Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

TINDAKAN MASYARAKAT DALAM 3 M PLUS UNTUK


PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI
RW 09 KECAMATAN KEDAMEAN
KABUPATEN GRESIK

Untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan (Amd. Kep)


Pada Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Surabaya

Oleh :

LAILATUL MAGHFIROH

NIM : P27820120046

PRODI DIII KEPERAWATAN SUTOMO


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN
KESEHATAN SURABAYA
2022
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit berbasis
lingkungan akibat dari pembangunan perkotaan, perubahan iklim, peningkatan
mobilitas kepadatan penduduk, dan rendahnya kesadaran menjaga kebersihan
lingkungan (Pradana et al., 2016). Indonesia beriklim tropis, sangat baik untuk
perkembangan DBD yang disebabkan oleh infeksi virus spesies Flaviviridae,
yaitu genus Flavivirus dengan DEN1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 serotype
(Irwadi et al., 2018). Kasus dan penyebaran DBD semakin meningkat,
terutama saat musim hujan yang merupakan kondisi optimal nyamuk
berkembang biak (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2016). Kepadatan
larva Aedes aegypti meningkat saat musim penghujan sampai menjelang akhir
musim penghujan. Kondisi tersebut disebabkan oleh keberadaan kontainer
berisi air di luar rumah yang bertambah (Kurniawati, 2020).
Penularan DBD terjadi karena kepadatan vektor, kepadatan penduduk,
peningkatan urbanisasi yang tidak terkendali, pertumbuhan ekonomi,
ketersediaan air bersih serta perilaku masyarakat kurang sadar terhadap
kebersihan lingkungan dan perubahan iklim (Pusat Data dan Informasi
Kemenkes RI, 2016). Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui
gigitan Ae. aegypti. Aedes aegypti merupakan vektor utama, namun spesies
lain seperti Ae. albopictus juga dapat menjadi vektor penular DBD (Sukowati,
2010). Penyebaran DBD meliputi hampir semua daerah tropis dan sub tropis
seluruh dunia. Aedes 0 aegypti hidup di antara 35 lintang utara (LU) dan 0 35
lintang selatan (LS), di bawah ketinggian 1.000 meter. Aedes aegypti
menggigit pada siang hari, satu gigitan dapat menginfeksi manusia (Utomo,
2017).
Indonesia negara tertinggi kedua di dunia dengan jumlah kasus DBD
tertinggi setelah Brasil. Akhir 2016 setengah kematian dan pasien DBD di
Asia Tenggara berasal dari Indonesia yaitu sebanyak 129.650 kasus dengan
kematian sebanyak 1.071 kasus (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI,
2016). Penderita DBD di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 mencapai 37.418
kasus lebih tinggi dibanding tahun 2015 (22.111 kasus). Penderita DBD di
Provinsi Jawa Barat tahun 2016 mencapai 37.418 kasus lebih tinggi dibanding
tahun 2015 (22.111 kasus). Incidence rate DBD di Provinsi Jawa Barat
mengalami peningkatan tajam dari 47.34/100.000 penduduk menjadi
78.98/100.000 penduduk (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2017).
Kasus DBD mengalami fluktuasi setiap tahunnya di Kabupaten Bandung.
Pada tahun 2014 telah terjadi 995 kasus dengan kematian sebanyak empat
orang, tahun 2015 sebanyak 1.240 kasus dengan kematian 7 orang, serta tahun
2016 terjadi 3.470 kasus dengan kematian 10 orang. Dari data ini terlihat
kematian tertinggi terjadi di wilayah kerja Puskesmas Margaasih Kecamatan
Margaasih Kabupaten Bandung (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2017).
Masyarakat menganggap penanganan dan pencegahan DBD dengan
pengasapan (fogging) merupakan cara yang paling efektif. Hal ini yang
menyebabkan permintaan fogging meningkat, sedangkan efektivitas fogging
dalam menurunkan Angka Bebas Jentik dan menurunkan Larva Density Index
hanya sampai 8,6% (Ibrahim et al., 2016). Fogging hanya bertahan selama dua
minggu dan hanya mematikan nyamuk dewasa.
Fogging bukan strategi utama dalam mencegah DBD. Fogging hanya
dilakukan saat terjadi kasus di suatu wilayah, untuk memberantas nyamuk
sebagai vektor penyakit DBD (Kementerian Kesehatan RI, 2016a). dari
47.34/100.000 penduduk menjadi 78.98/100.000 penduduk (Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Barat, 2017).
Angka kejadian DBD yang terus meningkat ditambah siklus hidup Aedes
yang cepat adalah alasan penting tindakan pengendalian vektor. Kementerian
Kesehatan terus berkoordinasi dengan daerah untuk mengendalikan kejadian
DBD (Kementerian Kesehatan RI, 2016b). Tindakan pengendalian untuk
menciptakan kondisi yang tidak sesuai bagi perkembangan vektor. Vektor
sebagai media transmisi DBD menghantarkan virus Dengue ke tubuh manusia
sebagai host. Apabila vektor DBD ditekan, maka jumlah media transmisi
DBD menjadi minimal dan menurunkan jumlah kejadian DBD (Priesley et al.,
2018)
Menurut Direktorat Jenderal PPM-PLP, cara paling efektif dan tepat dalam
pencegahan dan pemberantasan DBD adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) 3M Plus dengan partisipasi seluruh lapisan masyarakat (Rosidi &
Adisasmito, 2009). Pencegahan DBD hingga saat ini belum ada vaksin.
Tindakan pencegahan dan pemberantasan lebih efektif dengan pemberantasan
sumber larva melalui PSN (Anggraini, 2016). Pemerintah memerlukan
bantuan partisipasi masyarakat dalam upaya PSN. Partisipasi masyarakat
dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD tersebut perlu ditingkatkan.
Penelitian Widagdo, Husodo, dan Bhinuri dalam Listyorini (2016)
menyebutkan bahwa ada hubungan antara PSN 3M Plus di bak mandi, ember
dan gentong plastik dengan kepadatan jentik (Listyorini, 2016).
Pemberantasan Sarang Nyamuk adalah kegiatan memberantas telur, jentik
dan kepompong nyamuk Ae. aegypti penular DBD pada tempat
perkembangbiakan-nya. Program PSN merupakan prioritas utama yang
dilaksanakan langsung oleh masyarakat sesuai kondisi dan budaya setempat
(Tanjung, 2012). Penelitian yang dilakukan Tombeng et al, membuktikan
bahwa terdapat hubungan antara PSN dengan kejadian DBD di Kecamatan
Dimembe Kabupaten Minahasa Utara (Tombeng et al., 2017).
Kementerian Kesehatan RI menyebutkan PSN 3M Plus meliputi
pemberantasan sarang nyamuk yang terdiri dari 3M yaitu menguras tempat-
tempat penampungan air, seperti bak mandi/WC, drum dan sebagainya
sekurangkurangnya seminggu sekali, menutup rapat tempattempat
penampungan air seperti gentong air/tempayan dan lain-lain, memanfaatkan
kembali barang bekas yang dapat menampung air dan memiliki potensi
menjadi perkembangbiakan nyamuk penular DBD (Kementerian Kesehatan
RI, 2016c). Makna Plus adalah mengganti air vas bunga, minuman burung,
memperbaiki saluran dan talang air rusak, membersihkan tempat yang dapat
menampung air seperti pelepah pisang, dan pekarangan dan kebun,
memelihara ikan cupang, ikan kepala timah, menggunakan obat anti nyamuk,
melakukan larvasidasi (membubuhkan bubuk larvasida), menggunakan
ovitrap, larvitrap, maupun mosquito trap Serta menggunakan tanaman
pengusir nyamuk seperti lavender, kantong semar, sereh, zodiac, geranium dan
lainlain (Kementerian Kesehatan RI, 2016c).
Pemberantasan Sarang Nyamuk 3M Plus berbasis masyarakat di mana
pemberdayaan dimulai dari meningkatkan motivasi masyarakat (Susianti,
2017). Target Sustainable Development Goals (SDG's) pada tahun 2030
adalah mengakhiri epidemic penyakit menular dan penyakit tropis yang
terabaikan seperti DBD (Koalisi CSO, 2017). Prioritas utama pengendalian
DBD bertumpu pada tujuh kegiatan pokok yang tertuang dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 581/MENKES/SK/VII/1992, di antaranya
ditegaskan bahwa pemberantasan DBD ditekankan pada upaya pencegahan
melalui pemberdayaan dan peran serta masyarakat yaitu gerakan PSN 3M Plus
(Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2017).
Pemberantasan Sarang Nyamuk 3M Plus merupakan bagian dari Pola
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang bisa dilakukan sehari-hari tetapi
dampaknya sangat besar dalam memberantas dan menghilangkan lebih dini
jentik/larva sebelum tumbuh menjadi nyamuk dewasa (Husna &
Wahyuningsih, 2016). Upaya pencegahan dan pengendalian tersebut termasuk
dalam pemutusan rantai penularan DBD berupa pencegahan terhadap gigitan
nyamuk Ae. aegypti melalui kegiatan PSN 3M Plus (Gifari et al., 2017).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat ditetapkan rumusan
masalah, “Bagaimana Tindakan Masyarakat Dalam 3 M Plus Untuk
Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Rw 09 Kecamatan Kedamean
Kabupaten Gresik?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui upaya tindakan masyarakat dalam 3 m plus
untuk pencegahan demam berdarah dengue Di Rw 09 Kecamatan
Kedamean Kabupaten Gresik
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menganalisis tindakan masyarakat dalam 3 M Plus untuk
pencegahan demam berdarah dengue Di Rw 09 Kecamatan
Kedamean Kabupaten Gresik
2. Menganalisis sikap masyarakat dalam 3 M Plus untuk pencegahan
demam berdarah dengue Di Rw 09 Kecamatan Kedamean
Kabupaten Gresik
3. Menganalisis perilaku masyarakat dalam 3 M Plus untuk
pencegahan demam berdarah dengue Di Rw 09 Kecamatan
Kedamean Kabupaten Gresik
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.4.1 Bagi Peneliti
Mendapat pengalaman yang berharga terhadap penelitian tentang
tindakan masyarakat dalam 3 M Plus untuk pencegahan demam
berdarah dengue Di Rw 09 Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik
1.4.2 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi tentang upaya-upaya yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan derajat kesehatan keluarga dalam mengatasi
penyakit DBD.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue

Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue
penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, Aedes aegypti juga
merupakan salah satu agent virus demam kuning atau biasa disebut dengan
chikungunya. Penyebaran virus jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua
daerah tropis diseluruh dunia. Aedes aegypti memiliki sifat aktif pada pagi
hari hingga siang hari. Penularan penyakit yang dilakukan oleh nyamuk betina
karena hanya nyamuk betina yang menghisap darah. Hal itu dilakukannya
karena untuk memperoleh banyak asupan protein yang digunakannya dalam
upaya untuk memproduksi telur (Nurarif & Hardhi, 2015).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan
dirongga tubuh.Sindrome renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah
demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Nurarif & Hardhi,
2015).
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular
yang sering menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian terutama pada
anak. Penyakit DBD adalah penyakit infeksi oleh virus Dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, dengan ciri demam tinggi
mendadak disertai manifestasi pendarahan dan berkemungkinan dapat
menimbulkan rejatan (shock) dan kematian (Dirjen PPM&PL,2015).
Tidak semua orang yang terinfeksi virus dengue akan menujukkan
manifestasi DBD berat. Ada yang hanya bermanifestasi demam ringan yang
akan sembuh dengan sendirinya atau bahkan ada yang sama sekali tanpa
gejala sakit (asimtomatik). Sebagian lagi akan menderita demam dengue sajati
tidak menimbulkan kebocoran plasma dan menyebabkan kematian (Kemenkes
RI, 2013). Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu
penyakit yang memiliki karakteristik terdiri dari demam, nyeri perut, muntah
yang berkepanjangan, perdarahan, dan sulit bernafas yang bisa menyebabkan
kematian terutama pada anak (WHO (2016)

2.2 Taksonomi Nyamuk Aedes aegypti


Taksonomi Nyamuk adalah sebagai berikut (Handayani and Ishak, 2011) :
a. Kingdom = Animalia.
b. Phylum = Arthropoda.
c. Subphylum = Uniramia.
d. Kelas = Insekta.
e. Ordo = Diptera.
f. Subordo = Nematosera.
g. Familia = Culicidae.
h. Sub family = Culicinae.
i. Tribus = Culicini.
j. Genus = Aedes.
k. Spesies = Aedes aegypti

2.3 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue


1. Pengertian
Epidemiologi berasal dari kata Epi, demos dan logos. Epi berarti
atas, demos berarti masyarakat, logos berarti ilmu, sehingga epidemiologi
dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang distribusi penyakit
di masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (determinan)
(Kemenkes RI, 2017). Epidemiologi Infeksi Dengue adalah ilmu yang
mempelajari tentang kejadian dan distribusi frekuensi Infeksi Dengue
(Demam Dengue/DD, Demam Berdarah Dengue/DBD dan Expanded
Dengue Syndrome/EDS) menurut variabel epidemiologi (orang, tempat
dan waktu) dan berupaya menentukan faktor resiko (determinan) kejadian
tersebut pada suatu kelompok populasi. Distribusi yang dimaksud diatas
adalah suatu distribusi berdasarkan unsur orang, tempat dan waktu,
sedangkan frekuensi yang dimaksud dalam hal ini adalah angka kesakitan,
angka kematian dan lain sebagainya. Determinan faktor risiko adalah
faktor yang dapat mempengaruhi atau faktor yang memberikan suatu
risiko atas kejadian penyakit Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue
dan Expanded Dengue Syndrome (Kemenkes RI, 2017).
2. Penyebaran
a. Situasi Global
Kejadian Luar Biasa Dengue pertama kali terjadi tahun 1653 di
Frech West Indies (Kepulauan Karibia), meskipun penyakitnya sendiri
sudah telah dilaporkan di Cina pada permulaan tahun 992 SM. Di
Australia serangan penyakit Dengue pertama kali dilaporkan pada
tahun 1897, serta di Italia dan Taiwan pada tahun 1931. Kejadian Luar
Biasa di Filipina terjadi pada tahun 1953-1954, sejak saat itu serangan
penyakit ini disertai tingkat kematian yang tinggi melanda beberapa
negara di wilayah Asia Tenggara termasuk India, Indonesia,
Kepulauan Maladewa, Myanmar, Srilangka, Thailand, Singapura,
Kamboja, Malaysia, New Caledonia, Filipina, Tahiti dan Vietnam
(Kemenkes RI, 2017).
Selama dua puluh tahun kemudian, terjadi peningkatan kasus dan
wilayah penyebaran yang luar biasa hebatnya, dan saat ini Kejadian
Luar Biasa muncul setiap tahunnya di beberapa negara di Asia
Tenggara. Berbagai serotipe virus Dengue endemis di beberapa negara
tropis. Di Asia, penyakit infeksi Dengue endemis di China Selatan,
Hainan, Vietnam, Laos, Kamboja, Thailand, Myanmar, India,
Pakistan, Sri Langka, Indonesia, Filipina, Malaysia dan Singapura.
Negara dengan endemisitas rendah di Papua New Guinea, Bangladesh,
Nepal, Taiwan dan sebagian besar negara Pasifik. Kasus Infeksi
Dengue sejak tahun 1981 ditemukan di Queensland, Australia Utara.
Serotipe Virus Dengue 1,2,3, dan 4 endemis di Afrika. Di pantai Timur
Afrika mulai dari Mozambik sampai ke Etiopia dan di kepulauan lepas
pantai seperti Seychelles dan Komoro. Saudi Arabia pernah
melaporkan kasus yang diduga Demam Berdarah Dengue (Kemenkes
RI, 2017). Di Amerika, ke-4 serotipe virus dengue menyebar di
Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan hingga Texas (1977-
1997). Tahun 1990 terjadi Kejadian Luar Biasa di Meksiko, Karibia,
Amerika Tengah, Kolombia, Bolivia, Ekuador, Peru, Venezuela,
Guyana, Suriname, Brazil, Paraguay dan Argentina (Kemenkes RI,
2017).
b. Situasi Nasional
Penyakit Dengue pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di
Jakarta dan Surabaya. Pada tahun 2010 penyakit dengue telah tersebar
di 33 provinsi, 440 Kab./Kota. Sejak ditemukan pertama kali kasus
Demam Berdarah Dengue cenderung meningkat terus bahkan sejak
tahun 2004 kasus meningkat sangat tajam. Kenaikan kasus Demam
Berdarah Dengue berbanding terbalik dengan angka kematian (CFR)
yang diakibatkan oleh DBD, dimana pada awal dilaporkan di Surabaya
dan Jakarta angka kematian (CFR) Demam Berdarah Dengue berkisar
41,3% kemudian menunjukan penurunan dan pada tahun 2014 telah
mencapai 0,90% ( Kemenkes RI, 2017).

2.4 Etiologi Demam Berdarah Dengue


Menurut Depkes RI (Endah, 2019:7), Penyebab penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) adalah virus dengue yang termasuk dalam group B
Arthropoda Borne Virus (arboviruses) yaitu virus yang ditularkan melalui
serangga. Virus dengue termasuk ke dalam genus Flavivirus dan mempunyai 4
jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi oleh salah
satu serotipe akan menyebabkan antibodi terhadap serotipe lain yang
bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat
kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang cukup terhadap
serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat
terinfeksi 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus
dengue dapat ditemukan diberbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia,
pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah
sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan jenis yang sering dihubungkan
dengan kasus-kasus parah.Virus penyebab penyakit bertahan hidup dalam
suatu siklus yang melibatkan manusia dan nyamuk yang hidup aktif di siang
hari.

2.5 Gejala Klinis Infeksi Demam Berdarah


Manifestasi klinis infeksi virus dengue sangat bervariasi dan sulit
dibedakan dari penyakit infeksi lain terutama pada fase awal perjalanan
penyakit-nya. Dengan meningkatnya kewaspadaan masyarakat terhadap
infeksi virus dengue, tidak jarang pasien demam dibawa berobat pada fase
awal penyakit, bahkan pada hari pertama demam. Sisi baik dari kewaspadaan
ini adalah pasien demam berdarah dengue dapat diketahui dan memperoleh
pengobatan pada fase dini, namun di sisi lain pada fase ini sangat sulit bagi
tenaga kesehatan untuk menegakkan diagnosis Demam Berdarah Dengue.
Oleh karena itu diperlukan petunjuk kapan suatu infeksi dengue harus
dicurigai, petunjuk ini dapat berupa tanda dan gejala klinis serta pemeriksaan
laboratorium rutin (Kemenkes RI, 2017)
Berdasar petunjuk klinis tersebut dibuat kriteria diagnosis klinis, yang
terdiri atas kriteria diagnosis klinis Demam Dengue (DD), Demam Berdarah
Dengue (DBD), Demam Berdarah Dengue dengan syok (Sindrom Syok
Dengue/SSD), dan Expanded Dengue Syndrome (unusual manifestation).
(UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI, 2014). Menurut Kemenkes RI
(2017), ada tiga macam Gejala Klinis Infeksi Demam Berdarah, yaitu :
a. Demam Dengue (DD)
Demam tinggi mendadak (biasanya ≥ 39°) ditambah 2 atau lebih
gejala atau tanda penyerta:
1) Nyeri kepala.
2) Nyeri belakang bola mata.
3) Nyeri otot & tulang.
4) Ruam kulit.
5) Manifestasi perdarahan.
6) Leukopenia (Lekosit ≤ 5000 /mm³).
7) Trombositopenia (Trombosit < 150.000 /mm³ ).
8) Peningkatan hematokrit 5 – 10 % (Kemenkes, 2017).
b. Demam Berdarah Dengue (DBD)
1) Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila ditemukan manifestasi berikut:
a) Demam 2–7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terusmenerus.
b) Adanya manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti petekie,
purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan
atau melena; maupun berupa uji tourniquet positif.
c) Trombositopnia (Trombosit ≤ 100.000/mm³).
d) Adanya kebocoran plasma (plasma leakage) akibat dari
peningkatan permeabilitas vaskular yang ditandai salah satu atau
lebih tanda berikut:
- Peningkatan hematokrit/hemokonsentrasi ≥ 20% dari nilai
baseline atau penurunan sebesar itu pada fase konvalesens.
- Efusi pleura, asites atau hipoproteinemia/ hipoalbuminemia.

2.6 Penularan Demam Berdarah Dengue


Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat dia
menghisap darah dari seseorang yang sedang dalam fase demam akut
(viraemia) yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.
Nyamuk menjadi infektif 8-12 hari sesudah mengisap darah penderita yang
sedang viremia (periode inkubasi ekstrinsik) dan tetap infektif selama
hidupnya. Setelah melalui periode inkubasi ekstrinsik tersebut, kelenjar ludah
nyamuk bersangkutan akan terinfeksi dan virusnya akan ditularkan ketika
nyamuk tersebut menggigit dan mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam luka
gigitan ke tubuh orang lain (Kemenkes RI, 2017).
Setelah masa inkubasi di tubuh manusia selama 3 – 14 hari (rata-rata
selama 4-7 hari) timbul gejala awal penyakit secara mendadak, yang ditandai
demam, pusing, myalgia (nyeri otot), hilangnya nafsu makan dan berbagai
tanda atau gejala lainnya. Viremia biasanya muncul pada saat atau sebelum
gejala awal penyakit tampak dan berlangsung selama kurang lebih lima hari.
Saat-saat tersebut penderita dalam masa sangat infektif untuk vektor nyamuk
yang berperan dalam siklus penularan, jika penderita tidak terlindung terhadap
kemungkinan digigit nyamuk. Hal tersebut merupakan bukti pola penularan
virus secara vertikal dari nyamuk-nyamuk betina yang terinfeksi ke generasi
berikutnya (Kemenkes RI, 2017). Penularan DBD dapat terjadi pada semua
tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Berdasarkan teori infeksi sekunder,
seseorang dapat terserang jika mendapat infeksi ulangan dengan virus dengue
tipe berlainan dengan infeksi sebelumnya

2.7 Faktor Resiko Lingkungan Yang Berpengaruh


Timbulnya suatu penyakit dapat diterangkan melalui konsep segitiga
epidemiologi. Faktor tersebut adalah agent (agen), host (manusia),
Environment (lingkungan). Timbulnya penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) bisa disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara faktor host
(manusia) dengan segala sifatnya (biologis, fisiologis, psikologis, sosiologis)
serta dengan adanya agent sebagai penyebab dan environment (lingkungan)
yang mendukung (Purnama, 2017).
a. Pembawa Penyakit (Agent)
Agent adalah sesuatu yang bila ada atau tidak ada akan
menimbulkan penyakit. Agent yang menyebabkan demam berdarah
dengue tentunya adalah nyamuk Aedes aegypti. Hanya nyamuk betina
yang dapat menggigit dan menularkan virus dengue. Nyamuk ini
umumnya menggigit di siang hari (09.00-10.00) dan sore hari (16.00-
17.00). Nyamuk ini membutuhkan darah karena darah merupakan sarana
untuk mematangkan telurnya.1,5 Virus Dengue yang ditularkan oleh
nyamuk ini sendiri bersifat labil terhadap panas (termolabil) ada 4 tipe
virus yang menyebabkan DBD, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-
4. Masing-masing virus dapat dibedakan melalui isolasi virus di
laboratorium (Purnama, 2017).
Infeksi oleh salah satu tipe virus dengue akan memberikan imunitas
yang menetap terhadap infeksi virus yang sama pada masa yang akan
datang. Namun, hanya memberikan imunitas sementara dan parsial pada
infeksi tipe virus lainnya. Bahkan beberapa penelitian mengatakan jika
seseorang pernah terinfeksi oleh salah satu virus, kemudian terinfeksi lagi
oleh tipe virus lainnya, gejala klinis yang timbul akan jauh lebih berat dan
seringkali fatal. Kondisi ini yang menyulitkan pembuatan vaksin terhadap
DBD (Purnama, 2017).
b. Pejamu (host)
Menurut Yohan (2018), Pejamu (host) artinya adalah kelompok yang
dapat terserang penyakit ini. Infeksi virus dengue pada sebagian besar
kasus umumnya tidak menimbulkan gejala yang berarti. Namun, infeksi
dapat pula berakibat pada timbulnya gejaka klinis dengan spectrum luas
dan dapat berbeda antar penderita .Serta faktor yang termasuk ke dalam
host adalah (Demografi, Imunitas, Status Gizi, dan Perilaku (Pengetahuan,
Sikap dan Tindakan).
c. Lingkungan (Environment)
Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan yang memudahkan
terjadinya kontak dengan agent.

2.8 Upaya Pencegahan Demam Berdarah Dengue


Demam berdarah merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kematian,
beban ekonomi dan sosial serta perlu adanya tindakan pencegahan.
Pencegahannya dapat dilakukan pada diri sendiri dan juga pada lingkungan.
Adapun beberapa prinsip dalam pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)
adalah sebagai berikut :
a. Memutus rantai penularan dengan mengendalikan vektor yaitu nyamuk
Aedes aegypti.
b. Melakukan pemberantasan pasa sarang nyamuk di pusat daerah
penyebaran dan penularan Demam Berdarah Dengue yang tinggi seperti di
lingkungan rumah dengan penduduk yang padat.

Berdasarkan data yang didapat dari WHO, ada beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk mencegah Demam Berdarah Dengue (DBD), yang terdapat
dalam Dangue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention and Control
(WHO, 2009) :
a. Manajemen Berbasis Lingkungan
Semua perubahan yang dilakukan dalam upaya untuk mencegah atau
mengurangi perkembangbiakan vektor, sehingga kontak manusia dengan
vetor menjadi berkurang. Adapun beberapa kegiatan berbasis lingkungan
yang dapat dilakukan seperti program PSN dengan 3M Plus. Pada program
3M Plus dapat yang lakukan yaitu menguras bak mandi secara teratur
seminggu sekali, menutup rapat - rapat tempat penampungan air serta
menimbun sampah - sampah yang berpotensi sebagai tempat
berkembangnya jentik serta mengubur kaleng - kaleng bekas, plastik, dan
barang bekas lainnya yang dapat menampung air hujan sehingga tidak
menjadi sarang nyamuk, dan terakhir adalah memantau tempat - tempat
yang dapat menampung air.
Menurut WHO (Wirakusuma, 2016:11), untuk pencegahan pada
bagian plus yang dapat dilakukan adalah menaburkan bubuk abate pada
bak penampungan air yang sulit kita jangkau, tidak membiasakan
menggantung baju sembarangan agar nyamuk tidak berkembang disana,
memakai lotion nyamuk tidak hanya malam hari, memakai kelambu saat
tidur, menggunakan insektisida pada ruangan, memasang kawat kasa di
jendela dan ventilasi.
b. Kontrol Biologis
Menurut WHO (Wirakusuma, 2016:11), untuk memutus rantai siklus
hidup nyamuk aedes aegypti dapat dilakukan atau dicegah dengan
membasmi vektor nyamuk tersebut pada tahap larva. Adapun kegiatan
yang dapat dilakukan dalam pencegahan DBD yaitu menggunakan ikan
pemakan larva nyamuk.
c. Manajemen Secara Kimiawi
Menurut WHO (Wirakusuma, 2016:11), Cara yang dapat dilakukan
antara lain dengan dilakukan pengasapan atau fogging yang berguna untuk
membunuh nyamuk Aedes aegypti dewasa, sedangkan untuk membunuh
jentik nyamuk menggunakan abate
BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah Penelitian Deskriptif, yakni menggambarkan
pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat dalam upaya 3 M Plus untuk
pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Rw 09 Kecamatan
Kedamean Kabupaten Gresik yang berjumlah 628 penduduk.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


1. Lokasi
Lokasi penelitian adalah tempat atau objek untuk melakukan
penelitian. Penelitian ini dilakukan di Wilayah Rw 09 Kecamatan
Kedamean Kabupaten Gresik
2. Waktu
Waktu penelitian adalah waktu yang digunakan peneliti untuk
melakukan sebuah penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari
– Juni 2023.

3.3 Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas objek atau sujek
yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk diteliti dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sujarweni,
2014). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pada Rw 09
Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik yang berjunlah 628 penduduk.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh
populasi yang digunakan untuk penelitian. Populasi yang terlalu besar,
peneliti tidak mungkin mengambil semuanya untuk dijadikan responden,
karena keterbatasan data, waktu, dan tenaga maka peneliti menggunakan
sampel yang diambil dari populasi. Sampel yang diambil harus mewakili
populasi dan valid (Sujarweni, 2014). Adapun teknik pengambilan sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling
dengan menggunakan rumus slovin

Keterangan :
n = Besar sampel
N = Besar Populasi
e = Kesalahan absolut yang ditolerir = 0,1
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka besar sampel minimal
dalam penelitian adalah 86 orang.

3.4 Metode Pengambilan Sampel


Pada penelitian ini, Metode Pengambilan Sampel yang akan digunakan
adalah Purposive Sampling. Purposive Sampling adalah teknik pengambilan
sampel yang dilakukan atas dasar pertimbangan peneliti semata yang
menganggap bahwa unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel
yang diambil (Surahman, 2016).

3.5 Cara Pengumpulan Data


1. Data Primer
Data primer yang diperoleh berasal dari survey langsung ke lokasi
pada Rw 09 Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik yang berjunlah 628
penduduk. Dan untuk data kejadian DBD diperoleh melalui hasil
wawancara bersama responden dengan menggunakan kuesioner.
2. Data Sekunder
Data sekunder yang diperoleh melalui data dari Dinas Kesehatan
Koabupaten Gresik tahun 2021 dan Data Penyakit Demam Berdarah
Dengue berdasarkandata yang terdapat di Profil Puskesmas Kedamean
tahun 2021.
3.6 Alat Pengumpulan Data
1. Wawancara adalah suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan
data dimana peneliti mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan
dari seseorang sasaran penelitian (responden) atau berbicara tatap muka
dengan orang tersebut. Jadi data tersebut diperoleh langsung dari
responden melalui suatu percakapan. Dengan melakukan wawancara
kepada responden, peneliti dapat mengetahui 53 nama responden,
pendidikan responden, pekerjaan responden serta perilaku kesehatan yang
mempengaruhi DBD.
2. Instrumen pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.
Dalam penelitian ini, kuesioner yang digunakan adalah untuk mengukur
tingkat penegtahuan, sikap dan tindakan masyarakat dalam upaya
pencegahan DBD. Adapun tingkatan penilaian kuesioner adalah sebagai
berikut :
a. Pengetahuan ; 1) Baik. 2) Cukup. 3) Buruk.
b. Sikap ; 1) Sangat Setuju (SS). 2) Setuju (S). 3) Ragu – ragu (R). 4)
Tidak Setuju (TS). 5) Sangat Tidak Setuju (STS).
c. Tindakan ; 1) Ya. 2) Tidak.
3.7 Pengukuran Data
a. Pengetahuan
Pengetahuan responden di ukur melalui 10 pertanyaan. Jika
pertanyaan dijawab dengan benar oleh responden maka diberi nilai 1,
namun jika responden menjawab salah maka diberi nilai 0. Sehingga skor
total yang tertinggi adalah 10 (Sitorus, 2019).
b. Sikap
Sikap responden diukur melalui berupa pernyataan positif dan negatif.
Pernyataan ini menggunakan skala pengukuran Likert yang terdiri dari 5
pernyataan, dimana setiap pernyataan diberi 5 alternatif jawaban yaitu :
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu – Ragu (RR). Tidak Setuju (TS), dan
Sangat Tidak Setuju (STS).
Untuk sikap alternatif jawaban diberi skor berdasarkan kriteria sebagai
berikut :
1. Apabila pernyataan Positif, angka terbesar diberikan untuk alternatif
jawaban. Sangat Setuju (SS) = 4 , Setuju (S) = 3 , Ragu – Ragu (RR) =
2, Tidak Setuju (TS) = 1 , Sangat Tidak Setuju (STS) = 0.
2. Apabila pernyataan Negatif, angka terbesar diberikan untuk alternatif
jawaban. Sangat Tidak Setuju (STS) = 4 , Tidak Setuju (S) = 3 , Ragu
– Ragu (RR) = 2, Setuju (S) = 1 , Sangat Setuju (SS) = 0.
c. Tindakan
Tindakan responden diukur melalui berupa pernyataan. Pernyataan ini
menggunakan skala pengukuran Likert yang terdiri dari 5 pertanyaan. Jika
responden menjawab benar maka akan diberi nilai 20 pada setiap soal,
namun jika responden menjawab salah maka akan diberikan nilai 0.

3.8 Analisis Data


Dalam penelitian ini menggunakan Analisis Univariat dan Bivariat.
1. Analisis Univariat adalah suatu analisis yang diperlukan untuk
mendeskripsikan dengan menggunakan tabel frekuensi kesehatan dan
kejadian DBD di Wilayah Rw 09 Kecamatan Kedamean Kabupaten
Gresik.
2. Analisis Bivariat adalah analisis yang diperlukan untuk mengetahui
hubungan diantara pengetahuan dan sikap serta sikap dan tindakan
masyarakat dalam upaya pencegahan DBD di Wilayah Rw 09 Kecamatan
Kedamean Kabupaten Gresik.

DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, A., 2016. Pengaruh kondisi sanitasi lingkungan dan perilaku 3M plus
terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Purwoharjo
Kabupaten Banyuwangi. J. Pendidik. Geogr. Volume 03, 321–328.
Anggraini, T.S., Cahyati, W.H., 2017. Perkembangan Aedes aegypti pada
berbagai pH Air dan salintas air. Higeia J. Public Heal. Res. Dev. 1, 1–10.
Awaluddin, 2017. Korelasi Pengetahuan dan Sikap Keluarga Terhadap Tindakan
Pencegahan Demam Berdarah Dengue. J. Endur. 1, 263–269.
Azizah, T.N., Zahroh, S., Huda BM, S., 2017. Beberapa faktor yang berhubungan
dengan perilaku PSN (3M Plus) sebagai upaya pencegahan DBD pada
masyarakat Kelurahan Sendangmulyo, Semarang. J. Kesehat. Masy.
Volume 5, 645–653.
Budiman dan Riyanto. 2013. Kapita Selekta Kuesioner: Pengetahuan dan Sikap
dalam Penelitian Kesehatan. Penerbit Selemba Medika. Jakarta, PP. 11- 12.
Cahyati, et al 2020. Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat di
Wilayah Kerja Puskesmas Biru-Biru terhadap Pencegahan Penyakit DBD.
Jurnal Dunia Kesmas, Vol. 9 No.4 halaman 480 -490. 4 Oktober 2020.
Gifari, M.A., Rusmartini, T., Astuti, R.D.I., 2017. Hubungan tingkat pengetahuan
dan perilaku gerakan 3M Plus dengan keberadaan jentik Aedes aegypti.
Bandung Meet. Glob. Med. Heal. 1, 84–90.
Husin, H., Riska Y., Mutia., A., F. 2020. Hubungan Perilaku Keluarga dalam
Upaya Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) terhadap Keberadaan
Jentik Nyamuk di Wilayah Kerja Puskesmas Sawah Lebar Kota Bengkulu.
Jurnal Ilmiah Vol 15, No.1. 1 April 2020.
Husna, R., Wahyuningsih, N., 2016. Hubungan perilaku 3M PLUS dengan
kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Semarang (Studi di Kota
Semarang wilayah atas). J. Kesehat. Masy. 4, 171–177.
Ibrahim, E., Hadju, V., Nurdin, A., Ishak, H., 2016. Effectiveness of abatezation
and fogging intervention to the larva density of Aedes aegypti dengue in
endemic areas of Makassar City. Int. J. Sci. Basic Appl. Res. 30, 225–264.
Irwadi, D., Arif, M., Hardjoeno, H., 2018. Gambaran serologi IgM–IgG cepat dan
hematologi rutin penderita DBD. Indones. J. Clin. Pathol. Med. Lab. 3, 45–
48.
Kementerian Kesehatan RI, 2016a. Menkes: Dibanding Fogging, PSN 3M Plus
Lebih Utama Cegah DB [WWW Document]. URL
http://www.kemkes.go.id/development/site/ depkes/pdf.php?
id=16022200004.
Kementerian Kesehatan RI, 2016b. Kendalikan DBD Dengan PSN 3M Plus
[WWW Do c ume n t]. J a k a rt a . URL
https://www.kemkes.go.id/article/view/160 20900002/kendalikan-dbd-
dengan-psn-3mplus.htmlhttp://www.depkes.go.id/article/vi
ew/16020900002/kendalikan-dbd-denganpsn-3m-plus.html.
Kementerian Kesehatan RI, 2016c. Kemenkes Keluarkan Surat Edaran
Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan 3M Plus dan Gerakan 1 Rumah 1
Jumantik [WWW Do c ume n t]. J a k a rt a . URL
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilismedia/20160212/4314156/1415
6-2/
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). 2017. Pencegahan
dan Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Indonesia.Jakarta :
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2020. Profil Kesehatan Indoenesia tahun 2019. Jakarta: Kemenkes
RI 2020.
Kurniawan, A., Made, A.N., 2017. Preferensi Aedes aegypti meletakkan telur
pada berbagai warna ovitrap di Laboratorium. Balaba 13, 37–42.
Listyorini, P.I., 2016. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) pada masyarakat Karangjati Kabupaten Blora.
Infokes 6, 6–15.
Mardhatillah, S., Rizal., I., A dan Putri., E. 2020. Gambaran Kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Dempo Kota
Palembang. Jurnal Mesina. Vol.01, 1 Oktober 2020.
Nani, N., 2017. The relationship between PSN behavior with existence larvae of
Aedes aegypti in Port of Pulang Pisau. J. Berk. Epidemiol. 5, 1–12.
Pradana, R.C., Dharmawan, R., Sulaeman, E.S., 2016. The effectiveness of
mosquito breeding site eradication and role of wiggler controller toward
countermeasure effort of Dengue Hemorrhagic Fever in Klaten, Central
Java. J. Epidemiol. Public Heal. 1, 37–48
Priesley, F., Reza, M., Rusdji, S.R., 2018. Hubungan Perilaku Pemberantasan
Sarang Nyamuk dengan Menutup, Menguras dan Mendaur Ulang Plus (PSN
M Plus) terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan
Andalas. J. Kesehat. Andalas 7, 124–130.
Rau,Muh Jusman, dkk. 2019. Faktor – Faktor yantg Berhubungan Dengan Upaya
Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Birobuli
Selatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 10 Nomor 2(2019), 73-82.
Rubandiyah, H.I., Nugroho, E., 2018. Pembentukan kader jumantik sebagai upaya
peningkatan pengetahuan siswa di Sekolah Dasar. Higeia J. Public Heal.
Res. Dev. 2, 216–226.
Sandra, et al 2019. Faktor yang Berpengaruh terhadap Kejadian Demam Berdarah
Dengue Pada Anak Usia 6-12 Tahun. Jurnal Ilmiah Permas : Jurnal Ilmiah
STIKES Kendal Volume 9 no. 1, hal 27-34. Januari 2019.
Susianti, N., 2017. Government Strategy in the eradication of Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) in Jambi City. J. Bina Praja 9, 243–253.
Tirtasari Amrieds, E., Asfian, P., Ainurafiq, 2016. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD) di Kelurahan
19 November Kecamatan Wundulako Kabupaten Kolaka Tahun 2016. J.
Ilm. Mhs. Kesehat. Masy. 1, 1–12.
Tombeng, C., Pingkan J, K., Ratag, B.., 2017. Hubungan antara pengetahuan dan
tindakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan kejadian DBD di
Desa Tatelu Kecamatan Dimembe Kabupaten Minahasa Utara. E-Journal
Heal. 1–8.
Utomo, B., 2017. Hubungan perilaku pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan
kejadian DBD di Desa Mojokerto Kecamatan Reban Kabupaten Batang.
Skripsi Univ. Diponegoro, Semarang. Universitas Diponegoro

Anda mungkin juga menyukai