Anda di halaman 1dari 90

PENGARUH PIJAT OKSITOSIN DAN ROLLING MASSAGE TERHADAP

PRODUKSI ASI IBU NIFAS 7 HARI DI PUSKESMAS CAMPAKA


TAHUN 2022

Proposal Penelitian Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar S1 Kebidanan

Oleh :
Mona Sriwulan
NPM : 6221492

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur tercurah limpahkan atas kehadirat Allah Yang Maha Esa yang
telah memberikan berbagai kemudahan, petunjuk serta karunia yang tak terhingga
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan proposal penelitian ini yang
berjudul Pengaruh Pijat Oksitosin dan Rolling Massage terhadap produksi Asi Ibu
Nifas 7 Hari di Puskesmas Campaka Tahun 2022 dengan baik dan tepat waktu.
Laporan proposal penelitian ini disusun untuk memenuhi salah satu
persyaratan kelulusan di Institut Kesehatan Rajawali Bandung Jurusan Ilmu
Kebidanan. Dalam penyusunan laporan proposal penelitian ini penulis telah
mendapatkan banyak bimbingan, arahan, bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Tonika Tohri, S.Kp.,M.Kes selaku Rektor Institut Kesehatan Rajawali
Bandung sekaligus pembimbing utama.
2. Erni Hernawati,S.S.T.,Bd., M.M.,M.Keb selaku Dekan Fakultas Kebidanan
Institut Kesehatan Rajawali Bandung
3. Lia Kamila, S.S.T.,Bd.,M.Keb selaku Penanggung Jawab Program Studi
Sarjana Kebidanan Institut Kesehatan Rajawali Bandung dan sekaligus penguji
yang telah memberikan masukan, saran kepada penulis.
4. Maria A.D Barbara, S.S.T.,M.Kes selaku dosen pembimbing pendamping riset
kebidanan yang telah memberikan arahan, bimbingan, dukungan, nasihat,
waktu dan sarannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal penelitian ini dengan baik.
5. Seluruh civitas akademik Institut Kesehatan Rajawali
6. Suami tercinta yang selalu setia mendampingi, member motivasi dan dukungan
secara materil maupun moril guna kelancaran penyelesaian proposal penelitian
ini.
7. Kedua orang tua tercinta serta anak – anakku tersayang dengan penuh kasih
saying telah memberikan doa, dukungan dan motivasi guna kelancaran
proposal penelitian ini.
8. Rekan – rekan mahasiswa seangkatan S1 Kebidanan Alih Jenjang angkatan
2022 atas segala bantuan dan kerjasamanya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................. iv
DAFTAR TABEL................................................................................... v
DAFTAR BAGAN.................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah.......................................................................... 7
1.3 Rumusan Masalah............................................................................. 9
1.4 Tujuan Penelitian............................................................................... 9
1.5 Hipotesis Penelitian........................................................................... 9
1.6 Manfaat Penelitian............................................................................. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Teori Nifas ........................................................................................ 11
2.2 Konsep Laktasi ................................................................................. 13
2.3 Terapi Farmakologis non farmakologis............................................ 30
2.4 Pijat Oksitosin ................................................................................. 34
2.5 Rolling Massage................................................................................ 37
2.6 Kerangka teori .................................................................................. 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Rancangan Penelitian........................................................................ 43
3.2 Kerangka Penelitian.......................................................................... 43
3.3 Variabel Penelitian............................................................................ 44
3.4 Definisi Operasional Varibel............................................................. 45
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian........................................................ 43

ii
3.6 Teknik Pengumpulan data dan Prosedur Penelitian.......................... 48
3.7 Pengolahan dan analisis data............................................................. 49
3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................. 52

BAB IV HASIL PENELITIAN


4.1 Hasil Penelitian................................................................................. 53
4.2 Pembahasan....................................................................................... 57

BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan............................................................................................ 66
5.2 Saran.................................................................................................. 66

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
s

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pijat Oksitosin..................................................................... 24

iv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional................................................................ 29

v
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka teori
Bagan 3.1 Kerangka penelitian
Bagan 3.2 Kerangka penelitian Quasi Eksperimen

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informed Consent Penelitian


Lampiran 2 SOP Pijat oksitosin
Lampiran 3 Observasi Produksi ASI

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


ASI merupakan nutrisi yang tepat buat bayi. Kandungan ASI sangat
dibutuhkan oleh bayi, dimana bayi usia 0 – 6 bulan telah terpenuhi kebutuhan
gizinya bila hanya mengkonsumsi ASI saja. Selain itu tubuh bayi hanya mampu
mengolah atau mencerna gizi yang ada di dalam ASI. Selain ASI bayi akan
mengalami kesulitan dalam mencerna gizi karena ASI mengandung Air, protein,
lemak, DHA dan ARA, karbohidrat, vitamin, enzim, garam dan mineral,
antibiotik, anti virus, dan protein di dalam asi mampu melindungi tubuh bayi dari
penyakit. (Dini Kurniawati,dkk 2020) Pemberian ASI pada dasarnya bermanfaat
bagi Ibu, setiap ibu yang memberikan ASI akan mendapatkan keuntungan yang
tidak didapatkan pada saat tidak memberikan ASI sehingga pemberian ASI dapat
bermanfaat tidak hanya untuk bayi tetapi juga ibu. (Dini Kurniawati,dkk 2020)
Proses pengeluaran ASI dimulai oleh rangsangan saat bayi menghisap
puting susu ibu untuk yang pertama kali. Semakin sering bayi menyusu kepada
ibu maka semakin banyak ASI yang dapat diproduksi (Rayhana & Sufriani,
2017). Dua hormon yang mempunyai peran penting terhadap ASI yaitu: (1)
prolaktin, yang berfungsi untuk meningkatan produksi ASI, dan (2) oksitosin,
yang dapat menyebabkan pengeluaran ASI. Kurangnya rangsangan hormon
prolaktin dan oksitosin dapat menyebabkan penurunan produksi dan pengeluaran
ASI pada hari-hari pertama setelah melahirkan. Hormon ini sangat berperan dalam
kelancaran produksi dan pengeluaran ASI. Masa nifas merupakan masa kritis baik
bagi ibu maupunbayinya karena pada masa ini ibu mengalami kelelahan setelah
melahirkan sehingga dapat mengurangi produksi ASI (Hastuti, 2017).
Fenomena yang terjadi pada ibu melahirkan terutama pada anak pertama
sering mengalami masalah menyusui dengan ketidak lancaran keluarnya ASI,
selain itu ibu sering mengeluhkkan bayinya sering menangis atau menolak
menyusu. Faktor kesehatan ibu seperti putting susu lecet, ASI keluar sedikit atau
tidak mau memberikan kolostrum dalam mitos atau budaya menjadi salah satu

1
2

penyebab pengambilan keputusan untuk menghentikan menyusu atau memberikan


susu formula. Hasil penelitian Rahmawati (2014), menunjukkan bahwa pemberian
ASI eksklusif dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ASI tidak segera keluar
setelah melahirkan/produksi ASI kurang atau tidak cukup, ibu kurang percaya
diri, keadaan puting susu ibu yang tidak menunjang, ibu bekerja dan pengaruh
promosi pengganti ASI. Selain itu dalam penelitian lain oleh Br Tarigan dkk
(2022) menjelaskan gambaran factor yang mempengaruhi pemberian ASI Ekslusif
pada ibu menyusui di wilayah kerja Puskesmas Kabajahe adalah 65,2 % dari 138
repsonden ibu tidak memberikan ASI ekslusif dengan mayoritas ibu yang tidak
memberikan ASI memiliki pendidikan rendah, memiliki pekerjaan berpendapatan
rendah, berpengetahuan buruk, tidak melakukan inisiasi menyusu dini dan tidak
mendapat dukungan suami.
Sedangkan pada hasil penelitian Ari Febriyanti (2021) mengenai
determinan pemberian ASI ekslusif pada ibu menyusui di Puskesmas I Denpasar
Barat menunjukkan bahwa terdapat hubungan pendidikan, pengetahuan, persepsi,
dukungan suami, keterpaparan informasi terhadap pemberian ASI Ekslusif dengan
faktor dominan yaitu persepsi ibu terhadap pemberian ASI Ekslusif. Ibu-ibu
berhenti menyusui bayinya pada bulan pertama postpartum disebabkan putting
susu lecet, kesulitan dalam melakukan perlekatan yang benar serta persepsi
mereka tentang ketidakcukupan produksi ASI ibu sehingga tidak dapat
memuaskan bayi.
Berdasarkan analisa data WHO di Indonesia, hanya 1 dari 2 bayi berusia di
bawah 6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif, dan hanya sedikit lebih dari 5
persen anak yang masih mendapatkan ASI pada usia 23 bulan. Artinya, hampir
setengah dari seluruh anak Indonesia tidak menerima gizi yang mereka butuhkan
selama dua tahun pertama kehidupan. Lebih dari 40 persen bayi diperkenalkan
terlalu dini kepada makanan pendamping ASI, yaitu sebelum mereka mencapai
usia 6 bulan, dan makanan yang diberikan sering kali tidak memenuhi kebutuhan
gizi bayi. (1) Berdasarkan data pada laporan kinerja Kemenkes RI tahun 2021
menjelaskan bahwa berdasarkan laporan rutin Direktorat Gizi Masyarakat tahun
2021 per tanggal 4 Februari 2022, diketahui bahwa dari 1.845.367 bayi usia < 6
3

bulan yang di recall terdapat1.287.130 bayi usia < 6 bulan yang mendapat ASI
Eksklusif, sehingga dapat disimpulkan bahwa capaian indikator bayi usia < 6
bulan mendapat ASI Eksklusif sebesar 69,7%. Capaian ini sudah memenuhi target
tahun 2021, yaitu sebesar 45%, meskipun sudah mengalami kenaikan dan tercapai
target tahun 2021 tetapi masih diperlukan upaya untuk meningkatkan pemberian
ASI ekslusif karena masih belum mencapai target nasionall sebesar 80 % dan
target WHO sebesar 70 %. (Kemenkes, 2020)
Pemerintah Indonesia telah mengatur dalam Peraturan Pemerintah No. 33
Tahun 2012 tentang pemberian Air Susu Ibu Eksklusif pasal 6 bahwa setiap ibu
yang melahirkan harus memberikan ASI eksklusif kepada bayi yang
dilahirkannya sehingga perlu menjadi perhatian tentang pemberian ASI dan upaya
yang dapat dilakukan untuk tetap meningkatkan produksi ASI. Berdasarkan data
profil kesehatan Indonesia tahun 2020 menunjukkan data cakupan ASI ekslusif
sebesar 66,06 % dan cakupan Jawa Barat menunjukkan data 83,5 %. Sedangkan
di kabupaten Cianjur sebesar 71,03 % dengan target Nasional sebesar 50% pada
tahun 2022 (Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Cianjur tahun 2021) berdasarkan
data tersebut menunjukkan angka yang cukup baik tetapi di Puskesmas Campaka
berdasarkan hasil observasi pada ibu nifas yang melahirkan di Puskesmas
Campaka masih ditemukan permasalahan ibu nifas dalam menyusui bayi dan
berdasarkan hasil studi pendahuluan dilapangan pada bulan Oktober 2022
menunjukkan 6 dari 10 ibu nifas tidak memberikan ASI pada hari pertama
melahirkan dikarenakan ASI tidak keluar dengan lancar. Kegagalan yang muncul
pada ibu nifas yang tidak memberikan ASI dikarenakan ibu mengalami hambatan
pada proses tahapan pengeluaran ASI sehingga ibu kurang memhami apa saja
yang dapat membantu proses keluar ASI lebih banyak sehingga perlu dilakukan
intervensi tambahan selain dari kecukupan nutrisi ibu selama masa nifas.
(observasi peneliti)
Cakupan ASI merupakan salah satu tujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat sehingga apabila cakupan ASI terutama ASI Ekslusif tidak
tercapai menjadi masalah yang perlu diperhatikan agar produksi ASI tidak
bermasalah dan factor lain yang mempengaruhi pemberian ASI tidak dialami oleh
4

setiap ibu pada masa nifas. Masalah yang sering di alami oleh ibu adalah produksi
ASI yang tidak lancar sehingga peru diberikan berbagai intervensi untuk
meningkatkan produksi ASI. Target capaian pemberian ASI ekslusif di
kabupaten/kota di Jawa Barat pada bayi < 6 bulan pada tahun 2023 mencapai 73%
sehingga harapannya setiap kabupaten/kota di Jawa Barat termasuk kabupaten
Cianjur perlu memperhatikan dengan seksama agar cakupan ASI Ekslusif tersebut
dapat tercapai. Capaian ASI Ekslusif pada bayi 6 bulan pada data tahun 2021 dari
LB3 Gizi menunjukkan di pusksesmas Campaka sebesar 67,90 % dengan
presentase terendah mencapai 39,53 % di Desa Campaka.
Berbagai upaya dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi ASI
sehingga masalah penurunan produksi ASI dapat terselesaikan. Upaya tersebut
berupa pemberian intervensi melalui farmakologi atau non farmakologi. Salah
satu upaya farmakologi yang dapat dilakukan yaitu dengan pemberian obat
metoklopramid dan domperidone. Berdasarkan hasil penelitian (Vincencius dan
Michael, 2016) menjelaskan domperidone merupakan golongan antagonis
reseptor dopamine D2 yang memiliki manfaat lain selain sebagai prokinetik dan
antimietik yaitu sebagai galactogogue yang bekerja secara efektif dalam
meningkatkan produksi ASI melalui kerjanya sebagai penghambat reseptor
dopamin. Dosis yang dianjurkan untuk domperidone sebagai galactogugue yaitu
30mg/hari namun, dalam penggunaan obat domperidone perlu diperhatikan
tentang efek samping yang muncul dalam penggunaan obat yang berkepanjangan
karena FDA (Food and drug Administration) pernah menarik obat tersebut dari
pasaran tahun 2004 karena efek samping yang digunakan dalam dosis yang tinggi
sehingga perlu diperhatikan penggunaan pada obat tersebut. (Vincencius, 2016).
Dalam penelitian lain oleh (Narastri, Hajar, Fidia,dkk, 2020) menjelaskan terkait
penggunaan galaktagog (obat kimia dan herbal) pada ibu menyusui yang paling
sering digunakan adalah galaktagog herbal seperti daun katuk, kelabet dan jamu
gejah dengan presentase mencapai 85,4% sedangkan galaktagog kimia meliputi
domperidone dan metoklopramid tetapi selain galaktagog kimia dan herbal
terdapat 7,3 % dari 96 responden yang diteliti menggunakan kombinasi
galaktagog herbal dan galaktagog kimia, namun penggunaan galaktagog herbal
5

dan kimia memiliki efek samping yang dirasakan seperti bau badan, kenaikan
berat badan sakin kepala dan konstipasi pada 1% bayi meskipun efek samping
tersebut hanya pada beberapa galaktagog.
Sedangkan upaya lain secara non farmakologis yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan produksi ASI dalam hasil penelitian Tria Jania (2022)
tentang studi literature terkait manajemen non farmakologi untuk meningkatkan
kelancaran ASI pada ibu Nifas adalah pijat oksitosin, pijat marmet, pijat
punggung, dengan menggunakan aromaterapi, konsumsi jantung pisang dan
rolling massage. Selain itu dalam buku Asuhan Kebidanan pada masa pandemic
covid 19 oleh Brivian dkk (2021) menjelaskan tentang metode non farmakologis
lain yang dapat dilakukan sebagai upaya peningkatan produksi ASI yaitu melalui
Hypnobreasfeeding. Metode hypnoteray ini dilakukan dengan menanamkan
sugesti dialam bawah sadarnya untuk meyakinkan ibu bahwa sang ibu mampu
menyusui bayinya secara ekslusif. Pada hasil penelitian Lailatul dan Nely (2022)
menjelaskan bahwa rolling massage berpengaruh terhadap kelancaran
pengeluaran ASI dengan uji statistic Wilcoxon nilai p value sebesa 0,000 di
Puskesmas Parit deli pada 20 responden. Cara kerja rolling massage pada
kelancaran produksi ASI dipengaruhi dari sensasi nyaman yang dirasakan ibu dari
tindakan pijat tersebut sehingga rasa nyaman ibu membuat rangsangan pada
pengeluaran hormone endorphin serta menstimulasi reflex oksitosin.
Hasil penelitian lain oleh (Kholisotin, Zainal dan Lina, 2019) tentang
pengaruh pijat oksitosin terhadap pengeluaran ASI menunjukkan terdapat
pengaruh pijat oksitosin terhadap pengeluaran ASI dengan nilai p value sebesar
0,001. Hasil penelitian lain menjelaskan (Kurniyati, 2018) menjelaskan bahwa ada
efek penggunaan lavender dalam pijat oksitosin terhadap produksi ASI. Elif Dagli
(2021) menjelaskan hasil penelitian bahwa music dan pijat oksitosin memili efek
positif pada peningkatan ASI dan kecemasan ibu sedangkan Emmy (2021) telah
melakukan penelitian tentang penggunan VCO (Virgin Coconut Oil) pada rolling
massage menunjukkan perbedaan yang signifikan pada produksi ASI
dibandingkan dengan rolling massage tanpa VCO. Beberapa hasil penelitian
tersebut tentang upaya non farmakologis rolling massage dan pijat oksitosin tidak
6

menunjukkan efek samping negatif tetapi memberikan efek samping positif


berupa rasa nyaman dan rileks yang dirasakan ibu pada saat diberikan rolling
massage dan pijat oksitosin.
Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi
ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oksitosin dilakukan dengan cara memijat pada
daerah punggung sepanjang kedua sisi tulang belakang sehingga diharapkan
dengan pemijatan ini ibu akan merasa rileks dan kelelahan setelah melahirkan
akan hilang. Jika ibu merasa nyaman, santai dan tidak kelelahan dapat membantu
merangsang pengeluaran hormon oksitosin dan ASI pun cepat keluar. Menurut
(Sukarni, 2013), pijat oksitosin merupakan pijat disepanjang tulang belakang
(vertebre) sampai tulang costae kelima atau keenam. Pijat ini berfungsi untuk
meningkatkan oksitosin yang dapat menenangkan ibu, sehingga ASI pun keluar
dengan sendirinya dan salah satu terapi yang efektif untuk mengurangi
ketidaknyamanan fisik serta memperbaiki mood. Melalui pemijatan pada tulang
belakang, neurotransmitter akan merangsang medulla oblongata langsung
mengirim pesan ke hipotalamus untuk mengeluarkan oksitosin. Oksitosin
menyebabkan otot-otot halus disekitar kelenjar payudara mengkerut sehingga ASI
keluar. Dengan pijat oksitosin ini juga akan merileksasi ketegangan dan
menghilangkan stres. Pijat oksitosin efektif dilakukan 2 kali sehari pada hari
pertama dan kedua post partum, karena pada kedua hari tersebut ASI belum
terproduksi cukup banyak.
Massage rolling punggung adalah teknik pijatan yang akan memberikan
kenyamanan dan membuat rileks ibu karena massage dapat menstimulasi reflek
oksitosin sebelum ASI dikeluarkan dan diperas. Hormon oksitosin dikeluarkan
jika ibu tidak stres, ibu senang dengan bayi dan keadaannya. Tindakan ini juga
mampu mempengaruhi hormon prolaktin berfungsi sebagai stimulus ASI.
Tindakan ini juga dapat membuat rileks pada ibu dan melancarkan aliran
sarafserta saluran ASI pada kedua payudara. Teknik pemijatan pada titik tertentu
dapat menghilangkan sumbatan dalam darah dan energi di dalam tubuh akan
kembali lancar (Suryani, 2013).
7

Massage rolling punggung merupakan pemijatan pada tulang belakang


(costae 5-6 sampai scapula dengan gerakan memutar) yang dilakukan pada ibu
setelah melahirkan untuk membantu kerja hormon oksitosin dalam pengeluaran
ASI, mempercepat saraf parasimpatis menyampaikan sinyal ke otak bagian
belakang untuk merangsang kerja oksitosin dalam mengalirkan ASI supaya
keluar. Pijat dirasa merupakan salah satu upaya non farmakologis yang dapat
dilakukan oleh ibu masa nifas yang mengalami masalah pada produksi ASI karena
dibandingkan dengan metode non farmakologis lainnya pijat oksitosin
memberikan manfaat yang banyak selain dari kelancaran produksi ASI yaitu
membantu ibu secara psikologis, menenangkan dan tidak stress, membangkitkan
rasa percaya diri, membantu ibu agar mempunyai pikiran dan perasaan baik
tentang bayinya serta meningkatkan hubungan psikologis antar ibu dan keluarga
sehingga berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk mengambil
judul “ Pengaruh Pijat Oksitosin Dan Rolling Massage Terhadap Produksi Asi Ibu
Nifas 7 Hari Di Puskesmas Campaka Tahun 2022”

1.2 Identifikasi Masalah


Puskemas Campaka merupakan salah satu Puskesmas yang berada
diwilayah kerja Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Puskesmas Campaka
merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama yang berada diwilayah Cianjur
dengan strata Madya dengan kelengkapan sarana, prasarana dan alat
kesehatan 85,24 % memenuhi dan memiliki sumber daya standar tenaga
kesehatan bidan berjumlah 21 orang. (Profil Kesehatan Kabupaten Cianjur,
2021). Cakupan pemberian ASI ekslusif di kabupaten Cianjur harus mencapai
71,03 % sehingga Puskesmas Campaka perlu melakukan penatalaksanaan
yang baik untuk meningkatkan pemberian ASI Ekslusif.
Hambatan yang sering ditemukan pada masa menyusu tersebut
diantaranya ASI seringkali tidak keluar atau hanya keluar sedikit. Hal ini
disebabkan karena manajemen laktasi yang kurang bagus. Salah satu
penyebab dari manajemen laktasi yang kurang bagus yaitu karena ibu kurang
percaya diri bahwa ASI yang dimiliki cukup untuk bayinya.(Dini, 2020)
8

Saat ibu mengalami kesulitan dan hambatan perlu dilakukan upaya untuk
mengurangi atau menyelesaikan masalah yang dialami oleh ibu saat menyusui
karena terbukti pada data cakupan ASI di Indonesia tahun 2020 menunjukkan
data cakupan ASI ekslusif sebesar 66,06 % dan cakupan Jawa Barat
menunjukkan data 83,5 %. Sedangkan di kabupaten Cianjur sebesar 71,03 %
berdasarkan data tersebut menunjukkan angka yang cukup baik tetapi
dilapangan masih ditemukan permasalahan ibu nifas dalam menyusui bayi.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan bulan Oktober pada ibu nifas di
Puskesmas Campaka didapatkan pada 6 ibu nifas ASI tidak keluar dengan
lancar karena ASI tidak keluar sama sekali pada hari pertama. Observasi
dilakukan dengan melihat apakah ibu sudah menyusukan ASI nya kepada
bayi dan 6 ibu pada bulan Oktober pada saat diminta menyusui ASI nya tidak
ada keluaran ASI.
Berdasarakan hasil studi pendahuluan kepada bidan di Puskesmas
Campaka didapatkan hasil analisa hari pertama pasca melahirkan ibu tidak
menyusui bayi dikarenakan ASI tidak keluar. Selain itu peneliti melakukan
wawancara kepada ibu nifas untuk mengetahui apakah ibu merasa payudara
kencang, ada keluaran dari payudara atau tidak dan pada 6 ibu yang
mengalami masalah kelancaran ASI tidak merasakan hal tersebut sehingga
ASI tidak keluar dari payudara ibu. Upaya yang dilakukan oleh bidan pada
kasus ibu yang tidak dikeluarkan ASI nya yang pertama dengan memberikan
perawatan payudara dan mengajarkan tekhnik menyusui yang benar serta
memberikan konseling makanan apa saja yang harus dimakan ibu untuk
meningkatkan produksi ASI seperti sayur katuk, minum air putih, jika
memang ibu mengalami masalah produksi asi berkepanjangan dianjurkan
untuk menggunakan ekstraksi daun katuk sehingga untuk penanganan pijat
oksitosin dan rolling massage belum dilakukan secara optimal di Puskesmas.
Hal ini perlu menjadi perhatian karena ASI merupakan makanan yang
mengandung nutrisi yang sangat baik untuk bayi sehingga produksi ASI harus
terus lancar. Upaya untuk produksi ASI dapat dilakukaan melalui berbagai
cara salah satunya melalui pijat oksitosin dan rolling massage karena secara
9

alamiah pijat membuat rileks pada ibu dan melancarkan aliran sarafserta
saluran ASI pada kedua payudara.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dirumuskan masalah penelitian yaitu bagaimana Pengaruh pijat oksitosin dan
rolling massage terhadap produksi asi ibu nifas 7 hari di puskesmas campaka
tahun 2022”?.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Pengaruh pijat oksitosin dan rolling massage
terhadap produksi asi ibu nifas 7 hari di puskesmas Campaka tahun 2022.
1.4.2 Tujuan Khusus
1.4.2.1 Untuk mengetahui rata – rata produksi ASI sebelum diberikan pijat
oksitosin pada ibu nifas 7 hari di puskesmas Campaka tahun 2022
1.4.2.2 Untuk mengetahui rata – rata produksi ASI sesudah diberikan pijat
oksitosin pada ibu nifas 7 hari di puskesmas Campaka tahun 2022
1.4.2.3 Untuk mengetahui rata – rata produksi ASI sebelum diberikan rolling
massage pada ibu nifas 7 hari di puskesmas Campaka tahun 2022
1.4.2.4 Untuk mengetahui rata – rata produksi ASI sesudah diberikan rolling
massagep ada ibu nifas 7 hari di puskesmas Campaka tahun 2022
1.4.2.5 Untuk mengetahui Pengaruh pijat oksitosin terhadap produksi Asi pada
ibu nifas 7 hari di puskesmas Campaka tahun 2022
1.4.2.6 Untuk mengetahui Pengaruh rolling massagepada ibu nifas 7 hari di
puskesmas Campaka tahun 2022
1.4.2.7 Untuk mengetahui perbedaan pijat oksitosin dan rolling massage
terhadap peningkatan produksi ASI pada ibu nifas 7 hari di puskesmas
Campaka tahun 2022
1.5 Hipotesa Penelitian
Terdapat Pengaruh pijat pijat oksitosin dan rolling massage terhadap
produksi asi ibu nifas 7 hari di puskesmas Campaka tahun 2022
10

1.6 Manfaat Penelitian


1.6.1 Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan khasanah
keilmuan peneliti dan pembaca mengenai interevensi pijat oksitosin dan rolling
massage terhadap produksi asi ibu nifas.
1.6.2 Manfaat Praktis
1.6.2.1 Bagi Peneliti Selanjutnya
Memberikan referensi bagi peneliti lain untuk melaksanakan penelitian
dengan variabel penelitian yang sama ditempat yang berbeda
1.6.2.2 Bagi Ibu Nifas
Memberikan manfaat untuk ibu nifas tentang intervensi yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan produksi ASI melalui pijat oksitosin dan
rolling massage
1.6.2.3 Bidan
Menambah pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat untuk ilmu
pengetahuan dan perkembangan pada masa nifaas dan menyusui terutama
intervensi pada produksi ASI.
Memberikan manfaat bagi tenaga kesehatan untuk dapat melaksanakan
intervensi yang dapat meningkatkan produksi ASi pada ibu nifas.
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Nifas


2.1.1 Pengertian Masa Nifas
Periode postpartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput
janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus
reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil. Periode ini disebut juga
puerperium dan wanita yang mengalami puerperium disebut puerpera.
Periode pemulihan pasca partum berlangsung sekitar enam minggu.
(Varney, 2004)
Periode pascapartum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai
organ – organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil.
Periode ini kadang – kadang disebut puerperium atau trimester keempat
kehamilan. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun
dianggap normal, dimana proses – proses pada kehamilan berjalan terbalik.
Banyak faktor termasuk tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir, dan
perawatan serta dorongan semangat yang diberikan tenaga kesehatan
professional ikut membentuk respon ibu terhadap bayinya selama masa ini.
(Bobak, 2017)
2.1.1 Rencana Penatalaksanaan Puerperium
Penatalaksanaan perawatan selama puerperium meliputi penatalaksanaan
atau pengaturan kunjungan rumah sesuai indikasi, pelaksanaan atau pengaturan
kunjungan rumah sesuai indikasi, pelaksanaan kunjungan pada dua minggu
pascapartum, dan pelaksanaan pemeriksaan pada empat (hingga enam) minggu
pascapartum. Secara spesifik bidan mempunyai tanggung jawab sebagai berikut :
1. Melakukan evaluasi kontinu dan penatalaksanaan perawatan kesejahteraan
wanita
2. Memberi pemulihan dan ketidaknyamanan fisik
3. Memberi bantuan dalam menyusui
4. Memfasilitasi pelaksanaan peran sebagai orang tua

11
12

5. Melakukan pengkajian bayi selama kunjungan rumah, jika ditawarkan


dalam praktik anda
6. Memberikan pedoman antisipasi dan intruksi
7. Melakukan penapisan kontinu untuk komplikasi puerperium. (Varney,
2004)
2.1.2 Obat -obat yang umum diresepkan pada periode pascapartum
2.1.2.1 Analgesik sebagian besar bidan memberikan program penghilang nyeri
pilihan pada periode pascapartum. Ibuprofen 800 mg (Motrin) biasanya
tersedia. Bidan dapat diminta menulis resep untuk wanita untuk dibawa
pulang atau merekomendasikan ia membeli obat bebas (ibuprofen 200
mg), kemudian diminum dengan dosis awal 800 mg, kemudian titrasi
dosisnya sampai ketidaknyamanan pascapartum hilang (Varney,2004)
2.1.2.2 Laktasiwanita yang mengalami persalinan lama hingga berjam – jam tanpa
makan atau mengalami laserasi hingga menembus sfingter rectum dapat
mencemaskan rasa nyeri atau integritas jahitan sehingga keinginan mereka
untuk defekasi menurun. Pemberian pelunak feses ringan seperti dokusat
sodiu (Colace) 500 – 100 mg perhari atau dua kali sehari akan membantu
mempertahankan fungsi defekasi normal. Memberikan informasi yang
membuat tenang serta Pendidikan tentang jahitan dan penyembuhannya,
dan menganjurkan untuk meningkatkan asupan cairan dan konsumsi diet
tinggi serat juga meningkatkan fungsi defekasi normal.
2.1.2.3 Imunoglobulin Rh (RhoGAM, BayRho-D) Imunoglobulin Rh adalah
produk plasma fraksionasi yang dibentuk untuk mencegah alloimunisasi
bayi Rh-positif yang dikandung ibu Rh-negatif. Produk ini spesifik untuk
antibody D, jadi hanya wanita yang Rh D negatif, Du (D umuh) negatif
yang perlu diberikan terapi.
2.1.2.4 Vaksin rubella 0,5 ml subkutan vaksin rubella diberikan pascapartum
untuk wanita yang mempunyai titer rubella kurang dari 1:10 atau tidak
memiliki imunitas terhadap rubella atau memiliki imunitas yang tidak
dapat dipastikan untuk rubella selama periode antepartum.
13

2.1.2.5 Metergin 0,2 mg per oral setiap empat jam untuk enam dosis, diresepkan
jika ibu mengalami atonia uterus yang signifikan setelah melahirkan, untuk
menurunkan risiko hemorargi pascapartum lambat. Obat ini juga
diresepkan berdasarkan multiparitas, overdistensi uterus dengan bayi
makrosomia atau polihidramnion, relaksasi persisten uterus pada periode
pascapartum awal, atau masalah dugaan selaput janin atau fragmen
plasenta yang tertinggal. (varney)
2.1.3 Kebutuhan Makanan pada bayi baru lahir
Tabel 2.1 Volume makanan dan cairan harian total untuk bayi dari lahir
denngan usia gestasi > 37 minggu dan berat lahir >2,5 kg (Pamilih, 2019)

2.2 Konsep Laktasi


2.2.1 Definisi laktasi
Menyusui merupakan proses pemberian ASI dari ibu kepada bayinya
untuk pemenuhan nutrisi bagi bayi.Proses ini membutuhkan kerjasama
anatara ibu dan bayi. Menurut definisnya menyusui atau sering disebut
dengan istilah laktasi merupakan teknik pemberian ASI mulai dari produksi
sampai ke proses menghisap dan menelan ASI. Laktasi merupakanbagian
kelengkapan siklus reproduksi pada mamalia termasuk manusia.(Bobak,
2017)
Laktasi terjadi dibawah pengaruh berbagai kelenjar endokrin,
terutama hormone – hormone hipofisis prolaktin dan oksitosin. Keadaan ini
dipengaruhi oleh isapan bayi dan emosi ibu. Laktasi pada manusia di
pertahankan sekurang – kurangnya empat faktor : (1) struktur anatomi
kelenjar mamae dan perkembangan alveoli, duktus dan putting (2) Inisiasi
dan sekresi susu (3) ejeksi susu atau propulsi susu dari alveoli ke putting.
Dan (4) pengeluaran susu dari regular dan efisien. (Bobak, 2017).
14

Menyusui merupakan proses pemberian susu kepada bayi atau anak


kecil dengan Air Susu Ibu (ASI) yang ebrasal dari payudara ibu. Menyusui
adalah gold standard untuk nutrisi dan pertumbuhan bayi.
2.2.2 Fisiologi laktasi
a. Anatomi Fisiologi Laktasi
Setiap payudara wanita terdiri atas sekitar 15 hingga 20 bagian
(lobus) yang berada diantara lemak dan jaringan ikat serta memiliki suplai
pembuluh darah, pembuluh limfe, serta persarafan yang baik. Setiap lobus
merupakan jaringan glandular yang terdiri atas alveoli, sel – sel yang
memproduksi susu, dikelilingi oleh sel – sel mioepitel yang berkontraksi
untuk mengalirkan susu menuju putting susu selama pengeluaran susu.
Setiap putting susu memiliki pori – pori multiple yang mengalirkan susu
pada bayi. Rasio jaringan kelenjar terhadap jaringan lemak pada payudara
yang menyusui sekitar 2:1 dibandingkan dengan rasio 1:1 pada payudara
yang tidak menyusui. Dalam setiap payudara terdapat jaringan duktus susu
yang kompleks dan berkelok – kelok yang mengalirkan susu dari alveoli
menuju putting susu. Duktus susu berdilatasi dan membesar saat ejeksi susu.
(Lowdemilk etc, 2013)

Ukuran dan bentuk payudara bukan merupakan indicator yang


akurat terhadap kemampuannya dalam memproduksi susu. Walaupun
hampir setiap wanita dapat menyusui, sejumlah kecil wanita mengalami
perkembangan kelenjar mamae yang tidak adekuat untuk menyusui bayinya
secara ekslusif. Umumnya wanita – wanita ini mengalami sedikit perubahan
payudara saat pubertas atau kehamilan awal. Pada beberapa kasus, ibu
15

masih dapat menyusui dan memberikan nutrisi tambahan untuk mendukung


pertumbuhan bayinya secara optimal.(Lowdemilk etc, 2013)
b. Produksi ASI
Pembentukan ASI dimulai sejak embrio berusia 18-19 minggu dan
berakhir ketika mulai menstruasi. Adapun tahap pembentukan ASI sebagai
berikut.
1) Laktogenesis I
Fase ini terjadi pada akhir kehamilan. Payudara akan mengasilkan
kolostrum. Pada fase ini hormone progesterone mencegah produksi
ASI.Hal ini tidak bekaitan dengan banyaknya produksi ASI setelah
melahirkan.
2) Laktogenesis II
Fase ini terjadi setelah keluarnya placenta. Pada tahapan ini terjadi
penurunan progesterone dan estrogen serta human placental lactogen
(HPL) namun berbeda dengan kadar homon prolactin yang tetap tinggi.
Sehingga hal ini meneyababkan produksi ASI secara maksimal.
3) Laktogenesis III
Fase ini terjadi pada beberapa hari pertama pasca melahirkan. Pada
fase ini produksi ASI mulai stabil dan sistem kontrol autokrin dimulai.
Tahap lactogenesis III ini payudara akan memproduksi ASI secara banyak
apabila ASI banyak dikeluarkan. Berdasarkan penelitian bahwa apabila
payudara dikosongkan secara menyeluruh maka kan meningkatkan
produksi ASI. Oleh karena itu banyaknya ASI yang dihisap bayi dan
pengosongan payudara akan menentukanproduksi ASI.
Pada proses laktasi terdapat dua reflek yang berperan yakni reflek
prolactin dan reflek aliran yang timbul akibat perangsangan putting susu
dikarenakan isapan bayi.
4) Reflek prolactin
Reflek prolactin merupakan stimulasi produksi ASI yang
membutuhkan implus saraf dari putting susu, hipotalamus, hipofise
anterior, prolactin, alveolus dan ASI. Pada akhir kehamilan hormone
16

prolactin memegang peranan penting untuk membuat kolostrum, namun


jumlah kolostrum terbatas dikarenakan adanya aktivitas prolactin yang
dihambat oleh estrogen dan progesterone yang masih tinggi. Isapan bayi
pada putting susu akan merangsang ujung saraf sensoris. Selanjutnya kan
diteruskan ke hipotalamus melalui medulla spinalis, sehingga hipotalamus
akan menekan pengeluaran faktor yang menghambat sekresi prolactin.
Faktor ini akan merangsang hipofises anterior mengasilkan
prolactin, prolactin akan merangsang sel alveoli untuk membuat air susu.
Kadar prolactin pada ibu menyusui akan normal pada tiga bulan pertama
pasca melahirkan sampai masa penyapihan. Namun pada kondisi ibu pasca
melahirkan yang tidak menyusui makan kadar prolactin akan normal pada
minggu ke 2-3. Prolaktin akan meningkat dalam keadaan gangguan
psikologis misalnya stress, anestesi, operasi, rangsangan putting susu,
hubungan seksual dan obat-obatan tranqulizer hipotalamus.
5) Reflek Aliran (Let Down Reflex)
Proses pembentukan prolactin di hipofisis anterior, diterukan ke
hipofisis posterior oleh pengaruh isapan bayi yang kemudian akan
dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah oksitosin diteruskan ke bagian
uterus sehingga menimbukkan kontraksi uterus. Kontraksi dari sel akan
memeras air susu yang telah diproduksi dan keluar dari alveoli lalu masuk
ke dalam system ductus selanjutnya ke ductus lactiferous dan masuk ke
dalam mulut bayi. Let down reflex dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut
ini :
a. Kenyamanan dan ketenangan ibu
b. Melalui mengaati, melihat bayi
c. Mendengarkan suara bayi
d. Mencium dan mendekap bayi
e. Memikirkan untuk menyusui bayi
Namun demikian, terdapat pula faktor yang menhambat let down
reflex antara lain ibu dalam keadaan cemas, takut, khawatir serta ragu akan
kemampuannya dalam merawat bayi.(Dini,2020)
17

Gambar 2.2 Reflek prolactin dan let down

c. Volume ASI
Setelah melahirkan seorang ibu memerlukan ketrampilan khusus
untuk merawat bayinya, memberikan ASI dengan secara benar baik
pelekatan (attachment) maupun posisinya. Pada umumnya ibu akan
trampil dan menyusui menjadi mantap setelah beberapa hari sampai
minggu. Produksi ASI akan meningkat segera setelah lahir sampai usia 4
sampai 6 minggu dan setelah itu produksinya akan menetap. Produksi ASI
pada hari pertama dan kedua sangat sedikit tetapi akan meningkat menjadi
± 500 mL pada hari ke-5, 600 sampai 690 mL pada minggu kedua, dan
kurang lebih 750 mL pada bulan ke-3 sampai ke-5. Produksi ASI ini akan
menyesuaikan kebutuhan bayi (on demand). Jika saat itu bayi mendapat
tambahan makanan dari luar (misalnya susu formula), maka kebutuhan
bayi akan ASI berkurang dan berakibat produksi ASI akan turun. ASI
sebanyak 750-1000 mL/ hari menghasilkan energi 500-700 kkal/hari, yaitu
setara dengan energi yang diperlukan bayi dengan berat badan 5-6 kg.
Produksi ASI akan menyesuaikan kebutuhan bayi, oleh karenanya
sangat dianjurkan untuk menyusui secara on-demand, artinya sesuai
dengan keinginan bayi. Suatu penelitian di Rusia dengan memberikan 4
perlakuan berbeda pada bayi baru lahir. Kelompok I bayi dilakukan
Inisiasi Menyusui Dini (IMD) 25-120 menit setelah lahir dan skin-to-skin
contact, bayi tidak memakai baju, dan setelah itu dilakukan rawat gabung,
18

bayi dan ibu dalam 1 kamar sehingga bayi menyusui on-demand.


Kelompok II dilakukan IMD 25-120 menit setelah melahirkan tetapi bayi
sudah dibungkus selimut sesuai kebiasaan tradisional di usia, selanjutnya
dilakukan rawat gabung. Kelompok III tidak dilakukan IMD dan tidak
dilakukan rawat gabung. Kelompok IV tidak dilakukan IMD tetapi
dilakukan rawat gabung. Tampak bahwa rerata volume ASI terbanyak
adalah pada kelompok IMD skin-to-skin contact dan dilakukan rawat
gabung sehingga bayi dapat menyusu on-demand. Rerata volume ASI
adalah 300 ml/hari pada multipara (ibu yang melahirkan kedua kali atau
lebih) dan 250 ml untuk primipara (ibu yang melahirkan pertama kali).
Sedangkan kelompok III yang tidak dilakukan IMD dan rawat gabung
mempunyai volume yang paling sedikit.
Penelitian lain pada 71 bayi usia 1-6 bulan yang mendapatkan ASI
eksklusif dan on demand dengan dilakukan penimbangan berat badan
setiap kali menyusu mendapatkan hasil sebagai berikut:
1. Bayi menyusu 10 - 12 kali dalam sehari
2. Rata-rata produksi ASI adalah 800 mL/ hari
3. Produksi ASI setiap kali menyusui adalah 90-120 mL/ kali, yang
dihasilkan 2 payudara
4. Pada umumnya bayi akan menyusu pada payudara pertama sebanyak 75
mL dan dilanjutkan 50 mL pada payudara kedua
5. Rata-rata frekuensi menyusui malam hari (jam 22 sampai 4 pagi) adalah
1-3 kali.(IDAI, 2013)
2.2.3 Hubungan pijat dengan proses produksi ASI
Pijat dilakukan dengan cara memijat pada daerah punggung
sepanjang kedua sisi tulang belakang sehingga diharapkan dengan pemijatan
ini ibu akan merasa rileks dan kelelahan setelah melahirkan akan hilang.
Jika ibu merasa nyaman, santai dan tidak kelelahan dapat membantu
merangsang pengeluaran hormon oksitosin dan ASI pun cepat keluar.
Hormon oksitosin dikeluarkan jika ibu tidak stres, ibu senang dengan bayi
dan keadaannya. Tindakan ini juga mampu mempengaruhi hormon prolaktin
19

berfungsi sebagai stimulus ASI. Tindakan ini juga dapat membuat rileks
pada ibu dan melancarkan aliran saraf serta saluran ASI pada kedua
payudara. Teknik pemijatan pada titik tertentu dapat menghilangkan
sumbatan dalam darah dan energi di dalam tubuh akan kembali lancar
(Suryani, 2013).
Pada hasil penelitian lain oleh Lailatul dan Nely (2022) menjelaskan
tentang rolling massage berpengaruh terhadap kelancaran pengeluaran ASI
dengan uji statistic Wilcoxon nilai p value sebesa 0,000 di Puskesmas Parit
deli pada 20 responden. Cara kerja rolling massage pada kelancaran
produksi ASI dipengaruhi dari sensasi nyaman yang dirasakan ibu dari
tindakan pijat tersebut sehingga rasa nyaman ibu membuat rangsangan pada
pengeluaran hormone endorphin serta menstimulasi reflex oksitosin.
2.2.4 Pengeluaran ASI (Oksitosin)
Air susu ibu dapat dikeluarkan secara manual atau dengan pompa.
Pengeluaran dengan tangan merupakan keterampilan yang penting untuk
diketahui oleh bidan dan untuk dilakukan oleh ibu menyusui. Pengeluaran
dengan tangan adalah metode yang selalu dapat dilakukan wanita.
(Varney,2017)
Hormon oksitosin keluar akibat rangsangan gerakan isapan bayi
yang berpengaruh terhadap saraf pada glandula pituitary posterior. Hal ini
menyebabkan sel mioepitel disekitar alveoli akan berkontraksi dan
mendorong ASI masuk dalam pembuluh ampula. Selain hal tersebut,
produksi Oksitosin dipengaruhi oleh reseptor pada ductus. Apabila ductus
melebar, maka hipofisis akan mengeluarkan oksitosin..(Varney,2017)
Faktor yang mempengaruhi Produksi ASI Setiap wanita pasca
melahirkan tentunya akan mengasilkan ASI yang berlipah untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi bayi nya. Namun demikian tidak sedikit ibu
pasca melahirkan yang mengalami produksi ASI menurun sehingga
kebutuhan ASI bagi bayi tidak terpenuhi. Hal tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor berikut ini.
20

a. Asupan makanan
Produksi ASI dipengaruhi oleh asupan makanan yang dikonsumsi
ibu menyusui. Apabila makanan yang ibu makan cukup akan gizi dan pola
makan yang teratur, maka produksi ASI akan berjalan dengan lancar. Ibu
menyusui perlu mmeperhatikan kebutuhan gizi bagi ibu mneyusui.Prinsip
pemunuhan gizi bagi ibu menyusui yakni gizi seimbang.
Adapun diet yang tepat bagi ibu menyusui sebagai berikut
diantaranya meningkatkan frekuensi makan, mengkonsumsi suplemen
untuk pemenuhan gizi mikro, serta konsumsi makanan padat gizi.
Makanan dengan volume rendah namun bergizi tinggi tepat untuk
dikonsumsi oleh ibu laktasi. Ibu laktasi juga perlu memperhatikan
beberapa kandungan makanan yang perlu dibatasi antara lain.
1) Kafein
Konsusmsi kafein bagi ibu laktasi perlu dibatasi, hal ini
dikarenakan pada usia 3-4 bulan system pencernaan bayi belum mampu
mencerna kafein. Konsumsi kafein yang berlebih pada ibu laktasi dapat
mengakibatkan bayi tidak tenang dan hiperaktif.
2) Alkohol
Ibu laktasi yang konsumsi alkohol, sangat mudah jika zat tersebut
masuk dalam ASI dan akan berpengaruh terhadap bayi yang masih
ketergantungan dengan zat atau nutrisi yang dikonsumsi oleh ibu.
Kandungan alcohol pada ASI mempengaruhi bau pada ASI. Selain hal
tersebut, akan berdampak pada bayi diantaranya bayi akan tidur dengan
pulas setelah menyusu serta dampak jangka panjangnya yakni penurunan
kognitif saat bayi bertambah usia.
3) Nikotin
Nikotin yang masuk dalam ASI memiliki dampak negative terhadap
bayi seperti halnya orang dewasa konsumsi nikotin.
4) Makanan yang menimbulkan alergi
Selain beberapa makanan di ats ibu laktasi perlu memperhatikan
beberapa makanan yang dalam menimbulkan alergi. Diantara makanan
21

tersebut yakni susu sapi, jenis kacang-kacangan tertentu dan tepung


gandum. Namun demikian tidak semua bayi akan mengalami alergi
terhadap makanan tersbut, oleh karenanya setiap ibu laktasi boleh
konsumsi makanan tersebut apabila tidak ada reaksi alergi pada bayi ibu.
b. Psikologis
Keadaan psikologis ibu sangat berpengaruh terhdap produksi ASI.
Hal ini dikarenakan pada ibu yang mengalami gangguan psikologis saat
laktasi akan berdampak pada kinerja hormon prolactin. Hormon ini sangat
erat kaitannya dengan produksi ASI. Oleh karena itu ibu laktasi
diminimlkan untuk tidak mengalami gangguan psikologis, harus tenang
dan nyaman saat menyusui.
c. Penggunaan Kontrasepsi
Penggunaan alat kontrasepsi sangat berdampak pada produksi ASI
terutama alat kontrasepsi yang hormonal. Oleh Karena itu ibu menyusui
apabila hendak menggunakan alat kontrasepsi dianjurkan untuk alat
kontrasepsi non hormonal seperti IUD, kondom, Pil khusus ibu menyusui
atau KB suntik 3 bulanan.
d. Fisiologis
Faktor lain yang berpengaruh terdapat produksi ASI yakni
fisiologi. Faktor fisiologi ini erat kaitannyan dengan hormon prolactin
yang menentukan produksi dan mempertahankan sekresi ASI
e. Antomi payudara
Antomi payudara berkaitan erat dengan produksi ASI. Dalam hal
ini yakni struktur mikroskopis payudara. Jumlah lobus pada payudara akan
berpengaruh terhadap produksi ASI. Selain hal ini, kelainan anatomi
papilla mammae atau putting susu juga akan berpengaruh terdap produksi
ASI dan kenyamanan bayi dalam menyusu.
f. Perawatan payudara
Perawatan payudara bagi ibu menyusui akan berpengaruh terhdap
produksi ASI. Perawatan payudara merangsang hormone prolactin dan
oksitosin untuk memproduksi ASI.
22

g. Pola Istirahat
Istirahat mempengaruhi produksi dan pengeluaran ASI. Apabila
kondisi ibu kurang istirahat, terlalu lelah akan berdampak pada jumlah
produksi ASI juga berkurang
h. Faktor isapan bayi
Frekuensi menyusu bayi akan berpengaruh terhadap produksi ASI
hal ini dikarenakan isapan bayi yang sering akan merangsang hormone
prolactin untuk semkain sering memproduksi ASI. Selain hal tersebut,
dengan bayi menyusu membuat payudara kosong, kondisi ini memberikan
stimulus pada hipofisis untuk mengaktifkan hormone prolactin sehingga
akan memproduksi ASI.
i. Berat Bayi Lahir
Bayi yang berat lahir normal (> 2500 gr) mempunyai kemampuan
menghisap ASI yang lebih baik dibanding Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR). Kekuatan menghisap ASI meliputi frekuensi dan lama pemberian
ASI yang lebih rendah pada bayi premature dibanding pada bayi berat
lahir normal yang mempengaruhi hormon prolaktin dan oksitosin dalam
menghasilkan ASI
j. Umur kehamilan saat melahirkan
Umur krhamilan berkaitan erat dengan berat badan lahir yang
berpengaruh terhadap produksi ASI. Bayi lahir preterm memiliki daya isap
lebih rendah dibandingkan dengan bayi lahir aterm. Lemahnya
kemampuan menghisap pada bayi premature dapat disebabkan berat badan
yang rendah dan belum sempurnanya fungsi organ. (Dini, 2020)
2.2.5 Masalah Laktasi
Pada ibu menyusui sering mengalami permasalah dalam laktasi
diantaranya tidak keluarnya kolostrum pada hari-hari pertama pasca
melahirkan. Produksi ASI berkurang, payudara bengkak, mastitis,
penyumbatan saluran pengeluaran ASI (statis), putting susu datar, putting
susu lecet, ASI berlebih. Permasalahan ini menimbulkan ketindaknyamanan
dan gangguang psikologis bagi ibu masa laktasi.(Dini, 2020)
23

a. Belum keluarnya kolostrum pada hari-hari pertama pasca melahirkan


Kolostrum merupakan ASI yang pertama kali yang bewarna
kekuningan yang keluar pada hari pertama sampai hari ketiga pasca
melahirkan. Namun ada beberapa orang kolostrum sudah keluar sejak
kehamilan. Hal ini bukan merupakan sebauh kondisi patologis. Pada hari
pertama pasca melahirkan kolostrum keluar sekitar 10- 100 cc dan akan
meningkat setiap hari sampai 150-300 cc. Kolostrum dipengaruhi oleh
hormone progesterone. .(Dini, 2020)
Sebagian wanita mengalami kolostrum tidak keluar pada hari pertama.
Hal ini membuat ibu muda tersebut merasa cemas dan tidak mau memberikan
ASI pada bayinya. Kecemasan ibu tersebut berdampak pada stimulasi
terhadap hiposfisis untuk merangsang hormone progesterone pun akan
berkurang sehingga kolostrum tidak segera keluar. .(Dini, 2020)
b. Putting susu datar/inverted putting
Putting susu datar/inverted putting dialami oleh sekitar 10% ibu hamil.
Kondisi ini sebenarnya tidak menjadi masalah dalam laktasi. Putting susu
inverted dapat diatasi dengan penarikan pada putting dengan menggunakan
breast shield dan breast shell. Dapat juga diatsi dengan hal yang sangat efisien
dilakukan yakni melalui isapan langsung bayi saat menyusu dengan disertai
keyakinan ibu bahwa dapat menyusui bayi dengan lancar seperti halnya ibu
dengan putting susu normal..(Dini, 2020)
c. Putting susu lecet
Putting susu lecet merupakan masalah yang paling sering terjadi pada
ibu menyusui terutama pada minggu pertama. Penyebab putting susu lecet
adalah posisi dan kelekatan bayi yang tidak tepat, adanya pembengkakan
payudara sehingga mengganggu perlekatan mulut bayi, gangguan anotomi
fisiologi pada bayi dengan lidah pendek, atau ketidakseseuaian ukuran putting
dengan mulut bayi, infeksi pada mulut bayi, memompa terlalu kuat dengan
pompa payudara.(Dini, 2020)
Tentu saja putting susu lecet dapat dicegah melalui, olesi putting susu
dengan ASI sebelum menyusui, jangan gunakan BH terlalu kencang, jangan
24

menggunakan sabun dalam membersihkan daerah areola dan putting susu,


teknik menyusui yang benar, cek perlekatan mulut bayi saat menyusu, periksa
adakah infeksi mulut bayi misalnya infeksi candidia dan lepaskan isapan bayi
setelah selesai menyusu dengan meletakkan jari kelingking ibu ke sudut mulut
bayi..(Dini, 2020)
Tindakan untuk mengatasi putting susu lecet yakni susui bayi apabila
tidak sampai terjadi rasa nyeri dan luka berat dengan cara berikan ASI pada
daerah yang tidak nyeri terlebih dahulu. Olesi ASI sebelum menyusui,
hentikan sementara menyusui pada payudara yang sakit. Konsumsi makanan
dengan gizi seimbang dan konsumsi vitamin C serta makanan tinggi protein
untuk membantu proses penyembuhan luka. Istirahatkan payudara dari laktasi
apabila nyeri hebat dan luka semakin berat dalam 24 jam, bersamaan dengan
hal ini keluarkan ASI secara manual dan dapat diberikan kepada bayi. Berikan
obat analgetik jika diperlukan.
a. Payudara bengkak
b. Saluran susu tersumbat
c. Mastitis
d. Sindrom ASI kurang.(Dini, 2020)
2.2.6 Penyebab Suplai ASI tidak adekuat dan Faktor penghambat pemberian
ASI
Langkah pertama dalam meningkatkan suplai air susu adalah mengkaji
ibu, bayi dan praktik menyusui untuk menentukan alas an (atau alasan-alasan)
yang menyebabkan suplai ASI saat ini tidak adekuat.
1) Pemberian makan yang jarang atau terjadwal, bukan berdasarkan
keinginan bayi
2) Mengganti atau memberikan empeng pada waktu di antara menyusui
3) Mengganti menyusui dengan susu formula atau makanan bayi
4) Penekanan pada sel pembuat air susu (BH terlalu ketat, distensi payudara)
5) Menggunakan pelindung putting susu
6) Menghentikan menyusui pada malam hari terlalu cepat
7) Let down buruk
25

8) Prematuritas, dismaturitas
9) Fragma plasenta tertinggal
10) Jaringan glandular tidak adekuat (sering kali ditandai dengan payudara
tampak berukuran berbeda)
11) Putting rata derajat 2 atau 3
12) Transfer ASI yang buruk kepada bayi
13) Pembedahan atau cedera payudara
14) Ibu perokok
15) Obat tau medikasi yang dapat berdampak negative terhadap suplai ASI
seperti bromokriptin (parlodel), L-dopa atau ergotamin
16) Masalah endokrin (khususnya tiroid)
Faktor penghambat pemberian ASI pada bayinya adalah :
a. Perubahan social budaya : ibu – ibu yang bekerja atau memiliki kesibukan
social lainnya, meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang
memberikan susu botol, serta merasa ketinggalan zaman jika masih
menyusui bayinya.
b. Faktor psikologis : takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita dan
tekanan batin.
c. Faktor fisik ibu : ibu yang sakit, misalnya mastitis dan kelainan
payudaranya.
d. Kurangnya dorongan dari keluarga seperti suami atau orang tua dapat
mengendorkan semnagat ibu untuk menyusui dan mengurani motivasi ibu
untuk memberikan ASI saja.
e. Kurangnya dorongan dari petugas kesehatan sehingga masyarakat kurang
mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI.
Penerangan yang salah justru datangnya dari petugas kesehatan sendiri
yang menganjurkan penggantian ASI denga susu formula.
f. Meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI melalui iklan
media massa. (Rudi, Sulis, 2014)
26

2.2.7 Ciri – ciri bayi cukup ASI


Ibu yang menyusui sering bertanya – tanya apakah bayi mereka
mendapatkan cukup ASi atau tidak Payudara berbeda dengan botol oleh
karena itu, tidak mungkin mengangkat payudara dan menerawangkan dibawah
cahaya untuk melihat berapa milliliter ASI yang diminum bayi. Berikut
beberapa cara mengetahui apakah bayi mendapatkan cukup ASI atau tidakk\
1. Cara bayi menyusu
Bayi yang mendapatkan jumlah ASI yang cukup akan mengisap
payudara dengan cara yang sangat khas. Ketika bayi mendapatkan ASI,
ada jeda yang terlihat didagunya setelah ia membuka mulut selebar –
lebarnya dan sebelum menutup mulut. Satu gerakan menghisap adalah
membuka mulut selebar – lebarnya, jeda, lalu menutupnya. Hal ini
dilakukam karena bayi bukan sedang mendapatkan susu, tetapi harus
membuat gerkan menghisap pada payudara.
2. Buang Air besar (BAB)
Memantau frekuensi dan jumlah buang air besar merupakan salah
satu cara terbaik untuk mengetahui apakah bayi cukup mendapatkan ASI
atau tidak. Setelah tida samapai empat hari pertama,buang air besar bayi
seharusnya meningkat dan pada akhir pecan pertama dapat mengeluarkan
dua sampai tiga kotoran berwarna kuning setiap hari. Selain itu banyaknya
bayi mengotori popoknya pada setiap penyusuan. Bayi yang masih
mengeluarkan mekonium pada usia empat atau lima hari harus segera
menghubungi rumah sakit. Bayi yang buang air besar berwarna coklat
mungkin tidak mendapat cukup ASI tetapi ini bukan gejala yang dapat
dipercaya.
3. Buang Air Kecil
waktu 24 jam (popok sangat basah bukan lembap atau agak basah)
maka ibu dapat meyakini bawha bayi mendapat banyak ASI. Sayangnya,
popok sekali pakai model terbaru sering terasa kering meski penuh dengan
kencing dan baru terasa berat ketika kencing sudah sangat penuh. Indikasi
ini tidak berlaku jika ibu memberikan tambahan air, yang sebenernya
27

diperlukan bagi bayi yang masih berummur kurang dari 6 bulan. Selama
beberapa hari pertama, buang air kecil seharusnya hamper tidak berwarna.
Akan tetapi, ibu tidak perlu khawatir jika sesekali tampak sedikit lebih
gelap. (Toto, Kusmayanti, 2019)
2.2.8 Ketidakcukupan Produksi ASI
2.2.8.1 Definisi
Suplai Air Susu Ibu tidak adekuat untuk mendukung status
nutrisi bayi atau anak.
2.2.8.2 Batasan Karakteristik
a. Tidak ada produksi ASI dengan stimulasi puting
b. ASI yang dikeluarkan kurang dari volume yang dibutuhkan bayi
c. Keterlambatan produksi ASI
d. Bayi Konstipasi
e. Bayi sering menangis
f. Bayi sering mencari puting susu
g. Bayi menolak mengisap putting
h. Bayi berkemih sedikit dan pekat
i. Penambahan berat badan < 500 g dalam sebulan
j. Waktu menyusui memanjang
k. Isapan terhadap payudara tidak ajeg.
2.2.8.3 Faktor yang berhubungan
a. Latching on breast tidak efektif
b. Reflek menghisap tidak efektif
c. Penolakan bayi padad payudara
d. Ketidakcukupan volume cairan ibu
e. Ketidakcukupan kesempatan untuk mengisap
f. Ketidakcukupan waktu mengisap pada payudara
g. Ibu mengonsumsi alcohol
h. Ibu malnutrisi
i. Ibu merokok
j. Ibu dalam program pengobatan
28

Populasi yang bersiko adalah wanita hamil saat menyusui.

2.2.9 Ketidakefektifan pemberian ASI


2.2.9.1 Definisi
Kesulitan memberikan susu pada bayi dan anak secara langsung
dari payudara yang dapat memengaruhi status nutrisi bayi/anak.
2.2.9.2 Batasan Karakteristik
a. Bayi dan anak
1) Mendekat kearah payudara
2) Menangis pada payudara menangis dalam jam pertama
setelah menyusu
3) Rewel dalam satu jam setelah menyusu
4) Tidak mampu latch – on pada payudara secara tepat
5) Kurang buang air besar
6) Kurang penambahan berat badan
7) Menolak latching on
8) Mengalami penurunan berat badan berlanjut
9) Tidak responsive pada tindakan kenyamanan lain
10) Tidak mengisap payudara terus menerus
b. Ibu
1) Pengosongan masing – masing payudara setiap menyusui tidak
cukup
2) Tanda pelepasan oksitosin tidak cukup
3) Anggapan kurang suplai susu
4) Luka putting yang menetap setelah minggu pertama menyusui.
(T.Heather, etc, 2021)
2.2.9.3 Faktor yang berhubungan
1) Tahap II Laktogenesis lambat
2) Kurang dukungan keluarga
3) Kurang pengetahuan orang tua tentang tekhnik pemberian ASI
4) Kurang pengetahuan orang tua tentang pentingnya pemberian ASI
29

5) Respons isap – telan bayi tidak efektif


6) Ketidakcukupan produksi ASI
7) Ketidakcukupan kesempatan untuk mengisap payudara
8) Diskontruksi pemberian ASI
9) Ambivalensi ibu
10) Ansietas ibu
11) Anomali payudara ibu
12) Keletihan ibu
13) Obesitas ibu
14) Nyeri Ibu
15) Pengguna dot
16) Pemberian suplemen dengan putinng artifisal
2.2.9.4 Populasi berisiko
1) Individu dengan riwayat bedah payudara
2) Individe dengan riwayat gagal menyusui ASI
3) Ibu bayi premature
4) Bayi premature
5) Wanita dengan cuti melahirkan singkat dengan kondisi terkait yaitu
deek orofaring (T.Heather, etc, 2021)
2.2.10 Kesiapan meningkatkan Pemberian ASI
Merupakan suatu pola pemberian susu pada bayi atau anak
langsung dari payudara yang dapat ditingkatkan. Adapun batasan
karakteristik pada kesiapan meningkatkan pemberian ASI adalah
mengungkapkan keinginan meningkatkan kemampuan pemberian ASI
secara Ekslusif dan mengungkapkan keinginan meningkatkan
kemampuan untuk member ASI untuk kebutuhan nutrisi bayinya. (Budi
Ana,etc, 2021)
30

2.3 Terapi Farmakolgis dan Non Farmakologis


2.3.1 Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis adalah ilmu yang mempelajari pemanfaatan obat untuk
tujuan terapi. (Nuryati, 2017). Beberapa terapi farmakologis yang digunakan
untuk meningkatkan produksi ASI antara lain :
2.3.1.1 Herbal
a. Ekstraksi Daun Katuk
Dalam penggunaanya, daun katuk ini paling banyak dikonsumsi
dalam bentuk tablet yaitu sebanyak 43 responden sedangkan lainnya
mengonsumsi dalam bentuk olahan sayur, teh dan susu. Daun katuk
mengandung steroid dan polifenol yang dapat meningkatkan kadar
prolaktin. Jenis efek samping terbanyak adalah dari penggunaan daun
katuk. Efek samping dari daun katuk antara lain munculnya bau badan
yang seperti jamu (8.3%), sakit kepala (1%), dan kenaikan berat badan
(1%). (Nasastri, dkk 2020)
b. Fenuu Greek
Fenugreek merupakan salah satu galaktogogan yang mengandung
trigonelline, kolin, prolamin, sapogenin, alkaloid dan serat lendir.
Sapogenins dari fenugreek seperti diosgenin dan yamogenin memiliki sifat
estrogen. Mekanisme aksi mereka yang sebenarnya tidak diketahui. Para
peneliti percaya bahwa biji fenugreek meningkatkan produksi susu melalui
peningkatan produksi kelenjar keringat. Karena biji fenugreek memiliki
diosgenin maka memiliki sifat fitoestrogen. Fitoestrogen memiliki struktur
kimia yang mirip dengan estrogen dan dapat melekat pada reseptor α dan β
dan mungkin memiliki sifat estrogenic yang efektif dalam peningkatan
produksi ASI. 8,9,10 Tanaman ini telah diakui sebagai obat yang aman
oleh United States Food and Drug Administration. (Nisa,dkk 2019)
Fenugreek dengan nama latin Trigonella foenum-graecum L.
adalah salah satu tanaman obat tertua yang telah dibudidayakan dan diakui
dalam sejarah. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa ada banyak
manfaat di bagian tanaman, terutama biji.(Nisa, dkk 2019)
31

c. Jamu Gejah
Jamu gejah mengandung protein, mineral dan vitamin-vitamin.
Komponen protein berkhasiat untuk merangsang peningkatan sekresi air
susu sedangkan steroid dan vitamin A berperan merangsang proliferasi
epitel alveolus yang baru dengan demikian terjadi peningkatan alveolus.
(Nasastri, dkk2020)
d. Kelabet
Bentuk sediaan dari kelabet ini terdapat dalam bentuk teh dan
tablet, kelabet mengandung phytocstrogen yang menyerupai 17β-estradiol
(E2) sehingga meningkatkan ekspresi reseptor prolactin (Nasastri, dkk,
2020)
2.3.1.2 Kimia
a. Domperidone
Domperidone merupakan antagonis reseptor dopamin D2 . Di Asia
dan Eropa, domperidone telah lama digunakan sebagai prokinetik dan
antiemetik. Kegunaan klinis domperidone sebagai terapi penyakit refluks
gastroesofageal, diabetik gastroparesis, dispepsia kronis, dan terkadang
direkomendasikan untuk merangsang laktasi post-partum. Selain
domperidone, terdapat beberapa obat lain yang memiliki efek merangsang
laktasi (galactogogue), yaitu metoclopramide, chlorpromazine, sulpiride,
hormon oksitosin, dan hormon pertumbuhan. Domperidone paling
direkomendasikan karena telah terbukti efektif, belum ditemukan efek
samping terhadap bayi, serta efek samping yang jarang pada ibu yang
menyusui.6 Selain itu, berdasarkan literatur domperidone sebagai
galactogogue telah banyak digunakan di berbagai negara meskipun
sebagai “o_ label”, seperti Australia, Belanda, Belgia, Inggris, Irlandia,
Italia, Jepang, dan Kanada.Domperidone merupakan antagonis reseptor
dopamin D2 . Di Asia dan Eropa, domperidone telah lama digunakan
sebagai prokinetik dan antiemetik. Kegunaan klinis domperidone sebagai
terapi penyakit refluks gastroesofageal, diabetik gastroparesis, dispepsia
kronis, dan terkadang direkomendasikan untuk merangsang laktasi post-
32

partum. Selain domperidone, terdapat beberapa obat lain yang memiliki


efek merangsang laktasi (galactogogue), yaitu metoclopramide,
chlorpromazine, sulpiride, hormon oksitosin, dan hormon pertumbuhan.
Domperidone paling direkomendasikan karena telah terbukti efektif,
belum ditemukan efek samping terhadap bayi, serta efek samping yang
jarang pada ibu yang menyusui. Selain itu, berdasarkan literatur
domperidone sebagai galactogogue telah banyak digunakan di berbagai
negara meskipun sebagai “o_ label”, seperti Australia, Belanda, Belgia,
Inggris, Irlandia, Italia, Jepang, dan Kanada.(Vincensius,dkk 2016)
b. Metoklopramide
Metoklopramide adalah antagonis pelepasan dopamin yang
merupakan inhibitor prolaktin pada sistem saraf pusat. Sehingga
penggunaan metoklopramide dapat meningkatkan kadar prolaktin dalam
darah (Nasastri, dkk, 2020)
2.3.2 Terapi Non Farmakologis
Terapi non farmakologis adalah terapi pengobatan tanpa menggunakan obat –
obatan. Jenis pengobatan tanpa menggunakan obat – obatan adalah terapi
komplementer. Beberapa terapi non farmakologis yang dapat digunakan untuk
meningkatkan produksi antara lain :
a. Pijat Oksitosin
Pijat Oksitosin pijat ASI yang sering dilakukan dalam rangka
meningkatkan ketidaklancaran produksi ASI.Pijat oksitosin, bisa dibantu
pijat oleh ayah atau keluarga bayi. Pijat oksitosin ini dilakukan untuk
merangsang refleks oksitosin atau atau reflex let down. Selain berguna
untuk merangsang reflex let down, manfaat pijat oksitosin yang lainnya
yaitu mengurangi bengkak (engorgement), merangsang pelepasan hormon
oksitosin, memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi sumbatan ASI,
mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Rahayu, 2016).
b. Rolling massage
Rolling massage adalah pemijatan pada sepanjang sisi tulang
belakang sampai tulang costae ke lima keenam dan merupakan usaha
33

untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan


(Indri, dkk, 2019).
c. Pijat marmet
Pijat marmet merupakan kombinasi cara memerah ASI dan
memijat payudara sehingga refleks ASI dapat optimal. Tekhnik memerah
ASI dengan cara marmet bertujuan untuk mengosongkan ASI dari sinus
laktiferus yang terletak dibawah areola sehingga dengan mengosongkan
ASI pada sinus laktiferus akan merangsang pengeluaran proklatin
diharapkan akan merangsang mammary alveoli untuk memproduski ASI.
Semakin banyak ASI dikeluarkan atau dikosongkan dari payudara akan
semakin baik produksi ASI di payudara (Tria,dkk 2022)
d. Pijat payudara
Pijat payudara yang dilakukan akan memberikan stimulasi ke
adenohipofisis untuk menghasilkan prolaktin, sehingga makin sering ibu
melakukan pijat payudara maka stimulasi terhadap hormon prolaktin akan
lebih banyak sehingga nantinya produksi ASI juga akan lebih banyak
sehingga nantinya produksi asi juga akan lebih banyak. Selain itu,
perawatan payudara terdapat tahapan pengeluaran puting sehingga puting
susu ibu lebih siap untuk dihisap oleh bayi.(Yuliviasari & Andriane,
2016). Hal ini sesuai dengan penelitian Perawatan payudara sebelum masa
menyusui dan saat masa menyusui. Perawatan payudara yang baik maka
terjadi stimulasi pengeluaran hormon oksitosin khususnya perawatan pada
masa menyusui. Saat terjadi stimulasi hormon oksitosin, sel-sel alveolar di
kelenjar payudara akan berkontraksi sehingga menyebabkan keluarnya air
susu yang mengalir melalui saluran kecil payudara dan air susu keluar
menetes yang disebut dengan refleks let down (Wulandari, Kustriyani, &
Aini, 2018)
e. Jantung pisang
Jantung pisang (Musa paradisiaca) merupakan tanaman yang
mengandung laktagogum memiliki potensi dalam menstimulasi hormon
oksitosin dan prolaktin seperti alkaloid, polifenol, steroid, flavonoid dan
34

substansi lainnya paling efektif dalam meningkatkan dan memperlancar


produksi ASI. Setiap 25 gram jantung pisang mengandung 31 kkal, 1,2
gram senyawa protein, 0,3 gram lemak dan 7,1 gram zat karbohidrat.
Jantung pisang juga mengandung vitamin A, vitamin B1, vitamin C, dan
mineral penting seperti fosfor, kalsium dan Fe (zat besi). Tak hanya itu,
bunga pisang mengandung saponin yang berfungsi menurunkan kolesterol
dan meningkatkan kekebalan tubuh serta mencegah kanker. Jantung pisang
mengandung flavonoid yang berfungsi anti radikal bebas, anti kanker, dan
anti penuaan. Selain itu juga mengandung yudium yang bisa mencegah
penyakit gondok(Tria,dkk 2022)
2. 4 Pijat Oksitosin
2.4.1 Definisi
Pijat oksitosin adalah pijat ASI yang sering dilakukan dalam rangka
meningkatkan ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oksitosin, bisa dibantu
pijat oleh ayah atau keluarga bayi. Pijat oksitosin ini dilakukan untuk
merangsang refleks oksitosin atau atau reflex let down. Selain berguna untuk
merangsang reflex let down, manfaat pijat oksitosin yang lainnya yaitu
mengurangi bengkak (engorgement), merangsang pelepasan hormon
oksitosin, memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi sumbatan ASI,
mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Rahayu, 2016).
Pijat oksitosin adalah gerakan yang dilaksanakan oleh suami pada
ibu menyusui berupa back massage pada punggung ibu untuk menambah
pengeluaran hormone oksitosin. Pijat oksitosin yang dilakukan oleh suami
mampu memberikan kenyamanan pada ibu menyusui dan memberikan
kenyamanan pada bayi yang disusui (Rahayu, 2016)
Tujuan perawatan payudara bagi ibu menyusui paca melahirkan
yaitu ibu dapat memberikan ASI secara maksimal pada bayinya.Salah satu
hormon yang berperan dalam menghasilkan produksi ASI adalah hormon
oksitosin. Saat terjadi stimulasi hormon oksitosin, sel-sel alveoli di kelenjar
payudara berkontraksi dengan adanya kontraksi menyebabkan air susu
keluar lalu mengalir dalam saluran kecil payudara, sehingga keluarlah
35

tetesan air susu dari putting dan masuk ke mulut bayi, proses keluarnya air
susu disebut reflex let down.(Prasetya, 2021)
Psikologis ibu seperti melahirkan bayi, mencium, melihat bayi, dan
mendengarkan suara bayi dapat mempengaruhi reflex let down, sedangkan
perasaan stress sepertigelisah, kurang percaya diri, takut, dan cemas dapat
menghambat reflex let down. Hormon oksitosin dalam tubuh akan
mengalami penurunan ketika seseorang merasa depresi, bingung, cemas,
dan merasa nyeri terusmenerus. Saat merasa stress, ibu akan merasa
payudara tampak membesar dan terasa sakit diakibatkan oleh air susu yang
mengumpul di payudara tidak bisa keluar karena reflex let down yang
kurang. (Prasetya, 2021)
Tanda reflex let down ini dikategorikan baik apabila adanya tetesan
air susu dari payudara sebelum bayi mulai mendapatkan susu dari payudara
ibunya, air susu menetes dari payudara yang sedang tidak disusukan pada
bayi, beberapa ibu ada yang merasakan kram uterus dan mengalami
peningkatan rasa haus. Psikologis ibu menyusui dapat mempengaruhi
produksi ASI. Pengeluaran oksitosin dapat berlangsung dengan baik ketika
ibu menyusui merasa nyaman dan rileks. Terdapat titik-titik yang dapat
memperlancar ASI diantaranya, tiga titik di payudara yakni titik di atas
puting, serta titik tepat pada puting dan titik di bawah puting, serta titik di
punggung yang segaris dengan payudara. Pijat oksitosin bagi ibu menyusui
berperan untuk merangsang hormon agar dapat menambah produksi ASI
dan meningkatkan kenyamanan. (Prasetya, 2021)
2.4.2 Manfaat
Pijat oksitosin memiliki manfaat yang baik untuk kelancaran laktasi.
Adapun manfaatnya sebagai berikut: membantu ibu secara psikologis,
menenangkan, dan tidak stress, membangkitkan rasa percaya diri, membantu
ibu agar mempunyai pikiran dan perasaan baik tentang bayinya,
meningkatkan ASI, memperlancar ASI serta melepas lelah.(Prasetya, 2021)
36

2.4.4 Cara pijat


Pijat oksitosin adalah pemijatan pada daerah tulang belakang leher,
punggung, atau sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae
kelima sampai keenam. Pijat oksitosin adalah gerakan yang dilaksanakan
oleh suami/keluarga/pendamping ibu saat masa nifas pada ibu menyusui
berupa back massage pada punggung ibu untuk menambah pengeluaran
hormon oksitosin.(Prasetya, 2021)
Pijat oksitosin yang dilakukan oleh suami/kerabat/pendmaping ibu
dapat memberikan kenyamanan pada ibu, sehingga bayi yang disusui juga
merasakan kenyamanan.Oksitosin diproduksi oleh kelenjar pituitari
posterior (neurohipofisis).(Prasetya, 2021)
Saat bayi menghisap areola akan mengirimkan ke neurohipofisis
untuk memproduksi dan melepaskan oksitosin secara intermiten. Oksitosin
akan masuk ke aliran darah ibu dan merangsang sel otot di sekeliling alveoli
berkontraksi membuat ASI yang telah terkumpul didalamnya mengalir ke
saluransaluran ductus. Sebalum dilakukan pijat oksitosin alangkah baiknya
lakukan hal-hal sebagai berikut ini, yaitu kompres hangat atau mandi
dengan air hangat, pijat tengkuk dan punggung ibu agar rileks, pijatan
ringan pada payudara, merangsang kulit putting, dan bantu ibu untuk tetap
rileks.(Prasetya, 2021)
Langkah-langkah pijat oksitosin sebagai berikut ini. (Prasetya, 2021)
a. Sebelum mulai dipijit ibu sebaiknya dalam keadaan telanjang dada biarkan
payudara menggantung tanpa pakaian dan menyiapkan cangkir yang diletakkan
di depan payudara untuk menampung ASI yang mungkin menetes keluar saat
pemijatan dilakukan
b. Jika mau ibu juga bisa melakukan pijat payudara dan kompres hangat terlebih
dahulu.
c. Mintalah bantuan pada suami/kerabat/pendamping ibu untuk memijat.
d. Ada 2 posisi yang bisa ibu coba, yang pertama ibu bisa telungkup di meja atau
posisi telungkup pada sandaran kursi
37

e. Titik pijat dibagian leher dan tulang belakang. Gerakan memutar dengan ibu
jari, pijat disisi kanan dan kiri tulang belakang. Lakukan pijatan memutar
dengan gerakan pelan tapi tegas sebanyak tiga kali, jika sudah dilakukan
sebanyak tiga kali kemudian telusuri dari atas hingga bawah.
f. Lakukan pijatan yang sama sepanjang bahu sebanyak tiga kali.
g. Titik pijat berikutnya disebelah tulang belikat, lakukan sebanyak tiga kali
kemudian telusuri bagian sebelah tulang belikat.
h. Pijat dari atas ke bawah, disisi kanan dan kiri. Lakukan gerakan memutar
sampai bawah sebanyak tiga kali,kemudian telusuri.
i. Ulangi gerakan memutar dari bawah ke atas, lakukan sebanyak tiga kali
kemudian telusuri dari atas ke bawah.
j. Gunakan punggung jari bergantian antara tangan kanan dan kiri membentuk
love, gerakan ini bolehdilakukan lebih dari tiga kali. Ulangisampai ibu merasa
rileks.
k. Pijat oksitosin dapat dilakukan kapanpun ibu mau dengan durasi 3-5 menit.
Lebih disarankan dilakukan sebelum menyusui atau memerah ASI.

Gambar 2.1 Pijat Oksitosin

2.5 Rolling Massage


Rolling massage adalah pemijatan pada sepanjang sisi tulang belakang
sampai tulang costae ke lima keenam dan merupakan usaha untuk
merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan (Indri, dkk,
2019).
Rolling Massage merupakan salah satu solusi untuk mengatasi
ketidaklancaran produksi ASI. Rolling Massage dilakukan pada sepanjang
38

tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam. Ibu akan


merasa tenang, rileks, meningkatkan ambang rasa nyeri dan mencintai
bayinya, sehingga dengan begitu hormon oksitosin keluar dan ASI pun cepat
keluar. Oksitosin dapat diperoleh dengan berbagai cara baik melalui
oral,intra-nasal, intra-muscular , maupun dengan pemijatan yang merangsang
keluarnya hormone oksitosin seperti halnya dijelaskan oleh Eka (2021)
menjelaskan bahwa rolling massage efektif untuk meningkatkan produksi
ASI. Tindakan Rolling Massage ini dapat memberikan sensasi rileks pada ibu
dan melancarkan aliran saraf serta saluran ASI kedua payudara lancar
(Rahayu, 2016) Rolling bisa dibantu pijat oleh ayah atau nenek bayi dengan
melakukan pemijatan (Rahayu 2016).
Rolling massage adalah solusi untuk mengatasi ketidak lancaran
produksi ASI yang setelah melahirkan dan seterusnya jika ASI ibu tidak
lancar dan tidak mempengaruhi paritas.
Tujuan dari rolling massage adalah untuk merangsang reflex
oksitoksin (reflek down). Dimana ibu akan merasa rileks, kelelahan setelah
melahirkan akan hilang, dan ASI pun cepat keluar (Indri, 2019). Selain untuk
merangsang refleks let down manfaat rolling massage adalah memberikan
kenyamanan pada ibu mengurangi bangkak (engorgement), mengurangi
sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormone oksosin, mempertahankan
produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Rahayu,2016).
2.6 Peran dan Kewenangan Bidan dalam Asuhan Komplementer
peningkatan produksi ASI
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2018 tentang
Pelayanan Kesehatan TradisionalKomplementer sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b merupakan pelayanan kesehatan tradisional
dengan menggunakan ilmu biomedis danbiokultural yang manfaat dan
keamanannya terbukti secara ilmiah. Surat Izin Praktik Tenaga Kesehatan
Tradisional, yang selanjutnya disingkat SIPTKT adalah bukti tertulis yang
diberikan kepada tenaga kesehatan tradisional dalam rangka pelaksanaan
pemberian Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer. Pelayanan
39

Kesehatan Tradisional Komplementer dapat menggunakan satu cara


pengobatan/perawatan atau kombinasi cara pengobatam/perawatan dalam
kesatuan Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer. Pelayanan
Kesehatan Tradisional Komplementer sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tradisional. Pelayanan
Kesehatan Tradisional Komplementer yang memenuhi kriteria tertentu dapat
diintegrasikan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Kriteria tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (4)meliputi :
a. Mengikuti kaidah-kaidah ilmiah;
b. Tidak membahayakan kesehatan pasien/klien;
c. Tetap memperhatikan kepentingan terbaik pasien/klien;
d.Memiliki potensi promotif, preventif, kuratif, rehabilitative, dan
meningkatkan kualitas hidup pasein/klien secara fisik, mental, dan social;
e. Dilakukan oleh tenaga kesehatan tradisional.
Pelayanan kesehatan tradisional komplementer dilakukan dengan
carapengobatan/perawatan dengan menggunakan keterampilan atau
ramuan. Pelayanan. Kesehatan Tradisional Komplementer yang
menggunakan keterampilan dilakukan dengan menggunakan teknik
manual, terapi energi dan terapi olah piker. Pelayanan ini dapat dilakukan
dengan menggunakan ramuan yang berasal dari tanaman,hewan, mineral
dan atau sediaan sarian (gelenik) dari bahan-bahan yang mengutamakan
ramuan Indonesia.
Hasil penelitian Koc Z (2012) di Turki, menyebutkan bahwa
58.9% dari 129 bidan yang bekerja pada pusat kesehatan keluarga
wilayah Samsun memberikan pengobatan alternatif dan komplementer
pada pasiennya terutama ibu hamil. Pengobatan dan terapi komplementer
telah diatur dalam PERMENKES No: 1109/Menkes/Per/IX/2007.
Adapun jenisjenis terapi komplementer antara lain:
a. Intervensi tubuh dan pikiran (mindand body interventions) meliputi :
Hipnoterapi, mediasi, penyembuhan spiritual, doa dan yoga.
40

b. Sistem pelayanan pengobatan alternatif meliputi: akupuntur,


akupresur, naturopati, homeopati, aromaterapi, Ayurveda
c. Cara penyembuhan manual meliputi: chiropractice, healing touch,
tuina, shiatsu, osteopati, pijat urut
d. Pengobatan farmakologi dan biologi meliputi: jamu, herbal, gurah
e. Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan meliputi: diet
makro nutrient, mikro nutrient
f. Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan meliputi: terapi ozon,
hiperbarik.
Berdasarkan peraturan menteri kesehatan RI tentang jenis-jenis
terapi komplementer yang telah diakui di Indonesia yang tersebut di atas,
sebenarnya setiap tenaga kesehatan mempunyai perlindungan
untukdapat memberikan pelayanan kesehatan menggunakan terapi
komplementer sesuai dengan lingkup pelayanan berdasarkan profesinya.
Dalam pelayanan kebidanan, hampir semua yang tersebut di atas dapat
diaplikasikan oleh bidan pada ibu dan anak. Jenis massage yang
diterapkan oleh bidan dalam pelayanan komplementer meliputi:
a. Pijat Oksitosin: Pijat oksitosin merupakan pemijatan tulang
belakang pada costa ke 5-6 sampai ke scapula yang akan
mempercepat kerja saraf parasimpatis merangsang hipofise
posterior untuk mengeluarkan oksitosin (Hashimoto, 2014)
b. Pijat Nifas: Pijat ini umumnya dilakukan bidan pada minggu
pertama hingga minggu kedua setelah persalinan ibu nifas. Hasil
wawancara menjelaskan bahwa tujuan dari dilakukannya
perawatan nifas (spa nifas) dengan melakukan pemijatan (massage)
adalah untuk melancarkan aliran darah dan meningkatkan
kenyamanan ibu nifas.
c. Pijat Bayi : Beberapa bidan menerima pemijatan bayi dalam
rangkaian perawatan baby spa. Hasil pemaparan bidan menjelaskan
bahwa dengan pijat bayi, akan membuat bayi tidak ‘rewel’ dan
41

meningkatkan nafsu makan. Usia bayi yang dipijat bervariasi,


rentang 0-12 bulan.
d. Massage Payudara: Massage payudara yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah pemijatan payudara pada masa nifas. Bidan
yang memberikan perawatan ini, melakukannya bersamaan
denganpostnatal treatment. Pemaparan bidan menjelaskan bahwa
pemijatan dilakukan dengan lembut, bertujuan untuk
memperlancar produksi ASI.
e. Massage Perineum: Massage perineum merupakan pijatan atau
penguluran (stretching) lembut yangdilakukan pada area perineum
(kulit di antara anus dan vagina). Pijat perineum bertujuan untuk
meningkatkan elastisitas perineum. Peningkatan elastisitas
perineum akan mencegah kejadian robekan perineum pada saat
persalinan normal maupun pada episiotomy.
42

2.5 Kerangka Teori


Faktor yang mempengaruhi produksi ASI
1. Makanan
2. Ketenangan jiwa dan pikiran
3. Penggunaan alat kontrasepsi
4. Perawatan payudata
5. Faktor aktivitas/istirahat
6. Faktor isapan anak
7. Berat badan bayi dan usia kehamilan saat
persalinan
Ibu Post Partum 8. Konsumsi alcohol dan rokok

Pengeluaran ASI ibu


Post partum Penanganan Farmakologi :
Herbal : Peningkatan
Ekstraksi Daun katuk
Fenuu Greek pengeluaran ASI
Jamu gejah
Kelabet
Kimia :
Domperidone
Metokloramid

Penanganan Non Farmakologi :

Pijat Oksitosin
Rolling Massge
pijat marmet
pijat punggung
konsumsi jantung pisang

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Kerangka teori bersumber dari :Varney (2004), Vincencius,dkk (2016)
Puji(2017), Nasatri (2020),
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan two
group pre test post test. Dalam penelitian ini melibatkan dua kelompok
subjek yang akan diobservasi sebelum dan setelah dilakukan intervensi.
(Nursalam, 2016).
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Penelitian
eksperimen diartikan sebagai pendekatan penelitian kuantitatif yang paling
penuh, artinya memenuhi semua persyaratan untuk menguji hubungan sebab
akibat. Imas Masturoh (2018) metode penelitian eksperimen diartikan sebagai
metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu
terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali. Penelitian ini
menggunakaan desain quasy experimental design.
3.2 Kerangka Penelitian

Pijat Oksitosin
Produksi ASI
Rolling Massage

Bagan 3.1 Kerangka penelitian

43
44

K1 O1 X1 O2

K2 O1 Y2 O2

Bagan 3.2 Kerangka penelitian quasi eksperimen

Keterangan :
K1 = Kelompok 1
K2 = Kelompok 2
O1 = Observasi pertama produksi Asi
O2 = Observasi terakhir dalam produksi Asi
X = Perlakuan dengan Pijat Oksitosin
Y = Perlakuan dengan Rolling Massage

3.3 Variabel Penelitian


Variabel adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi
nilai dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti
secara empiris atau ditentukan tingkatannya (Notoatmodjo, 2018).Variabel
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel.
3.3.1 Variabel Independent (bebas)
Variabel Independent adalah Variabel independen, merupakan variabel
yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat).
(Notoatmodjo, 2018). Variabel ini sering disebut sebagai variable stimulus,
predictor antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variable
bebas. Variabel bebas adalah merupakan variable yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variable dependen (terikat).
(Sugiyono, 2022). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pijat oksitosin
dan rolling massage,
3.3.2 Variabel Dependent ( Tak bebas)
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi
akibat karena variabel bebas.(Notoatmodjo, 2018). Variabel dependen sering
juga disebut variable output, criteria, konskuen. Dalam bahasa Indonesia
sering disebut sebagai variable terikat. Variabel terikat merupakan variable
45

yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variable bebas.
(Sugiyono, 2022). Variabel Tak Bebas nya dalam penelitian ini adalah
produksi asi ibu nifas 7 hari.

3.4 Definisi Operasional


Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur
1 Produksi Banyaknya Lembar Mengisi 1. Produksi ASI Ordinal
ASI produksi ASI ibu observasi lembar normal setiap kali
sebelum nifas yang diukur dan gelas observasi menyusu (volume
diberikan sebelum diberikan ukur ASI  90 ml)
pijat pijat oksitosin 2. Produksi ASI tidak
oksitosin normal (volume
ASI < 90 ml)
2 Produksi Banyaknya Lembar Mengisi 1. Produksi ASI Ordinal
ASI sesudah produksi ASI ibu observasi lembar normal setiap kali
diberikan nifas yang diukur dan gelas observasi menyusu (volume
pijat sesudah diberikan ukur ASI  90 ml)
oksitosin pijat oksitosin 2. Produksi ASI tidak
normal (volume
ASI < 90 ml)
3 Produksi Banyaknya Lembar Mengisi 1. Produksi ASI Ordinal
ASI produksi ASI ibu observasi lembar normal setiap kali
sebelum nifas yang diukur dan gelas observasi menyusu (volume
diberikan sebelum diberikan ukur ASI  90 ml)
rolling rolling massge 2. Produksi ASI tidak
massge normal (volume
ASI < 90 ml)
46

4 Produksi Banyaknya Lembar Mengisi 1. Produksi ASI Ordinal


ASI produksi ASI ibu observasi lembar normal setiap kali
sebelum nifas yang diukur dan gelas observasi menyusu (volume
diberikan sesudah diberikan ukur ASI  90 ml)
rolling rolling massge 2. Produksi ASI
massge tidak normal
(volume ASI < 90
ml)

3.5 Populasi dan sampel


3.5.1 Populasi
Populasi adalah sekelompok subyek dengan karakteristik tertentu
(Notoatmodjo, 2018). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas
di Puskesmas Campaka yang taksiran persalinan pada bulan Januari 2023
sebanyak 61 ibu nifas.
3.5.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi.(Notoatmodjo, 2018).
Perhitungan sampel menurut rumus slovin adalah sebagai berikut :

Keterangan:
n = Ukuran sampel/jumlah responden
N = Ukuran populasi
E = Presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel
yang masih bisa ditolerir; e=0,1
Dalam rumus Slovin ada ketentuan sebagai berikut:
Nilai e = 0,1 (10%) untuk populasi dalam jumlah besar
Nilai e = 0,2 (20%) untuk populasi dalam jumlah kecil
47

Jadi rentang sampel yang dapat diambil dari teknik Solvin adalah antara 10-
20 % dari populasi penelitian.
Maka dapat dihitung berdasarkan populasinya adalah :

Maka sampel yang dapat digunakan pada penelitian ini dibulatkan


adalah 38 orang. Berdasarkan populasi diatas, dalam penelitian ini sampel
yang diambil adalah ibu nifas yang ada di puskesmas Campaka. Menurut
Roscoe dalam Arif (2022) menyarakan tentang ukuran sampel untuk
penelitian eksperimen yang sederhana yang menggunakan kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol, maka jumah anggota sampel masing-
masing 10-20. Sampel yang dijadikan responden adalah yang memenuhi
kriteria inklusi. Kelompok 1 merupakan kelompok yang yang diberikan
pijat oksitosin dan kelompok 2 merupakan kelompok yang diberikan rolling
massage. Didapatkan masing-masing kelompok berdasarkan hasil
perhitungan sampel maka dibuat dua kelompok yang terdiri dari kelompok 1
sebanyak 19 orang dan kelompok 2 sebanyak 19 orang.
3.5.3 Kriteria sampel
a. Kriteria Inklusi
Kriteri inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri anggota populasi yang perlu
dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil menjadi sampel
(Notoatmodjo, 2018). Kriteria Inklusi pada penelitian ini :
1. Ibu nifas yang belum mendapatkan pijatan rolling massage punggung dan
pijat oksitosin pada hari ke 1 - 7 pasca persalinan.
2. Ibu nifas yang tidak sedang mengkonsumsi obat untuk memperlancar ASI
3. Ibu nifas yang bisa diajak berkomunikasi dan kooperatif.
4. Ibu nifas yang datang atau melahirkan pada saat penelitian ke Puskesmas
Campaka
5. Ibu nifas yang menyusui bayinya.
48

b. Kriteria Eklusi
Kriteria eklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat
diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2018). Kriteria eklusi penelitian ini
adalah :
1. Ibu nifas yang tidak rutin melakukan pemeriksaan selama penelitian.
2. Ibu nifas yang memiliki kelainan pada payudara (putting terbenam atau
putting susu datar)
3. Ibu yang memiliki bayi lahir dengan kelainan bawaan (labioskiziz,
palaoskiziz,labiopalatoskiziz)

3.5.4 Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Accidental
Sampling. Accidental Sampling adalah pengambilan yang dilakukan dengan
mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu
tempat sesuai dengan konteks penelitian (Notoatmodjo, 2018). Sampel yang
diambil dalam penelitian ini yaitu ibu nifas yang datang ke PKM Campaka
atau yang lahir di Puskesmas Campaka
3.6 Teknik Pengumpulan Data
3.6.1 Teknik Pengumpulan Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari responden. Data primer yang
didapat dalam penelitian ini yaitu data yang langsung diambil dari responden
(Notoatmodjo 2018). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data primer
dengan menggunakan lembar ceklis Pengisian jawaban menggunakan jawaban
“Benar” atau “Salah” pada instrument produksi asi dan SOP pijat oksitosin.
(Imas, 2018)
3.6.2 Prosedur Penelitian
a. Tahap Persiapan
Melakukan studi pendahuluan dengan menganalisa ibu postpartum di
tempat penelitian serta mencari dataangka kejadian berdasarkan hasil observasi
49

terhadap produksi ASI dan masalah menyusui, merumuskan masalah,


menyusun proposal dan seminar proposal penelitian.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Peneliti memperkenalkan diri kepada responden dan menjelaskan maksud
dan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan kepada responden.
2) Peneliti meminta kesediaan responden untuk menjadi bagian dari penelitian
ini dengan menandatangani lembar informed consent. Kemudian peneliti
mengajukan kontrak waktu kepada seluruh responden.
3) Responden kelompok perlakuan diberikan intervensi rolling massage yang
dilakukan dua kali sehari setiap pagi dan sore hari.
4) Responden kelompok perlakuan diberikan intervensi pijat oksitosin yang
dilakukan dua kali sehari setiap pagi dan sore hari.
5) Observasi produksi ASI sebelum dilakukan intervensi pada hari pertama
nifas ibu
6) Melakukan intervensi sebanyak dua kali sehari dimulai pada hari kedua
saampai hari ke 7 dilakukan pada pagi hari jam 08.00 WIB dan sore hari
sekitar pukul 14.00 WIB selama 15 – 20 menit.
7) Setelah perawatan payudara dilakukan selama 7 hari pada masa nifas, maka
peneliti melakukan pengukuran produksi ASI.
c. Tahap Akhir
Peneliti melakukan penyusunan laporan penelitian, penyajian hasil penelitian,
sidang hasil laporan penelitian dan melakukan penggandaan hasil penelitian.
3.7 Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Pengolahan Data
Pada penelitian ini pengolahan data yang dilakukan dengan tahap-tahap
sebagai berikut :
a. Editing
Pada penelitian ini data yang terkumpul dari lembar observasi diedit
dilapangan untuk memastikan semua sesuai dengan hasil penelitian.
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap
50

pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Kegiatan ini merupakan


kegiatan melakukan pemeriksaan kembali kuesioner yang telah di isi oleh
responden meliputi: Kelengkapan, isian, kejelasan jawaban dan tulisan,
relevansi jawaban dengan pertanyaan isian dan kekonsistensian jawaban.
b. Coding
Coding adalah kegiatan pemberian kode numerik terhadap data yang
terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila
pengolahan dan analisis data menggunakan komputer.
Dalam metode ini pengkodean sebagai berikut :
Rolling massage :
1. Effektif
2. Tidak efektif
Pijat Oksitosin :
1. Effektif
2. Tidak efektif
Produksi ASI :
1. Lancar
2. Tidak Lancar
c. Entry
Data entry adalah memasukan data yang telah dikumpulkan ke table
atau database, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau
dengan membuat tabel kontigensi.
d. Tabulating
Data dikelompokkan menurut kategori yang telah ditentukan oleh
peneliti untuk selanjutnya ditabulasi untuk keperluan statistik dengan
menggunakan system komputerisasi SPSS for windows 21
e. Melakukan teknis analisis
Dalam melakukan tehnik analisis khususnya terhadap data penelitian
akan menggunakan statistic terapan, yang disesuaikan dengan tujuan yang
hendak akan dianalisis ( Hidayat, 2017).
51

3.7.2 Analisa Data


a. Teknik Analisa Unvariat
Analisis univariat dimaksudkan untuk mengetahui distribusi
frekuensi dan proporsi dari variabel - variabel yang diamati. Tujuan dari
analisis ini adalah memaparkan secara sederhana sehingga dapat dibaca
dan dianalisis secara sederhana. (Imas, 2018)
Pengolahan data dilakukan dengan cara tabulasi, kemudian di
tentukan persentasenya. Keuntungan menggunakan persentase sebagai
alat untuk menyajikan informasi, pembaca laporan penelitian akan
mengetahui seberapa jauh sumbangan tiap-tiap bagian didalam
keseluruhan konteks permasalahan yang sedang dibicarakan.
Adapun rumus persentase adalah:

P = x 100%

Keterangan :
P = Persentase
a = Jumlah pertanyaan yang dijawab benar
b = jumlah frekuensi maksimal

b. Teknik Analisa Bivariat


Analisa bivariat dimaksudkan untuk mengetahui hubungan
ataupun pengaruh dari variabel-variabel yang diamati. Analisa data
yang digunakan adalah analisa data bivariat yang dilakukan oleh dua
variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi.
Analisis ini dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen dengan menggunakan uji
statistika. Pada analisis bevariate ini peneliti menggunakannya untuk
mengetahui pengaruh rolling massge dan pijat oksitosin terhadap
kelancaran pengeluaran ASI pada ibu post partum. Uji statistika yang
digunakan dalam penelitian ini adalah uji wilcoxon sign rank test.
52

Wilcoxon sign rank test tersebut digunakan untuk menganalisis model


penelitian pre-post atau sebelum dan sesudah. Uji beda digunakan
untuk mengevaluasi perlakuan (treatment) tertentu pada satu sampel
yang sama pada dua periode pengamatan yang berbeda.

Kriteria Pengujian
1) H0 diterima dan Hα ditolak apabila nilai probalitas > 0,05
2) H0 ditolak dan Hα diterima apabila nilai probalitas < 0,05
3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.8.1 Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Puskesmas Campaka Kabupaten Cianjur.
3.8.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari tahun 2023.
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian


Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk analisis univariat dan bivariat.
Setelah dilakukan pengolahan data menggunakan metode statistik yang
digunakan yaitu distribusi frekuensi dan chi square , dan teknik analisis yang
digunakan adalah analisis univariat dan bivariat didapatkan hasil sebagai
berikut :
4.1.1. Hasil Analisis Univariat

Tabel 4.1 Rata – rata produksi ASI sebelum diberikan pijat


oksitosin pada ibu nifas 7 hari di Puskesmas Campaka tahun 2022

Produksi ASI Mean SD Min - Max


Pre test 1,47 0,513 1 -2

Berdasarkan tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa rata – rata


produksi ASI sebelum dilakukan pijat oksitosin 1,47 lebih mendekati 2
nilai tidak normal pada produksi ASI. Hal ini menunjukkan produksi
ASI sebelum diberikan pijat oksitosin tidak normal.

Tabel 4.2 Rata – rata produksi ASI sesudah diberikan pijat oksitosin pada ibu
nifas 7 hari di Puskesmas Campaka tahun 2022
Produksi ASI Mean SD Min - Max
Post Test Hari ke 2 1,47 0,513 1-2

Post Test Hari ke 3 1,47 0,513 1-2


Post Test Hari ke 4 1,37 0,496 1-2
Post Test Hari ke 5 1,26 0,452 1-2
Post Test Hari ke 6 1,16 0,375 1-2
Post Test Hari ke 7 1,11 0,315 1-2

53
54

Berdasarkan tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa rata – rata


produksi ASI setelah diberikan pijat oksitosin terdapat perbedaan pada
hari ke 5 sampai hari ke 7 dengan rata -rata 1,37, 1,26,1,16, 1,11 yang
berarti produksi ASI setelah diberikan rolling massage normal (lancar).

Tabel 4.3 Rata – rata produksi ASI sebelum diberikan Rolling


Massage pada ibu nifas 7 hari di Puskesmas Campaka tahun 2022
Produksi ASI Mean SD Min - Max
Pre test 1,26 0,452 1-2

Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa rata – rata


produksi ASI sebelum diberikan rolling massage menujukkan nilai
1,26 yang berarti menunjukkan lebih mendekati angka 2 yang berarti
produksi ASI tidak normal.

Tabel 4.4 Rata – rata produksi ASI sesudah diberikan Rolling


Massage pada ibu nifas 7 hari di Puskesmas Campaka tahun 2022
Produksi ASI Mean SD Min - Max
Post Test Hari ke 2 1,26 0,513 1-2

Post Test Hari ke 3 1,16 0,513 1-2


Post Test Hari ke 4 1,05 0,496 1-2
Post Test Hari ke 5 1,06 0,452 1-2
Post Test Hari ke 6 1,05 0,375 1-2
Post Test Hari ke 7 1,00 0,315 1-2

Berdasarkan tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa rata – rata


produksi ASI hari ke 2 memiliki rata – rata lebih mendekati 2 dibanding
dengan rata – rata hari ke 3 sampai ke 7 dengan nilai pada hari ke tujuh
memiliki rata – rata 1,00 yang berarti normal (lancar).
55

4.1.2. Hasil Analisis Bivariat

Analisis bivariat dalam penelitian ini adalah sebagai beriukut :

Tabel 4.5 Pengaruh pijat Oksitosin terhadap produksi ASI pada ibu nifas 7 hari
di Puskesmas Campaka tahun 2022
Variable Mean Sum Pvalue
Rank
Pre test – Post tes 2 0,00 0,00 1,00

Pre test – Post tes 3 0,00 0,00 1,00


Pre test – Post tes 4 2,50 7,50 0,317
Pre test – Post tes 5 2,50 10,00 0,046
Pre test – Post tes 6 4,50 31,50 0,034
Pre test – Post tes 7 4,00 28,00 0,008

Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan hasil bahwa p value pengaruh


pijat oksitosin terhadap produksi hari kedua 1,00, p value hari ke tiga
1,00, p value hari ke 4 0,315 yang berarti > 0,005 yang berarti bahwa
produksi ASI hari kedua sampai hari ke empat setelah diberikan pijat
oksitosin produksi ASI belum meningkat, tetapi p value hari ke lima
0,046, hari ke enam 0,034 dan hari ke 7 0,008 yang berarti < 0,005
sehingga berarti bahwa produksi ASI mengalami peningkatan pada hari
kelima sampai ke tujuh ibu nifas setelah diberikan pijat oksitosin.
56

Tabel 4.6 Pengaruh Rolling massage terhadap produksi ASI pada


ibu nifas 7 hari di Puskesmas Campaka tahun 2022

Variable Mean Sum Pvalue


Rank
Pre test – Post tes 2 0,00 0,00 1,00

Pre test – Post tes 3 1,50 3,00 0,157


Pre test – Post tes 4 2,50 10,00 0,046
Pre test – Post tes 5 2,50 10,00 0,046
Pre test – Post tes 6 3,00 15,00 0,025
Pre test – Post tes 7 3,00 15.00 0,025

Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan hasil bahwa p value pengaruh


rolling massage terhadap produksi hari kedua 1,00, p value hari ke tiga
0,157, yang berarti > 0,005 yang berarti bahwa produksi ASI hari kedua
sampai hari ke tiga setelah diberikan rolling massage produksi ASI
belum meningkat, tetapi p value hari ke empat 0,046, hari ke lima
0,046, hari ke eman 0,025 dan hari ke 7 0,025 yang berarti < 0,005
sehingga berarti bahwa produksi ASI mengalami peningkatan pada hari
keempat sampai ke tujuh ibu nifas setelah diberikan pijat oksitosin.
57

Tabel 4.7 Perbedaan pijat oksitosin dan rolling massage terhadap


peningkatan produksi ASI pada ibu nifas 7 hari di Puskesmas
Campaka tahun 2022

Variable Mean Sum Pvalue


Rank Rank
Pijat Oksitosin 20,50 3,89.50 0,152

Rolling Massage 18,50 351,50

Berdasarkan tabel 4.7 didapatkan hasil bahwa nilai P Value


0,152 yang berarti > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan signifikan
antara pijat oksitosin dan rolling massage.

4.2 Pembahasn
4.2.1 Rata – rata produksi ASi sebelum diberikan pijat oksitosin pada
ibu nifas 7 hari di Puskesmas Campaka tahun 2022
Berdasarkan tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa rata – rata
produksi ASI sebelum dilakukan pijat oksitosin 1,47 lebih mendekati 2
nilai tidak normal pada produksi ASI. Hal ini menunjukkan produksi
ASI sebelum diberikan pijat oksitosin tidak normal. Produksi ASI
Pembentukan ASI dimulai sejak embrio berusia 18-19 minggu dan
berakhir ketika mulai menstruasi.
Produksi ASI akan meningkat segera setelah lahir sampai usia 4
sampai 6 minggu dan setelah itu produksinya akan menetap. Produksi ASI
pada hari pertama dan kedua sangat sedikit tetapi akan meningkat menjadi
± 500 mL pada hari ke-5, 600 sampai 690 mL pada minggu kedua, dan
kurang lebih 750 mL pada bulan ke-3 sampai ke-5. Produksi ASI ini akan
menyesuaikan kebutuhan bayi (on demand). Jika saat itu bayi mendapat
tambahan makanan dari luar (misalnya susu formula), maka kebutuhan
bayi akan ASI berkurang dan berakibat produksi ASI akan turun. ASI
58

sebanyak 750-1000 mL/ hari menghasilkan energi 500-700 kkal/hari, yaitu


setara dengan energi yang diperlukan bayi dengan berat badan 5-6 kg.
Faktor yang mempengaruhi Produksi ASI Setiap wanita pasca
melahirkan tentunya akan mengasilkan ASI yang berlipah untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi bayi nya. Namun demikian tidak sedikit ibu
pasca melahirkan yang mengalami produksi ASI menurun sehingga
kebutuhan ASI bagi bayi tidak terpenuhi. Hal tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu asupan makanan, psikologis, penggunaan
kontrasepsi, fisiologis, anatomi payudara, perawatan payudara, pola
istiraha, factor isapan bayi, berat bayi lahir dan umur kehamilan saat
melahirkan.
Sejalan dengan penelitian Faktor yang mempengaruhi Andi (2021)
menjelaskan faktor yang mempengaruhi produksi ASI adalah pola makan,
pola istirahat, dukungan suami, tekhnik menyusui, penggunaan ASI
Booster. Factor yang mempengaruhi ASI dapat menjadi pengaruh terhadap
pemberian ASI kepada bayi, begitupun dengan pemberian ASI Ekslusif.
seperti halnya dijelaskan oleh Asnidawati, etc (2021) tentang factor yang
menghambat pemberian ASI Ekslusif pada bayi 0 – 6 bulan yaitu factor
kesehatan dan fasilitas kesehatan, persepsi kurang tentang ASI,
sosiodemografi, pengetahuan tentang ASI, sosial budaya dan lingkungan.

4.2.2 Rata – rata produksi ASI sesudah diberikan pijat oksitosin pada
ibu nifas 7 hari di Puskesmas Campaka tahun 2022

Berdasarkan tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa rata – rata


produksi ASI setelah diberikan pijat oksitosin terdapat perbedaan pada
hari ke 5 sampai hari ke 7 dengan rata -rata 1,37, 1,26,1,16, 1,11 yang
berarti produksi ASI setelah diberikan rolling massage normal (lancar).
Asuhan Kebidanan pada masa pandemic covid 19 oleh Brivian
dkk (2021) menjelaskan tentang metode non farmakologis lain yang
dapat dilakukan sebagai upaya peningkatan produksi ASI yaitu melalui
Hypnobreasfeeding. Metode hypnoteray ini dilakukan dengan
59

menanamkan sugesti dialam bawah sadarnya untuk meyakinkan ibu


bahwa sang ibu mampu menyusui bayinya secara ekslusif. Bergabai
upaya dapat dilakukan salh satunya adalah pijat. Pijat dirasa merupakan
salah satu upaya non farmakologis yang dapat dilakukan oleh ibu masa
nifas yang mengalami masalah pada produksi ASI karena dibandingkan
dengan metode non farmakologis lainnya pijat oksitosin memberikan
manfaat yang banyak selain dari kelancaran produksi ASI yaitu
membantu ibu secara psikologis, menenangkan dan tidak stress,
membangkitkan rasa percaya diri, membantu ibu agar mempunyai
pikiran dan perasaan baik tentang bayinya serta meningkatkan
hubungan psikologis antar ibu dan keluarga.
Pijat oksitosin adalah pijat ASI yang sering dilakukan dalam
rangka meningkatkan ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oksitosin,
bisa dibantu pijat oleh ayah atau keluarga bayi. Pijat oksitosin ini
dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau atau reflex let down
Seperti halnya diejlaskan oleh Elis,etc (2021) menjelaskan
bahwa pijat oksitosin merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi
ketidaklancaran produksi ASI. Pemijatan dilakukan sepanjang tulang
belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima keenam, pijat
oksitosin merupakan usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan
oksitosin setelah melahirkan. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan
adalah pijat oksitosin efektif untuk produksi ASI. Ada pengaruh pijat
oksitosin terhadap produksi ASI, karena ada perbedaan yang signifikan
antara produksi ASI sebelum dan sesudah perlakuan
Dapat disimpulkan bahwa rata – rata produksi ASI setelah
diberikan pijat oksitosin meningkat.

4.2.3 Rata – rata produksi ASI sebelum diberikan rolling massage pada
ibu nifas 7 hari di Puskesmas Campaka tahun 2022

Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa rata – rata


produksi ASI sebelum diberikan rolling massage menujukkan nilai
60

1,26 yang berarti menunjukkan lebih mendekati angka 2 yang berarti


produksi ASI tidak normal.
Faktor – factor yang mempengaruhi keberhasilan menyusui
diantaranya usia, paritas, Pendidikan, ststuas perkejaan, masalah
payudara, usia gestasi dan berat badan lahir. Pada hasil penelitian Evi
(2016) menujukkan paritas, Pendidikan, status pekerjaan, masalah
payudara usia gertasi, dengan tekhnik menyusi menjadi beberapa factor
yang menjadi pengaruh keberhasilan menyusui. Fenomena yang terjadi
pada ibu melahirkan terutama pada anak pertama sering mengalami
masalah menyusui dengan ketidak lancaran keluarnya ASI, selain itu
ibu sering mengeluhkkan bayinya sering menangis atau menolak
menyusu. Faktor kesehatan ibu seperti putting susu lecet, ASI keluar
sedikit atau tidak mau memberikan kolostrum dalam mitos atau budaya
menjadi salah satu penyebab pengambilan keputusan untuk
menghentikan menyusu atau memberikan susu formula. Hasil
penelitian Rahmawati (2014), menunjukkan bahwa pemberian ASI
eksklusif dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ASI tidak segera
keluar setelah melahirkan/produksi ASI kurang atau tidak cukup, ibu
kurang percaya diri, keadaan puting susu ibu yang tidak menunjang, ibu
bekerja dan pengaruh promosi pengganti ASI. Selain itu dalam
penelitian lain oleh Br Tarigan dkk (2022) menjelaskan gambaran
factor yang mempengaruhi pemberian ASI Ekslusif pada ibu menyusui
di wilayah kerja Puskesmas Kabajahe adalah 65,2 % dari 138
repsonden ibu tidak memberikan ASI ekslusif dengan mayoritas ibu
yang tidak memberikan ASI memiliki pendidikan rendah, memiliki
pekerjaan berpendapatan rendah, berpengetahuan buruk, tidak
melakukan inisiasi menyusu dini dan tidak mendapat dukungan suami.
61

4.2.4 Rata – rata produksi ASI sesudah diberikan rolling massage pada
ibu nifas 7 hari di Puskesmas Campaka tahun 2022

Berdasarkan tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa rata – rata


produksi ASI hari ke 2 memiliki rata – rata lebih mendekati 2
dibanding dengan rata – rata hari ke 3 sampai ke 7 dengan nilai pada
hari ke tujuh memiliki rata – rata 1,00 yang berarti normal (lancar).
Beberapa hasil penelitian tersebut tentang upaya non farmakologis
rolling massage dan pijat oksitosin tidak menunjukkan efek samping
negatif tetapi memberikan efek samping positif berupa rasa nyaman dan
rileks yang dirasakan ibu pada saat diberikan rolling massage dan pijat
oksitosin.
Massage rolling punggung merupakan pemijatan pada tulang
belakang (costae 5-6 sampai scapula dengan gerakan memutar) yang
dilakukan pada ibu setelah melahirkan untuk membantu kerja hormon
oksitosin dalam pengeluaran ASI, mempercepat saraf parasimpatis
menyampaikan sinyal ke otak bagian belakang untuk merangsang kerja
oksitosin dalam mengalirkan ASI supaya keluar

4.2.5 Pengaruh Pijat Oksitosin terhadap produksi ASI pada ibu nifas 7
hari di Puskesmas Campaka tahun 2022
Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan hasil bahwa nilai P Value Pijat
oksitosin adalah gerakan yang dilaksanakan oleh suami pada ibu
menyusui berupa back massage pada punggung ibu untuk menambah
pengeluaran hormone oksitosin. Hasil penelitian oleh (Kholisotin,
Zainal dan Lina, 2019) tentang pengaruh pijat oksitosin terhadap
pengeluaran ASI menunjukkan terdapat pengaruh pijat oksitosin
terhadap pengeluaran ASI dengan nilai p value sebesar 0,001. Menurut
(Sukarni, 2013), pijat oksitosin merupakan pijat disepanjang tulang
belakang (vertebre) sampai tulang costae kelima atau keenam. Pijat ini
berfungsi untuk meningkatkan oksitosin yang dapat menenangkan ibu,
sehingga ASI pun keluar dengan sendirinya dan salah satu terapi yang
62

efektif untuk mengurangi ketidaknyamanan fisik serta memperbaiki


mood. Melalui pemijatan pada tulang belakang, neurotransmitter akan
merangsang medulla oblongata langsung mengirim pesan ke
hipotalamus untuk mengeluarkan oksitosin. Oksitosin menyebabkan
otot-otot halus disekitar kelenjar payudara mengkerut sehingga ASI
keluar. Dengan pijat oksitosin ini juga akan merileksasi ketegangan dan
menghilangkan stres. Pijat oksitosin efektif dilakukan 2 kali sehari pada
hari pertama dan kedua post partum, karena pada kedua hari tersebut
ASI belum terproduksi cukup banyak.
Pijat oksitosin memiliki manfaat yang baik untuk kelancaran
laktasi. Adapun manfaatnya sebagai berikut: membantu ibu secara
psikologis, menenangkan, dan tidak stress, membangkitkan rasa
percaya diri, membantu ibu agar mempunyai pikiran dan perasaan baik
tentang bayinya, meningkatkan ASI, memperlancar ASI serta melepas
lelah.(Prasetya, 2021). Pijat oksitosin yang dilakukan oleh
suami/kerabat/pendmaping ibu dapat memberikan kenyamanan pada
ibu, sehingga bayi yang disusui juga merasakan kenyamanan.Oksitosin
diproduksi oleh kelenjar pituitari posterior (neurohipofisis).(Prasetya,
2021)
Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pijat oksitosin
terhadap produksi ASI pada ibu nifas 7 hari di Puskesmas Campaka
tahun 2022.
4.2.6 Pengaruh Rolling Massage terhadap produksi ASI pada ibu nifas 7
hari di Puskesmas Campaka tahun 2022
Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan hasil bahwa p value pengaruh
rolling massage terhadap produksi hari kedua 1,00, p value hari ke tiga
0,157, yang berarti > 0,005 yang berarti bahwa produksi ASI hari kedua
sampai hari ke tiga setelah diberikan rolling massage produksi ASI
belum meningkat, tetapi p value hari ke empat 0,046, hari ke lima
0,046, hari ke eman 0,025 dan hari ke 7 0,025 yang berarti < 0,005
sehingga berarti bahwa produksi ASI mengalami peningkatan pada hari
63

keempat sampai ke tujuh ibu nifas setelah diberikan pijat oksitosin.


Tindakan Rolling Massage ini dapat memberikan sensasi rileks
pada ibu dan melancarkan aliran saraf serta saluran ASI kedua payudara
lancar (Rahayu, 2016) Rolling bisa dibantu pijat oleh ayah atau nenek
bayi dengan melakukan pemijatan (Rahayu 2016). Hasil penelitian Tria
Jania (2022) tentang studi literature terkait manajemen non farmakologi
untuk meningkatkan kelancaran ASI pada ibu Nifas adalah pijat
oksitosin, pijat marmet, pijat punggung, dengan menggunakan
aromaterapi, konsumsi jantung pisang dan rolling massage.
Tujuan dari rolling massage adalah untuk merangsang reflex
oksitoksin (reflek down). Dimana ibu akan merasa rileks, kelelahan
setelah melahirkan akan hilang, dan ASI pun cepat keluar (Indri, 2019).
Selain untuk merangsang refleks let down manfaat rolling massage
adalah memberikan kenyamanan pada ibu mengurangi bangkak
(engorgement), mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan
hormone oksosin, mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi
sakit (Rahayu,2016). Hasil penelitian Lailatul (2022) terdapat pengaruh
terapi rolling massage punggung terhadap kelancaran pengeluaran ASI
pada ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Parit Deli Tahun 2022
dengan hasil uji statistik wilcoxon p-value = 0,000<0,005
Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh Rolling Massage
terhadap produksi ASI pada ibu nifas 7 hari di Puskesmas Campaka
tahun 2022.
4.2.7 Perbedaan pijat oksitosin dan rolling massage terhadap
peningkatan produksi ASI pada ibu nifas 7 hari di Puskesmas
Campaka tahun 2022
Berdasarkan tabel 4.7 didapatkan hasil bahwa nilai P Value 0,152
yang berarti > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan signifikan antara
pijat oksitosin dan rolling massage. Tria Jania (2022) tentang studi
literature terkait manajemen non farmakologi untuk meningkatkan
kelancaran ASI pada ibu Nifas adalah pijat oksitosin, pijat marmet,
64

pijat punggung, dengan menggunakan aromaterapi, konsumsi jantung


pisang dan rolling massage. upaya non farmakologis rolling massage
dan pijat oksitosin tidak menunjukkan efek samping negatif tetapi
memberikan efek samping positif berupa rasa nyaman dan rileks yang
dirasakan ibu pada saat diberikan rolling massage dan pijat oksitosin.
Dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pijat
oksitosin dan Rolling Massage terhadap produksi ASI pada ibu nifas 7
hari di Puskesmas Campaka tahun 2022 yan berarti bahwa pijat
oksitosin dan rolling massage sama – sama efektif digunakan untuk
meningkatkan produksi ASI.
BAB V

PENUTUP

5.1. Simpulan

a. Rata – rata produksi ASI sebelum diberikan pijat oksitosin dengan


nilai 1,42 yang berarti tidak normal

b. Rata – rata produksi Asi sesudah diberikan pijat oksitosin


meningkat pada hari ke 5 – hari ke 7 masa nifas dengan nilai rata –
rata 1,11 yang berarti normal (lancar).

c. Rata – rata produksi ASI sebelum diberikan rolling massage


dengan nilai 1,26 yang berarti tidak normal

d. Rata – rata produksi Asi sesudah diberikan rolling massage


meningkat pada hari ke 3 – hari ke 7 masa nifas dengan nilai rata –
rata 1,00 yang berarti normal (lancar).

e. Nilai P Value pengaruh pijat oksitosin terhadap produksi ASI yang


< 0,05 yaitu pada hari ke empat 0,046, hari ke lima 0,046, hari ke
eman 0,025 dan hari ke 7 0,025 yang berarti Ho ditolak sehingga
terdapat pengaruh pijat oksitosin terhadap produksi ASI pada ibu
nifas hari ke 7 di Puskesmas Campaka tahun 2022.

f. Nilai Pvalue perbedaan pijat oksitosin dan rolling massage 0,152


yang berarti yang berarti Ho diterima sehingga tidak ada perbedaan
signifikan pijat oksitosin dan roliing massage terhadap peningkatan
produksi ASI.

5.2. Saran
5.2.1. Bagi bidan Puskesmas Campaka
Diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam upaya yang
dapat dilakukan kepada ibu nifas yang mengalami maslaah produksi
asi untuk diberikan intervensi dengan pemberian pijat oksitosin dan
rolling massage

65
66

5.2.2. Bagi Ibu Nifas


Diharapkan menjadi informasi dan pengetahuan baru dalam
menyelesaikan masalah – masalah yang dihadapi ibu nifas dalam
produksi ASI.
5.2.3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan bahan referensi
untuk dilakukan penelitian lebih mendalam dengan populasi yang
lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA

Arif.Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Media Sains


Indonesia; 2022
Astuti, R.Y. Manfaat ASI. Payudara dan Laktasi. Jakarta: Salemba Medika;2014.
Ari Febriyanti, Ayu Sugiartini. Determinan pemberian ASI eksklusif pada ibu
menyusui diPuskesmas I Denpasar Barat. Jurnal Kebidanan – Vol 10,
No 1 (2021), 23-34
Ade Devriany, Emmy Kardinasari, Harindra, dan Bohari The Effect of
BackRolling Massage Method with Virgin Coconut Oil Extract
Towards Breastmilk Production on Post Partum Mother in
Pangkalpinang City, Indonesia TRENDS IN SCIENCES 2021;
18(22): 488
Bobak, L.J. Buku ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4 Jakarta : EGC, 2017
Br.Tarigan. Gambaran Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif pada
Ibu Menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe .Health and
Medical Journal Vol IV No 2 May 2022
T.Heather, H, Shigemi, K, Camila, T.editors Nanda International, Inc, Diagnosis
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2021-2023 (Nursing diagnoses,
definition and classification 2021 – 2023) (Budi Anna, Henny S,
Tantut S, editor bahasa Indonesia) Jakarta : EGC ; 2022
Dini Kurniawati,dkk. Buku Saku ASI; 2020.
Elif Dağli & Neşe Çelik The effect of oxytocin massage and music on breast milk
production and anxiety level of the mothers of premature infants who
are in the neonatal intensive care unit: A self-controlled trialHealth
Care for Women International journal 2021
Hastuti, P. & Wijayanti, I. T., Analisis deskriptif faktor yang
mempengaruhipengeluaran ASI pada ibu nifas di Desa Sumber
Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang, 2017.URECOL: 223-232.
Imas Masturoh. Metode Penelitian Kesehatan. Pusat Pendidikan Sumberdaya
manusia kesehatan : Kementrian Kesehatan ; 2018.
Kurniyati, Derison Marsinova Bakara, Eva Susanti The Effect Of Oxytocin
Massage Method Using Lavender Essential Oils On The Smooth
Production Of Breast Milk At Mother Postpartum In Rejang Lebong
Regency Proceedings of the 1st International Conference on Inter-
professional Health Collaboration (ICIHC 2018)
Kementrian Kesehatan RI. Laporan Kinerja Kemenkes RI, 2020
Kemenkes RI. Profil Kesehatan 2020
Kholisotin, Zainal, Lina. Pengaruh Pijat Oksitosin terhadap Pengeluaran ASI pada
ibu Post Partim Primipara di RSIA Srikandi IBI.Jurnal Keperawatan
Profesional (JKP) Volume 7 Nomor 2 Agustus 2019.
Lailatul dan Nelly. Pengaruh Rolling Massage Punggung Terhadap Kelancaran
Pengeluaran Asi Ibu Nifas. Scientia Journal Vol 11 No 1 Mei 2022
Lowdermilk, Perry, Cashion..Keperawatan Maternitas. Salemba Medika :
Indonesia. 2013
Mardiyaningsih, E., & Sabri, L. Efektifitas Kombinasi Teknik Marmet Dan Pijat
Oksitosin Terhadap Produksi Asi Ibu Post Seksio Di Rumah Sakit
Wilayah Jawa Tengah. (2011).Soedirman Journal of Nursing, 6(1),
31–38
Narastri, Hajar, Fidiam dkk. Gambaran Penggunaan Galaktagog (obat kimia dan
herbal) pada ibu menyusui di Kota Malang.Pharmaceutical Journal of
Indonesia. 2020
Notoatmodjo, S.. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta, 2018
Nursalam. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis
Edisi.4.Jakarta : Salemba Medika.2016
Prasetya, Fatimah, Lia. Pijat Oksitosin (laktasi lancer, bayi tumbuh sehat).
Yogyakarta : Elmatera 2021
Rahayu, A.. Panduan Praktikum Keperawatan Maternitas.
Yogyakarta:Deepublish, 2016
Rayhana, Sufriani.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi ASI dan
Kecukupan ASI. Aceh: Bagian Keilmuan Keperawatan Anak Fakultas
Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh;2017
Rudi, Sulis. Manfaat ASI Ekslusif untuk buah hati anda. Gosyen Publishing :
Yogyakarta;2014
Sitepoe M. ASI Eksklusif: Arti Penting Bagi Kehidupan. Jakarta: Indeks ; 2013
Sukarni Icemi K dan Wahyu P. (2013).Keperawatan Maternitas. Yogyakarta:
Nuha Medika
Suryani, E., & Astuti,KH, E, W. (2013).Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap
Produksi Asi Ibu Postpartum Di BpmWilayah Kabupaten Klaten.
Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, 2(2)
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. ALFABETA :
Bandung ;2022
Tria Jania, Winda Windiyani, Ade Kurniawati Manajemen Non Farmakologi
Untuk Meningkatkan Kelancaran Asi Pada Ibu Nifas JURNAL
BIMTAS Volume: 6 Nomor 1
Toto. Nur Aini. Pemberian Asi Ekslusif. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta; 2019
Vincencius dan Michael.Domperidone untuk meningkatkan Produksi Air Susu
Ibu (ASI).Continuing Professional Development. CDK-238 Vol.43
th.2016
Varney, Kriebs, Carolyn.. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 1: EGC :
Jakarta ; 20014
Wiwik dan Tri.2017. Penggunaan Metode Marmet untuk Melancarkan
Pengeluaran Air Susu Ibu (ASI) Pada Ibu Menyusui 0-6 Bulan Di
Rumah Sakit Ibu Dan Anak Eria Bunda Pekanbaru. . (2017). Jurnal
Photon, 8(1), 123–126
LAMPIRAN
SOP ( Standar Operasional Prosedur ) Pijat Oksitosin

Pengertian Memfasilitasi pengeluaran ASI dengan merangsang hormon oksitosin


melalui pijatan dibagian punggung
untuk merangsang reflex oksitosin
Tujuan
1. Merangsang pelepasan hormone oksitosin
Manfaat 2. Meningkatkan produksi ASI
3. Memberikan rasa nyaman dan rileks pada ibu
1. Kursidan meja
Alat – alat 2. Dua buah handuk besar bersih
yang 3. Dua buah washlap
digunakan 4. Air hangat dan air dingin dalam baskom
5. Minyak zaitun atau minyak kelapa
Fase Orientasi
Prosedur 1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
3. Menanyakan kesiapan dan kontrak waktu Fase Kerja
1. Mencuci tangan
2. Meminta ibu untuk melelpaskan pakaian bagian atas
3. Memposisikan ibu duduk dikursi dan membungkuk dengan
memeluk bantal atau dapat menopang diatas lengan pada meja
4. Memasang handuk diatas pangkuan ibu, biarkan payudara bebas
tanpa bra
5. Melumuri telapak tangan dengan minyak
6. Memijat sepanjang kedua sisi tulang belakang ibu dengan
menggunakan dua kepalan tangan dan ibu jari menunjuk ke
arah depan
7. Menekan kedua ibu jari pada kedua sisi tulang belakang dengan
memebentuk gerakan memutar kecil
8. Pada saat bersamaan, pijat kedua sisi tulang belakang kearah
bawah leher dari leher kearah tulang belikat selama 3-5menit
9. Mengulangi pemijatan hingga 3 kali
10.Memebersihkan punggung ibu dengan washlap air hangat
11.Merapikan pasien dan alat.
Fase Terminasi
1. Evaluasi respon pasien
2. Mencuci tangan
3. Dokumentasi

Sumber: Tim Pokja Pedoman SPO Keperawatan DPPPPNI 2021


LEMBAR OBSERVASI

No responden :…………………………………………
Nama Responden :…………………………………………
Alamat Responden :…………………………………………

No Hari, Jumlah Perlakuan Jumlah


Tanggal ASI Rolling Massage Pijat Oksitosin ASI
Sebelum P S P S sesudah
diberikan
intervensi
OUTPUT HASIL PENELITIAN PIJAT OKSITOSIN

DESCRIPTIVES VARIABLES=Pre_Test Post_Test2 Post_Test3 Post_Test4


Post_Test5 Post_Test6 Post_Test7
/STATISTICS=MEAN STDDEV MIN MAX.

Descriptives

Notes
Output Created 06-FEB-2023 21:51:58
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 19
Missing Value Handling Definition of Missing User defined missing values are
treated as missing.
Cases Used All non-missing data are used.
Syntax DESCRIPTIVES
VARIABLES=Pre_Test
Post_Test2 Post_Test3
Post_Test4 Post_Test5
Post_Test6 Post_Test7
/STATISTICS=MEAN STDDEV
MIN MAX.
Resources Processor Time 00:00:00.00
Elapsed Time 00:00:00.00

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Pre_Test 19 1 2 1.47 .513
Post_Test2 19 1 2 1.47 .513
Post_Test3 19 1 2 1.47 .513
Post_Test4 19 1 2 1.37 .496
Post_Test5 19 1 2 1.26 .452
Post_Test6 19 1 2 1.16 .375
Post_Test7 19 1 2 1.11 .315
Valid N (listwise) 19

NPAR TESTS
/WILCOXON=Pre_Test Pre_Test Pre_Test Pre_Test Pre_Test Pre_Test
WITH Post_Test2 Post_Test3
Post_Test4 Post_Test5 Post_Test6 Post_Test7 (PAIRED)
/MISSING ANALYSIS.

NPar Tests

Notes
Output Created 06-FEB-2023 21:52:18
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 19
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are
treated as missing.
Cases Used Statistics for each test are based
on all cases with valid data for
the variable(s) used in that test.
Syntax NPAR TESTS
/WILCOXON=Pre_Test
Pre_Test Pre_Test Pre_Test
Pre_Test Pre_Test WITH
Post_Test2 Post_Test3
Post_Test4 Post_Test5
Post_Test6 Post_Test7
(PAIRED)
/MISSING ANALYSIS.
Resources Processor Time 00:00:00.00
Elapsed Time 00:00:00.00
Number of Cases Alloweda 131072
a. Based on availability of workspace memory.

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Post_Test2 - Pre_Test Negative Ranks 0a
.00 .00
Positive Ranks 0b .00 .00
Ties 19c
Total 19
Post_Test3 - Pre_Test Negative Ranks 0d .00 .00
Positive Ranks 0e .00 .00
Ties 19f
Total 19
Post_Test4 - Pre_Test Negative Ranks 3g 2.50 7.50
Positive Ranks 1h 2.50 2.50
Ties 15i
Total 19
Post_Test5 - Pre_Test Negative Ranks 4j 2.50 10.00
Positive Ranks 0k .00 .00
Ties 15l
Total 19
Post_Test6 - Pre_Test Negative Ranks 7m 4.50 31.50
Positive Ranks 1n
4.50 4.50
Ties 11 o

Total 19
Post_Test7 - Pre_Test Negative Ranks 7p 4.00 28.00
Positive Ranks 0q
.00 .00
Ties 12 r

Total 19
a. Post_Test2 < Pre_Test
b. Post_Test2 > Pre_Test
c. Post_Test2 = Pre_Test
d. Post_Test3 < Pre_Test
e. Post_Test3 > Pre_Test
f. Post_Test3 = Pre_Test
g. Post_Test4 < Pre_Test
h. Post_Test4 > Pre_Test
i. Post_Test4 = Pre_Test
j. Post_Test5 < Pre_Test
k. Post_Test5 > Pre_Test
l. Post_Test5 = Pre_Test
m. Post_Test6 < Pre_Test
n. Post_Test6 > Pre_Test
o. Post_Test6 = Pre_Test
p. Post_Test7 < Pre_Test
q. Post_Test7 > Pre_Test
r. Post_Test7 = Pre_Test

Test Statisticsa
Post_Test2 - Post_Test3 - Post_Test4 - Post_Test5 - Post_Test6 -
Pre_Test Pre_Test Pre_Test Pre_Test Pre_Test
Z .000 b
.000 b
-1.000 c
-2.000 c
-2.121c
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 1.000 .317 .046 .034
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. The sum of negative ranks equals the sum of positive ranks.
c. Based on positive ranks.
OUTPUT PENELITIAN ROLLING MASSAGE

DESCRIPTIVES VARIABLES=Post_TestR2 Post_TestR3 Post_TestR4


Post_TestR5 Post_TestR6 Post_TestR7
Pretest_R
/STATISTICS=MEAN STDDEV MIN MAX.

Descriptives

Notes
Output Created 06-FEB-2023 22:12:18
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 38
Missing Value Handling Definition of Missing User defined missing values are
treated as missing.
Cases Used All non-missing data are used.
Syntax DESCRIPTIVES
VARIABLES=Post_TestR2
Post_TestR3 Post_TestR4
Post_TestR5 Post_TestR6
Post_TestR7
Pretest_R
/STATISTICS=MEAN STDDEV
MIN MAX.
Resources Processor Time 00:00:00.02
Elapsed Time 00:00:00.02
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Post_TestR2 19 1 2 1.26 .452
Post_TestR3 19 1 2 1.16 .375
Post_TestR4 19 1 2 1.05 .229
Post_TestR5 18 1 2 1.06 .236
Post_TestR6 19 1 2 1.05 .229
Post_TestR7 19 1 1 1.00 .000
Pretest_R 19 1 2 1.26 .452
Valid N (listwise) 18

NPAR TESTS
/WILCOXON=Pretest_R Pretest_R Pretest_R Pretest_R Pretest_R
Pretest_R WITH Post_TestR2
Post_TestR3 Post_TestR4 Post_TestR5 Post_TestR6 Post_TestR7
(PAIRED)
/MISSING ANALYSIS.

Notes
Output Created 06-FEB-2023 22:20:08
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 38
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are
treated as missing.
Cases Used Statistics for each test are based
on all cases with valid data for
the variable(s) used in that test.
Syntax NPAR TESTS
/WILCOXON=Pretest_R
Pretest_R Pretest_R Pretest_R
Pretest_R Pretest_R WITH
Post_TestR2
Post_TestR3 Post_TestR4
Post_TestR5 Post_TestR6
Post_TestR7 (PAIRED)
/MISSING ANALYSIS.
Resources Processor Time 00:00:00.00
Elapsed Time 00:00:00.00
Number of Cases Alloweda 131072
a. Based on availability of workspace memory.

NPAR TESTS
/WILCOXON=Pretest_R Pretest_R Pretest_R Pretest_R Pretest_R
Pretest_R WITH Post_TestR2
Post_TestR3 Post_TestR4 Post_TestR5 Post_TestR6 Post_TestR7
(PAIRED)
/MISSING ANALYSIS.

NPar Tests

Notes
Output Created 06-FEB-2023 22:22:40
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 38
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are
treated as missing.
Cases Used Statistics for each test are based
on all cases with valid data for
the variable(s) used in that test.
Syntax NPAR TESTS
/WILCOXON=Pretest_R
Pretest_R Pretest_R Pretest_R
Pretest_R Pretest_R WITH
Post_TestR2
Post_TestR3 Post_TestR4
Post_TestR5 Post_TestR6
Post_TestR7 (PAIRED)
/MISSING ANALYSIS.
Resources Processor Time 00:00:00.00
Elapsed Time 00:00:00.00
Number of Cases Alloweda 131072
a. Based on availability of workspace memory.

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Post_TestR2 - Pretest_R Negative Ranks 0a .00 .00
Positive Ranks 0b .00 .00
Ties 19c

Total 19
Post_TestR3 - Pretest_R Negative Ranks 2d 1.50 3.00
Positive Ranks 0e .00 .00
Ties 17 f

Total 19
Post_TestR4 - Pretest_R Negative Ranks 4g 2.50 10.00
Positive Ranks 0h .00 .00
Ties 15 i

Total 19
Post_TestR5 - Pretest_R Negative Ranks 4j 2.50 10.00
Positive Ranks 0k .00 .00
Ties 14 l

Total 18
Post_TestR6 - Pretest_R Negative Ranks 5m 3.00 15.00
Positive Ranks 0n .00 .00
Ties 14o

Total 19
Post_TestR7 - Pretest_R Negative Ranks 5p 3.00 15.00
Positive Ranks 0q .00 .00
Ties 14 r

Total 19
a. Post_TestR2 < Pretest_R
b. Post_TestR2 > Pretest_R
c. Post_TestR2 = Pretest_R
d. Post_TestR3 < Pretest_R
e. Post_TestR3 > Pretest_R
f. Post_TestR3 = Pretest_R
g. Post_TestR4 < Pretest_R
h. Post_TestR4 > Pretest_R
i. Post_TestR4 = Pretest_R
j. Post_TestR5 < Pretest_R
k. Post_TestR5 > Pretest_R
l. Post_TestR5 = Pretest_R
m. Post_TestR6 < Pretest_R
n. Post_TestR6 > Pretest_R
o. Post_TestR6 = Pretest_R
p. Post_TestR7 < Pretest_R
q. Post_TestR7 > Pretest_R
r. Post_TestR7 = Pretest_R

Test Statisticsa
Post_TestR2 - Post_TestR3 - Post_TestR4 - Post_TestR5 - Post_T
Pretest_R Pretest_R Pretest_R Pretest_R Prete
Z .000b -1.414c -2.000c -2.000c
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 .157 .046 .046
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. The sum of negative ranks equals the sum of positive ranks.
c. Based on positive ranks.

Uji perbedaan

NPAR TESTS
/M-W= Hasil_Post7 BY Kelompok(1 2)
/MISSING ANALYSIS.

NPar Tests

Notes
Output Created 06-FEB-2023 22:25:17
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 38
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are
treated as missing.
Cases Used Statistics for each test are based
on all cases with valid data for
the variable(s) used in that test.
Syntax NPAR TESTS
/M-W= Hasil_Post7 BY
Kelompok(1 2)
/MISSING ANALYSIS.
Resources Processor Time 00:00:00.02
Elapsed Time 00:00:00.02
Number of Cases Alloweda 224694
a. Based on availability of workspace memory.

Mann-Whitney Test

Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Hasil_Post7 1 19 20.50 389.50
2 19 18.50 351.50
Total 38

Test Statisticsa
Hasil_Post7
Mann-Whitney U 161.500
Wilcoxon W 351.500
Z -1.434
Asymp. Sig. (2-tailed) .152
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .583b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.

Anda mungkin juga menyukai