Anda di halaman 1dari 26

PENURUNAN ANGKA KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 6-12 BULAN SETELAH

IBU MENDAPAT PENGETAHUAN PENTINGNYA KEBERSIHAN BOTOL SUSU DI


DESA SUMBERPORONG LAWANG

KARYA TULIS ILMIAH

(STUDI KASUS)

PAMELA AGESTI

NIM. P17220174063

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN LAWANG
2019
PENURUNAN ANGKA KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 6-12 BULAN SETELAH
IBU MENDAPAT PENGETAHUAN PENTINGNYA KEBERSIHAN BOTOL SUSU DI
DESA SUMBERPORONG LAWANG

Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu persayaratan menyelesaikan program
pendidikan Diploma III Keperawatan di Program Studi Keperawatan Lawang Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang

PAMELA AGESTI
NIM. P17220174063

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIII
KEPERAWATAN LAWANG
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga dapat terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Penurunan Angka
Kejadian Diare Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Setelah Ibu Mendapat Pengetahuan Pentingnya
Kebersihan Botol Susu Di Desa Sumberporong Lawang” sebagai salah satu persyaratan
menyelesaikan program pendidikan Diploma III Keperawatan Lawang Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang. Terima kasih dan penghargaan kami sampaikan
kepada yang terhormat :

1. Kedua orang tua, yang selalu memberikan semangat dan doa dalam menyusun Karya

Tulis Ilmiah ini.

2. Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang yang telah memberikan sarana dan

prasarana kemudahan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Ketua Jurusan Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang yang telah memberikan

pengarahan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Ketua Program studi D-III Keperawatan Lawang Politeknik Kesehatan Kemenkes

Malang yang telah memberikan ijin penelitian dalam Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Kepala Desa Sumberporong Lawang yang telah memberikan ijin untuk melakukan

penelitian di desa Sumberporong.

6. Bapak Ibu dosen dan Staf Tata Usaha Jurusan Keperawatan Malang yang telah

memberikan semangat.

7. Subjek penelitian yang telah bersedia untuk menjadi responden dalam penyusunan

Karya Tulis Ilmiah ini.

8. Teman-teman seangkatan dan semua pihak yang selalu memberikan dukungan selama

proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas amal yang telahdiberikan dan

semoga Karya Tulis Ilmiah ini berguna bagi diri kami sendiri maupun pihak lain yang

memanfaatkan.

ii
Malang, 17 Mei 2019

Pamela Agesti

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
2.1 Rumusan Masalah 2
3.1 Tujuan 2
4.1 Manfaat 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4


2.1. Kebersihan Botol Susu 4
2.1.1. Definisi Kebersihan/Hygiene 4
2.1.2. Definisi Kebersihan Botol Susu 4
2.1.3. Teknik Membersihkan Botol Susu 4
2.2. Konsep Diare 6
2.2.1. Pengertian Diare 6
2.2.2. Klasifikasi Diare 6
2.2.3. Etiologi Diare 6
2.2.4. Tanda Dan Gejala Diare 7
2.2.5. Patofisiologi Diare 7
2.2.6. Manifestasi Klinis Diare...............................................8
2.3. Kerangka Teori.....................................................................8
2.4. Kerangka Konsep..................................................................9
BAB III METODE STUDI KASUS 10
3.1. Desain Penelitian 10
3.2. Subjek Penelitian 10
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian 10
3.4. Fokus Studi 11
3.5. Definisi Operasional 11
3.6. Pengumpulan Data 11
3.6.1 Teknik Pengumpulan Data.....................................................11

iv
3.6.2 Instrumen Penelitian..............................................................12
3.6.3 Prosedur Penelitian................................................................13
3.6.4 Tahap Pelaksanaan.................................................................13
3.7. Penyajian Data 16
3.8. Etika Penelitian 16
3.9. Daftar Pustaka......................................................................18

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Kementrian Kesehatan, menyatakan bahwa yang disebut dengan bayi adalah
individu yang berusia 0-12 bulan. Atau bisa disebut dengan individu yang berusia kurang dari
1 tahun, jadi setelah berusia 1 tahun ke atas sudah bukan disebut dengan bayi. Namun disebut
dengan anak. Pada masa bayi, perkembangan berlangsung sangat pesat. Selama 12 bulan
pertama setelah kelahiran pertumbuhan berlangsung lebih cepat dibanding masa sesudahnya,
yaitu masa anak-anak,remaja, maupun masa dewasa (Dwi, 2013).

Menurut WHO Pengertian diare adalah buang air besar dengan konsistensi cair
(mencret) sebanyak 3 kali atau lebih dalam satu hari (24 jam). Diare merupakan pengeluaran
feses dengan frekuensi sering dan tidak seperti biasanya dengan konsistensi cair ataupun
setengah cair dan biasanya disertai dengan adanya lendir difeses.

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara


berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi.
Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000
s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000
penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000
penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare
juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69
Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009
terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang
(CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah
penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.).

Salah satu langkah dalam pencapaian target MDG’s (Goal ke-4) adalah menurunkan
kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT),Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke
tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia.
Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah
maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana
yang cepat dan tepat.

Menurut dari hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) pada tahun 2013
kasus diare pada balita di Indonesia yaitu 6,7%. Ada lima provinsi dengan kasus diare
tertinggi yaitu Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%)
dan Banten (8,0%). Karakteristik penderita diare pada balita tertinggi adalah pada kelompok
umur 12-23 bulan (7,6%). Penyakit diare menjadi penyebab 1,8 juta orang meninggal setiap
tahunnya dan 90% adalah anak usia dibawah lima tahun (WHO,2004). Penyakit diare lebih
sering menyerang anak balita dikarenakan masih lemahnya daya tahan tubuh mereka
sehingga balita akan lebih rentan terhadap bakteri penyebab diare.

1
2

Diare sendiri terdapat 2 klasifikasi antara lain diare akut dan diare kronik. Menurut
(Ernawati, 2012) mengatakan bahwa, “Diare akut dimana terjadi sewaktu-waktu dan
berlangsung selama 14 hari dengan pengeluaran tinjak lunak atau cair yang dapat atau tanpa
disertai lendir atau darah”. Menurut (Sodikin, 2011) mengatakan bahwa, “Diare kronik
berlangsung secara terus-menerus selama lebih dari 2 minggu atau lebih dari 14 hari secara
umum diikuti kehilangan berat badan secara signifikan dan malasah nutrisi”.

Salah satu faktor penyebab terjadinya diare pada bayi adalah adanya kuman, virus,
maupun bakteri benda-benda disekitarnya. Salah satu contoh paling mudah adalah
penggunaan botol susu. Pemberian susu formula dengan menggunakan botol susu pada bayi
juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diare pada bayi. Karena biasanya botol
susu kurang terjaga kebersihannya. Karena lewat peralatan minum pada bayi yang kurang
bersih, kuman ataupun bakteri dapat dengan masuk ke tubuh bayi.

Kebanyakan para ibu kurang memperhatikan bahwa semua bakteri, kuman, maupun
virus berasal dari botol susu yang kebersihannya kurang dan cara pencucian botol susu yang
kurang tepat. Maka dari itu, perlu diberikan pengetahuan baik kepada ibu maupun keluarga
mengenai bagaimana cara mencuci botol susu formula dengan baik dan benar. Diharapkan
setelah mendapat pengetahuan mengenai cara mencuci botol dengan benar, dapat
menurunkan angka kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan.

1.2 Rumusan Masalah

Seperti yang kita ketahu bahwa diare merupakan suatu penyakit yang menjadi salah
satu faktor penyebab kematian bayi, dan angka kejadian diare pada bayi di Indonesia sudah
tinggi. Salah satu penyebab terjadinya diare pada bayi yaitu karena kurangnya kebersihan
pada botol susu. Mengapa harus menjaga kebersihan botol susu?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk memberikan pemahaman kepada ibu maupun keluarga bahwa kebersihan botol
susu itu penting di Desa Sumberporong RT 04 RW 05.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini akan dapat mengaplikasikan teori khususnya dibidang

anak. diharapkan dapat mengaplikasikan teknik membersihkan botol susu dengan

benar guna mengurngi kejadian diare pada anak.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Institusi Penidikan Kesehatan

2
3

Agar hasil penulisan ini dapat dijadikan bahan pembelajaran khususnya

dibidang keperawatan dalam pemberian edukasi pada ibu maupun keluarga dengan

aplikasi teknik membersihkan botol susu.

b. Bagi Petugas Medis

Melalui penelitian ini diharapkan semakin dikembangkan oleh petugas medis

dalam mengaplikasikan teknik membersihkan botol susu.

c. Bagi klien

Membantu membuka wawasan klien tentang pentingnya membersihkan botol

susu dengan benar guna menurunkan angka kejadian diare pada bayi.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebersihan Botol Susu

2.1.1 Definisi Kebersihan/Hygiene

Menurut Depkes RI (tahun 2004) pengertian Hygiene adalah upaya kesehatan dengan
cara memelihara dan melindungi kebersihan individu, misalnya mencuci tangan untuk
kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian
makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan.

Higienis menurut Badan Kesahatan Dunia atau World Health Organization (WHO)
merupakan suatu kondisi atau upaya dalam menjaga kesehatan dan pencegahan terhadap
penyebaran wabah penyakit.

2.1.2 Kebersihan Botol Susu

Kebersihan botol susu adalah salah satu faktor yang turut andil menjaga kesehatan
bayi. Maka dari itu, kita boleh asal-asalan dalam membersihkan botol susu. Pada prinsipnya
dalam membersihkan botol susu memang harus sampai bersih, tapi juga harus dengan cara
yang tepat dan benar.

2.1.3 Teknik Membersihkan Botol Susu

Untuk membersihkan botol susu harus dengan cara yang tepat dan benar, hal ini
dikarenakan ada banyak bakteri yang ada dalam botol susu. Menurut (Cleanpedia, 2019)
mengatakan bahwa, “Mencuci botol bayi secara benar bisa membantu meminimalkan risiko
perkembangan bakteri akibat residu susu.”

Menurut (Nikita, 2019) berikut teknik membersihkan botol susu dengan benar.

1. Cucilah tangan Anda dengan sabun hingga bersih sebelum mencuci botol susu si
kecil.
2. Lepaskan seluruh bagian botol susu dan tuangkan sedikit cairan pembersih khusus ke
tiap bagian botol susu. Tambahkan sedikit air untuk mempermudah proses pencucian.
3. Mulailah dengan membersihkan dasar botol susu menggunakan sikat halus dengan
gerakan memutar. Bersihkan sisi dalam botol dengan menggerakkan sikat naik-turun.
Lanjutkan ke bagian bibir botol, jika perlu gunakan sikat kecil yang bisa menjangkau
setiap celah tutup botol.
4. Setelah usai membersihkan bagian botol, Anda bisa melanjutkannya ke bagian gelang
dot. Pakailah sikat kecil untuk membersihkan seluruh bagian dari gelang dot ini,
terutama bagian ulir di dalamnya yang kadang suka terlupakan. Lalu, bersihkan dot
dengan sikat yang sama. Pastikan tidak ada sisa susu yang tertinggal.
5. Cuci bagian tutup botol susu dengan menggunakan spon pembersih hingga bagian
dalamnya.

4
5

6. Bilas hingga bersih semua bagian botol yang sudah diberi sabun tadi dengan
menggunakan air keran yang mengalir. Jangan biasakan membilas dengan cara
merendamnya di dalam wadah.  Sebab kebiasaan ini membuat kotoran akan
menempel lagi.
7. Setelah proses pencucian selesai, lanjutkan dengan proses pensterilan. Didihkan air
dalam panci, matikan api dan diamkan setiap bagian botol di dalam panci selama 15
menit. Untuk hasil maksimal, gunakan air mineral sebagai air rebusan. Mengapa?
Sebab kualitas air keran setiap rumah itu berbeda-beda. Kalau tidak ingin direbus,
Anda juga bisa menggunakan alat sterilisator.
8. Angkat botol susu dengan menggunakan penjepit dan tiriskan. Kemudian, keringkan
botol dan perlengkapannya dengan handuk bersih. Biasakan untuk menyediakan lap
khusus untuk membersihkan botol susu, jangan campurkan dengan lap yang lain.
Kemudian simpan botol dalam wadah plastik bersih. Jangan biarkan botol terendam
lama di dalam panci, apalagi sampai airnya dingin lagi. Ini akan membuat proses
pensterilan sia-sia, dan kuman-kuman pun akan kembali menempel pada botol.

Menurut (Revi, 2018), “Pada umumnya ada beberapa cara yang dapat anda
lakukan dalam mensterilkan botol susu bayi yaitu :

1. Metode Perebusan
Ketika anda memilih untuk mensterilkan botol susu bayi dengan cara merebus
yang harus perhatikan terlebih dahulu adalah jenis plastik botol bayi karena jenis
Polikarbonat (PC) akan melepaskan residu senyawa kimia apabila direbus. Plastik
jenis ini akan melepaskan residu yang berbahaya bagi kesehatan bayi anda yaitu
jenis bisfanol yang akan membahayakan sistem hormon tubuh. Apabila jenis
plastik botol susu anda memang aman untuk dilakukan strelisasi dengan cara
perebusan maka hal yang dapat anda lakukan adalah dengan menyediakan panci
besar dengan penutupnya. Isi panci dengan air secukupnya yaitu ketika botol susu
bayi sudah tenggelam di dalam panci tersebut. Pastikan tidak ada gelembung
udara yang terperangkap di dalam botol dan dot, kemudian tutup panci dan
didihkan kurang lebih 10 menit.
2. Mengunakan Microwave
Banyak botol susu bayi dapat disterilisasi menggunakan microwave. Hanya
dibutuhkan waktu 90 detik untuk mensterilkan botol susu bayi anda dalam
menggunakan microwave. Jangan menutup botol susu selama melakukan
sterilisasi microwave karena tekanan dapat terjadi di dalamnya.Hati-hati saat
melepas tutup microwave pada saat strealisasi uap karena masih menyimpan
panas setelah strealisasinya. Keuntungan utama dari sterilisi microwave adalah
tidak ada bau atau rasa tersisa setelah metode ini. Selain itu jika anda dapat
menyimpan dengan cara yang tertutup akan membantu dalam menjaga botol susu
anda dalam keadaan steril selama 3 jam.
3. Metode Air Dingin
Anda dapat membeli peralatan sterilisasi khusus untuk sterilisasi air dingin
atau anda dapat menggunakan wadah plastik dengan tertutup. Jika Anda
6

menggunakan ember atau wadah untuk menstrerilkan botol susu periksa bahwa
peralatan yang anda gunakan bersih. Hal yang harus anda perhatikan selanjutnya
adalah tidak ada gelembung udara yang tersisa di botol dan menjaga semuanya
terendam selama minimal 30 menit untuk mensterilkan secara optimal. Bagi anda
yang akan mensterilkan botol susu hal yang penting yang terkadang luput dari
perhatian anda adalah kebersihan tangan anda kemudian alat alat yang akan
digunakan seperti sikat botol dan juga cara membilasnya, pastikan deterjen yang
anda gunakan bersih dan tidak membekas di botol susu.

2.2 Konsep Diare

2.2.1 Pengertian Diare

Menurut data WHO pada tahun 2013, diare merupakan penyakit kedua yang
menyebabkan kematian pada anak-anak balita (bawah lima tahun), dan diare sudah
membunuh 760.000 anak setiap tahunnya. Sebagian besar penderita diare yang
meninggal dikarenakan terjadinya dehidrasi atau kehilangan cairan dalam jumlah
yang besar.

Menurut Depkes RI (2011), diare adalah suatu kondisi dimana seseorang


buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan
frekuensinya lebih dari tiga kali dalam satu hari. Menurut Irianto (2014), diare adalah
suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair,
serta frekuensinya lebih dari 3 kali sehari.

Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak


atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara
untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24
jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam
(Juffrie, 2010).

2.2.2 Klasifikasi Diare

Terdapat beberapa pembagian diare:

a. Berdasarkan lamanya diare:


a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive)
selama masa diare tersebut. (Suraatmaja, 2007).
b. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:
a. Diare sekresi (secretory diarrhea)
b. Diare osmotic (osmotic diarrhea) (Suraatmaja, 2007)

2.2.3 Etiologi Diare


7

Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005,etiologi diare dibagi


atas 4 penyebab, diantaranya adalah :

1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium


perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas
2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus
3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli, Trichuris
trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis.
4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,
imunodefisiensi, kesulitan makan, dll.
2.2.4 Tanda Dan Gejala Diare

Menurut (Honestdoc, 2018) tanda dan gejala yang biasanya menyertai penyakit
diare antara lain:

1. Buang air besar encer dan sering

2. Kram perut

3. Nyeri perut

4. Demam

5. Darah dalam tinja

6. Kembung

2.2.5 Patofisiologi Diare

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme


dibawah ini:

1. Diare sekretorik

Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari
usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan
diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung
walaupun dilakukan puasa makan/minum (Simadibrata, 2006).

2. Diare osmotik

Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus
halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (antara lain
MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus
missal pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa (Simadibrata,
2006).

3. Malabsorpsi asam empedu dan lemak


8

Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle


empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati (Simadibrata, 2006).

4. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit

Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif NA+
K+ ATPase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal (Simadibrata, 2006).

5. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal

Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus


sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebabnya antara
lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid (Simadibrata, 2006).

6. Gangguan permeabilitas usus

Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan


adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus (Simadibrata,
2006).

7. Diare inflamasi

Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mukus,
protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen.
Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare
osmotik dan diare sekretorik (Juffrie, 2010).

8. Diare infeksi

Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut
kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif dan invasif (merusak
mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresikan
oleh bakteri tersebut (Simadibrata, 2006).

2.2.6 Manifestasi Klinis

Infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila


terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala
gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi
sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya. Penderita dengan diare cair
mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat.
Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga
meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik,
dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati
dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi
9

isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut


derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau
dehidrasi berat (Juffrie, 2010).

2.3 Kerangka Teori


10

2.4 Kerangka Konseptual

1. Bakteri : Shigella,
Salmonella, E. Coli, Gol. Diare
Vibrio, Bacillus cereus,
Clostridium perfringens,
11

Teknik
membersihkan
botol susu yang
kurang tepat

Memberikan edukasi
pada ibu dan keluarga

Terjadi penurunan
angka kejadian Diare
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian studi kasus

deskriptif. Studi kasus deskriptif merupakan penelitian yang dianalisis secara mendalam baik

dari segi yang berhubungan dengan keadaan kasus, maupun tindakan dan reaksi kasus

terhadap suatu perlakuan atas pemaparan tertentu. Meskipun di dalam penelitian ini yang

diteliti hanya berbentuk unit tunggal, namun dianalisis secara mendalam, meliputi aspek yang

sangat luas, serta penggunaan berbagai teknik secara integratif (Notoatmodjo, 2010) dan di

lakukan dengan tujuan membuat gambaran tentang sesuatu keadaan secara obyektif (Setiadi,

2013). Jenis penelitian studi kasus ini menggunakan observasi partisipatif. Observasi

partisipatif merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pengamat untuk ikut berpartisipatif pada

aktivitas dalam kontak sosial yang tengah diselidiki (Notoatmodjo, 2010)

Pada studi kasus ini telah mendeskripsikan tentang teknik membersihkan botol susu yang

benar guna menurunkan angka kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan.

3.2 Subyek Penelitian

Subyek penelitian pada studi kasus ini adalah bayi usia 0-6 bulan dengan diagnosa diare

karena faktor kebersihan botol susu kurang dengan kriteria inklusi sebagai berikut:

1. Ibu Bayi bersedia menjadi subyek dengan menandatangani informed consent

2. Bayi usia 0-6 bulan dengan diagnosa diare

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan peneliti dalam penelitian untuk

memperoleh data yang diinginkan. Adapun tempat yang dipilih dalam studi kasus ini adalah

10
11

desa Sumberporong RT 04 RW 05 Kecamatan Lawang Kabupaten Malang. Waktu penelitian

adalah waktu berlangsungnya penelitian. Studi kasus ini dilangsungkan selama 1 minggu

pada tanggal 12-19 Juli 2019.

3.4 Fokus Studi

Fokus studi adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi nilai dan

merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti secara empiris atau

ditentukan tingkatannya (Setiadi, 2013). Fokus studi pada penelitian ini adalah teknik

membersihkan botol susu dengan benar guna menurunkan angka kejadian diare pada bayi

usia 0-6 bulan.

3.5 Definisi Operasional

Dalam studi kasus berjudul “Penurunan Angka Kejadian Diare Pada Bayi Usia 6-12

Bulan Setelah Ibu Mendapat Pengetahuan Pentingnya Kebersihan Botol Susu Di Desa

Sumberporong Lawang” ini memiliki definisi operasional sebagai berikut : Kebersihan Botol

Susu merupakan tidak adanya kuman, virus, maupun bakteri yang masih berada dalam botol

di karenakan dilakukan pembersihan dengan teknik yang benar.

3.6 Pengumpulan Data

3.6.1 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam studi kasus ini menggunakan metode

observasi dan wawancara. Menurut (Hidayat, 2008) Observasi merupakan cara

pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung kepada responden

penelitian untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti. Pengumpulan data

dengan cara observasi ini dapat digunakan apabila objek penelitian adalah perilaku

manusia, proses kerja, atau responden kecil.


12

Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data,

di mana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari seseorang

sasaran penelitian (responden), atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang

tersebut. Wawancara juga sebagai pembantu utama dari metode observasi

(Notoatmodjo, 2010).

Peneliti melakukan wawancara kepada responden, kemudian peneliti melakukan

edukasi mengenai cara membersihkan botol susu dengan benar selama 7 hari.

3.6.2 Instrumen Penelitian

Dalam studi kasus ini instrument penelitian yang digunakan adalah check list. Check

list yang digunakan dalam studi kasus ini untuk mengetahui perkembangan mobilisasi. Check

list yang digunakan adalah check list tentang perkembangan mobilisasi dini. Check list

tentang perkembangan mobilisasi dini ini berisi indikator perkembangan mobilisasi, yang

terdiri dari 3 indikator. Peneliti menggunakan check list “YA” atau “TIDAK”.

Jenis wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara bebas terpimpin.

Menurut (Notoatmodjo, 2010) wawancara bebas terpimpin merupakan kombinasi dari

wawancara tidak terpimpin dan wawancara terpimpin. Meskipun terdapat unsur kebebasan,

tetapi ada arah pembicaraan secara tegas dan mengarah. Jadi wawancara ini memiliki ciri

fleksibilitas tetapi arahnya jelas.

Wawancara dalam studi kasus ini digunakan sebagai data pendukung hasil observasi,

yaitu untuk menanyakan indikator diare dikarenakan teknik membersihkan botol susu yang

kurang tepat. Dalam pedoman wawancara terdapat beberapa pertanyaan yang akan diajukan

pada responden.
13

3.6.3 Prosedur Penelitian

Adapun prosedur pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Peneliti mengajukan surat ijin studi pendahuluan ke pihak terkait: Politeknik

Kesehatan Kemenkes Malang Prodi DIII Keperawatan Lawang, Kepala Desa

Sumberporong, Lawang. Peneliti mendapat surat pengantar untuk melakukan studi

pendahuluan di desa Sumberporong Lawang pada tanggal 12 Juli 2019.

2. Melakukan studi pendahuluan untuk mengetahui jumlah bayi usia 0-6 bulan yang

terkena diare.

3. Selanjutnya peneliti menetapkan responden penelitian, tempat serta waktu

penelitian.

4. Peneliti mendapat surat ijin untuk melakukan penelitian di desa Sumberporong

Lawang pada tanggal 12 Juli 2019.

5. Memberikan penjelasan sebelum persetujuan kepada responden

6. Memberikan informed Consent kepada responden

7. Melakukan wawancara kepada responden, kemudian memberikan informasi

kepada responden tentang teknik membersihkan botol susu.

8. Mengobservasi serta melakukan edukasi mengenai teknik membersihkan botol

susu, dan observasi setelah mengetahui cara membersihkan botol susu formula

dengan benar sesuai indikator dalam instrument check list.

9. Melakukan pengolahan data hasil observasi dan wawancara ke dalam bentuk

narasi.

3.6.4 Tahap Pelaksanaan

1. Menentukan subjek penelitian sesuai kriteria inklusi yang ditetapkan melalui

dokumen subjek dan wawancara terstruktur dengan klien.


14

2. Setelah mendapatkan subjek sesuai kriteria inklusi, peneliti memberikan penjelasan

kepada subjek penelitian tentang tujuan, kerahasiaan data, manfaat dari penelitian

yang dilakukan terhadap subjek.

3. Peneliti menjelaskan teknik pelaksanaan mobilisasi dini sesuai SOP.

4. Setelah mendapatkan penjelasan, peneliti meminta persetujuan kepada subjek

penelitian untuk menandatangani Informed Consent sebagai bukti bersedia

dilibatkan dalam penelitian dan subjek menandatangani lembar

pertanggungjawaban peneliti untuk mengantisipasi hal yang terjadi diluar batas

peneliti.

5. Melakukan kontrak waktu dengan subjek.

6. Kegiatan pengambilan data dilakukan selama lima hari sesuai dengan jadwal

subjek, dan pemberian aplikasi mobilisasi dini oleh peneliti kepada subjek

dilakukan selama satu hari sebanyak satu kali.

7. Peneliti melatih mobilisasi dini selama satu hari satu kali selama lima hari kepada

klien sesuai SOP.

8. Selama intervensi mobilisasi dini dilakukan maka peneliti mengobservasi

perkembangan mobilisasi menggunakan lembar Observasi .

9. Peneliti menggunakan pengumpulan data melalui metode wawancara terstruktur

dengan lembar wawancara terbuka yang di buat peneliti dan observasi kepada

subjek.

10. Peneliti melakukan pengukuran mobilisasi selama lima hari menggunakan lembar

observasi alat perkembangan mobilisasi dini dan lembar wawancara yang di buat

peneliti.

11. Peneliti melakukan interpretasi observasi alat ukur perkembangan mobilisasi dan

lembar wawancara yang di buat peneliti.


15

12. Peneliti mendokumentasikan semua hasil di tulis dalam lembar observsi untuk

kemudian dilakukan pengolahan dan analisa dari data yang telah didapatkan

kemudian dideskripsikan.

13. Rincian Rencana Pengambilan Data

a. Pertemuan 1 sebelum subjek diberikan tindakan operasi tanggal 4 Juni 2108

peneliti melakukan wawancara dengan instrumen wawancara yang dibuat

peneliti sebelum dilakukan mobilisasi dini, menjelaskan SOP mobilisasi dini,

meminta inform consent dan kontrak waktu sebelum melakukan aplikasi

mobilisasi dini untuk pertemuan yang akan datang.

b. Pada tanggal 5 Juni 2018 setelah 6 jam pertama ibu post sectio caesarea istirahat

tirah baring, dilakukan aplikasi mobilisasi tahap pertama dan dilakukan

observasi melalui lembar wawancara yang dibuat peneliti.

c. Pada tanggal 5 juni 2018 Setelah 10 jam tirah baring dilakukan aplikasi

mobilisasi dini tahap ke dua dan dilakukan observasi mobilisasi melalui lembar

observasi perkembangan mobilisasi yang dibuat peneliti dan lembar wawancara.

d. Pada tanggal 6 Juni 2018 Hari ke tiga dilakukan aplikasi mobilisasi dini tahap

ke tiga dalam posisi duduk terakhir dilakukan observasi melalui lembar

wawancara yang dibuat peneliti dan lembar observasi perkembangan mobilisasi.

e. Pada tanggal 7 Juni 2018 Hari ke empat dilakukan aplikasi mobilisasi dini tahap

ke empat dalam posisi bangkit dari tempat duduk terakhir dilakukan observasi

melalui lembar wawancara yang dibuat peneliti dan lembar observasi

perkembangan mobilisasi.

f. Pada tanggal 8 Juni 2018 Hari ke lima dilakukan aplikasi mobilisasi dini tahap

ke lima dalam posisi berdiri terakhir dilakukan observasi melalui lembar


16

wawancara yang dibuat peneliti dan lembar observasi perkembangan mobilisasi

serta perkembangan luka inflamasi.

3.7 Penyajian Data

Penyajian data disesuaikan dengan desain penelitian, untuk penelitian studi kasus data

disajikan secara tekstural/narasi dan dapat disertai dengan cuplikan ungkpan verbal dari

subyek penelitian yang merupakan data pendukungnya (Utami, dkk,: 2013). Menurut

Notoatmodjo (2010), hasil studi kasus disajikan dalam bentuk tekstural yaitu penyajian data

hasil studi kasus berupa tulisan atau narasi dan hanya dipakai untuk data yang berjumlah

kecil serta memerlukan kesimpulan yang sederhana.

Dalam penelitian ini data akan disajikan dalam bentuk tekstural/narasi dan tabel untuk

menggambarkan hasil observasi dan wawancara, dan menyimpulkan hasil penelitian tentang

teknik mencuci botol susu dengan benar pada kejadian diare pada anak.

3.8 Etika Penelitian

Menurut Nursalam (2008) etika penelitian yang harus diperhatikan antara lain:

1. Prinsip Manfaat

a) Bebas dari penderitaan

Penelitian harus dilakukan tanpa mengakibatkan penderita kepada subyek, khususnya

jika menggunakan tindakan khusus.

b) Bebas dari eksploitasi

Partisipasi subyek dalam penelitian, harus dihindarkan dari keadaan yang tidak

menguntungkan. Subyek harus diyakinkan bahwa partisipasinya dalam penelitian atau

informasi yang diberikan, tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan

subyek dalam bentuk apapun.


17

c) Resiko

Peneliti harus berhati-hati mempertimbangkan resiko dan keuntungan yang akan

berakibat kepada subyek dalam setiap tindakan. Dalam penelitian ini resiko yang akan

berakibat pada subyek tidak ada.

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia

a) Hak untuk ikut/tidak menjadi responden

Subyek harus diperlakukan secara manusiawi, subyek mempunyai hak memutuskan

apakah mereka bersedia menjadi subyek atau tidak, tanpa adanya sanksi apapun atau

akan berakibat terhadap kesembuhannya, jika mereka seorang klien.

b) Hak untuk mendapat jaminan dari perlakuan yang diberikan

Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci serta bertanggung jawab

jika ada sesuatu yang terjadi pada subyek.

c) Informed Consent

Subyek harus mendapatkan informasi yang lengkap tentang tujuan penelitian yang

akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi

responden.

3. Prinsip Keadilan (Right To Justice)

a) Hak untuk mendapat perlakuan yang adil

Subyek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah keikut

sertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila ternyata mereka tidak

bersedia atau dikeluarkan dari penelitian.


Daftar Pustaka

Bidanku.2006. Cara Mensterilkan Botol Susu Bayi.(https://bidanku.com/cara-mensterilkan-


botol-susu-bayi | Bidanku.com), diakses pada tanggal 17 Mei 2019
Bistream.2017.Diare, (http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/15319/6.BAB
%20II.pdf?sequence=6&isAllowed=y), diakses pada tanggal 17 Mei 2019
Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Kemenkes RI
Maxmarone.2017.Pengertian Hygine.
(https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-hygiene.html), diakses pada
tanggal 17 Mei 2019
Notoadmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Wati,Sita. 2018. Diare Pada Bayi,(http://repository.ump.ac.id/729/2/CUCU%20SITA
%20WATI%20BAB%20II.pdf) , diakses pada tanggal 17 Mei 2019
Wijaya. 2018. Batasan Usia Anak dan Pembagian Kelompok Umur Anak.
(https://www.infodokterku.com/index.php/en/96-daftar-isi-content/info-
kesehatan/helath-programs/263-batasan-usia-anak-dan-pembagian-kelompok-umur-
anak), diakses pada tanggal 17 Mei 2019

18

Anda mungkin juga menyukai