Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KEPERAWATAN MATERNITAS
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN INFEKSI MATERNAL

Dosen Pembimbing :
SUPATMI S.Kep Ns M.Kes

Disusun oleh :
INTAN RAMADHANI S. (20191660124)
BAMBANG EKO P.T (20191660148)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROGRAM B
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Dengan Infeksi Maternal”. Dalam penyusunan
makalah ini penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan, akan tetapi berkat bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.
Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu, memberi pengarahan, bimbingan, semangat serta
doa untuk keberhasilan penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para
pembaca.

Surabaya, 01 Maret 2020

Penulis

DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................... 1
1.2.1 Tujuan Umum ......................................................................................... 1
1.2.1 Tujuan Khusus ........................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3


2.1 Konsep Teori...................................................................................................... 3
2.1.1 Definisi.................................................................................................... 3
2.1.2 Etiologi ................................................................................................... 3
2.1.3 Tanda dan Gejala .................................................................................... 3
2.1.4 Patofisiologi ............................................................................................ 4
2.1.5 Dampak Pada Kehamilan dan Persalinan ............................................... 6
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik ......................................................................... 9
2.1.7 Penatalaksanaan ...................................................................................... 9
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ................................................................. 10
2.2.1 Pengkajian ............................................................................................... 11
2.2.2 Diagnosa ................................................................................................. 12
2.2.3 Intervensi Keperawatan .......................................................................... 13

BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 16


3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 16
3.2 Saran ................................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi dalam kehamilan bertanggung jawab untuk morbiditas dan mortalitas
signifikan. Beberapa akibat infeksi maternal berlangsung seumur hidup, seperti
infertilitas dan sterilitas. Kondisi-kondisi lain, seperti infeksi yang didapat secara
kongenital, seringkali mempengaruhi lama dan kualitas hidupInfeksi maternal
disebabkan karena berbagai virus dan bakteri yang menginvasi baik secara endogen
maupun secara eksogen. Berbagai penyakit bisa timbul karena infeksi maternal tersebut.
Kehamilan dianggap sebagai kondisi immunosupresi. Perubahan respon imun dalam
kehamilan dapat menurunkan kemampuan ibu melawan infeksi. Selain itu, perubahan
traktus pada genetalia juga dapat mempengaruhi kerentanan terhadap suatu infeksi.
Torch adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis penyakit
infeksi yaitu TOxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis
penyakit infeksi ini, sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh ibu hamil.
Kini, diagnosis untuk penyakit infeksi telah berkembang antara lain ke arah pemeriksaan
secara imunologis. Prinsip dan pemeriksaan ini adalah deteksi adanya zat anti (antibodi)
yang spesifik terhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhadap
adanya benda asing (kuman antibodi yang terburuk dapat berupa Imonoglobulin M
(IgM) dan Imonoglobulin G (IgG).
Dengan demikian perlu diketahui dengan jelas proses terjadinya infeksi pada
kehamilan dan cara penanganan sehingga dapat diberikan perawatan yang tepat dan
sesuai.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mendapatkan pengetahuan mengenai infeksi maternal dan mampu
menerapkan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan pada masalah
infeksi maternal pada ibu hamil.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan secara tepat pada ibu hamil dengan
infeksi maternal.

1
2. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas masalah pada
ibu hamil dengan infeksi maternal.
3. Mampu merumuskan perencanaan asuhan secara tepat pada ibu hamil dengan infeksi
maternal sesuai dengan hasil pengkajian prioritas masalah keperawatan dan mampu
melaksanakan asuhan keperawatan sehingga dapat mengatasi masalah yang
dihadapi pada ibu hamil dengan infeksi maternal.
4. Mampu melakukan evaluasi terhadap tingkat keberhasilan pemberian asuhan
keperawatan pada ibu hamil dengan infeksi maternal.
5. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan infeksi
maternal.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Teori


2.1.1 Definisi
TORCH adalah singkatan dari Toxoplasma gondii (Toxo), Rubella, Cyto Megalo
Virus (CMV), Herpes Simplex Virus (HSV) yang terdiri dari HSV1 dan HSV2 serta
kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinisnya lebih terbatas (Misalnya Measles,
Varicella, Echovirus, Mumps, virus Vaccinia, virus Polio, dan virus Coxsackie-B). 

2.1.2 Etiologi
a. Toxoplasma gondii (toxo) merupakan parasit protozoa
b. Rubella
c. Cyto Megalo Virus infeksi oportunistik yang menyerang saat system kekebalan
tubuh lemah.
d. Herpes Simplex Virus

2.1.3 Tanda dan Gejala


a. Toxoplasmosis
1) Sakit Kepala
2) Lemah
3) Sulit berpikir jernih
4) Demam
5) Mati rasa
6) Koma
7) Serangan jantung
8) Perubahan pada penglihatan (seperti penglihatan ganda, lebih sensitif terhadap
cahaya terang, atau kehilangan penglihatan)
9) Kejang otot
b. Rubella
1) Demam ringan
2) Letargi malaise
3) Sakit tenggorokan

3
4) Kemerahan sampai merah terang/pucat, menyebar secara cepat dari wajah ke
seluruh tubuh, kemudian menghilang secara cepat.
5) Kelenjar leher membengkak.
6) Durasi 3 – 5 hari
c. Cyto Megalo Virus
1) Petekia dan ekimosis.
2) Hepatosplenomegali.
3) Ikterus neonatorum, hiperbilirubinemia langsung.
4) Retardasi pertumbuhan intrauterine.
5) Prematuritas.
6) Ukuran kecil menurut usia kehamilan.
7) Gejala lain dapat terjadi pada bayi baru lahir atau pada anak yang lebih besar:
 Purpura.
 Hilang pendengaran.
 Korioretinitis; buta.
 Demam.
 Kerusakan otak.
d. Herpes Simplex Virus
1) Timbul erupsi bintik kemerahan disertai rasa panas dan gatal pada kulit region
genitalis.
2) Kadang-kadang disertai demam seperti influenza dan setelah 2 – 3 hari bintik
kemerahan tersebut berubah menjadi vesikel disertai rasa nyeri.

2.1.4 Patofisiologi
a. Toxoplasmosis
Organisme tempat toxoplasma gondii hidup adalah kucing. Kucing tersebut
terinfeksi karena memakan hewan pengerat dan burung pemakan daging yang
terinfeksi. Satu minggu setelah terinfeksi, kucing mengeluarkan oocyst yang
terdapat pada fesesnya. Pengeluaran oocyst terus menerus sampai sekitar 2 minggu
sebelum kucing itu sembuh atau pulih kembali. Feses kucing sudah sangat infeksius.
Oocyst dalam feses menyebar melalui udara dan ketika dihirup akan dapat
menyebabkan infeksi. Sporulasi organisme ini terjadi setelah 1-5 hari dalam kotoran.
Jika oocyst terkandung dalam tanah sisa-sisa partikel berada di atasnya dan akan

4
terbawa arus air hujan. Sisa oocyst dapat bertahan hidup sampai lebih dari 1 tahun
tetapi tidak aktif.
b. Rubella
Virus sesudah masuk melalui saluran pernafasan akan menyebabkan
peradangan pada mukosa saluran pernafasan untuk kemudian menyebar ke seluruh
tubuh, dari saluran pernafasan inilah virus akan menyebrang ke sekelilingnya. Pada
infeksi rubella yang diperoleh post natal virus rubella akan dieksresikan dari faring
selama pada rubella yang kongenal saluran pernafasan dan urin akan tetap
mengeksresikan virus sampai usia 2 tahun. Hal ini perlu diperhatikan dalam
perawatan bayi dirumah sakit dan dirumah untuk mencegah terjadinya penularan.
Sesudah sembuh tubuh akan membentuk kekebalan baik berupa antibodi maupun
kekebalan seluler yang akan mencegah terjadinya infeksi ulangan.
c. Cyto Megalo Virus
Cytomegalovirus (CMV) adalah penyebab utama infeksi virus kongenital di
amerika utara. CMV ditularkan dari orang ke orang melalui kontak langsung dengan
cairan atau jaringan tubuh, termasuk urin, darah, liur, secret servikal, semen dan
ASI. Masa inkubasi tidak diketahui; berikut ini adalah perkiraan masa inkubasi:
setelah lahir-3 sampai 12 minggu; setelah tranfusi-3 sampai 12 minggu; dan setelah
transplantasi-4 minggu sampai 4 bulan. Urin sering mengandung CMV dari
beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah infeksi. Virus tersebut dapat tetap
tidak aktif dalam tubuh seseorang tetapi masih dapat diaktifkan kembali. Hingga kini
belum ada imunisasi untuk mencegah penyakit ini.
d. Herpes Simplex Virus
Pada saat virus masuk ke dalam tubuh belum memiliki antibodi maka
infeksinya bisa bersifat luas dengan gejala-gejala konstitusionil berat. Ini disebut
infeksi primer. Virus kemudian akan menjalar melalui serabut saraf sensoris ke
ganglion saraf regional (ganglion sakralis) dan berdiam disana secara laten. Jika
pada saat virus masuk pertama kali tidak terjadi gejala-gejala primer, maka tubuh
akan membuat antibodi sehingga pada serangan berikutnya gejala tidaklah seberat
infeksi primer. Bila sewaktu-waktu ada faktor pencetus, virus akan mengalami
aktifasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadi infeksi reklien, karena pada saat
ini tubuh sudah mempunyai antibodi maka gejalanya tidak seberat infeksi primer.

5
2.1.5 Dampak Pada Kehamilan dan Persalinan
 Penularan pada janin dapat terjadi hematogen melalui plasenta
 Penularan pada janin dapat terjadi akibat perjalanan dari vagina ke janin apabila
ketuban pecah.
 Penularan pada bayi dapat terjadi melalui kontak langsung pada waktu bayi lahir.
a. Toxoplasmosis
Janin yang terinfeksi penyakit ini dapat menyebabkan keguguran atau bayi
lahir mati. Bisa pula menyebabkan kelainan pada bayi saat dewasa.
Infeksi ditularkan dari hewan bertubuh panas kepada manusia. Parasit ini
masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan. Sumbernya terutama adalah
daging yang tidak dimasak matang atau sayuran mentah. Tangan yang tercemar
toksoplasma juga bisa menjadi media penularan jika kita tidak mencuci tangan
sebelum makan. Pada kasus infeksi maternal primer yang terjadi pada kehamilan,
parasit bisa ditularkan dari plasenta dan menyebabkan cacat pada janin berupa
gangguan penglihatan atau keguguran spontan, meski prosentasenya kecil. Infeksi
Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi. Pada
umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Kira-kira
hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang disertai gejala ringan, mirip gejala
influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan umumnya tidak menimbulkan
masalah. Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada
orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien
transpalasi organ yang mendapatkan obat penekan respon imun). Jika wanita hamil
terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau
keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. Pada
Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan
mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis. Diagnosis
Toxoplasmosis secara klinis sukar ditentukan karena gejala-gejalanya tidak spesifik
atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik). Oleh karena itu, pemeriksaan
laboratorium mutlak diperlukan untuk mendapatkan diagnosis yang tepat.
Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta
Aviditas Anti-Toxoplasma IgG. Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang
yang diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibu sebelum atau selama masa hamil (bila

6
hasilnya negatif pelu diulang sebulan sekali khususnya pada trimester pertma,
selanjutnya tiap trimeter), serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi Toxoplasma.
b. Rubella
Rubella yang dialami pada tri semester pertama kehamilan 90 persennya
menyebabkan kebutaan, tuli, kelainan jantung, keterbelakangan mental, bahkan
keguguran. Ibu hamil disarankan untuk tidak berdekatan dengan orang yang sedang
sakit campak Jerman. Untuk mencegahnya, kaum wanita disarankan untuk
melakukan vaksinasi rubella. Perlindungannya mencapai 100 persen. Infeksi Rubella
ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran kelenjar getah
bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat menyerang anak-anak dan
dewasa muda. Infeksi Rubella berbahaya bila tejadi pada wanita hamil muda, karena
dapat menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada bulan pertama
kehamilan maka risiko terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi tejadi
trimester pertama maka risikonya menjadi 25%. Tanda tanda dan gejala infeksi
Rubella sangat bervariasi untuk tiap individu, abortus, anomali congenital dan
infeksi pada neonatus (konjungtivitis, ensefalitis, vesikulutis, kutis, ikterus dan
konvulsi dan pada bayi dapat meningkatkan angka kematian perinatal dan sering
menyebabkan cacat bawaan pada janin. Oleh Karena itu, diagnosis infeksi Rubella
yang tepat perlu ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella IgG dana IgM.
Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan
pada saat sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk
divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat berguna untuk
diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan risiko infeksi rubella
bawaan.
c. Cyto Megalo Virus
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini temasuk
golongan virus keluarga Herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus CMV
dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu penyebab
infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi
terjadi saat ibu sedang hamil. Jika ibu hamil terinfeksi, maka janin yang dikandung
mempunyai risiko tertular sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran hati,
kuning, ekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain. Pemeriksaan
laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut atau infeski berulang,
7
dimana infeksi akut mempunyai risiko yang lebih tinggi. Pemeriksaan laboratorium
yang silakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta Aviditas Anti-CMV
IgG.Virus ini ditularkan melalui kontak seksual atau selama kehamilan.Akibat
infeksi ini bisa fatal karena menyebabkan cacat bawaan pada janin.Belum ada
pengobatan yang bisa mencegah infeksi virus ini.
d. Herpes Simplek Virus
Penularan biasanya terjadi pada kontak seksual pada orang dewasa. HSV 1
juga bisa ditularkan melalui kontak sosial pada masa anak-anak. Prevelansi HSV 2
lebih tinggi pada kelompok HIV positif dan mereka yang melakukan hubungan seks
tanpa kondom. Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh Virus
Herpes Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten,
menjalar melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam di ganglion sistem syaraf
otonom. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya
memperlihatkan lepuh pada kulit, tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga
mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang baru lahir dapat berakibat
fatal (Pada lebih dari 50 kasus). Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG
dan Igm sangat penting untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan
terjadinya infeksi oleh HSV II dan mencaegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila
infeksi terjadi pada saat kehamilan.
Tabel I : Kelainan Bawaan Pada Bayi Akibat Infeksi TORCH Kongenital (Menurut
Sardjono TW, Hidayat 1998; 48 : 431-435)   

Infeksi Kelainan Utama Kelainan Lain


TOXO Hidro / Microsefalus, Hepato-spenomegali,
Khorio-retinitis, Ikterus limfadenopati, retardasi
Klasifikasi intracranial psikomotor
Rubella Katarak, tuli, kelainan jantung, Hepato-spenomegali, trombositopeni,
strabimus retardasi psikomotor
CMV Microsefalus, tuli Klasifikasi intrakranial, hepato-
spenomagali, trombositopeni,
khorioretinitis, retardasi psikomotor
HSV Microsefalus Khorioretinitis, hepatitis intrapartum,
retardasi psikomotor

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik

8
Pemeriksaan TORCH adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk mendeteksi
infeksi TORCH, yang disebabkan oleh parasit TOxoplasma, virus Rubella,
Cytomegalovirus (CMV) dan virus Herpes. Cara mengetahui infeksi TORCH adalah
dengan mendeteksi adanya antibodi dalam darah pasien, yaitu dengan pemeriksaan:
a. Anti-Toxoplasma IgM dan Anti-Toxoplasma IgG (untuk mendeteksi
infeksi Toxoplasma)
b. Anti-Rubella IgM dan Anti-Rubella IgG (Untuk mendeteksi infeksi
Rubella)
c. Anti-CMV IgM dan Anti-CMV IgG (untuk mendeteksi infeksi
Cytomegalovirus)
d. Anti-HSV2 IgM dan Anti-HSV2 IgG (untuk mendeteksi infeksi virus
Herpes)
Infeksi toksoplasma dan CMV dapat dapat bersifat laten tetapi yang berbahaya
adalah infeksi primer (infeksi yang baru pertama terjadi di saat kehamilan, terutama
pada trimester pertama). Jadi, bila hasil pemeriksaan (yang dilakukan saat hamil) positif
maka perlu dilihat lebih lanjut apakah infeksi baru terjadi atau telah lama berlangsung.
Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan:
a. Aviditas Anti-Toxoplasma IgG
b. Aviditas Anti-CMV IgG
Indikasi pemeriksaan TORCH:
a. Wanita yang akan hamil atau merencanakan segera hamil
b. Wanita yang baru/sedang hamil bila hasil sebelumnya negatif atau belum diperiksa,
idealnya dipantau setiap 3 bulan sekali
c. Bayi baru lahir yang ibunya terinfeksi pada saat hamil

2.1.7 Penatalaksanaan
a. Toxoplasma Gondii
Wanita hamil dan bayi yang terinfeksi, baik yang menunjukkan gejala atau
tidak, mempunyai indikasi untuk mendapat pengobatan spesifik  Toksoplasma
gondii secepatnya setelah diagnosis ditegakkan. Beberapa obat terbukti efektif
terhadap bentuk takizoit  Toxoplasma gondii, tetapi belum ada obat yang efektif
terhadap bentuk bradizoit.Pengobatan  terpilih toxoplasmosis kongenital adalah
kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin.

9
WHO dan CDC merekomendasikan protokol terapi terhadap wanita hamil
yang terinfeksi Toksoplasma berupa kombinasi pirimetamin (dosis dewasa 25-100
mg/hari, selama 3-4 minggu), sulfadiazin (dosis dewasa 1-1,5 gr 4x sehari selama 3-
4 minggu), dan asam folat (leucovorin, 10-25 mg/hari selama 3-4 minggu) untuk
mencegah depresi sumsum tulang.Pirimetamin tidak dapat diberikan pada trimester
pertama dan kedua kehamilan karena efek teratogeniknya. Obat yang dapat
diberikan untuk wanita pada kehamilan trimester pertama dan kedua adalah
sulfadiazin.
Spiramisin juga digunakan untuk mengobati wanita yang mendapat infeksi
selama kehamilan. Obat ini dapat mengurangi resiko terjadinya toxoplasmosis
kongenital bila diberikan pada fase awal penyakit. Spiramisin memiliki konsentrasi
yang tinggi dalam jaringan, terutama plasenta. Dosis yang diberikan pada infeksi
maternal akut adalah 3-4 gr/hari per oral yang dibagi dalam 4 dosis selama 3-4
minggu.  Belum ada laporan efek teratogenik obat ini pada hewan dan manusia.
Derouin dkk. menyampaikan bahwa kotrimoksazol merupakan obat yang lebih
baik dibandingkan spiramisin untuk mengobati toxoplasmosis selama kehamilan,
tetapi kurang efektif dibandingkan kombinasi pirimetamin-sulfadiazin. Obat ini
tidak boleh diberikan pada trimester I kehamilan. Pengobatan pada bayi penderita
toxoplasmosis kongenital dapat berlangsung selama 1 tahun. Pada 6 bulan pertama
dapat diberikan sulfadiazin (80-100 mg/kgbb/hari) dan pirimetamin (1-2
mg/kgbb/hari) ditambah kalsium leukovorin (5 mg/3 hari), untuk mengatasi efek
samping depresi sumsum tulang. Jika terdapat gejala korioretinitis aktif, dapat
diberikan terapi streoid (1 mg/kgbb/hari). Setelah 6 bulan terapi, kombinasi terapi
diatas dapat diberikan bergantian setiap bulan dengan spiramisin (100
mg/kgbb/hari). (Saiful Basri 2017 )
b. Rubella
Untuk tahap penyembuhan sebenarnya tidak ada obat yang spesifik. Berikut
beberapa penanganan yang dilakukan jika terinfeksi :
 Farmakologi : Acetaminopen atau ibuprofen dapat mengurangi demam dan nyeri.
 Pengobatan rawat jalan
Dikarenakan penyakit rubela merupakan penyakit yang ringan (jika
menyerang anak-anak dan orang dewasa). Seseorang yang menderita rubela bisa
dijaga di rumah, tetapi tetap menjaga suhu tubuh pasien.

10
 Pengobatan untuk wanita yang hamil
Pada wanita hamil jika terserang virus ini maka sebaiknya segera diperiksa
ke dokter dan kemungkinannya dokter memberikan suntikan immunoglobulin. Ig
tidak dapat menghilangkan virus rubela tetapi dapat membantu dalam
meringankan gejala yang diberikan oleh virus ini dan dapat mengurangi risiko
pada janin.
Walaupun tidak ada obat yang spesifik, namun dapat diberikan pencegahan,
yaitu dengan vaksin dalam bentuk vaksin kombinasi yang sekaligus digunakan
untuk mencegah infeksi campak dan gondongan dikenal dengan vaksin MMR.
( Amin Huda.2015).
c. Cyto Megalo Virus
Tidak ada terapi khusus untuk CMV pada individu yang sehat. Pasien dengan
gangguan kekebalan dan mereka yang memiliki gejala mononukleosis atau gejala
hepatitis diobati berdasarkan gejala yang timbul atau dengan terapi antivirus. (Bayu
Fajar, 2018)
d. Herpes
Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salep atau krim yang
mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-P) atau preparat
asiklofir (zofirax). Pengobatan oral preparat asiklofir dengan dosis 5 x 200 mg
perhari selama 5 hari mempersingkat kelangsungan penyakit dan memperpanjang
masa rekuren. Pemberian parenteral asiklofir atau preparat adenine arabinosid
(vitarabin) dengan tujuan penyakit yang lebih berat atau terjadi komplikasi pada
organ dalam.
Untuk terapi sistemik digunakan asilofir, falasiklofir atau farmsiklofir. Jika pasien
mengalami rekuren 6 kali dalam setahun, pertimbangkan untuk menggunakan asiklofir
400 mg atau falasiklofir 1000 mg oral setiap hari selama satu tahun. Untuk obat oles
digunakan lotion zinc oxide atau calamine. Pada wanita hamil diberi vaksin HSV
sedangkan pada bayi yang terinfeksi HSV disuntikkan asiklofir intravena. (Huda.2015)

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
a. Keluhan utama: demam
b. Riwayat kesehatan

11
1) Suhu tubuh meningkat
2) Malaise
3) Sakit tenggorokan
4) Mual dan muntah
5) Nyeri otot
c. Riwayat kesehatan dahulu
1) Klien sering berkontak langsung dengan binatang
2) Klien sering mengkonsumsi daging setengah matang
3) Klien pernah mendapatkan tranfusi darah
d. Respirasi
Apnea, sianosis, takipnea, penurunan saturasi oksigen, nasal memerah,
mendengkur, dan retraksi dinding dada.
e. Sirkulasi
Takikardi, menurunnya denyut perifer, pucat.
f. Nutrisi dan cairan
Hilangnya keinginan untuk menyusui, penurunan intake melalui oral, muntah,
diare, distensi abdomen, suka berkeringat malam, ikterus neonatorum.
g. Neurosensori
Letargi, hipotonia, tremor yang kuat, sakit kepala, prematuritas, fontanel yang
menonjol pada bayi.
h. Keamanan dan proteksi
Pteki dan ekimosis, adanya lesi dan ruam
i. Psikologis
Keluhan dan reaksi terhadap penyakitnya, tingkat adaptasi bayi terhadap
penyakitnya, nyeri, sulit tidur.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut b.d adanya proses infeksi /inflamasi d.d mengeluh nyeri, sulit tidur,
frekuensi nadi meningkat.
2. Hipertemia b.d peningkatan tingkat metabolisme penyakit d.d suhu tubuh di atas
normal, kulit merah, takipnea, takikardi.
3. Risiko hipovolemia d.d kekurangan intake cairan.

12
4. Kesiapan peningkatan koping keluarga d.d anggota keluarga meningkatkan gaya
hidup sehat untuk meningkatkan kesehatan.

2.2.3 Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
SLKI SIKI
SDKI
Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri
Nyeri akut b.d adanya
keperawatan selama 1 x 24 jam 1. Identifikasi lokasi,
proses infeksi
diharapkan kontrol nyeri karakteristik, durasi,
/inflamasi d.d
meningkat dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas dan
mengeluh nyeri, sulit
Luaran Utama: intensitas nyeri.
tidur, frekuensi nadi
Kontrol nyeri 2. Identifikasi respon nyeri
meningkat.
1. Nyeri terkontrol meningkat 3. Identifikasi faktor yang
2. Kemampuan mengenali memperberat nyeri
penyebab nyeri dan 4. Kontrol lingkungan yang
penggunaan teknik non memperberat rasa nyeri
farmakologis meningkat 5. Fasilitasi istirahat dan tidur
3. Keluhan nyeri menurun 6. Ajarkan teknik non
4. Penggunaan analgesik farmakologis untuk
menurun penghilang nyeri
7. Kolaborasi pemberian
analgesik dan antibiotik

Hipertemia b.d Setelah dilakukan asuhan Manajemen hipertermia


peningkatan tingkat keperawatan selama 2 x 24 jam 1. Monitor suhu tubuh
metabolisme penyakit diharapkan termorgulasi pasien 2. Monitor komplikasi akibat
d.d suhu tubuh di atas efektif dengan kriteria hasil : hipertermia
normal, kulit merah, Luaran Utama : 3. Longgarkan pakaian pasien
takipnea, takikardi Termoregulasi 4. Anjurkan tirah baring
1. Kulit merah menurun 5. Berikan penjelasan kepada px
2. Takikardi menurun dan keluarga untuk

13
3. Takipnea menurun mempertahankan kebersihan
4. Tekanan darah membaik kulit
Luaran Tambahan : 6. Berikan cairan oral
Tingkat infeksi 7. Kolaborasi pemberian cairan
1. Demam menurun intravena, bila perlu
2. Letargi menurun 8. Edukasi pemberian vaksin
3. Nafsu makan meningkat 9. Jelaskan tujuan, manfaat, eek
samping dari tindakan

Risiko hipovolemia Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipovolemia


d.d kekurangan intake keperawatan selama 2 x 24 jam, 1. Periksa tanda dan gejala
cairan. maka status cairan membaik hipovolemia
dengan kriteria hasil: 2. Monitor intake dan output
Luaran Utama cairan
Status cairan 3. Berikan asupan cairan oral
1. Kekuatan nadi meningkat 4. Anjurkan menghindari
2. Frekuensi nadi membaik perubahan posisi mendadak
3. Letargi dan malaise menurun 5. Kolaborasi pemberian cairan
4. Hepatomegali membaik intravena
5. Suhu tubuh membaik
6. Intake cairan membaik

Kesiapan peningkatan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Koping Keluarga


koping keluarga d.d keperawatan selama 1 x 24 jam 1. Identiikasi respon emosional
anggota keluarga diharapkan akan status koping terhadap kondisi saat ini
meningkatkan gaya keluarga membaik dengan kriteria 2. Identiikasi beban prognosis
hidup sehat untuk hasil: secara psikologis
meningkatkan Luaran Utama: 3. Identifikasi kesesuaian antara
kesehatan Status koping keluarga harapan asien, keluarga, dan
1. Keterpaparan informasi tim medis
meningkat 4. Diskusikan rencana medis
2. Perasaan tertekan menurun dan perawatan
3. Kekhawatiran tentang anggota 5. Fasilitasi memperoleh
keluarga menurun pengetahuan yang

14
4. Toleransi perilaku sehat dibutuhkan
meningkat 6. Informasikan kemajuan
pasien secara berkala
7. Informasikan fasilitas
perawatan yang tersedia
8. Rujuk untuk terapi keluarga,
jika perlu

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
TORCH adalah singkatan dari Toxoplasma gondii (Toxo), Rubella, Cyto Megalo
Virus (CMV), Herpes Simplex Virus (HSV).
Tanda dan gejala yang ditimbulkan dari masing-masing penyakit, yaitu :
Toxoplasmosis (sakit kepala, lemah, sulit berpikir jernih, demam), Rubella (demam
ringan, letargi malaise, sakit tenggorokan, kelenjar leher membengkak), Cyto Megalo
Virus (petekia dan ekimosis, hepatosplenomegali, ikterus neonatorum,
hiperbilirubinemia langsung), Herpes Simplex Virus (timbul erupsi bintik kemerahan
disertai rasa panas dan gatal pada kulit region genitalis).
Dengan mengetahui jelas proses terjadinya infeksi pada kehamilan dan cara
penanganan sehingga dapat diberikan perawatan yang tepat dan sesuai meminimalisir
terjadinya kasus penyakit tersebut.

3.2 Saran
1. Diharapkan kepada mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat
mengerti, memahami dan dapat menjelaskan tentang ineksi maternal, patofisiologi,
etiologi, manifestasi klinis maupun pencegahan serta penerapan asuhan
keperawatannya.
2. Mahasiswa diharapkan lebih banyak menggali kembali tentang infeksi maternal. Ilmu
yang didapatkan dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat.
3. Diharapkan kepada tim kesehatan maupun mahasiswa keperawatan untuk lebih
meningkatkan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat mengenai pencegahan
infeksi maternal (TORCH).

16
DAFTAR PUSTAKA

Basri, Saiful. 2017. Toksoplasmosis Okular Kongenital Volume 17


https://doi.org/10.24815/jks.v17i2.8993

Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku ajar keperawatan maternitas. Alih bahasa: Maria A.
Wijayarini, Peter I. Anugerah. Jakarta: EGC. 2004.

Fajar, Bayu. 2018. Infeksi CMV. Volume 1. https://doi.org.10.26891/jkm.vl2.2018.114-117.

Manuaba, I.B.G dkk. 2003. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC

Reeder, S.J., Leonide, LM., Deborah, K.G. 2011. Keperawatan Maternitas Kesehatan
Wanita,Bayi & Keluarga Volume 2. Edisi 18.Jakarta. EGC

17

Anda mungkin juga menyukai