Anda di halaman 1dari 48

PENGARUH PERAWATAN LUKA MOISTURE BALANCE TERHADAP

PENYEMBUHAN LUKA ULKUS DIABETIKUM DI RAWAT INAP


RUMAH SAKIT BUKIT ASAM MEDIKA
TAHUN 2024

PROPOSAL SKRIPSI

IRMALASARI

221000414201084

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN


DAN KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS PRIMA
NUSANTARA BUKITTINGGI
TAHUN 2024
PENGARUH PERAWATAN LUKA MOISTURE BALANCE TERHADAP
PENYEMBUHAN LUKA ULKUS DIABETIKUM DI RAWAT INAP
RUMAH SAKIT BUKIT ASAM MEDIKA
TAHUN 2024

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan ke Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan


Universitas Prima Nusantara Bukittinggi sebagai Pemenuhan Syarat untuk
Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan

IRMALASARI

221000414201084

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN


DAN KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS PRIMA
NUSANTARA BUKITTINGGI
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa

yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Pengaruh Perawatan Luka

Moisture Balance terhadap Penyembuhan Luka Ulkus Diabetikum di Rawat

Inap Rumah Sakit Bukit Asam Medika Tahun 2024”.

Proposal skripsi ini merupakan tahap awal dari penyusunan skripsi

yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana

(S1) Jurusan Keperawatan di Universitas Prima Nusantara Bukittinggi.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesiakan proposal skripsi ini. Oleh

karena itu, masukan dari Bapak/Ibu sangat penulis harapkan untuk perbaikan

sehingga akan menghasilkan skripsi yang bermanfaat bagi banyak pihak.

Terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Dr. Hj. Evi Susanti, S.ST., M.Biomed selaku Rektor 1 Universitas Prima

Nusantara Bukittinggi.

2. Ibu Ayu Nurdiyan,S.ST.,Bd.,M.Keb sebagai wakil Rektor I Universitas Prima

Nusantara Bukittinggi.

3. Bapak Yuhendri Putra, S.Si., M.Biomed selaku wakil Rektor II Universitas

Prima Nusantara Bukittinggi dan Selaku Pengguji II

4. Ibu Tuti Oktriani, Bd. M.Keb, selaku Wakil Rektor III Universitas Prima

Nusantara Bukittinggi.

5. Ibu Ns. Elfira Husna, M.Kep, selaku Dekan Fakultas Keperawatan dan

Kesehatan Masyarakat Prima Nusantara Bukittinggi.

6. Ibu Ns.Hidayati, M.Kep selaku Ketua Program Studi Keperawatan Universitas

Prima Nusantara Bukittinggi.


7. Bapak Ns. Febrian Rahmat Suwandi, M.Kep., selaku pembimbing yang yang

selalu memberikan motivasi dan arahan dalam penyusunan proposal skripsi ini.

8. Ibu Ayu Nurdiyan,S.ST.,Bd.,M.Keb selaku Tim penguji I Universitas Prima

Nusantara.

9. Ibu Ns. Masyithah, M.Kep, selaku Tim penguji II Universitas Prima

Nusantara.

10. Para staf dosen yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu-persatu.

11. Bapak/Ibu tenaga kependidikan yang telah membantu proses pembuatan

proposal penelitian ini.

12. Civitas Akademika Universitas Prima Nusantara Bukittinggi.

13. Istri, anak, orang tua terkasih, kakak adik beserta keluarga yang telah

memberikan dukungan do’a, materil dan perhatian yang tidak terhingga.

14. Para sahabat yang telah sama-sama berjuang dalam suka dan duka menjalani

pendidikan ini.

Penulis menyadari bahwa proposal ini masih terdapat kekeliruan, kesalahan

dan kekurangan dalam penyusunan proposal. Oleh karena itu, saran dan kritik yang

bersifat membangun sangat penulis harapkan dari semua pihak demi kesempurnaan

proposal ini. Semoga proposal ini dapat diterima dan layak untuk dilanjutkan.

Bukittinggi, Januari 2024

(Irmalasari)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 6
1.3 Tujuan Penelitian 6
1.3.1 Tujuan Umum 6
1.3.2 Tujuan Khusus 6
1.4 Manfaat Penelitian 7
1.4.1 Bagi Peneliti 7
1.4.2 Bagi Peneliti lainnya Dimasa Mendatang 7
1.4.3 Bagi Rumah Sakit Bukit Asam Medika 7
1.4.4 Bagi Universitas Prima Nusantara Bukittinggi 8
BAB II TINJAUAN TEORI 9

2.5 Kerangka Teoritis 30


BAB III KERANGKA KONSEPTUAL 31
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian 31
3.2 Definisi Operasional 32
3.3 Hipotesis 33
BAB IV METODE PENELITIAN 34
4.1 Desain Penelitian 34
4.2 Populasi dan Sample 34
4.2.1 Populasi 34
4.2.2 Sample 34
4.2.3 Teknik Pengambilan Sample 36
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian 36
4.3.1 Tempat Penelitian 36
4.3.2 Waktu Penelitian 36
4.4. Etika Penelitian 37
4.4.1 Inform Concent 37
4.4.2 Anonimity 37
4.4.3 Confidentiality 37
4.4.4 ProsectionFrom Discomfort 37
4.5 Alat Pengumpulan Data 38
4.6 Prosedur Pengumpulan Data 38
4.6.1 Data Primer 38
4.6.2 Data Sekunder 38
4.7 Pengolahan dan Analisa Data 38
4.8 Analisa Data 39
4.8.1 Analisa Data Univariat 39
4.8.2 Analisa Data Bivariat
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan gangguan metabolik yang ditandai dengan

tingginya kadar gula (hiperglikemia). Hal ini dikarenakan ketidakcukupan insulin

yang dihasilkan oleh pankreas atau ketidakaktifan tubuh dalam menggunakan

insulin yang dihasilkan. Defisit insulin jika dibiarkan terlalu lama dapat

menyebabkan kerusakan pada banyak organ tubuh dan menyebabkan kelumpuhan

serta komplikasi yang mengancam jiwa. Beberapa contoh dari komplikasi yang

disebabkan berupa Cardio Vascular Disease (CVD), kerusakan saraf (neuropati),

amputasi tungkai bawah, penyakit mata dan ulkus kaki diabetikum (International

Diabetes Federation 2021).

Di Indonesia prevalensi penderita UKD sekitar 15%, untuk angka amputasi

sebesar 30%, angka mortalitasnya sebesar 32%. UKD merupakan penyebab

perawatan rawat inap di rumah sakit yang terbanyak yaitu sebanyak 80% pada

pasien diabetes melitus. Biaya yang dikeluarkan oleh pasien penderita ulkus kaki

diabetikum di Indonesia termasuk tinggi yang berkisar 1,3 juta hingga 1,6 juta

perbulannya. Lebih dari 1 juta orang per tahun yang kehilangan salah satu kakinya

dikarenakan oleh komplikasi dari diabetes mellitus. Tindakan amputasi ini terjadi

setiap 30 detik pada pasien diabetes melitus. Seiring bertambahnya waktu UKD

akan semakin parah dan apabila terjadi infeksi akan menyebabkan amputasi kaki

(Oktorina 2019).

Ulkus kaki diabetikum merupakan salah satu komplikasi diabetes melitus

berupa luka full-thickness yang ada pada tingkat distal ke pergelangan kaki yang
disebabkan oleh neuropati perifer. Pada pasien diabetes melitus, Ulkus Kaki

Diabetikum menjadi beban yang paling tinggi terutama di negara negara yang

berpenghasilan rendah hingga menengah. Hal ini dikarenakan adanya keterlambatan

dalam diagnosis, rendahnya tingkat kesadaran masyarakat, serta kurangnya layanan

kesehatan yang berkualitas.

Prevalensi Ulkus Kaki Diabetikum di Sub Sahara Afrika diperkirakan 7,2%

dan 13,0%. Selain itu gabungan prevalensi amputasi serta kematian yang disebabkan

oleh ulkus kaki diabetikum di rumah sakit negara negara ini diperkirakan masing

masing sebanyak 15,5% dan 14,2%. Prevalensi Ulkus Kaki Diabetikum di antara

pasien diabetes melitus di Ethiopia sebanyak 12% hingga 32% (Gebrstos 2022).

Metode perawatan luka yang berkembang saat ini adalah menggunakan

prinsip moisture balance. Moisture balance adalah metode baru dalam perawatan

luka yang mengutamakan perawatan berbasis suasana lembab. Moisture balance

penting diterapkan dalam perawatan luka kaki diabetik untuk mempercepat proses

penyembuhan luka, yang disebutkan lebih efektif dibandingkan metode

konvensional dan metode Tradisional. Perawatan luka menggunakan prinsip

moisture balance ini dikenal sebagai metode modern dressing (Bowszyc, 2019).

Penelitian lain juga menyatakan bahwa lingkungan yang lembab dapat

mempercepat respon inflamasi, sehingga proliferasi sel menjadi lebih cepat (Bryant,

2019). Dalam suasana lembab metabolisme sel akan menjadi lebih baik karena

tersedia air, nutrisi, dan vitamin lebih banyak. Efek suasana lembab dapat mencegah

dehidrasi jaringan, kematian sel, mempercepat angiogenesis, meningkatkan

pemecahan jaringan mati dan fibrin, serta mengurangi nyeri saat medikasi (Makoto,

2020). Saat ini, lebih dari 500 jenis modern wound dressing dilaporkan tersedia

untuk menangani luka. Bahan modern wound dressing dapat berupa hidrogel, film

dressing, hydrocolloid, calcium alginate, foam absorbant dressing, antimicrobial


dressing. Penggunaan perawatan luka dengan menggunakan modern dressing

berkembang pesat dalam perawatan luka pada pasien diabetes (Sotani, 2019).

Menurut Ismail (2018), satu dari delapan yang terdiagnosa diabetes melitus,

rentang usia muda hingga lansia, jenis kelamin serta usia mempunyai resiko yang

sama terkena diabetes. Metode perawatan luka dengan teknik moisture balance

masih sedikit digunakan di Rumah Sakit. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitia

Ismail (2018), yang menyatakan dari 1012 rumah sakit yang ada di Indonesia hanya

25 rumah sakit atau sekitar 2.4% yang menerapkan teknik moisture balance.

Perawatan konvensional dan modern memiliki perbedaan dan ciri khas

masing-masing baik dalam teori, praktik, maupun kelebihan dan kekurangannya.

Menurut Sing et.al menyatakan enam puluh persen dari kelompok modern dressing

dalam merawat luka menunjukkan bersih dari organisme secara penuh dalam dua

minggu, dan sekitar 90% dalam empat minggu meskipun hanya enam luka tidak

menunjukkan bersih dari organisme diakhir minggu keempat. Di sisi lain, hanya

42% dari luka di kelompok konvensional ditemukan steril setelah dua minggu

perawatan. Setelah empat minggu pengobatan konvensional 12 (20%) luka masih

ditemukan sekumpulan organisme patogen.

Beberapa penelitian menunjukkan perawatan luka pada pasien ulkus

diabetikum dengan menggunakan modern dressing sangat efektif, seperti penelitian

Salia Marvinia Widaryati pada Januari tahun 2017 yang berjudul Efektifitas metode

perawatan luka Moisture Balance terhadap penyembuhan luka pada pasien ulkus

diabetikum di Klinik Perawatan Luka Fikes UMM Yogyakarta. Dimana hasil

penelitiannya didapatkan kondisi luka sebelum dilakukan perawatan luka moisture

balance didapatkan jumlah rerata 28,9 dan setelah dilakukan perawatan luka

moisture balance didapatkan jumlah rerata 19,3. Hasil analisis menunjukkan 2.201,

terdapat perbedaan yang signifikan anatara sebelum dan sesudah perawatan luka
dengan teknik moisture balance pada pasien ulkus diabetikum.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik melakukan

penelitian “Pengaruh Perawatan Luka Moisture Balance terhadap Penyembuhan

Luka Ulkus Diabetikum di Rawat Inap Rumah Sakit Bukit Asam Medika Tahun

2024”.

1.2. Runusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah pada penelitian ini

adalah: bagaimana Pengaruh Perawatan Luka Moisture Balance terhadap

Penyembuhan Luka Ulkus Diabetikum di Rawat Inap Rumah Sakit Bukit Asam

Medika Tahun 2024.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Pengaruh Metode Perawatan Luka Moisture Balance

terhadap intervensip Penyembuhan Luka Ulkus Diabetikum di Rawat Inap

Rumah Sakit Bukit Asam Medika Tahun 2024.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui luka pasien di Rawat Inap Rumah Sakit Bukit Asam

Medika Tahun 2024.

b. Untuk mengetahui Pengaruh penyembuhan luka dengan metode

moisture balance pada kelompok intervensi mositure balance di Rawat

Inap Rumah Sakit Bukit Asam Medika Tahun 2024.

c. Untuk mengetahui Pengaruh penyembuhan luka dengan metode

moisture balance pada kelompok intervensi mositure balance kelompok


evaluasi di Rawat Inap Rumah Sakit Bukit Asam Medika Tahun 2024.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Peneliti

Dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti khususnya

teori-teori yang berkaitan pengaruh perawatan luka moisture balance

terhadap penyembuhan luka ulkus diabetikum di Rawat Inap Rumah Sakit

Bukit Asam Medika Tahun 2024.

1.4.2. Bagi Peneliti Lain Dimasa Mendatang

Dapat menambah wawasan bagi peneliti selanjutnya dalam

melakukan penelitian serupa tentang metode perawatan luka, sehingga

dapat dikaji lebih dalam mengenai faktor-faktor lain yang menyebabkan

keefektifan perawatan luka terhadap pasien ulkus diabetikum.

1.4.3. Bagi Rumah Sakit Bukit Asam Medika

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi tenaga

kesehatan dalam melakukan asuha keperawatan pada pasien ulkus

diabetikum yang khususnya mempunyai riwayat penyakit diabetes melitus

dengan melakukan tindakan pencegahan sejak dini seperti memberikan

penyuluhan tentang perawatan luka.

1.4.4. Bagi Universitas Prima Nusantara Bukit tinggi

Penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa/i

serta dapat menjadi referensi kepustakaan di Universitas Prima Nusantara

Bukittinggi sebagai pendukung dalam proses belajar mahasiswa/i


khusunya teori-teori yang berhubungan dengan penyakit ulkus diabetikum.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Diabetes Melitus

2.1.1. Pengertian

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin, dan kinerja insulin atau kedua

(ADA, 2020). Berbagai komplikasi dapat timbul akibat kadar

gula darah yang tidak terkontrol, misalnya neuropati, hipertensi,

jantung koroner, retinopati, nefropati, dan gangren.

Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan

metabolisme kronis yang ditandai peningkatan glukosa darah

(Hiperglikemi), disebabkan karena ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan untuk memfasilitasi masuknya glukosa

dalam sel agar dapat di gunakan untuk metabolisme dan

pertumbuhan sel. Berkurang atau tidak adanya insulin

menjadikan glukosa tertahan didalam darah dan menimbulkan

peningkatan gula darah, sementara sel menjadi kekurangan

glukosa yang sangat di butuhkan dalam kelangsungan dan

fungsi sel (Izzati & Nirmala dalam Meivi I.Derek, 2017).


2.1.2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi etiologi diabetes melitus menurut American

Diabetes Association, 2020 adalah sebagai berikut.

a. Diabetes Melitus tipe I

Pada Diabetes Melitus tipe I (Diabetes Insulin

Dependent), lebih sering terjadi pada usia remaja. Lebih dari

90% dari sel pankreas yang memproduksi insulin mengalami

kerusakan secara permanen. Oleh karena itu, insulin yang

diproduksi sedikit atau tidak langsung dapat diproduksi.

Hanya sekitar 10% dari semua penderita Diabetes Melitus

menderita tipe I. Diabetes tipe I kebanyakan pada usia

dibawah 30 tahun.

b. Diabetes Melitus tipe II

Diabetes Melitus tipe II (Diabetes Non Insulin

Dependent) ini tidak ada kerusakan pada pankreasnya dan

dapat terus menghasilkan insulin, bahkan kadang-kadang

insulin pada tingkat tinggi dari normal. Akan tetapi, tubuh

manusia resisten terhadap efek insulin, sehingga tidak ada

insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

Diabetes Mellitus tipe ini sering terjadi pada dewasa yang

berumur lebih dari 30 tahun dan menjadi lebih umum dengan

peningkatan usia.

c. Diabetes Melitus Gestasional

Diabetes Melitus gestasional adalah diabetes yang

timbul selama kehamilan. Ini meliputi 2-5% daripada seluruh

diabetes. Jenis ini sangat penting diketahui karena


dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani

dengan benar (Suyono, 2018). Diabetes tipe gestasional

merupakan gangguan toleransi glukosa berbagai derajat yang

ditemukan pertama kali saat kehamilan. Sebagian besar

wanita hamil yang menderita Diabetes Melitus gestasional

memiliki homeostatis glukosa relative normal selama

kehamilan pertama (5 bulan) dan juga dapat mengalami

defisiensi insulin relative pada kehamilan kedua, tetapi kadar

glukosa dapat kembali normal setelah melahirkan (Suiraoka,

2018).

2.1.3. Faktor Penyebab Diabetes Melitus

Faktor penyebab menurut Budiyanto 2001 dalam (Suiraoka,

2018) dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu:

a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

1) Umur

Manusia mengalami penurunan fisiologis setelah

umur 40 tahun. Diabetes Melitus sering muncul setelah

manusia memasuki umur rawan tersebut. Semakin

bertambahnya umur, maka risiko menderita Diabetes

Mellitus akan meningkat terutama umur 45 tahun

(kelompok risiko tinggi).

2) Jenis kelamin

Distribusi penderita Diabetes Melitus menurut jenis

kelamin sangat bervariasi. Di Amerika Serikat penderita

Diabetes Mellitus lebih banyak terjadi pada perempuan


daripada laki-laki. Namun, mekanisme yang

menghubungkan jenis kelamin dengan Diabetes Melitus

belum jelas.

3) Faktor keturunan

Diabetes melitus cenderung diturunkan. Adanya

riwayat diabetes melitus dalam keluarga terutama orang

tua dan saudara kandung memiliki risiko lebih besar

terkena penyakit ini dibandingkan dengan anggota

keluarga yang tidak menderita diabetes melitus. Ahli

menyebutkan bahwa Diabetes Melitus merupakan

penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin.

Umumnya, laki-laki menjadi penderita sesungguhnya,

sedangkan perempuan sebagai pihak yang membawa gen

untuk diwariskan kepada anak-anaknya.

4) Riwayat penderita Diabetes Melitus gestasional

Diabetes gestasional dapat terjadi sekitar 2-5% pada

ibu hamil. Biasanya diabetes melitus akan hilang setelah

anak lahir. Namun, dapat pula terjadi diabetes melitus

dikemudian hari. Ibu hamil yang menderita Diabetes

Melitus akan melahirkan bayi besar dengan berat lebih

dari 4000 gram. Apabila hal ini terjadi, maka

kemungkinan besar si ibu akan mengidap Diabetes

Melitus tipe II kelak.


b. Faktor risiko yang dapat diubah:

1) Obesitas

Berdasarkan beberapa teori menyebutkan bahwa

obesitas merupakan factor predisposisi terjadinya

resistensi insulin. Semakin banyak jaringan lemak pada

tubuh maka tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin,

terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan

terkumpul di daerah sentral atau perut. Lemak dapat

memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat

diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam pembuluh

darah, sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa darah.

Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya Diabetes

Mellitus tipe II dimana sekitar 80-90% penderita

mengalami obesitas.

2) Aktivitas fisik kurang

Berdasarkan penelitian bahwa aktivitas fisik yang

dilakukan secara teratur dapat menambah sensitivitas

insulin. Prevalensi Diabetes Melitus mencapai 2-4

kali lipat terjadi pada individu yang kurang aktif

dibandingkan dengan individu yang aktif. Semakin kurang

aktivitas fisik, maka semakin mudah seseorang terkena

penyakit Diabetes Melitus. Olahraga atau aktivitas fisik

dapat membantu mengontrol berat badan.

Glukosa dalam darah akan dibakar menjadi energi,

sehingga sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap

insulin. Selain itu, aktivitas fisik yang teratur juga dapat


melancarkan peredaran darah, menurunkan faktor risiko

terjadinya Diabetes Melitus.

3) Pola makan

Pola makan yang salah dapat mengakibatkan kurang

gizi atau kelebihan berat badan. Kedua hal tersebut dapat

meningkatkan risiko terkena Diabetes Melitus. kurang gizi

(malnutrisi) dapat mengganggu fungsi pankreas dan

mengakibatkan gangguan sekresi insulin. Sedangkan

kelebihan berat badan dapat mengakibatkan gangguan

kerja insulin.

2.1.4. Gejala Diabetes Melitus

Gejala awal berhubungan dengan efek langsung dari kadar

glukosa darah yang tinggi. Jika kadar glukosa darah sampai

diatas 160-180 mg/dl, maka glukosa akan dikeluarkan melalui

kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang

air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang

hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah

yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah

yang banyak (poliuri). Akibatnya, penderita merasakan haus

yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi) (Maulana,

2018). Menurut (Syahbudin, 2018) gejala Diabetes Melitus

adalah adanya rasa haus yang berlebihan, sering kencing

terutama pada malam hari, berat badan turun dengan cepat,

penderita lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki,


penglihatan kabur, gairah seks menurun, dan luka sulit untuk

sembuh.

2.1.5. Bahan Makanan untuk Penderita Diabetes Melitus

a. Bahan makanan yang dianjurkan untuk Diabetes Melitus

(Almatsier, 2019) yaitu :

1) Sumber karbohidrat kompleks, seperti nasi, mie, roti

kentang, singkong, ubi dan sagu.

2) Sumber protein rendah lemak, seperti ikan, ayam tanpa

kulit, susu skim, tempe, tahu, dan kacang-kacangan.

3) Sumber lemak dalam jumlah yang terbatas yaitu bentuk

makanan yang mudah dicerna.

4) Makanan terutama yang diolah dengan cara dipanggang,

dikukus, disetup, direbus, dan dibakar.

b. Bahan makanan yang tidak dianjurkan atau dibatasi untuk

diet Diabetes Melitus yaitu :

1) Makanan yang mengandung banyak gula sederhana,

seperti gula pasir, gula jawa, sirup, jam, jeli, buah-buahan

yang diawetkan dengan gula, susu kental manis, minuman

botol ringan, dan es krim.

2) Mengandung banyak lemak, seperti cake, makanan siap

saji dan gorengan.

3) Mengandung banyak natrium, seperti ikan asin, telur asin,

dan makanan yang diawetkan.


c. Konsumsi Buah dan Sayur

Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) tahun

2020 berfokus pada tiga aktivitas utama, yaitu: memeriksa

kesehatan secara rutin, melakukan aktivitas fisik, dan

mengonsumsi sayur dan buah. Mendukung salah satu

program GERMAS, yaitu membiasakan masyarakat

mengonsumsi sayur dan buah setiap hari. Konsumsi beragam

sayuran dan buah nusantara, yang ada dan banyak

tersedia di daerah lokal, dapat mencegah penyakit

degeneratif yaitu Diabetes Melitus (Kemenkes RI, 2020).

Sayuran dan buah-buahan merupakan sumber berbagai

vitamin, mineral, dan serat pangan. Sebagian vitamin,

mineral yang terkandung dalam sayuran dan buah-buahan

berperan sebagai antioksidan atau penangkal senyawa jahat

dalam tubuh. Berbeda dengan sayuran, buah-buahan juga

menyediakan karbohidrat terutama berupa fruktosa dan

glukosa. Sayur tertentu juga menyediakan karbohidrat,

seperti wortel dan kentang sayur. Sementara buah tertentu

juga menyediakan lemak tidak jenuh seperti buah alpukat

dan buah merah. Berbagai kajian menunjukkan bahwa

konsumsi sayuran dan buah-buahan yang cukup turut

berperan dalam menjaga kenormalan kadar gula darah.

Konsumsi buah dan sayur menurut (Carter et al., 2020)

dalam beberapa studi meta analisis dapat mengurangi risiko

diabetes melitus tipe 2 jika dibandingkan dengan subyek

yang konsumsinya rendah. Konsumsi sayur dan buah yang


cukup juga menurunkan risiko sulit buang air

besar (BAB/sembelit) dan kegemukan.

Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi sayuran dan

buah-buahan yang cukup turut berperan dalam pencegahan

penyakit tidak menular kronik. Konsumsi sayuran dan buah-

buahan yang cukup merupakan salah satu indikator

sederhana gizi seimbang. Semakin matang buah yang

mengandung karbohidrat semakin tinggi kandungan fruktosa

dan glukosanya, yang dicirikan oleh rasa yang semakin

manis.

2.2. Konsep Ulkus Diabetikum pada Diabtes Melitus

2.2.1.Definisi Ulkus Diabetikum pada Diabetes Melitus

Ulkus kaki diabetik adalah lesi non traumatis pada kulit

(sebagian atau seluruh lapisan) pada kaki penderita diabetes melitus

(Mariam et al., 2018). Ulkus kaki diabetik biasanya disebabkan

oleh tekanan berulang (geser dan tekanan) pada kaki dengan

adanya komplikasi terkait diabetes dari neuropati perifer atau

penyakit arteri perifer, dan penyembuhannya sering dipersulit oleh

perkembangan infeksi (Jia et al., 2018). Ulkus diabetikum

didefinisikan sebagai ulkus di bawah pergelangan kaki karena

berkurangnya sirkulasi kapiler dan / atau arteri, neuropati, dan

kelainan bentuk kaki (Robberstad et al., 2018). Ulkus kaki

diabetikum merupakan luka terbuka pada permukaan kulit yang

disebabkan adanya makroangiopati sehingga terjadi vaskuler

insufisiensi dan neuropati. Berdasarkan WHO dan International


Working Group on the Diabetic Foot, ulkus diabetikum adalah

keadaan adanya ulkus, infeksi, dan atau kerusakan dari jaringan,

yang berhubungan dengan kelainan neurologi dan penyakit

pembuluh darah perifer pada ekstremitas bawah (Hendra et al.,

2019).

Jadi dapat disimpulkan ulkus diabetikum adalah luka terbuka

yang terjadi pada kaki penderita DM yang disebabkan oleh tekanan

berulang pada kaki daN disertai dengan adanya neuropati perifer,

kelainan bentuk kaki serta perkembangan infeksi yang sering

mempersulit penyembuhan akibaT berkurangnya sirkulasi arteri.

2.2.2.Etiologi Ulkus Diabetikum pada Diabetes Melitus

Kejadian ulkus diabetikum pada pasien diabetes dapat

disebabkan oleh neuropati perifer, penyakit arteri perifer, kelainan

bentuk kaki, trauma kaki dan gangguan resistensi terhadap infeksi

(Noor et al., 2019).

a. Neuropati Perifer

Neuropati merupakan sebuah penyakit yang

mempengaruhi saraf serta menyebabkan gangguan sensasi,

gerakan, dan aspek kesehatan lainnya tergantung pada saraf

yang terkena. Neuropati disebabkan oleh kelainan metabolik

karena hiperglikemia. Gangguan sistem saraf motorik, sensorik

dan otonom merupakan akibat neuropati. Neuropati motorik

menyebabkan perubahan kemampuan tubuh untuk

mengkoordinasikan gerakan sehingga terjadi deformitas kaki,

kaki charcot, jari kaki martil, cakar, dan memicu atrof otot kaki
yang mengakibatkan osteomilitis. Neuropati sensorik

menyebabkan saraf sensorik pada ekstremitas mengalami

kerusakan dan cedera berulang yang mengakibatkan gangguan

integritas kulit sehingga menjadi pintu masuk invasi mikroba.

Hal ini dapat menjadi pemicu luka yang tidak sembuh dan

membentuk ulkus kronis. Kehilangan sensasi atau rasa kebas

sering kali meyebabkan trauma atau lesim yang terjadi tidak di

ketahui. Neuropati otonom menyebabkan penurunan fungsi

kelenjar keringat dan sebaceous di kaki sehingga kulit kaki

menjadi kering serta mudah terbentuk fisura. Kaki kehilangan

kemampuan pelembab alami dan kulit menjadi lebih rentan

rusak dan berkembangnya infeksi (Noor et al., 2019).

b. Peripheral Artery Disease (PAD)

Penyakit arteri perifer atau Peripheral Artery Disease

(PAD) adalah penyakit pada ekstremitas bawah karena

terjadinya penyumbatan arteri yang disebakan oleh

atherosklerosis. Perkembangannya mengalami proses yang

bertahap di mana arteri menjadi tersumbat, menyempit, atau

melemah, peradangan yang berkepanjangan dalam

mikrosirkulas dan menyebabkan penebalan kapiler sehingga

membatasi elastisitas kapiler yang menyebabkan iskemia.

Penyumbatan pada arteri besar dan menengah, seperti pembuluh

femoropopliteal dan aortoiliaka menyebabkan iskemia akut atau

kronis pada otot. Perfusi arteri yang menurun mengakibatkan

aliran darah yang tidak lancer sehingga dapat menyebabkan


pasien berisiko mengalami ulkus, penyembuhan luka yang

buruk dan ulkus berkembang menjadi gangren (Noor et al.,

2019).

c. Kelainan Bentuk Kaki

Kelainan bentuk kaki disebabkan oleh neuropati diabetes

sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan kulit saat berjalan

(Bandyk, 2018). Kelainan bentuk kaki seperti hallux valgus, jari

kaki palu atau jari kaki cakar, jari kaki martil dan kaki charcot.

Kaki charcot sering muncul tanpa gejala dan sering berkembang

menjadi kelainan bentuk kaki yang serius dan tidak dapat

disembuhkan yang dapat menyebabkan kejadian ulserasi. Pasien

dengan kelainan bentuk kaki juga harus memperhatikan alas

kaki yang digunakan dan disesuaikan dengan bentuk kaki untuk

mencegah terjadinya ulserasi (Cuestavargas, 2019).

d. Imunopati

Imunopati terlibat dalam kerentanan yang ada pada pasien

diabetes terhadap infeksi serta potensi untuk meningkatkan

respons normal inflamasi. Infeksi pada luka dapat mudah terjadi

karena sistem kekebalan atau imunitas pada pasien diabetes

mellitus mengalami gangguan (compromise). Gangguan

pertahanan tubuh yang terjadi akibat dari hiperglikemia yaitu

kerusakan fungsi leukosit dan perubahan morfologi makrofag.

Selain menurunkan fungsi dari sel-sel polimorfonuklear, gula

darah yang tinggi merupakan tempat yang baik untuk


pertumbuhan bakteri. Penurunan kemotaksis faktor

pertumbuhan dan sitokin, ditambah dengan kelebihan

metaloproteinase, menghambat penyembuhan luka normal

dengan menciptakan keadaan inflamasi yang berkepanjangan

(Pitocco et al., 2019).

e. Trauma

Tidak disadarinya trauma yang terjadi dapat disebabkan

oleh penurunan sensasi nyeri pada kaki. Trauma yang kecil atau

trauma yang berulang, seperti pemakaian alas kaki yang sempit,

terbentur benda keras, atau pecah-pecah pada daerah tumit

disertai tekanan yang berkepanjangan dapat menyebabkan

ulserasi pada kaki (Perezfavila et al., 2019).

f. Infeksi

Bakteri yang dominan pada infeksi kaki adalah aerobik

gram positif kokus seperti Staphycocus aureus dan β-hemolytic

streptococci. Banyak terdapat jaringan lunak pada telapak kaki

yang rentan terhadap infeksi serta penyebaran yang mudah dan

cepat kedalam tulang sehingga dapat mengakibatkan osteitis.

Ulkus ringan pada kaki apabila tidak ditangani dengan benar

dapat dengan mudah berubah menjadi osteitis/osteomyelitis dan

gangrene. Kadar gula darah yang buruk, disfungsi imunologi

dengan gangguan aktivitas leukosit dan fungsi komplemen

mengakibatkan perkembangan infeksi jaringan yang invasif.


Polymicrobial (staphlycocci, streptococci, enterococci,

Infeksi Escherichia coli dan bakteri gram negatif lainnya) sering

terjadi, begitu juga dengan adanya antibiotic strain bakteri

resisten, terutama methicillin-resistant Staphlycoccus aureus

(MRSA) dalam 30-40% kasus (Bandyk, 2018).

2.2.3. Dampak Ulkus Diabetikum pada Diabetes Melitus

Ulkus diabetikum memberikan dampak negatif terhadap

Health-Related Quality of Life (HRQoL) yang dirasakan pasien

karena penurunan mobilitas serta mengakibatkan penurunan

kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari- hari. Hal ini

dapat meningkatkan ketergantungan pada orang lain dalam

memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari. Komorbiditas

psikologis yang dapat terjadi pada pasien dengan ulkus

diabetikum seperti kecemasan, perasaan takut, harga diri rendah,

malu, putus asa, tidak berdaya dan depresi. Selain itu

kormobiditas psikologis tersebut dapat memberikan risiko

tambahan pada pasien diabetes yang mengakibatkan hasil dan

perawatan diri yang lebih buruk, kualitas hidup yang

berhubungan dengan kesehatan yang lebih rendah, penyesuaian

psikososial yang lebih buruk dan memiliki beban interaksi

perawatan kesehatan yang tinggi sehingga dapat meningkatkan

biaya perawatan.

Stres yang dirasakan terkait dengan penyembuhan luka

atau reulserasi dan ketakutan amputasi kaki meningkatkan mood

negatif dan menyebabkan gangguan tidur pada pasien dengan


ulkus diabetikum. Ulkus diabetikum da menyebabkan terjadinya

amputasi pada ekstremitas bawah dan tidak jarang berakhir

dengan kecacatan dan kematian (Alrub et al., 2019).

2.2.4. Tanda dan Gejala Ulkus Diabetikum pada Diabetes Melitus

Menurut (Roza et al., 2019), tanda dan gejala ulkus

diabetikum dapat dilihat dari:

a. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis, poplitea,

kaki menjadi atrofi, kaku, sering kesemutan, dingin, kuku

menjadi tebal dan kulit kering.

b. Eksudat, yaitu adanya eksudat atau cairan pada luka sebagai

tempat berkembangnya bakteri.

c. Edema, di sekitar kulit yang mengalami ulkus diabetikum

sebagian besar akan terjadi edema kurang dari 2 cm,

berwarna merah muda, dan inflamasi minimal. Edema pada

ulkus diabetikum terdiri dari edema minimal yaitu sekitar 2

cm, sedang (semua kaki), berat (kaki dan tungkai).

d. Inflamasi. Inflamasi yang terjadi dapat berupa inflamasi

ringan, sedang, berat atau tanpa inflamasi. Warna : merah

muda, eritema, pucat, gelap.

e. Nyeri, Nyeri kaki saat istirahat, kepekaan atau nyeri sebagian

besar tidak lagi terasa atau kadang-kadang dan tanpa

maserasi atau kurang dari 25% dan maserasi: tanpa maserasi

atau 25 %, 26 – 50 %, > 50 %. (Roza et al.,2019).


2.2.5. Faktor Risiko Ulkus Diabetikum pada Diabetes Melitus

a. Lama menderita penyakit diabetes melitus (≥ 10 tahun)

Semakin lama seseorang menderita diabetes melitus

menyebabkan pasien mengalami keadaan hiperglikemia yang

lama dan semakin besar peluang untuk menderita hiperglikemia

kronik. Keadaan hiperglikemia yang terus menerumenyebabkan

terjadinya hiperglisolia yaitu keadaan sel yang kebanjiran

glukosa. Hiperglisolia kronik akan mengubah homeostasis

biokimiawi sel tersebut yang kemudian berpotensi untuk

terjadinya perubahan dasar terbentuknya komplikasi kronik

diabetes mellitus (Roza et al., 2019).

b. Kontrol gula darah yang buruk

Kadar gula darah yang tidak terkontrol dengan baik dapat

mempercepat perkembangan retinopati diabetic, nefropati dan

neuropati pada pasien diabetes melitus dengan ketergantungan

insulin (Lim et al., 2018). Pasien diabetes dengan hiperglikemia

yang tidak terkontrol dapat menyebabkan neuropati dan dapat

terkena komplikasi mikrovaskuler dan neuropati. Terjadinya

neuropati dapat meningkatkan risiko ulserasi kaki karena

peningkatan beban tekanan dan gaya geser (Mariam et al.,

2019).

c. Usia (≥ 60 tahun)

Kejadian ulkus diabetikum juga berkaitan dengan umur ≥

60 tahun karena pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis


mengalami penurunan karena proses aging seperti sekresi atau

resistensi insulin yang menurun sehingga kemampuan fungsi

tubuh dalam mengendalikan glukosa darah yang tinggi tidak

optimal.

d. Obesitas

Pada pasien obesitas dengan indeks masa tubuh atau IMT

≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT ≥ 25 kg/m2 (pria) atau berat

badan relatif (BBR) lebih dari 120 % akan lebih sering terjadi

resistensi insulin. Hiperinsulinmia adalah keadaan yang

menunjukkan apabila kadar insulin melebihi 10 μU/ml, dapat

menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati,

sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada

tungkai yang menyebabkan tungkai lebih mudah mengalami

ulkus diabetikum (Chen et al., 2019).

e. Perawatan kaki yang tidak teratur

Timbulnya luka infeksi yang berkembang menjadi ulkus

diabetikum dapat disebabkan karena perawatan kaki yang tidak

teratur. Perawatan kaki seperti memeriksa kondisi kaki, menjaga

kebersihan dan kelembaban kaki, perawatan kuku dapat

mengurangi resiko terjadinya ulkus diabetikum.

f. Kurangnya aktivitas fisik

Berolahraga adalah suatu aktivitas fisik yang sangat

bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan


berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin,

sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Kadar glukosa

darah yang terkendali dapat mencegah risiko terjadinya

komplikasi DM seperti ulkus diabetikum.

g. Penggunaan alas kaki yang tidak tepat

Kejadian ulkus diabetikum dapat diturunkan dengan

penggunaan alas kaki yang benar, karena dengan menggunakan

alas kaki yang tepat, tekanan pada plantar kaki dapat dikurangi

dan mencegah serta melindungi kaki agar tidak tertusuk benda

tajam.

h. Pengetahuan yang kurang

Pengetahuan yang kurang menyebabkan penderita tidak

berusaha untuk mencegah terjadinya ulkus diabetikum, sehingga

jarang mengontrol kadar gula darah dan tidak mematuhi diet

DM. Selain itu pasien tidak melakukan penanganan segera

apabila mengalami luka yang pada akhirnya berdampak

terjadinya ulkus diabetikum. Pengetahuan yang tinggi tentang

perawatan pasien dengan ulkus diabetikum, memiliki

kemungkinan besar untuk melakukan pencegahan sehingga

mengurangi risiko ulkus diabetikum (Suryati et al., 2019).

2.2.6. Pencegahan Ulkus Diabetikum

Untuk mencegah terjadinya ulkus diabetikum, beberapa hal yang

dapat dilakukan keluarga dan pasien secara mandiri yaitu :


a. Pemeriksaan kondisi kaki setiap hari

Pemeriksaan kondisi kaki penderita DM perlu dilakukan

sehari sekali untuk melihat adanya kelainan seperti kemerahan,

lecet, kulit pecah-pecah, bengkak dan nyeri. Gangguan

sensitivitas pada penderita DM dapat mengakibatkan pasien

tidak sensitive merasakan luka kecil di kaki.

b. Mencuci kaki

Mencuci kaki bertujuan untuk mencegah infeksi pada

kaki, yang dilakukan dengan menggunakan sabun dan washlap.

Jangan menggunakan air yang terlalu panas dan merendam kaki

lebih dari 3 menit karena akan menimbulkan maserasi.

Menggosok kaki harus dilakukan dengan berhati-hati dan

menggunakan sikat yang lembut karena luka gores dapat

memicu terjadinya ulkus. Setelah mencuci kaki, segera

keringkan kaki dengan menepuk-nepuk secara perlahan dengan

handuk yang lembut. Keringkan sela-sela jari kaki untuk

mencegah pertumbuhan jamur.

c. Perawatan kuku

Kuku yang panjang dan kurang terawat dapat menjadi

sarang kuman dan hal ini sangat berbahaya karena penderita DM

memiliki kekebalan tubuh yang rendah dibandingkan dengan

orang yang sehat. Memotong kuku tidak boleh melebihi panjang

jari serta jangan terlalu pendek dan dalam.


d. Perawatan kulit

Perawatan kulit dilakukan dengan memberikan pelembab

dua kali sehari pada bagian kaki yang kering agar kulit tidak

menjadi retak, sehingga dapat mencegah terjadinya ulkus

diabetikum.

e. Pemilihan alas kaki

Alas kaki yang digunakan harus sesuai dengan ukuran

kaki jangan terlalu sempit dan terlalu longgar. Sebelum

menggunakan alas kaki cek terlebih dahulu apakah ada benda

asing agar tidak menimbulkan lecet saat memakainya.

Menggunakan sandal jepit harus berhati-hati agar tidak

menimbulkan lecet pada sela- sela ibu jari. Kaus kaki yang

digunakan terbuat dari bahan yang lembut dan dapat menyerap

keringat seperti bahan dari katun. Jahitan yang kasar dapat

menyebakan tekanan dan lecet.

f. Senam kaki DM

Senam kaki diabetes mellitus adalah latihan yang dapat

dilakukan oleh penderita diabetes melitus dengan cara

melakukan gerakan pada kaki untuk melancarkan peredaran

darah pada kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk pada

kaki. Fungsi senam kaki diabetes melitus adalah memperkuat

otot-otot kaki seperti otot betis dan otot paha serta dapat

mengatasi keterbatasan gerak sendi. Melakukan senam kaki

harus sesuai dengan indikasi serta perhatikan kondisi dan


kemampuan pasien DM (Notes etal., 2021).

2.2.7. Klasifikasi

Menurut Frykberg dalam Dafianto (2019), klasifikasi laserasi

dapat menfasilitasi pendekatan logis untuk pengobatan dan bantuan

dalam prediksi hasil. Beberapa sistem klasifikasi luka telah dibuat,

berdasarkan parameter seperti luasnya infeksi, neuropati, iskemia,

kedalaman atau luasnya kehilangan jaringan, dan lokasi. Klasifikasi

derajat ulkus diabetik dapat dibagi menjadi enam tingkatan

menurut sistem Wagner berdasarkan dalamnya luka, derajat

infeksi, dan derajat gangren (PERKENI dalam Dafianto, 2019) :

Derajat 0 = Belum ada luka terbuka, kulit masih utuh dengan

kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki

Derajat 1 = Luka superfisial

Derajat 2 = Luka sampai pada tendon atau lapisan subkutan

yang lebih dalam, namun tidak sampai pada tulang

Derajat 3 = Luka yang dalam, dengan selulitis atau formasi abses

Derajat4 = Gangren yang terlokalisir (gangren dari jari-jari atau

bagian depan kaki/forefoot)

Derajat 5 = Gangren yang meliputi daerah yang lebih luas

(sampai pada daerah lengkung kaki/mid/foot dan

belakang kaki/hindfoot)

Sumber: Perawatan Luka Diabetes (Sari, 2019)

Adapun klasisikasi berdasarkan University of Texas yang

merupakan kemajuan dalam pengkajian kaki diabetes. Sistem ini

menggunakan empat nilai, masing-masing yang dimodifikasi oleh


adanya infeksi, iskemia atau keduanya. Sistem ini digunakan pada

umunya untuk mengetahui tahapan luka bisa cepat sembuh atau

luka yang berkembang ke arah amputasi.

Selain klasifikasi dari Wagner, konsensus internasional

tentang kaki diabetik pada tahun 2018 menghasilkan klasifikasi

PEDIS dimana terinci Perpusi, ukuran (Extend) dalamnya (Depth)

Infeksi,dan hilangnya Sensasi (Adhiarta, 2020)

Klasifikasi PEDIS digunakan pada saat pengkajian ulkus

diabetik. Pengkajian dilihat dari bagaimana gangguan perfusi pada

kaki, berapa ukuran dalam mm (milimeter) dan sejauh mana

kedalaman dari ulkus diabetik, ada tidaknya gejala infeksi serta ada

atau tidaknya sensasi pada kaki. Kemudahan yang ingin

diperkenalkan untuk menilai derajat keseriusan luka adalah menilai

warna dasar luka.

Sistem ini diperkenalkan dengan sebutan RYB (Red, Yellow,

Black) atau merah, kuning, dan hitam (Arsanti dalam Yunus,

2020), yaitu:

a. Red/Merah

Merupakan luka bersih, dengan banyak vaskulariasi, karena

mudah berdarah. Tujuan perawatan luka dengan warna dasar

merah adalah mempertahankan lingkungan luka dalam

keadaan lembab dan mencegah terjadinya trauma dan

perdarahan.

b. Yellow/Kuning

Luka dengan warna dasar kuning atau kuning kehijauan

adalah jaringan nekrosis. Tujuan perawatannya adalah


dengan meningkatkan sistem autolisis debridement agar luka

berwarna merah, absorb eksudate, menghilangkan bau tidak

sedap dan mengurangi kejadian infeksi.

c. Black/Hitam

Luka dengan warna dasar hitam adalah jaringan nekrosis,

merupakan jaringan vaskularisasi. Tujuannya adalah sama

dengan warna dasar kuning yaitu warna dasar luka menjadi

merah.

2.2.7. Penatalaksanaan

Menurut Singh et al. dalam Dafianto (2019), perawatan

standar untuk ulkus diabetik idealnya diberikan oleh tim

multidisiplin dengan memastikan kontrol glikemik, perfusi yang

adekuat, perawatan luka lokal dan debridement biasa, off-loading

kaki, pengendalian infeksi dengan antibiotik dan pengelolaan

komorbiditas yang tepat. Pendidikan kesehatan pada pasien akan

membantu dalam mencegah ulkus dan kekambuhannya.

a. Debridement

Debridement luka dapat mempercepat penyembuhan

dengan menghapus jaringan nekrotik, partikulat, atau bahan

asing, dan mengurangi beban bakteri. Cara konvensional adalah

menggunakanmpisau bedah dan memotong semua jaringan yang

tidak diinginkanmtermasuk kalus dan eschar.

b. Dressing

Bahan dressing kasa saline-moistened (wet-to-dry);

dressing mempertahankan kelembaban (hidrogel, hidrokoloid,


hydrofibers, transparent films dan alginat) yang menyediakan

debridement fisik dan autolytic masing-masing; dan dressing

antiseptik (dressing perak, cadexomer). Dressing canggih baru

yang sedang diteliti, misalnya gel Vulnamin yang terbuat dari

asam amino dan asam hyluronic yang digunakan bersama

dengan kompresi elastic telah menunjukan hasil yang positif.

c. Off-loading

Tujuan dari Off-loading adalah untuk mengurangi tekanan

plantar dengan mendistribusikan ke area yang lebih besar, untuk

menghindari pergeseran dan gesekan, dan untuk

mengakomodasi .deformitas.

d. Terapi medis

Kontrol glikemik yang ketat harus dijaga dengan

penggunaandiet diabetes, obat hipoglikemik oral dan insulin.

Infeksi pada jaringan lunak dan tulang adalah penyebab utama

dari perawatan pada pasien dengan ulkus diabetik di rumah

sakit. Gabapentin dan pregabalin telah digunakan untuk

mengurangi gejala nyeri neuropati diabetes melitus.

e. Terapi adjuvan

Strategi manajemen yang ditujukan matriks ekstraselular

yang rusak pada ulkus diabetik termasuk mengganti kulit dari

sel-sel kulit yang tumbuh dari sumber autologus atau alogenik

ke kolagen atau asam polylactic. Hieprbarik oksigen telah

merupakan terapi tambahan yang berguna untuk ulkus diabetik

dan berhubungan dengan penurunan tingkat amputasi.

Keuntungan terapi oksigen topikal dalam mengobati luka kronis


juga telah tercatat.

f. Manajemen bedah

Manajemen bedah yang dapat dilakukan ada 3 yaitu

wound closure (penutupan luka), revascularization surgery, dan

amputasi. Penutupan primer memungkinkan untuk luka kecil,

kehilangan jaringan dapat ditutupi dengan bantuan cangkok

kulit, lipatan atau pengganti kulit yang tersedia secara

komersial. Pasien dengan iskemia perifer yang memiliki

gangguan fungsional signifikan harus menjalani bedah

revaskularisasi jika manajemen medis gagal. Hal ini mengurangi

risiko amputasi pada pasien ulkus diabetik iskemik. Amputasi

merupakan pilihan terakhir jika terapi-terapi sebelumnya gagal.


BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1. Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka konsep penelitian ialah kerangka yang menghubungkan konsep- konsep

yang ingin diamati atau diukur dalam suatu penelitian (Sugiyono, 2018). Kerangka konsep

penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep dan variabel-variabel,

baik independen (variabel bebas, sebab dan mempengaruhi) maupun dependen (variabel

tergantung), akibat dan pengaruh yang diamati atau diukur melalui pengertian - pengertian

yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2018). Kerangka konsep penelitian ini secara sistematis

digambarkan sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Penyembuhan Luka Ulkus


Metode Moisture Balance
Diabetikum

Skema 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
3.2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud

ataupun bersangkutan bersangkutan (Sugiyono, 2018). Variabel independen dan

dependen dalam penelitian ini digambarkan jelas dalam definisi operasional. Berikut

ini definisi operasional untuk masing-masing variabel dijelaskan pada tabel 3.1

sebagai berikut :

Tabel 3.1 Definisi Operasional


No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
Independen
1. Metode Metode baru Kuesioner  Ya, jika responden
Moisture dalam merawat luka dengan cara
Balance perawatan metode moisture balance
luka yang  Tidak, jika responden tidak
mengutamaka dengan cara metode moisture
n perawatan balance
berbasis
suasana
lembab

Dependen Nominal
1. Luka ulkus Luka yang Skoring a. Ukuran luka,
diabetikum terjadi karena b. Kedalaman,
pasien c. Tepi luka
memiliki d. Goa (lubang pada
riwayat luka yang ada di
diabetes bawah jaringan sehat),
melitus e. Tipe jaringan nekrosis,
f. Jumlah jaringan
nekrosis,
g. Tipe eksudat,
h. Jumlah eksudate,
i. Warna kulit sekitar
luka,
j. Jaringan yang edema,
k. Pengerasan jaringan
tepi,
l. Jaringan granulasi,
m. Epitelisasi.
3.3. Hipotesis

1. Ha :

Ada pengaruh penyembuhan luka dengan metode moisture balance

pada kelompok intervensi mositure balance di Rawat Inap Rumah

Sakit Bukit Asam Medika Tahun 2024.

Ada pengaruh metode perawatan luka moisture balance terhadap

penyembuhan luka ulkus diabetikum di Rawat Inap Rumah Sakit

Bukit Asam Medika Tahun 2024.

2. Ho :

Tidak ada pengaruh penyembuhan luka dengan metode moisture

balance pada kelompok intervensi mositure balance di Rawat Inap

Rumah Sakit Bukit Asam Medika Tahun 2024.

Tidak ada pengaruh metode perawatan luka moisture balance

terhadap penyembuhan luka ulkus diabetikum di Rawat Inap Rumah

Sakit Bukit Asam Medika Tahun 2024.


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian kuantitatif dengan

metode penelitian analitik yaitu penelitian yang menekankan adanya hubungan

antara satu variable dengan variable yang lainnya dengan menggunakan

pendekatan cross sectional yang berarti pengumpulan datanya dilakukan pada

satu titik waktu diaman fenomena yang diteliti adalah selama satu periode

pengumpulan data (Swarjana, 2019) untuk mendapatkan informasi tentang

efektivitas metode perawatan luka moisture balance terhadap penyembuhan luka

ulkus diabetikum di rawat inap Rumah Sakit Bukit Asam Medika Tahun 2024.

4.2. Populasi dan Sample Penelitian

Teknik sampling dalam penelitian ini adalah metode time limited sampling,

yaitu setiap pasien dengan luka ulkus diabetikum yang dirawat di Rawat Inap

Rumah Sakit Bukit Asam Medika Tahun 2024 dalam kurun waktu 6 bulan atau

1tahun terakhir. Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien ulkus diabetik di

Rumah Sakit Bukit Asam Medika.

Untuk memenuhi persyaratan tersebut maka dalam menentukan jumlah

sampel, peneliti menggunakan rumus perhitungan Taro Yamane (Riduwan, 2019).

Penentuan jumlah sampling dalam penelitian ini menggunakan rumus Taro

Yamane, sebagai berikut:


n= N
Nd² + 1
Keterangan:

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi yang diketahui

d = Presisi yang ditetapkan.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan toleransi kesalahan sebesar

10%. Berdasarkan rumus diatas maka perhitungan sampel untuk penelitian

ini adalah:

n= 90
90 x 0,1² + 1
n= 90
90 x 0,01 + 1
n= 90
0,9 + 1
n= 90 / 1,9 = 47,33 dibulatkan menjadi 47

Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini sebesar 47 responden

yang dianggap cukup untuk melakukan penelitian.

4.2.1. Teknik Pengambilan Sampel

Untuk menentukan jumlah sampel disini penulis menggunakan teknik

purposive sampling, yaitu penentuan sampel dimana peneliti sudah

mengetahui ciri atau sifat-sifat populasi sebelumnya dan mengidentifikasi

semua karateristik responden dengan melakukan studi pendahuluan terlebih

dahulu sehingga cara pengambilan sampel dengan menetapkan ciri yang

sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi (Notoatmodjo, 2018).


a. Kriteria Inklusi

1. Pasien yang menderita katarak maupu tidak menderita katarak yang

berobat di Poliklinik Mata Rumah Sakit Bukit Asam saat dilakukan

penelitian.

2. Bersedia untuk menjadi responden.

3. Bersedia untuk dilakukan pengukuran kadar glukosa.

4. Kooperatif dan dapat bekerjasama dengan baik

b. Kriteria Eksklusi

Pasien yang tidak dirawat inap di Rumah Sakit Bukit Asam Medika.

4.3. Tempat dan Waktu Penelitian

4.3.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Rawat Inap Rumah Sakit Bukit Asam

Medika Tahun 2024.

4.3.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan pada bulan Januari 2024.

4.4. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan peneliti untuk

mengungkap atau menjaring informasi kuantitatif dari partisipan sesuai lingkup

penelitian yang berisikan alat pengumpul data seperti tes, wawancara, observasi,

kuesioner atau angket, survey dan analisis dokumen (Sujarweni, 2014).

4.4.1. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang

berhubungan dengan kondisi luka ulkus diabetik yang diukur


menggunakan BatesJensen wound assessment tools. Pengambilan data

dilakukan peneliti dengan cara sebagai berikut :

a. Mengidentifikasi kondisi luka partisipan dengan menggunakan

klasifikasi Wagner-Merrit untuk menentukan derajat ulkus diabetik

dan menggunakan Bates-jensen assessment tools untuk mengetahui

kondisi luka secara umum, dalam Bates-jensen assessment tools

terdapat 13 item yang harus dinilai antara lain,

a. ukuran luka,

b. kedalaman,

c. tepi luka

d. goa (lubang pada luka yang ada di bawah jaringan sehat),

e. tipe jaringan nekrosis,

f. jumlah jaringan nekrosis,

g. tipe eksudat,

h. jumlah eksudate,

i. warna kulit sekitar luka,

j. jaringan yang edema,

k. pengerasan jaringan tepi,

l. jaringan granulasi,

m. epitelisasi.

Untuk teknik penilaian dalam penelitina ini menggunakan teknik

inspeksi, palpasi dan pengukuran, untuk pengukuran luas luka dalam

penelitian ini menggunakan aplikasi komputer, untukitem lain bisa di

nilai dengan teknik inspeksi dan palpasi.

n. Partisipan yang memenuhi kriteria inklusi akan dilakukan intervesi

perawatan luka.
o. Intervensi pada partisipan dilakukan 3-4 kali (tergantung kondisi luka

selama 1 minggu, terdapat 2 pasien yang dilakukan perawatan

sebanyak 4 kali dan 10 pasien yang dilakukan perawatan sebanyak 3

kali dengan menggunakan teknik perawatan luka modern dan

dikombinasikan dengan balutan oklusi hidrokoloid.

p. Mengobservasi kembali kondisi luka partisipan setelah selama 1

minggu diberikan intervensi perawatan luka modern untuk

mengetahui apakah ada perubahan dari hari pertama dengan hari

terakhir dilakukan intervensi menggunakan lembar observasi Bates-

jensen dengan cara mencatat jumlah skor yang ada pada kolom skor

yang sesuai dengan keadaan luka, setelah didapatkan skor perkolom

selanjutnya score akan dijumlah untuk menentukan keadaan dan

perkembangan pada luka. Kriteria skor 60-1 semakin kecil skor luka

partisipan maka semakin baik kondisi luka partisipan.

4.4.2. Alat Pengumpulan Data

Arikunto adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti

untuk mengumpulkan data, di mana cara tersebut menunjukan pada suatu

yang abstrak, tidak dapat di wujudkan dalam benda yang kasat mata,

tetapi dapat dipertontonkan penggunaannya. Dalam hal pengumpulan

data ini, penulis terjun langsung pada objek penelitian untuk

mendapatkan data yang valid, maka peneliti menggunakan metode

sebagai berikut:

a. Metode Observasi

Observasi atau pengamatan dapat diartikan sebagai pengamatan

dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada


objek penelitian. Observasi ini menggunakan observasi partisipasi, di

mana peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang

yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data

penelitian. Dalam observasi secara langsung ini, peneliti selain

berlaku sebagai pengamat penuh yang dapat melakukan pengamatan

terhadap gejala atau proses yang terjadi di dalam situasi yang

sebenarnya yang langsung diamati oleh observer.

b. Metode Dokumentasi

Dokumentasi, dari asal kata dokumen yang

artinya barang-barang tertulis. Dalam pelaksanaan

metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-

benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen,

peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan

sebagainya.

4.5. Etika Penelitian

Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut:

4.5.1 Informed Consent (Lembar Persetujuan)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan

antara penelitan dengan responden penelitian dengan

memberikan lembar persetujuan. Informed consent ini

diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan

lembar persetujuan untuk menjadi responden

4.5.2 Anonimity (Tanpa Nama)

Masalah etik keperawatan merupakan masalah yang

memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian


dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama

responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan

nama inisial pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan.

4.5.3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan

memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik

informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua

informasi dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.

4.5.4 Protection From Discomfort (Perlindungan Dari

Ketidaknyamanan)

Untuk melindungi pasien dari ketidaknyamanan, baik

fisik maupun psikologis.

4.6 Prosedur Pengumpulan Data

4.6.1. Data Primer

Data primer yaitu data atau sumber informasi yang langsung berasal

dari yang mempunyai wewenang dan bertanggung jawab terhadap data

tersebut (Notoatmodjo, 2018). Dalam penelitian ini data primer didapat

dengan cara melakukan observasi dengan cara mengukur observasi dan

kuisioner terhadap pasien yang dirawat di Rumah Sakit Bukit Asam

Medika.

4.6.2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data atau sumber informasi yang bukan dari

tangan pertama dan yang bukan mempunyai wewenang dan tanggung jawab

terhadap informasi atau data tersebut (Notoatmodjo, 2018). Dalam


penelitian ini data sekunder didapat dari data jumlah pasien yang ada di

Rumah Sakit Bukit Asam Medika.

4.7. Pengolahan Data

Empat tahap dalam pengolahan data menurut menggunakan alat pulse oximetry adalah

sebagai berikut :

a. Editing (Pengeditan Data)

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian check list apakah

jawaban yang ada dikuesioner sudah lengkap, jelas relevan dan konsisten.

b. Coding (Pengkodean)

Koding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka atau bilangan. Kegunaan dari koding adalah untuk

mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data.

c. Proccessing (Pemrosesan)

Setelah semua isian check list terisi penuh dan benar dan juga sudah

melewati pengkodingan, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar

dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara mengentry data dari

check list ke paket program komputer.

d. Cleaning data (pembersihan data)

Cleaning merupakan pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah

ada kesalahan atau tidak.

4.8. Analisa Data

4.8.1. Analisa Data Univariat

Analisa yang dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi variabel

independen dan dependen dari hasil penelitian pada umumnya dalam analisa
ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel

(Notoadmodjo, 2018).

4.8.2. Analisa Data Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan atau pengaruh antara variabel bebas dan

variabel terikat (Notoatmodjo, 2018). Analisa bivariat adalah analisa data

untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen yang dianalisis dengan uji chi-square (x2) dengan taraf signifikan

(α) = 0,05.

a. Jika p value < nilai α adalah (0,05). Maka ada hubungan yang signifikan

antara variabel independen dengan variabel dependen.

b. Jika p value > nilai α (0,05). Maka tidak ada hubungan yang signifikan

antara variabel independen dengan variabel dependen.

Anda mungkin juga menyukai