Anda di halaman 1dari 48

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

LAPORAN KASUS INDIVIDU

“Anak dengan Obs. Febris H-4 disertai Trombositopenia + Dengue Hemorrhagic


Fever Grade I “

Oleh:
Ajeng Retno Wulandari

H1A320047

Pembimbing:
dr. I Komang Gerudug, MPH
dr. Ika Primayanti, M.Kes
dr. Wahyu Sulistya Affarah, MPH
dr. Lalu Bayu Kusuma

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
UPT BLUD PUSKESMAS GUNUNGSARI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat dan petunjuk dari-Nya penyusunan tugas laporan kasus individu
dengan judul “Anak dengan Obs. Febris H-4 disertai Trombositopenia + Dengue
Hemorrhagic Fever Grade I” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi
tugas dalam proses Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan
Masyarakat di Puskesmas Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada
penulis:

1. dr. I Komang Gerudug, MPH


2. dr. Ika Primayanti, M. Kes
3. dr. Wahyu Sulistya Affarah, MPH
4. dr. Lalu Bayu Kusuma dan
5. Semua pihak yang berkontribusi memberikan bantuan kepada penulis dalam
penyusunan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini masih terdapat banyak
kekurangan dan belum sempurna. Oleh karenanya, kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan untuk perbaikan kedepannya. Selain itu, penulis berharap tulisan
ini dapat memberikan manfaat dan dapat meningkatkan dan memperluas pemahaman.

Mataram, Oktober 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
BAB I PENDAHULUAN 3
1.1 Latar belakang 5
1.2 Profil Puskesmas Gunungsari 7
1.3 Program Pencegahan dan Penanggulangan Demam Dengue 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13
2.1 Tuberkulosis 13
2.1.1 Definisi Demam Dengue 13
2.1.2 Penularan Demam Dengue 13
2.1.3 Diagnosis Demam Dengue 14
2.1.4 Pengobatan Demam Dengue 19
2.1.5 Kebijakan penanggulangan Demam Dengue di Indonesia 20
2.1.6 Program penanggulangan dan pencegahan Demam Dengue 22
2.1.7 Indikator Program Demam Dengue 25
BAB III LAPORAN KASUS 27
3.1 Identitas 27
3.2 Anamnesis 27
3.3 Genogram 30
3.4 Denah Rumah 31
3.5 Pemeriksaan fisik 32
3.6 Pemeriksaan Penunjang 33
3.7 Diagnosis 33
3.8 Tatalaksana 33
3.9 Prognosis 34
BAB IV PEMBAHASAN 35

3
4.1 Kerangka konsep masalah pasien 35
4.2 Aspek Klinis 36
4.3 Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat 36
4.4 Keterkaitan Kasus dengan Program/Upaya Kesehatan di FKTP 41
BAB V PENUTUP 44
5.1 Kesimpulan 44
5.2 Saran 44
Daftar Pustaka 46
Lampiran 49

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengue adalah virus yang ditularkan oleh nyamuk dan penyebab utama
penyakit virus yang ditularkan melalui arthropoda di dunia. Penyakit ini juga dikenal
sebagai demam breakbone karena kejang otot dan nyeri sendi yang parah, demam
dandy, atau demam tujuh hari karena durasinya yang relatif konstan. Meskipun
sebagian besar kasus tidak menunjukkan gejala, perjalanan penyakit yang berat dan
kematian dapat terjadi. Nyamuk Aedes menularkan virus dan umum ditemukan di
daerah tropis dan subtropis di dunia. Insiden demam berdarah telah meningkat secara
dramatis selama beberapa dekade terakhir, dan merupakan endemi di beberapa bagian
dunia. Beberapa orang yang sebelumnya terinfeksi dengan salah satu subspesies virus
dengue dapat mengalami permeabilitas kapiler yang berat serta pendarahan setelah
terinfeksi dengan subspesies virus lainnya. Penyakit ini dikenal sebagai demam
berdarah dengue (DBD).1

Demam Dengue adalah penyakit virus yang ditularkan oleh nyamuk dengan
penyebaran tercepat secara global, mempengaruhi lebih dari 100 juta manusia setiap
tahun. Demam Dengue juga menyebabkan 20 hingga 25.000 kematian, terutama pada
anak-anak, dan ditemukan di lebih dari 100 negara. Epidemi terjadi setiap tahun di
Amerika, Asia, Afrika, dan Australia. Dua siklus transmisi mempertahankan virus
dengue: 1) nyamuk membawa virus dari primata non-manusia ke primata non-
manusia, dan 2) nyamuk membawa virus dari manusia ke manusia. Siklus manusia-
nyamuk terjadi terutama di lingkungan perkotaan. Terjadinya penularan virus dari
manusia ke nyamuk bergantung pada viral load darah manusia yang menjadi
makanan nyamuk.1

5
Vektor utama penyakit ini adalah nyamuk betina dari spesies Aedes aegypti
dan Aedes albopictus. Meskipun A. aegypti dikaitkan dengan sebagian besar infeksi,
jangkauan A. albopictus ditemukan meluas, mentolerir lingkungan dingin dengan
lebih baik, merupakan pemakan yang agresif tetapi memakan lebih jarang, dan
kemungkinan memiliki populasi yang meningkat. Jenis nyamuk ini cenderung hidup
di dalam ruangan dan aktif di siang hari. Penularan melalui perinatal, transfusi darah,
ASI, dan transplantasi organ telah ditemukan dalam literatur.1

Kasus DBD ditegakkan dengan diagnosa yang terdiri dari gejala klinis dan
hasil laboratorium yang megindikasikan penurunan trombosit < 100.000/mm3 dan
adanya kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan hematokrit > 20%.
Kasus DBD di Indonesia yang dilaporkan pada tahun 2020 tercatat sebanyak 108.303
kasus. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun 2019 yang sebesar 138.127 kasus.
Sejalan dengan jumlah kasus, kematian karena DBD pada tahun 2020 juga
mengalami penurunan dibandingkan tahun 2019, dari 919 menjadi 747 kematian.
Kesakitan dan kematian dapat digambarkan dengan menggunakan indikator incidence
rate (IR) per 100.000 penduduk dan case fatality rate (CFR) dalam bentuk
persentase.2

Angka kejadian DBD yang tercatat di seluruh kabupaten dan kota Provinsi
Nusa Tenggara Barat pada tahun 2018 sebesar 535 kasus. Meningkat pada tahun
2019 menjadi 2.971 kasus dan 2020 menjadi 4.733 kasus. Kasus kemudian menurun
menjadi 2.697 pada tahun 2021. Pencatatan di tahun 2022 telah dilakukan hingga
semester pertama, dan didapatkan 1.606 kasus. Berdasarkan data tersebut, dapat
disimpulkan bahwa tren kasus DBD di Provinsi NTB cenderung mengalami
peningkatan sejak 2018. Angka kesakitan penduduk per 100.000 penduduk berturut-
turut pada tahun 2018 hingga 2022 adalah 10,7; 58,6; 92,3; 50,9; dan 111,9.
Walaupun Case Fatality Rate (CFR) hanya berkisar 0,19% – 0,8%, kasus DBD di
NTB tidak bisa disepelekan. Di Kabupaten Lombok Barat sendiri, terdapat 91 kasus
DBD dengan CFR 1,1% pada semester pertama tahun 2022. Berdasarkan profil
Puskesmas Gunungsari Tahun 2019, 2020, dan 2021, pada kelima desa cakupan kerja

6
Puskesmas terdapat secara berturut-turut 41, 6, dan 2 kasus DBD, dengan CFR
seluruhnya 0%.3–7

Peran vektor dalam penyebaran penyakit menyebabkan kasus banyak


ditemukan pada musim hujan ketika munculnya banyak genangan air yang menjadi
tempat perindukan nyamuk. Selain iklim dan kondisi lingkungan, beberapa studi
menunjukkan bahwa DBD berhubungan dengan mobilitas dan kepadatan penduduk,
dan perilaku masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut menjadi
landasan dalam upaya pencegahan dan pengendalian DBD.2

1.2 Profil Puskesmas Gunungsari

Puskesmas Gunungsari merupakan Puskesmas perawatan dan menjadi salah


satu dari 20 Puskesmas yang ada di Kabupaten Lombok Barat, dengan luas wilayah
mencapai 25,14 Km2. Sebelah utara dari puskesmas Gunungsari berbatasan dengan
Kabupaten Lombok Utara, di sebelah selatan berbatasan dengan Kota Mataram, di
sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Batulayar dan di sebelah timur
berbatasan dengan Kecamatan Lingsar. Wilayah kerja UPT Puskesmas Gunungsari
mencakup 5 Desa, yaitu desa Taman Sari, Gunungsari, Guntur Macan, Dopang,
Kekait. Desa-desa tersebut merupakan kombinasi antara daerah daratan pegunungan
(perbukitan) di wilayah utara yang berada pada ketinggian 0 – 256 m di atas
permukaan laut.11

Jumlah Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Gunungsari Berdasarkan data


yang diperoleh dari BPS bahwa jumlah penduduk Kabupaten Lombok Barat Tahun
2021 yaitu 35.687 Jiwa dengan kepadatan penduduk 8.763 jiwa per Km2. Sedangkan
untuk Tahun 2021 berdasarkan proyeksi SP2020 pertengahan tahun yang sudah
diterbitkan BPS juga yaitu 35.687 jiwa dengan kepadatan penduduk 8.763 jiwa per
Km2. Jumlah penduduk terbanyak berada di Desa Gunungsari dengan jumlah
penduduk sebanyak 10.759 penduduk dan terendah di Desa Guntur Macan yaitu
sebanyak 2.774 penduduk.11

7
Di wilayah kerja UPT Puskesmas Gunungsari Kabupaten Lombok Barat 1 Unit
Puskesmas dan 2 Unit Puskesmas Pembantu serta 6 Pos kesehatan desa (Poskesdes).
Poskesdes pada tahun 2021 berjumlah 4 buah yang tersebar di 5 Desa. Selain itu,
pada wilayah kerja puskesmas Gunungsari juga terdapat 44 Pos pelayanan terpadu
(Posyandu) dan tiap posyandu juga terdapat Pos pembinaan terpadu (Posbindu).11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Demam Dengue

Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD (dengue

hemorrhagic fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi

yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis

hemoragik. Pada DHF terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan

hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga

tubuh. Sindrom renjatan dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Nurarif &

Kusuma 2015). Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang

menyerang anak dan orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengan

manifestasi berupa demam akut, perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah

suatu infeksi Arbovirus (Artropod Born Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk

Aedes Aegypti atau oleh Aedes Aebopictus (Wijayaningsih 2017). Dengue

Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. DHF

merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab kematian utama di

8
banyak negara tropis. Penyakit DHF bersifat endemis, sering menyerang

masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai dengan angka kematian yang cukup

tinggi, khususnya pada mereka yang berusia dibawah 15 tahun (Harmawan 2018).

2.2 Etiologi Demam Dengue

Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4

serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan

di Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan

menimbulkan antibody terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibody

yang terbentuk terhadap serotype lain sangat kurang, sehingga tidak dapat

memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.

Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4

serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di

berbagai daerah di Indonesia (Nurarif & Kusuma 2015).

Beberapa faktor yang meningkatkan angka kejadian DBD adalah musim

hujan, di mana muncul banyak genangan air yang menjadi tempat perindukan

nyamuk. Selain iklim dan kondisi lingkungan, beberapa studi menunjukkan

bahwa DBD berhubungan dengan mobilitas dan kepadatan penduduk, dan

perilaku masyarakat.2

2.3 Vektor Penular Demam Dengue

Virus dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes

9
aegypti dari subgenus Stegomya. Aedes aegypti merupakan vektor epidemi yang

paling utama, namun spesies lain seperti Aedes albopictus, Aedes polynesiensis,

anggota dari Aedes Scutellaris complexdan Aedes niveus juga dianggap sebagai

vektor sekunder. Kecuali Aedes aegypti, semuanya mempunyai daerah distribusi

geografis sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun mereka merupakan host yang

sangat baik untuk virus dengue, biasanya mereka merupakan vaktor epidemi

yang kurang efisien dibandingkan Aedes aegypti (Misnadiarly, 2017).

Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil dibandingkan dengan

rata-rata nyamuk lain. Nyamuk tersebut mempunyai dasar hitam dengan

bintikbintik putih pada bagian dada, kaki, dan sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti

jantan menghisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya,

sedangkan yang betina menghisap darah. Nyamuk betina lebih menyukai darah

manusia daripada binatang. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada

siang hari. Aktivitas menggigit biasanya pagi (pukul 9.00-10.00) sampai petang

hari (16.00- 17.00). Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah

berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Nyamuk tersebut

sangat infektif sebagai penular penyakit. Setelah menghisap darah, nyamuk

tersebut hinggap (beristirahat) di dalam atau di luar rumah. Tempat hinggap yang

disenangi adalah benda-benda yang tergantung dan biasanya di tempat yang agak

dan lembab. Nyamuk menunggu proses pematangan telurnya, selanjutnya

nyamuk betina akan meletakkan telurnya di dinding tempat perkembangbiakan,

sedikit di atas permukaan air. Umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam

10
waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi kepompong dan

akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Masriadi, 2017).

Adapun ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti (Widoyono, 2018), yaitu :

1. Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih

2. Jarak terbang ±100 m

3. Nyamuk betina bersifat multiple biters (menggigit beberapa orang karena

sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)

4. Tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi.

5. Dapat berkembangbiak pada Tempat Penampungan Air (TPA) dan pada

barang-barang yang memungkinkan untuk digenangi air seperti bak mandi,

tempayan, drum, vas bunga, barang bekas dan lain-lain.

6. Tidak dapat berkembangbiak di got atau selokan ataupun kolam yang airnya

langsung berhubungan dengan tanah.

7. Menggigit manusia pada pagi dan sore hari.

8. Hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar.

2.4 Bionomonik Vektor Demam Berdarah Dengue

Adapun bionomonik dari vektor DBD (Ariani, 2016), yaitu :

1. Tempat perindukan nyamuk

Tempat perindukan nyamuk biasanya berupa genangan air yang tertampung

di suatu tempat, seperti : a) Tempat penampungan air, untuk keperluan

sehari-hari seperti, drum, bak mandi, tempat ember dan lain-lain, b) Tempat

penampungan air bakun untuk keperluan sehari-hari seperti, tempat minum

11
burung, vas bunga, bak bekar, kaleng bekas, botol-botol bekas dan lain-lain,

c) Tempat penampungan air alamiah seperti, lubang pohon, lubang batu,

pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang, potongan bambu dan lain-

lain.

2. Kesenangan nyamuk menggigit

Nyamuk betina biasanya mencari mangsanya pada siang hari. Terdapat

perbedaan aktivitas menggigit nyamuk Aedes aegypti dengan nyamuk

lainnya yaitu pada pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Nyamuk Aedes

aegypti memiliki kebiasaan menghisap darah berulang kali.

3. Kesenangan nyamuk istirahat

Tempat istirahat nyamuk Aedes aegypti berada di dalam atau di luar rumah

yang berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya, yaitu di tempat yang

agak lembab dan gelap. Tempat gelap dan lembab merupakan tempat

menunggu proses pematangan telur. Setelah proses pematangan telur selesai,

nyamuk betina akan meletakkan telurnya di dinding tempat-tempat

perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Dalam jangka waktu

lebih kurang 2 hari, umumnya telur akan menetas menjadi jentik. Adapun

jumlah butir yang dikeluarkan oleh nyamuk betina yaitu sebanyak 100 butir

telur dan dapat bertahan sampai berbulan-bulan.

2.5 Epidemiologi Demam Dengue

Kasus DBD yang dilaporkan pada tahun 2020 tercatat sebanyak 108.303

kasus. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun 2019 yang sebesar 138.127 kasus.

12
Sejalan dengan jumlah kasus, kematian karena DBD pada tahun 2020 juga

mengalami penurunan dibandingkan tahun 2019, dari 919 menjadi 747 kematian.

Kesakitan dan kematian dapat digambarkan dengan menggunakan indikator

incidence rate (IR) per 100.000 penduduk dan case fatality rate (CFR) dalam

bentuk persentase.

Di Indonesia, angka kesakitan DBD per 100.000 penduduk secara

nasional pada tahun 2020 mencapai 40,0, dengan angka tertinggi berada pada

provinsi Bali sebesar 273,1. Nusa Tenggara Barat memiliki angka kesakitan DBD

sebesar 92,1. Selain angka kesakitan, besaran masalah DBD juga dapat diketahui

dari angka kematian atau CFR yang diperoleh dari proporsi kematian terhadap

seluruh kasus yang dilaporkan. Secara nasional, CFR DBD di Indonesia sebesar

0,7%. Suatu provinsi dikatakan memiliki CFR tinggi jika telah melebihi 1%. Pada

tahun 2020 terdapat sebelas provinsi dengan CFR di atas 1%. Tingginya CFR

memerlukan langkah peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. CFR DBD di

NTB adalah 0,3%.

Jumlah kabupaten kota terjangkit DBD pada tahun 2020 sebanyak 477

atau sebesar 92,8% dari seluruh kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Jumlah

kabupaten/kota terjangkit DBD menujukkan kecenderungan peningkatan sejak

tahun 2010 sampai dengan 2019. Salah satu indikator Rencana Strategis tahun

2020-2024, yaitu persentase kabupaten/kota yang memiliki IR DBD <49 per

100.000 penduduk. Dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, terdapat 376

kabupaten/kota (73,15%) yang mencapai IR DBD <49/100.000 penduduk. Target

program tahun 2020 sebesar 70% kabupaten/kota dengan IR DBD <49 per

13
100.000 penduduk. Dengan demikian target program tahun 2020 telah tercapai.

Persentase kabupaten/kota dengan IR DBD <49/100.000 penduduk pada provinsi

NTB tahun 2020 adalah 30%.2

2.6 Klasifikasi Demam Dengue

Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma 2015) :

a. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia, hemokonsentrasi

b. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada kulit

atau perdarahan di tempat lain.

c. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat

dan lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi

disertai dengan sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak

tampak gelisah.

d. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak teratur.

2.7 Patofisiologi Demam Dengue

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan

viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di

hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin,

trombin, histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan

pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan

dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia.

14
Trombositopenia dapat terjadi akibat dari penurunan produksi trombosit sebagai

reaksi dari antibodi melawan virus (Murwani 2018).

Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik

kulit seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan

adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis

secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak

tertangani maka akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari,

rata-rata 5-8 hari. Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti. Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan

penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di

seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan

dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran

hati atau hepatomegali (Murwani 2018).

Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks

virus antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat

aktivasi C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk

melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya

permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya

pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta

seluler mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi,

hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan atau syok.

Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit >20% menunjukan atau

15
menggambarkan adanya kebocoran atau perembesan sehingga nilai hematokrit

menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena (Murwani 2018).

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan

ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium,

pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang

diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah

trombosit menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian

cairan intravena harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah

terjadi edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang

cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan

kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau

hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis

dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik (Murwani 2018).

2.8 Manifestasi Klinis Demam Dengue

Manifestasi klinis pada penderita DHF antara lain adalah (Nurarif & Kusuma

2015) :

a. Demam Dengue

Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau

lebih manifestasi klinis sebagai berikut :

1) Nyeri kepala

2) Nyeri retro-orbital

3) Myalgia atau arthralgia

16
4) Ruam kulit

5) Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif

6) Leukopenia

7) Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang

sudah di konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama

b. Demam Berdarah Dengue

Berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis DHF ditegakkan bila semua hal

dibawah ini dipenuhi :

1) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat

bifastik

2) Manifestasi perdarahan yang berupa :

a. Uji tourniquet positif

b. Petekie, ekimosis, atau purpura

c. Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna,

tempat bekas suntikan

d. Hematemesis atau melena

3) Trombositopenia

4) Kebocoran plasma yang ditandai dengan

a. Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari nilai baku sesuai umur dan

jenis kelamin

b. Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan yang

adekuat

5) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura

17
6) Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang

sudah di konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama

c. Sindrom Syok Dengue

Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu :

1) Penurunan kesadaran, gelisah

2) Nadi cepat, lemah

3) Hipotensi

4) Tekanan darah turun < 20 mmHg

5) Perfusi perifer menurun

6) Kulit dingin lembab

2.9 Pemeriksaan Penunjang Demam Dengue

Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF antara lain

adalah (Wijayaningsih 2017) :

a. Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,

hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu

dijumpai pada DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma

1) Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari

ketiga.

2) Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemokonsentrasi.

3) Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT,

SGOT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat.

18
b. Uji Serologi

Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi didasarkan atas

timbulnya antibody pada penderita yang terjadi setelah infeksi. Untuk

menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan pada manifestasi reaksi

antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer, sekunder, dan tersier.

Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal yang dapat berlanjut menjadi

reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak dapat dilihat dan berlangsung

sangat cepat, visualisasi biasanya dilakukan dengan memberi label antibody

atau antigen dengan flouresens, radioaktif, atau enzimatik. Reaksi sekunder

merupakan lanjutan dari reaksi primer dengan manifestasi yang dapat dilihat

secara in vitro seperti prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi tersier

merupakan lanjutan reaksi sekunder dengan bentuk lain yang bermanifestasi

dengan gejala klinik.

c. Uji hambatan hemaglutinasi

Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG

berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat

reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi

hemaglutinasi inhibitor (HI).

d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)

Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.

Menggunakan metode plague reduction neutralization test (PRNT). Plaque

adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas akan dilihat

terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi

19
e. Uji ELISA anti dengue

Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination Inhibition

(HI). Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini

adalah mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita

f. Rontgen Thorax

Pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar grade II) di

dapatkan efusi pleura.

2.10 Tata Laksana Demam Dengue

Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah pengganti cairan yang hilang sebagai

akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian

permeabilitas sehingga mengakibatkan kebocoran plasma. Selain itu, perlu juga

diberikan obat penurun panas (Rampengan 2017). Penatalaksanaan DHF yaitu :

a. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok

Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase, dan

untuk diagnosis DHF pada derajat I dan II menunjukkan bahwa anak

mengalami DHF tanpa syok sedangkan pada derajat III dan derajat IV maka

anak mengalami DHF disertai dengan syok. Tatalaksana untuk anak yang

dirawat di rumah sakit meliputi :

1) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu

untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,

muntah, dan diare.

2) Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau ibuprofen

20
karena dapat merangsang terjadinya perdarahan

3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang :

a) Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat.

b) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium

(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam.

c) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan

jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan

intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak

kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.

4) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai dengan

tatalaksana syok terkompensasi.

b. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok

Penatalaksanaan DHF menurut WHO (2016), meliputi :

1) Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara

nasal.

2) Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan

secepatnya.

3) Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20

ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian

koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.

4) Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin

menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan

transfusi darah atau komponen.

21
5) Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai

membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10

ml/kgBB dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam

sesuai kondisi klinis laboratorium.

6) Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36- 48

jam. Perlu diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang

terlalu banyak dari pada pemberian yang terlalu sedikit.

2.11 Komplikasi Demam Dengue

Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah dengue

yaitu perdarahan massif dan dengue shock syndrome (DSS) atau sindrom syok

dengue (SSD). Syok sering terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun. Syok

ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tidak teraba, tekanan nadi

menurun menjadi 20 mmHg atau sampai nol, tekanan darah menurun dibawah

80 mmHg atau sampai nol, terjadi penurunan kesadaran, sianosis di sekitar mulut

dan kulit ujung jari, hidung, telinga, dan kaki teraba dingin dan lembab, pucat

dan oliguria atau anuria (Pangaribuan 2017).

2.12 Program Puskesmas dalam Penanggulangan dan Pencegahan Demam

Dengue

A. Upaya Kesehatan Masyarakat

1. Penyelidikan Epidemiologi (PE) pada Dengue

Penyelidikan Epidemiologi (PE) pada Dengue merupakan upaya

penyelidikan penularan penyakit Dengue yang meliputi kegiatan

22
pencarian atau identifikasi kasus Dengue dan/atau kasus suspek infeksi

Dengue lainnya serta pemeriksaan jentik nyamuk vektor Dengue di

tempat tinggal penderita dan bangunan di sekitarnya. Pemeriksaan ini

termasuk di tempat-tempat umum yang berada dalam radius sekurang-

kurangnya 100 meter. PE harus dilakukan dalam waktu 1 x 24 jam

setelah adanya laporan kasus atau terduga Dengue. PE bertujuan untuk

mengetahui potensi penularan dan penyebaran Dengue lebih lanjut serta

tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat

tinggal penderita atau fokus penularan.2

2. Kampanye 3M dan 3M+

Kementrian Kesehatan Indonesia membentuk kampanye untuk mencegah

merebaknya wabah DBD. Kampanye ini dinamakan Kampanye 3M dan

3M+. Hal ini mencakup :

1) Menguras

Yaitu kegiatan membersihkan tempat yang sering menjadi

penampungan air seperti bak mandi, kendi, drum dan tempat

penampungan air lainnya. Penampungan air tersebut harus digosok

untuk membersihkan dan membuang telur nyamuk yang menempel

erat pada dinding tersebut. Saat musim hujan maupun pancaroba,

kegiatan ini harus dilakukan setiap hari untuk memutus siklus hidup

nyamuk yang dapat bertahan di tempat kering selama 6 bulan.

2) Menutup

Yaitu kegiatan menutup rapat tempat-tempat penampungan air seperti

23
bak mandi maupun drum. Menutup juga dapat diartikan sebagai

kegiatan mengubur barang bekas di dalam tanah agar tidak membuat

lingkungan semakin kotor dan dapat berpotensi menjadi sarang

nyamuk.

3) Memanfaatkan kembali limbah barang bekas

Yaitu limbah barang bekas yang bernilai ekonomis (daur ulang).

Masyarakat juga disarankan untuk memanfaatkan kembali atau

mendaur ulang barang-barang bekas yang berpotensi menjadi tempat

perkembangbiakan nyamuk demam berdarah.

Tambahan pada 3M+ adalah :

1) Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk

2) Menggunakan obat anti nyamuk

3) Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi

4) Gotong Royong membersihkan lingkungan

5) Periksa tempat-tempat penampungan air

6) Meletakkan pakaian bekas pakai dalam wadah tertutup

7) Memberikan larvasida pada penampungan air yang susah dikuras

8) Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar

9) Menanam tanaman pengusir nyamuk.12

3. Pelaksanaan Fogging DBD

Persyaratan dilaksanakannya fogging di suatu wilayah adalah :

24
1) Adanya laporan Demam Berdarah Dengue dari sistem kewaspadaan

Rumah Sakit, Puskesmas, maupun Masyarakat

2) Puskesmas melakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE) dalam radius

100 meter dari rumah penderita

3) Ditemukan satu penderita positif DBD disertai tiga atau lebih

penderita demam disekitarnya ataupun ada kasus kematian

4) Ditemukan Angka Bebas Jentik (ABJ) <95%

5) Melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di rumah dan

lingkungan sekitar rumah penderita

Prosedur pelaksanaan fogging adalah sebagai berikut :

1) Membuat persuratan ke Puskesmas dan Pemerintah setempat

berisikan keterangan waktu dan tempat pelaksanaan Fogging

2) Melakukan persiapan sumber daya manusia serta alat dan bahan

fogging

3) Petugas pemegang program di Puskesmas menyiapkan lokasi yang

akan di fogging dengan radius 100 meter

4) Waktu pelaksanaan yaitu waktu yang dihabiskan dalam satu siklus

sekitar 3 jam pada pagi atau sore hari dan pelaksanaan fogging siklus

kedua dilakukan selang satu minggu.

B. Upaya Kesehatan Perorangan

Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) merupakan serangkaian kegiatan

pelayanan kesehatan dalam melakukan peningkatan, pencegahan,

25
penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, dan

pemulihan kesehatan perorangan. Pelayanan untuk kasus Demam Berdarah

Dengue disediakan oleh Puskesmas. Apabila ditemukan kasus DBD,

pelayanan yang diberikan berupa anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

penunjang, dan pemberian pengobatan. Pasien jika datang ke Poliklinik, akan

dilakukan penggalian riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Jika

mendukung, maka pemeriksaan penunjang akan diajukan. Pemeriksaan yang

rutin dilakuan berupa darah lengkap (DL), namun jika tersedia, pemeriksaan

NS-1 pada kasus demam tinggi yang mendadak akan lebih diprioritaskan.

Apabila memasuki kriteria diagnosis, pasien akan dirujuk secara internal

untuk rawat inap dan pemberian terapi cairan serta medikamentosa suportif

seperti Paracetamol. Puskesmas perlu memberikan edukasi mengenai

keharusan pasien untuk istirahat yang cukup, mengenai tanda bahaya, dan

pemberian nutrisi yang adekuat.

2.13 Indikator Program Demam Dengue

Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan pengendalian penyakit DBD

digunakan beberapa indikator. diantaranya yaitu :

1. Persentase rumah/bangunan bebas jentik (%)

Persentase Jumlah Rumah/Bangunan yang tidak terdapat jentik dibagi

dengan jumlah rumah/bangunan yang di periksa.

26
2. Persentase kejadian DBD ditangani sesuai standar (%)

Persentase Penderita DBD yang ditangani sesuai standar disatu wilayah

dalam kurun

waktu satu tahun dibandingkan dengan jumlah penderita DBD yang

ditemukan/dilaporkan dalam kurun waktu satu tahun yang sama.

3. Angka kesakitan DBD (per 100.000 penduduk)

Angka kesakitan / Insiden Rate (IR) DBD adalah angka yang menunjukkan

kasus/kejadian DBD (baru) penyakit dalam suatu populasi. Angka

Kesakitan / Insiden rate (IR) merupakan proporsi antara jumlah orang yang

menderita penyakit dan jumlah orang dalam resiko dikali lamanya dalam

resiko.

27
4. Angka kematian DBD (%)

Angka kematian atau Case Fatality Rate (CFR) DBD adalah perbandingan

antara jumlah kematian yang diakibatkan oleh DBD dengan jumlah total

penduduk yang terkena DBD. Kematian akibat DBD dikategorikan tinggi

jika CFR >1%.

2.14 Evaluasi Program Pengendalian Penyakit DBD

Evaluasi terhadap program perlu dipersiapkan untuk melihat kemanfaatan

dan kemajuan program yang telah dibentuk terhadap sasaran yang diharapkan.

Tujuan dari evaluasi adalah meningkatkan sumber-sumber yang terkandung

dalam bidang kesehatan secara maksimal melalui pengembangan program yang

efektif dan efisien. Selain itu, tujuan evaluasi program dalam kesehatan

masyarakat yaitu untuk memastikan permasalahan penting dari kesehatan

masyarakat sehingga perlu adanya monitoring keefisienan dan keefektifan dari

suatu program. Dalam menilai program perlu mempertimbangkan indikator yang

dapat digunakan untuk menilai kinerja program yang meliputi indikator input,

process, dan ouput yang dikembangkan tersebut.

a. Input (Masukan)

Input menurut merupakan unsur-unsur program yang diperlukan yang terdiri

dari 4M (Man, Material, Method, Money). Rincian 4M dalam program

P2DBD di puskesmas yang perlu dievaluasi menurut adalah sebagai berikut:

1. Sumber daya manusia (man).

2. Sarana dan prasarana (material).

28
3. Dana (money), meliputi alokasi dana dan sumber dana program yang

berasal dari APBD, APBN, Block Grant, dan dana bantuan yang berasal

dari LSM/Swasta, Luar Negeri.

4. Metode (method), meliputi upaya penjaringan kasus, upaya promosi

kesehatan.

b. Process (Proses)

Proses yaitu pengaplikasian fungsi-fungsi manajemen yang dimulai dari

perencanaan program sampai pada pelaksanaan program. Dalam sistem

surveilans proses dimulai dari pengumpulan data, mengolah data, mengkaji,

menganalisis dan menginterpretasi, pengambilan keputusan kemudian

penyebaran atau disseminasi informasi.

c. Output (Keluaran)

Output yaitu hasil dari pelaksanaan suatu program atau sistem. Output ini

berupa buletin, informasi register DBD, informasi register laboratorium,

informasi pasien suspek, ataupun laporan bulanan atau triwulan bahkan

tahunan, IR CFR DBD.

29
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

 Nama pasien : An. AH

 Tanggal lahir : 16 Agustus 2007

 Umur : 15 tahun

 Jenis kelamin : Laki – laki

 Agama : Islam

 Suku : Sasak

 Alamat : Bon Bawak, Gunung Sari

 Kepesertaan JKN : Memiliki BPJS PBI

 Tanggal pemeriksaan : 26 Oktober 2022

3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama: Demam
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang rujukan dari poli Remaja ke IGD Puskesmas
Gunungsari dengan keluhan demam. Demam dikeluhkan sejak Sabtu, 22
Oktober 2022 pada malam hari, yang mendadak tinggi, dirasakan terus
menerus, namun tidak disertai menggigil.
Keluhan demam disertai dengan mual, muntah, nyeri kepala, nyeri
perut, dan lemas dan nyeri pada seluruh badan sejak 4 hari yang lalu. 1 hari
sebelum masuk rumah sakit ibu mengeluhkan terdapat bintik-bintik berwarna
merah pada kaki dan tangan pasien. Manifestasi perdarahan lain seperti gusi
berdarah dan mimisan disangkal. Nafsu makan menurun menjadi dari

30
biasanya karena pasien mengaku makanan terasa pahit, namun untuk minum
dikatakan masih cukup. Pasien juga diakui tampak semakin lemas. Keluhan
lain seperti mual dan muntah disangkal. Batuk dan pilek serta nyeri
tenggorokan disangkal. BAB dan BAK masih dalam batas normal.
3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Terkait riwayat keluhan serupa, pasien belum pernah mengalami
keluhan demam tinggi hingga dirawat inap seperti saat ini sebelumnya.
Riwayat penyakit lain sebelumnya seperti tekanan darah tinggi, gangguan
lambung, penyakit jantung, kencing manis dan asma disangkal oleh pasien
3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan
Saat ini tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan demam.
Tidak ada tetangga yang mengalami keluhan serupa berupa demam. Riwayat
tekanan darah tinggi dan kencing manis juga disangkal.

3.2.5 Riwayat Pengobatan


Pasien belum mendapat pengobatan terkait keluhannya.

3.2.6 Riwayat Alergi


Pasien menyangkal memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan dan
makanan tertentu.

3.2.7 Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan


Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pasien tinggal
satu rumah beranggotakan 4 orang yang terdiri dari ibu, ayah dan adik pasien.
Pasien saat ini berusia 15 tahun dan saat ini merupakan pelajar kelas 1 di
SMK 3 Mataram. Ayah pasien merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas
(SMA) dan bekerja sebagai pengrajin seni dengan pendapatan sebesar ± Rp.
2.000.000 – 3.000.000 per bulan. Ibu pasien merupakan lulusan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan saat ini sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT).
Adik pasien saat ini berusia 6 tahun merupakan pelajar kelas 1 SD.

Pasien tinggal di lingkungan yang terbilang padat penduduk dengan


jarak dengan rumah di depannya hanya dipisahkan oleh jalan kecil. Luas

31
tanah pasien berukuran kurang lebih 8x10 m2 yang beratapkan genteng
dengan dinding yang terbuat dari batu bata yang dilapisi semen, lantai pasien
terbuat dari keramik. Rumah pasien terdiri dari 2 kamar tidur, 1 kamar mandi,
1 dapur. Ventilasi di rumah pasien terbilang kurang baik dan setiap pagi,
jendela selalu dibuka sehingga sinar matahari dapat masuk. Kamar mandi
pasien berupa jamban leher angsa dan terkait keperluan MCK, pasien beserta
keluarga menggunakan air sumur. Jarak sumur dengan septic tank ±3 meter
yang mana menurut pasien tidak terlalu jauh, sehingga pasien tidak merasa
terbebani. Sumber air minum pasien juga berasal dari air sumur yang dimasak
terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Air sumur saat ini terbilang baik, yakni
volume cukup, tidak berbau, dan tidak berwarna. Namun apabila musim
hujan, air sumur sedikit keruh. Selanjutnya, bahan makanan sehari-hari dibeli
oleh ibu pasien di pasar dan kegiatan memasak sudah menggunakan kompor
gas.

Terdapat halaman depan pasien yang biasa digunakan untuk menaruh


kayu – kayu untuk bahan kerajinan yang di buat, halaman di samping rumah
digunakan untuk menjemur pakaian. Tepat di sebelah timur rumah pasien
terdapat kebun dan kolam kankung. Sebelah utara dan barat rumah pasien
terdapat rumah tetangga yang dibatasi oleh gang kecil. Sedangkan di sebelah
selatan, terdapat rumah tetangga pasien.

Ayah pasien mengatakan bahwa pasien memilik hobi bermain bola


dan sering bermain bola di pasar yang berada di dekat rumah pasien sejak 5
hari sebelum pasien sakit yaitu pada sore hari walaupun terkadang hujan
pasien tetap bermain bola bersama teman-temannya. Di samping pasar
tersebut juga terdapat tempat pembuangan sampah. Pada saat di rumah pasien
tidak pernah memakai obat anti nyamuk/menggunakan kelambu dan
kebiasaan jarang memakai pakaian panjang. Pasien juga memiliki kebiasaan
sering mengantung pakaian di kamarnya

32
3.3 Genogram Keluarga
3.4 Denah Rumah

3.5 Pemeriksaan Fisik


3.5.1 Tanda Vital

 Status Generalis
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
 Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 37,5O C
Saturasi Oksigen : 99% dalam udara ruangan
 Antropometri
Berat badan : 45 kg

Tinggi badan : 150 cm

Indeks Massa Tubuh : 20 kg/m2 (Healthy weight)

3.5.2 Status Generalis

a. Pemeriksaan Kepala-Leher

Kepala Normosefal, deformitas (-), rambut hitam dengan


persebaran merata, wajah simetris

Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema


palpebra (-/-)

Hidung Deformitas (-), sekret (-), epistaksis (-)

Telinga Deformitas (-), sekret (-), nyeri tekan (-)

Mulut Sianosis (-), ulkus (-)

33
Leher Pembesaran KGB (-)

b. Pemeriksaan thoraks

Inspeksi Bentuk dan ukuran simetris, pergerakan simetris,


retraksi (-), lesi (-)

Palpasi Pengembangan simetris (+/+), massa (-), nyeri tekan


(-), massa (-)

Perkusi Sonor di seluruh lapang paru, batas jantung normal

Auskultasi Pulmo vesikuler seluruh lapang paru, rhonki (-/-),


wheezing (-/-)
Cor S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

c. Pemeriksaan abdomen :

Inspeksi Soepel (+), distensi (-), massa (-)

Auskultasi Bising usus (+)

Perkusi Timpani di seluruh lapang abdomen

Palpasi Massa (-), nyeri tekan (-), turgor kulit normal, hepar
dan lien tidak teraba

d. Ekstremitas atas dan bawah

Atas Tampak ptekie (+), teraba hangat, turgor kembali


cepat, deformitas (-), edema (-), CRT <2 detik

Bawah Tampak ptekie (+), teraba hangat, turgor kembali


cepat, deformitas (-), edema (-), CRT <2 detik

3.6 Pemeriksaan Penunjang

34
24/10/22 25/11/22 26/11/22

Hemoglobin 18.1 15.9 15.1

Leukosit 8000 6500 5300

Trombosit 21.000 24.000 68.000

Widal Slide (-) (-) (-)

3.7 Diagnosis Kerja


Trombositopenia

Dengue Hemorrhagic Fever Grade I

3.8 Tatalaksana

a) Farmakologis :

 Paracetamol tablet 3x500 mg

 Antasida doen 3x1 tablet

 Vitamin B complex 1x1 tablet

b) Non Farmakologis :

 IVFD Ringer Lactate 20 tpm

3.9 Prognosis
▪ Ad vitam : dubia ad bonam
▪ Ad functionam : dubia ad bonam
▪ Ad sanactionam : dubia ad bonam

3.10 Konseling dan Edukasi

 Menjelaskan kepada orang tua pasien terkait kondisi anak saat ini baik

diagnosis, prognosis, dan rencana tatalaksana

35
 Memberitahu tanda-tanda bahaya yang perlu diwaspadai

 Menganjurkan pasien untuk banyak minum dan memberikan edukasi

mengenai jumlah cairan yang dibutuhkan

 Memberitahu orang tua untuk melakukan kompres air hangat untuk

membantu menurunkan demam

 Menjelaskan mengenai faktor risiko terjadinya penyakit pada pasien diikuti

dengan edukasi perbaikan sanitasi lingkungan (3M plus) berupa menguras dan

menyikat, menutup tempat penampungan air, memanfaatkan barang bekas,

plus mencegah gigitan nyamuk.

36
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Kerangka Konsep Determinan Masalah Kesehatan Pasien berdasarkan


teori HL. Blum

BIOLOGIS/GENETIK

Usia 15 tahun
PERILAKU Laki - laki LINGKUNGAN

Pasien sering bermain Fisik


bola di pasar sore hari Pasien tinggal di pemukiman
walaupun sedang hujan padat penduduk
Di rumah pasien tidak Pemukiman pasien berada di
pernah memakai obat anti samping kebun dan kolam
Pasien dengan
nyamuk / menggunakan Dengue kankung
kelambu dan kebiasaan Hemorrhagic Halaman rumah pasien padat
jarang memakai pakaian Fever Grade 1 dengan kayu dan hasil
panjang. kerajinan
Pasien memiliki kebiasaan Tempat untuk menjemur
sering mengantung pakaian di samping kamar
pakaian di kamarnya pasien
Ventilasi dan pencahayaan
PELAYANAN
KESEHATAN di kamar kurang

Non-Fisik

Pasien sudah menjadi anggota BPJS Status ekonomi menengah


aktif Pendidikan orang tua rendah
Akses ke faskes dekat dan mudah
dijangkau

37
4.2 Aspek Klinik
Berdasarkan hasil anamnesis yang sudah dilakukan pasien dengan
keluhan utama yakni demam dirasakan kurang lebih sejak 4 hari, mendadak
tinggi dan menetap. Pasien mengatakan tidak ada faktor yang memperberat
demam yang ia alami. Pasien mengatakan belum pergi berobat dan belum
meminum obat. Keluhan disertai dengan nyeri seluruh badan, nyeri kepala,
dan lemas. Pasien juga mengeluhkan lidah terasa pahit saat digunakan untuk
makan. Pemeriksaan fisik menemukan ptekie atau ruam perdarahan yang
tampak seperti bintik-bintik kemerahan pada ekstremitas atas dan bawah.
Pemeriksaan penunjang menemukan kadar trombosit pasien yang menurun
menjadi 21.000/mm3, 24.000/mm3 dan 68.000/mm3
Berdasarkan diagnosis spektrum klinis infeksi virus dengue, pasien ini
terdiagnosis dengan Demam Berdarah Dengue, karena terapat dua gejala atau
lebih berupa demam tinggi secara mendadak disertai myalgia serta atralgia,
dan diikuti dengan temuan laboratorium berupa trombositopenia.
Pasien diberikan cairan kristaloid Ringer Lactate hingga kondisi syok
dapat dicegah. Obat-obatan simptomatis seperti Paracetamol, Antasida dan
Vitamin B Complex juga diberikan secara oral kepada pasien, karena tidak
ada kendala dalam makan dan minum. Edukasi pada keluarga pasien
diberikan dalam setting rawat inap, seperti istirahat yang cukup, minum air
yang banyak, makan yang bergizi seimbang, serta tata cara meminum obat
penurun panas. Keluarga pasien juga diberitahu untuk melakukan tindakan
pencegahan DBD di rumah degan 3M plus.
4. 3 Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat
Suatu penyakit dapat terjadi bila ada ketidakseimbangan dalam faktor-
faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma
hidup sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Blum mencakup empat faktor,
antara lain faktor genetik (biologis, keturunan), perilaku (gaya hidup),
lingkungan (fisik dan non fisik) dan pelayanan kesehatan.

38
Berikut merupakan analisis timbulnya penyakit pada pasien berdasarkan
keempat faktor tersebut:
a. Faktor Genetik dan Biologis
● Usia dan Jenis Kelamin

b. Faktor Lingkungan Fisik dan Sosial


Lingkungan Fisik
● Frekuensi pengurasan kontainer
Pengurasan tempat-tempat penampungan air perlu dilakukan
secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak
dapat berkembangbiak. Bila Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
Demam Berdarah Dengue (DBD) dilaksanakan oleh seluruh
masyarakat, maka populasi nyamuk Aedes aegypti dapat ditekan
serendah-rendahnya, sehingga penularan DBD tidak terjadi lagi.
● Ketersediaan tutup pada kontainer
Ketersediaan tutup pada kontainer sangat mutlak diperlukan
untuk menekan jumlah nyamuk yang hinggap pada kontainer, dimana
kontainer tersebut menjadi media berkembangbiak nyamuk Aedes
aegypti.
● Kepadatan rumah
Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang jarak
terbangnya pendek (100 meter). Oleh karena itu nyamuk bersifat
domestik. Apabila rumah penduduk saling berdekatan maka nyamuk
dapat dengan mudah berpindah dari satu rumah ke rumah lainnya.
● Kepadatan Vektor
Kepadatan vektor nyamuk Aedes aegypti yang diukur dengan
menggunakan parameter Angka Bebas Jentik (ABJ) yang diperoleh
dari Dinas Kesehatan Kota. Kepadatan nyamuk merupakan faktor
risiko terjadinya penularan DBD. Semakin tinggi kepadatan nyamuk
Aedes aegypti, semakin tinggi pula risiko masyarakat untuk tertular

39
penyakit DBD. Hal ini berarti apabila di suatu daerah yang kepadatan
Aedes aegypti tinggi terdapat seorang penderita DBD, maka
masyarakat sekitar penderita tersebut berisiko untuk tertular.
● Keberadaan Jentik Pada Kontainer
Keberadaan jentik pada kontainer dapat dilihat dari letak,
macam, bahan, warna, bentuk volume dan penutup kontainer serta asal
air yang tersimpan dalam kontainer sangat mempengaruhi nyamuk
Aedes aegypti betina untuk menentukan pilihan tempat bertelur.
Keberadaan kontainer sangat berperan dalam kepadatan vektor
nyamuk Aedes aegypti, karena semakin banyak kontainer akan
semakin banyak tempat perindukan dan akan semakin padat populasi
nyamuk Aedes aegypti. Semakin padat populasi nyamuk Aedes
aegypti, maka semakin tinggi pula risiko terinfeksi virus DBD.

Lingkungan Sosial
● Kepadatan Hunian Rumah
Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang sangat aktif
mencari makan, nyamuk tersebut dapat menggigit banyak orang dalam
waktu yang pendek. Oleh karena itu bila dalam satu rumah ada
penghuni yang menderita DBD maka penghuni lain mempunyai risiko
untuk tertular penyakit DBD.
● Pekerjaan
Seseorang yang bekerja cenderung melakukan PSN DBD
dengan baik, sebaliknya seseorang yang tidak bekerja, tidak
melakukan PSN DBD dengan baik, hal ini dikarenakan kurangnya
kesadaran akan pentingnya PSN dan bahaya DBD.
● Pendidikan
Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan formal yang
tinggi, memiliki tingkat pengetahuan dan wawasan yang lebih baik
dan luas, serta memiliki kepribadian sikap yang lebih dewasa.

40
Wawasan dan pemikiran yang lebih luas di bidang kesehatan akan
mempengaruhi perilaku individu dalam menyikapi suatu masalah.
Pendidikan yang baik dapat memotivasi, memberi contoh, dan
mendorong anggota keluarga untuk melakukan pemberantasan saarang
nyamuk DBD.
● Pengalaman Sakit Demam Berdarah Dengue
Pengalaman merupakan faktor yang sangat berperan dalam
menginterpretasikan stimulus yang diperoleh. Anggota keluarga yang
pernah mendapat pengalaman terserang penyakit DBDakan
menyebabkan terjadinya sikap antisipasi dan menjadi pelajaran.
Perubahan sikap yang lebih baik akan memberikan dampak yang lebih
baik dan pengalaman tersebut dijadikan bahan pembelajaran bagi
seseorang yang akhirnya dapat mengubah perilaku untuk mencegah
kembali anggota keluargaa dari serangan penyakit DBD.
● Kebiasaan menggantung pakaian
Kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah merupakan
indikasi menjadi kesenangan beristirahat nyamuk Aedes aegypti.
Sebaiknya pakaianpakaian yang tergantung di balik lemari atau di
balik pintu, dilipat dan disimpan dalam lemari, karena nyamuk Aedes
aegypti senang hinggap dan beristirahat di tempat-tempat gelap dan
kain yang tergantung.
c. Faktor Prilaku
Teori Bloom membagi perilaku manusia ke dalam tiga domain
dengan tujuan untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni
pengetahuan, sikap dan praktik atau tindakan (Notoatmodjo, 2012).
Adapun tiga domain tersebut sebagai berikut :
● Pengetahuan
Seseorang yang berpendidikan tinggi akan cenderung memiliki
wawasan yang luas serta mudah dalam menerima informasi dari luar,
seperti dari televisi, majalah dan koran. Pengetahuan baik dan kurang

41
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sumber informasi baik
dari keluarga, lingkungan tetangga, dari petugas kesehatan, maupun
media cetak dan elektronik. Pada umumnya responden yang memiliki
tingkat pengetahuan baik merasa takut akan penularan penyakit DBD,
sehingga responden yang mempunyai tingkat pengetahuan baik lebih
tanggap dan rajin dalam melaksanakan kegiatan PSN DBD (Ariani,
2016).
● Sikap
Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara
lain pengalaman pribadi, orang lain yang dianggap penting, dan
pengaruh kebudayaan. Bila individu benar-benar bebas dari segala
tekanan atau hambatan yang bisa mengganggu ekspresi sikapnya,
maka dapat diharapkan bentuk perilaku yang tampak sebagai bentuk
ekspresi yang sebenarnya. Timbulnya kemauan atau kehendak adalah
sebagai bentuk lanjutan dari kesadaran dan pemahaman terhadap objek
dalam hal ini adalah praktis PSN DBD. Kemauan atau kehendak
merupakan kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan (Ariani,
2016).
Pasien tidak memakai obat anti nyamuk/menggunakan kelambu
dan kebiasaan jarang memakai pakaian panjang. Pasien juga memiliki
kebiasaan sering mengantung pakaian di kamarnya
● Praktik atau Tindakan
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan,
kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang
diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau
mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik).
Inilah yang disebut praktik kesehatan, atau dapat juga dikatakan
perilaku kesehatan. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu
tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata
diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,

42
antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan
faktor dukungan dari pihak lain (Notoatmodjo, 2012).

d. Faktor Pelayanan Kesehatan


● Keanggotaan JKN
Berdasarkan hasil wawancara, Pasien dan keluarga telah
terdaftar dalam JKN, yang mana memungkinkan pasien mendapatkan
pelayanan kesehatan yang berkesinambungan. Status JKN yang
dimiliki pasien dan keluarga adalah Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Dari segi tindak lanjut Puskesmas terkait kasus, penyelidikan
epidemiologi belum dilakukan di lingkungan tempat tinggal pasien.
● Dukungan Petugas Kesehatan
Adanya rangsangan dari luar (dukungan petugas kesehatan)
mempengaruhi perubahan perilaku seseorang. Kegiatan ataupun
program yang rutin seperti fogging, pemeriksaan jentik secara berkala
maupun pemberian abate yang diberikan oleh petugas kesehatan dalam
pemberantasan sarang nyamuk DBD dibantu oleh kader kesehatan dan
tokoh masyarakat yang akan mempengaruhi terjadinya perubahan
perilaku masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD. Penyuluhan
kesehatan merupakan kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara
memberikan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat
tidak hanya sadar, tahu dan mengerti tapi juga mau dan bisa
melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan
yang dalam hal ini berkaitan dengan praktik PSN DBD.
● Pengalaman Mendapat Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan merupakan kegiatan pendidikan yang
dilakukan dengan cara memberikan pesan, menanamkan keyakinan,
sehingga masyarakat tidak hanya sadar, tahu dan mengerti tapi juga
mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan
kesehatan yang dalam hal ini berkaitan dengan praktik PSN DBD.

43
4.4 Program – Program upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya
kesehatan masyarakat (UKM) yang ada di puskesmas terkait masalah
kesehatan pasien

1) Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)


Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) merupakan suatu kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk
peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan.
Pasien masuk dalam UKP pelayanan rawat jalan dan rawat inap, yang
mana pasien pertama kali datang di Poli Remaja, dilakukan pemeriksaan
darah lengkap, dan kemudian diarahkan untuk rawat inap. Upaya
pelayanan kesehatan yang telah dilakukan antara lain:
1) Anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mencari penyebab
termungkin dari kasus pasien untuk selanjutnya ditegakkan
diagnosis dan diberikan penatalaksanaan.
2) Pemeriksaan penunjang di laboratorium yang terdiri dari
pemeriksaan darah lengkap dan widal untuk menyingkirkan
kemungkinan diagnosis banding lain.
3) Tatalaksana pada pasien berupa rehidrasi cairan dengan Ringer
Lactate dan medikamentosa suportif berupa antipiretik selama
rawat inap.

2) Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)


1) Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
(P2PM)
Pencegahan DBD yang paling efisien saat ini adalah 3M Plus,
berupa Menguras (membersihkan tempat yang sering dijadikan
tempat penampungan air seperti bak mandi, tempat penampungan

44
air minum, penampungan air lemari es, dsb), Menutup (menutup
rapat tempat penampungan air), dan Memanfaatkan kembali atau
mendaur ulang barang bekas yang menjadi tempat
pengembangbiakan vektor nayamuk. Plus diantaranya mencegah
gigitan dan perkembangbiakan nyamuk. Pemberantasan sarang
nyamuk tersebut perlu ditingkatkan terutama pada musim
pancaroba dan penghujan karena dapat meningkatkan tempat-
tempat perkembangbiakan vektor nyamuk. Program yang dimiliki
puskesmas terkait P2PM telah dilaksanakan karena menurut hasil
wawancara dengan pemegang program DBD, walaupun
peningkatan tren kasus DBD biasanya terjadi pada akhir tahun
(musim penghujan), pemberian edukasi atau kampanye 3M dan
3M plus tetap dilaksanakan pada awal dan terutama pertengahan
tahun.
2) Promosi kesehatan (Promkes)
Dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran,
kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup bersih dan
sehat dan mewujudkan kesehatan optimal. Promkes yang
dilakukan saat ini berupa Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS). Promosi kesehatan biasanya diselipkan pada saat kegiatan
program puskesmas lainnya seperti Posyandu dan sebagainya.
3) Juru Pemantau Jentik (Jumantik)
Pada tahun 2022, Puskesmas Gunungsari mencanangkan
kegiatan pemantauan jentik berkala sebanyak 2x. Sampai saat ini,
kader Posyandu yang bertugas sebagai Jumantik di setiap wilayah
kerja mereka. Angka Bebas Jentik (ABJ) terakhir pada bulan Juni
2022 masih berada dalam nilai normal (>95%). Program yang
akan dilakukan bila ABJ berada dibawah 95% adalah pemberian
bubuk Abate, fogging, dan edukasi masyarakat. Hal tersebut

45
terlaksana setelah koordinasi lintas sektor dengan pihak Desa, RT,
atau RW setempat.
4) Penyelidikan Epidemiologi
Setelah kasus ditemukan di Puskesmas, kemudian akan
dilaporkan ke programmer Pemberantasan DBD. Programmer dan
petugas Puskesmas akan turun ke lapangan untuk memeriksa ABJ
dan pencatatan serta pelaporan kasus serupa di sekitar lingkungan
pasien. Hal tersebut juga memerlukan Kerjasama lintas program
seperti Promkes dan P2PM. Penyelidikan epidemiologi terkait
pada kasus ini belum dilaksanakan.

46
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan

1.2 Saran
1) Saran untuk pasien

2) Saran untuk keluarga pasien

3) Saran untuk puskesmas (pemegang program)

Lampiran

47
48

Anda mungkin juga menyukai