Oleh:
Cicilia Putri Kurniawati Sinaga
Pembimbing:
dr. Ni Wayan Restuti Handayani
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karunia-Nya
maka laporan mini project yang berjudul “Gambaran Kebiasaan Makan Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2 di Puskesmas Penebel 1” dapat selesai pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
mini project ini. Laporan mini project ini disusun sebagai salah satu tugas internsip di
Puskesmas Penebel 1. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:
1. dr. I Nyoman Suarya, selaku Kepala Puskesmas Penebel 1 yang telah
memberikan kesempatan untuk internsip di puskesmas ini.
2. dr. I Wayan Restuti Handayani, selaku pembimbing internsip yang telah
memberikan bimbingan dalam pembuatan mini project ini.
3. Teman sejawat penulis yaitu Steffi Patricia Sanjaya, dan Roderick Wilson
Tendean yang membantu penulis dalam pengambilan sampel mini project ini.
4. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah
memberikan dukungan moral dan material kepada penulis.
Penulis menyadari laporan mini project ini masih jauh dari sempurna dan masih
banyak terdapat kekurangan sehingga saran dan kritik pembaca yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan mini project ini. Semoga laporan mini project
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 5
1.1 Latar Belakang 5
1.2 Rumusan Masalah 6
1.3 Tujuan Penelitian 6
1.4 Manfaat Penelitian 6
BAB II 7
2.1 Diabetes Melitus Tipe 2 7
2.1.1 Definisi 7
2.1.2 Epidemiologi 7
2.1.3 Patogenesis DM tipe 2 7
2.1.4 Diagnosis 8
2.1.5 Tatalaksana 9
2.2 Konsep Perilaku 12
2.2.1 Perilaku Kesehatan 12
2.2.2 Perilaku Sakit 13
2.3 Bentuk-bentuk Perilaku 13
2.3.1 Pengetahuan (Knowledge) 13
2.3.2 Sikap (Attitude) 14
2.3.3 Tindakan (Practice) 14
BAB III 16
3.1 Desain Penelitian 16
3.2 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian 16
3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 16
3.4 Populasi dan Sampel 16
3.5 Metode Pengumpulan Data 17
3.6 Instrumen Penelitian 17
3.7 Definisi Operasional 17
3.8 Pengukuran 18
3.9 Metode Pengolahan dan Penyajian Data 19
3
BAB IV 20
4.1 Karakteristik Responden 20
4.2 Kejadian Diabetes Melitus 21
4.3 Perilaku Responden 22
4.3.1 Pengetahuan 22
4.3.2 Sikap 23
4.3.3 Tindakan 25
BAB V 28
5.1 Simpulan 28
5.2 Saran 28
4
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit infeksi menular dengan angka
penularan yang masih tinggi. Pada tahun 2022 Kementerian Kesehatan bersama dengan
seluruh tenaga kesehatan berhasil mendeteksi penderita Tuberkulosis (TBC) lebih dari
700 ribu kasus. Angka tersebut merupakan capaian tertinggi sejak TBC dinyatakan
sebagai program prioritas nasional. Saat ini diketahui bahwa Indonesia menempati
peringkat kedua setelah india terkait penyakit tuberkulosis (TBC), yaitu dengan jumlah
kasus sebanyak 969 ribu dan kematian 93 ribu per tahun atau setara dengan 11 kematian
per jam. Dikutip dari Global TB Report tahun 2022, juga diketahui bahwa jumlah kasus
TBC terbanyak di dunia, menyerang kelompok usia produktif terutama pada usia 45
sampai 54 tahun.
Provinsi Bali menunjukkan peningkatan kasus dari tahun 2015 (84,9%) ke tahun
2017 (90,71%)[2]. Tatalaksana pengobatan telah difasilitasi oleh Pemerintah Indonesia
menggunakan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) berjumlah 4-5 obat yang diberikan setiap
hari selama 6 bulan (fase awal2 bulan dan fase lanjutan 4 bulan). Hal tersebut bertujuan
untuk penyembuhan, memutuskan rantai penularan, mencegah terjadinya kekambuhan,
resistensi obatdan kematian[3]. Walaupun demikian angka keberhasilan pengobatan TB
di Indonesia pada tahun 2018 belum mencapai ketentuan minimal (90%) yang
dipersyaratkan oleh World Health Organization (WHO), yaitu sebesar 88,7%[4].
5
sumber penularan kuman yang resisten di masyarakat sehingga hal ini akan mempersulit
pengendalian dan pemberantasan kasus TB. Selain itu ketidak patuhan dapat
meningkatkan risiko terjadinya kematian[10]. Penelitian menyebutkan ketidakpatuhan
disebabkan karena pasien tidak nyaman dalam menjalankan pengobatan TB yaitu
mengharuskan minum obat setiap hari dalam waktu yang lama, timbul efek samping obat
yang kerap dirasakan yaitu mual dan muntah serta kurangnya dukungan dari keluarga
dan orang terdekat[11].
Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan primer memiliki peranan penting dalam
membantu memberikan edukasi, pengetahuan kepada pasien agar tercapai keberhasilan
pengobatan TB. Meskipun kepatuhan pengobatan pasien dipengaruhi oleh faktor-faktor
lain seperti jarak rumah ke Puskesmas, kecermatan PMO sehingga dapat terjadi
kepatuhan pengobatan. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui Tingkat kepatuhan
pengobatan TB di Puskesmas Penebel 1.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh
kuman mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh
manusia melalui udara yang dihirup ke dalam paru, kemudian kuman tersebut dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh lain melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
limfa, melalui saluran pernafasan (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian
tubuh lainnya(10).
7
2.1.3 Tanda dan Gejala Penyakit TBC
Gejala yang dirasakan pasien Tuberkulosis dapat bervariasi, mulai dari batuk,
batuk darah, nyeri dada, badan lemah dan lain-lain. Batuk terjadi karena adanya iritasi di
saluran napas, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
Batuk darah dapat terjadi bila ada pembuluh darah yang terkena dan kemudian
pecah. Batuk darah ini dapat hanya ringan saja, sedang ataupun berat tergantung dari
berbagai faktor. Suatu hal yang harus diingat adalah tidak setiap batuk darah dengan
disertai gambaran lesi di paru secara radiologis adalah tuberkulosis. Batuk darah juga
terjadi pada berbagai penyakit paru lain seperti penyakit yang namanya bronkiektasis,
kanker paru, dan lain-lain. Secara umum dapat disampaikan bahwa gejala penyakit
Tuberkulosis ini adalah:
a. Batuk berdahak lebih dari 3 minggu
b. Dapat juga batuk darah atau batuk bercampur darah
c. Sakit/nyeri dada
d. Demam
e. Penurunan berat badan
f. Hilangnya nafsu makan
g. Keringat malam
h. Sesak napas
Tentu tidak semua pasien Tuberkulosis punya semua gejala di atas, kadang-kadang
hanya satu atau 2 gejala saja. Berat ringannya masing-masing gejala juga amat
bervariasi(3)
2.1.4 Pemeriksaan Tuberkulosis Paru
1. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kelainan tergantung dari organ yang terkena. Pada TB
paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru, biasanya pada
apekslobus atas dan apekslobus bawah dapat ditemukan berbagai bunyi napas pada
auskultasi. Pada pasien TBC tergantung dari jumlah cairan di rongga pleura, pada
perkusi pekak, auskultasi suara napas melemah hilang. Pada limfadenitistuberkulosa,
terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher, di ketiak dapat
menjadi “coldabscess”(11).
2. Pemeriksaan bakteriologik
Walaupun urin dari kateter, cairan otak, dan isi lambung dapat diperiksa secara
mikroskopik, tetapi pemeriksaan bakteriologik yang paling penting untuk diagnosis TBC
8
adalah pemeriksaan sputum. Metode pewarnaan Ziehl Neelsen dapat dipakai. Sediaan
apusan digenangi dengan zat karbolfuksin yang dipanaskan, lalu dilakukan dekolorisasi
dengan alcohol asam. Sesudah diwarnai lagi dengan metilen biru atau brilliant green.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 2
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
sewaktu-pagi-sewaktu (SPS).
-S) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TBC datang berkunjung pertama kali. Pada
saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada
hari kedua.
-P ( Pagi ) : dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua,segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas disarana pelayanan kesehatan.
-S ( Sewaktu ) : dahak dikumpulkan di sarana pelayanan kesehatan pada hari kedua saat
menyerahkan dahak pagi(11).
3. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologik berupa foto toraks PA, foto lateral, top-lordotik, oblik,
CT-scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberigambaran
bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran lesi aktif berupa bayangan berawan
segmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen superior lobusbawaah, kavitasi lebih
dari satu dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular, bercak milier, efusi pleura
unilateral/bilateral, fibrotik, kalsifikasi, penebalan pleura (scharte)(11).
4. Pemeriksaan khusus
Salah satu maslah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam
perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi
kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
1) Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendektesi DNA,
termasuk DNA M.tuberkulosis. salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini
adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai,
kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR
dapat membantu untuk menegakan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut
dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar internasional. Apabila hasil
pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang kearah
diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk
9
diagnosis TB. Pada pemeriksaan deteksi M.tuberkulosis tersebut diatas,
bahan/spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun ekstra paru sesuai
dengan organ yang terlibat.
2) Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metode, yaitu :
a) EnzymLinkedImmunosorbentAssay (ELISA)
b) ICT (Immunochromatographic)
c) Mycodot
d) uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
e) Uji serologi yang baru / IgG TB (11).
10
2.1.6 Pola Pengobatan TBC
1. Fase intensif terdiri dari terapi Isoniazida yang dikombinasikan dengan Rimfamfisin
dan Pirazinamida selama 2 bulan untuk prevensi resistensi ditambah lagi Etambutol lebih
disukai karena dapat digunakan per orang.
11
timbul. Untuk menghindari efek samping ini biasanya diberikan pridoksin (vitamin B6)
10 mg sehari bersama vitamin B1 (aneurin) 100 mg.
Dosis : oral/i.m. dewasa dan anak-aanak 1 dd 4-8 mg/kg/hari atau 1 dd 300-400
mg, atau sebagai dosis tunggal bersama rifampisin, pagi hari sebelum makan atau
sesudah makan bila terjadi gangguan lambung(12).
3. Pirazinamida
Pirazin dari nikotinamida ini (1952) bekerja sebagai bakterisid (pada suasana
asam: PH 5-6) atau bakteriostatik,tergantung pada PH dan kadarnya di dalam darah.
Spektrum kerjanya sangat sempit dan hanya meliputi M.tuberculosis. Efek samping yang
sering kali terjadi dan berbahaya adalah kerusakan hati dengan ikterus adalah kerusakan
hati dengan ikterus (hepototksik), terutama pada dosis diatas 2 g sehari. Pengobatan
harus segera dihentikan bila tanda –tanda kerusakan hati. Pada hampir semua pasien,
pirazinamidamenghambat pengeluaran asam urat sehingga meningkatkan kadarnya
dalam darah (hiperurcemia) dan menimbulkan serangan encok (gout). Obat ini juga dapat
menimbukan gangguan saluran cerna, fotosensibilisasi dengan reaksi kulit (menjadi
merah-cokelat), artalgia, demam, malise dan anemia, juga menurunkan kadar gula darah.
Dosis oral 1 dd 30 mg/kg selama 2-4 bulan, maksimal 2 g sehari, pada meningitis TB 50
mg/kg/hari(12).
4. Rifampisin
Antibiotikum ini adalah derivat semisintetik dari rifampisin B (1965) yang
dihasilkan oleh streptomycsmediterranai, suatu jamur tanah yang berasal dari prancis
selatan. Penggunaan pada Tuberkulosis paru sangat dibatas leh harganyaa yang cukup
mahal. Efek samping yang terpenting tetapi tidak sering terjadi adalah penyakit kuning,
terutama bila dikombinasi dengan INH yang juga toksik bagi hati. Pada penggunaan
lama dianjurkan untuk memantau fungsi hati secara periodik. Obat ini juga agak sering
menyebabkan gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, skit ulu hati, kejang perut
dan diare. Dosis oral 1 dd 450-600 mg sekaligus pagi hari sebelum makan, karena
kecepatan kadar resorpsi dihambat oleh isi lambung. Selalu diberikan dalam kombinasi
dengan INH 300 mg dan untuk 2 bulan pertama juga ditambah dengan 1,5-2 g
pirazinamida setiap hari(12).
12
tuberkulosis.Jika penderita tuberkulosis tidak patuh terhadap terapi yang dijalankannya,
akibatnya adalah resistensi kuman mycobacterium tuberculosis terhadap obat yang di
berikan(13). Pengobatan TBC menggunakan OAT dengan metode Directly Observal
Treatment Shortcourse (DOTS). DOTS adalah suatu strategi yang sudah dibakukan oleh
badan kesehatan dunia (WHO) dalam program pemberantasan TBC. Tujuan utama
adalah agar pengobatan yang diberikan pada pasien TBC diberikan secara benar dan
dijamin kesembuhannya. DOTS mempunyai 5 komponen, salah satunya adalah
pemberian obat sesuai standar (short-course) selama minimal 6 bulan. Obat ini harus
diyakini selalu diminum secara teratur(14). Penderita dikatakan lalai jika tidak datang
lebih dari 3 hari sampai 2 bulan dari tanggal perjanjian dan dikatakan drop out jika lebih
dari 2 bulan berturut-turut tidak datang setelah dikunjungi petugas kesehatan.
13
BAB III
METODOLOGI
14
3.5 Metode Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer dikumpulkan dengan mengumpulkan hasil pengisian instrumen
kuesioner yang terdiri dari karakteristik pasien dan kebiasaan makan pasien DM tipe
2 di Puskesmas Penebel 1
2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari rekam medis untuk memastikan pasien merupakan
pasien TBC yang rutin kontrol setiap tanggal ketentuan
3.6 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan kuesioner untuk mengetahui karakteristik pasien
dewasa dengan DM tipe 2 dan perilakunya terhadap pola makan. Kuesioner akan
dibagikan untuk pasien yang sedang kontrol rutin DM di poli umum, poli lansia, dan
prolanis. Pasien yang bersedia untuk mengikuti penelitian akan mengisi kuesioner dan
berperan menjadi responden.
3.7 Definisi Operasional
No Variabel Definisi
.
1 Pendidikan jenjang pendidikan secara formal yang pernah ditempuh
responden
2 Pekerjaan kegiatan yang dilakukan responden untuk mendapatkan
penghasilan
3 Jenis kelamin status yang sesuai dengan keadaan alat reproduksi yang
dikategorikan atas laki-laki dan perempuan
4 Riwayat DM tipe apabila ada orang tua atau saudara sekandung yang
2 mengalami diabetes melitus.
5 Lama menderita jenjang waktu ketika telah didiagnosis DM tipe 2 oleh dokter
DM tipe 2 hingga sekarang
15
3.8 Pengukuran
Menurut Arikunto14, nilai dikategorikan dari seluruh pertanyaan didapatkan total
nilai terbesar adalah 75%. Di klasifikasikan dalam 3 kategori :
a. Nilai baik: nilai yang diperoleh >75% dari seluruh skor yang ada.
b. Nilai cukup: nilai yang diperoleh 45-75% dari seluruh skor yang ada.
c. Nilai kurang: nilai yang diperoleh <45% dari seluruh skor yang ada.
Cara pengukuran yang dilakukan pada penelitian ini ialah sebagai berikut :
a. Memberi skor yang sesuai pada tiap butir pertanyaan/pernyataan.
b. Menjumlahkan skor dari seluruh pertanyaan/pernyataan.
c. Memberikan penilaian tiap kategori
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui penderita DM tipe 2 terhadap
pola makan yang diukur dengan 10 pertanyaan. Pengetahuan diukur dengan skoring
terhadap kuesioner yang telah diberi bobot. Apabila jawaban baik skornya 3, jawaban
cukup skornya 2, dan jawaban kurang skornya 1.
Sikap dapat diukur dengan skoring terhadap kuesioner dengan menggunakan skala
likert yang mana jawaban setiap butir pertanyaan menggunakan skala yaitu: sangat
setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
a. Untuk soal no 1, 5 s/d 10
- Jawaban “sangat setuju” diberikan skor 4
- Jawaban “setuju” diberikan skor 3
- Jawaban “tidak setuju” diberikan skor 2
- Jawaban “sangat tidak setuju” diberikan skor 1
b. Untuk soal no 2 s/d 4
- Jawaban “sangat setuju” diberikan skor 1
- Jawaban “setuju” diberikan skor 2
- Jawaban “tidak setuju” diberikan skor 3
- Jawaban “sangat tidak setuju” diberikan skor 4
Tindakan adalah bentuk nyata dari perilaku penderita diabetes mengenai pola makan
dengan yang dinilai melalui 10 pertanyaan. Tindakan dapat diukur dengan skoring
terhadap kuesioner. Apabila jawaban “ya” diberikan skor 3, jawaban “kadang-kadang”
diberikan skor 2, dan jawaban “tidak pernah” diberikan skor 1.
16
3.9 Metode Pengolahan dan Penyajian Data
Data yang terkumpul diedit dan diolah dengan bantuan komputer dan disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisa data yang diguanakan melalui program
komputer SPSS dan dianalisis secara deskriptif.
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
18
SMP 5 23,8
SMA 4 19,0
Pendidikan tinggi 3 14,3
Jumlah 21 100
Tingkat pendidikan responden yang paling banyak ialah SD yaitu sebesar 28,6%,
SMP 23,8%, dan SMA 19%. Jumlah responden yang tidak sekolah setara dengan
responden yang berpendidikan tinggi yaitu sebanyak 3 orang. Efek kesehatan dari
pendidikan akan menciptakan kesadaran diri yang lebih baik secara keseluruhan pada
kesehatan pribadi dan membuat akses ke tingkat pelayanan kesehatan menjadi lebih
mudah.17
19
< 1 tahun 3 14,3
≥ 1 tahun 18 85,7
Jumlah 21 100
Responden yang ikut dalam penelitian ini rata-rata sudah mengalami diabetes melitus
selama lebih dari 1 tahun. Semakin lama pasien telah mengalami diabetes melitus tipe 2
dapat menyebabkan penyakit semakin berkembang jika tidak mendapatkan tatalaksana
yang adekuat. DM tipe 2 merupakan penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya infark
miokard, stroke, kejadian mikrovaskular dan kematian yang terkait dengan kondisi
hiperglikemia yang dialami pasien.19 Oleh sebab itu, perlu dilakukan evaluasi secara rutin
mengenai pengobatan, pola makan, aktivitas fisik, dan komplikasi pada pasien.
Komplikasi jangka panjang akibat penyakit DM tipe 2 berupa gangguan pada
pembuluh darah baik mikrovaskular atau makrovaskular. Komplikasi makrovaskular
umumnya mengenai pembuluh darah besar, otak, dan jantung sedangkan komplikasi
mikrovaskular dapat terjadi pada organ ginjal dan mata. Selain itu, keluhan neuropati
sering dialami oleh pasien DM tipe 2 baik berupa neuropati motorik, sensotik maupun
otonom.1
20
5 Cara praktis yang bisa dilakukan dalam 19 90,5 1 4,8 1 4,8
penyajian jumlah makanan untuk
penderita diabetes melitus
6 Jenis makanan yang dianjurkan untuk 16 76,2 1 4,8 4 19,0
penderita diabetes melitus dalam
pengaturan pola makan
7 Jadwal makan yang dianjurkan bagi 3 14,3 8 38,1 10 47,6
penderita diabetes melitus dalam
pengaturan pola makan
8 Aturan jadwal makan yang dianjurkan 4 19,0 15 71,4 2 9,5
bagi penderita diabetes melitus dalam
pengaturan pola makan
9 Cara yang tepat untuk mengatur pola 17 81,0 2 9,5 2 9,5
makan untuk penderita diabetes melitus
adalah dengan cara diet, tujuan diet
10 Menurut Anda bagaimana 13 61,9 8 38,1 0 0
menanggulangi penyakit diabetes
melitus?
Tingkat pengetahuan dinilai dengan mengajukan 10 pertanyaan kepada setiap responden.
Pengetahuan diukur dengan skoring terhadap kuesioner yang telah diberi bobot. Apabila
jawaban baik skornya 3, jawaban cukup skornya 2, dan jawaban kurang skornya 1.
Pertanyaan yang mendapatkan skor 3 (baik) paling banyak ialah pertanyaan mengenai
penyajian jumlah makanan yang praktis untuk pasien DM tipe 2 yaitu dengan cara “1 piring
makan biasa diisi dengan separuhnya sayur, seperempatnya dengan nasi dan sisanya dengan
lauk setiap kali makan”. Pertanyaan yang mendapatkan skor 2 (cukup) paling banyak ialah
pertanyaan mengenai jadwal makan yang dianjurkan bagi penderita DM tipe 2. Sebagian
besar responden memilih makan 3x sehari tanpa makan kecil di malam hari padahal pasien
masih boleh diberikan makanan selingan seperti buah sebagai bagian dari kebutuhan kalori
sehari. Pertanyaan yang mendapat skor 1 (kurang) paling banyak ialah pertanyaan tentang
kadar gula darah yang normal. Hampir setengah dari jumlah responden tidak mengetahui
kadar glukosa darah yang normal padahal pengetahuan mengenai kadar glukosa darah baik
dalam keadaan puasa atau tidak penting untuk menilai respons terapi.
21
Keseluruhan jawaban dari kuesioner pengetahuan dijumlahkan untuk menilai tingkat
nilai yang baik, cukup, dan kurang. Nilai baik jika diperoleh >75% dari seluruh skor yang ada
sedangkan nilai cukup jika diperoleh 45-75% dari seluruh skor yang ada. Pada penelitian ini
sebanyak 13 responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik dan 8 orang responden
memiliki tingkat pengetahuan yang cukup.
4.3.2 Sikap
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Berdasarkan Pernyataan
4 3 2 1
No Pernyataan Sikap Responden
n % n % n % n %
Kadar gula darah pada waktu
puasa < 126 mg/dL dan kadar
1 4 19,0 10 47,6 7 33,3 0 0
gula darah sewaktu > 200 mg/dL
disebut dengan diabetes melitus
Kadar gula darah meningkat
2 sesuai dengan usia adalah hal 1 4,8 7 33,3 9 42,9 4 19,0
yang wajar
Diabetes melitus yang tidak
3 ditanggulangi akan sembuh 18 85,7 3 14,3 0 0 0 0
dengan sendirinya
Saat gula darah saya sudah atau
mendekati normal, saya
4 15 71,4 3 14,3 2 9,5 1 4,8
diperbolehkan dengan leluasa
memilih makanan yang saya mau
Pengaturan makan mencakup
jumlah makanan, jenis makanan,
5 dan jadwal makan harus 11 52,4 7 33,3 2 9,5 1 4,8
dilakukan dibawah pengawasan
petugas kesehatan
Sebagai penderita diabetes
melitus saya merasa tidak
6 5 23,8 10 47,6 3 14,3 3 14,3
terbebani dalam melakukan
pengaturan pola makan
Makanan yang dikonsumsi
penderita diabetes melitus
7 9 42,9 12 57,1 0 0 0 0
sehari-hari disusun agar
memperbaiki kesehatan
Jenis makanan yang perlu
dihindari atau dibatasi untuk
8 penderita diabetes adalah yang 12 57,1 7 33,3 0 0 2 9,5
mengandung banyak gula
sederhana
9 Pengaturan pola makan 6 28,6 12 57,1 1 4,8 2 9,5
bertujuan untuk menarik dan
22
mudah diterima penderita
diabetes melitus
Dasar penyusunan pola makan
penderita diabetes diupayakan
10 dari biasanya sehingga makanan 6 28,6 13 61,9 0 0 2 9,5
dapat mudah diterima oleh
penderita
Sikap responden dinilai dengan mengajukan 10 pernyataan lalu responden
menggunakan skala likert untuk menjawab pernyataan dengan jawaban “sangat setuju”,
“setuju”, “tidak setuju”, dan “sangat tidak setuju”. Pernyataan yang dinilai paling banyak
yang tepat ialah pernyataan “Diabetes melitus yang tidak ditanggulangi akan sembuh dengan
sendirinya” dengan jawaban sangat tidak setuju. Pernyataan yang dinilai paling banyak
kurang tepat ialah pernyataan “Kadar gula darah meningkat sesuai dengan usia adalah hal
yang wajar” dengan jawaban sangat setuju.
4.3.3 Tindakan
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Pertanyaan
3 (baik) 2 (cukup) 1 (kurang)
No Pertanyaan Tindakan
n % n % n %
1 Ketika ada gejala diabetes melitus seperti
banyak kencing, banyak makan, banyak
21 100 0 0 0 0
minum dan lain-lain, apakah yang paling
utama yang Anda lakukan?
2 Apa yang Anda lakukan setelah 19 90,5 1 4,8 1 4,8
menjalani pengobatan diabetes melitus
dari dokter/petugas kesehatan lainnya
dan dinyatakan bahwa kadar gula darah
23
Anda sudah normal?
3 Sebagai penderita diabetes melitus
apakah Anda selalu menerapkan pola 16 76,2 5 23,8 0 0
makan yang baik?
4 Kapan Anda menerapkan pengaturan
10 47,6 4 19,0 7 33,3
pola makan yang baik?
5 Selain nasi, makanan apa yang Anda
8 38,1 11 52,4 2 9,5
konsumsi untuk memenuhi kebutuhan?
6 Berapa selang waktu yang Anda berikan
5 23,8 12 57,1 4 19,0
dari makan besar ke makan kecil?
7 Dalam pola makan yang Anda konsumsi
apakah ada bahan makanan seperti ikan
6 28,6 14 66,7 1 4,8
asin, telur asin, dan makanan yang
diawetkan?
8 Untuk menu makanan yang Anda
konsumsi, apakah ada mengandung gula
6 28,6 14 66,7 1 4,8
sederhana seperti kue manis, cake atau
jeli?
9 Apakah Anda makan sebelum merasa
11 52,4 4 19,0 6 28,6
lapar?
10 Apakah Anda mengkonsumsi susu untuk
4 19,0 4 19,0 13 61,9
penderita diabetes?
Tindakan dinilai dengan mengajukan 10 pertanyaan kepada setiap responden. Tindakan
responden diukur dengan skoring terhadap kuesioner yang telah diberi bobot. Apabila
jawaban baik skornya 3, jawaban cukup skornya 2, dan jawaban kurang skornya 1.
Pertanyaan yang mendapatkan skor 3 (baik) paling banyak ialah pertanyaan “Ketika ada
gejala diabetes melitus seperti banyak kencing, banyak makan, banyak minum dan lain-lain,
apakah yang paling utama yang Anda lakukan?”. Seluruh respoden langsung memeriksakan
diri ke dokter/petugas kesehatan jika memiliki gejala-gejala DM tipe 2. Pertanyaan yang
mendapatkan skor 2 (cukup) paling banyak ialah pertanyaan mengenai kebiasaan makan
berupa makan ikan asin, telur asin, dan makanan yang diawetkan serta makanan yang
mengandung gula sederhana. Sebanyak 14 responden masih kadang-kadang mengkonsumsi
makanan yang sepatutnya tidak dikonsumsi oleh pasien DM tipe 2. Pertanyaan yang
mendapat skor 1 (kurang) paling banyak ialah pertanyaan ”Apakah Anda mengkonsumsi susu
24
untuk penderita diabetes?”. Sebanyak 13 responden tidak mengkonsumsi susu khusus
diabetes disebabkan karena rasanya yang tidak enak, tidak terbiasa mengkonsumsi susu, dan
harganya yang mahal.
25
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
a. Berdasarkan hasil penelitian dari 21 responden sebanyak 15 berjenis kelamin
perempuan dengan jumlah responden lansia sebanyak 11 responden. Sebanyak 6
responden menamatkan pendidikan Sekolah Dasar dengan pekerjaan terbanyak di
sektor wiraswasta, pedagang, dan petani. Sebanyak 16 respoden telah mendapatkan
penyuluhan mengenai DM tipe 2.
b. Berdasarkan hasil penelitian dari 21 responden sebanyak 18 responden mengalami
DM tipe 2 lebih dari 1 tahun dan sebanyak 1/3 dari responden yang memiliki riwayat
keluarga dengan DM tipe 2.
c. Berdasarkan hasil penelitian dari 21 responden sebanyak 13 responden
berpengetahuan baik, 8 responden bersikap baik, dan 15 responden miliki tindakan
yang baik terhadap kebiasaan makan dan pola makan penderita DM tipe 2.
5.2 Saran
a. Meningkatkan peran aktif seluruh pihak terkait pengelolaan pasien DM tipe 2 di
Puskesmas Penebel 1 dengan melakukan edukasi yang disesuaikan dengan kondisi
masing-masing pasien mengenai pola makan DM tipe 2 yang baik.
1) Menyediakan edukator khusus tentang DM tipe 2 yang secara berkala
mengevaluasi pola makan pasien
2) Menggunakan berbagai sarana dalam edukasi mulai dari leaflet, poster, dan
video edukasi
3) Menyediakan logbook untuk mencatat pola makan, aktivitas fisik, obat, dan hasil
GDP agar pasien menjadi lebih awas tentang kondisinya
b. Meningkatkan kesadaran pasien DM tipe 2 untuk selalu menerapkan pola makan
yang dianjurkan untuk pasien DM tipe 2 dan selalu memantau gula darah untuk
menilai keberhasilan terapi.
c. Meningkatkan partisipasi aktif keluarga pasien selaku pelaku rawat pasien agar
pasien selalu menerapkan kebiasaan makan yang baik bagi pasien DM tipe 2.
26
DAFTAR PUSTAKA
2. International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas [Internet]. 10 ed. 2021. Tersedia
pada: https://diabetesatlas.org
3. Khan MAB, Hashim MJ, King JK, Govender RD, Mustafa H, Al Kaabi J. Epidemiology
of Type 2 Diabetes – Global Burden of Disease and Forecasted Trends. J Epidemiol Glob
Health. Maret 2020;10(1):107–11.
8. CDC. Type 2 Diabetes [Internet]. Centers for Disease Control and Prevention. 2022
[dikutip 17 Desember 2022]. Tersedia pada:
https://www.cdc.gov/diabetes/basics/type2.html
10. Janz NK, Becker MH. The Health Belief Model: a decade later. Health Educ Q.
1984;11(1):1–47.
12. Notoatmodjo S. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. 1 ed. Jakarta: PT Rineka Cipta;
2007.
13. Dahlan M. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran
dan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2010. 36 hlm.
14. Arikunto S. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta;
1998.
15. Yakaryılmaz FD, Öztürk ZA. Treatment of type 2 diabetes mellitus in the elderly. World
J Diabetes. 15 Juni 2017;8(6):278–85.
27
Income Adults in China. Front Endocrinol [Internet]. 2019 [dikutip 30 Januari 2023];10.
Tersedia pada: https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fendo.2019.00658
19. Fonseca VA. Defining and Characterizing the Progression of Type 2 Diabetes. Diabetes
Care. November 2009;32(Suppl 2):S151–6.
28