OLEH
Kelompok 14
Tingkat 2.4
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2020
1
KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu”
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Sang
Hyang Widhi Wasa, karena atas berkat rahmat beliau penulis mampu
menyelesaikan tugas “Keperawatan Anak”
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
Bapak/Ibu selaku pembimbing yang telah memberikan penulis tugas, serta
petunjuk kepada penulis. Sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikan
tugas.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pikiran bagi pihak
yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan
dapat tercapai. Demikian yang dapat penulis sampaikan dan terima kasih.
“Om Santih Santih Santih Om”
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Simpulan..................................................................................................
109
3.2 Saran........................................................................................................
109
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
Campak adalah suatu infeksi akut yang sangat menular ditandai oleh
gejala prodormal panas, batuk, pilek, radang mata disertai dengan timbulnya
bercak merah makulopapurer yang menyebar ke seluruh tubuh yang kemudian
menghitam dan mengelupas
Campak disebut juga rubeola, morbili, atau measles. Penyakit ini ditularkan
melalui droplet ataupun kontak dengan penderita. Penyakit inimemiliki masa
inkubasi 8-13 hari. Campak ditandai dengan gejala awal demam,batuk, pilek,
dan konjungtivitis yang kemudian diikuti dengan bercak kemerahanpada kulit
(rash). Dampak penyakit campak di kemudian hari adalah kurang
gizisebagai akibat diare berulang dan berkepanjangan pasca campak,
sindromradang otak pada anak diatas 10 tahun, dan tuberkulosis paru menjadi
lebihparah setelah sakit campak berat.
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious
disease). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium
diphtheria yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian
tonsil, Nasofaring (bagian antara hidung dan faring atau tenggorokan) dan
laring. Penularan difteri dapat melalui hubungan dekat, udara yang tercemar
oleh carier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin
penderita
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang
periodik dan berat. Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik
spastik yang disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin
yang diproduksi oleh Clostridium tetani. Tetanus disebut juga dengan "Seven
day Disease". Dan pada tahun 1890, diketemukan toksin seperti strichnine,
4
kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob
yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut
menghasilkan pencegahan dari tetanus. Spora Clostridium tetani biasanya
masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong, tertusuk
ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat.
DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh
karena virus dengue yang termasuk golongan abrovirus melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegygti betina. Penyakit ini biasa disebut Demam Berdarah
Dengue
5
1.2 Rumusan Masalah
6
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan anak
dengan campak.
1.3.2 Untuk mengetahui penerapan asuhan keperawatan pada anak
dengan campak.
1.3.3 Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan anak
dengan dipteri.
1.3.4 Untuk mengetahui penerapan asuhan keperawatan pada anak
dengan dipteri.
1.3.5 Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan anak
dengan tetanus.
1.3.6 Untuk mengetahui penerapan asuhan keperawatan pada anak
dengan tetanus.
1.3.7 Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan anak
dengan DHF.
1.3.8 Untuk mengetahui penerapan asuhan keperawatan pada anak
dengan DHF.
7
BAB II
PEMBAHASAN
8
Virus Campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan
yangkuat, apabila berada diluar tubuh manusia virus Campak akan mati.
Pada temperatur kamar virus Campak kehilangan 60% sifat
infektisitasnya selama 3–5 hari. Tanpa media protein virus Campak hanya
dapat hidup selama 2 minggu dan hancur oleh sinar ultraviolet. Virus
Campak termasuk mikroorganisme yang bersifat ether labile karena
selubungnya terdiri dari lemak, pada suhu kamar dapat mati dalam 20%
ether selama 10 menit, dan 50% aseton dalam 30 menit.
Sebelum dilarutkan, vaksin Campak disimpan dalam keadaan
kering dan beku, relatif stabil dan dapat disimpan di freezer atau pada
suhu lemari es (2-8°C) secara aman selama setahun atau lebih. Vaksin
yang telahdipakai harus dibuang dan jangan dipakai ulang.
Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah
campak terjadi setiap 2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-
sekolah dan anak-anak SD. Jika seseorang pernah menderita campak,
maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini.
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi
aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah
kebal (berlangsung selama 1 tahun).
III. CARA PENULARAN PENYAKIT CAMPAK
Virus Campak ditularkan dari orang ke orang, manusia merupakan
satu-satunya reservoir penyakit Campak. Virus Campak berada disekret
nasofaring dan di dalam darah minimal selama masa tunas dan dalam
waktu yang singkat setelah timbulnya ruam. Penularan terjadi melalui
udara, kontak langsung dengan sekresi hidung atau tenggorokan dan
jarang terjadi oleh kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi
dengan sekresi hidung dan tenggorokan .Cara penularan melalui droplet
dan kontak, yakni karena menghirup percikan ludah (droplet) dari hidung,
mulut maupun tenggorokan penderita morbili/campak. Artinya, seseorang
dapat tertular campak bila menghirup virus morbili, bisa di tempat umum,
di kendaraan atau di mana saja. Penularan dapat terjadiantara 1 – 2 hari
sebelumnya timbulnya gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam.
9
Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul. Penularan virus
Campak sangat efektif sehingga dengan virus yang sedikit sudah dapat
menimbulkan infeksi pada seseorang.
IV. PATOFISIOLOGI
Penyebab campak adalah measles virus (MV), genus virus
morbili, famili paramyxoviridae. Virus ini menjadi tidak aktif bila terkena
panas, sinar,pH asam, ether, dan trypsin dan hanya bertahan kurang dari 2
jam di udara terbuka. Virus campak ditularkan lewat droplet, menempel
dan berkembang biak pada epitel nasofaring. Virus ini masuk melalui
saluran pernafasan terutama bagian atas, juga kemungkinan melalui
kelenjar air mata.
Dua sampai tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi
berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama.
Virus menyebar pada semua sistem retikuloendotelial dan menyusul
viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal.
V. MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas/inkubasi penyakit berlangsung kurang lebih dari 10-20
hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium :
1. Stadium kataral (prodormal)
Stadium prodormal berlangsung selama 4-5 hari ditandai oleh
demam ringan hingga sedang, batuk kering ringan, coryza, fotofobia
dan konjungtivitis. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam
sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang patognomonik
bagi morbili, tetapisangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna
putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema.
Lokalisasinya dimukosa bukalis berhadapan dengan molar dibawah,
tetapi dapat menyebar tidak teratur mengenai seluruh permukaan pipi.
Meski jarang, mereka dapat pula ditemukan pada bagian tengah bibir
bawah, langit-langit dan karankulala krimalis. Bercak tersebut muncul
dan menghilang dengan cepat dalam waktu 12-18 jam. Kadang-
kadang stadium prodormal bersifat berat karenadiiringi demam tinggi
10
mendadak disertai kejang-kejang dan pneumoni. Gambaran darah tepi
ialah limfositosis dan leukopenia.
2. Stadium erupsi
Coryza dan batuk-batuk bertambah. Timbul eritema / titik merah
dipalatum durum dan palatum mole. Terjadinya eritema yang
berbentuk makula papula disertai dengan menaiknya suhu tubuh.
Eritema timbul dibelakang telinga dibagian atas lateral tengkuk,
sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang
terdapat perdarahan primer padakulit. Rasa gatal, muka bengkak.
Terdapat pembesaran kelenjar getah bening disudut mandibula dan
didaerah leher belakang. Juga terdapat sedikit splenomegali, tidak
jarang disertai diare dan muntah. Variasi dari morbiliyang biasa ini
adalah “Black Measles” yaitu morbili yang disertai perdarahan pada
kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
3. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua
(hiperpigmentasi) yang bisa hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi
pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik.
Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili.
Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam
kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai
menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.
VI. KOMPLIKASI
Pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang berakibat
serius. Namun komplikasi dapat terjadi karena penurunan kekebalan
tubuh sebagai akibat penyakit Campak. Beberapa komplikasi yang bisa
menyertai campak:
1. Otitis media akut (infeksi telinga)
2. Infeksi bakteri : Pneumonia dan Infeksi telinga tengah
3. bronkopneumoni (infeksi saluran napas)
4. Ensefalitis (radang otak) terjadi pada 1 dari 1.000-2.000 kasus.
5. Bronkiolitis
11
6. Laringitis obstruksi dan laringotrakkhetis
7. Kadang terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit),
sehingga penderita mudah memar dan mudah mengalami
perdarahan.
8. Diare
9. Kejang Demam (step)
VII. PENATALAKSANAAN
Terdapat indikasi pemberian obat sedatif, antipiretik untuk
mengatasi demam tinggi. Istirahat ditempat tidur dan pemasukan cairan
yang adekuat. Mungkin diperlukan humidikasi ruangan bagi penderita
laringitis atau batuk mengganggu dan lebih baik mempertahanakan
suhu ruangan yang hangat.
a. Penatalaksanaan Medis
Agar serangan campak tidak menjadi terlalu berat, kita bisa
melakukan hal-hal berikut berdasarkan fase-fasenya:
1. Masa Inkubasi
Fase inkubasi berlangsung sekitar 10-12 hari. Di fase ini
agak sulit mendeteksi infeksinya karena gejalanya masih
bersifat umum bahkan tidak terlihat sama sekali. Mungkin
beberapa anak mengalami demam tetapi umumnya anak tidak
merasakan perubahan apa-apa. Bercak-bercak merah yang
merupakan ciri khas campak pun belum keluar.Yang perlu
dilakukan jagalah keseimbangan gizi anak dengan baik agar
daya tahan tubuhnya tetap tinggi. Misalnya dengan makan
sayur, buah, serta menjaga kebugaran tubuhnya. Bila memang
nantinya campak benar-benar menyerang kemungkinan
terjadinya tidak akan terlalu parah.
2. Fase Prodormal
Adalah fase dimana gejala penyakit sudah mulai timbul
seperti flu, batuk, pilek, dan demam. Mata anak pun akan
tampak kemerah-merahan dan berair. Tak hanya itu, anak tidak
12
bisa melihat dengan jelas ke arah cahaya karena merasa silau
(photo phobia). Ciri lain, di sebelah dalam mulut muncul bintik-
bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga
mengalami diare. Satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi
yang turun naik, berkisar 38-40,5° C. Di fase kedua bercak
merah belum muncul.Yang perlu dilakukan segeralah
memeriksakan anak ke dokter ketika flu, batuk, pilek, dan
demam mulai muncul. Jangan sampai menunggu munculnya
bercak-bercak merah karena anak butuh pertolongan secepatnya.
Tindakan cepat sangat membantu untuk mengantisipasi beratnya
penyakit.
3. Fase Makulopapuler
Fase makulopapuler yakni keluarnya bercak merah yang
sering diiringi demam tinggi antara 38-40,5°C. Awalnya, bercak
ini hanya muncul di beberapa bagian tubuh saja, biasanya di
belakang telinga, leher, dada, wajah, tangan dan kaki. Untuk
membedakan dengan penyakit lain, umumnya warna bercak
campak akan sangat khas; merah dengan ukuran yang tidak
terlalu besar tapi juga tidak terlalu kecil.
Biasanya, bercak merah akan memenuhi seluruh tubuh
dalam waktu satu minggu meskipun hal ini tergantung pula pada
daya tahan tubuh masing-masing anak. Pada anak yang
memiliki daya tahan tubuh baik umumnya bercak merahnya
hanya pada beberapa bagian saja. Tetapi pada anak yang
memiliki daya tahan tubuh lemah, bercak merahnya akan
semakin banyak. Hal ini juga menunjukkan kalau campak yang
diderita anak termasuk berat.Yang perlu dilakukan tetaplah
mengonsultasikan segala sesuatunya pada dokter. Biasanya
dokter akan mengusahakan agar bercak merah pada anak tidak
sampai muncul di sekujur tubuh. Bila memang sekujur tubuhnya
dipenuhi bercak, ini berarti campaknya cukup berat. Apalagi
13
jika sudah muncul gejala komplikasi, maka konsultasikanlah ke
dokter apakah anak perlu dirawat atau tidak.
Sebagian masyarakat beranggapan bahwa semakin banyak
bercak merah yang tampak semakin bagus karena berarti anak
akan cepat sembuh. Pendapat ini keliru karena kita sebenarnya
dituntut untuk lebih waspada. Tetapi bila diagnosis sudah
ditegakkan, dan tak ada komplikasi, anak cukup dirawat di
rumah.
4. Fase Penyembuhan
Bila bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun
dengan sendirinya. Selanjutnya bercak merah akan berubah
menjadi kehitaman dan bersisik, disebut hiperpigmentasi. Pada
akhirnya bercak akan mengelupas atau rontok atau sembuh
dengan sendirinya. Umumnya, dibutuhkan waktu hingga 2
minggu sampai anak sembuh benar dari sisa-sisa campak.Yang
perlu dilakukan tetap berikan obat yang sudah diberikan oleh
dokter sambil menjaga asupan makanan bergizi seimbang dan
istirahat yang teratur. Jangan pernah beranggapan kalau bercak
merah sudah berkurang dan gejalanya sudah hilang berarti virus
campaknya sudah musnah. Kita tetap perlu melanjutkan
pengobatan sampai anak benar-benar sembuh.
b. Penatalaksanaan Teraupetik :
1. Pemberian vitamin A
2. Istirahat baring selama suhu meningkat, pemberian antipiretik
3. Pemberian antibiotik pada anak-anak yang beresiko tinggi
4. Pemberian obat batuk dan sedativum
c. Penatalaksanaan Keperawatan :
1. Kebutuhan Nutrisi
Campak menyebabkan anak menderita malaise dan
anoreksia. Anak seringmengeluh mulut pahit sehingga tidak mau
makan atau minum. Demam yangtinggi menyebabkan
pengeluaran cairan lebih banyak. Keadaan ini jika
14
tidakdiperhatikan agar anak mau makan ataupun minim akan
menambah kelemahan tubuhnya dan memudahkan timbulnya
komplikasi.
2. Gangguan suhu tubuh
Campak selalu didahului demam tinggi. Demam yang
disebabkan infeksi virus ini pada akhirnya akan turun dengan
sendirinya setelah campaknya keluarbanyak, kecuali bila terjadi
komplikasi demam akan tetap berlangsung lebihlama. Untuk
menurunkan suhu tubuh biasanya diberikan antipiretik dan
jikatinggi sekali diberiakan sedative untuk mencegah terjadinya
kejang.
3. Gangguan rasa aman nyaman
Gangguan ini dirasakan anak karena adanya demam, tak
enak badan, pusing, mulut terasa pahit dan kadang muntah-
muntah. Biasanya anak juga tidaktahan meluhat sinar karena silau,
batuk bertambah banyak dan akan berlangsunglebih lama dari
campaknya sendiri. Anak kecil akan sangat rewel, pada
waktumalam anak sering minta digendong saja. Jika eksantem
telah keluar anak akanmerasa gatal, hal ini juga menambah
gangguan aman dan kenyamanan anak.Untuk mengurangi rasa
gatal tubuh anak dibedaki dengan bedak salisil 1% ataulainnya
(atas resep dokter). Selama masih demam tinggi jangan
dimandikantetapi sering-sering dibedaki saja.
4. Resiko terjadinya komplikasi
Campak sering menyebabkan daya tahan tubuh sangat
menurun. Hal ini dapat dibuktikan dengan uji tuberculin yang
semula positif berubah menjadinegatif. Ini menunjukkan bahwa
antigen antibodi pasien sangat kurangkemampuannya untuk
bereaksi terhadap infeksi. Oleh karena itu, risikoterjadinya
komplikasi lebih besar terutama jika keadaan umum anak
kurangbaik, seperti pada pasien dengan malnutrisi atau dengan
penyakit kronik lainya.
15
16
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
A. Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umurrentan pada anak berumur 1-14 th
dengan status gizi yang kurang dan sering mengalami penyakit infeksi,
alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS,
diagnosa medis.
b. Identitas Penanggungjawab
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
c. Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien dengan campak yaitu demam terus-
menerus berlangsung 2 – 4 hari .Anak masuk rumahsakit biasanya
dengan keluhan adanya eritema dibelakang telinga, di bagian atas
lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah, badan
panas.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Anamnesa pada pengkajian apakah klien pernah dirawat di Rumah
Sakit atau pernah mengalami operasi. Anamnesa riwayatpenyakit
yang pernah diderita pada masa lalu, riwayat imunisasi campak.
Anamnesa riwayat kontak dengan orang yangterinfeksi campak.
Biasanya Anak belum pernahmendapatkan vaksinasi campak dan
pernah kontak dengan pasiencampak.
e. Riwayat Kesehatan Sekarang
Anamnesa adanya demam terus-menerus berlangsung 2 – 4 hari,
batuk,pilek, nyeri menelan, mata merah, silau bila kena cahaya
(fotofobia), diare, ruam kulit . Adanya nafsu makan menurun, lemah,
lesu.
17
Pada anak yang terinfeksi virus campak biasanya ditanyakan pada
orangtua atau anak tentang kapan timbulnya panas, batuk,
konjungtivitis,
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dapatkan data tentang hubungan kekeluargaan dan hubungan darah,
apakah klien berisiko terhadap penyakit yang bersifat genetik atau
familial
g. Riwayat Imunisasi
Imunisasi apa saja yang sudah didapatkan misalnya BCG, POLIO
I,II,III; 8DPT I, II, III; dan campak.
h. Riwayat Nutrisi
Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.Pembatasan
kaloriuntuk umur 1-6 tahun 900-1300 kalori/hari.
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah mengukur tanda-tanda vital dan
pengukuranlainnya serta pemeriksaan semua bagian tubuh dengan
menggunakan teknikinspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, tinggi badan, berat badan,
dan tandatanda vital.
b. Kepala dan leher
- Inspeksi :
Kaji bentuk kepala, keadan rambut, kulit kepala, konjungtivitis,
fotofobia,adakah eritema dibelakang telinga, di bagian atas lateral
tengkuk, sepanjangrambut dan bagian belakang bawah.
- Palpasi :
Adakah pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula
dan didaerahleher belakang,
c. Mulut
Adakah bercak koplik di mukosa bukalis berhadapan dengan
molar bawah.
d. Thoraks
18
- Inspeksi :
Bentuk dada anak, Adakah batuk, secret pada nasofaring,
perdarahan padahidung. Pada penyakit campak, gambaran
penyakit secara klinis menyerupaiinfluenza.
- Auskultasi :
Ronchi / bunyi tambahan pernapasan.
e. Abdomen
- Inspeksi :
Bentuk dari perut anak. Ruam pada kulit.
- Auskultasi
Bising usus.
- Perkusi
Perkusi abdomen hanya dilakukan bila terdapat tanda abnormal,
misalnya masa atau pembengkakan.
f. Kulit
- Inspeksi
Eritema pada kulit, hiperpigmentasi, kulit bersisik
- Palpasi
Turgor kulit menurun
19
III. INTERVENSI
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATA
N
1 Hipertermia Setelah Intervensi utama : Intervensi utama :
berhubungan dilakukan manajemen manajemen
dengan proses tindakan hipertermia. hipertermia.
penyakit keperawatan Observasi Observasi
selama....x..... 1. Identifikasi 1. Mengetahui
jam, diharapkan penyebab pemicu terjadinya
suhu pasien hipertermia. hipertermia.
kembali normal 2. Monitor 2. Untuk menjaga
dengan kriteria suhu tubuh suhu tubuh agar
hasil : tetap dalam
a. menggigil keadaan normal.
menurun Terapeutik Terapeutik
b. kulit merah 3. Sediakan 3. Untuk memberikan
menurun lingkungan yang kenyamanan.
c. pucat menurun dingin
d. suhu tubuh 4. Basahi dan kipasi 4. Untuk
membaik permukaan tubuh mempercepat
penurunan panas
5. Berikan cairan 5. Untuk memenuhi
oral. kebutuhan cairan
dan elektrolit
6. Untuk
6. Lakukan mempercepat
pendinginan penurununan panas
eksternal (mis.
Kompres dingin
pada dahi).
kolaborasi
Kolaborasi
20
7. Kolaborasi 7. Untuk Untuk
pemberian cairan mempercepat
dan elektrolit penyembuhan
intravena, jika perlu.
Intervensi
Pendukung : Intervensi
8. Berikan Pendukung :
kesempatan 8. Memberikan
pasien dan kesempatan pada
keluarga klien untuk
bertanya menanyakan hal
yang belum
dipahami
9. jelaskan tanda 9. Memberitahu tanda
dan gejala dan gejala dari
dehidrasi dehidrasi sehingga
dehidrasi dapat
10. Anjurkan dicegah
memperbanyak 10. Untuk mencegah
minum terjadinya
kekurangan cairan
setelah melakukan
olahraga ataupun
aktivitas berat
1.
21
kulit/jaringan sirkulasi,
akan membaik perubahan
dengan kriteria status
hasil : nutrisi,
penurunan
-elastisitas kulit
kelembaban,
pasien meningkat
suhu
-perfusi jaringan
lingkungan
pasien
ekstrem,
meningkat
penurunan
-nyeri yang
mobilitas)
dialami pasien
2. Ubah posisi tiap
dapat menurun
2 jam jika tirah
2. Untuk
baring
menghindari tekanan
dan meningkatkan
3. Lakukan
aliran darah
pemijatan di area
3. Untuk
penonjolan
melancarkan
tulang, jika perlu
sirkulasi darah yang
4. Bersihkan
tertekan karena
perineal dengan
adanya penonjolan
air hangat,
4. Agar perineal
terutama selama
pasien tetap bersih
periode diare
dan pasien merasa
nyaman
5. Gunakan produk
berbahan
5. Agar kulit
petroleum atau
menjadi lembab
minyak pada kulit
kering
6. Gunakan produk
6. Untuk
berbahan
mencegah terjadinya
22
ringan/alami dan
alergi pada kulit
hipoalergik pada
sensitive
kulit sensitive
7. Hindari produk
berbahan dasar
alcohol pada kulit
7. Karena bahan
kering
dasar alcohol dapat
menyerap
kelembaban kulit
8. Anjurkan
sehingga membuat
menggunakan
semakin kering
pelembab (mis.
8. Agar kulit
Lotion, serum)
tidak kering
9. Anjurkan minum
air yang cukup
10. Anjurkan
9. Agar
meningkatkan
kebutuhan cairan
asupan nutrisi
terpenuhi
11. Anjurkan
10. Agar
meningkatkan
kebutuhan nutrisi
asupan buah dan
terpenuhi
sayur
12. Anjurkan
11. Agar kondisi
menghindari
kulit baik
terpapar suhu
ekstrem
13. Anjurkan
menggunakan
12. Untuk
tabir surya SPF
mencegah kerusakan
minimal 30 saat
integritas kulit
berada diluar
13. Agar kulit
ruma
23
14. Anjurkan mandi tetap terlindungi
dan
menggunakan
sabun
secukupnya
IV. IMPLEMENTASI
Dilakukan sesuai dengan intervensi.
V. EVALUASI
1. Evaluasi formatif (proses)
Fokus pada evaluasi proses (formatif) adalah aktivitas dari
proses keperawatan dan hasil kualitas peayanan asuhan
keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan segera
setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan untuk
membantu menilai efektivitas intervensi tersebut. Evaluasi
proses harus terus menerus dilaksanakan hingga tujuan
yang telah ditentukan tercapai. Metode pengumpulan data
dalam evaluasi proses terdiri atas analisis rencana asuhan
keperawatan, pertemuan kelompok, wawancara, observasi
klien, dan menggunakan form evaluasi. Ditulis pada catatan
perawatan. Contoh: membantu pasien duduk semifowler,
pasien dapat duduk selama 30 menit tanpa pusing.
2. Evaluasi Sumatif (hasil)
24
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa
status kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada
catatan perkembangan. Focus evaluasi hasil (sumatif)
adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada
akhir asuhan keperawatan. Tipe evaluasi ini dilaksanakan
pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna.
25
2.2 Penerapan Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Campak
Ilustrasi kasus
Seorang anak berusia 10 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan
badannya panas, gatal dan timbul bintik-bintik merah hampir diseluruh
tubuhnya pasien tampak gelisah dan meringis, Suhu tubuh : 380 C
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS
a. Anak
Nama : An. R
Anak yang ke : 2 (dua)
Tanggal lahir/umur : 28 januari 2010/ 10 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
b. Orang tua
1. Ayah
Nama : Tn. B (kandung)
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : Wirausaha
Pendidikan : SMA
Agama : Hindu
Alamat : Jl P.moyo gang subak sari B no.6
2. Ibu
Nama : Ny.(kandung)
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan : SMA
Agama : Hindu
Alamat :Jln P.moyo gang subak sari B no.6
26
B. ALASAN DIRAWAT
a) Keluhan Utama :
Pasien mengeluh badannya panas, gatal dan timbul bintik-bintik
merah hampir diseluruh tubuhnya
b) Riwayat Penyakit :
Penyakit waktu kecil : Demam,flu,batuk
Riwayat MRS : Tidak pernah MRS sebelumnya
Alergi : Tidak ada alergi
Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap
27
D. PENGAWASAN KESEHATAN
1. Bila sehat tidak di awasi di puskemas, dokter, dll
2. Bila sakit minta pertolongan kepada : Bidan, perawat dan dokter
3. Kunjungan ke Posyandu : Ya, satu bulan sekali
4. Pengawasan anak dirumah : Baik
Imunisasi ( 1 – 5 tahun)
CAMPAK - - - -
- - - -
Tambahan / anjuran
28
F. KESEHATAN LINGKUNGAN
Lingkungan rumah pasien bersih, memiliki jendela fentilasi ruangan dan
memiliki toilet/jamban keluarga.
29
a. Kebersihan : Kurang.
b. Kelembaban : Kering
c. Gusi : Baik
d. Lidah : Bersih
e. Gigi : Caries pada gigi atasnya
8. Leher
a. Kelenjer tiroid : Tidak ada pembengkakan
9. Dada
a. Inspeksi : Normal
b. Palpasi : Normal
10. Jantung
a. Inspeksi :-
b. Auskultasi :-
c. Palpasi :-
11. Paru-paru
a. Inspeksi : Simetris
b. Palpasi :-
c. Perkusi :-
d. Auskultasi : Vesikuler
12. Abdomen
b. Inspeksi :-
c. Palpasi :-
d. Perkusi :-
e. Auskultasi : Bising usus normal
13. Punggung
a. Bentuk : Normal
14. Ekstremitas
Kekuatan dan tonus otot :baik
15. Genitalia : laki laki
16. Kulit
a. Warna : Sawo matang
b. Turgor : Kembali dalam waktu 1 detik
30
c. Elastisitas : Elastis
17. Pemeriksaan Neurologis
An.R dalam kondisi sadar/compos mentis.
3. Pola eliminasi
Sebelum sakit : Pasien BAB 1-2 x/hari dengan
konsistensi padat
Saat sakit : Pasien BAB 3-5 x/hari dengan
konsisitensi cair dan BAK 3x/hari
4. Pola aktivitas
Sebelum sakit : Pasien beraktifitas seperti bermain
5. Kebutuhan rekreasi
31
Sebelum sakit : Pasien hanya bermain berkumpul
dengan teman dan keluarganya.
6. Pola istirahat
Sebelum sakit : Pasien istirahat biasanya kalau
siang hari dari jam 1-2 dan pada
malam hari dari jam 8 malam
8. Temperature suhu
Sebelum sakit : Suhu pasien normal
Saat sakit : Suhu pasien 38,9 C
32
bermain, dan kumpul dengan
keluarganya
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah, pemeriksaan darah tepi
Pemeriksaan Ig M anti campak
K. HASIL OBSERVASI
1. Interaksi anak dengan orang tua : Baik
33
L. ANALISA DATA
Nama klien : An.R
No. register : 641827
34
III. INTERVENSI
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATA
N
1 Hipertermia Setelah Intervensi utama : Intervensi utama :
berhubungan dilakukan manajemen manajemen
dengan proses tindakan hipertermia. hipertermia.
penyakit keperawatan Observasi Observasi
selama 1x6 jam, 1. Identifikasi 1. Mengetahui
diharapkan suhu penyebab pemicu terjadinya
pasien kembali hipertermia. hipertermia.
normal dengan 2. Monitor 2. Untuk menjaga
kriteria hasil : suhu tubuh suhu tubuh agar
a. menggigil tetap dalam
menurun keadaan normal.
b. kulit merah Terapeutik Terapeutik
menurun 3.Sediakan 3. Untuk memberikan
c. pucat menurun lingkungan yang kenyamanan.
d. suhu tubuh dingin
membaik 4.Basahi dan kipasi 4. Untuk
permukaan tubuh mempercepat
penurunan panas
5. Berikan cairan 5. Untuk memenuhi
oral. kebutuhan cairan
dan elektrolit
6. Lakukan 6. Untuk
pendinginan mempercepat
eksternal (mis. penurununan panas
Kompres dingin
pada dahi).
Kolaborasi
kolaborasi
7. Kolaborasi
pemberian cairan 7. Untuk Untuk
35
dan elektrolit mempercepat
intravena, jika perlu. penyembuhan
Intervensi
Intervensi
Pendukung :
Pendukung :
8.Berikan
kesempatan pasien 8. Memberikan
dan keluarga kesempatan pada
minum terjadinya
kekurangan cairan
setelah melakukan
olahraga ataupun
aktivitas berat
2.
36
IV. IMPLEMENTASI
37
DO :suhu tubuh
10.00 -melakukan pendinginan pasien menurun
eksternal(kompres hangat) setelah dilakukan
kompres hangat
DS : -
DO : untuk
10.20 -mengkolaborasi pemberian mempercepat
cairan dan elektrolit intravena, penyembuhan
jika perlu. pasien
DS : pasien dan
keluarganya
11.00 - menjelaskan tanda dan gejala sudah mengerti
dehidrasi mengenai tanda
dan gejala
dehidrasi
DO :pasien dan
keluarganya
tampak
menganggukakan
kepala
DS : pasien
mengatakan
11.20 - menganjurkan memperbanyak sudah banyak
minum minum air putih
DO :pasien
tampak minum air
putih dengan
banyak
38
V. EVALUASI
No Hari/ Evaluasi Tanda Tangan
Dx Tgl/Jam
1 Rabu,1 S : pasien mengatakan tubuhnya tidak
Januari panas lagi
2020 O : suhu tubuh pasien sudah menurun
12.30 menjadi 37.60C, bitnik merah pada kulit
pasien berkurang
A : tujuan tercapai masalah teratasi
sebagian
P: -
39
2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Dipteri
I. DEFINISI
Difteri adalah suatu penyakt infeksi akut yang sangat menular yang
terjadi secara lokal pada mukosa saluran pernafasan atau kulit, yang
disebabkan oleh basil gram positif Corynebacterium diphtheria, ditandai
oleh terbentuknya eksudat yang berbentuk membran pada tempat
infeksi, dan diikuti oleh gejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh
eksotoksin yang diproduksi oleh basil ini.Orang-orang yang berisiko
terkena penyakit ini :
a. Tidak mendapat imunisasi atau imunisasinya tidak lengkap
b. Immunocapromide, seperti : sosial ekonomi yang rendah, pemakai
obat imunosupresif, penderita HIV, diabetes mellitus, pecandu
alkohol dan narkotika
c. Tinggal pada tempat-tempat padat, seperti : rumah tahanan, tempat
penampungan
d. Sedang melakukan perjalanan (travel) kedaerah-daerah yang
sebelumnya merupakan daerah edemik difteri
II. ETIOLOGI
Disebabkan oleh Corynebacterium diptheria, bakteri gram positif
yang bersifat polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora,
aerobic dan dapat memproduksi eksotoksin.
Klasifikasi penyakit difteri secara klinis adalah menurut lokasinya :
a. Difteri nasal anterior
b. Difteri nasal posterior
c. Difteri fausial (farinks)
d. Difteri laryngeal
e. Difteri konjungtiva
f. Difteri kulit
g. Difteri vulva/vagina
Sedangkan, klasifikasi difteri menurut tingkat keparahannya :
40
1. Infeksi ringan, apabila pseudomembrane hanya terdapat pada
mukosa hidung dengan gejala hanya pilek dan nyeri waktu menelan
2. Infeksi sedang, apabila pseudimembrane telah menyerang sampai
faring dan laring sehingga keadaan pasien terlihat lesu dan agak
sesak
3. Infkesi berat, apabila terjadi sumbatan nafas berat dan adanya
gejala-gejala yang ditimbulkan oleh eksotoksin seperti miokarditis,
paralisis dan nefritis
41
IV. TANDA DAN GEJALA
Gejala klinis penyakit difteri ini adalah :
1. Panas lebih dari 38 °C
2. Sakit waktu menelan
3. Leher membengkak seperti leher sapi (bullneck), disebabkan
karena pembengkakan kelenjar leher.
Tergantung pada berbagai faktor, maka manifestasi penyakit ini
bisa bervariasi dari tanpa gejala sampai suatu keadaan/penyakit yang
hipertoksik serta fatal. Sebagai faktor primer adalah imunitas penderita
terhadap toksin diphtheria, virulensi serta toksinogenesitas
(kemampuan membentuk toksin) Corynebacterium diphtheriae, dan
lokasi penyakit secara anatomis. Faktor-faktor lain termasuk umur,
penyakit sistemik penyerta dan penyakit-penyakit pada daerah
nasofaring yang sudah ada sebelumnya. Masa tunas 2-6 hari. Penderita
pada umumnya datang untuk berobat setelah beberapa hari menderita
keluhan sistemik. Demam jarang melebihi 38,9o C dan keluhan serta
gejala lain tergantung pada lokasi penyakit diphtheria.
1. Diphtheria Hidung
Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa
atau disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur
menjadi serosanguinous dan kemudian mukopurulen
mengadakan lecet pada nares dan bibir atas. Pada
pemeriksaan tampak membran putih pada daerah septum nasi.
2. Diphtheria Tonsil-Faring
Gejala anoroksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan.
dalam 1-2 hari timbul membran yang melekat, berwarna
putih-kelabu dapat menutup tonsil dan dinding faring, meluas
ke vula dan palatum molle atau ke distal ke laring dan trachea.
3. Diphtheria Laring
Pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi
lebih berupa gejala obstruksi saluran nafas atas.
42
4. Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga
Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat
membran pada dasarnya. Kelainan cenderung menahun.
Diphtheria pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa
kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva palpebra.
Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan
berbau
Tidak semua gejala-gejala klinik ini tampak jelas, maka setiap anak
panas yang sakit waktu menelan harus diperiksa pharynx dan
tonsilnya apakah ada psedomembrane. Jika pada tonsil tampak
membran putih kebau-abuan disekitarnya, walaupun tidak khas
rupanya, sebaiknya diambil sediaan (spesimen) berupa apusan
tenggorokan (throat swab) untuk pemeriksaan laboratorium.
Gejala diawali dengan nyeri tenggorokan ringan dan nyeri
menelan. Pada anak tak jarang diikuti demam, mual, muntah,
menggigil dan sakit kepala. Pembengkakankelenjar getah bening di
leher sering terjadi
1. Gejala umum.
Demam tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, nyeri kepala dan
anoreksia sehingga pasien tampak lemah.
2. Gejala lokal
Nyeri menelan, bengkak pada leher karena pembengkakan
pada area regional, sesa nafas, serak sampai dengan stridor
jika penyakit sudah stadium lanjut. Gejala akibat eksotoksin
tergantung bagian yang terkena missal mengenaiotot jantung
terjadi miokarditis, dan bila mengenai syaraf mnyebabkan
kelumpuhan.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Bakteriologik. Preparat apusan kuman difteri dari bahan apusan
mukosa hidung dan tenggorokan (nasofaringeal swab)
b. Darah rutin, Hb, Leukosit, Hitung Jenis, Eritrosit, Albumin
c. Urin lengkap : aspek, protein dan sedimen
43
d. Enzim CPK, segera saat masuk RS
e. Ureum dan kreatinin (bila dicurigai ada komplikasi ginjal)
f. EKG secara berkala untuk mendeteksi toksin basil menyerang
sel otot jantung dilakukan sejak hari 1 perawatan lalu minimal
1xseminggu, kecuali bila ada indikasi biasa dilakukan 2-3x
seminggu
g. Pemeriksaan radiografi toraks untuk mengecek adanya
hiperinflasi
h. Tes shick
44
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
A. Identitas pasien
Nama
Umur
Nomor MR
Pekerjaan
Alamat
Cara masuk
Riwayat alergi
Tanggal masuk RS
B. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dulu
Biasanya klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus,
faring, laring, dan salurannafas atas dan mengalami pilek dengan
sekret bercampur darah yang disebabkan oleh bakteri
corynebacterium diphteriae.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, lesu,
pucat, sakit kepala, anoreksia dan klien mengeluh sakit pada saat
menelan , mengigil, malaise, sakit tenggorokan, batuk.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ada keluarga yang mengalami difteri jadi ada
kemungkinan besar anaknya akan menderita penyakit yang sama
4. Riwayat perinatal dan neonatal
a. Hamil
Untuk mengetahui kondisi ibu selama hamil, periksa
kehamilan dimana dan berapa kali, serta apa mendapatkan
apa saja dari petugaskesehatan selama hamil
b. Persalinan
45
Untuk mengetahui cara persalinan, ditolong oleh siapa,
adakah penyulit selama melahirkan seperti pendaharan. Kaji
dimana klien dilahirkan, berat badan, panjang badan bayi.
c. Neonatal
Untuk mengetahui apakah bayi minum ASI atau pasi, berapa
BB pada saat lahir, PB saat lahir, apakah saat lahir bayi
langsung menangis/tidak
1. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Pertumbuhan dan perkembangan motorik, sensorik klien dengan
difteri biasannya terganggu pernapasan sehingga sulit untuk
menelan, desrtai demam, mengigil, malaise, sakit tenggorokan,
batuk.
2. Riwayat imunisasi anak dan kesehatan keluarga
Apakah riwayat imunisasi pada anak lengkap atau tidak.
C. Pemeriksaan fisik
- Secara TTV didapat
Suhu tubuh :<38,9 oC
Respirasi : 26 x/menit (meningkat)
Tekanan Darah : 100/70 mmHg (menurun)
Nadi : 94 x/menit (meningkat)
- Secara head to toe
1. Inspeksi
a) Kepala: simetris/tidak, tampak benjolan abnormal/tidak, ada
lesi/tidak, kulit kepala bersih
b) Rambut: hitam/tidak, ada ketombe/tidak, rontok/tidak
c) Wajah: pucat/tidak
d) Mata: lesi/tidak, conjungtiva pucat/tidak, skelera
kuning/tidak, tampak cowong
e) Hidung: simetris/ tidak, tampak bersih/tidak, ada sekret/tidak,
pernafasan cuping hidung/tidak
f) Mulut: mukosa bibir terlihat lembab/tidak, bersih/tidak,
tampak ada stomatitis /tidak
46
g) Leher: tampak ada pembesaran kelenjar tyroid, kelenjar limfe
jugolaris/tidak
h) Dada: simetris/tidak, tampak benjolan abnormal/tidak, nafas
tratur/tidak
i) Perut: tampak buncit/tidak, adanya benjolan/tidak
j) Genetalia: untuk mengetahui kelengkapan dan keadaan
k) Integumen: bersih/tidak, tampak pucat/tidak, kering/lembab
l) Ekstermitas atas: simetris/tidak, pergerakan bebas/tidak
m) Ektermitas bawah: simetris/tidak, pergerakan bebas/tidak
2. Palpasi
a. Kepala: teraba benjolan abnormal/tidak
b. Leher: tampak ada pembesaran kelenjar tyroid, kelenjar
limfe jugolaris/tidak
c. Dada: simetris/tidak, tampak benjolan abnormal/tidak, nafas
tratur/tidak
d. Perut: tampak buncit/tidak, adanya benjolan/tidak
e. Integumen: bersih/tidak, tampak pucat/tidak, kering/lembab
3. Auskultasi
a. Dada: terdengar ronchi dan wheezing/tidak
b. Abdomen: terdengar bising usus/tidak
4. Perkusi
a. Reflek patella kanan/kiri positif/tidak
b. Perut: ada kembung/tidak
47
III. INTERVENSI
48
penyembuhan
Intervensi Pendukung :
Intervensi Pendukung
7. Berikan kesempatan
8. Memberikan
pasien dan keluarga
kesempatan pada klien
bertanya
untuk menanyakan hal
yang belum dipahami
8. jelaskan tanda dan
gejala dehidrasi 9. Memberitahu tanda
dan gejala dari dehidrasi
sehingga dehidrasi dapat
9. Anjurkan dicegah
IV. IMPLEMENTASI
Dilakukan berdasarkan interverensi
V. EVALUASI
1. Evaluasi formatif (proses)
Fokus pada evaluasi proses (formatif) adalah aktivitas dari
proses keperawatan dan hasil kualitas peayanan asuhan
keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan segera
setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan untuk
membantu menilai efektivitas intervensi tersebut. Evaluasi
proses harus terus menerus dilaksanakan hingga tujuan yang
telah ditentukan tercapai. Metode pengumpulan data dalam
evaluasi proses terdiri atas analisis rencana asuhan
keperawatan, pertemuan kelompok, wawancara, observasi
49
klien, dan menggunakan form evaluasi. Ditulis pada catatan
perawatan. Contoh: membantu pasien duduk semifowler,
pasien dapat duduk selama 30 menit tanpa pusing.
50
2.4 Penerapan Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Dipteri
Ilustrasi kasus
Seorang anak berusia 10 tahun datang ke BRSUD TABANAN dengan
keluhan panas selama 2 hari
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS
a. Anak
Nama : An.D
Anak yang ke :2
Tanggal lahir/umur : 10 Januari 2010/ 10 tahun
Jenis kelamin : Laki-aki
Agama : Hindu
b. Orang tua
1. Ayah
Nama :Tn.A (kandung/tiri)
Umur : 42
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMP
Agama : Hindu
Alamat : Pupuan,Tabanan
2. Ibu
Nama : Ny.A (kandung/tiri)
Umur : 40 tahun
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMP
Agama : Hindu
Alamat : Pupuan,Tabanan
51
B. ALASAN DIRAWAT
1. Keluhan Utama :
Ibu mengatakan anak panas selama 2 hari
2. Riwayat Penyakit :
Klien datang ke IGD BRSUD Tabanan pada tanggal 31 desember
2019 pukul 10.00 WITA bersama ibunya. Ibu klien mengatakan,
klien mengalami panas sejak 2 hari yang lalu,. Klien sudah diobati
dengan paracetamol tetapi tidak kunjung sembuh dan keluarga
memutuskan untuk dibawa kerumah sakit. Saat dilakukan
pemeriksaan klien teraba panas, kulit kemerahan, mukosa kering,
nyeri telan, terdapat membran putih keabu-abuan pada tonsil dan
tenggoroan, dan turgor kulit 1 detik. Telah dilakukan pemeriksaan
tanda-tanda vital dengan hasil suhu 38,2°C, nadi 120x/menit,
tekanan darah 110/60 mmHg, pernafasan 30x/menit
52
Bayi diasuh oleh kedua orang tua, diberikan ASI eksklusif,
kemudian setelah 6 bulan diberikan PASI laktogen (susu
formula).
4. Riwayat Kehamilan
Ibu pasien teratur memeriksakan kehamilannya ke bidan, tidak
ada keluhan yang berarti selama kehamilannya. Bayi lahir
cukup bulan, spontan, langsung menangis, berat badan lahir
3100 gram
5. Riwayat Makanan
Umur : 0 – 6 bulan : ASI eksklusif
Umur : 6 bulan ke atas : PASI laktogen (Susu formula)
6. Riwayat Pernah dirawat di rumah sakit
Sebelumnya klien pernah masuk rumah sakit dengan diare dan
demam pada saat berumur 1 bulan.
7. Obat-obatan yang digunakan
Ibu mengatakan An.D pernah mendapatkan paracetamol sirup
dari puskesmas atau mantri terdekat
8. Tindakan operasi
An.D belum pernah dilakukan tindakan operasi.
9. Alergi
An.D tidak mempunyai riwayat alergi
10. Kecelakaan
An.D tidak pernah jatuh / cedera sampai dirawat di RS
2. Pola nutrisi
53
Sebelum sakit : Pasien sering mengonsumsi
makanan dan minuman,
dengan lauk daging,telur,
serta sayuran, kadang
minum susu.
Saat sakit : Pasien mengatakan tidak
nafsu mkan karena sulit
untuk menelan
3. Pola eliminasi
Sebelum sakit : Pasien BAB 1-2 x/hari dengan
konsistensi padat
Saat sakit : Pasien BAB 3-5 x/hari dengan
konsisitensi cair dan BAK 3x/hari
4. Pola aktivitas
Sebelum sakit : Pasien beraktifitas seperti bermain
5. Kebutuhan rekreasi
Sebelum sakit : Pasien hanya bermain berkumpul
dengan teman dan keluarganya.
6. Pola istirahat
Sebelum sakit : Pasien istirahat biasanya kalau
siang hari dari jam 1-2 dan pada
malam hari dari jam 8 malam
54
hanya sekitar 1 sampai 2 jam kalau
siang, sedangkan malam sekitar 5-
7 jam
8. Temperature suhu
Sebelum sakit : Suhu pasien normal
Saat sakit : Suhu pasien 38,9 C
55
Sebelum sakit : Pasien dirumah sangat rajin
sembahyang dengan keluarga
E. PENGAWASAN KESEHATAN
Saat dirumah anak selalu diawasi oleh anggota keluarganya dengan sangat
baik. Namun ketika di rumah sakit anak pun selalu di awasi juga oleh
keluarganya. Bila ada keluhan maka keluarga meminta bantuan kepada
tenaga medis yang merawatnya
Imunisasi
I II III
BCG 1BLN - -
DPT 1BLN - -
POLIO 1BLN
CAMPAK 9BLN
HEPATITIS 0BLN - 6BLN
B
G. KESEHATAN LINGKUNGAN
56
1. Lingkungan rumah :
- Luas rumah 8 x 10 m
- Ventilasi cukup, penerangan cukup
- Pakai sumur gali- Sampah dibakar
- Jarak rumah dengan rumah tetangga berdekatan
- Lingkungan tempat tinggal cukup padat
H. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Samnolen
2. TB/BB (cm) : 111 cm/ 22 kg
57
3. Kepala
a. Lingkar kepala : 46 cm.
b. Rambut :
- Kebersihan : Bersih.
- Warna : Hitam.
- Tekstur : Kasar.
- Distribusi rambut :Merata.
- Kuat/mudah tercabut : Kuat.
4. Mata
a. Sklera : Normal/non ikterik
b. Konjungtiva : Anemis
5. Telinga
a. Simetris : Ya
b. Serumen : Ada
c. Pendengaran : Baik
6. Hidung
a. Septum simetris : Ya
b. Sekret : Tidak
c. Polip : Tidak
7. Mulut
a. Kebersihan : Kurang.
b. Kelembaban : Kering
c. Gusi : Baik
d. Lidah : Bersih
e. Gigi : Caries pada gigi atasnya
8. Leher
a. Kelenjer tiroid : Tidak ada pembengkakan
9. Dada
a. Inspeksi : Normal
b. Palpasi : Normal
10. Jantung
a. Inspeksi :-
58
b. Auskultasi :-
c. Palpasi :-
11. Paru-paru
a. Inspeksi : Simetris
b. Palpasi :-
c. Perkusi :-
d. Auskultasi : Vesikuler
12. Abdomen
b. Inspeksi :-
c. Palpasi :-
d. Perkusi :-
e. Auskultasi : Bising usus normal (4x/menit)
13. Punggung
a. Bentuk : Normal
14. Ekstremitas :Kekuatan dan tonus otot baik
15. Genitalia :laki laki
16. Kulit
a. Warna : Sawo matang
b. Turgor : Kembali dalam waktu 1 detik
c. Elastisitas : Elastis
17. Pemeriksaan Neurologis
An.D dalam kondisi sadar/compos mentis.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 31 desember 2019:
Trombosit : 90.000
HCT : 41%
Hb : 12,3 mg/dL
59
J. HASIL OBSERVASI
1. Interaksi anak dengan orang tua
Anak sering berinteraksi dengan kedua orang tuanya seperti meminta
sesuatu kepada orang tua, berkomunikasi dengan orang tua
2. Bentuk/arah komunikasi
Komunikasi Interpersonal: komunikasi yang terjadi antar ibu dan ayah
dengan anak secara langsung dengan cara berhadapan muka atau tidak.
K. Analisa Data
Nama klien : An.D
No. register : 13.11.01.007
60
lemah, kesadaran composmentis, mukosa mulut kering. TD : 100/60
mmHg, Suhu : 38,7oC, Nadi : 90x/menit, RR : 36x/menit,
III. INTERVENSI
61
pendinginan penurununan panas
eksternal (mis.
Kompres dingin
pada dahi). kolaborasi
62
IV. IMPLEMENTASI
N No.Masalah Tindakan Evaluasi Tanda
Hari/Tgl/Jam
o Keperawatan tangan
1 Rabu, 1 Hipertermia
januari 2020
-memonitor suhu tubuh DS : -
08.00
DO : suhu tubuh
pasien 380C
-membasahi dan DS : -
08.20
mengkipasi permukaan DO : suhu pasien
tubuh sudah menurun
menjadi 37,0C
63
DS : -
10.20 DO
:berkolaborasi
- menjelaskan tanda dan dengan tim medis
gejala dehidrasi lainnya
11.00 DS : keluarga
pasien
mengatakan
sudah mengerti
mengenai tanda
dan gejala
dehidrasi
DO :keluarga
pasien tampak
- menganjurkan menganggukkan
memperbanyak minum kepala
11.20 DS : pasien
mengatakan
sudah banyak
minum air putih
DO :pasien
tampak minum
air putih dengan
banyak
64
V. EVALUASI
No Hari/ Tgl/Jam Evaluasi Tanda
Dx Tangan
1 Rabu,1 Januari S : pasien mengatakan tubuhnya tidak panas lagi
2020
O : suhu tubuh pasien sudah menurun menjadi
12.30 37.0C,
A : tujuan tercapai masalah teratasi sebagian
P: -
65
2.5 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Tetanus
I. Definisi
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh
neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan
spasme otot yang periodik dan berat. Tetanus ini biasanya akut dan
menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin.
Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium
tetani. Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease". Dan pada tahun
1890, diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan
tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung
bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan
pencegahan dari tetanus. Spora Clostridium tetani biasanya masuk
kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong, tertusuk
ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat
Tetanus adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh
eksotoxin yang dihasilkan oleh clostridium tetani yang ditandai dengan
peningkatan kekakuan umum dan kejang-kejang otot rangka
Tetanus merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf
pusat yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang dihasilkan oleh
Clostridium Tetani. Penyakit ini timbul jika kuman tetanus masuk ke
dalam tubuh melalui luka, gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi telinga,
bekas suntikan dan pemotongan tali pusat. Dalam tubuh kuman ini akan
berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain tetanospasmin
yang secara umum menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris.
II. KLASIFIKASI TETANUS
Tetanus diklasifikasikan berdasarkan pada menjadi:
(1) Tetanus local
(2) Tetanus cephalic
(3) Tetanus umum
(4) Tetanus neonatal
66
Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat
sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan
oleh proses pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh
penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C. tetani, maupun
penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang telah terkontaminasi.
Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional
yang tidak steril, merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal
tetanus.
III. PATOFISIOLOGI
Clostridium tetani yang bersifat anaerob, membentuk spora masuk
ke dalam tubuh manusia melalui luka, semua jenis luka dapat terinfeksi
oleh kuman tetanus seperti luka laserasi, luka tusuk, luka tembak, luka
bakar, luka gigit, luka suntikan dan sebagainya. Bentuk spora akan
berubah menjadi bentuk vegetatifnya bila lingkungannya
memungkinkan untuk perubahan bentuk tersebut dan kemudian
mengeluarkan oksotosin yang dihasilkan yaitu tetanosilin dan
tetanospamin. Tetanospamin menghambat pelepasan asetilkolin tetapi
tidak menghambat pelepasan alfa dan gama motor neuron sehingga
tonus otot meningkat. Tetanospamin terdiri dari protein yang bersifat
toksin terhadap sel saraf. Toksin ini diarbsopsi oleh endogen saraf di
ujung saraf motorik dan diteruskan melalui sel saraf sampai sel
ganglion dan susunan saraf pusat. Bila telah mencapai susunan saraf
pusat dan terikat dengan sel saraf, toksin tersebut tidak dapat
dinetralkan lagi. Saraf yang terpotong atau bergenerasi, lambat
menyerap toksin sedangkan saraf sensorik sama sekali tidak menyerap
toksin. Tanda dan gejala yang muncul adalah kaku otot masseter yang
mengakibatkan gangguan membuka mulut (trismus), kaku kuduk, kaku
leher dan kaku punggung yang mengakibatkan opistotonus. Selain
dinding otot perut menjadi kaku seperti papan, risus sardonikus karena
kaku otot wajah dan keadaan kekakuan ekstremitas. Penderita sangat
terganggu oleh gangguan menelan, keluhan konstipasi, nyeri kepala,
berkeringat sering dijumpai. Pada umumnya ditemukan demam serta
67
bertambahnya frekuensi nafas. Kejang otot merupakan kekakuan karena
hipertonus dan bersifat klonus dapat timbul karena hanya rangsangan
yang lemah seperti bunyi-bunyian dan cahaya. Selama sakit sensorium
tidak terganggu sehingga ia merasakan nyeri akibat kaku otot. Adapun
komplikasi yang terjadi adalah spasme otot faring, asfiksia, atelektasis,
dan fraktur kompresi
IV. ETIOLOGI TETANUS
Kuman penyebab penyakit tetanus yang dikenal sebagai
Clostridium tetani; berbentuk batang yang langsing dengan ukuran
panjang 2–5 um dan lebar 0,3–0,5 um, termasuk gram positif dan
bersifat anaerob. Bakteri ini berspora, dijumpai pada tinja binatang
terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang
terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan
beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka
seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia
akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin
yang bernama tetanospasmin.
Kuman tetanus ini membentuk spora yang berbentuk lonjong dengan
ujung yang butat, khas seperti batang korek api (drum stick) Sifat spora
ini tahan dalam air mendidih selama 4 jam, obat antiseptik tetapi mati
dalam autoclaf bila dipanaskan selama 15–20 menit pada suhu 121°C.
Bila tidak kena cahaya, maka spora dapat hidup di tanah berbulan–
bulan bahkan sampai tahunan. Juga dapat merupakanflora usus normal
dari kuda, sapi, babi, domba, anjing, kucing, tikus, ayam dan manusia.
Spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif dalam anaerob dan
kemudian berkembang biak. Bentuk vegetatif tidak tahan terhadap
panas dan beberapa antiseptic.
Kuman tetanus tumbuh subur pada suhu 17°C dalam media kaldu
daging dan media agar darah. Demikian pula dalam media bebas gula
karena kuman tetanus tidak dapat mengfermentasikan glukosa. Kuman
tetanus tidak invasif. tetapi kuman ini memproduksi 2 macam
eksotoksin yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmis
68
merupakan protein dengan berat molekul 150.000 Dalton, larut dalam
air labil pada panas dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik. tetapi
stabil dalam bentuk murni dan kering. Tetanospasmin disebut juga
neurotoksin karena toksin ini melalui beberapa jalan dapat mencapai
susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala berupa kekakuan
(rigiditas), spasme otot dan kejang–kejang. Tetanolisin menyebabkan
lisis dari sel–sel darah merah.
V. TANDA DAN GEJALA TETANUS
Adapun tanda dan gejala dari penyakit tetanus, antara lain:
a. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap
selama 5-7 hari.
b. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya
c. Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
d. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang
dari leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus,
lockjaw) karena spasme otot masetter.
e. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus, nuchal rigidity)
f. Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis
tertarik keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir
tertekan kuat.
g. Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan
opistotonus, tungkai dengan eksistensi, lengan kaku dengan
mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.
h. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan
sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna
vertebralis (pada anak).
Tanda-gejala tetanus berdasarkan klasifikasi penyakit tetanus adalah
sebagai berikut:
a. Localized tetanus
Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten,
pada daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan
fixator). Hal inilah merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi
69
otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan
tanpa progressif dan biasanya menghilang secara bertahap. Lokal
tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi
dalam bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian.
Bisa juga lokal tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik
tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai
sesudah pemberian profilaksis antitoksin.
b. Cephallic tetanus
Cephallic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa
inkubasi berkisar 1-2 hari, yang berasal dari otitis media kronik
(seperti dilaporkan di India), luka pada daerah muka dan kepala,
termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung.
Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini
bila luka mengenai daerah mata, kulit kepala, muka, telinga,
leper, otitis media kronis dan jarang akibat tonsilectomi. prognosa
bentuk tetanus cephalic jelek.
c. Generalized tetanus
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan
komplikasi yang tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena
gejala timbul secara diam-diam. Trismus merupakan gejala utama
yang sering dijumpai (50 %), yang disebabkan oleh kekakuan
otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang
menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan.
Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni
spasme otot-otot muka, opistotonus (kekakuan otot punggung),
kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan
bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa
terjadi disuria dan retensi urine, kompressi fraktur dan
pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya
sedikit, tetapi begitupun bisa mencapai 40oC. Bila dijumpai
hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan
70
dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa
ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis.
Menurut berat ringannya tetanus umum dapat dibagi atas:
a. Tetanus ringan: trismus positif dan lebih dari 3 cm, tidak
disertai kejang umum walaupun dirangsang, masa inkubasi
lebih dari 14 hari, period of onset >6 hari, sukar makan dan
minum tetapi disfagia tidak ada, dan lokalisasi kekakuan dekat
dengan luka berupa spasme disekitar luka dan kekakuan umum
terjadi beberapa jam atau hari.
b. Tetanus sedang: trismus kurang dari 3 cm dan disertai kejang
umum bila dirangsang, masa inkubasi 10-14 hari, period of
onset 3 hari atau kurang, trismus ada dan disfagia ada, serta
kekakuan umum terjadi dalam beberapa hari tetapi dispnoe dan
sianosis tidak ada
c. Tetanus berat: trismus kurang dari 1 cm dan disertai kejang
umum yang spontan, masa inkubasi <10 hari, period of onset 3
hari atau kurang, trismus berat, disfagia berat, dan kekakuan
umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat
banyak dan takikardia.
Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a. Bersihkan port d entree (luka, caries, otitis) dengan
larutan H2O 3%
b. Anti Tetanus Serum (ATS) 1500 unit IM
c. Toksoid Tetanus (TT) dengan memperhatikan status
iminisasi
71
d. Penisilin Prokain (PP) 2-3 hari, 50.000 u/KgBB/hari
2. Pengobatan
a) Anti Tetanus Serum (ATS) 50.000 unit/hari selama 2 hari
berturut-turut, hari 1 diberikan dalam infus glukosa 5 % 100
ml. Hari ke-2 diberikan intramuskuler, lanjutkan uji
kulit/mata sebelum pemberian.
b) Fenobarbital, dosis inisial 50 mg (umur < 1 tahun) dan 75
mg (umur > 1 tahun), dilanjutkan dosis 5 mg/KgBB/hari
dibagi dalam 6 dosis.
c) Diazepam, dosis 4 mg/KgBB/hari dibagi dalam 6 dosis
d) Largaktil, dosis 4 mg/KgBB/hari dibagi dalam 6 dosis
e) Kloralhidrat 5 % (bila kejang sukar diatasi), per rectal, dosis
50 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis
f) PP 50.000u/KgBB/hari, im, sampai 3 hari demam turun,
satu tempat suntikan tidak lebih dari 600.000 u
g) Diet tinggi kalori tinggi protein. Bila trismus, makan cair
diberikan melalui pipa nagogosatrik atau parenteral
h) Isolasi
i) Oksigen 2 Lpm
j) Berikan port d entree dengan larutan H2O2 3%
k) Toksoid Tetanus diberikan sesuai status imunisasi
I. PENGKAJIAN
A. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan keluarga membawa
klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi,
kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting di ketahui karena untuk
mengetahui predisposisi penyebab sumber luka. Disini harus di tanya
dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan,
72
sembuh, atau bertambah buruk. Keluhan kejang perlu mendapat
perhatian untuk di lakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana
sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang,
dan tindakan apa yang telah di berikan dalam upaya menurunkan
keluhan kejang tersebut.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran di
hubungkan dengan toksin tetanus yang mengimplamasi jaringan otak.
Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan
penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsip, dan koma.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah di alami klien yang memungkinkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang
meliputi pernah kah klien mengalami tubuh terluka dan luka tusuk
yang dalam misalnya tertusuk paku, pecahan kaca, terkenaa kaleng,
atau luka yang menjadi kotor; karena terjatuh di tempat yang kotor
dan terluka atau kecelakaan dan timbul luka yang tertutup
debu/kotoran juga luka bakar dan patah tulang terbuka.
73
Palpasi :tidak teraba massa atau benjolah di daerah dada,
vocal fremitus teraba jelas di lapang paru kanan-kiri
Perkusi :sonor di seluruh lapang paru: ICS ke-1 hingga ICS
ke-6 di seluruh lobus paru
Auskultasi : Ada bunyi nafas tambahan ronchi di akhir
pernapasan sebagai komplikasi dari tetanus akibat
kemampuan batuk klien menurun
2. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan syok
hipovelemik yang sering terjadi pada klien tetanus. TD biasnya
normal, peningkatan heart rate, adanya anemis karena adanya
hancurnya eritrosit.
3. B3 (Brain)
a) Kesadaran klien biasanya kompos mentis. Pada keadaan lanjut
tingkat kesadaran klien tetanus mengalami penurunan pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah
mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
monitoring pemberian asuhan.
b) Status mental: obsevasi penampilan klien dan tingkah lakunya,
nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan
aktifitas motorik yang pada klien tetanus tahap lanjut biasanya
status mental klien mengalami perubahan.
4. B4 (Bladder)
Penurunan volume haluaran urin berhubungan dengan penurunan
perpusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. Adanya retensi urin
karena kejang umum. Pada klien yang sering kejang sebaiknya
pengeluaran urine dengan menggunakan kateter.
5. B5 (Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi
asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien tetanus menurun
karena anoreksia dan adanya kejang, kaku dinding perut (perut
74
papan) merupakan tanda khas dari tetanus. Adanya spasme otot
menyebabkan kesulitan BAB.
6. B6 (Bone)
Adanya kejang umum sehingga mengganggu mobilitas klien dan
menurunkan aktivitas sehari-hari. Perlu dikaji apabila klien
mengalami patah tulang terbuka yang memungkinkan menjadi port
de entrée kuman Clostridium tetani, sehingga memerlukan
perawatan luka yang optimal. Adanya kejang memberikan resiko
raktur pertibra pada bayi, ketegangan, dan spasme otot pada
abdomen
.
II. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
2. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neourologis
4. Risiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit
75
III. INTERVENSI
76
Kolaborasi 7. Untuk Untuk
7.Kolaborasi mempercepat
pemberian cairan dan penyembuhan
elektrolit intravena, jika
perlu.
77
(mis, gurgling, tambahan
semenit
mengi, wheezing,
meningkat
ronkhi kering) - Untuk mengetahui
- Kapasitas
- monitor sputum jumlah, warna dan
vital
(jumlah, warna, aroma
meningkat
aroma)
- Diameter
thoraks b. terapeutik
b. terapeutik
anterior- - agar nafas pasien
- pertahankan
posterior tetap normal
kepatenan jalan
meningkat
nafas dengan head-
- Tekanan
tilt dan chin-tilt
ekspirasi
(jaw-thrust jika
meningkat
curiga trauma
- Tekanan
servikal)
inspirasi - agar pasien merasa
- posisi semi fowler
meningkat nyaman
atau fowler
- Dispenia - untuk
- berikan minum
menurun mengencerkan
hangat
- Penggunaan apabila ada sputum
otott bantu - untuk memelihara
- Lakukan fisioterapi
nafas fungsi otot-otot
dada, jika perlu
menurun pernafasan
- berikan oksigen,
- Pemanjanga - jika pasien merasa
jika perlu
n fase sesak, untuk
ekspirasi memenuhi
menurun kebutuhan oksigen
- Ortopnea pasien
menurun c. edukasi c. edukasi
- Pernapasan - anjurkan asupan - agar pasien tidak
pursed-lip cairan 2000 ml kekurangan cairan
menurun perhari, jika tidak
- Pernapasan
78
cuping kontraindikasi
hidung - ajarkan teknik
- untuk melancarkan
menurun batuk efektif
jalan nafas
- Frekuensi
nafas napas d. kolaborasi
membai - pemberian
d. Kolaborasi
- Kedalaman bronkodilator,
- untuk mengurangi
nafas ekspektoran,
sesak pada pasien
membaik mukolitik, jika
- Ekskursi perlu
dada
membaik
IV. IMPLEMENTASI
Dilakukan sesuai dengan intervensi
.
V. EVALUASI
1. Evaluasi formatif (proses)
Fokus pada evaluasi proses (formatif) adalah aktivitas dari proses
keperawatan dan hasil kualitas peayanan asuhan keperawatan.
Evaluasi proses harus dilaksanakan segera setelah perencanaan
keperawatan diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas
intervensi tersebut. Evaluasi proses harus terus menerus dilaksanakan
hingga tujuan yang telah ditentukan tercapai. Metode pengumpulan
data dalam evaluasi proses terdiri atas analisis rencana asuhan
keperawatan, pertemuan kelompok, wawancara, observasi klien, dan
menggunakan form evaluasi. Ditulis pada catatan perawatan. Contoh:
membantu pasien duduk semifowler, pasien dapat duduk selama 30
menit tanpa pusing.
79
2. Evaluasi Sumatif (hasil)
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan
perkembangan. Focus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan
perilaku atau status kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan.
Ilustrasi kasus
Ny. D datang bersama anaknya An. A tanggal 31 desember 2019. Ny D
mengatakan bahwa anaknya panas, disertai kejang dan sesak. Setelah
diperiksa didapatkan Keadaan umum anak sering menangis, tampak gelisah
dan lemah , Suhu 38.5ºC, Pernafasan 29 x/menit, Nadi 124x/menit ,
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS
1. Anak
Nama : An. A
Umur :10 th
2. Orang Tua
80
B. KELUHAN UTAMA
Ny. D mengatakan bahwa anaknya panas, kejang dan sesak .
C. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat kesehatan sekarang
Ibu mengatakan anaknya panas, kejang dan sesak
b. Riwayat kesehatan lalu
ibu mengatakan anaknya tidak pernah masuk rumah sakit
c. Imunisasi
Ibu mengatakan anaknya telah diimunisasi pada hari ke-2 setelah
persalinan
d. Aktivitas
Aktivitas melemah, terus menangis
e. Riwayat kesehatan keluarga
Ayah dan ibu mengaku tidak pernah menderita penyakit menular
ataupun penyakit keturunan.
D. PEMERIKSAAN UMUM
Suhu : 38.5ºC
Pernafasan : 29 x/menit
Nadi :124x/menit
81
4. Istirahat
Sebelum sakit : tidur 10-12 jam/hari
Sesudah sakit : tidur 5-6 jam/hari
5. Aktivitas
Sebelum sakit : anak bermain dengan orang tuanya
Sesudah sakit : anak hanya terbaring ditempat tidurnya
F. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kepala : Kepala normal, simetris, rambut tipis
2. Wajah : Simetris, bentuk oval,
3. Mata : Lengkap, simetris, tidak ada kelainan pada
mata, skelera tidak kuning, konjungtiva tida pucat, tidak ada
perdarahan pada mata, tidak ada tanda – tanda infeksi
4. Hidung : Simetris, hidung berlubang kanan dan kiri,
tidak ada pernafasan cuping hidung
5. Mulut : Bersih, bibir warna merah, reflek menelan
dan menghisap kuat,
6. Telinga : Simetris, tidak ada kelainan
7. Leher : Simetris, tidak ada bendungan vena
jugularis
8. Ketiak : Tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran
kelenjar limfe
9. Dada : Simetris, tidak ada retraksi dinding dada,
pernafasan kombinasi dada dan perut
10. Abdomen : Simetris,
11. Genetalia : Tidak ada kelainan, labia mayora sudah
menutupi labia minora
12. Anus : Tidak ada kelainan, anus berlubang
13. Ekstremitas : Simetris,
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Periksa lab : leukosit 5400 ul
82
Data Etiologi Problem
DS : Ny. D mengatakan bahwa Proses penyakit Hipertermia
anaknya panas, kejang dan sering
menangis
83
III. INTERVENSI
84
dan elektrolit
intravena, jika perlu.
otot bantu
nafas b. terapeutik b. terapeutik
faseekspirasi fowler
hidung sputum
membaik kebutuhan
oksigen pasien
c. edukasi
c. edukasi
- anjurkan asupan
- agar pasien tidak
cairan 2000 ml
kekurangan
perhari, jika
cairan
tidakkontraindik
asi
d. Kolaborasi
d. kolaborasi
- Untuk
85
- pemberianbronk
mengurangi sesak
odilator,
pada pasien
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu
IV. IMPLEMENTASI
N Hari/Tg Diagnosisi Tindakan Evaluasi Tanda
o l/Jam keperwatan tangan
1 Rabu, 1 Hipertermia
januari
2020
08.00 -memonitor suhu tubuh DS : -
DO : suhu tubuh
pasien 380C
-membasahi dan DS : -
08.20 mengkipasi permukaan DO : suhu pasien
tubuh sudah menurun
menjadi 37,80C
86
cukup
DO : kebutuhan
cairan pasien sudah
terpenuhi
10.00 -melakukan DS : -
pendinginan DO :suhu tubuh
eksternal(kompres pasien menurun
hangat) setelah dilakukan
kompres hangat
10.20 -mengkolaborasi DS : -
pemberian cairan dan DO :berkolaborasi
elektrolit intravena, jika dengan tim medis
perlu lainnya
87
09.30 - memberikan DS:
oksigen, DO: pasien
menggunakan
oksigen 3Lpm
10.00 DS:
- memberikanbronko DO: pasien tampak
dilator, terpasang alat
ekspektoran, bronkodilator
mukolitik,
DS:
10.30 - menempatkan bel DO: di tempat
ataulampupanggilan tidur pasien sudah
dalamjangkuan terpasang bel
Kamis,
2
januari - memposisikan semi DS: pasein
2020 fowler atau fowler mengatakan
08.00 nyaman dengan
posisi setengah
duduk
DO: pasien tampak
nyman dengan
posisi setengah
duduk
- memberikan
09.30 DS:
oksigen,
DO: pasien masih
88
terpasang oksigen
3 Lpm
- memberikanbronko
10.00 dilator, DS:
ekspektoran, DO: pasien sudah
mukolitik, tidak
menggunakan
- menempatkan bel bronkodilator
atau lampu DS:
panggilan dalam DO: ditempat tidur
11.00 jangkuan pasien sudah
terpasang bel
89
V. EVALUASI
90
2.7 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Anak dengan DHF
A. DEFINISI
Demam berdarah dengue / DBD (dengue haemorrhagic fever
/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam, nyeri ototdan / atau nyeri sendi yang
disertai dengan leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi pembesaran plasma yang ditandai
dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan
cairan dironggga tubuh. Sindrom renjatan dengan (dengue shock
syndrome) adal demam dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.
Dengue hemoragic fever (DHF) atau demam berdarah dengue
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypty
B. ETIOLOGI
Virus dengue termasuk genus Falvivirus, keluarga flaviride.
Terdapat empat serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak.
Infeksi salah satu serotype Akan menimbulkan antibody terhadap
serotype yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk
terhadap serotype lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotype tersebut. Seorang yang
tinggal di daerah endemis dengue terhadap infeksi oleh 3 atau 4 serotipe
selama hidupnya. Keempat serotype virus dengue dapat ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia
C. KLASIFIKASI
Klasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya dibagi menjadi 4
golongan, yakni:
1. Derajat I
Adanya demam disertai dengan gejala klinis lain, tanpa adanya
perdarahan spontan. Biasanya mengalami panas sekitar 2-7 hari,
91
Uji tourniquet hasilnya ialah positif, trombositipenia, &
hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan adanya beberapa gejala
perdarahan spontan seperti adanya petekie, hematemesis, ekimosis,
perdarahan gusi, melena, dan ditemukan pula adanya perdarahan
pada kulit.
3. Derajat III
Ditandai oleh adanya gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi
lemah & cepat (>120x/mnt) tekanan nadi sempit, tekanan darah
mengalami penurunan.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba Sama sekali, tekanan darah juga tidak teratur,
anggota gerak/akral teraba dingin, berkeringat & kulit tampak
pucat/biru.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Demam
Demam biasanya terjadi dengan Cara yang mendadak berlangsung
dalam waktu 2 – 7 hari kemudian kembali turun menuju suhu yg
normal atau bisa lebih rendah. Diikuti dengan berlangsung demam,
beberapa gejala klinik yang tidak spesifik dapat muncul misalnya
anoreksia, adanya nyeri punggung, nyeri tulang dan pula nyeri
persediaan, nyeri kepala serta rasa lemah juga dapat menyertainya.
2. Perdarahan
Perdarahan umumnya dapat terjadi pada hari ke 2 disaat demam &
umumnya terjadi pada kulit & dapat di dukung dengan hasil uji
tocniquet yg positif mudah terjadi adanya perdarahan pada vena,
purpura dan petekia.
2. Hepatomegali
Ketika demam pertama kalinya muncul biasanya hati sudah bisa
teraba, meski pada anak yg kurang gizi hati juga sudah diraba.
92
apabila terjadi peningkatan dari hepatomegali & hati telah teraba
kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan adanya tejadi sebuah
renjatan pada penderita.
3. Renjatan (Syok)
Syok umumnya dapat terjadi pada hari ke 3, dimulai dengan
beberapa tanda kegagalan sirkulasi yakni kulit terasa lembab, merasa
dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta adanya sianosis
disekitar mulut. Apabila syok terjadi ketika masa demam maka
biasanya akan menunjukan prognosis yang amat buruk.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic pada pasien DHF meliputi:
1. Laboratorium ( Darah lengkap )
a. Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20% atau lebih)
Normal : pria : 40-48 %
b. Trombositopeni (Jumlah trombosit kurang dari 100.000 mm³)
Normal : 150000-400000/ui
93
c. Perpanjangan masa perdarahan dan berkurangnya tingkat protobin
d. Asidosis
e. Kimia darah : hiponatremia, hipokalemia, hipoproteinemia
2. Uji tourniquet positif
Menurut WHO dan Depkes RI (2000), uji tourniquet dilakukan dengan
cara memompakan manset sampai ketitik antara tekanan sistolik dan
diastolik selama lima menit. Hasil dipastikan positif bila terdapat 10 atau
lebih ptekie per 2,5 cm². Pada DHF biasanya uji tourniquet memberikan
hasil positif kuat dengan dijumpai 20 ptekie atau lebih. Uji tourniquet
bias saja negatif atau hanya positif ringan selama masa shok, dan
menunjukkan hasil positif bila dilakukan setelah masa pemulihan fase
shok.
G. PENATALAKSANAAN
Indikasi rawat inap pada dugaan infeksi virus dengue yaitu:
1. Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan
kurang) atau kejang–kejang
2. Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati uji torniquet
positif/negatif, kesansakit keras (tidak mau bermain), Hb dan Ht/PCV
meningkat
3. Panas disertai perdarahan
Penatalaksanaan Penderita Dengan DHF
1. Tirah baring atau istirahat baring
2. Diet makan lunak
3. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis,
sirup dan beri penderita sedikit oralit
4. Pemberian cairan intravena (biasanya Ringer Laktat, NaCl) Ringer
Laktat yang paling sering digunkan karena mengandung Na + 130
mEq/liter , K+ 4mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109
mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam
6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari
94
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
b. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF tersering menyerang anak anak dengan usia
kurang 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua. pekerjaan orang tua.
c. Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah
sakit adalah panas tinggi anak lemah.
d. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak disertai menggigil, saat
deman kesadaran kompos mentis. Panas menurun terjadi antara hari ke-3
dan ke-7, sementara anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan
batuk pilek. nyeri telan, mual, muntah anoreksia, diare/konstipasi, sakit
kepala, nyeri otot darn persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata
terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade
III, IV), melena atau hematemesis.
d.Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada Dengue Haemorrhagic Fever,
anak bisa mengalami serangan ulangan Dengue Haemorrhagic Fever
dengan tipe virus yang lain.
e. Riwayat imunisasi Bila anak mempunyai kekebalan yang baik,
kemungkinan timbul komplikasi dapat dihindarkan.
f. Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak
dengan status gizi baik, maupun buruk dapat berisiko apabila terdapat
faktor predisposisinya. Pada anak yang menderita DHF sering mengalami
keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini
berlanjut, dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi ang adekuat anak
95
dapat mengalami penurunan berat badan, sehingga status gizinya menjadi
kurang.
g. Kondisi lingkungan
Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya, lingkungan yang
kurang kebersihannya (air yang menggenang), dan gantungan baju di
kamar.
h. Pola kebiasaan
1. Nutrisi dan metabolisme, yaitu frekuensi. jenis, pantangan, nafsu
makan berkurang/ menurun.
2. Eliminasi alvi (buang air besar) kadang kadang anak mengalami
diare / konstipasi. DHF pada grade III-IV bisa terjadi melena.
3. Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering
kencing, sedikit banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering
terjadi hematuria.
4. Tidur dan istirahat. Anak sering mengalami kurang tidur karena
dan persendian, sehingga kuantitas dan kualitas tidur, serta istirahat
Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga
5. kebersihan diri dan lin cenderung kurang terutama tempat
sarangnya nyamuk Aedes aeovnti
6. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan
perkusi dari sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade)
DHF keadaan fisik anak berikut
- Grade I: kesadaran kompos mentis; keadaan umum lemah;
tanda-tanda vital nadi lemah.
- GradeII: kesadaran kompos mentis; keadaan umum lemah;
adanya perdarahan spontan petekia: perdarahan gusi dan
telinga; nadi lemah, kecil, tidak teratur.
- Grade III: kesadaran apatis; somnolen; keadaan umum lemah,
nadi lemah, kecil, tidak teratur; tensi menurun.
- Grade IV: kesadaran koma; nadi tidak teraba; tensi tidak
terukur; pernapasan tidak teratur; ekstrimitas dingin;
berkeringat; dan kulit nampak biru.
96
i. Sistem integumen
1. Kulit adanya petekia, turgor kulit menurun, keringat dingin,
lembab.
2. Kuku cyanosis/tidak.
3. Kepala dan leher.
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan pada muka karena
demam (flushy), mata anemis, hidung kadang mengalami
perdarahan/epistaksis (grade IL,III,IV). Pada mulut didapatkan
mukosa mulut kering, perdarahan gusi, kotor. dan nyeri telan.
Tenggorokan mengalami hiperemia faring, terjadi perdarahan
telinga (grade I,III, 1v).
4. Dada
Bentuk simetris, kadang-kadang sesak, pada foto thoraks terdapat
adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi
pleura), Rales , Ronchi biasanya pada grade III, IV.
j. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai sebagai berikut
a. Hb dan PCV meningkat ( 220 % )
b. Trambositopenia (s 100.000/ ml).
c. Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis)
d. 1g. D. dengue positif.
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hipokloremia, hiponatremia.
f. Urium dan pH darah mungkin meningkat.
g. Asidosis metabolik: pCO2 < 35-40 mmHg, HCO3 rendah.
h. SGOT/SGPT mungkin meningkat.
II. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (inflamasi).
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis.
Inflamasi).
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring.
97
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan.
6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekurangan volume
cairan.
7. Risiko syok berhubungan dengan kekurangan volume cairan.
III. INTERVENSI
N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
O KEPERAWATA
N
1 Hipertermia Setelah dilakukan Intervensi utama : Intervensi
berhubungan tindakan manajemen utama :
dengan proses keperawatan hipertermia. manajemen
penyakit selama 1x6 jam, Observasi hipertermia.
diharapkan suhu - Identifikasi penyebab Observasi
pasien kembali hipertermia. - Mengetahui
normal dengan pemicu
kriteria hasil : - Monitor suhu tubuh terjadinya
a. menggigil hipertermia.
menurun - Untuk menjaga
b. kulit merah suhu tubuh agar
menurun tetap dalam
c. pucat menurun Terapeutik keadaan normal.
d. suhu tubuh
Terapeutik
membaik - Sediakan lingkungan
yang dingin - Untuk
98
memenuhi
kebutuhan
cairan dan
- Lakukan pendinginan elektrolit
eksternal (mis. Kompres - Untuk
dingin pada dahi). mempercepat
penurununan
panas
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian kolaborasi
cairan dan elektrolit - Untuk Untuk
intravena, jika perlu. mempercepat
penyembuhan
2.
IV. IMPLEMENTASI
Dilakukan sesuai dengan intervensi.
99
V. EVALUASI
1. Evaluasi formatif (proses)
Fokus pada evaluasi proses (formatif) adalah aktivitas dari proses
keperawatan dan hasil kualitas peayanan asuhan keperawatan.
Evaluasi proses harus dilaksanakan segera setelah perencanaan
keperawatan diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas
intervensi tersebut. Evaluasi proses harus terus menerus
dilaksanakan hingga tujuan yang telah ditentukan tercapai. Metode
pengumpulan data dalam evaluasi proses terdiri atas analisis rencana
asuhan keperawatan, pertemuan kelompok, wawancara, observasi
klien, dan menggunakan form evaluasi. Ditulis pada catatan
perawatan. Contoh: membantu pasien duduk semifowler, pasien
dapat duduk selama 30 menit tanpa pusing.
2. Evaluasi Sumatif (hasil)
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan
perkembangan. Focus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan
perilaku atau status kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan.
Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara
paripurna.
Ilustrasi kasus
Seorang anak berusia 11 tahun menjalani MRS diagnosa DHF dengan
keluhan demam, nyeri pada punggung dan tulang hilang timbul, kepala
pusing. TD 100/80 mmHg, rentang suhu 38 0C Uji torniket positif, petekie (+),
mual (+), muntah (+), BAB terakhir encer. Pasien saat ini merasa lemas dan
tidak mampu melakukan aktivitas fisik.
100
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS
Anak
1. Nama : An.D
2. Anak yang ke :1
3. Tanggal lahir/umuR : 11 Januari 2009/ 11 tahun
4. Jenis kelamin : Perempuan
5. Agama : Hindu
Orang tua
1. Ayah
4. Nama :Tn.A
5. Umur : 35
6. Pekerjaan : Wiraswasta
7. Pendidikan : SMA
8. Agama : Hindu
9. Alamat : Dauh Puri Kaja,Denpasar Utara
2. Ibu
a. Nama : Ny.D
b. Umur : 33 tahun
c. Pekerjaan : Guru
d. Pendidikan : SMA
e. Agama : Hindu
f. Alamat : Dauh Puri Kaja,Denpasar Utara
B. ALASAN DIRAWAT
a. Keluhan Utama :
Badan panas
b. Riwayat Penyakit :
Panas badan pasien tinggi sejak 3 hari sebelum MRS. Panas
mendadak tinggi, panas bisa turun dengan obat penurun,lalu panas
kemudian naik lagi. Pasien mual, muntah-muntah setiap minum
101
obat. Pasien juga mengeluh sakit kepala sejak 3 hari. Sakit
kepalanya tidak begitu berat. Pasien mengeluh nyeri sendi dan gusi
berdarah. Pasien juga mengalami diare. Keluarga langsung
mengajak pasien ke IGD RSUD Wangaya pada tanggal 31 januari
2019 pukul 08.00 Wita, telah dilakukan pemeriksaan tanda-tanda
vital dengan hasil suhu 38°C, nadi 120x/menit, tekanan darah
110/60 mmHg, pernafasan 30x/menit.
102
Umur : 0 – 6 bulan : ASI eksklusif
Umur : 6 bulan keatas : PASI laktogen (susu formula)
f. Riwayat Pernah dirawat di rumah sakit
Sebelumnya klien pernah masuk rumah sakit dengan tifus dan
dirawat di RSUP Sanglah
g. Obat-obatan yang digunakan
-
h. Tindakan operasi
An.D belum pernah dilakukan tindakan operasi.
i. Alergi
An.D tidak mempunyai riwayat alergi
j. Kecelakaan
An.D tidak pernah jatuh / cedera sampai dirawat di RS
3. Pola eliminasi
Sebelum sakit : Pasien BAB 1-2 x/hari dengan
konsistensi padat
103
Saat sakit : Pasien BAB 3-5 x/hari dengan
konsisitensi cair dan BAK 3x/hari
4. Pola aktivitas
Sebelum sakit : Pasien beraktifitas seperti bermain
5. Kebutuhan rekreasi
Sebelum sakit : Pasien hanya bermain berkumpul
dengan teman dan keluarganya.
6. Pola istirahat
Sebelum sakit : Pasien istirahat biasanya kalau
siang hari dari jam 1-2 dan pada
malam hari dari jam 8 malam
104
klien lemas dan hanya istirahat
aktivitas terbatas diranjang
8. Temperature suhu
Sebelum sakit : Suhu pasien normal
Saat sakit : Suhu pasien 38,9 C
E. PENGAWASAN KESEHATAN
Saat dirumah anak selalu diawasi oleh anggota keluarganya dengan sangat
baik. Namun ketika di rumah sakit anak pun selalu di awasi juga oleh
105
keluarganya. Bila ada keluhan maka keluarga meminta bantuan kepada
tenaga medis yang merawatnya
Imunisasi
I II III
BCG 1BLN - -
DPT 1BLN - -
POLIO 1BLN
CAMPAK 9BLN
HEPATITIS 0BLN - 6BLN
B
G. KESEHATAN LINGKUNGAN
Lingkungan rumah :
a. Luas rumah 9 x 12 m
b. Ventilasi cukup, penerangan cukup
c. Pakai sumur gali- Sampah dibakar
d. Jarak rumah dengan rumah tetangga berdekatan
e. Lingkungan tempat tinggal cukup padat
H. PEMERIKSAAN FISIK
106
1. Keadaan umum : Samnolen
2. TB/BB (cm) : 133 cm/ 29 kg
3. Kepala
a. Lingkar kepala : 53 cm.
b. Rambut :
- Kebersihan : Bersih.
- Warna : Hitam.
- Tekstur : Kasar.
- Distribusi rambut : Merata.
- Kuat/mudah tercabut : Kuat.
4. Mata
a. Sklera : Normal/non ikterik
b. Konjungtiva : Anemis
5. Telinga
a. Simetris : Ya
b. Serumen : Ada
c. Pendengaran : Baik
6. Hidung
a. Septum simetris : Ya
b. Sekret : Tidak
c. Polip : Tidak
7. Mulut
a. Kebersihan : Kurang.
b. Kelembaban : Kering
c. Gusi : Baik
d. Lidah : Bersih
e. Gigi : Caries pada gigi atasnya
8. Leher
a. Kelenjer tiroid : Tidak ada pembengkakan
9. Dada
a. Inspeksi : Normal
b. Palpasi : Normal
107
10. Jantung
a. Inspeksi :-
b. Auskultasi :-
c. Palpasi :-
11. Paru-paru
a. Inspeksi : Simetris
b. Palpasi :-
c. Perkusi :-
d. Auskultasi : Vesikuler
12. Abdomen
b. Inspeksi :-
c. Palpasi :-
d. Perkusi :-
e. Auskultasi : Bising usus normal
18. Punggung
a. Bentuk : Normal
19. Ekstremitas
Kekuatan dan tonus otot baik
20. Genitalia :perempuan
21. Kulit
a. Warna : Sawo matang
b. Turgor : Kembali dalam waktu 1 detik
c. Elastisitas : Elastis
22. Pemeriksaan Neurologis
An.D dalam kondisi sadar/compos mentis.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 1 Januari 2020:
WB : 2,6
Ne : 2.0
108
Ly : 0,4
Mo : 0,2
Ba : 0,0
KBC : 1,25
AEB : 0,8
J. HASIL OBSERVASI
B. Interaksi anak dengan orang tua
Anak sering berinteraksi dengan kedua orang tuanya seperti meminta
sesuatu kepada orang tua, berkomunikasi dengan orang tua
C. Bentuk/arah komunikasi
Komunikasi Interpersonal: komunikasi yang terjadi antar ibu dan ayah
dengan anak secara langsung dengan cara berhadapan muka
K. Analisa Data
Nama klien : An.D
No. register : 641827
109
c. Nadi : 90x/menit
d. RR : 36x/menit
III. INTERVENSI
110
dan elektrolit
- Lakukan pendinginan -Untuk
eksternal (mis. Kompres mempercepat
dingin pada dahi). penurununan
3. Kolaborasi panas
- Kolaborasi pemberian 3 kolaborasi
cairan dan elektrolit -Untuk Untuk
intravena, mempercepat
penyembuhan
111
IV. IMPLEMENTASI
-melakukan pendinginan
10.00 eksternal(kompres hangat) DS : -
DO :suhu tubuh pasien
menurun setelah
dilakukan kompres
hangat
-mengkolaborasi pemberian
10.20 cairan dan elektrolit DS : -
intravena, jika perlu. DO :berkolaborasi
dengan tim medis
lainnya
V. EVALUASI
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
3.2 SARAN
Campak, dipteri, tetanus dan DHF merupakan penyakit yang berbahaya oleh
karena itu biasakan untuk menjaga pola hidup sehat kita terutama bagi anak-
anak yang rentan terserang penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:
Salemba Medika.
Suriadi dan Rita Yuliani.2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta:
CV. Sagung Seto