Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL PENELITIAN

MODUL METODOLOGI PENELITIAN

A. LEMBAR UTAMA

1. Judul penelitian

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT


PASIEN TUBERKULOSIS DI RSUD KOTA SORONG

2. Nama peneliti
Nama : Arsen Sandiki Krey NIM : 201870005

Nama : Andre S.B. Manalu NIM : 201870003

Nama : Angel D Bontong NIM : 201870004

Nama : Barbizu Tanamal NIM : 201870006

Nama : Chika M.A. Soindemi NIM : 201870007

Nama : Fransikus Liku NIM : 201870012

Nama : Kristofol Surune NIM : 201870019

Nama : Sharon C.T. Karubaba NIM : 201870030

3. Pembimbing penelitian

Nama : dr. Andi Weri Sompa, M.Kes, Sp.S

Fakultas :

4. Kata kunci
Tingkat pengetahuan, tuberkulosis.

5. Jangka waktu penelitian (bulan)


Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian selama 3 bulan

6. Dana penelitian
Dana yang dibutuhkan dalam penelitian sebesar Rp. 3.000.000.- (tiga juta ribu rupiah).

1
B. LEMBAR PERNYATAAN DAN PENGESAHAN

1. Pernyataan peneliti

Dengan ini kami menyatakan :

a. Penelitian dengan judul seperti tertera pada lembar utama nomor 1


merupakan penelitian asli bukan plagiat.
b. Sepakat melakukan penelitian seperti tertera pada lembar utama nomor 1.

NAMA TANDA TANGAN TANGGAL


Andre S.B. Manalu

Arsen S Krey

Angel D Bontong

Barbizu Tanamal

Chika M.A. Soindemi

Fransiskus Liku

Kristofol Surune

Sharon C.T. Karubaba

2. Pengesahan Ketua Penanggung Jawab Modul Riset dan Pembimbing


yang

Nama penanggung jawab modul METLIT Tanda tangan

dr. Pater Dean Adare, M.Biomed

Nama pembimbing Tanda tangan

dr. Andi weri Sompa, M.Kes, Sp.S

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

2.1 Tuberkulosis (TB)


2.2.1 diagnostik
2.2 Kepatuhan minum obat

2.3 Pengetahuan
2.3.1 pengertian pengetahuan
2.3.2 tingkat pengetahuan

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberculosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh


mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi.Tuberculosis
paru masih menjadi salah satu masalah kesehatan penyebab kematian diseluruh
dunia. Kurang dari dua pertiga laporan penyakit tuberculosis (TB) dari beban
penyakit yang menyumbang lebih dari 10 juta kasus baru per tahun.1,2

Tuberculosis (TB) terus menjadi ancaman kesehatan global utama.


Secara global data WHO TB menunjukkan bahwa, pada 2017 – keluar dari
perkiraan 920.000 kasus TB di antara orang yang hidup dengan HIV diperkirakan
ada 300.000 kematian akibat TB dalam populasi ini, perkiraan terbaik adalah
bahwa 10,0 juta orang (kisaran, 9,0-11,1 juta) mengembangkan penyakit TB
pada 2017 secara keseluruhan 90% adalah orang dewasa (berusia ≥ 15 tahun),
9% adalah orang dewasa yang hidup dengan HIV (72% di Afrika) dan dua pertiga
berada di delapan Negara yaitu India (27%), Cina (9%), Filipina (6%), Pakistan
(5%), Nigeria (4%), Bangladesh (4%), Afrika Selatan (3%), dan Indonesia (8%).3

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa hampir 54


juta kematian TB dapat dihindari antara tahun 2000 dan 2017 karena
peningkatan pencegahan dan manajemen penyakit, dan pemberian layanan.
Meskipun jumlah global kematian TB turun 42% antara tahun 2000 dan 2017,
dan penurunan tahunan dalam tingkat kejadian TB global saat ini adalah 1,5%
banyak tindakan diperlukan untuk mempercepat kemajuan menuju pencapaian
tonggak global untuk mengakhiri TB. Pada tanggal 26 september 2018 diadakan
pertemuan PBB dan WHO untuk membahas tindakan pengakhiran TB dengan
waktu target 2030.2

Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun


dari posisi tiga ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu
orang. Angka prevalensi TBC Indonesia pada tahun 2014 sebesar 297 per
100.000 penduduk Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus

4
pada tahun 2017 (data per 17 Mei 2018). Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun
2017 tentang SDGs menetapkan target prevalensi TBC pada tahun 2019 menjadi
245per 100.000 penduduk. Berdasarkan data yang masuk dari Kab/Kota provinsi
papua barat pada tahun pada tahun 2017 bahwa kasus baru BTA + di tahun
2017 adalah sebesar 672 (73,41 per 100.000 penduduk.4

Kasus TB di Provinsi papua barat tepatnya dikota Sorong telah


melaksanakan program pemberantasan penyakit. Laporan Dinas Kesehatan
Kota Sorong tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 terdapat 1164 kasus TB
dengan penduduk Kota Sorong sebanyak 157. 952 jiwa. Angka Prevalensi
penyakit TB di Kota Sorong dari tahun 2007 sampai dengan 2010 adalah 7,37.
Berdasarkan data TB tahun 2008 pada RSUD Sele Be Solu terdapat 371
penderita suspek TB paru dan setelah dilakukan pemeriksaan mikroskopis 45
diantaranya sebagai penderita TB positif. Pada tahun 2009 terdapat 486
penderita suspek TB dan 46 adalah penderita TB dengan BTA positif. Sampai
Agustus 2010 jumlah penderita suspek TB paru adalah 375 dan yang terdeteksi
dengan BTA positif adalah 33 penderita TB. Rumah Sakit ini sudah menjalankan
strategi DOTS.5 Keberhasilan pengobatan dengan penerapkan strategi Directly
Observed Treatment Short-course (DOTS) yaitu pengobatan jangka pendek yang
standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk
pengawasan langsung pengobatan oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).6

Pengobatan penyakit TB memerlukan waktu untuk terapi adalah selama


6-8 bulan, hal ini sering mengakibatkan pasien kurang patuh dan minum obat
tidak teratur dan bahkan banyak penderita yang menghentikan pengobatan di
tengah jalan. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan
pengobatan TB antara lain kepatuhan, pendidikan, persepsi, status sosial
ekonomi penderita, petugas kesehatan dipuskesmas.7,8 Berdasarkan hasil
penelitian oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik
Indonesia, salah satu faktor sehingga rendahnya cakupan angka kesembuhan
yaitu ketidakpatuhan.9 Kepatuhan adalah kesesuaian antara perilaku pasien
dengan ketentuan yang diberikan obat sesuai jangka waktu yang ditentukan dan
rutin kontrol ke Instansi Kesehatan.8

5
Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian untuk membuktikan
apakah tingkat pengetahuan berkaitan dengan kepatuhan minum obat pasien
TB. Maka dari itu, peneliti mengangkat judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien TB Di RSUD Kota
Sorong.”

1.2 Rumusan Masalah


Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan
minum obat pasien tuberculosis dikota sorong ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan
kepatuhan minum obat pasien tuberculosis di kota sorong
1.3.2 Tujuan khusus:
 Mengidensitifikasi tingkat pengetahuan
 Mengidentifikasi tingkat kepatuhan
 Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan tingkat
kepatuhan minum obat
1.4 Manfaat penelitian
Untuk meningkatkan pengetahuan terhadap hubungan tingkat
pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pasien tuberculosis.
1.5 Hipotesis

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis (TB)

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman mycobacterium


tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh,
dengan lokasi terbnyak diparu yang biasaynya merupakan lokasi infeksi primer.10
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium Tuberkulosis, sebagian besar kuman tuberculosis
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Soedarto,
2009).11 Gejala yang ditembulkan yaitu batuk-batuk lebih dari tiga minggu, batuk
disertai darah, sesak nafas, tubuh terasa lemah, berat badan turun, nafsu makan
turun, keringat malam, dan demam. Gejala yang ditemukan tergantung dari
derajat beratnya, organ terlibat dan komplikasi.12

Hiswani (2009) mengatakan bahwa keterpaparan penyakit TBC pada seseorang


dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti berikut:

1. Faktor Sosial Ekonomi : Disini sangat berkaitan dengan keadaan rumah,


kepadatan, lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat kerja
yang buruk dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga
berkaitan juga dengan penularan TBC, karena pendapatan yang kecil
membuat orang tidak dapat layak dengan memenuhi syarat-syarat
kesehatan.13

2. Status gizi : Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin,


zat besi dan Iain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang
sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB paru. Keadaan ini
merupakan faktor penting yang berpengaruh di Negara miskin, baik pada
orang dewasa maupun anak-anak.13

7
3. Umur : Penyakit TB paru paling sering ditemukan pada usia muda atau
usia Produktif 15-50 tahun. Dengan terjadinya transisi demografi saat ini
menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia
lanjut lebih dari 55 tahun system imunolosis seseorang menurun,
sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit
TB-paru.13

4. Jenis kelamin: Penderita TB-paru cenderung lebih, tinggi pada laki-laki


dibandingkan perempuan. paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum
perempuan lebih banyak terjadi. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini
lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat
menurunkan system pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar
dengan.13

2.2.1 Pathogenesis dan Penularan TB

Kuman Penyebab TB Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang


disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies
Mycobacterium, antara lain: M.tuberculosis, M.africanum, M. bovis, M. Leprae
dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Sumber penularan
adalah pasien TB terutama pasien yang mengandung kuman TB dalam
dahaknya. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Infeksi akan terjadi
apabila seseorang menghirup udara yang mengandung percikan dahak yang
infeksius. Paparan kuman dari menghirup udara akan menyebabkan reaksi daya
tahan tubuh yang akan terjadi setelah 6–14 minggu setelah infeksi. Lesi
umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap hidup dalam lesi tersebut
(dormant) dan suatu saat dapat aktif kembali tergantung dari daya tahun tubuh
manusia. Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi
sebelum penyembuhan lesi.14

8
2.2.2 Diagnostik

Diagnistik secara umum dari tuberkulosis adalah anamnesis dan


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yaitu:

 pemeriksaan laboratrium darah rutin (LED normal atau meningkat),


 pemeriksaan radiologi dengan foto toraks PA dan lateral,
 mikrobiologi
pemeriksaan sputum BTA yang kurang memiliki kesensitifan karena
hanya 30%-70% yang dapat didiagnostik,
 pemeriksaan imuno-serologi
tes peroksidase anti perosidase (PAP) dengan menggunakan alat
histogen imunoperoksidase, tes mantoux atau tuberkulin, teknik
polymerase chain reaction untuk mendeteksi DNA kuman secara
spesifik, becton dickinson diagnostic instrument system (BACTEC),
diagnostik dengan melihat respon humoral antigen- antibodi dengan
teknik ELIA (enzyme linked immunosorbent assay), dan diagnostik
MYCODOT yang deteksi antibodi memakai antigen lipoarabinomannan
yang direkatkan pada suatu alat berbentuk sisir plastik yang akan
dicelupkan pada serum pasien.

2.2.3 Diagnosis TB Pada Anak

Tanda dan gejala klinis Gejala klinis berupa gejala sistemik/umum atau sesuai
organ terkait. Gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB. Gejala khas TB sebagai
berikut:

 Batuk ≥ 2 minggu
 Demam ≥ 2 minggu
 BB turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya
 Lesu atau malaise ≥ 2 minggu Gejala-gejala tersebut menetap walau
sudah diberikan terapi yang adekuat.14

9
Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik
overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan
gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB
anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor IDAI telah membuat
Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem skor
(scoring system), yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang
dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi digunakan oleh program nasional
pengendalian tuberkulosis untuk diagnosis TB anak.15

2.2.3 Pemeriksaan Penunjang

2.2.3.1 Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologik standar pada foto thoraks postero-anterior (PA)


dengan atau tanpa lateral. Beberapa karakteristik radiologi yang menunjang
diagnosis TB paru antara lain:

 Bayangan lesi yang terletak di lapangan atas paru atau segmen


posterior lobus superior.
 Bayangan berawan (patchy) atau bercak (noduler)
 Adanya kavitas tunggal atau ganda
 Bayangan milier
 Bayangan menetap atau relatif menetap setelah pada foto ulang
setelah beberapa minggu.5

2.2.3.2 Pemeriksaan Hemotologi

Pemeriksaan Hematologi Rutin merupakan Pemeriksaan laboratorium


rutin yang menunjang untuk menegakkan diagnosis TB paru yaitu
peningkatan LED dan leukosit. Dalam keadaan aktif dan eksaserbasi,
jumlah leukosit akan meninggi dan pada hitung jenis didapatkan keadaan
shift to the left serta sedikit peningkatan jumlah limfosit. Sedangkan pada
keadaan penyembuhan jumlah leukosit dan LED kembali normal.5

10
2.2.3.3 Pemeriksaan Serologi

1) Uji tuberkulin merupakan prosedur diagnostik penting pada TB


paru anak. Bahkan kadang merupakan satu-satunya bukti
adanya infeksi mikobakterium tuberkulosa. Sedang pada
orang dewasa terutama pada daerah dengan prevalensi tinggi
seperti Indonesia maka angka sensivitasnya rendah.
2) Metode Aglutinasi Langsung Perkembangan pemeriksaan
serologi untuk TB paru sudah mulai sejak tahun 1898 di
Perancis dengan menggunakan prinsip aglutinasi langsung
yang kurang sensitif dan spesifik. Cara lain yang digunakan
antara lain adalah uji fiksasi komplemen, uji hemaglutinasi, uji
difusi agar ganda,uji immunofluoresen dan radioimmunoassay.
3) Metode Mikroelisa Uji ini ditujukan untuk mendeteksi antibody
(igG) terhadap antigen mikobakterium tuberculosis.
Penggunaan antibody monoclonal telah dikembangkan antara
lain dengan antigen 38 kDa dimana antigen ini spesifik untuk
TB komplek. Contoh uji yang menggunakan metode ini adalah
metode pathozyme-TB complex, tes ini dinilai praktis karena
dapat memeriksa spesimen dalam jumlah besar sekaligus.
4) Immunokromatologi tak langsung (immunobinding assay)
Berbeda dengan ELISA, antigen yang digunakan berlabel
partikel halus yaitu colloidal gold yang berwarna merah
sehingga tidak membutuhkan substrat kromogen. Contoh uji
ini adalah: mycodot yang memakai antigen LAM
(lipoarabinomanan), ICT TB yang memakai lima macam
antigen yaitu antigen 38 kDa yang spesifik dan 4 (empat)
antigen lain dari membran sitoplasma mikobakterium
tuberkulosis.5

11
2.2.3.4 Pemeriksaan BTA Positif

Pada pemeriksaan ini tiga spesimen dahak dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan.

1) S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang


berkunjung pertama kali. Pada saat pulang suspek membawa
sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari
kedua.
2) P (pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua,
sesegera sebelum bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan
sendiri kepada petugas di Pojok DOTS.
3) S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Pojok DOTS pada hari kedua,
saat menyerahkan dahak pagi. Diagnosis utama ditegakkan
dengan ditemukannya kuman TB (BTA) melalui pemeriksaan
dahak mikroskopis.5
2.2.4 Pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah


kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Pengobatan
tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

• OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,


dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi
Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

• Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan


pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
• Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan. Tahap awal (intensif) Pada tahap intensif (awal) pasien
mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk
mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif
tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular

12
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif
menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan
pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.15

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


• Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia:
 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
 Kategori 2:2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Disamping kedua
kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
 Kategori Anak: 2HRZ/4HR
 Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB
resistan obat di Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu
Kanamycin, Capreomisin, Levofloksasin, Ethionamide,
sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and
etambutol.15

• Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk


paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT
KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.15

• Paket Kombipak. adalah paket obat lepas yang terdiri dari


Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam
bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan
dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.15

13
2.2 Kepatuhan minum obat

Kepatuhan pasien sangat penting bagi efektifitas sistem kesehatan.


Menurut WHO, Juni 2001 mendefinisikan kepatuhan sebagai sejauh mana
pasien mengikuti instruksi medis. Terkait dengan terapi obat, kepatuhan pasien
didefinisikan sebagai derajat kesesuaian antara riwayat dosis yang sebenarnya
dengan regimen dosis obat yang diresepkan.16,17
kepatuhan terhadap pengobatan dapat didefinisikan sebagai tingkat
ketaatan pasien-pasien yang memiliki riwayat pengambilan obat terapeutik
terhadap resep pengobatan. Mengingat TB paru merupakan penyakit yang
menular sehingga kepatuhan dalam pengobatan TB paru merupakan hal penting
untuk dianalisis.18
Faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan menurut Smet (Dalam
Cramer, 1991), adalah faktor komunikasi, pengetahuan, fasilitas kesehatan,
faktor penderita termasuk persepsi dan motivasi individu. Teori ini berdasarkan
tindakan seseorang yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan
kepatuhan minum obat dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu:
1) Faktor predisposisi (predisposing factors), faktor yang
mendahului perilaku seseorang yang akan mendorong untuk
berperilaku yaitu pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai
dan persepsi yangmendorong seseorang atau kelompok untuk
melakukan tindakan.
2) Faktor pendukung atau pendorong (enabling factors),
faktoryang memotivasi individu atau kelompok untuk melakukan
tindakan yang berwujud lingkungan fisik, tersedianya fasilitas dan
sarana kesehatan, kemudahan mencapai sarana kesehatan, waktu
pelayanan, dan kemudahan transportasi.
3) Faktor penguat (reinforce factors), mencakup sikap dan
dukungan keluarga, teman, guru, majikan, penyedia layanan
kesehatan, pemimpin serta pengambil keputusan.7

14
Kepatuhan adalah salah satu faktor potensial untuk meningkatkan kesembuhan
penderita TB dan ketidak patuhan disamping menurunkan tingkat kesembuhan
penderta.19 Menurut (Depkes RI, 2007) mengenai ketidakpatuhan berobat pada
pasien tuberkulosis adalah apabila pasien tidak berobat selama 2 bulan berturut-
turut atau lebih sebelum masa pengobatan selesai. Menurut sarifono bentuk-
bentuk ketidakpatuhan antar lain: gagal minum obat sesuai anjuran, tidak
mengikuti perjanjian, berhenti melakukan latihan rehabilitasi terhadap diet dan
perubahan pola hidup yang dianjurkan praktisi kesehatan, menghilangkan
beberapa dosis, mengunakan obat untuk alasan yang salah, minum obat dengan
jumlah yang salah dan waktu yang salah, tidak melanjutkan minum obat sampai
batas waktu yang ditentukan.20
Akibat dari ketidakpatuhan pasien ini menyebabkan pasien harus mengulangi
pengobatan dari awal lagi..21 Ketidakpatuhan terhadap pengobatan akan
mengakibatkan tingginya angka kegagalan pengobatan penderita TB paru,
sehingga akan meningkatkan resiko kesakitan, kematian, dan menyebabkan
semakin banyak ditemukan penderita TB paru dengan Basil Tahan Asam (BTA)
yang resisten dengan pengobatan standar.18

2.3 Pengetahuan

2.3.1 pengertian pengetahuan

Menurut Notoatmodjo, tahun 2007 Pengetahuan merupakan proses


belajar dengan menggunakan panca indra yang dilakukan seseorang terhadap
objek tertentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan.22
Pengertian pendidikan menurut Driyarkara “pendidikan sebagai upaya
memanusiakan manusia “(Choirul Mahfud, 2006: 33) 23

2.3.2 Tingkat Pengetahuan

Tingkat Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang


terhadap informasi baru yang diterimanya, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima informasi yang
didapatnya sehingga memiliki pengetahuan yang lebih banyak disbanding orang

15
yang tidak berpendidikan. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap
program peningkatan pengetahuan secara langsung dan secara tidak langsung
terhadap perilaku.5

Papua merupakan salah satu daerah paling timur di Indonesia yang


memiliki beragam keterbatasan pada kualitas pendidikan. Dari data LPDP tahun
2015, Papua termasuk ke dalam daerah tertinggal. Permasalahan pendidikan di
Papua dipertegas oleh Eveerth Joumilena 2014 di Papua penduduk yang buta
aksara usia 15-59 tahun mencapai 67.253 jiwa atau 35,98% dari 1.876.746 jiwa.
Johanes Supriyono, 2013 menjelaskan terdapat tiga masalah besar pendidikan di
Papua, yaitu belum adanya semangat pendidikan yang membebaskan, tidak
berkembangnya kultur pendidikan yang sehat, dan belum terbentuknya
masyarakat yang melek pendidikan. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over
behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan.24

Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan merupakan salah


satu faktor pencetus (predisposing) yang berperan dalam mempengaruhi
keputusan seseorang untuk berperilaku sehat. Semakin tinggi pendidikan
seseorang maka pengetahuan tentang TB semakin baik sehingga pengendalian
agar tidak tertular dan upaya pengobatan bila terinfeksi juga maksimal.
Pendidikan mempengaruhi keteraturan minum obat pasien. Semakin tinggi
tingkat pendidikan pasien, maka semakin banyak informasi tentang pengobatan
yang diterimanya sehingga pasien akan patuh dalam pengobatan penyakitnya.825

16
KERANGKA TEORI

Kepatuhan minum
obat OAT

patuh Sembuh
Faktor yang mempengaruhi :

 Pengetahuan
 Pendidikan Kambuh

Tidak patuh Gagal

Pengobatan
bertambah
lama

Sumber
penularan

Kematian

KERANGKA KONSEP

 Pendidikan Kepatuhan minum


 Pengetahuan obat OAT

17
BAB III

METODOLOGI

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan


cross-sectional yang bersifat retrospektif dengan menggunakan populasi target
yaitu pasien TB yang berobat di RSUD Sorong dengan jumlah sampel sebanyak
80 yang pengukurannya dilakukan dalam satu kali dalam satu waktu dilakukan
pada variabel bebas dan variabel terikat. Pendekatan ini dilakukan untuk melihat
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Dilakukan di kota sorong agustus 2019 sampai desember 2019.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi yang dijadikan sampel adalah pasien TB yang berobat di RSUD sorong.
Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik random sampling.

3.4 Jumlah Sampel

Total sampel yang diambil berdasarkan rumus besar hitung sampel sebesar 80

3.5 kriteria sampel

1. Kriteria Inklusi:

a. Pasien TB yang sudah terdiagnosis mengalami TB paru

b. Penderita TB paru yang menderita TB paru dari tahun 2017-2019

c. Pasien yang bersedia menjadi responden

d. Responden yang berada di tempat pengambila data

2. Kriteria Eksklusi:

a. Penderita TB dengan HIV/AIDS

b. Penderita TB pada anak

18
3.6 Alat dan Bahan

- Kuisioner

- Pasien dengan TB paru

- Rekam Medis / Medical Record

3.7 Alur Kerja

a. FK Universitas Papua

b. RSUD Kabupaten Sorong

c. Seleksi subjek berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi

d. Pengumpulan pasien sesuai besar sampel

e. Melakukan kuisioner

f. Analisis data

g. Kesimpulan

3.8 Cara Kerja Penelitian

1. Melakukan persiapan penelitian di FK Universitas Papua

2. Mengurus perijinan ke RSUD Kabupaten Sorong

3. Mengambil data rekam medik yang sesuai dengan syarat penelitian dan
sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi

4. Mendapatkan pasien sesuai besar sampel yang dibutuhkan

5. Melakukan kuisioner

6. Melakukan analisis data berdasarkan hasil kuisioner

7. Membuat kesimpulan

3.9 Variabel Penelitian

Variabel Terikat

Kepatuhan minum obat anti TB

Variabel Bebas

Pengetahuan

Layanan Petugas Kesehatan

19
Kepatuhan

Dukungan Keluarga

Pendidikan

Penelitian ini menggunakan metode variabel bivariat yang terdiri dari faktor-faktor
yang mempengaruhi kepatuhan minum obat sebagai variabel (bebas) dan
kepatuhan minum obat anti TB sebagai (variabel terikat).

3.10 Manajemen Data

Pengolahan Data

Pengolahan data ini menggunakan SPSS yaitu melakukan pemeriksaaan


seluruh data yang terkumpul (editing), memberi angka-angka atau kode-kode
tertentu yang telah disepakati dalam rekam medis (koding), memasukkan data
rekam medis sesuai kode yang telah ditentukan pada masing-masing variabel
sehingga menjadi satu data dasar (entry) dan menggolongkan, mengurutkan,
serta menyederhanakan data sehingga mudah dibaca dan diinterpretasi
(cleaning).

Analisis Data

Analisis data dilakukan setelah mendapatkan data dasar dari proses


pengolahan data dan akan dianalisis dengan menggunakan analisis univariat
dan bivariat untuk mengetahui proporsi terhadap umur, jenis kelamin,
pengetahuan, pekerjaan, penghasilan, kepatuhan, motivasi, dukungan keluarga,
sikap pasien serta pengujian hipotesis menggunakan metode statistik chi-square.

3.11 Definisi operasional

n variabel Definisi Alat Hasil ukur skala


o operasional ukur
1 Variabel bebas: Tingkat Kuision Baik jika tingkat nomina
. Kepatuhan kepatuhan er kepatuhan minum l
minum obat minum obat obat responden
merupakan sebanyak 60 subjek
faktor yang
sangat
penting dalam
memperoleh
kesembuhan
2 Variabel terikat: 1. tingkat 1. k 1. baik jika 1. o
. 1. Pengeta penget u tingkat r
huan ahuan i pengetahuan d
2. Layanan sangat s subjek i
petugas berpen i terhadap TB n
kesehata garuh o paru ada a

20
n terhad n 2. baik jika 60 l
3. Kepatuh ap e responden 2. o
an pengo r puas dengan r
4. Dukunga nsumsi 2. k pelayanan d
n an u kesehatan i
keluarga obat i 3. baik jika 60 n
5. Pendidik 2. layana s responden a
an n i patuh dalam l
petuga o meminum 3. o
s n obat r
keseha e 4. baik jika 60 d
tan r responden i
merup 3. k merasa n
akan u mendapat a
hal i dukungan l
utama s keluarga 4. o
dalam i 5. baik jika r
proses o tingkat d
pelaya n pendidikan i
nan e responden n
keseha r minimal SMA a
tan 4. k l
terhad u 5. o
ap i r
pasien s d
3. kepatu i i
han o n
merup n a
akan e l
hal r
utama 5. k
dalam u
proses i
penye s
mbuha i
n o
pasien n
4. dukun e
gan r
keluar
ga
sangat
pentin
g
dalam
memot
ivasi
kesem
buhan
pasien

21
5. tingkat
pendidi
kan
sangat
berpen
garuh
terhad
ap
kepatu
han
pasien
dalam
menjal
ani
proses
penye
mbuha
n

Time Table

22
DAFTAR PUSTAKA

1
Mansojoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani W I, Setiowulan W. Kapita Selekta
Kedokteran, Edisi 3 Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius; 2000
2
WHO guidelines on tuberculosis infection prevention and control. World Health
Organization; 2019 [INTERNET] diambil dari :
https://www.who.int/tb/publications/2019/guidelines-tuberculosis-infection-
prevention-2019/en/
3
GLOBAL TUBERCULOSIS REPORT. World Health Organization; 2018
[INTERNET] diambil dari : https://www.who.int/tb/publications/global_report/en/
4
Infodatin. Kementrian kesehatan RI pusat data dan informasi
5
Malaseme E. Pengaruh Pemberian Penyuluhan Pada Penderita Suspek
Tuberkulosis Paru Terhadap Hasil Pemeriksaan Sputum Basil Tahan Asam
(BTA) Di Rsud. Sele Be Solu Kota Sorong Provinsi Papua Barat.
6
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional
penangggulangan tuberkulosis. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. Jakarta; 2011.hlm.2-30.
7
Wulandari D H. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan
Pasien Tuberkulosis Paru Tahap Lanjutan Untuk Minum Obat di RS Rumah
Sehat Terpadu. Jurnal Administrasi Rumah Sakit . 2015; 2(1)
8
Pasek M S, Satyawan I M. Hubungan Persepsi Dan Tingkat Pengetahuan
Penderita Tb Dengan Kepatuhan Pengobatan Di Kecamatan Buleleng.
Jurnal Pendidikan Indonesi. April 2013;2( 1)
9
Rahmi N, Medison I, Suryadi I. Hubungan Tingkat Kepatuhan Penderita
Tuberkulosis Paru dengan Perilaku Kesehatan, Efek Samping OAT dan Peran
PMO pada Pengobatan Fase Intensif di Puskesmas Seberang Padang
September 2012 - Januari 2013. Jurnal Kesehatan Andalas. 2017; 6(2)
10
Mansojoer A, Suprohaita, Wardhani W I, Setiowulan W. Kapita Selekta
Kedokteran, Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius; 2000

11
Soedarto. Penyakit Menular di Indonesia. Jakarta. CV. Agung Seto; 2009.Hal
170
12
Panduan Pelayanan Medis Departemen Penyakit Dalam. RSUP Nasional DR.
Cipto Mangkusumo;2007. Hal 130-3

23
13
Hiswani. Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi
Masalah Kesehatan Masyarakat; 2009.

14
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016
Tentang Penanggulangan Tuberkulosis
15
Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia Dorektorat Jendral Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan
Lingkungan2011
16
. Dusing, Rainer, Katja Lottermoser & Thomas Mengden. Compliance To Drug
Therapy – New Answer To Old Question. Nephrol dial transpl. 2001;16:1317-21.
17
. Sabate E. WHO Adherence Meeting Report. Geneva. World Health
Organization;2001.
18
Pameswari p, Halim a, Yustika l. Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat pada
Pasien Tuberkulosis di Rumah Sakit Mayjen H. A. Thalib Kabupaten Kerinci.
Jurnal Sains Farmasi & Klinis. 2016; 2(2), 116-121
19
Bagiada I M, Primasari NLP.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Ketidakpatuhan Penderita Tuberkulosis Dalam Berobat Di Poliklinik Dots Rsup
Sanglah Denpasar. Jurnal Penyakit Dalam, September 2010;11(3)
20
Sarafino, Edward P. 2008. Health Psychology: Biopsychosocial Interactions.
United States Of Ameriea.Jhon Wiley & Sons, Inc
21
Pohan JA, Budiningsih TE. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan
Minum Obat Pasien Tuberkulosis Di Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan
Salatiga. Junita Agnes Pohan Dan Tri Esti Budiningsih / Intuisi. 2012 ;4(3)
22
Notoatmodjo, 2007.Ilmu dan SeniKesehatan Masyarakat.Jakarta: Rhineka
Cipta

23
Choirul Mahfud. (2006). Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
24
Lembaga Pengelolaaan Dana Pendidikan (LPDP) Kementrian Keuangan
Republik Indonesia. (2015). Daftar Daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar
(Perbatasan) Tahun 2015. Diakses dari: http: //www.lpdp.kemenkeu.go.id/wp-
content/uploads/2015/07/Daftar-Daerah-3T-2015.pdf.

24
25
Loihala M. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tbc Paru Pada
Pasien Rawat Jalan Di Poli Rsud Schoolo Keyen Kabupaten Sorong Selatan
Tahun 2015 . Jurnal Kesehatan Prima. Agustus 2016;10(2).

25

Anda mungkin juga menyukai