cara
memonitor input sertaoutputnya.
6) Mempertahankan eliminasi, dengan cara mempertahankan asupan dan
output serta mencegah terjadinya retensi urine
7) Pemberian posisi yang tepat pada pasien, sesuai dengan tingkat kesadaran,
keadaan umum, dan jenis anastesi yang diberikan saatoperasi.
8) Mengurangi kecemasan dengan cara melakukan komunikasi secara
terapeutik.
9) Mengurangi rasa nyeri pada luka operasi, dengan teknik-teknik
mengurangi rasanyeri.
10) Mempertahankan aktivitas dengan cara latihan memperkuat otot sebelum
ambulatory.
11) Meningkatkan proses penyembuhan luka dengan perawatan luka yang
benar, ditunjang factor lain yang dapat meningkatkan kesembuhanluka.

2.2 KonsepAnastesi
A. PengertianAnastesi
Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran di sertai
hilanganya rasa sakit yang sifatnya sementara. Anestesi pada setiap keadaan
membawa problem-probleme tersendiri sesuai dengan kondisi penderita, sebab
obat-obat anastesi bersifat mendepresi organ-organ vital.
Sejak dahulu bermacam-macam obat anestetika dengan berbagai cara
pemberiannya telah di pakai oleh banyak ahli. Hasil yang di kemukakan berbeda-
beda, masing-masing menurut pendapat dan pengalaman masing-masing.
Tentang anestesi dapat di katakana dengan singkat: “bahwa tidak ada satu
obat anestesi yang dapat di percaya; kepercayaan harus di letakan pada bahu ahli
anastesi”.

10
Berbeda dengan cabang ilmu kedokteran lainnya, dalam obstetri kita
menghadapi dua kepentingan, yaitu kepentingan Ibu dengan kepentingan
anak/bayi. Karena itu anastesi yang di pakai haruslah tidak banyak mempengaruhi
anak.
B. Macam-Macam ZatAnastesi
Pembagian anastesi yaitu :
1) AnastesiUmum
Anastesi Inhalasi, intravena, dan rectal.
2) AnastesiLokal
Dapat di bagi menjadi tiga golongan yaitu: golongan ester, alcohol, dan
heterogeneous.
C. Teknik Anastesi
1) AnastesiUmum
Adalah suatu cara untuk menghilangkan kesadaran di sertai hilangnya rasa
sakit di seluruh tubuh disebabkan pemeberian obat-obat anastesi.
2) Anastesi Regional danLokal.
Adalah suatu cara untuk menghilangkan rasa sakit pada sebagian dari
tubuh atau pada daerah tertentu dari tubuh.
D. Komplikasi dan Efek SampingAnastesi
Baik sewaktu anastesi berjalan maupun sesdudahnya dapat terjadi
komplikasi dan efek samping antara lain :
1) Gangguanpernafasan
Pada seorang penderita dalam keadaan tidak sadar dapat terjadi gangguan
pernapasan dan gangguan peredaran darah yang bila tidak di berikan
pertolongan maka ia akan meninggal.
2) Kerja jantung berhenti (CardiacArrest)
Suatu dalam keadaan anastesi jantung dapat berhenti secara tiba-tiba tanpa
di duga sebelumnya. Hal ini dapat di sebabkan oleh kesalahan tekhnis
misalnya pemberian obat yang berlebihan.
3) Regurgitasi.
Adalah suatu keadaan keluarnya isi lambung ke varing tanpa adanya tanda-
tanda. Hal ini di sebabkan oleh adanya cairan atau makanan dalam
lambung. Terjadi pada waktu induksi yang berjalan kurang lancar, atau
pengaruh obat-obat anastesi yang di pakai.

11
4) Perdarahan.
Setiap persalinan denagn pemberian anastesi selalu di pikirkan akan
timbulnya perdarahan postpartum, terutama pada anastesi dengan halotan.
5) Reaksi Toksik Sistemik.
Disebabkan karena konsentrsi obat anastesi yang tinggi dalam sirkulasi
darah Ibu. Hal ini biasanya bersifat sementara dapat di atasi dengan
pemberian oksigen dan biasanya berkurang setelah konsentrasi obat dalam
dara turun.

2.3 Tindakan Operatif ObstetriPatologis


a. Ekstrasi Cunam/Forceps
Ekstraksi cunam adalah suatu tindakan bantuan persalinan di mana
janindilahirkan dengan suatu tarikan cunam / forceps yang dipasang pada
kepalanya.

Forceps / cunam :
Forceps / cunam adalah alat bantu persalinan, terbuat dari logam, terdiri dari
sepasang (2 buah) sendok yaitu sendok cunam kiri dan sendok cunam kanan.

12
Beberapa jenis forceps (gambar kiri ke kanan) Naegele, Kjelland, Locking, Simpson-Braun,
Piper, Boerma, Tarnier. (catatan : proporsi ukuran dalam gambar tidak sesuai).

Masing-masing sendok cunam memiliki :


1) Tangkai pemegang / handle : untuk dipegang oleh penolongpersalinan
2) Kunci cunam / lock : untuk mengunci pada persilangan cunam kanan dengan
cunamkiri.

3) Tangkai cunam : bagian antara kunci cunam dengan bilah / dauncunam.


4) Bilah / daun cunam : bagian yang akan mencekam kepalajanin.

Beberapa model kunci cunam :


a. Inggris (Smelie). b. Perancis. c. Jerman. d. Norwegia(gambar)

Daun cunam umumnya memiliki dua lengkungan :


1) Lengkung kepala (cephalic curve), disesuaikan dengan kurva kepalajanin
2) Lengkung panggul (pelvic curve), disesuaikan dengan kurva rongga panggul
ibu.

13
Berdasarkan kemajuan persalinan / penurunan kepala di dalam rongga
panggul, pemakaian cunam dibagi menjadi :
1. Cunam tinggi (high forceps) : ekstraksi cunam pada keadaan kepala masih
berada di atas pintu atas panggul. Saat ini tidak dipakai lagi karena trauma
yang terjadi sangat berat. Pertolongan persalinan untuk keadaan ini
digantikan dengan sectiocesarea.
2. Cunam tengah (mid forceps) : ekstraksi cunam pada keadaan kepala
sudah cakap / engaged tetapi belum memenuhi syarat untuk cunam
rendah. Saat ini juga sudah jarang dipakai, pertolongan persalinan
untuk keadaan ini digantikan dengan ekstraksi vakum atau sectio
cesarea.
3. Cunam rendah (outlet / low forceps) : ekstraksi cunam pada keadaan kepala
sudah mencapai pintu bawah panggul dan sutura sagitalis janin sudah
berada dalam keadaan anteroposterior. Pemakaian cunam untuk keadaan ini
yang paling seringdigunakan.

 Indikasi:
Prinsip : keadaan yang memerlukan pertolongan persalinan kala dua yang
dipercepat, karena jika terlambat dapat membahayakan keadaan ibu dan /
ataujanin.
1) Indikasi ibu : preeklampsia / eklampsia, ruptura uteri membakat, penyakit
jantung, asma, danlain-lain.
2) Indikasi janin : gawat janin.

 Kontraindikasi:
1) Bayi prematur (karena kompresi pada tulang kepala yang belum
matang / belum memiliki kemampuan moulage yang baik dapat
menyebabkan terjadi perdarahanperiventrikular.
2) Disproporsisefalopelvik.

 Syarat:
1) Janinaterm.
2) Janin harus dapat lahir pervaginam (tidak adadisproporsi)
3) Pembukaan serviks sudahlengkap.
4) Kepala janin sudahengaged.

14
5) Selaput ketuban sudah pecah, atau jika belum,dipecahkan.

 Risiko Komplikasi:
1) Risiko komplikasi pada ibu : perdarahan, robekan jalan lahir, fistula,

fraktur tulang panggul,infeksi.


2) Risiko komplikasi pada bayi : memar jejas forceps pada kepala,

fraktur tulang tengkorak, perdarahan intrakranial, paralisis nervus


fasial, asfiksia / tercekik, sampai kematianjanin.

b. EkstrasiVakum
Ekstraksi Vakum adalah tindakan obstetrik operatif untuk melahirkan
kepala janin dengan menggunakan “mangkuk hampa udara” yang ditempelkan
pada kulit kepala janin dari seorang parturien yang masih memiliki tenaga
meneran.
Ekstraksi vakum juga dikatakan sebagai suatu tindakan bantuan persalinan
di mana janin dilahirkan dengan ekstraksi menggunakan tekanan negatif dengan
alat vakum (negative-pressure vacuum extractor) yang dipasang di kepalanya.
Pada ekstraksi vakum, keadaan fisiologis yang diharapkan adalah
terbentuknya kaput suksadeneum pada kepala janin sebagai kompensasi akibat
penghisapan / tekanan negatif. Kemudian setelah kepala menempel pada
mangkuk vakum, tarikan dilakukan dengan bantuan tenaga dari ibu (bersamaan
dengan saat his / gerakan mengejan) mengandalkan penempelan kaput tersebut
pada mangkuk vakum.

15
 Alat ekstraktor vakum terdiri dari beberapa bagian:
1) Pompa/mesin penghisap dengan tekanan negatif.
2) Botol/tabung udara dilengkapi dengan manometer untuk membuat dan
mengatur tekanan udara negatif.
3) Pipa/selang penghubung antara mesin / botol dengan mangkuk
ekstraktorvakum.
4) Rantai/gagang penarik yang terpasang pada mangkuk ekstraktor
vakum.
5) Mangkuk ekstraktor vakum yang terpasang pada kepalabayi.
 Indikasi:
Prinsip : keadaan yang memerlukan pertolongan persalinan kala dua yang
dipercepat, karena jika terlambat dapat membahayakan keadaan ibu dan /
atau janin.
 Kontraindikasi:
1) Disproporsisefalopelfik.
2) Ruptura uterimembakat.
3) Keadaan ibu di mana ibu tidak boleh mengejan, misalnya penyakit
jantung berat, preeklampsia berat, asma berat dansebagainya.
 Syarat : (umumnya serupa dengan syarat ekstraksicunam)
1) Janin aterm.
2) Janin harus dapat lahir pervaginam (tidak adadisproporsi)
3) Pembukaan serviks sudah lengkap (pada multigravida, dapat pada
pembukaan minimal 7cm).
4) Kepala janin sudahengaged.
5) Selaput ketuban sudah pecah, atau jika belum,dipecahkan.
6) Tambahan, HARUS ada kontraksi uterus (his) dan tenaga mengejanibu
 Kriteria Kegagalan Ekstraksi Vakum:
1) Mangkuk vakum terlepas, mungkin akibat tekanan negatif yang
kurang, atau peningkatan tekanan negatif yang terlalu cepat sehingga
pembentukan kaput suksadeneum tidak sempurna, atau ada bagian
jaringan ibu yang terjepit, atau ada kebocoran pada alat, atau
kemungkinan adanya disproporsi sefalopelvik yang tidak terdeteksi
sebelumnya.

16
2) Setelah setengah jam diusahakan dilakukan traksi, bayi belum lahir,
ekstraksi vakum dinyatakangagal.
3) Cawan penghisap terlepas lebih dari 3 kali saat melakukan traksi dan
hal ini biasanya terjadi oleh karena:
a) Tenaga vakum terlampau rendah (seharusnya -0.8 kg/cm2) oleh
karena kerusakan pada alat atau pembentukan caput succedaneum
yang terlampau cepat ( < 0.2 kg/cm2 per 2menit).
b) Terdapat selaput ketuban atau bagian jalan lahir yang terjepit
diantara cawan penghisap dengan kepalaanak.
c) Saat melakukan traksi : kedua tangan penolong tidak bekerja secara
harmonis, traksi dengan arah yang tidak tegak lurus dengan bidang
cawan penghisap atau traksi dilakukan dengan tenaga yang
berlebihan.
d) Terdapat gangguan pada imbang sepalopelvik(CPD).
 Komplikasi :
Pada Ibu:
- Perdarahan
- Infeksi jalanlahir
- Trauma jalan lahir
Pada Anak/Bayi:
- Ekskoriasi dan nekrosis kulitkepala
- Cephalhematoma
- Subgalealhematoma
- Perdarahan intracranial
- Perdarahan subconjuntiva, perdarahanretina
- Frakturaklavikula
- Distosiabahu
- Cedera pada syaraf cranial ke VI danVII
- Kematianjanin

17
c. Persalinan Per Abdominam (SectioCesarea)
Sectio cesarea adalah suatu tindakan bantuan persalinan di mana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dindinguterus.

 Syarat:
1) Uterus dalam keadaan utuh (karena pada sectio cesarea, uterus akan
diinsisi). Jika terjadi ruptura uteri, maka operasi yang dilakukan
adalah laparotomi, dan tidak disebut sebagai sectio cesarea,
meskipun pengeluaran janin juga dilakukan perabdominam.
2) Berat janin di atas 500gram.
 Indikasi:
1) Indikasi ibu : panggul sempit absolut, tumor-tumor jalan lahir yang
menimbulkan obstruksi, stenosis serviks / vagina, plasenta previa,
disproporsi sefalopelvik, ruptura uteri membakat.
2) Indikasi janin : kelainan letak, prolaps talipusat, gawatjanin.
 Prinsip :
1) Keadaan yang tidak memungkinkan janin dilahirkan pervaginam
2) Keadaan gawat darurat yang memerlukan pengakhiran kehamilan /
persalinan segera, yang tidak mungkin menunggu kemajuan persalinan
per vaginam secarafisiologis.
Umumnya sectio cesarea tidak dilakukan pada keadaan janin mati, ibu
syok / anemia berat yang belum teratasi, atau pada janin dengan kelainan
kongenital mayor yang berat.

 Berdasarkan insisi / teknik yang dilakukan, terdapat beberapa jenis sectio


cesarea:
1) Sectio cesaria klasik : insisi abdomen vertikal di garis median, kemudian
insisi uterus juga vertikal di garis median. Dilakukan pada keadaan yang
tidak memungkinkan insisi di segmen bawah uterus misalnya akibat
perlekatan pasca operasi sebelumnya atau pasca infeksi, atau ada tumor
di segmen bawah uterus, atau janin besar dalam letak lintang, atau
plasenta previa dengan insersi di dinding depan segmen bawah uterus.
Komplikasinya adalah perdarahan yang terjadi akan sangat banyak
karena jaringan segmen atas korpus uteri sangatvaskular.

18
2) Sectio cesarea transperitonealis profunda : insisi abdomen vertikal di
garis median (atau dapat juga horisontal mengikuti garis kontur kulit di
daerah suprapubik), kemudian plica vesicouterina digunting dan
disisihkan, kemudian dibuat insisi pada segmen bawah uterus di bawah
irisan plica yang kemudian dilebarkan secara tumpul dengan arah
horisontal. Segmen bawah uterus relatif kurang vaskular dibandingkan
korpus uteri, sehingga diharapkan perdarahan yang terjadi tidak seberat
dibandingkan pada sectio cesarea caraklasik.
3) Sectio cesarea yang dilanjutkan dengan histerektomi (cesarean
hysterectomy).
4) Sectio cesareatransvaginal.

 Risiko Komplikasi:
1) Komplikasi ibu : perdarahan banyak, infeksi, perlekatan organ-organ
pelvispascaoperasi.
2) Komplikasi janin : depresi susunan saraf pusat janin akibat
penggunaan obat-obatan anestesia (fetalnarcosis).

19
d. Episiotomi
Episiotomi adalah suatu tindakan bantuan persalinan berupa insisi pada
perineum yang menyebabkan terpotongnya lapisan selaput lendir vagina, cincin
selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fascia perineum,
serta kulit sebelah depanperineum.

 Indikasi:
Prinsip : untuk mencegah trauma persalinan pervaginam yang terlalu berat, bagi
janin maupun bagi ibu.
1) Indikasi janin : janin prematur, janin letak sungsang, janin yang akan
dilahirkan dengan ekstraksi cunam / vakum, dan janin besar. Dapat juga
dilakukan pada janin aterm normal yang direncanakan lahir pervaginam
spontan(berarti pertimbangan berdasarkan indikasiibu).
2) Indikasi ibu : mencegah robekan perineum yang berat akibat peregangan
perineum yang berlebihan pada saat persalinan pervaginam spontan maupun
dengan tindakan ekstraksi. Umumnya pada primipara, karena elastisitas
jaringan dasar panggul masih kurang, tindakan episiotomi hampir selalu
diperlukan.
 Teknik : berdasarkan arah garis insisi : episiotomi medial, lateral atau
mediolateral.

20
e. Embriotomi
Embriotomi adalah suatu tindakan bantuan persalinan dengan cara merusak atau
memotong bagian-bagian tubuh janin agar dapat lahir pervaginam, tanpa melukai
ibu.
Terdapat beberapa jenis tindakan embriotomi :
1) Kraniotomi
memperkecil ukuran kepala janin dengan cara melubangi tengkorak kepala
janin dan mengeluarkan isinya, sehingga janin dapat dengan mudah lahir
pervaginam.
2) Dekapitasi
memisahkan kepala janin dari tubuh secara memotong leher janin
3) Kleidotomi
mematahkan satu atau dua tulang klavikula janin untuk memperkecil
lingkaranbahu.
4) Eviserasi /eksenterasi
merusak dinding abdomen / toraks janin dan mengeluarkan organ-organ
viscera.
5) Spondilotomi
memotong ruas-ruas tulang belakang janin.
6) Punksi
mengeluarkan cairan dari tubuh janin.
 Indikasi embriotomi:
1) Janin mati dengan keadaan gawatdarurat / bahaya pada ibu,

sehingga perlu segera dikeluarkan tanpa memungkinkan menunggu


kemajuan proses persalinan secarafisiologis.
2) Janin mati yang tidak mungkin lahir spontanpervaginam.

Pengecualian : janin hidup, pada keadaan:


1) Hidrosefalus, hidrops fetalis, jika ingin dilakukanpunksi.

2) Jika ingin dilakukan kleidotomi, dapat juga pada janinhidup.

 Kontraindikasi : janinhidup
(kecuali pada kondisi pengecualian tersebut di atas)
 Syarat:
1) Konjugata vera panggul ibu lebih besar dari 6cm.
2) Pembukaan serviks lebih dari 7 cm (sebaiknyalengkap.

21
3) Selaput ketuban sudah pecah ataudipecahkan.
4) Tidak ada tumor / obstruksi jalanlahir.
5) (pada janin mati) : Keadaan janin mati harusdipastikan.

f. InduksiPersalinan
Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu,
baik secara operatif maupun secara medicinal, untuk merangsang timbulnya
kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan berbeda dengan
akselerasi persalinan, dimana pada akselerasi persalinan tindakan-tindakan
tersebut di kerjakan pada wanita hamil yang sudah inpartu.
 Cara:
1) Secaramedis
- Infusoksitosin
- Prostaglandin
- Cairan hipertonikintrauteri
2) Secara manipulative/ dengantindakan
- Amniotomi
- Melepaskan selaput ketuban dari bagian bawah rahim(stripping of the
membrane).
- Pemakaian rangsanganlistrik
- Rangsangan pada puttingsusu.
 IndikasiJanin
1) Kehamilan lewatwaktu.
2) Ketuban pecahdini.
3) Janin mati.
 IndikasiIbu
1) Kehamilan denganhipertensi
2) Kehamilan dengan DiabetesMelitus
 IndikasiKontra
1) Malposisi dan malpresentasijanin
2) Insufisiensiplasenta.
3) Diproporsisefalopelvik.
4) Cacat rahim, misalnya pernah mengalami seksio sesarea, enokleasi
miom.

22
5) Grandemultipara
6) Gemelli
7) Distensi rahim yang berlebihan misalnya padahidramnion.
8) Plasentaprevia.

g. DigitalCurretage
Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuretase
(sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan
pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan
besarnya uterus. Gunanya untuk mencegah terjadinya bahaya kecelakaan
misalnya perforasi.
 Persiapan Sebelum Kuretase: 
1) PersiapanPenderita
Lakukanlah pemeriksaan umum : Tekanan Darah, Nadi, Keadaan
Jantung, dan Paru – paru dan sebagainya. Pasanglah infuse cairan
sebagai profilaksis
2) Persiapan Alat – alat Kuretase
Alat – alat kuretase hendaknya telah tersedia alam bak alat dalam
keadaan aseptic (suci hama) berisi :
- Speculum duabuah.
- Sonde (penduga)uterus.
- Cunam muzeus atau Cunamporsio.
- Berbagai ukuran busi (dilatator)Hegar.
- Bermacam – macam ukuran sendok kerokan(kuret).
- Cunam abortus kecil danbesar.
- Pinset danklem.
- Kain steril, dan sarung tangan duapasang.

3) Penderita ditidurkan dalam posisilithotomic.


4) Pada umumnya diperlukan anestesi infiltrasi local atau umum secara IV
denganketalar.

23
 TeknikKuretase
1) Tentukan Letak Rahim
Yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam. Alat – alat yang dipakai
umumnya terbuat dari metal dan biasanya melengkung karena itu
memasukkan alat – alat ini harus disesuaikan dengan letak rahim.
Gunanya supaya jangan terjadi salah arah (fase route) dan perforasi.
2) Penduga Rahim(Sondage)
Masukkan penduga rahim sesuai dengan letak rahim dan tentukan
panjang atau dalamnya penduga rahim. Caranya adalah, setelah ujung
penduga rahim membentur fundus uteri, telunjuk tangan kanan
diletakkan atau dipindahkan pada portio dan tariklah sonde keluar, lalu
baca berapa cm dalamnya rahim.
3) Dilatasi
Bila permukaan serviks belum cukup untuk memasukkan sendok kuret,
lakukanlah terlebih dulu dilatasi dengan dilatator atau Bougie Hegar.
Peganglah busi seperti memegang pensil dan masukkanlah hati – hati
sesuai letak rahim. Untuk sendok kuret terkecil biasanya diperlukan
dilatasi sampai Hegar nomor 7. Untuk mencegah kemungkinan
perforasi usahakanlah memakai sendok kuret yang agak besar, dengan
dilatasi yang lebihbesar.
4) Kuretase
Seperti telah dikatakan, pakailah sendok kuret yang agak besar.
Memasukkannya bukan dengan kekuatan dan melakukan kerokan
biasanya mulailah di bagian tengah. Pakailah sendok kuret yang tajam
(ada tanda bergerigi) karena lebih efektif dan lebih terasa sewaktu
melakukan kerokan pada dinding rahim dalam (seperti bunyi mengukur
kelapa). Dengan demikian kita tahu bersih atau tidaknya hasil kerokan.
5) CunamAbortus
Pada abortus inisipiens, dimana sudah kelihatan jaringan, pakailah
cunam abortus untuk mengeluarkannya yang biasanya diikuti oleh
jaringan lainnya. Dengan demikian sendok kuret hanya dipakai untuk
membersihkan sisa – sisa yang ketinggalan saja.
6) Perhatian

24
Memegang, mamasukkan dan menarik alat – alat haruslah hati – hati.
Lakukanlah dengan lembut (with lady’s hand) sesuai dengan arah dan
letak rahim.

h. Persalinan Sungsang
Persalinan pada presentasi sungsang :
1. Persalinanpervaginam:
- Persalinan sungsang spontan pervaginam (caraBracht)
- Ekstraksi bokongparsialis
- Ekstraksi bokong / kakitotalis.
2. Persalinan perabdominal: SectioCaesar.

 Mekanisme Persalinan Sungsang Spontan PerVaginam


Terdapat perbedaan dasar antara persalinan pada presentasi sungsang
dengan persalinan pada presentasi belakang kepala. Pada presentasi belakang
kepala, bila kepala sudah lahir maka sisa tubuh janin akan mengalami proses
persalinan selanjutnya dan umumnya tanpa kesulitan. Pada presentasi
sungsang, lahirnya bokong dan bagian tubuh janin tidak selalu dapat diikuti
dengan persalinan kepala secara spontan. Dengan demikian maka pertolongan
persalinan sungsang pervaginam memerlukan keterampilan khusus dari
penolong persalinan. Engagemen dan desensus bokong terjadi melalui
masuknya diameter bitrochanteric bokong melalui diameter oblique panggul.
Panggul anterior anak umumnya mengalami desensus lebih cepat
dibandingkan panggulposterior.
Pada saat bertemu dengan tahanan jalan lahir terjadi putar paksi dalam
sejauh 450 dan diikuti dengan pemutaran panggul anterior kearah arcus pubis
sehingga diameter bi-trochanteric menempati diameter antero-posterior pintu
bawah panggul. Setelah putar paksi dalam, desensus bokong terus berlanjut
sampai perineum teregang lebih lanjut oleh bokong dan panggul anterior
terlihat pada vulva.
Melalui gerakan laterofleksi tubuh janin, panggul posterior lahir
melalui perineum. Tubuh anak menjadi lurus ( laterofleksi berakhir ) sehingga
panggul anterior lahir dibawah arcus pubis. Tungkai dan kaki dapat lahir
secaraspontanatauatasbantuanpenolongpersalinan.Setelahbokonglahir,

25
terjadi putar paksi luar bokong sehingga punggung berputar keanterior dan
keadaan ini menunjukkan bahwa saat itu diameter bisacromial bahu sedang
melewati diameter oblique pintu atas panggul.
Bahu selanjutnya mengalami desensus dan mengalami putar paksi
dalam sehingga diameter bis-acromial berada pada diameter antero-posterior
jalan lahir. Segera setelah bahu, kepala anak yang umumnya dalam keadaan
fleksi maksimum masuk panggul melalui diameter oblique dan kemudian
dengan cara yang sama mengalami putar paksi dalam sehingga bagian tengkuk
janin berada dibawah simfisis pubis. Selanjutnya kepala anak lahir melalui
gerakan fleksi.
Engagemen bokong dapat terjadi pada diameter tranversal panggul
dengan sacrum di anterior atau posterior. Mekanisme persalinan pada posisi
tranversal ini sama dengan yang sudah diuraikan diatas, perbedaan terletak
pada jauhnya putar paksi dalam ( dalam keadaan ini putar paksi dalam
berlangsung sejauh 900 ). Kadang-kadang putar paksi dalam terjadisedemikian
rupa sehingga punggung anak berada dibagian posterior dan pemutaran
semacam ini sedapat mungkin dicegah oleh karena persalinan kepala dengan
dagu didepan akan jauh lebih sulit bila dibandingkan dengan dagu di belakang
selain itu dengan arah pemutaran seperti itu kemungkinan terjadinya
hiperekstensi kepala anak juga sangat besar dan ini akan memberi
kemungkinan terjadinya “after coming head” yang amatbesar.
 PenatalaksanaanPersalinan
Selama proses persalinan, resiko ibu dan anak jauh lebih besar
dibandingkan persalinan pervaginam pada presentasi belakang kepala.
1) Pada saat masuk kamar bersalin perlu dilakukan penilaian secara
cepat dan cermat mengenai : keadaan selaput ketuban, fase
persalinan, kondisi janin serta keadaan umumibu
2) Dilakukan pengamatan cermat pada DJJ dan kualitas his dan
kemajuanpersalinan.
3) Persiapan tenaga penolong persalinan – asisten penolong persalinan
dokter anak dan ahlianaesthesia.

26
 Komplikasi anak
a) Sufokasi / aspirasi:
Bila sebagian besar tubuh janin sudah lahir, terjadi pengecilan rongga
uterus yang menyebabkan gangguan sirkulasi dan menimbulkan
anoksia. Keadaan ini merangsang janin untuk bernafas dalam jalan
lahir sehingga menyebabkan terjadinyaaspirasi.
b) Asfiksia:
Selain hal diatas, anoksia juga disebabkan oleh terjepitnya talipusat
pada fase cepat
c) Trauma intracranial :
Terjadi sebagai akibat:
- Panggulsempit
- Dilatasi servik belum maksimal (after cominghead)
- Persalinan kepala terlalu cepat (fase lambat kedua terlalucepat)
d) Fraktura / dislokasi:
Terjadi akibat persalinan sungsang secara operatif
- Fraktura tulangkepala
- Frakturahumerus
- Frakturaklavikula
- Frakturafemur
- Dislokasibahu
e) Paralisa nervusbrachialis
Yang menyebabkan paralisa lengan terjadi akibat tekanan pada pleksus
brachialis oleh jari-jari penolong saat melakukan traksi dan juga akibat
regangan pada leher saat membebaskan lengan.

i. ManualPlasenta
Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya
pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu
dengan melakukan tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan
yang dimasukkan langsung kedalam kavum uteri. Pada umumnya ditunggu
sampai 30 menit dalam lahirnya plasenta secara spontan atau dgn tekanan ringan
padafundusuteriyangberkontraksi.Bilasetelah30mnenitplasentabelumlepas

27
sehingga belum dapat dilahirkan atau jika dalam waktu menunggu terjadi
perdarahan yang banyak, pasenta sebaiknya dikeluarkan dengan segera.
Manual plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan
retensio plasenta. Teknik operasi plasenta manual tidaklah sukar, tetapi harus
diperkirakan bagaimana persiapkan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan
jiwa penderita.
1. Etiologi
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan
pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan
dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir,
setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi,
perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusatputus.
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga
atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar
gangguan pelepasan plasenta disebabkan oeh gangguan kontraksi uterus.
Manual plasenta dilakukan karena indikasi retensio plasenta yang berkaitan
dengan :
4) Plasenta belum lepas dari dinding uterus dikarenakan:
a) Plasenta adhesive yaitu kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan
plasenta
b) Plasenta akreta yaitu implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisanmiometrium
c) Plasenta inkreta, yaitu implantasi jonjot korion placenta hingga
mencapai/memasukimiometrium
d) Plasenta perkreta, yaitu implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dindinguterus.
e) Plasenta inkarserata, yaitu tertahannya plasenta didalam kavum uteri
yang disebabkan oleh konstriksi ostiumuteri.
5) Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan dan dapat terjadi
perdarahan yang merupakan indikasi untukmengeluarkannya.
6) Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkanperdarahan.
7) Retensio plasenta tanpa perdarahan dapatdiperkirakan.
a) Darah penderita terlalu banyakhilang,

28
b) Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak
terjadi,
c) Kemungkinan implantasi plasenta terlaludalam.
2. Patofisiologi
Manual plasenta dapat segera dilakukan apabila :
- Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.
- Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400cc
- Pada pertolongan persalinan dengannarkosa.
- Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengahjam.
Manual plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di
atas 400 cc dan teriadi retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam). Seandainya
masih terdapat kesempatan penderita retensio plasenta dapat dikirim ke
puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.
Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan
memasang infuse dan memberikan cairan dan dalam persalinan diikuti oleh
tenaga yang dapat memberikan pertolongan darurat.
Tanda dan Gejala Manual Plasenta
a. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi
mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat
multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana
plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi
dilahirkan.
b. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis
servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalamuterus.
c. Perdarahan yang lama > 400 cc setelah bayilahir.
d. Placenta tidak segera lahir > 30menit.

Teknik Manual Plasenta


Untuk mengeluarkan plasenta yang belum lepas jika masih ada waktu
dapat mencoba teknik menurut Crede yaitu uterus dimasase perlahan sehingga
berkontraksi baik, dan dengan meletakkan 4 jari dibelakang uterus dan ibu jari
didepannya, uterus dipencet di antara jari-jari tersebut dengan maksud untuk
melepaskan plasenta dari dinding uterus dan menekannya keluar. Tindakan ini
tidaklah selalu berhasil dan tidak boleh dilakukan secara kasar.

29
2.4 Penatalaksanaan Perdarahan Pasca Persalinan
Prinsip :
1) Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, pertama-
tama dipikirkan bahwa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau
plasenta lahir tidaklengkap.
2) Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan
bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalanlahir.
3) Koreksi yang benar adalah MENGHENTIKAN SUMBER PERDARAHAN.
Usaha awal untuk mempertahankan hemodinamik dapat dengan cara transfusi,
tapi sumber perdarahan harus dicari, ditemukan dan ditangani, untuk
menghentikanperdarahan.
 Luka/Robekan Jalan Lahir
Robekan vagina / vulva / perineum
Kemungkinan etiologi misalnya:
1) Kepala janin terlalu cepatlahir.
2) Pimpinan persalinan tidak sebagaimana mestinya.
3) Sebelumnya terdapat banyak jaringan parut padaperineum.
4) Persalinan dengan distosia bahu.
5) Insisi episiotomi yang terlalu jauh, atau sebaliknya, terlalu kecil.
Jenis robekan perineum berdasarkan luasnya:
1) Robekan perineum tingkat I:
Robekan hanya terjadi pada mukosa vagina, dengan atau tanpa merobek
kulit perineum / vulva bagian depan.
2) Robekan perineum tingkat II:
Robekan terjadi pada mukosa vagina (dengan / tanpa merobek kulit
perineum / vulva bagian depan) dan m.perinei transversalis, tanpa merobek
m.sfingter ani.
3) Robekan perineum tingkat III - IV : robekan terjadi pada seluruh perineum
sampai mengenai otot-otot sfingter ani dan mungkin juga sebagian besar
dinding rektum distal (disebut juga ruptura perineitotalis).
(ruptura perinei totalis di beberapa kepustakaan yang berbeda disebut
sebagai termasuk dalam robekan derajat III, atau IV).

30
Prinsip reparasi robekan perineum :
1) Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan di sebelah dalam / proksimal,
ke arah luar /distal.
2) Jahitan lapis demi lapis, lapis dalam kemudian lapis luar.
Risiko komplikasi : perdarahan, infeksi, hematoma,fistula

Gambar robekan jalan lahir

 RobekanServiks
Robekan serviks dapat terjadi pada :
1) Partus presipitatus (persalinan terlalucepat).
2) Trauma karena alat-alat bantupersalinan
3) Pada waktu persalinan kala ii, pembukaan belumlengkap.
4) Partus lama disertai edema serviks, sehingga serviks rapuh dan mudahrobek.
Risiko komplikasi:
1) Komplikasi segera : perdarahan, dapat menyebabkan syok sampaikematian.
2) Komplikasi jangka panjang : terjadi inkompetensi serviks, dapat
menyebabkan juga infertilitassekunder.
Prinsip penjahitan robekan serviks :
1) Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan di sebelah dalam /
proksimal, ke arah luar /distal.

31
2) Jahitan dapat selapis, tapi jika dalam, dilakukan lapis demi lapis, lapis
dalam kemudian lapisluar.

Gambar robekan serviks

 Robekan vagina bagian dalam / robekan forniks (kolporeksis)


Kolporeksis adalah suatu keadaan di mana terjadi robekan pada bagian atas /
dalam vagina (regio fornices) sehingga sebagian serviks uteri dan mungkin
sebagian uterus terlepas dari vagina.
Robekan yang terjadi dapat memanjang atau melintang.
Etiologi :
1) Partus dengan disproporsisefalopelvik
2) Partus terlalucepat
3) Trauma waktu manipulasi / eksplorasi jalan lahir (misalnya waktu
mengeluarkan plasenta secaramanual)
4) Hubungan seksual / coitus yang kasar disertai dengan kekerasan atau
menggunakan benda-bendatajam.
Penatalaksanaan : eksplorasi dan reparasi segera dengan cara laparotomi.

 Rupturauteri
Ruptura uteri adalah kejadian robeknya dindinguterus.
Jenis ruptura uteri berdasarkan kemungkinan etiologi:
1) Ruptura uteri spontan : terjadi spontan pada keadaan di mana
terdapat penyulit pada persalinan, misalnya kelainan letak /
presentasi janin, disproporsi sefalopelvik, kontraksi uterus
berlebihan misalnya akibat induksi / stimulasi uterotonik,dsb.

32
2) Ruptura uteri traumatik : terjadi akibat trauma fisik pada uterus,
misalnya karena dorongan / tekanan pada uterus saat persalinan,
penggunaan alat-alat bedah obstetri yang traumatik, plasenta
manual, kecelakaan (trauma tumpul atau trauma tembus abdomen),
dsb.
3) Ruptura uteri karena lokus minoris : terjadi karena adanya lokus
minoris pada uterus, misalnya ada jaringan parut bekas operasi
sebelumnya, mioma uteri,dsb.

Jenis ruptura uteri berdasarkan robekan lapisan uterus :


1) Ruptura uteri inkomplit : hanya dinding uterus yang robek, sedangkan
lapisan serosa / peritoneum korpus uteri tetap utuh, sehingga isi
konsepsi masih terdapat di dalam uterus. Dapat berlanjut menjadi
rupturakomplit.
2) Ruptura uteri komplit : robekan terjadi pada dinding uterus sampai
peritoneum, sehingga isi konsepsi dapat keluar ke dalam rongga
perut.

Gejala :
1) Gejala awal / membakat : his kuat terus-menerus, rasa nyeri hebat di
abdomen bawah, nyeri waktu disentuh / ditekan, gelisah, tekanan
darah, nadi dan pernapasanmeningkat.
2) Segera setelah terjadi ruptur, dapat dijumpai gejala-gejala akut abdomen,
keadaan umum memburuk dapat sampai syok, dan pada ruptur total
dapat diraba bagian tubuh janin yang keluar dari kavum uteri ke dalam
ronggaabdomen.
3) Jika ruptur telah berlangsung lama, mungkin terjadi meteorismus
dan defans muskular abdomen, sehingga bagian tubuh janin sulit
diraba.
Penatalaksanaan :
Laparotomi segera, disertai dengan pemberian oksigen, infus dan/atau
transfusi darah. Tujuannya adalah menyelamatkan nyawa ibu
(terutama, karena kemungkinan besar janin segera meninggal) dan jika
janin masih hidup, untuk menyelamatkan nyawajanin.

33
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bedah obstetri adalah tindakan bedah yang dilakukan untuk membantu/
mengatasi masalah-masalah yang terjadi selama proses persalinan. Urutan indikasi
tindakan bedah berdasarkan prioritas : To save life, To release suffering, dan To correct
deformity.
Komplikasi dalam kasus keperawatan dapat terjadi diluar dugaan, meskipun
sesuatu yang telah dijalankan dengan rapi dan sempurna. Dengan pengetahuan yang
baik, penanganan persalinan yang berhati-hati disertai dengan ketelitian dengan baik
pula, diharapkan kematian dan kesakitan ibu hamil dapat ditekan sekecil-kecilnya
setiap tenaga kesehatan diharapkan mampu menangani persalinan normal maupun
patologi dan berupaya agar tidak terjadi komplikasi. Tenaga kesehatan harus
mengetahui dan menguasai tindakan-tindakan yang harus dilakukan apabila
memberikan pertolongan baik pada persalinan normal maupun patologi. Pengetahuan
tentang tindakan operatif yaitu Ekstraksi Vakum, induksi persalinan, Digital Curretase,
persalinan sungsang, maupun manual plasenta harusdimiliki

3.2 Saran
Mengenal kasus obstetri secara dini sangat penting agar pertolongan yang cepat
dan tepat dapat dilakukan. Dalam menangani kasus gawat darurat, penentuan
permasalahan utama (diagnosis) dan tindakan pertolongannya harus dilakukan dengan
cepat, cermat, dan terarah. Dengan diagnosis yang tepat maka penatalaksanaan yang
dilakukan juga dapat tepat mengenai sasaran, hal ini dapat memperkecil angka
kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB).

34
DAFTAR PUSTAKA

Bandiyah, Siti. 2009. Keterampilan Dasar Praktek Klinik Keperawatan dan


Kebidanan. Yogakarta : Nuna Medika.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia; Aplikasi


Konsep dan Proses Keperawatan; Buku 1. Jakarta : Salemba Medika.

Mochtar Rustam, MPH. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC

Prawirohardjo Sarwono. 2010. Ilmu Bedah Kebidanan.Jakarta:PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Samba, Suharyati. 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta : EGC

Available at :
ocw.usu.ac.id/course/download/...asuhan.../dak_112_slide_ilmu_bedah_obstetri.pdf

35

Anda mungkin juga menyukai