Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL MINI

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KEPALA KELUARGA DENGAN


TINDAKAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DEMAM BERDARAH DENGUE

Disusun oleh : Kamariyah

Nim : 1701007

S1 KEPERAWATAN

TINGKAT III

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS SAINS CUT

NYAK DHIEN LANGSA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia nya sehingga saya dapat menyelesaikan proposal mini ini dengan judul“
Hubungan pengetahuan dan sikap kepala keluarga dengan tindakan pemberantasan sarang
nyamuk demam berdarah dengue” dengan baik. Proposal mini ini disusun agar pembaca
dapat memperluas ilmu tentang yang sayasajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber.

Saya mengucapkan terimakasih kepada Bapak dan Ibu Dosen yang telah
memberikan bekal ilmu dan membimbing saya dalam mata kuliah Metodeologi Penelitian .

Akhirnya saya menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kata sempurna, karena itu masukan
dan bimbingan dari bapak dan Ibu Dosen dan khususnya dari para pembaca sangat saya
harapkan demi kesempurnaan tulisan ini dikemudian hari dan dimasa yang akan datang.
Atas semua masukan dan bimbingan yang ikhlas saya mengucapkan terimaksih yang
sebesar-besarnya.

Langsa, Juni, 2020

Kamariyah

1701007
BAB I

1.1. LATAR BELAKANG

Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus dengue, terutama menyerang anak-anak yang bertendensi
menimbulkan syok dan kematian.Menurut World Health Organization (WHO), demam
berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes
yang terinfeksi salah satu dari empat tipe virus dengue dengan manifestasi klinis demam,
nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia,ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada demam berdarah dengue terjadi perembesan
plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan
cairan di rongga tubuh.

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu penyakit epidemi akut yang
disebabkan oleh virus yang di transmisikan oleh Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Penderita
yang terinfeksi akan memiliki gejala berupa demam ringan sampai tinggi, disertai dengan sakit
kepala, nyeri pada mata, otot dan persendian, hingga pendarahan spontan (WHO, 2010).

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
virus dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari
genus Aedes, misalnya Aedes aegypti atau Ades albopictus. Terdapat empat jenis virus
dengue berbeda, yang dapat menyebabkan penyakit demam berdarah. Virus dengue merupakan
virus dari genus Flaviviridae, famili flaviviridae. Penyakit demam berdarah ditemukan di
daerah tropis dcm subtropics di berbagai belahan dunia terutama di musim hujan yang
lembab. Organisasi kesehatan dunia memperkirakan setiap tahunnya terdapat 50-100 juta kasus
infeksi virus dengue di seluruh dunia. Penyakit demam berdarah akut yang disertai dengan
adanya manifestasi pendarahan yang bertendensi mengakibatkan rejatan yang dapat
menyebabkan kematian, penyakit ini berlangsung akut menyerang baik orang dewasa
maupun anak-anak berusia di bawah 15 tahun (Alfaris, 2011).

Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya DBD antara lain:   rendahnya status
kekebalan kelompok masyarakat, kepadatan populasi nyamuk penular karena banyaknya tempat
perindukan nyamuk yang biasanya terjadi pada musim penghujan dimana banyak timbul
genangan-genangan air di sekitar pemukiman seperti talang air, ban bekas, kaleng, botol, plastik,
gelas bekas air mineral, lubang pohon, pelepah daun dan lain-lain.(KEMENKES RI 2019)

Pada awal tahun 2019 data yang masuk sampai tanggal 29 Januari 2019 tercatat jumlah
penderita DBD sebesar 13.683 penderita, dilaporkan dari 34 Provinsi dengan 132 kasus
diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan bulan
Januari tahun sebelumnya (2018) dengan jumlah penderita sebanyak 6.167 penderita dan jumlah
kasus meninggal sebanyak 43 kasus.

Kasus penyakit DBD di Provinsi Aceh setiap tahun terus meningkat, disebabkan
masih kurangnya kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan. Meningkatnya
angka penderita DBD di Aceh, tidak lepas dari kurangnya kesadaran masyarakat terhadap
kebersihan lingkungannya. Pada tahun 2014 ditemukan 2.208 penderita DBD dan tujuh
orang diantaranya meninggal dunia. Kasus DBD di Provinsi Aceh pada tahun 2014
berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Aceh (2015) sebanyak 2.269 kasus dan yang
meninggal sebanyak 7 orang. Pada tahun 2014, sebanyak 833 penduduk Aceh di 23
kabupaten/kota terjangkit DBD. Penderita terbanyak adalah kelompok remaja (usia 15-20
tahun), mencapai 546 orang. Sedangkan kelompok usia di bawahnya hanya 287 orang yang
terjangkit DBD (Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, 2013).DBD di Kota Banda Aceh
menunjukkan tren meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Trend kasus DBD di Kota
Banda Aceh diketahui dari tahun 2005 sampai 2007 mengalami peningkatan dengan jumlah
tertingi 851 pada tahun 2007, dan terus menurun pada tahun 2008 menjadi 593 kasus tahun
2009 sebanyak 313 kasus. Namun jumlah kasus DBD kembali meningkat pada tahun 2010
sebanyak 759 kasus, tahun 2011 sebanyak 382 kasus dan tahun 2012 sebanyak 506 kasus.
Pada tahun 2013 kasus DBD sebanyak 258 kasus dan tahun 2014 meningkat kembali
menjadi 299 kasus dengan kecamatan yang paling banyak penderita DBD adalah
Kecamatan Banda Raya, yaitu 48 kasus (BPS Kota Banda Aceh, 2015).

Kejadian DBD di Kota Banda Aceh sering mengalami fluktuasi setiap tahunnya
dan sempat mengalami penurunan pada tahun 2008 sampai 2009 sejak Pemerintah Aceh
melaksanakan Program DBD Watches pada tahun 2007. Namun setelah program tersebut
dihentikan pada tahun 2010, kasus DBD kembali meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberantasan DBD di Kota Banda Aceh telah dilaksanakan oleh pemerintah secara
maksimal. Berbagai program dan dukungan anggaran yang banyak telah diberikan oleh
pemerintah. Namun setelah program DBD Watches dihentikan, kasus DBD kembali meningkat
secara signifikan (Dinkes Kota Banda Aceh, 2013).

Kejadian DBD di Kota Banda Aceh saat ini sudah sangat mengkhawatirkan, bukan
hanya jumlah kasus DBD yang terus meningkat dan menyebar ke daerah baru, akan tetapi
kemungkinan ledakan wabah yang akan terjadi apabila tidak dilakukan tindakan preventif
yang tepat. Daerah perkotaan selalu memiliki jumlah kasus DBD yang tinggi. Faktor utama
karena kepadatan dan mobilitas masyarakat yang tinggi, serta pembangunan yang intensif.
Faktor tersebut menyebabkan buruknya sanitasi lingkungan dan menyebabkan terbentuknya
tempat perindukan bagi nyamuk Aedes aegypti.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, 75% kasus DBD dipengaruhi
oleh lingkungan dan perilaku masyarakat yang kurang dan juga partisipasi masyarakat
yang sangat rendah dalam pencegahan DBD melalui kegiatan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dan 3M Plus (Dinkes Kota Banda Aceh, 2013).Berdasarkan uraian di atas,
maka diketahui bahwa faktor utama dalam pencegahan dan pemberantasan DBD adalah
prilaku masyarakat dalam menjaga lingkungan yang dapat mencegah berkembang biaknya
nyamuk Aedes aegypti. Walaupun berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah
seperti program DBD Watches, akan tetapi jika perilaku masyarakat dalam menjaga
kebersihan lingkungan masih kurang maka akan sulit untuk memberantas DBD secara
tuntas. Salah satu model yang dapat memprediksi perilaku kesehatan (health behavior)
masyarakat terhadap pencegahan DBD tersebut adalah Health Belief Model(HBM) yang
pertama sekali dikembangkanpada tahun 1950-an oleh psikolog social Hochbaum,
Rosenstock dan Kegels dari Amerika Serikat. HBM menghasilkan serangkaian pola persepsi
yang menimbulkan kemungkinan perilaku tindakan pencegahan (Glanz. K, et al, 2008).

Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan
pengetahuan dan sikap kepala keluarga dengan tindakan pemberantasan sarang nyamuk demam
berdarah dengue di desa medang ara kecamatan karang baru kabupaten aceh tamiang.
1.2. TUJUAN PENELITIAN
1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan dan sikap
kepala keluarga dengan tindakan pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue.
1.3.1 .Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan pengetahuan kepala keluarga demam berdarah dengue dengan perilaku
pemberantasan sarang nyamuk.
2. Mengetahui hubungan sikap kepala keluarga demam berdarah dengue dengan perilaku
pemberantasan sarang nyamuk.

1.3. MANFAAT PENELITIAN


1.3.1. Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi institusi pendidikan sebagai bahan referensi
mengenai mengetahui pengetahuan dan sikap kepala keluarga dengan tindakan pemberantasan
sarang nyamuk demam berdarah dengue sehingga dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan
untuk penelitian selanjutnya.
1.3.2. Peneliti Lain
Sebagai data dasar dalam penelitian lebih lanjut di bidang keperawatan komunitas khususnya
tentang Analisis pengetahuan dan sikap kepala keluarga dengan tindakan pemberantasan sarang
nyamuk demam berdarah dengue sehingga dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk
penelitian selanjutnya.
BAB II

2.1. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1. Demam Berdarah Dengue (DBD)

1. Definisi DBD

Demam berdarah dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit
yang disebabkan oleh virus berbahaya karena dapat menyebabkan penderita meninggal dalam
waktu yang sangat singkat. Gejala klinis DBD berupa demam tinggi yang berlangsung
terus-menerus selama 2-7 hari. Tanda dan gejala perdarahan yang biasanya didahului
dengan terlihatnya tanda khas berupa bintik-bintik merah (petechia) pada badan penderita
bahkan penderita dapat mengalami syok dan meninggal (Sutanto, 2015)

2. Penyebab DBD

Penyebab dari DBD yaitu virus dengue termasuk genus Flafivirus dan family
Flaviviridae serta memiliki RNA berantai tunggal. Virus dengue terdiri atas 4 serotipe
yaitu virus dengue 1 (DEN-1), virus dengue 2 (DEN- 2), virus dengue 3 (DEN-3), dan
virus dengue 4 (DEN -4), yang diklasifikasikan oleh Albert Sabin pada tahun 1944
(Chakraborty, 2008). Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap
serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain
sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap
serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh
3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia (Nurarif & Kusuma, 2015).

3. Epidemiologi

Virus dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus (betina). Kedua jenis nyamuk ini mempunyai daerah distribusi
geografis sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun merupakan vektor yang sangat baik
untuk virus dengue, biasanya Aedes albopictus merupakan vektor epidemi yang kurang efisien
dibanding Aedes aegypti (Zulkoni, 2011).

Aedes aegypti tersebar luas di seluruh indonesia. Walaupun spesies ini ditemukan
di kota-kota perlabuhan yang penduduknya padat, nyamuk ini juga ditemukan di pedesaan.
Penyebaran Aedes aegypti dari pelabuhan ke desa disebabkan oleh larva Aedes aegypti yang
terbawa melalui transportasi. Tempat perindukan utama Aedes aegypti adalah tempat-tempat
berisi air bersih yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi
jarak 500 meter dari rumah. Tempat perindukan tersebut berupa tempat perindukan buatan
manusia; seperti tempayan/gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi, pot bunga,
kaleng, botol, drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah atau di kebun yang berisi air
hujan, juga berupa tempat perindukan alamiah; seperti kelopak daun tanaman (keladi &
pisang), tempurung kelapa, tonggak bambu dan lubang pohon yang berisi air hujan. Ditempat
perindukan Aedes aegypti seringkali ditemukan larva Aedes albopictus yang hidup
bersama-sama (Sutanto, 2015). Aedes aegypti tersebar luas di dunia yang terletak di daerah
sesuai dengan garis geografi antara 40 º Lintang Utara dan 40 ºLintang Selatan, dan hanya
hidup pada suhu antara 8 º-37 ºCelcius (Soedarto, 2011)

4. Siklus Hidup dan Perilaku Nyamuk Aedes aegypti

Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dari telur yang menetas menjadi larva setelah
2 hari, selanjutnya kulit larva mengelupas menjadi pupa dan selanjutnya berkembang
menjadi dewasa. Dari telur menjadi nyamuk dewasa dibutuhkan waktu sekitar 8 hari. Pada
tempat perindukan Aedes aegypti sering ditemukan Aedes albopictus.Maka dapat disimpulkan
bahwa masa inkubasi nyamuk berlangsung sekitar 6 hari (Zulkoni, 2011).

Daur hidup nyamuk Aedes aegypti diawali dengan nyamuk betina meletakkan kulitnya di
dinding tempat perindukannya 1-2 cm diatas permukaan air. Seekor nyamuk betina dapat
meletakkan ratarata 100 butir telur setiap kali bertelur. Setelah kira-kira 2 hari telur menetas
menjadi larva lalu mengadakan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi pupa dan
akhirnya menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari (Sutanto, 2015).

5. Cara penularan DBD


Terdapat 3 faktor yang dapat menyebabkan penyakit DBD, diantaranya yaitu faktor
manusia, virus, dan vektor perantara (nyamuk). Virus dengue ditularkan kepada manusia
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk tersebut dapat mengandung virus dengue
pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia (positif terinfeksi virus dengue).
Nyamuk mampu menularkan virus dengue setelah 8 sampai 12 hari virus berkembang
biak dalam kelenjar ludah yang dikenal sebagai extrinsic incubation period, kemudian
nyamuk yang sudah terinfeksi virus dengue bisa menularkan ke manusia lain yang bukan
bersifat viremik. Virus dengue memerlukan waktu masa inkubasi 3-14 hari dalam tubuh
manusia yang biasa disebut intrinsic incubation period sebelum menimbulkan penyakit
(Chakraborty, 2008)

2.1.2.Tanda dan Gejala DBD

Tanda dan gejala DBD menurut Zulkoni (2011), yaitu:

a Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 ºC-40ºC)

b Manifestasi pendarahan (hidung, gusi, mimisan, kulit lengan)

c Hepatomegali (pembesaran hati)

d.Syok, tekanan nadi kurang dari 20 mmHg, tekanan sistolik sampai kurang dari 80/menit

e Trombositopeni, pada hari ke 3-7 ditemukan trombosit dibawah 100.000/mm

f Gejala klinik lain: lemah, mual, muntah, sakit perut, diare, kejang dan sakit kepala

7. Patogenesis dan Patofisologi DBD

Sukandar dkk (2011) telah membagi secara singkat tentang patogenesis demam berdarah
dalam 3 fase sebagai berikut:

a Fase febris (demam)

Pada fase ini, pasien mengalami demam tinggi secara tibatiba selama 2-7 hari, muka merah
(facial flushing), nyeri/linu (generalized body ache), nyeri otot (myalgia), nyeri sendi
(arthalgia), sakit kepala, eritema pada kulit, anoreksia, mual dan muntah.
b Fase kritis

Pasien dalam tahap ini mempunyai resiko tertinggi terhadap tanda dan gejala akibat kebocoran
plasma yang biasanya berlangsung selama 24-48 jam, beberapa indikator penurunan suhu (
menjadi 37,5º– 38ºC atau kurang), peningkatan hematokrit (> 20% dari baseline),
trombositopenia (<100.000/mm), hipokalsemia, hipoalbuminemia, efusi pleura tampak pada
sinar x, dan asites. Monitoring yang dilakukan untuk pasien dengan kebocoran plasma
mencakup seluruh parameter hemodinamik yang berkaitan dengan kompensasi syok. Syok
dapat terjadi pada pasien yang kehilangan banyak cairan dan dikategorikan sebagai SSD
(Syndrome Syok Dengue).

c Fase reabsorbsi (pemulihan)

Tahap ini dimulai jika pasien dapat bertahan dari fase kritis. Pada fase ini kebocoran plasma
berhenti dan cairan dari ruang intravaskular diserap kembali, tanda vital kembali normal,
hematokrit normal dan pasein membaik Klasifikasi derajat DBD

Klasifikasi derajat DBD menurut WHO 2011 dalam Nurarif &

Kusuma (2015)

a Derajat 1 : demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah uji torniquet positif

b Derajat 2 : derajat 1 disertai perdarahan spontan di kulit dan/atau perdarahan lainnya

c Derajat 3 : ditemukannya tanda kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut,
terkadang nadi menurun (< 20 mmhg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab, dan
pasien menjadi gelisah

d Derajat 4 : syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat di ukur.
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian DBD

1. Faktor manusia (Host)

a. Umur

Umur dapat mempengaruhi suatu perilaku dan tindakan seseorang dalam melakukan
suatu aktivitas atau kegiatan. Hasil penelitian Monintja tahun 2015 diperoleh bahwa umur <
46 tahun sebanyak 34 responden (53,1%) memiliki tindakan PSN yang kurang, sedangkan
umur > 46 tahun sebanyak 47 responden (70,1%) memiliki tindakan PSN yang baik. Pada
penelitian Umaya dkk bahwa Adanya hubungan antara golongan umur terhadap kejadian
DBD pada responden ini dikarenakan kebiasaan tidur siang pada golongan umur muda terutama
pada anak-anak, selain itu kepekaan anak-anak terhadap gigitan nyamuk juga masih kurang
karena ketika bermain anak-anak cenderung bergerak aktif sehingga gigitan nyamuk sering
terabaikan, kemudian suhu tubuh tinggi/panas/demam pada anak baru akan diketahui apabila
anak tersebut berinteraksi dengan orang tuanya, sehingga sering kali demam pada anak tidak
dapat di deteksi secara dini (Umaya, Faisya, & Sunarsih, 2013).

Dengan demikian, umur memiliki pengaruh terhadap kejadian DBD , apabila


responden memiliki umur yang termasuk dalam kategori umur muda maka risiko terkena DBD
besar, dan sebaliknya apabila responden memiliki umur yang termasuk dalam kategori umur
tua maka risiko terkena DBD kecil (Umaya, Faisya, & Sunarsih, 2013).

b.Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor manusia yang dapat berpengaruh
terhadap kejadian DBD. Tetapi hasil penelitian Nisa, Notoatmojo & Rohmani (2013)
didapatkan penderita DBD pada jenis kelamin perempuan 45 orang (52,3%) dan pada laki-laki
41 orang (47,7%). Secara keseluruhan perbedaan proporsi antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan tidak terlampau jauh.

c.Pengetahuan
Pengetahuan yaitu kemampuan seseorang dalam mengetahui sesuatu hal yang
diperoleh dari penginderaan, misalnya pengetahuan seseorang terhadap penyakit DBD.
Seseorang tahu penyakit DBD karena ia menggunakan indera pendengarannya terhadap
informasi yang ia dapat dari orang lain atau media apapun itu, begitupun dengan panca
indera lainnya.

Hasil penelitian Wati, Astuti, & Sari (2016) antara pengetahuan orang tua tentang upaya
pencegahan dengan kejadian DBD pada anak yaitu sebagian besar anak positif DBD dengan
presentase pengetahuan kurang sebanyak 18 responden (79,5%). Hal ini menunjukkan
bahwa masih banyak orang tua yang tidak mengetahui bahaya penyakit DBD dan
kaitannya dengan pentingnya melaksanakan pencegahan terhadap kejadian DBD melalui usaha-
usaha PSN ataupun dengan cara 3M Plus.

d. Sikap

Sikap merupakan suatu respon seseorang terhadap suatu stimulus atau rangsangan
yang ia dapatkan. Hasil penelitian Paendong, Nursalam, & Makausi (2015) menunjukkan
bahwa sebagian besar responden memiliki sikap positif pada pencegahan penyakit demam
berdarah. Semakin positif sikap terhadap pencegahan penyakit DBD, maka semakin baik
pula tindakan pencegahan penyakit. Faktor yang dapat mempengaruhi sikap salah satunya
adalah pengalaman pribadi. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman
pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih muda terbentuk
apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang
melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas.

e. Tindakan

Tindakan merupakan perwujudan nyata dari sikap seseorang yang sudah ada
sebelumnya. Dalam penelitian Aryati dkk (2014) bahwa hasil tentang tindakan
pemberantasan nyamuk demam berdarah, sebagian besar responden menyatakan telah
melakukan 3M dan sejumlah responden menyatakan dengan menjaga kebersihan
lingkungan, gotong royong, melakukan tindakan dengan mengubur ke dalam tanah, ada juga
yang menyatakan dibakar dan dijual ke pemulung. Akan tetapi ketika diamati secara langsung
tindakan yang dilakukan seharihari tidak seusai dengan apa yang dikatakan. Hasil penelitian
tindakan yang kurang baik itu menyebabkan adanya kejadian DBD.

Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) merupakan cara pengendalian


vektor sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan
penyakit DBD. Menurut Kemenkes (2011) PSN DBD dilakukan dengan cara „3M-Plus‟, 3M
yang dimaksud yaitu;

1) Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau membuang air pada tempat-
tempat lainnya seperti tempat penampungan air pada dispender, kulkas, dan TPA
sejenisnya seminggu sekali. Selain itu, keberadaan pot tanaman hias di rumah khususnya
tanaman hias yang menggunakan media air umumnya terdapat genangan air. Genangan air
ini bisa dijadikan sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti. Upaya PSN dengan
memperhatikan kebersihan pot tanaman hias hendaknya terus dilakukan oleh masyarakat,
sehingga dapat mengurangi kemungkinan pot tanaman hias menjadi sarang nyamuk

(Anwar & Rahmat, 2015)

2) Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak Memperbaiki saluran dan
talang air yang tidak ancar atau rusak agar nyamuk Aedes aegypti tidak dapat
berkembang biak di tempat tersebut (Kemenkes, 2011).

3) Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, tempurung kelapa, pelepah pisang


dengan tanah sehingga nyamuk Aedes aegypti tidak dapat berkembang biak (Kemenkes,
2011).

4) Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit dikuras atau di


daerah yang sulit air. Pemberantasan larva dilakukan dengan larvasida yangdikenal dengan
istilah abatisasi. Larvasida yang biasa digunakan adalah temefos. Formulasi temefos yang
digunakan ialah granules (sandgranules). Dosis digunakan 1 ppm atau 10 gram (+ 1 sendok
makan rata) untuk tiap 100 liter air. Abatisasi dengan temefos tersebut mempunyai efek residu
3 bulan (Tamza, 2013).
5) Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air. Misalnya
memelihara ikan ikan kepala timah, ikan guppy, ikan gabus. Ikan-ikan tersebut merupakan
pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk (Prasetyani, 2015).

6) Memasang kawat kasa pada ventilasi rumah merupakan salah satu pengendalian
penyakit DBD secara mekanik. Pemakaian kawat kasa pada setiap lubang ventilasi yang
ada di dalam rumah bertujuan agar nyamuk tidak masuk ke dalam rumah dan menggigit manusia
(host/pejamu) (Anwar & Adi, 2015).

7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar. Kebiasaan mengantung pakaian


memiliki peluang bisa terkena penyakit DBD. Pakaian yang tergantung di balik lemari atau
di balik pintu sebaiknya dilipat dan disimpan dalam lemari karena nyamuk Aedes aegypti
senang hinggap dan beristirahat di tempat-tempat gelap dan kain tergantung (Anwar & Adi,
2015).

8) Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai. Ventilasi rumah adalah
lubang tempat udara keluar masuk secara bebas. Ventilasi biasanya dimanfaatkan oleh nyamuk
untuk keluar maupun masuk ke dalam rumah. Pada umumnya jentik dari nyamuk Aedes
aegypti dapat bertahan lebih baik di ruangan dalam kontainer yang gelap dan menarik nyamuk
betina untuk meletakkan telurnya. Di dalam kontainer yang berintensitas cahaya rendah atau
gelap rata-rata berisi larva lebih banyak dari kontainer yang intensitas cahayanya besar atau
terang (intensitas pencahayaan alam kurang dari 50 lux) (Anwar & Rahmat,

2015).

9) Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk. Obat anti nyamuk atau lotion
merupakan penolak serangga atau perlindungan diri yang umum digunakan masyarakat
nyamuk. Dapat disimpulkan bahwa orang yang menggunakan obat anti nyamuk atau lotion
tidak memiliki peluang untuk terkena penyakit DBD, sebaliknya orang yang tidak pernah
menggunakan obat anti nyamuk atau lotion akan berpeluang untuk terkena penyakit DBD
(Wati, Astuti, & Sari, 2016).

2. Faktor agen (Agent)

a. Virus dengue
DBD disebabkan oleh virus yang termasuk kedalam genus Flaviridae. Dengue virus memliki
4 jenis serotipe yang bersedar khususnya di Indonesia, yaitu Dengue Virus (DV) 1, DV 2, DV 3,
dan DV 4. Teori klasik metode diagnostik membagi infeksi virus dengue (lazim disebut
virus demam berdarah) menjadi 2 kategori umum yaitu Asymptomatic dengue infection or
dengue without symptoms and the symptomatic dengue. Sedangkan infeksi virus dengue
dengan gejala (the symptomatic dengue) dibagi menjadi 3 kelompok yaitu demam dengue
tanpa gejala spesifik, demam dengue dengan demam di tambah 2 gejala spesifik yakni
pendarahan dan tanpa pendarahan, serta demam berdarah dengue dengan atau tanpa shock
syndrome (Achmadi, 2010).

b. Suhu atau temperatur

Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangbiakan jentik
nyamuk Aedes aegypti. Rata-rata suhu optimum untuk perkembangbiakan vektor berkisar
antara 25º-27ºC, dan memerlukan rata-rata selama 12 hari. Pada suhu di atas suhu
optimum (32º-35ºC) siklus hidup nyamuk untuk Aedes aegypty menjadi lebih pendek rata-
rata 7 hari. Potensi frekuensi feedingnya lebih sering, ukuran tubuh nyamuk menjadi lebih
kecil dari ukuran normal sehingga pergerakan nyamuk menjadi agresif. Perubahan tersebut
menimbulkan risiko penularan menjadi 3 kali lipat lebih tinggi. Pada suhu ekstrem yaitu 10ºC
atau lebih dari 40ºC .perkembangan nyamuk terhenti (mati). Dari hasil analisis diketahui
rata-rata suhu 27,99 dan median 27,00 sehingga suhuini baik bagi perkembangan jentik Aedes
aegypti (Anwar & Rahmat, 2015).

3. Faktor lingkungan (Enviromental)

Menurut Prasetyani (2015) faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit
demam berdarah diantaranya:

a. Faktor lingkungan fisik

1) Kepadatan rumah atau tata rumah

Bahan-bahan pembuatan rumah, konstruksi rumah, warna dinding dan pengaturan


barang-barang dalam rumah menyebabkan rumah tersebut disenangi atau tidak disenangi oleh
nyamuk. Hasil penelitian Pangemanan dkk menujukkan bahwa ada responden yang
melakukan PSN tetapi terkena DBD lebih dari sekali. Hal tersebut terjadi karena faktor
lain yang mempengaruhi terjadinya DBD dalam hal ini penyebaran virus dengue yaitu
kepadatan rumah. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang jarak terbangnya
pendek (100 meter) oleh karena itu nyamuk tersebut bersifat domestik apabila rumah
penduduk saling berdekatan maka nyamuk dengan mudah berpindah dari satu rumah ke
rumah lainnya. Apabila salah satu penghuni ada yang terkena DBD maka virus tersebut dapat
ditularkan ke sekitarnya (Pangemanan, Kundre, & Lolong, 2016).

2) Jenis kontainer

Jenis kontainer yang dimaksud adalah jenis kontainer yang berpotensi untuk tempat
perindukan nyamuk yang terdiri dari tempat penampungan air yang diperlukan sehari-hari
seperti bak mandi, gentong/tempayan, drum, dan tempat penampungan air yang tidak
diperlukan sehari-hari seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat minum burung dan lainlain,
serta tempat penampungan air alamiah seperti pelepah pisang, lubang pada potongan bambu,
tempurung kelapa(Biswas, Bhunia, & Basu, 2012).

3) Ketinggian tempat tinggal

Di Indonesia, nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus dapat hidup
pada ketinggian 1000 meter diatas permukaan laut. Sedangkan WHO tahun 2009 dalam
Azlina, Adrial, & Anas (2016) menyatakan bahwa ketinggian tempat yang kurang dari
500 meter (dataran rendah) memiliki tingkat populasi nyamuk dari sedang hingga tinggi.

b. Faktor lingkungan biologi

1) Kelembapan

Kelembapan yang tinggi merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap beristirahat
dengan batas maksimum kelembapan sebesar 70%. Sedangkan pada kelembapan udara yang
rendah yaitu dibawah 60% terjadi penguapan air dari tubuh nyamuk sehingga dapat
memperpendek umur nyamuk (Anwar & Rahmat, 2015).

2) Pencahayaan
Intensitas pencahayan dalam ruangan rumah menyebabkan nyamuk tertarik untuk singgah
atau hinggap di tempat yang pencahayaanya kurang. Hasil penelitian Nugroho adalah adanya
hubungan yang bermakna antara intesitas pencahayaan alam kurang 50 lux dengan infeksi
dengue.

2.1.4. Hubungan tindakan pemberantasan sarang nyamuk dengan kejadian DBD

Pemberantasan sarang nyamuk merupakan cara pengendalian vektor sebagai salah satu
upaya yang dilakukan unutk mencegah terjadinya penularan penyakit DBD (Salawati dkk,
2013 dikutip dalam Pangemanan dkk, 2016).

Menurut Kemenkes (2011) tindakan pemberantasan sarang nyamuk DBD dilakukan


dengan cara 3M PLUS yaitu Menguras bak mandi, Menutup tempat penampungan air,
dan Mendaur ulang barangbarang bekas. Selain itu ditambah (plus) dengan cara lain,
seperti mengganti air vas bunga atau membuang air pada tempat-tempat lainnya yang
sejenis seminggu sekali, memperbaiki saluran air yang rusak atau tidak lancar, menutup
lubang-lubang pada potongan bambu/pohon dengan tanah, menaburkan bubuk larvasida
(abatisasi) di tempat-tempat yang sulit dikuras, memelihara ikan pemakan jentik di kolam
atau bak-bak penampungan air, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang
memadai, memasang kawat kasa pada ventilasi rumah, menghindari kebiasaan menggantung
pakaian dalam kamar, dan memakai obat yangdapat mencegah gigitan nyamuk atau biasa
dikenal dengan memakai lotion.Jika ditinjau dari beberapa tindakan 3M Plus diatas, ada
beberapa tindakan pemberantasan sarang nyamuk memiliki kaitannya dengan faktorfaktor yang
mempengaruhi kejadian DBD yaitu mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang
memadai (faktor lingkungan biologi), menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam
kamar (faktor lingkungan sosial), serta melakukan kebiasaan membersihkan tempat
penampungan air (faktor lingkungan sosial).

Hasil penelitian Aryati dkk (2014) menunjukkan bahwa tindakan yang kurang baik
menyebabkan adanya kejadian DBD. Sebagian besar responden menyatakan telah
melakukan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur), menjaga kebersihan lingkungan, gotong
royong, melakukan tindakan dengan mengubur ke dalam tanah, membakar sampah, dan
ada juga yang menyatakan dijual ke pemulung tetapi ketika diamati secara langsung
tindakan yang dilakukan sehari-hari tidak sesuai dengan apa yang mereka katakan.

2.1.5.KERANGKA FIKIR
Pengetahuan yang tinggi dalam pemberantasan sarang nyamuk berdarah dengue
tidak akan berarti apabila tidak diikuti dengan adanya sikap untuk selalu menjaga
lingkungan sekitarnya dari nyamuk demam berdarah dengue. Keperawatan komunitas salah
satunya menititikberatkan pada konsep promotif dan preventif dimana kesehatan individu
diharapkan dapat terjaga dengan cara pencegahan terhadap suatu penyakit.
Penyakit yang sering mewabah dikalangan masyarakat yaitu demam berdarah dengue
karena itu perlu dilakukan pencegahan dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk
melalui kegiatan 3M karena sampai saat ini tidak ada obat untuk menyembuhkannya.Di
mana kesehatan individu dapat dinilai lewat perilaku dalam kehidupannya yang didukung
dengan pengetahuan dan sikap yang baik.Perilaku dalam pemberantasan sarang nyamuk
berdarah dengue terjadi karena adanya rangsangan pengertian baru tentang pengetahuan
kepala keluarga dalam melaksanakan kegiatannya.
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat digambarkan skema kerangka pemikiran
sebagai berikut.

Pengetahuan

Perilaku Pemberantasan
Sarang Nyamuk Demam
Berdarah Dengue

Sikap

Anda mungkin juga menyukai