Anda di halaman 1dari 21

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP KEJADIAN


PENYAKIT DBD PADA MASYARAKAT
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAMULANG
KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2023
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Metodologi Penelitian
Dosen Pengampu:
Narila Mutia Nasir, SKM, MKM, Ph.D, Izza Hananingtyas, SKM, M.Kes,
Meliana Sari, SKM, MKM, Dr. Yuli Amran, MKM.

Disusun oleh:
Reo Kencana
(11211010000059)
4B

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
JULI/2023
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan


masyarakat yang muncul terutama di daerah tropis dan subtropis di seluruh
dunia. Penyakit akut yang disebabkan oleh infeksi virus yang ditularkan oleh
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus betina yang umumnya
menyerang manusia (Akbar and Maulana Syaputra, 2019). DBD dapat
menimbulkan gejala seperti demam tinggi, sakit kepala, nyeri sendi, dan ruam
kulit. Jika tidak ditangani dengan cepat, DBD dapat menjadi sangat berbahaya
bahkan mematikan.
Terjadinya demam berdarah telah meningkat secara signifikan di seluruh
dunia dalam beberapa dekade terakhir. Menurut WHO, jumlah kasus yang
dilaporkan telah meningkat dari 505.430 pada tahun 2000 menjadi 5,2 juta
pada tahun 2019. Namun, jumlah kasus yang sebenarnya mungkin lebih tinggi
karena sebagian besar kasus tidak menunjukkan gejala atau ringan dan tidak
diobati, yang menyebabkan kurangnya pelaporan.
Saat ini, penyakit ini telah menyebar luas di lebih dari 100 negara yang
terletak di kawasan Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan
Pasifik Barat WHO. Wilayah Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat
paling terpukul, dengan Asia menyumbang sekitar 70% dari beban penyakit
global. (World Health Organization, 2023)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah
kesehatan dan ancaman di Indonesia. Tidak hanya pada sektor kesehatan,
penyakit ini dapat berdampak pada sektor sosial serta ekonomi masyarakat.
Menurut laporan Kementerian Kesehatan pada tahun 2022 terjadi peningkatan
kasus DBD saat musim hujan. Tercatat jumlah kumulatif kasus Dengue di
Indonesia sampai dengan minggu ke-22 dilaporkan 45.387 kasus dengan
jumlah kematian akibat DBD mencapai 432 kasus. Berdasarkan data
Kementerian Kesehatan, di tahun 2022, jumlah kasus dengue mencapai
131.265 kasus yang mana sekitar 40% adalah anak-anak usia 0-14 tahun.
Sementara, jumlah kematiannya mencapai 1.135 kasus dengan 73% terjadi
pada anak usia 0-14 tahun. (Kementrian Kesehatan RI, 2022).

Kota Tangerang Selatan menjadi salah satu daerah endemis DBD d


Indonesia. Jumlah kasus DBD di Tangerang Selatan selama tahun 2017
sampai 2019 berfluktuasi dan cenderung meningkat. Kasus DBD yang tercatat
di Tangerang Selatan masing-masing sebanyak 245, 484, dan 417. Jumlah
kasus tersebut menurun dibandingkan tahun 2016 sebanyak 655 kasus (Astuti
et al., 2022). Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mencatat ada
577 kasus demam berdarah dengue (DBD) yang terjadi di Tangsel sejak
Januari 2022. Perinciannya, ada sebanyak 128 kasus DBD di Kecamatan
Pamulang, 104 kasus di Kecamatan Pondok Aren, 97 kasus di Kecamatan
Serpong, dan 86 kasus di Kecamatan Ciputat Timur. Lalu sebanyak 71 kasus
di Kecamatan Serpong Utara, 60 kasus di Kecamatan Ciputat, dan 31 kasus
tercatat di Kecamatan Setu.
Pelayanan kesehatan menjadi perhatian dalam faktor penyakit DBD.
pelayanan kesehatan dapat bergerak dalam aspek promotif maupun preventif.
Hal-hal seperti pemberantasan vektor terdorong dari fogging, abatisasi,
pengawasan kualitas lingkungan, dan pembersihan sarang nyamuk (PSN).
Untuk memerangi DBD melalui PSN, memberikan penyuluhan yang intensif
kepada masyarakat merupakan langkah penting. Isi dari pesan penyuluhan
tersebut meliputi pengenalan tanda-tanda, gejala, dan cara pencegahan
penularan DBD di rumah dan lingkungan masing-masing, yang disesuaikan
dengan pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat. Pengajian dan pertemuan
warga bisa menjadi sarana untuk penyuluhan, sedangkan penyuluhan massal
bisa dilakukan melalui media massa seperti TV, radio, majalah, dan surat
kabar. Melalui langkah ini, petugas penyuluh kesehatan dari puskesmas
menjadi garda terdepan dalam upaya pemberantasan DBD (Umardiono,
Andriati and Haryono, 2019).
Risiko yang terkait dengan Demam Berdarah dapat dikaitkan dengan
faktor lingkungan seperti penerapan perilaku 4M Plus, pengelolaan sampah,
dan peran kader kesehatan dalam mengatasi masalah Demam Berdarah.
Pencegahan Demam Berdarah dapat dilakukan dengan mengubah perilaku
masyarakat untuk mengutamakan kebiasaan hidup bersih agar terhindar dari
berbagai penyakit.
4M Plus merupakan program yang berisi kegiatan berupa menguras tempat
penampungan air, menutup rapat tempat penampungan air, mengubur dan
menyingkirkan barang bekas, memantau keberadaan jentik dan pengelolaan
lingkungan berlanjut seperti meningkatkan kesadaran akan kebersihan
lingkungan dan sebagainya. Semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk
melakukan gerakan 4M Plus dan kesadaran mengelola lingkungan, kasus
DBD akan menurun dengan sendirinya (Suantara et al., 2022).
Faktor lingkungan lainnya yang mempengaruhi penyakit DBD selain
faktor penerapan 4M plus yaitu pengelolaan sampah. Tindakan pengelolaan
sampah rumah tangga yang tidak benar dapat menjadi sarang nyamuk. Cara
mengolah sampah dengan dibakar, ditimbun dan dibuang ke sungai adalah
cara yang kurang benar. Kebiasaan masyarakat membakar sampah dengan
menunggu sampah terkumpul banyak dan cukup untuk dibakar.
Upaya yang telah dilakukan untuk menurunkan angka kejadian DBD
diantaranya PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) seperti pemeriksaan jentik
dan upaya pencegahan DBD dengan 4M Plus untuk menurunkan angka
kejadian DBD. Tujuan dari program ini adalah menekan penyebaran virus
dengue dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang cara pencegahan
DBD.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji
mengenai hubungan upaya pencegahan DBD dengan kejadian kasus DBD di
Kota Tangerang Selatan. Oleh karena itu, penting untuk melakukan evaluasi
pelaksanaan di Puskesmas Pamulang untuk mendapatkan gambaran antara
program pencegahan DBD dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas
Ciputat pada tahun 2023.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penyakit demam berdarah
dengue (DBD) merupakan jenis penyakit yang sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Kondisi lingkungan yang memungkinkan perkembangbiakan
vektor nyamuk DBD dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya penularan
penyakit DBD. Maka perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan dalam
memutus rantai penyebaran DBD dan seberapa efektif upaya pencegahan yang
dilakukan untuk mencegah terjadinya kasus DBD di wilayah Puskesmas
Pamulang
Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara upaya pencegahan terhadap kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Kota Tangerang Selatan.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan upaya pencegahan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Kota Tangerang Selatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan penerapan 4M plus terhadap kejadian DBD di
wilayah Puskesmas Pamulang.
b. Mengetahui hubungan antara pengelolaan sampah terhadap kejadian
DBD di wilayah Puskesmas Pamulang.
c. Mengetahui kekuatan hubungan antara faktor perilaku terhadap
kejadian DBD di wilayah Puskesmas Pamulang.
d. Mengetahui kekuatan hubungan faktor pelayanan kesehatan terhadap
kejadian DBD di wilayah Puskesmas Pamulang.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
kepada masyarakat terhadap kejadian penyakit dan pencegahan
penyakit DBD di wilayah Puskesmas Pamulang.\

1.4.2 Manfaat Bagi Puskesmas


Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana
informasi untuk evaluasi program pencegahan penyakit DBD di
wilayah Puskesmas Pamulang

1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan


serta pengalaman peneiliti dalam menganalisis masalah kesehatan
kedepannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)
2.1.1 Definisi DBD
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit
yang disebabkan oleh virus Dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegepty dan Aedes Alboccpictus kepada manusia (KEMKES, 2016).
Penyebab DBD disebabkan oleh virus DEN1, DEN2, DEN3, atau DEN4
yang tergolong dalam virus yang disebabkan oleh flavivirus dan
arthropoda flaviviridae yang memasuki aliran darah (Kemenkes, 2018).
DBD bisa timbul kapanpun dan bisa melanda seluruh usia.
Penyakit Demam Berdarah Dengue dapat menyerang semua
golongan umur. Sampai saat ini penyakit Demam Berdarah Dengue lebih
banyak menyerang anak-anak tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat
adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderita Demam Berdarab
Dengue pada orang dewasa.
Kebanyakan orang yang terkena demam berdarah tidak akan
memiliki gejala. Tetapi bagi mereka yang melakukannya, gejala yang
paling umum adalah demam tinggi, sakit kepala, nyeri tubuh, mual, dan
ruam. Sebagian besar juga akan membaik dalam 1–2 minggu. Beberapa
orang mengalami demam berdarah parah dan membutuhkan perawatan di
rumah sakit. Dalam kasus yang parah, demam berdarah bisa berakibat fatal
(WHO, 2023).

2.1.2 Etiologi DBD


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk
Aedes aegypty. Sejauh ini dikenal 4 jenis subtipe virus dengue yakni
DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Gejala demam berdarah baru
muncul saat seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari empat
jenis virus dengue mengalami infeksi oleh jenis virus dengue yang
berbeda (Yasa, 2019).
Gambar 1 Perjalanan penyakit virus dengue (Yasa, 2019)
Virus dengue ini dapat menginfeksi tubuh manusia melalui
gigitan vektor pembawanya, yaitu nyamuk dari genus Aedes
seperti Aedes aegypti betina dan Aedes albopictus. Vektor yang
paling banyak ditemukan menyebabkan penyakit ini adalah Aedes
aegypti. Perjalanan penyakit ini diawali dengan nyamuk yang
belum terinfeksi virus dengue menghisap darah orang yang telah
terinfeksi virus tersebut. Masa inkubasi virus di dalam nyamuk
berkisar 7-10 hari, dimana kemudian nyamuk yang telah terinfeksi
dapat mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia sehat
yang digigitnya (Yasa, 2019).

2.1.3 Penularan DBD


2.1.3.1 Mode Transmisi Penularan
Menurut WHO (2023) Penularan DBD dibagi menadi empat yaitu :
1. Penularan melalui gigitan nyamuk
Virus ini ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk
betina yang terinfeksi, terutama nyamuk Aedes aegypti. Spesies
lain dalam genus Aedes juga dapat berperan sebagai vektor,
tetapi kontribusinya sekunder terhadap Aedes aegypti.
2. Penularan manusia ke nyamuk

Nyamuk dapat terinfeksi oleh orang yang viremic


dengan DENV. Ini bisa seseorang yang memiliki infeksi
dengue simptomatik, seseorang yang belum memiliki infeksi
simtomatik (mereka pra-gejala), tetapi juga orang yang tidak
menunjukkan tanda-tanda penyakit juga (mereka asimtomatik).
Penularan dari manusia ke nyamuk dapat terjadi hingga 2 hari
sebelum seseorang menunjukkan gejala penyakit, dan hingga 2
hari setelah demam mereda.
3. Penularan maternal
Cara utama penularan DENV antara manusia melibatkan
vektor nyamuk. Namun ada bukti kemungkinan penularan dari
ibu (dari ibu hamil ke bayinya). Pada saat yang sama, tingkat
penularan vertikal tampak rendah, dengan risiko penularan
vertikal tampaknya terkait dengan waktu terjadinya infeksi
dengue selama kehamilan. Ketika seorang ibu memang
memiliki infeksi DENV saat hamil, bayi mungkin menderita
kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan gawat janin.
4. Metode penularan lainnya
Kasus penularan yang jarang terjadi melalui produk darah,
donasi organ, dan transfusi telah dicatat. Demikian pula,
penularan virus transovarial di dalam nyamuk juga telah
dicatat.

2.1.3.2 Vektor penyakit DBD


Siklus normal infeksi DBD terjadi antara manusia –
nyamuk Aedes – manusia. Darah penderita yang dihisap,
nyamuk betina dapat menularkan virus DBD setelah
melewati masa inkubasi 8-10 hari yang membuat virus
mengalami replikasi dan penyebaran yang berakhir pada
infeksi saluran kelenjar ludah sehingga nyamuk menjadi
tertular selama hidupnya. Sekali nyamuk tertular virus
seumur hidupnya akan menjadi nyamuk yang infektif dan
mampu menyebarkan virus ke inang lain ketika menghisap
darah berikutnya. (Dania, 2016).
Menurut Candra (2010) Nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus tersebar di seluruh pelosok tanah air,
kecuali yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas
permukaan air laut. Keduanya bisa dibedakan dengan
mudah pada stadium dewasa dan larva. Tanda pada bagian
dorsal mesonotum sangat jelas bisa dilihat dengan mata
telanjang, pada Aedes aegypti terdapat garis lengkung putih
dan 2 garis pendek di bagian tengah, sedang pada Aedes
albopictus terdapat garis putih di medial dorsal toraks.
Selain itu Aedes albopictus secara umum berwarna lebih
gelap daripada Aedes aegypti (Candra, 2010).
2.1.3.3 Tempat Potensial Penularan Nyamuk
Pada musim hujan, tempat perkembangbiakan
Aedes Aegepty yang pada musim kemarau tidak terisi air,
mulai terisi air sehingga dapat digunakan sebagai tempat
berkembang biak nyamuk. Telur-telur yang tadinya belum
sempat menetas akan menetas. Oleh karena itu pada musim
hujan, populasi nyamuk Aedes Aegepty terus meningkat
(Shafrin, 2016).

2.1.4 Gejala Klinis DBD


Menurut WHO (2023), gejala muncul, biasanya mulai 4-10
hari setelah infeksi dan berlangsung selama 2-7 hari. Gejala
mungkin termasuk:
1. Demam tinggi
2. Sakit Kepala
3. Nyeri di belakang mata
4. Nyeri otot dan sendi
5. Mual
6. Muntah
7. Kelenjar bengkak
8. Ruam

Individu yang terinfeksi untuk kedua kalinya memiliki


risiko lebih besar terkena demam berdarah yang parah.
2.2 Pencegahan Penyakit DBD
2.2.1 Penerapan 4M Plus
Dalam penanganan DBD, peran serta masyarakat untuk
menekan kasus DBD sangat diperlukan. Oleh karena itu program
Pemberantasan Sarang Nyamuk ([PSN) dengan cara 4M Plus
dilakukan secara berkelanjutan sepanjang tahun, terkhusus pada
musim penghujan. Menurut Kemenkes (2019) 4M Plus sendiri
terdiri dari:
1. Menguras Tempat Penampungan Air
Kegiatan membersihkan/menguras tempat yang sering
menjadi penampungan air seperti bak mandi, kendi, toren air,
drum dan tempat penampungan air lainnya. Dinding bak
maupun penampungan air juga harus digosok untuk
membersihkan dan membuang telur nyamuk yang menempel
erat pada dinding tersebut. Saat musim hujan maupun
pancaroba, kegiatan ini harus dilakukan setiap hari untuk
memutus siklus hidup nyamuk yang dapat bertahan di tempat
kering selama 6 bulan.

2. Menutup Tempat Penampungan Air

kegiatan menutup rapat tempat-tempat penampungan air


seperti bak mandi maupun drum. Menutup juga dapat diartikan
sebagai kegiatan mengubur barang bekas di dalam tanah agar
tidak membuat lingkungan semakin kotor dan dapat berpotensi
menjadi sarang nyamuk.
3. Mengubur Barang Bekas
Mengubur barang bekas yang sudah tidak layak pakai dan
mendaur ulang barang yang masih bisa digunakan kembali.
disarankan untuk memanfaatkan kembali atau mendaur
ulang barang-barang bekas yang berpotensi menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk demam berdarah.

4. Memantau Tempat Penampungan Air


Memantau wadah penampungan air dan bak sampah yang
berpotensi menjadi sarang berkembangbiaknya nyamuk.

Yang dimaksudkan Plus-nya adalah bentuk upaya


pencegahan tambahan seperti berikut:

1. Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.


2. Menggunakan obat anti nyamuk.
3. Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.
4. Gotong Royong membersihkan lingkungan.
5. Periksa tempat-tempat penampungan air.
6. Meletakkan pakaian bekas pakai dalam wadah tertutup.
7. Memberikan larvasida pada penampungan air yang susah
dikuras.
8. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar.
9. Menanam tanaman pengusir nyamuk.

2.2.2 Pengelolaan Sampah

2.2.2.1 Pengertian Sampah

Sampah diartikan sebagai benda yang tidak dipakai,


tidak diinginkan, dan dibuang yang berasal dari aktivitas
dan bersifat padat. Menurut Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah, yang dimaksud sampah adalah sisa kegiatan
sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk
padat. Sampah ini dihasilkan manusia setiap melakukan
aktivitas sehari-hari.

2.2.2.2 Jenis-Jenis Sampah

Berdasarkan asalnya, sampah padat digolongkan


menjadi dua, yaitu:

a. Sampah Organik
Sampah organik merupakan sampah yang sifatnya
mudah terurai di alam (mudah busuk) seperti sisa
makanan, daun-daunan, atau ranting pohon
(Kemendikbud, 2023).
b. Sampah Anorganik
Sampah anorganik merupakan sampah yang sifatnya
lebih sulit diurai seperti sampah plastik, kaleng, dan
styrofoam. Dengan adanya tempat sampah khusus maka
dapat mempermudah pemanfaatan sampah anorganik
sebagai kerajinan daur ulang atau daur ulang di pabrik
(Kemendikbud, 2023).

2.2.2.3 Dampak Sampah Terhadap Kesehatan

Berbagai penyakit yang dapat timbul akibat buruknya


pengelolaan sampah. Penyakit seperti diare, kolera, tifus
menyebar cepat karena berasal dari sampah dengan
pengelolaan sampah buruk yang dapat tercampur dengan
bahan konsumsi. Penyakit DBD juga dapat meningkat di
derah dengan pengelolaan sampah yang buruk (Muchlisin,
2015).
2.2.2.4 Pengelolaan Sampah dengan 3R

Penerapan sampah dengan konsep 3R (Reduce, Reuse,


Recycle) dapat dijadikan solusi dalam menjaga kelestarian
lingkungan sekitar dengan cara yang mudah dan murah
(Kemenkes, 2016).

1. Reduce
Dengan prinsip reduce, maka kita mengurangi
pemakaian dari bahan-bahan yang dapat merusak
lingkungan.
2. Reuse
memakai kembali barang yang dirasa sudah tidak perlu
lagi.
3. Recycle
mendaur ulang sampah anda menjadi suatu barang baru
yang dapat digunakan kembali dan layak fungsi.

diperlukan adanya kesadaran masyarakat masing

maisng untuk tidak menambah kerusakan lingkungan

terutama karena disebabkan oleh sampah (Kemenkes,

2016).

2.2.3 Peran Kader Kesehatan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 8 Tahun 2019, Kader Pemberdayaan Masyarakat Bidang
Kesehatan yang selanjutnya disebut Kader adalah setiap orang yang
dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menggerakkan masyarakat
berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan.
Kader kesehatan berperan sebagai:
a. penggerak masyarakat untuk berperan serta dalam upaya
kesehatan sesuai kewenangannya;
b. penggerak masyarakat agar memanfaatkan UKBM dan
pelayanan kesehatan dasar;
c. pengelola UKBM
d. penyuluh kesehatan kepada masyarakat;
e. pencatat kegiatan pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan
f. pelapor jika ada kasus kesehatan setempat pada petugas.

3.1 Upaya Pencegahan Penyakit DBD


Konsep yang diawali dengan segitiga epidemiologi untuk menganalisis
terjadinya penyakit. Segitiga ini terdiri atas penjamu (host), agen (agent), dan
lingkungan (environment). Hal ini digunakan untuk menjelaskan proses
timbulnya penyakit (Notoatmodjo, 2018).

3.3.1 Agen (Faktor Penyebab)


Agent adalah penyebab penyakit, bisa bakteri, virus,
parasite, jamur, atau kapang yang merupakan agent yang
ditemukan sebagai penyebab penyakit infeksius. Untuk penyebab
terjadinya DBD yaitu virus dengue. Virus ini ditularkan ke
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegepti. Virus ini akan
memiliki masa inkubasi yang tidak terlalu lama di dalam tubuh
manusia yaitu antara 3-7 hari (Fannya, 2020).
3.3.2 Host (Penjamu)
Pejamu adalah organisme, biasanya manusia atau hewan
yang menjadi tempat persinggahan penyakit (Fannya, 2020).
Manusia menjadi salah satu penjamu yang terpapar oleh Penyakit
DBD. Salah satu penegahan yang dilakukan agar terhindar dari
paparan penyakit DBD yaitu menjalankan perilaku sehat seperti:
1. Penerapan 4M Plus
2. Pengelolaan Sampah

3.3.2.1 Peran Kader Kesehatan


1. Kader Jumantik (Juru Pemantau Jentik)
Kader jumantik adalah kelompok kerja kegiatan
pemberantasan penyakit DBD di tingkat Desa dalam wadah
Lembaga Kesehatan Masyarakat Desa. Jumantik adalah
petugas khusus yang berasal dari lingkungan sekitar yang
secara sukarela mau bertanggung jawab untuk melakukan
pemantauan jentik nyamuk DBD di wilayahnya serta
melakukan pelaporan secara rutin. (Pratamawati, 2012).

3.3.3 Environment (Lingkungan)


Lingkungan adalah segala sesuatu yang mengelilingi dan
juga kondisi luar manusia atau hewan yang menyebabkan atau
memungkinkan penularan penyakit (Fannya, 2020). Menurut
Widodo (2012) faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
penyebaran DBD adalah:
1. Letak geografis
Penyakit DBD ditemukan di negara tropic dan subtropik
seperti Asia tenggara, Pasifik barat dengan tingkat kejadian
sekitar 50-100 juta setiap tahunnya.

2. Musim
Tren penyakit DBD berlangsung selama musim penhujan.
Hal ini disebabkan karena peningkatan vector dalam menggigit
yang didukung oleh lingkungan (Hermayudi, 2017).

3. Suhu udara
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi
metabolismenya menurun bila suhunya dibawah normal. Pada
suhu yang lebih tinggi, nyamuk juga akan mengalami
perubahan, dalam arti lebih lambatnya proses-proses fisiologi.
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Teori
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, H. and Maulana Syaputra, E. (2019) ‘Faktor Risiko Kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu’, Media Publikasi
Promosi Kesehatan Indonesia (MPPKI), 2(3), pp. 159–164. doi:
10.56338/mppki.v2i3.626
Hermayudi, Arianni, A.P. (2017). PENYAKIT DAERAH TROPIS. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Kementrian Kesehatan RI (2022) ‘Kasus DBD Meningkat, Kemenkes Galakkan
Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J) – Sehat Negeriku’, Sehat Negeriku
Kemenkes RI, pp. 2–3. Available at:
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20220615/0240172/kasus-
dbd-meningkat-kemenkes-galakkan-gerakan-1-rumah-1-jumantik-g1r1j/.
Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Pratamawati, D.A. (2012). Peran Juru Pemantau Jentik dalam Sistem
Kewaspadaan Dini Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol. 6, No.6.
Shafrin, K.A. N.E. Wahyuningsih., dan Suhartono. (2016). Hubungan
Keberadaan Breeding Places dan Praktik Buang Sampah Dengan
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kota Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. Vol.4, No.4.
Suantara, M. J., Rusminingsih, N. K. and Yulianti, A. E. (2022) ‘Hubungan
Pengetahuan Sikap Dan Perilaku Masyarakat Dalam Melaksanakan 4M
Plus Dengan Kejadian Dbd Di Desa Ubung Kaja Kecamatan Denpasar
Utara Tahun 2021’, Jurnal Kesehatan Lingkungan, 12(1), pp. 35–44.
Available at:
http://ejournal.poltekkes-denpasar.ac.id/index.php/JKL/article/view/1988.
Umardiono, A., Andriati, A. and Haryono, N. (2019) ‘Peningkatan Pelayanan
Kesehatan Puskesmas Untuk Penanggulangan Penyakit Tropis Demam
Berdarah Dengue’, JAKPP (Jurnal Analisis Kebijakan & Pelayanan
Publik), pp. 60–67. doi: 10.31947/jakpp.v4i1.5905.
World Health Organization (2017) ‘WHO | Dengue’, World Health Organization.
Available at: http://www.who.int/denguecontrol/disease/en/.

Anda mungkin juga menyukai