Anda di halaman 1dari 52

STUDI KASUS KELOMPOK

CAMPAK (MORBILI)

NAMA MAHASISWA :

1. ILHAM ( 3720230028 )
2. MUHLISIN ( 3720230045 )
3. ACHMAD SYAHPUTRA ( 3720230003 )
4. VITA SITIYANTI ( 3720230005 )
5. FIRDA RAHMADANI ( 3720230008 )
6. EUIS ADE ARYANTI ( 3720230022 )

KEPERAWATAN ANAK

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan pada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-nya, serta tak lupa sholawat dan salam pada nabi besar
Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan studi kasus
dengan judul “Campak (Morbili)”.

Dalam menyusun studi pendahuluan ini penulis menyadari banyak


kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Kami sangat berharap makalah ini
dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun sangat
penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah ini sehingga dapat bermanfaat
secara maksimal untuk semua pihak dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Atas perhatian dari semua pihak, penulis mengucapkan terimakasih.

Jakarta, Januari 2024

Kelompok
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI

ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 RUMUSAN MASALAH 3

1.3 TUJUAN PENELITIAN 3

1.4 MANFAAT PENELITIAN3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN CAMPAK 5

2.2 PENYEBAB PENYAKIT CAMPAK 5

2.2.1 SIFAT VIRUS 6

2.3 CARA PENULARAN PENYAKIT CAMPAK 6

2.4 GEJALA PENYAKIT CAMPAK 7

2.5 MASA INKUBASI PENYAKIT CAMPAK 8

2.6 EPIDEMIOLOGI PENYAKIT CAMPAK 8

2.6.1 DISTRIBUSI FREKUENSI PENYAKIT CAMPAK


8

2.6.2 DETERMINAN PENYAKIT CAMPAK 9

2.7 GEJALA KLINIS PENYAKIT CAMPAK 13

2.7.1 STADIUM KATARAL ATAU PRODROMAL 13

2.7.2 STADIUM ERUPSI 13

2.7.3 STADIUM KONVALENSI ATAU PENYEMBUHAN 13

2.8 KOMPLIKASI PENYAKIT CAMPAK 14

2.8.1 BRONCHOPNEUMONIA 14

2.8.2 OTITIS MEDIA AKUT 14


2.8.3 ENSAFALITIS 14

2.8.4 ENTERITIS 15

2.8.5 KEBUTAAN 15

2.9 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN CAMPAK 15

2.9.1 PENCEGAHAN CAMPAK 15

2.10 DIAGNOSA PENYAKIT CAMPAK 17

2.10.1 KASUS CAMPAK KLINIS 17

2.10.2 KASUS CAMPAK KONFIRMASI 17

2.11 PENGOBATAN PENYAKIT CAMPAK17

2.12 PENANGGULANGAN CAMPAK 18

2.13 PENGOBATAN PENYAKIT CAMPAK20

BAB III TINJAUAN KASUS ...............................................................................21

BAB IV PENUTUP

5.1 KESIMPULAN 29

5.2 SARAN 29

DAFTAR PUSTAKA 31
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Campak adalah suatu penyakit akut yang sangat menular yang
disebabkan oleh virus. Campak disebut juga rubeola, morbili, atau
measles. Penyakit ini ditandai dengan gejala awal demam, batuk, pilek,
dan konjungtivitis yang kemudian diikuti dengan bercak kemerahan pada
kulit (rash). Campak biasanya menyerang anak-anak dengan derajat
ringan sampai sedang. Penyakit ini dapat meninggalkan gejala sisa
kerusakan neurologis akibat peradangan otak (enselafitis).
Penyakit campak ada diseluruh dunia, biasanya terjadi pada awal
musim hujan. Pada awal 1980, cakupan imunisasi campak global hanya
20% sehingga didapat lebih dari 90 juta kasus. Pada tahun 1990 dengan
cakupan imunisasi global sekitar 80%, kasus campak yang terjadi turun
hingga 20 juta kasus. Karena itu World Health Organization (WHO)
dengan MDG’s programnya The Expanded Programme on Immunization
(EPI) telah mencanangkan target global untuk mereduksi program
campak sampai 90,5% dan mortalitas hingga 95,5% dari tingkat sebelum
EPI pada 1995.
Campak dalam sejarah anak telah dikenal sebagai pembunuh
terbesar, meskipun adanya vaksin telah dikembangkan lebih dari 30 tahun
yang lalu, virus campak ini menyerang 50 juta orang setiap tahun dan
menyebabkan lebih dari 1 juta kematian. Insiden terbanyak berhubungan
dengan morbiditas dan mortalitas penyakit campak yaitu pada negara
berkembang.
Virus campak berasal dari genus Marbilivirus dan famly
paramyxoviridae. Virus campak liar hanya patogen untuk primata. Kere
dapat pula terinfeksi campak lewat darah atau sekret nasofaring dari
manusia. Hopkins, koplan dan hanman menyatakan bahwa campak tidak
mempunyai reservoir pada hewan dan tidak menyebabkan karier pada
manusia.
Virion campak berbentuk spheris dan pleomorphic, virion terdiri dari
nukleocapsid yaitu helix dari protein RNA dan sampul yang mempunyai
tonjolan pendek pada permukaannya. Tonjolan pendek ini disebut
pepfomer, dan terdiri dari hemaglutinin (H) pepiomer yang berbentuk
bulat dan fusion (F) peplomer yang berbentuk seperti bel (dumbbell-
shape). Berat molekuldari single stranded RNA adalah 4,5 x 106 (3,12).
Berdasarkan data di puskesmas pesayangan didapatkan adanya
akumulasi anak balita yang tidak mendapatkan imunisasi dan anak-anak
yang tidak mendapatkan imunisasi dan anak-anak yang tidak
mendapatkan kekebalan setelah pemberian satu dosis vaksin campak.
Hal ini antara lain disebabkan faktor efikasi vaksin rendah sehingga
populasai kelompok ini rentan untuk terserang capak. Campak merupakan
salah satu penyakit PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisai)
dengan status imunisasi campak yang mencapai lebih dari 80%, khasus
campak diharapkan dapat menurun oleh karena terjadi kekebalan pada
kelompok masyarakat, yang meningkatkandaya tahan tubuh. Dalam
rangka mecapai target global imunisasi salah satunya adalah reduksi
campak, oleh sebab itu dihrapkan statusnya tetap tinggi baik secara
kuantitas maupun kualitas, sehingga dapat menekan terjadinya campak
merupakan indikator penilaian pelaksana imunisasi dan surveilans di
puskesmas pesayangan.
Di indonesia sendiri program eliminasi campak hingga saat ini terus
dilakukan. Strategi utama untuk eliminasi campak adalah melakukan
imunisasi campak massal pada anak umur 9 bulan hingga 12 tahun,
meningkatkan cakupan imunisasi rutin pada bayi berumur 9 bulan, serta
melakukan pemantauan intensif dan pemberian imunisasi campak di
sekolah dasar.
Menurut Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2011,cakupan
imunisasi campak di Indonesia sangat bervariasi di tiap-tiap provinsi.
Cakupan imunisasi Campak pada tahun 2011 mencapai 96,7 %,
sedangkan cakupan imunisasi campak mencapai 97,9 %. Berdasarkan
Profil Kesehatan Indonesia 2011, target imunisasi campak di Indonesia
telah tercapai secara keseluruhan. Namun,jika ditinjau dari pelaksanaan
imunisasi campak di tiap-tiap provinsi, program imunisasi ini belum
terlaksana secara maksimal. Hal ini disebabkan banyak fakor, salah
satunya karena ketakutan terhadap reaksi imunisasi campak dan factor-
faktor lain yang menyebabkan tidak berjalannya pelaksanaan imunisasi
campak secara maksimal.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Apakah yang dimaksud dengan campak?
2. Bagaimana penyebab penyakit campak?
3. Bagaimana cara penularan penyakit campak?
4. Bagaimana penanggulangan serta pengobatan penyakit campak?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian campak
2. Untuk mengetahui penyebab penyakit campak
3. Agar kita mengetahui cara penularan penyakit campak
4. Agar kita mengetahui penanggulangan serta pengobatan penyakit
campak

1.4 Manfaat Penelitian


1. Menambah pengetahuan dan meningkatkan kemampuan meneliti
penulis dalam matakuliah Epidemiologi khususnya yang
berhubungan dengan penyakit campak.
2. Menambah informasi bagi mahasiswa mengenai kondisi kesehatan
dimasyarakat yang berhubungan dengan penyakit campak di
Indonesia khususnya daerah Kalimantan selatan.
3. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam
mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, serta
menginformasikan data yang telah ditemukan.
4. Sebagai bacaan ilmiah dan tambahan informasi bagi peneliti lain
untuk mengembangkan serta melakukan penelitian lebih lanjut.
5. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang
faktor risiko yang berhubungan degan kejadian penyakit Campak
sehingga masyarakat menjadi waspada akan bahaya dari penyakit
Campak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Campak


Penyakit Campak dikenal juga dengan istilah morbili dalam bahasa
latin dan measles Dalam bahasa Inggris. Campak, pada masa lalu
dianggap sebagai suatu hal yang harus dialami oleh setiap anak, mereka
beranggapan, bahwa penyakit Campak dapat sembuh sendiri bila ruam
sudah keluar, sehingga anak yang sakit Campak tidak perlu diobati. Ada
anggapan bahwa semakin banyak ruam keluar semakin baik. Bahkan ada
upaya dari masyarakat untuk mempercepat keluarnya ruam, dan ada pula
kepercayaan bahwa penyakit Campak akan berbahaya bila ruam tidak
keluar pada kulit sebab ruam akan muncul dirongga tubuh lain seperti
dalam tenggorokan, paru-paru, perut atau usus. Hal ini diyakini akan
menyebabkan sesak napas atau diare yang dapat menyebabkan
kematian.Penyakit Campak adalah yang sangat potensial untuk
menimbulkan wabah, penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi Campak. Tanpa imunisasi, 90% dari mereka yang mencapai
usia 20 tahun pernah menderita Campak. Dengan cakupan Campak yang
mencapai lebih dari 90% dan merata sampai ke tingkat desa diharapkan
jumlah kasus Campak akan menurun oleh karena terbentuknya kekebalan
kelompok (herd immunity) (Adhien, 2012).

2.2. Penyebab Penyakit Campak


Penyakit Campak disebabkan oleh virus Campak yang termasuk
golongan paramyxovirus. Virus ini berbentuk bulat dengan tepi yang kasar
dan begaris tengah 140 mm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri
dari lemak dan protein, didalamnya terdapat nukleokapsid yang bulat
lonjong terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA),
merupakan sruktur heliks nukleoprotein yang berada dari myxovirus.
Selubung luar sering menunjukkan tonjolan pendek, sa tu protein yang
berada di selubung luar muncul sebagai hemaglutinin (Adhien, 2012).

2.2.1. Sifat Virus


Virus Campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan
yang kuat, apabila berada diluar tubuh manusia virus Campak akan mati.
Pada temperatur kamar virus Campak kehilangan 60% sifat infektisitasnya
selama 3 – 5 hari. Tanpa media protein virus Campak hanya dapat
hidup selama 2 minggu dan hancur oleh sinar ultraviolet. Virus Campak
termasuk mikroorganisme yang bersifat ether labile karena selubungnya
terdiri dari lemak, pada suhu kamar dapat mati dalam 20% ether selama
10 menit, dan 50% aseton dalam 30 menit.Sebelum dilarutkan, vaksin
Campak disimpan dalam keadaan kering dan beku, relatif stabil dan dapat
disimpan di freezer atau pada suhu lemari es (2-8°C; 35,6-46,4°F) secara
aman selama setahun atau lebih. Vaksin yang telah dipakai harus dibuang
dan jangan dipakai ulang. (Kemenkes. 2012)

Gambar 1. Virus penyakit Campak

2.3. Cara Penularan Penyakit Campak


Virus Campak ditularkan dari orang ke orang, manusia merupakan
satu-satunya reservoir penyakit Campak . Virus Campak berada disekret
nasoparing dan di dalam darah minimal selama masa tunas dan dalam
waktu yang singkat setelah timbulnya ruam. Penularan terjadi melalui
udara, kontak langsung dengan sekresi hidung atau tenggorokan dan
jarang terjadi oleh kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi
dengan sekresi hidung dan tenggorokan. Penularan dapat terjadi antara 1
– 2 hari sebelumnya timbulnya gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul
ruam. Penularan virus Campak sangat efektif sehingga dengan virus yang
sedikit sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. (Delan,2011).

2.4 Gejala Penyakit Campak


Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu
berupa :
1. Panas Badan
2. Nyeri Tenggorokan
3. Hidung Meler (Coryza)
4. Batuk (Cough)
5. Bercak Koplik
6. Nyeri Otot
7. Mata Merah (Conjuctivitis)
2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil dimulut bagian dalam
(bintik koplik). Ruam (kemerahan dikulit) yang terasa agak gatal diatas .
ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang mendatar)
maupun papula (ruam kemerahan yang menojol). Pada awalnya ruam
tampak diwajah, yaitu didepan dan dibawah telinga serta dileher sebelah
samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar kebatang tubuh, lengan
dan kaki, sedangkan ruam diwajah mulai memudar.
Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya
meluas serta suhu tubuhnya mencapai 400 celsius. 3-5 hari kemudian
suhu tubuhnya turun, penderita mulai merasa baik dan ruam yang tersisa
segera menghilang. Demam , kecapaian, pilek, batuk dan mata yang
radang memerah selama beberapa hari diikuti dengan ruam dan merebak
ke tubuh dan ada selama 4 hari hingga 7 hari.
Meski campak biasa berpotensi menjadi penyakit virus yang serius,
tapi biasanya jarang terjadi karena umumnya anak pada masa sekarang
ini sudah mendapatkan suntikan dan vaksin imunitas MMR pada umur
berkisar 12-15 bulan. Masa kritis penularan adalah sejak beberapa hari
sebelum muncul ruam sampai lima hari setelah ruam lenyap. Keluhan
yang umum penderita campak akan muncul adalah kemerahan yang
timbul pada bagian belakang telinga, dahi dan menjalar keseluruh tubuh.
Selain itu, timbul gejala seperti flu disertai mata berair dan kemerahan
(konjungsivitis). Setelah 3-4 hari kemerahan mulai menghilang dan
berubah menjadi kehitaman yang akan tampak bertambah dalam 1-2
minggu dan apabila sembuh kulit akan tampak seperti bersisik.
(Ade,2010)

Gambar 2. Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit


campak

2.5. Masa Inkubasi Penyakit Campak


Masa inkubasi berlangsung sekitar 10 hari, tapi bisa berkisar antara
7-18 hari dari saat terkena sampai timbul gejala demam, biasanya 14 hari
sampai timbul ruam. Jarang sekali lebih lama dari 19-21 hari..

2.6. Epidemiologi Penyakit Campak


Epidemiologi penyakit Campak mempelajari determinan penyakit
pada populasi tertentu. Pendekatan ini sering disebut dengan
epidemiologi analitik.Pada epidemiologi analitik, dipelajari hubungan
sebab akibat antara paparan dengan terjadinya penyakit.
2.6.1. Distribusi Frekuensi Penyakit Campak
a. Menurut Orang
Campak adalah penyakit menular yang dapat menginfeksi anak-
anak pada usia dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja.
Penyebaran penyakit Campak berdasarkan umur berbeda dari satu
daerah dengan daerah lain, tergantung dari kepadatan penduduknya,
terisolasi atau tidaknya daerah tersebut. Pada daerah urban yang
berpenduduk padat transmisi virus Campak sangat tinggi. Campak
endemis di masyarakat metropolitan dan mencapai proporsi untuk menjadi
epidemi setiap 2-4 tahun ketika terdapat 30-40% anak yang rentan atau
belum mendapat vaksinasi. Pada kelompok dan masyarakat yang lebih
kecil, epidemi cenderung terjadi lebih luas dan lebih berat. Setiap orang
yang telah terkena campak akan memiliki imunitas seumur hidup
(Adhien,2012).
b. Menurut Tempat
Berdasarkan tempat penyebaran penyakit Campak berbeda,
dimana daerah perkotaan siklus epidemi Campak terjadi setiap 2-4 tahun
sekali, sedangkan di daerah pedesaan penyakit Campak jarang terjadi,
tetapi bila sewaktu-waktu terdapat penyakit Campak maka serangan
dapat bersifat wabah dan menyerang kelompok umur yang rentan.
Vaksinasi telah menurunkan insiden morbili tetapi upaya eradikasi belum
dapat direalisasikan.
Berdasarkan profil kesehatan tahun 2008 terdapat jumlah kasus
Campak yaitu 3424 kasus di Jawa barat, di Banten 1552 kasus, di Jawa
tengah 1001 kasus.
c. Menurut Waktu
Virus penyebab campak mengalami keadaan yang paling stabil
pada kelembaban dibawah 40%. Udara yang kering menimbulkan efek
yang positif pada virus dan meningkatkan penyebaran di rumah yang
memiliki alat penghangat ruangan seperti pada musim dingin di daerah
utara. Sama halnya dengan udara pada musim kemarau yang memiliki
insiden kejadian campak yang relatif tinggi pada musim-musim tersebut.
Kebanyakan kasus campak terjadi pada akhir musim dingin dan awal
musim semi di negara dengan empat musim dengan puncak kasus terjadi
pada bulan Maret dan April. Lain halnya dengan di negara tropis dimana
kebanyakan kasus terjadi pada musim panas. Ketika virus menginfeksi
populasi yang belum mendapatkan kekebalan atau vaksinasi maka 90-
100% akan menjadi sakit dan menunjukkan gejala klinis.
Dari hasil penelitian retrospektif oleh Jusak di rumah sakit umum
daerah Dr. Sutomo Surabaya pada tahun 1989, ditemukan Campak di
Indonesia sepanjang tahun, dimana peningkatan kasus terjadi pada bulan
Maret dan mencapai puncak pada bulan Mei, Agustus, September dan
oktober (Adhien,2012).

2.6.2. Determinan Penyakit Campak


Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya kasus Campak pada balita di
suatu daerah adalah : Faktor Host (penjamu)
1. Status Imunisasi
Balita yang tidak mendapat imunisasi Campak kemungkinan kena
penyakit Campak sangat besar. Dari hasil penyelikan tim Ditjen PPM &
PLP dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tentang KLB penyakit
Campak di Desa Cinta Manis Kecamatan Banyuasin Sumatera Selatan
(1996) dengan desain cross sectional, ditemukan balita yang tidak
mendapat imunisasi Campak mempunyai risiko 5 kali lebih besar untuk
terkena campak di banding balita yang mendapat Imunisasi. Pemberian
imunisasi pada umur 8-9 bulan diprediksi dapat menimbulkan
serokonversi pada sekurang-kurangnya 85% bayi dan dapat mencegah
sebagian besar kasus dan kematian. Vaksin dapat melindungi tubuh dari
infeksi dan memiliki efek penting dalam epidemiologis penyakit yaitu
mengubah distribusi relatif umur kasus dan terjadi pergeseran ke umur
yang lebih tua. Pemberian imunisasi pada masa bayi akan menurunkan
penularan agen infeksi dan mengurangi peluang seseorang yang rentan
untuk terpajan pada agen tersebut (Proverawati Atikah,2010).

2. Umur Pemberian Imunitas

Sisa antibodi yang diterima dari ibu melalui plasenta merupakan


faktor yang penting untuk menentukan umur imunisasi campak dapat
diberikan pada balita. Maternal antibodi tersebut dapat mempengaruhi
respon imun terhadap vaksin campak hidup dan pemberian imunisasi
yang terlalu awal tidak selalu menghasilkan imunitas atau kekebalan yang
adekuat.

Pada umur 9 bulan, sekitar 10% bayi di beberapa negara masih


mempunyai antibodi dari ibu yang dapat mengganggu respons terhadap
imunisasi. Menunda imunisasi dapat meningkatkan angka serokonversi.
Secara umum di negara berkembang akan didapatkan angka
serokenversi lebih dari 85% bila vaksin diberikan pada umur 9 bulan.
Sedangkan di negara maju, anak akan kehilangan antibodi maternal saat
berumur 12-15 bulan sehingga pada umur tersebut direkomendasikan
pemberian vaksin campak. Namun, penundaan imunisasi dapat
mengakibatkan. peningkatan morbiditas dan mortalitas akibat campak
yang cukup tinggi di kebanyakan negara berkembang.

Penelitian kohort di Arkansas menyebutkan bahwa jika


dibandingkan dengan anak yang mendapatkan vaksinasi pada usia >15
bulan, anak yang mendapatkan vaksinasi campak pada usia <12 bulan
memiliki risiko 6 kali untuk terkena campak. Sedangkan anak yang
mendapatkan vaksinasi campak pada usia 12-14 bulan memiliki risiko 3
kali untuk terkena campak dibanding dengan anak yang mendapat
vaksinasi pada usia 15 bulan.
Sedangkan sebuah studi kasus kontrol yang juga dilakukan di
Arkansas menyebutkan bahwa anak yang mendapatkan vaksinasi
campak pada usia 12-14 bulan memiliki kemungkinan risiko terkena
campak 5,6 kali lebih besar dibanding anak yang mendapatkan vaksin
pada usia 15 bulan atau lebih (Sri,2011).
3. Status Gizi
Balita dengan status gizi kurang mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terkena penyakit Campak dari pada balita dengan gizi baik.Menurut
penelitian Siregar (2003) di Bogor, anak berumur 9 bulan sampai dengan
6 tahun yang status gizinya kurang mempunyai risiko 4,6 kali untuk
terserang Campak disbanding dengan anak yang status gizinya baik.
Kejadian kematian karena campak lebih tinggi pada kondisi
malnutrisi, tetapi belum dapat dibedakan antara efek malnutrisi terhadap
kegawatan penyakit campak dan efek yang ditimbulkan penyakit campak
terhadap nutrisi yang dikarenakan penurunan selera makan dan
kemampuan untuk mencerna makanan. Scrimshaw mencatat bahwa
kematian karena campak pada anak-anak yang ada di desa Guatemala
menurun dari 1% menjadi 0,3% tiap tahunnya ketika anak-anak tersebut
diberikan suplemen makanan dengan kandungan protein tinggi.
Sedangkan pada desa yang menjadi kontrol dimana anak-anak tersebut
tidak diberikan suplemen protein, angka kematian menunjukkan angka
0,7%. Tetapi karena hanya 27% saja dari anak-anak tersebut yang secara
teratur mengkonsumsi protein ekstra, dapat disimpulkan bahwa
perubahan rate yang didapatkan pada kasus observasi tidak seluruhnya
disebabkan oleh suplemen makanan ( Marimbi,2010).

4. Umur
Pada sebagian besar masyarakat, maternal antibodi akan
melindungi bayi terhadap campak selama 6 bulan dan penyakit tersebut
akan dimodifikasi oleh tingkat maternal antibodi yang tersisa sampai
bagian pertama dari tahun kedua kehidupan. semua umur sepertinya
memiliki kerentanan yang sama terhadap infeksi. Umur terkena campak
lebih tergantung oleh kebiasaan individu daripada sifat alamiah virus.
Sebelum imunisasi disosialisasiksan secara luas, kebanyakan kasus
campak di negara industri terjadi pada anak usia 4-6 tahun ataupun usia
sekolah dasar dan pada anak dengan usia yang lebih muda di negara
berkembang. Cakupan imunisasi yang intensif menghasilkan perubahan
dalam distribusi umur dimana kasus lebih banyak pada anak dengan usia
yang lebih tua, remaja, dan dewasa muda (Arif 2010).

5. Jenis Kelamin
Tidak ada perbedaan insiden dan tingkat kefatalan penyakit
campak pada wanita ataupun pria. Bagaimanapun, titer antibodi wanita
secara garis besar lebih tinggi daripada pria. Kejadian campak pada masa
kehamilan berhubungan dengan tingginya angka aborsi spontan.
Berdasarkan penelitian Suwono di Kediri dengan desain penelitian kasus
kontrol mendapatkan hasil bahwa berdasarkan jenis kelamin, penderita
campak lebih banyak pada anak laki-laki yakni 62%. (Riskesdas 2010).
6. Pekerjaan
Dalam lingkungan sosioekonomis yang buruk, anak-anak lebih
mudah mengalami infeksi silang. Kemiskinan bertanggungjawab terhadap
penyakit yang ditemukan pada anak. Hal ini karena kemiskinan
mengurangi kapasitas orang tua untuk mendukung perawatan kesehatan
yang memadai pada anak, cenderung memiliki higiene yang kurang,
miskin diet, miskin pendidikan. Frekuensi relatif anak dari orang tua yang
berpenghasilan rendah 3 kali lebih besar memiliki risiko imunisasi
terlambat dan 4 kali lebih tinggi menyebabkan kematian anak dibanding
anak yang orang tuanya berpenghasilan cukup.
7.Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang
untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya.
Orang yang berpendidikan lebih tinggi biasanya akan bertindak lebih
rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan lebih mudah
menerima gagasan baru. Pendidikan juga mempengaruhi pola berpikir
pragmatis dan rasional terhadap adat kebiasaan, dengan pendidikan lebih
tinggi orang dapat lebih mudah untuk menerima ide atau masalah baru.
Penelitian Agunawan di desa Saung Naga Kecamatan Baturaja
Barat dengan desain cross sectional menyebutkan bahwa ada hubungan
antara pendidikan ibu dengan kejadian penyakit campak pada balita
(p=0,000) (Arif 2010).

8. Asi Ekskusif
Sebanyak lebih dari tiga puluh jenis imunoglobulin terdapat di
dalam ASI yang dapat diidentifikasi dengan teknik-teknik terbaru. Delapan
belas diantaranya berasal dari serum si ibu dan sisanya hanya ditemukan
di dalam ASI/kolostrum. Imunoglobulin yang terpenting yang dapat
ditemukan pada kolostrum adalah IgA, tidak saja karena konsentrasinya
yang tinggi tetapi juga karena aktivitas biologiknya. IgA dalam kolostrum
dan ASI sangat berkhasiat melindungi tubuh bayi terhadap penyakit
infeksi. Selain daripada itu imunoglobulin G dapat menembus plasenta
dan berada dalam konsentrasi yang cukup tinggi di dalam darah janin/bayi
sampai umur beberapa bulan, sehingga dapat memberikan perlindungan
terhadap beberapa jenis penyakit. Adapun jenis antibodi yang dapat
ditransfer dengan baik melalui plasenta adalah difteri, tetanus, campak,
rubela, parotitis, polio, dan stafilokokus.
Suatu penelitian dengan desain kohort yang dilakukan di Swedia
mendapatkan hasil bahwa pemberian ASI selama >3 bulan dapat
memberi perlindungan terhadap infeksi penyakit campak dengan kata lain
pemberian ASI merupakan faktor protektif terhadap kejadian campak (OR
= 0,69) (Riksani,2012)

Faktor Environment

Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan Desa terpencil, pedalaman,


daerah sulit, daerah yang tidak terjangkau pelayanan kesehatan
khususnya imunisasi, daerah ini merupakan daerah rawan terhadap
penularan penyakit Campak. (Adhien,2012)
2.7. Gejala Klinis Penyakit Campak
Penyakit campak dibagi dalam tiga stadium yaitu sebagai berikut :
2.7.1. Stadium Kataral atau Prodromal
Biasanya berlangsung 4-5 hari, ditandai dengan panas, lesu, batuk-
batuk dan mata merah. Pada akhir stadium, kadang-kadang timbul bercak
Koplik`s (Koplik spot) pada mukosa pipi/daerah mulut, tetapi gejala khas
ini tidak selalu dijumpai. Bercak Koplik ini berupa bercak putih kelabu,
besarnya seujung jarum pentul yang dikelilingi daerah kemerahan. Koplik
spot ini menentukan suatu diagnose pasti terhadap penyakit campak.
2.7.2. Stadium Erupsi
Batuk pilek bertambah, suhu badan meningkat oleh karena panas
tinggi, kadan-kadang anak kejang-kejang, disusul timbulnya rash (bercak
merah yang spesifik), timbul setelah 3 – 7 hari demam. Rash timbul
secara khusus yaitu mulai timbul di daerah belakang telinga, tengkuk,
kemudian pipi, menjalar keseluruh muka, dan akhirnya ke badan. Timbul
rasa gatal dan muka bengkak.
2.7.3. Stadium Konvalensi atau penyembuhan
Erupsi (bercak-bercak) berkurang, meninggalkan bekas kecoklatan
yang disebut hiperpigmentation, tetapi lama-lama akan hilang sendiri.
panas badan menurun sampai normal bila tidak terjadi komplikasi.

2.8. Komplikasi Penyakit Campak


Adapun komplikasi yang terjadi disebabkan oleh adanya penurunan
daya tahan tubuh secara umum sehingga mudah terjadi infeksi
tumpangan. Hal yang tidak diinginkanadalah terjadinya komplikasi karena
dapat mengakibatkan kematian pada balita, keadaan inilah yang
menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti : Otitis media
akut, Ensefalitis, Bronchopneumonia, dan Enteritis (Ade,2010).
2.8.1. Bronchopneumonia
Bronchopneumonia dapat terjadi apabila virus Campak menyerang
epitel saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan disebut radang
paru-paru atau Pneumonia. Bronchopneumonia dapat disebabkan virus
Campak sendiri atau oleh Pneumococcus, Streptococcus, dan
Staphylococcus yang menyerang epitel pada saluran pernafasan maka
Bronchopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih
muda, anak dengan kurang kalori protein, penderita penyakit menahun
misalnya tuberkulosis, leukemia dan lain-lain.

2.8.2. Otitis Media Akut

Otitis media akut dapat disebabkan invasi virus Campak ke dalam


telinga tengah. Gendang telinga biasanya hyperemia pada fase prodormal
dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa
yang rusak karena invasi virus terjadi otitis media purulenta.

2.8.3. Ensefalitis

Ensefalitis adalah komplikasi neurologic yang paling jarang terjadi,


biasanya terjadi pada hari ke 4 – 7 setelah terjadinya ruam. Kejadian
ensefalitis sekitar 1 dalam 1.000 kasus Campak, dengan CFR berkisar
antara 30 – 40%. Terjadinya Ensefalitis dapat melalui mekanisme
imunologik maupun melalui invasi langsung virus Campak ke dalam otak.

Dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang


menderita campak atau dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi
dengan vaksin virus campak hidup, pada penderita yang sedang
mendapat pengobatan imunosupresif dan sebagai Subacute sclerosing
panencephalitis (SSPE). Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi
campak adalah 1 : 1.000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi
dengan virus campak hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis.
SSPE jarang terjadi hanya sekitar 1 per 100.000 dan terjadi
beberapa tahun setelah infeksi dimana lebih dari 50% kasus-kasus SSPE
pernah menderita campak pada 2 tahun pertama umur kehidupan.
Penyebabnya tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus campak
memegang peranan dalam patogenesisnya. SSPE yang terjadi setelah
vaksinasi campak didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian (Ade,2010
2.8.4. Enteritis
Enteritis terdapat pada beberapa anak yang menderita Campak,
penderita mengalami muntah mencret pada fase prodormal. Keadaan ini
akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus.

2.8.5. Kebutaan
Terjadi karena virus campak mempercepat episode defisiensi
vitamin A yang akhirnya dapat menyebabkan xeropthalmia atau kebutaan.

2.9. Pencegahan dan Penanggulangan Campak


2.9.1. Pencegahan Campak
a. Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya


faktor predisposisi/resiko terhadap penyakit Campak. Sasaran dari
pencegahan primordial adalah anak-anak yang masih sehat dan belum
memiliki resiko yang tinggi agar tidak memiliki faktor resiko yang tinggi
untuk penyakit Campak. Edukasi kepada orang tua anak sangat penting
peranannya dalam upaya pencegahan primordial. Tindakan yang perlu
dilakukan seperti penyuluhan mengenai pendidikan kesehatan, konselling
nutrisi dan penataan rumah yang baik.
b. Pencegahan Primer
Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang
termasuk kelompok beresiko, yakni anak yang belum terkena Campak,
tetapi berpotensi untuk terkena penyakit Campak. Pada pencegahan
primer ini harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
terjadinya Campak dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor tersebut.
c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau
menghambat timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes
penyaringan yang ditujukan untuk pendeteksian dini Campak serta
penanganan segera dan efektif. Tujuan utama kegiatan-kegiatan
pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang-orang tanpa
gejala yang telah sakit atau penderita yang beresiko tinggi untuk
mengembangkan atau memperparah penyakit. Memberikan pengobatan
penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan untuk mencegah
kemungkinan terjadinya komplikasi. Edukasi dan pengelolaan Campak
memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat.
d. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah
kecacatan akibat komplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain
mencegah perubahan dari komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan
melakukan rehabilitasi sedini mungkin bagi penderita yang mengalami
kecacatan. Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara
pasien pasien dengan dokter maupun antara dokter-dokter yang terkait
dengan komplikasinya. Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan penyakit Campak.
Dalam penyuluhan ini yang perlu disuluhkan mengenai :

1. Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik


2. Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan
memanfaatkan keadaan hidup dengan komplikasi kronik. Pelayanan
kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait juga sangat
diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli
sesama disiplin ilmu. (Hardjito, 2010).

2.10 Diagnosa Penyakit Campak


Diagnosa dapat ditegakkan dengan anamnese, gejala klinis dan
pemeriksaan laboratorium.
2.10.1. Kasus Campak Klinis
Kasus Campak klinis adalah kasus dengan gejala bercak
kemerahan di tubuh berbentuk macula popular selama tiga hari atau lebih
disertai panas badan 38ºC atau lebih (terasa panas) dan disertai salah
satu gejala bentuk pilek atau mata merah (WHO).
2.10.2. Kasus Campak Konfirmasi
Kasus Campak konfirmasi adalah kasus Campak klinis disertai salah satu
kriteria yaitu

a. Pemeriksaaan laboratorium serologis (IgM positif atau kenaikan titer


antiantibodi 4 kali) dan atau isolasi virus Campak positif.

b. Kasus Campak yg mempunyai kontak langsung dengan kasus


konfirmasi, dalam periode waktu 1 – 2 minggu.

2.11. Pengobatan penyakit campak


Penderita Campak tanpa komplikasi dapat berobat jalan. Tidak
ada obat yang secara langsung dapat bekerja pada virus Campak. Anak
memerlukan istirahat di tempat tidur, kompres dengan air hangat bila
demam tinggi. Anak harus diberi cukup cairan dan kalori, sedangkan
pasien perlu diperhatikan dengan memperbaiki kebutuhan cairan, diet
disesuaikan dengan kebutuhan penderita dan berikan vitamin A 100.000
IU per oral satu kali. Apabila terdapat malnutrisi pemberian vitamin A
ditambah dengan 1500 IU tiap hari. Dan bila terdapat komplikasi, maka
dilakukan pengobatan untuk mengatasi komplikasi yang timbul seperti :
1. Otitis media akut, sering kali disebabkan oleh karena infeksi
sekunder, maka perlu mendapat antibiotik kotrimoksazol-
sulfametokzasol.
2. Ensefalitis, perlu direduksi jumlah pemberian cairan ¾ kebutuhan
untuk mengurangi oedema otak, di samping peomberian
kortikosteroid, perlu dilakukan koreksi elektrolit dan ganguan gas
darah.
3. Bronchopneumonia, diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari
dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat
minum obat per oral. Antibiotik diberikan sampai tiga hari demam
reda.
4. Enteritis, pada keadaan berat anak mudah dehidrasi. Pemberian
cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis
dengan dehidrasi.

2.12. Penanggulangan Campak

Pada sidang CDC/PAHO/WHO, tahun 1996 menyimpulkan bahwa


penyakit Campak dapat dieradikasi, karena satu-satunya pejamu/reservoir
Campak hanya pada manusia serta tersedia vaksin dengan potensi yang
cukup tinggi yaitu effikasi vaksin 85% dan dirperkirakan eradikasi dapat
dicapai 10 – 15 tahun setelah eliminasi.Word Health Organisation (WHO)
mencanangkan beberapa tahapan dalam upaya eradikasi
(pemberantasan) penyakit Campak dengan tekanan strategi yang
berbeda- beda pada setiap tahap yaitu :

a. Tahap Reduksi
Tahap ini dibagi dalam 2 tahap :
1. Tahap Pengendalian Campak
Pada tahap ini ditandai dengan upaya peningkatan cakupan
imunisasi Campak rutin dan upaya imunisasi tambahan di daerah dengan
morbitas Campak yang tinggi. Daerah ini masih merupakan daerah
endemis Campak, tetapi telah terjadi penurunan insiden dan kematian,
dengan pola epidemiologi kasus Campak menunjukkan 2 puncak setiap
tahun (Ade,2010).
2. Tahap Pencegahan KLB
Cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi ≥ 80% dan merata,
terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, insidens Campak telah
bergeser kepada umur yang lebih tua, dengan interval KLB antara 4-8
tahun.
b. Tahap Eliminasi
Cakupan imunisasi sangat tinggi ≥ 95% dan daerah-daerah dengan
cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya, kasus Campak
sudah sangat jarang dan KLB hampir tidak pernah terjadi. Anak-anak
yang dicurigai rentan (tidak terlindung) harus diselidiki dan diberikan
imunisasi Campak.
c. Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata, serta kasus Campak
sudah tidak ditemukan Pada sidang The World Health Assambley (WHA)
tahun 1998, menetapkankesepakatan Eradikasi Polio (ERAPO), Eliminasi
Tetanus Noenatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM). Kemudian
pada Technical Consultative Groups (TGC) Meeting di Dakka Bangladesh
tahun 1999, menetapkan bahwa reduksi campak di Indonesia berada
pada tahap reduksi dengan pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Strategi operasional yang dilakukan ditingkat Puskesmas untuk mencapai
reduksi Campak tersebut adalah :

a. Imunisasi rutin pada bayi 9 – 11 bulan (UCI Desa ≥ 80%)


b. Imunisasi tambahan (suplemen)
c. Surveilans (surveilan rutin, system kewaspadaan dini dan respon
kejadian luar biasa).
d. Penyelidikan dan penanggulangan kejadian luar biasa, Setiap
kejadian luar biasa harus diselidiki dan dilakukan penanggulangan
secepatnya yang meliputi pengobatan simtomatis pada kasus,
pengobatan dengan antibiotika bila terjadi komplikasi, pemberian
vitamin A dosis tinggi, perbaikan gizi dan meningkatkan cakupan
imunisasi campak/ring vaksinasi (program cepat, sweeping) pada
desa-desa risiko tinggi.
e. Pemeriksaan laboratorium, Pada tahap reduksi Campak dengan
pencegahan kejadiaan luar biasa : pemeriksaan laboratorium
dilakukan terhadap 10 – 15 kasus baru pada setiap kejadiaan luar
biasa.

Pemantauan kegiatan reduksi Campak pada tingkat Puskesmas


dilakukan dengan cara kenaikan sebagai berikut :

1. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Imunisasi untuk mengetahui


pencapaian cakupan imunisasi.
2. Pemetaan kasus Campak untuk mengetahui penyebaran lokasi kasus
Campak.
3. Pemantauan data kasus Campak untuk melihat kecenderungan
kenaikan kasus Campak menurut waktu dan tempat.
4. Pemantauan kecenderungan jumlah kasus Campak yang ada untuk
melihat dampak imunisasi Campak.
Evaluasi kegiatan reduksi Campak dilakukan dengan menggunakan
beberapa indikator yaitu :
a. Cakupan imunisasi tingk3at desa/kelurahan. Apakah cakupan
imunsasi Campak sudah > 90%
b. Jumlah kasus Campak (laporan W2). Diharapkan kelengkapan
laporan W2 > 90%.
c. Indikator manajemen kasus Campak dengan kecepatan rujukan.
Diharapkan CFR < 3%.
d. Indikator tindak lanjut hasil penyelidikan. Dimana cakupan sweeping
hasil imunisasi di daerah potensial KLB > 90%, dan cakupan
sweeping vitamin A dosis tinggi > 90%. (Ade,2010).

2.13. Pengobatan Penyakit Campak


Penderita Campak tanpa komplikasi dapat berobat jalan.Sehingga
pengobatannya bersifat symptomatic, yaitu memperbaiki keadaan umum
atau untuk mengurangi gejalanya saja dalam hal ini :
a. anak memerlukan istirahat di tempat tidur
b. kompres dengan air hangat bila demam tinggi namun dapat diberikan
antipiretik bila suhu tinggi parasetamol 7,5-10 mg/kgBB/kali, interval
6-8 jam
c. ekspektoran : gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : 50-100 mg tiap 2-6
jam, dosis maksimum 600 mg/hari.
d. Antitusif perlu diberikan bila batuknya hebat/mengganggu
e. narcotic antitussive (codein) tidak boleh digunakan.
f. Mukolitik bila perlu.vitamin terutama vitamin A dan C. Vitamin A pada
stadium kataral sangat bermanfaat. Pemberian vitamin A 100.000 IU
per oral satu kali. Vitamin A dosis tinggi ( menurut rekomendasi
WHO dan UNICEF)
g. Usia 6 bln-1 thn :100.000 unit dosis tunggal p.o
h. Umur > 1 thn : 200.000 unit dosis tunggal p.o
i. Dosis tersebut diulangi pada hari ke-2 dan 4 minggu kemudian bila
telah didapat tanda defisiensi vitamin A. Apabila terdapat malnutrisi
maka pemberian vitamin A ditambah dengan 1500 IU tiap hari.
Mempertahankan status nutrisi dan hidrasi (cukup cairan dan kalori)
(Hardjito, 2010).

BAB III
TINJAUAN KASUS

PROGRAM PENGKAJIAN ANAK DI RUANG RAWAT ANAK

Nama Mahasiswa : KELOMPOK


Tempat Praktek : RS HAJI
Tanggal Pengkajian : 29 – 2 Februari 2024
__________________________________________________________________
IDENTITAS DATA
Nama pasien : An. A Alamat : Setu Jaktim
Usia : 1 Tahun 5 bulan Agama : Islam
Nama Ayah/Ibu : Tn. A/ Ny. D Suku Bangsa : Betawi
Pekerjaan Ayah : Karyawan Swasta Pendidikan Ayah : Sarjana (S1)
Pekerjaan Ibu : Karyawan Swasta Pendidikan Ibu : Sarjana (S1)

Diagnosa Medis : Morbili (Campak)


Tindakan Operasi :-
KELUHAN UTAMA : Timbul Ruam-ruam merah (rush) pada bagian seluruh
tubuh klien.
Pada tanggal 29 Januari 2024 dilakukan pengkajian dengan keluhan timbul ruam-
ruam merah, Ibu klien mengatakan anaknya selalu demam dari awal masuk suhu
tubuhnya selalu diatas 38 C terakhir pada pagi ini suhunya 40C, Ibu klien
mengatakan anaknya selalu mual muntah jika diberi makan, Klien hanya minum
susu, Ibu klien mengatakan sebelum masuk RS anaknya mengalami kejang.

RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN


Prenatal : ibu klien mengatakan pada waktu hamil mengalami mual muntah
dan
badan terasa lemas
 Trimester I : 1x
 Trimester II : 2x
 Trimester III : 3x
Intranatal : Ibu klien mengatakan pada saat melahirkan pendarahan masih dalam
batas normal
Postnatal : Ibu klien mengatakan BB lahir 3,4 Kg, TB 50 cm

RIWAYAT PENYAKIT
Penyakit waktu kecil : Ibu klien mengatakan Demam, Flu, Batuk, Diare, Kejang
Pernah dirawat di RS : Ibu klien mengatakan anaknya pernah dirawat dirumah
sakit
Sebelum nya dengan diare
Obat-obatan yang digunakan : Ibu klien mengatakan anak nya menggunakan obat
paracetamol
Tindakan (operasi) : Ibu klien mengatakan anak nya tidak pernah dioperasi
Alergi : Ibu klien mengatakan anak nya tidak ada alergi
Kecelakaan : Ibu klien mengatakan anak nya tidak pernah mengalami kecelakaan
Imunisasi : Ibu klien mengatakan klien mendapatkan imunisasi lengkap seperti
BCG, DPT I, 2, 3, Polio, dan Campak

RIWAYAT KELUARGA (Disertai Genogram)


Keterangan :
: Laki–laki : Klien
: Perempuan : Serumah

X : Meninggal

RIWAYAT SOSIAL
Klien dirawat oleh kedua orangtua dan pengasuh, dan tinggal di satu rumah
yang sama, Klien anak yang aktif, Hubungan anggota keluarga baik, Semua
anggota keluarga sangat perhatian terutama saat ada anggota keluarga yang
sakit.

RIWAYAT KEBUTUHAN SEHARI–HARI


A. Nutrisi (makan/minum)
1. Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan anaknya makan 3x sehari, nafsu
makan anaknya sangat baik , menggunakan nasi, lauk pauk
Makanan yang disukai/tidak disukai : Ayam Goreng
Sulit makan () tidak ( ) ya
Jelaskan : -
Kebiasaan saat makan : Nonton TV atau sambil main
2. Saat Sakit : Ibu klien mengatakan anaknya tidak mau makan
Status nutrisi/diet: Ibu klien mengatakan anaknya tidak mau makan, hanya
meminum susu dan biskuit saja
Status cairan : Selama sakit klien minum air putih hangat (Setengah gelas
belimbing)
B. Eliminasi (BAB/BAK)
Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan anaknya tidak ada keluhan saat BAB,
BAB 1x sehari dengan konsistensi lembek, berwarna kuning kecoklatan,
Saat sakit : ibu klien mengatakan anaknya BAB 4x,
C. Pola Istrirahat/Tidur
1. Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan klien tidur mulai dari jam 19.00
WIB
2. Ritual/kebiasaan sebelum tidur : menonton TV
3. Saat sakit : Ibu klien mengatakan anak nya rewel, dan terganggu karena
suhu tubuhnya tinggi
D. Pola Aktivitas/bermain
1. Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan anaknya aktif, sering main
2. Saat sakit : Klien tampak menangis dan tidak ingin bermain

E. Personal Hygine
1. Sebelum sakit : Keadaan klien tampak bersih
2. Saat sakit : Keadaan klien tampak bersih

PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : CM
2. Tanda – tanda vital :
Suhu : 40ºc
Pernapasan : 20 x/m
Nadi : 110 x/m
BB : 13 kg
3. Kepala :
Bentuk kepala mesochepal, rambut berwarna hitam, kulit kepala bersih, tidak
ada lesi, tidak ada fraktur
4. Mata :
Mata klien tampak sembab, konjungtiva kemerahan dan ada kotorannya
5. Hidung :
Pernapasan cuping hidung tidak ada, posisi simetris, tidak ada penumpukan
sekret yang keluar dari hidung, septum tidak terjadi deviasi, tidak ada lesi dan
polip.
6. Mulut :
Mulut simetris, Mukosa bibir kering dan agak pucat, tidak ada lesi, tidak ada
sariawan
7. Telinga :
Simetris, tidak ada pembengkakan, tidak ada serumen, tidak ada benjolan,
fungsi pendengaran baik
8. Tekuk :
Normal tidak ada keluhan
9. Dada :
Simetris, tidak ada retraksi dinding dada
10. Jantung :
Tidak teraba ictus cordis, bunyi jantung S1 dan S2 , tidak ada suara tambahan
11. Paru-paru :
Bunyi paru paru vesikuler
12. Perut :
Simetris, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, suara timpani, bising usus
normal 30 x/mnt
13. Punggung :
Simetris, tidak ada pembengkakan, tidak terjadi skoliosis
14. Genitalia :
Tidak ada keluhan
15. Ekstremitas :
Tidak ada keluhan
16. Kulit :
Terdapat ruam-ruam merah diseluruh tubuh, akral panas, turgor kulit kembali
lambat >3 detik.

PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN


1. Kemandirian dan bergaul :
Mampu bermain dengan anak lain, melakukan interaksi
2. Motorik halus
Mampu mengambil benda dan melepaskan
3. Kognitif dan bahasa
Anak dapat menirukan gerakan dan seperti bertepuk tangan
4. Motorik kasar :
Memungut mainan nya
5. Kesimpulan :
Tingkat perkembangan sesuai dengan usia klien dan tidak ada masalah dalam
tingkat perkembangan
6. Dampak Hospitalisasi :
Tidak ada

DATA PENUNJANG DIAGNOSTIK


1. Hasil laboratorium
Hasil
Jenis pemeriksaa Nilai normal
Pemeriksaan
HEMOGLOBIN 12,3 10.8 – 12.8
HEMATOKRIT 39 35 – 43
LEUKOSIT H 18.710 6 – 17.5
TROMBOSIT 383.000 217 - 497

2. Hasil rontgen : -
3. Data tambahan : -

THERAPY
 KaEn 3B 1100 cc / 24 Jam
 Cefriaxone 1 x 1gr
 Paracetamol 3x1
 Diazepam 3,5 mg

ANALISA DATA

DATA PENYEBAB MASALAH


DS : Proses Penyakit Hipertermia
(D.0130)
- Ibu klien mengatakan
anaknya mengakami
peningkatan suhu tubuh
sejak awal masuk RS
sampai hari ini
-
DO :
- Suhu 40ºc
- Kulit Merah
- Kulit badan terasa
panas
- Leukosit 18.710 H

DS : Perubahan Pigmentasi Gangguan Integritas


Kulit / Jaringan (D.0129)
- Ibu klien mengatakan
anaknya rewel dengan
timbul ruam-ruam
kemerahan
- Ibu klien mengatakan
baru semalem anaknya
terjadi ruam-ruam
dibadannya (rush)
DO :
- Banyak terdapat rush
pada tubuh
- Terasa gatal
DS : Ketidakmampuan Risiko Defisit Nurisi
Mencerma Makanan (D.0032)
- Ibu klien
mengatakan
anaknya selalu
mual muntah
setiap
mengkonsumsi
makanan
- Ibu klien
mengatakan
anaknya hanya
minum susu dan
biskuit saja
DO :
- Membran Mukosa
kering
- Bibir kering
- Terdapat
penurunan berat
badan 1 kg
BB Sebelum 14
Kg
BB Sakit 13 Kg
- Bising usus 30
x/mnt
- Makanan dari gizi
yang dimakan ¼
suap
- HB : 12.3
- HT : 39

DIAGNOSA KEPERAWATAN (Sesuai Prioritas)


1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan dengan suhu
yang meningkat (S = 40ºc) (D.0130)
2. Gangguan Integritas Kulit / Jaringan berhubungan dengan perubahan
pigmentasu dibuktikan dengan terdapat ruam-ruam merah dan gatal pada
tubuh (D.0129)
3. Risiko Defisit nutrisi dibuktikan dengan klien tidak nafsu makan (D.0032)
RENCANA KEPERAWATAN

Tgl Pengkajian : 29-2 Februari 2024 Nama Pasien : An. A Alamat : Setu , Jakarta timur
Nama Mahasiswa : Kelompok Umur : 1 Tahun 5 Bulan Nama Ayah/Ibu : Tn. A / Ny. D
Ruang Praktek : R.Hasanah 1 Jenis Kelamin : Laki-laki Telpon yg dihubungi : -
Nama Dokter : - No. Rekam Medis : 00661683 Diagnosa Medis : MORBILI

No Dx. Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Tindakan Keperawatan


1. Hipertermia (D.0130) Termoregulasi (L.14134) MANAJEMEN HIPERTERMIA( I.15506)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
3x24 jam, maka Termoregulasi membaik. 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis.
Dengan kriteria hasil : Dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
 Kulit merah menurun (5) penggunaan inkubator)
 Suhu tubuh membaik (5) 2. Monitor suhu tubuh

 Suhu kulit membaik (5) 3. Monitor kadar elektrolit


4. Monitor haluaran urine
5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering
jika mengalami hiperhidrosis (keringet
berlebih)
6. Lakukan pendinginan eksternal ( mis.
Selimut hipotermia atau kompres dingin
pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
7. Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu

2 Gangguan Integritas Kulit / Integritas Kulit Dan Jaringan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
Jaringan (D.0129) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
3x24 jam, maka integritas kulit dan jaringan 1. Identifikasi penyebab gangguan
meningkat. Dengan kriteria hasil : integritas kulit
 Keruskan Jaringan Menurun (5) Terapeutik
 Kerusakan lapisan kulit Menurun (5) 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring

 Kemerahan Menurun (5) 2. Lakukan peningkatan pada area


 Suhu kulit Membaik (5) penonjolan tulang, jika perlu
3. Bersihkan perineal dengan air hangat
terutama selama periode diare
4. Gunakan produk perubahan pertrolium
atau minyak pada kulit kering
5. Hindari produk berbahan dasar alkohol
pada kulit kering
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan
sayur
5. Anjurkan meningkatkan suhu ekstrim
6. Anjurkan mandi menggunakan sabun
secukupnya

3 Risiko Defisit nutrisi Status Nutrisi (L.03030) MANAJEMEN GANGGUAN MAKAN


(D.0032) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama (I. 03111)
3x24 jam, maka status nutrisi membaik. Dengan
kriteria hasil : Observasi
 Porsi makan yang dihabiskan meningkat (5) 1. Monitor asupan dan keluarnya makanan
 Frekuensi makan membaik (5) dan cairan serta kebutuhan kalori

 Nafsu makan membaik (5) Terapeutik

 Membran mukosa membaik (5) 1. Timbang berat badan secara rutin


2. Diskusikan perilaku makan dan jumlah
aktivitas fisik (termasuk olahraga) yang
sesuai
3. Lakukan kontrak perilaku (mis. Target
berat badan , tanggung jawab perilaku)
4. Dampingi kekamar mandi untuk
pengamatan perilaku memuntahkan
kembali makanan
5. Berikan penguatan positif terhadap
keberhasilan target dan perubahan
perilaku
6. Berikan konsekuensi jika tidak
mencapai target sesuai kontrak
7. Rencanakan program pengobatan untuk
perawatan dirumah (mis. Medis,
konseling)
Edukasi
1. Anjurkan membuat catatan harian tentang
perasaan dan situasi pemicu pengeluaran
makanan (mis. Pengeluaran yang
disengaja, muntah, aktivitas yang
berlebihan)
2. Ajarkan pengaturan diet yang tepat
3. Ajarkan keterampilan koping untuk
penyelesaian masalah perilaku makan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target
berat badan, kebutuhan kalori dan pilihan
makanan
CATATAN KEPERAWATAN

Tgl Pengkajian: 29-5 Februari 2024 Nama Pasien : An. A


Nama Mahasiswa : Kelompok Umur : 1 Tahun 5 Bulan
Ruang Praktek : R. Hasanah 1 Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama Dokter : - No. Rekam Medis : 00661683

Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)


DX 1 1. Mengidentifikasi penyebab S :
29 Januari hipertermia (mis. Dehidrasi, - Ibu klien mengatakan anaknya
2024 terpapar lingkungan panas, masih panas
09.00 penggunaan inkubator) - Ibu klien mengatakan sudah
2. Memonitor suhu tubuh setiap 2 mengkipasi permukaan tubuh
jam sekali 10.00 dan 12.00 anaknya
3. Melonggarkan atau lepaskan - Ibu klien mengatakan telah
pakaian mengganti sprai yang di tiduri
4. Membasahi dan kipasi permukaan anaknya 1 kali sehari
tubuh - Ibu klien mengatakan telah
5. Memberikan cairan oral mengompres dahi
6. Mengganti linen setiap hari atau menggunakan air hangat (Tepid
lebih sering jika mengalami warer sponge)
hiperhidrosis (keringet berlebih) - Ibu klien mengatakan mengerti
7. Melakukan pendinginan eksternal apa yang diajarkan
(Tepid Water Sponge) - Ibu klien mengatakan anaknya
minum air hangat ½ gelas kecil
O:
- S : 38° C
- Akral hangat
- > 3 detik
- Klien tampak gelisah dan rewel
- Conjungtiva anemis
- Klien tampak menggunakan
pakaian yang longgar
- Klien tampak di kompres
hangat oleh ibunya di dahi
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan

Dx 1 1. Mengidentifikasi penyebab S :
30 Januari hipertermia (mis. Dehidrasi, - Ibu klien mengatakanpanas
2024 terpapar lingkungan panas, anaknya menurun
09.00 penggunaan inkubator) - Ibu klien mengatakan sudah
2. Memonitor suhu tubuh setiap 2 mengkipasi permukaan tubuh
jam sekali 11.00 dan 12.00 anaknya
3. Melonggarkan atau lepaskan - Ibu klien mengatakan telah
pakaian mengompres dahi
4. Membasahi dan kipasi permukaan menggunakan air hangat (Tepid
tubuh warer sponge)
5. Memberikan cairan oral - Ibu klien mengatakan mengerti
6. Mengganti linen setiap hari atau apa yang diajarkan
lebih sering jika mengalami - Ibu klien mengatakan anaknya
hiperhidrosis (keringet berlebih) minum air hangat ½ gelas kecil
9. Melakukan pendinginan eksternal O:
(Tepid Water Sponge) - S : 37° C
- RR : 33 x/m
- N : 95 x/m
- Akral hangat
- < 3 detik
- Klien tampak gelisah dan rewel
Menurun
- Conjungtiva ananemis
- Klien tampak menggunakan
pakaian yang longgar
- Klien tampak terkompres di
dahi
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan

Dx 1 1. Mengidentifikasi penyebab S :
31 Januari hipertermia (mis. Dehidrasi, - Ibu klien mengatakan anaknya
2024 terpapar lingkungan panas, sudah tidak demam
09.00 penggunaan inkubator) - Ibu klien mengatakan apabila
2. Memonitor suhu tubuh setiap 2 nanti dirumah ibu klien akan
jam sekali 11.00 dan 12.00 mengipasi permukaan tubuh
3. Melonggarkan atau lepaskan anaknya jika terjadi demam
pakaian - Ibu klien juga mengatakan
4. Membasahi dan kipasi permukaan apabila nanti anaknya demam
tubuh waktu dirumah, ibu klien sudah
5. Memberikan cairan oral mengerti akan pentingnya
6. Mengganti linen setiap hari atau kompres hangat didahi anakny
lebih sering jika mengalami yaitu Tepid water sponge
hiperhidrosis (keringet berlebih) - Ibu klien mengatakan anaknya
7. Melakukan pendinginan eksternal selalu minum air hangat jika
(Tepid Water Sponge) nanti terjadi demam
O:
- Suhu 36,5° C
- RR : 30 x / mnt
- N : 88 x / mnt
- < 2 detik
- Klien sudah tidak gelisah dan
rewel
- Mukosa bibir lembab dan tidak
pucat
- Conjungtiva ananemis
- Kulit merah menurun (5)
- Suhu kulit membaik (5)
A:
Masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikaan

Dx 2 1. Mengidentifikasi penyebab S :
29 Januari gangguan integritas kulit - Ibu klien mengatakan kulit
2024 2. Menganjurkan minum air minum anaknya terdapat ruam-ruam
11.00 yang cukup merah
3. Menganjurkan menghindari - Ibu klien mengatakan mengerti
terpapar suhu ekstrem apa yang dianjurkan
4. Menganjurkan mandi dan - Ibu klien mengatakan anaknya
menggunakan sabun secukupnya mandi dengan mengelap badan
anaknya saja
O:
- Terdapat Ruam-ruam merah
(rush) pada badan anaknya
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan

Dx 2 1. Mengidentifikasi penyebab S :
30 Januari - Ibu klien mengatakan kulit
2024 gangguan integritas kulit anaknya tidak separah dan
11.00 2. Menganjurkan minum air semerah waktu kemarin
minum yang cukup - Ibu klien mengatakan mengerti
3. Menganjurkan menghindari apa yang dianjurkan
terpapar suhu ekstrem - Ibu klien mengatakan anaknya
4. Menganjurkan mandi dan sudah mandi dengan sabun
menggunakan sabun detol untuk menghilangkan
secukupnya bekas campak ditubuh anaknya
O:
- Terdapat Ruam-ruam berubah
warna menjadi cokelat atau
gelap dan agak bersisik
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan

Dx 2 1. Mengidentifikasi penyebab S :
31 Januari gangguan integritas kulit - Ibu klien mengatakan kulit
2024 2. Menganjurkan minum air anaknya tidak memerah
11.00 minum yang cukup - Ibu klien mengatakan mengerti
3. Menganjurkan menghindari apa yang dianjurkan
terpapar suhu ekstrem - Ibu klien mengatakan anakny
4. Menganjurkan mandi dan asudah mandi menggunakan
menggunakan sabun sabun detol
secukupnya O:
- Terdapat bekas Ruam-ruam
warna cokelat gelap bekas
dampak dari campak
- Klien tampak tidak menggaruk-
garuk
- Kemerahan membaik
- Suhu kulit membaik
A:
Masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan

Dx 3 S:
29 Januari 1. Memonitor asupan dan keluarnya - Ibu klien mengatakan anaknya
2024 makanan dan cairan serta tidak nafsu makan
12.00 kebutuhan kalori - Ibu Klien mengatakan anaknya
2. Menimbang berat badan secara muntah dan mual
rutin - Ibu klien mengatakan anaknya
3. Mendiskusikan perilaku makan hanya mau meminum susu saja
dan jumlah aktivitas fisik - Klien mengatakan mengerti dan
(termasuk olahraga) yang sesuai paham apa yang telah diajarkan
4. Mendampingi kekamar mandi
untuk pengamatan perilaku O :
memuntahkan kembali makanan - Mukosa bibir kering
5. Mengajarkan keterampilan koping - Suhu : 38ºc
untuk penyelesaian masalah - BB klien 13 Kg
perilaku makan - Bising Usus 30 x/m
- Klien tampak enggan untuk
makan
- Klien tampak minum susu 1
botol penuh
A:
Masalah teratasi sebagian

P:
Intervensi dilanjutkan

Dx 3 1. Memonitor asupan dan keluarnya S :


30 Januari makanan dan cairan serta - Ibu klien mengatakan nafsu
2024 kebutuhan kalori makan anaknya belum
12.00 2. Menimbang berat badan secara membaik
rutin - Ibu Klien mengatakan anaknya
3. Mendiskusikan perilaku makan jarang muntah dan mual
dan jumlah aktivitas fisik - Ibu klien mengatakan anaknya
(termasuk olahraga) yang sesuai hanya mau meminum susu saja
4. Mendampingi kekamar mandi - Klien mengatakan mengerti dan
untuk pengamatan perilaku paham apa yang telah diajarkan
memuntahkan kembali makanan
5. Mengajarkan keterampilan koping O :
untuk penyelesaian masalah - Mukosa bibir kering
perilaku makan - Suhu : 37ºc
- BB klien 13 Kg
- Bising Usus 30 x/m
- Klien tampak enggan untuk
makan
- Klien tampak minum susu 1
botol penuh
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan

Dx 3 1. Memonitor asupan dan keluarnya S :


31 Januari makanan dan cairan serta - Ibu klien mengatakan nafsu
2024 kebutuhan kalori makan anaknya membaik
12.00 2. Menimbang berat badan secara - Ibu Klien mengatakan anaknya
rutin tidak muntah dan mual
3. Mendiskusikan perilaku makan - Ibu klien mengatakan anaknya
dan jumlah aktivitas fisik makan habis ½ porsi
(termasuk olahraga) yang sesuai - Klien mengatakan mengerti dan
4. Mendampingi kekamar mandi paham apa yang telah diajarkan
untuk pengamatan perilaku
memuntahkan kembali makanan O:
5. Mengajarkan keterampilan koping - Mukosa bibir lembab dan pucat
untuk penyelesaian masalah tidak ada
perilaku makan - Suhu : 36,5ºc
- BB klien : 13 Kg
- Bising usus 30 x/mnt
- Klien tampak nafsu menyusu
A:
Masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan

BAB IV
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
A. Campak adalah penyakit yang sangat potensial untuk menimbulkan wabah,
penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi Campak.
B. Penyakit Campak disebabkan oleh virus Campak yang termasuk golongan
paramyxovirus.
C. Angka kejadian penyakit Campak di Puskesmas Pesayangan pada tahun 2009
sampai dengan tahun 2014 mencampai angka 46 korban.
D. Cara penularan penyakit campak adalah melalui Virus, virus campak ditularkan
dari orang ke orang, manusia merupakan satu-satunya reservoir penyakit
Campak .
E. Penanggulangan dan pengobatan penyakit campak antara lain :
1. Pencegahan primordial, dilakukan dalam mencegah munculnya factor
predisposisi/resiko terhadap penyakit Campak.
2. pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok beresiko,
yakni anak yang belum terkena Campak, tetapi berpotensi untuk terkena
penyakit Campak.
3. Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat
timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang
ditujukan untuk pendeteksian dini Campak serta penanganan segera dan
efektif.
4. Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat
komplikasi.

5.2 Saran
Adapun saran dari penelitian ini adalah :
1. Hendaknya setiap warga yang terserang penyakit campak bisa melaporkan
kepuskesmas terdekat agar dapat diberikan vaksin atau dapat ditindak lanjutkan
oleh pihak puskesmas.
2. Bila warga sudah mulai sadar pentingnya melapor kepuskesmas terdekat bila
terserang penyakit maka, dari pihak puskesmas sendiri akan dengan mudah
melakukan penyuluhan kedesa-desa yang banyak terserang penyakit sehingga
dapat berkurang warga yang terserang penyakit campak.
3. Lebih ditingkatkan lagi penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya
imunisasi campak
4. Memberikan pembinaan atau pendampingan terhadap warga sekitar untuk
menerapkan pola hidup sehat sehingga dapat menurunkan tingkat resiko warga
terkena penyakit Campak
DAFTAR PUSTAKA

Ade,2010. Penyakit Campak Gejala dan Pengobatannya.[Internet]. Available from:


http://penyakit-campak-gejala-dan .html
adhien,2012. Penyakit Camak. [Internet].dinkes.2012..Available from:
http://adhienbinongko.blogspot.com/2012/05/makalah-penyakit-campak.html
Bilotta, Kimberly. 2012. Kapita Selekta Penyakit dengan implikasi Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Cahyono, Suharjo B., dkk.2010.Vaksin, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi.
Yogyakarta: Kanisius
Delan Astrianzah. Skripsi S1 Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.2011.Available from: http://eprints.undip.ac.id/32936/1/Delan.pdf
Depkes Kesehatan RI, 2010. Kemkes Targetkan Tahun 2014 Seluruh Desa/Kelurahan
100% UCI. [Internet]. Availabel from:www.depkes.go.id
Dinkes. 2012.Profil Dinas Kesehatan. Boyolali. Dinas Kesehatan Boyolali
Hardjito, Koekoeh Suwoyo. Asiyah Siti. 2010. Resiko terjaddinya Gejala Klinis campak
pada Anak Usia 1-14 Tahun Dengan Status Gizi Kurang Dan Sering Terjadi
Infeksi Di Kota Kediri.Jurnal penelitian Kesehatan Suara Forikes ISSN: 2086-
3098.
Karina, Adinda Nola dan Warsito, Bambang Edi. 2012. Pengetahuan Ibu Tentang
Imunisasi Dasar Balita.Jurnal Nursing Studies. Alvailable from:
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnursing.
Kartasapoetra, Drs.G., Marsetya,H. 2010.Ilmu gizi (korelasi Gizi, Kesehatan, dan
Produktivitas Kerja).Jakarta: Rineka Cipta.
Kemenkes. 2012. Petunjuk teknis Surveilans Campak.Jakarta: Direktorat Jendral PP
dan PL.
kesehatan Anak. Jadwal Imunisasi 2012 [Internet]. Available from:
http://kesehatan anakku.com/jadwal-imunisasi-2012.html
Komda KIPI Jateng. Kasus KIPI Provisi Jawa Tengah Tahun 2011.Semarang :Komda
KIPI Jateng, 2012.
Marimbi, Hanum. 2010. Tumbuh Kembang Status Gizi dan Imunitas Dasar Pada Balita.
Yogyakarta: Nuha Medika
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan teori dan Aplikasinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nurani, Dian Sari. Ginanjar, Praba. Dian S, Lintang. 2012.Gambaran Epidemiologi
Kasus Campak Di Kota Cirebon Tahun 2004-2011. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 293-304.program
Surveilans Campak 2011 [Internet]. Available from:
http://dinkes-sulsel.go.id/new/images/pdf
program Surveilans Campak 2011 [Internet]. Available from:
http://dinkessulsel.go.id/new/images/pdf/pedoman/pedoman%20pencegahan
%20klb%20campak.pdf
Proverawati Atikah, Citra Setyo Dwi Andhini. 2010. Imunitas dan Vaksinasi.Yogyakarta:
Nuha Medika.
Purnamaningrum, Yuliasti eka. 2011. Buku Saku Penuntun Imunisasi
Dasar.Yogyakarta: Fitramaya.
Riskesdas 2010. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembanngan
Riksani, Ria. 2012. Keajaiban ASI. Jakarta Timur: Niaga swadaya.
Setianingrum, Findra.2010.Campak;Manifestasi Klinis-Tatalaksana. Artikel Ilmiah
Kedokteran. [Internet]. Available from:
http://www.exomedindonesia.com/referensi-kedokteran/artikel-ilmiah-
kedokteran/kulit/2010/11/27/campak-manifestasi-klinis-tatalaksana/
Setiawan, I Made. 2008. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Sri Rezeki Hadinegoro.2011.Panduan Imunisasi Anak:Mencegah Lebih Baik Dari pada
Mengobati. Jakarta:IDAI.
Subowo, 2010. Imunolog Klinik. Jakarta: Sagung Seto.
Sumantri, Arif. 2011. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Prenada Media

Anda mungkin juga menyukai