Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH SANITASI PERMUKIMAN

ANALISIS DATA SAMPEL LINGKUNGAN

“ HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DAN PERILAKU MASYARAKAT


DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PERBAUNGAN TAHUN 2019

DOSEN PENGAMPU

Salbiah K., S.E, M.P.H

Disusun Oleh
1. Asep Suherman ( 20181313007 )
( 20181313014 )
2. Ivan Nikola
( 20181313015 )
3. Julhaidir Akbar ( 20181321020 )
( 20181313027 )
4. Nur Khalifah

5. Roy Yanto

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI D-IV
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas Kuasa-Nya yang telah
memberikan segala nikmat dan kesempatan sehingga kami dapat menyusun Makalah Sanitasi
Permukiman yang membahas tentang Analisa Data Sampel Lingkungan yaitu “Hubungan Faktor
Lingkungan Fisik dan Perilaku Masyarakat Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue ( DBD )
di Wilayah Kerja Puskesmas Perbaungan tahun 2019” dalam mata kuliah Sanitasi Permukiman
terselesaikan tepat pada waktunya. Dengan terselesaikannya makalah ini, perkenankan pula kami
unutuk mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Nurul Amaliyah, S.K.M., M.SC selaku Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes
Kemenkes Pontianak.

2. Bapak Zainal Akhmadi, S.H., M.Kes selaku Ketua Prodi Diploma IV Kesehatan Lingkungan
Poltekkes Kemenkes Pontianak.

3. Ibu Salbiah K., S.E, M.P.H selaku dosen mata kuliah Sanitasi Permukiman yang penuh
kesabaran dan perhatiannya dalam memberikan ilmu.
4. Seluruh teman-teman sekalian yang telah banyak membantu, serta semua pihak yang tidak
dapat penyusun sebutkan satu persatu yang telah membantu dan bekerja sama dalam penyusunan
laporan ini.

Makalah ini disadari masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat diperlukan
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi kami dan
pihak lain yang membutuhkan, khususnya mahasiswa/i dari Politeknik Kesehatan Kemenkes
Pontianak Jurusan Kesehatan Lingkungan
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat

di Indonesia, salah satu penyakit endemis dengan angka kesakitan yang cenderung

meningkat dari tahun ke tahun dan daerah terjangkit semakin meluas hingga mencapai

400 kabupaten/kota dari 474 kabupaten/kota di Indonesia, bahkan sering menimbulkan

Kejadian Luar Biasa (KLB). Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya mobilitas dan

kepadatan penduduk. Sampai saat ini vaksin dan obat virus DBD belum ditemukan,

sehingga salah satu strategi utama dan paling efektif untuk mengendalikan penyakit DBD

adalah dengan cara melakukan upaya preventif (Kemenkes RI, 2014).

DBD termasuk kategori emerging disease atau penyakit yang sering terjadi di

masyarakat terutama di daerah tropis seperti ASEAN. Dimana target global yang

dicanangkan untuk mengurangi kematian akibat DBD hingga 50% dan mengurangi

penularan DBD hingga 25% di Tahun 2020. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia

menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu,

terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, WHO mencatat negara Indonesia sebagai

negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Achmadi, 2012).

Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian DBD, faktor hospes yaitu kerentanan

dan respon imum sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian DBD antara

lain suhu udara, kelembaban udara, pencahayaan, kepadatan hunian rumah, kondisi
demografis (kepadatan penduduk, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi

penduduk) (Soegijanto, 2012).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kejadian penyakit DBD?

2. Bagaimana menganalisia teori simpul penyakit Demam berdarah dengue pada

data skunder?

3. Bagaimana siklus patogenesis dan memutuskan mata rantai penyebaran penyakit

demam berdarah dengue?

C. Tujuan

1. Mahasiswa memahami kejadian penyakit DBD.

2. Mahasiswa memahami analisis simpul penyakit Demam berdarah dengue.

3. Mahasiswa memahami siklus patogenesis dan memutuskan mata rantai

penyebaran penyakit demam berdarah dengue.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Defenisi Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan

oleh virus dengue yang ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk

Aedes aegyptimerupakan vektor yang valing utama, namun spesies lain seperti

Aedes albopictus juga dapat menjadi vektor penular. Nyamuk penular dengue ini

terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat yang memiliki

ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Penyakit DBD banyak

dijumpai terutama di daerah tropis dan sering menimbulkan kejadian luar biasa

(KLB). Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya DBD antara lain

rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat dan kepadatan populasi

nyamuk penular karena banyaknya tempat perindukan nyamuk yang biasanya

terjadi pada musim penghujan (Kemenkes RI, 2015).

Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang

ditandai dengan demam 2-7 hari disertai dengan manifestasi perdarahan, jumlah

trombosit <100.000/μl, adanya tanda-tanda kebocoran plasma (peningkatan

hematokrit≥20% dari nilai normal, dan/atau efusi pleura, dan/atau ascites,

dan/atau hypoproteinemia/albuminemia) dan atau hasil pemeriksaa serologis

pada penderita tersangka DBD menunjukkan hasil positif atau terjadi peninggian

(positif) IgG saja atau IgM dan IgG pada pemeriksaan dengue rapid test

(diagnosis laboratoris) (WHO, 2012).


Suspek infeksi dengue. Penderita demam tinggi mendadak tanpa sebab

yang jelas berlangsung selama 2-7 hari dan disertai tanda-tanda perdarahan:

sekurang-kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede) positif. Demam Dengue (DD).

Demam disertai 2 atau lebih gejala penyerta seperti sakit kepala, nyeri dibelakang bola

mata, pegal, nyeri sendi (arthralgia), rash, dan manifestasi perdarahan, leucopenia

(lekosit <5000/mm3), jumlah trombosit<150.000/mm3 dan disertai/tidak peningkatan

hematocrit 5-10% atau pemeriksaan serologis Ig Mpositif.

Demam Berdarah Dengue (DBD). Demam 2-7 hari disertai dengan

manifestasi perdarahan, jumlah trombosit <100.000/mm3, adanya tanda-tanda

kebocoran plasma (peningkatan hematocrit ≥20% dari nilai normal, dan/atau

efusi pleura, dan/atau ascites, dan/atau hypopreteinemia/albuminemia) dan atau

hasil pemeriksaan serologis pada penderita tersangka DBD menunjukkan hasil

positif atau terjadi peninggian (positif) IgG saja atau IgM dan IgG pada

pemeriksaan dengue rapid test (diagnosis laboratoris).

Sindrom Syock Dengue (SSD). Kasus DBD yang masuk dalam derajat

III dan IV dimana terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi

yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan nadi (≤ 20mmHg) atau hipotensi

yang ditandai dengan kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi gelisah

sampai terjadi syok berat (tidak rerabanya denyut nadi maupun tekanan darah).

Expanded Dengue Syndrome (EDS). Demam dengue yang disertai

manifestasi klinis yang tidak biasa (unusual manifestation) yang ditandai

dengan kegagalan organ berat seperti hati, ginjal, otak dan jantung.

Mekanisme Penularan Demam Berdarah Dengue (DBD)

Aedes (Ae). Ae aegypti merupakan vektor epidemis yang paling utama, namun
spesies lain seperti Ae. albopictus, Ae. polynesiensis dan Ae. niveus juga

dianggap sebagai vektor sekunder. Kecuali Ae. aegypti semuanya mempunyai

daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun mereka

merupakan host yang sangat baik untuk virus dengue, biasanya mereka

merupakan vektor epidemic yang kurang efisien disbanding Ae. aegypti.

Nyamuk penular dengue ini terdapat hamper di seluruh pelosok Indonesia,

kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas

permukaan laut (Kemenkes RI, 2014).

Berdasarkan penelitian Widoyono (2011) nyamuk yang menjadi vektor

penyakit DBD adalah nyamuk yang menjadi terinfeksi saat menggigit manusia

yang sedang sakit dan viremia (terdapat virus dalam darahnya). Virus

berkembang dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam kelenjar

liurnya dan jika nyamuk ini menggigit orang lain maka virus dengue akan

dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh manusia, virus ini akan

berkembang selama 4-7 hari dan orang tersebut akan mengalami sakit demam

berdarah dengue. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan

berada dalam darah selama satu minggu.Orang yang di dalam tubuhnya terdapat

virus dengue tidak semuanya akan sakit demam berdarah dengue, ada yang

mengalami demam ringan dan sembuh dengan sendirinya atau bahkan ada yang

sama sekali tanpa gejala sakit, tetapi semuanya merupakan pembawa virus

dengue selama satu minggu, sehingga dapat menularkan kepada orang lain di

berbagai wilayah yang ada nyamuk penularnya. Sekali terinfeksi, nyamuk

menjadi infektif seumur hidupnya. Tempat potensial penularan nyamuk demam


berdarah dengue (DBD), penularan nyamuk

DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya.

Tempat- tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD mobilitas penduduk

dari berbagai wilayah dan beraktivitas pagi sampai dengan sore, waktu dimana

nyamuk Aedes aegypti penyebab demam berdarah dengue aktif menyebar.

Dengan demikian para penduduk rentan untuk tertular demam berdarah dengue

(Kemenkes RI, 2011).

Tempat umum ialah bangunan untuk pelayanan umum seperti sekolah,

hotel/losmes, asrama, rumah makan, tempat rekreasi, tempat industry/pabrik,

kantor, terminal/stasiun, stasiun pompa bensin, rumah sakit atau tempat

pelayanan kesehatan lainnya, dimana kemungkinan terjadinya penularan tinggi.

B. Morfologi Nyamuk Demam Berdarah Dengue (DBD)

Menurut Kementerian Kesehatan tahun 2014 Morfologi tahapan Aedes

aegyepti sebagai berikut:

1. Telur. Telur berwarna hitam dengan ukuran ±0,80 mm, berbentuk oval yang

mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel

pada dinding tempat penampung air. Telur dapat bertahan hingga enam

bulan dalam kondisi kering, dan akan menetas setelah 1-2 hari

terkenan/terendam air.

2. Jentik (larva). Jentik nyamuk Aedes terdiri dari kepala, torak dan abdomen,

di ujung abdomen terdapat sifon. Dalam posisi istirahat jentik terlihat

menggantung dari permukaan air dengan sifon di bagian atas. Pertumbuhan


jentikmenjadi kepompong selama 6-8 hari, terdiri atas empat tingkat (instar)

jentik/larva sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu :

1. Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm

2. Instar II : 2,5-3,8 mm

3. Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II

4. Instar IV : berukuran paling besar 5 mm

3. Pupa (kepompong). Pupa berbentuk seperti „koma‟. Bentuknya lebihbesar

namun lebih ramping disbanding larva (jentik)nya. Pupa Aedes aegypti

berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain,

periode kepompong membutuhkan waktu 1-2 hari.

4. Nyamuk dewasa. Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan

dengan rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan

bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki nyamuk Aedes aegypti

bercorak putih pada bagian kepala, torak abdomen. Yang membedakan jenis

Aedes aegypti dengan Aedes albopictus, pada bagian torak Aedes aegypti

terdapat warna putih bentuk bulan sabit sedangkan Ae, albopictus bentuk

garis lurus. Sebenarnya yang dimaksud vektor DBD adalah nyamuk Aedes

aegypti betina. Perbedaan morfologi antara nyamuk Aedes aegypti yang

betina dengan yang jantan terletak pada perbedaan morfologi antenanya,


Aedes aegypti jantan memiliki antenna berbulu lebat sedangkan yang betina

berbulu agak jarang/tidak lebat.

C. Habitat perkembangbiakan.

Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang dapat

menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumahserta tempat-tempat

umum. Habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

1. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti:

drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.

2. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti:

tempat min burung, vas bunga, perangkap semut, bak kontrol pembuangan air,

tempat pembuangan air kulkas/dispenser, barang-barang bekas (contoh: ban,

kaleng, botol, plastiK, dan lain-lain).

3. Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu,

pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bamboo

dan tempurung coklat/karet, dan lain-lain.

Perilaku nyamuk dewasa. Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di

permukaan air untuk sementara waktu. Beberapa saat setelah itu, sayap

meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang mencari makanan.

Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk

keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini

lebih menyukai darah manusia daripada hewan (bersifat antropofilik). Darah

diperlukan untuk pematangan sel telur, agar dapat menetas. Waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk

mengisap darah sampai telur dikeluarkan, waktunya bervariasi antara3-4 hari.

Jangka waktu aktivitas menggigit nyamuk Aedes aegypti biasanya mulai pagi

dan petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-

17.00. Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam

satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan

demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit.

Setelah mengisap darah, nyamuk akan beristirahat pada tempat yang

gelap, lembab dan sedikit dingin serta gorden dan pakaian yang menggantung di

dalam rumah di luar rumah berupa semak-semak yang ada di halaman rumah,

berdekatan dengan habitat perkembangbiakannya. Pada tempat tersebut nyamuk

menunggu proses pematangan telurnya.

Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina

akan meletakkan telurnya di atas permukaan air, kemudian telur menepi dan

melekat pada dinding-dinding habitat perkembangbiakannya. Pada umumnya

telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu ±2 hari. Setiap kali

bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan telur sebanyak ±100 butir. Telur itu

di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan ±6 bulan, jika tempat-tempat

tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat

menetas lebih cepat.

Penyebaran. Kemampuan terbang nyamuk Aedes sp. betina rata-rata 40

meter, namun secara pasif misalnya karenan angina atau terbawa kendaraan

dapat berpindah lebih jauh. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-
tropis, di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah maupun di tempat

umum. Nyamuk Aedes aegypti dapat hidup dan berkembang biak sampai

ketinggian daerah ±1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas ±1.000 m dpl, suhu

udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk berkembang biak.

Variasi musiman. Pada musim hujan populasi Aedes aegypti akan

meningkat karena telur-telur yang tadinya belum menetas akan menetas ketika

habitat perkembangbiakannya (TPA bukan keperluan sehari-hari dan alamiah)

mulai terisi air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan populasi nyamuk

sehingga dapat menyebabkan peningkatan penularan penyakit dengue.

Temporal atau waktu. Merupakan salah atau variabel penentu kejadian

suatu penyakit. Waktu juga sering dikaitkan dengan variabel lain yaitu musim.

Pola penyakit pada sebuah komunitas dan sekaligus masalah kesehatan, berubah

dari waktu ke waktu, dari musim ke musim, serta dari tempat ke tempat lain.

D. Lingkungan Fisik Demam Berdarah Dengue (DBD)

Lingkungan fisik mencakup keadaan iklim (suhu, kelembaban, curah

hujan dan pencahayaan), keadaan geografis, struktur geologi, kehidupan vektor,

tempat-tempat perindukan dan peristirahatan nyamuk sehingga berpengaruh

terhadap munculnya sumber penularan DBD (Depkes RI, 2009 dalam Munawir,

2018).

Jarak antara rumah. Jarak antar rumah mempengaruhi penyebaran

nyamuk dari satu rumah ke rumah yang lain. Semakin dekat jarak antar rumah

semakin mudah nyamuk menyebar ke rumah yang lain. Depkes RI, (1998) jarak
rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari

Temporal atau waktu. Merupakan salah atau variabel penentu kejadian

suatu penyakit. Waktu juga sering dikaitkan dengan variabel lain yaitu musim.

Pola penyakit pada sebuah komunitas dan sekaligus masalah kesehatan, berubah

dari waktu ke waktu, dari musim ke musim, serta dari tempat ke tempat lain.

E. Lingkungan Fisik Demam Berdarah Dengue (DBD)

Lingkungan fisik mencakup keadaan iklim (suhu, kelembaban, curah hujan dan

pencahayaan), keadaan geografis, struktur geologi, kehidupan vektor, tempat-

tempat perindukan dan peristirahatan nyamuk sehingga berpengaruh terhadap

munculnya sumber penularan DBD (Depkes RI, 2009 dalam Munawir, 2018).

Jarak antara rumah. Jarak antar rumah mempengaruhi penyebaran

nyamuk dari satu rumah ke rumah yang lain. Semakin dekat jarak antar rumah

semakin mudah nyamuk menyebar ke rumah yang lain.Depkes RI, (1998) jarak

rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumah lain,

semakin dekat jarak antara rumah semakin mudah menyebar ke rumah sebelah.

Bahan-bahan rumah, warna dinding dan pengaturan barang-barang dalam rumah

menyebabkan rumah tersebut disenangi atau tidak disenangi oleh nyamuk.

Penelitian Roose dalam Imran (2013), di Kecamatan Bukit Raya Kota

Pekanbaru menunjukkan bahwa ada hubungan jarak antar rumah ≤5 m

memberikan kontribusi dampak/risiko dengan kejadian DBD sebesar 1,79 kali

disbanding dengan jarak antar rumah >5 meter. Jarak antar rumah

mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumah yang lain,

semakin dekat jarak antar rumah semakin mudah nyamuk menyebar ke rumah
yang lain (Soeroso, 2006).

Pemberantasan DBD. Pengendalian vektor DBD yang paling efisien dan

efektif adalah dengan memutus rantai penularan melalui pemberantasan jentik.

Pelaksanannya di masyarakat dilakukan melalui upaya Pemberantasan Sarang

Nyamuk Demam Berdarah (PSN-DBD) dalam bentuk kegiatan 3 M plus. Untuk

mendapatkan hasil yang diharapkan, kegiatan 3 M Plus ini harus dilakukan

secara luas/serempak dan terus menerus/berkesinambungan. Tingkat

pengetahuan, sikap dan perilaku yang sangat beragam sering menghambat

suksesnya gerakan ini.

Untuk itu sosialisasi kepada masyarakat/individu untuk melakukan

kegiatan ini secara rutin serta penguatan peran tokoh masyarakat untuk mau

secara terus menerus menggerakkan masyarakat harus dilakukan melalui

kegiatan promosi, penyuluhan di media masa, serta reward bagi yang berhasil

melaksanakannya. (Kemenkes RI, 2014).

Tujuan mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga

penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. Sasaran semua tempat

perkembangbiakan nyamuk penular DBD :

- Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari.

- Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari (non-TPA)

- Tempat penampungan air alamiah


Ukuran keberhasilan kegiatan PSN DBD antara lain dapat diukur

dengan Angka Bebas Jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan

95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. PSN DBD

dilakukan dengan cara „3M-Plus‟ 3M yang dimaksud yaitu:

- Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak

mandi/wc, drum dan lain-lain seminggu sekali (M1).

- Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong

air/tempayan, dan lain-lain (M2).

- Memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas yang dapat

menampung air hujan (M3). Selain itu ditambah (plus) dengan cara

lainnya, seperti mengganti air vas bunga, tempat-tempat minum burung

atau tempat-tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali.

- Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancer/rusak.

- Menutup lubang-lubang pada potongan bamboo/pohon, dan lain-lain

(dengan tanah, dan lain-lain).

- Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit

dikuras atau di daerah yang sulit air.

- Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air

- Memasang kawat kasa.

- Menghindari kebiasaan memasang kawat kamar

- Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai


- Memakai baju saat beraktifitas d9i siang hari baik di dalm maupundi

luar rumah.

- Menggunakan kelambu

- Pemakaian obat anti nyamuk yang dapat mencegah gigitan nyamuk.

Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vektor Management) IVM merupakan konsep

pengendalian vektor yang yang diusulkan oleh WHO untuk mengefektifkan berbagai kegiatan

pemberantasan vektor berbagai institusi. IVM dalam pengendalian vektor DBD saat ini lebih difokuskan

pada peningkatan peran serta sector lain melalui kegiatan Pokjanal DBD, Kegiatan PSN anak sekolah

(Kemenkes RI, 2014).


BAB III

PEMBAHASAN

A. Pengertian DBD

Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh

infeksi virus dengue. DBD adalah penyakit akut dengan manifestasi klinis perdarahan

yang menimbulkan syok yang berujung kematian. DBD disebabkan oleh salah satu dari

empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Beberapa faktor yang

mempengaruhi munculnya DBD antara lain rendahnya status kekebalan kelompok

masyarakat dan kepadatan populasi nyamuk penular karena banyaknya tempat

perindukan nyamuk yang biasanya terjadi pada musim penghujan (Kemenkes RI, 2015).

Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang ditandai dengan demam 2-

7 hari disertai dengan manifestasi perdarahan. Virus dengue ditularkan dari orang ke

orang melalui gigitan nyamuk Aedes (Ae). Ae aegypti merupakan vektor epidemis yang

paling utama, namun spesies lain seperti Ae. albopictus, Ae. polynesiensis dan Ae. niveus

juga dianggap sebagai vektor sekunder. Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama

8-10 hari terutama dalam kelenjar liurnya dan jika nyamuk ini menggigit orang lain maka

virus dengue akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh manusia, virus ini

akan berkembang selama 4-7 hari dan orang tersebut akan mengalami sakit demam

berdarah dengue. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan berada

dalam darah selama satu minggu.Orang yang di dalam tubuhnya terdapat virus dengue

tidak semuanya akan sakit demam berdarah dengue, ada yang mengalami demam ringan
dan sembuh dengan sendirinya atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit,

tetapi semuanya merupakan pembawa virus dengue selama satu minggu, sehingga dapat

menularkan kepada orang lain di berbagai wilayah yang ada nyamuk penularnya.

B. Patogenesis kejadian Demam Berdarah Dengue

Penyakit DBD dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko. Berdasarkan Paradigma


Kesehatan Lingkungan (Teori Simpul) yaitu hubungan interaksi antara komponen
lingkungan yang memiliki potensi penyakit dengan manusia serta perilakunya. Gambaran
model interaksi lingkungan dan manusia dapat digunakan untuk upaya pencegahan, dapat
digunakan pada titik atau simpul tertentu yang bisa dilakukan pencegahan.

Adapun Teori Simpul dari timbulnya kejadian DBD sebagai berikut:

Sumber
Media
Penduduk Penularan
Kejadian Transmisi
Penyakit Perilaku Agent :
Lingkungan
Nyamuk
Sehat/Sakit Pengetahuan Fisik
Aedes
aegypti

Simpul 4 Simpul 3 Simpul 2 Simpul 1

Dengan mengacu pada gambar skematik tersebut diatas maka simpul-simpul dalam
berhubungan dengan kejadian DBD sebagai berikut:
a. Simpul 1 : yaitu sumber penularan penyakit adalah agent nyamuk Aedes aegypti
menularkan melalui gigitannya yang membawa virus Dengue.
b. Simpul 2 yaitu media transmisi penyakit adalah lingkungan meliputi suhu,
pencahayaan, kelembaban, curah hujan, kecepatan angin, topografi, keberadaan
jentik, tempat penampungan air, kondisi rumah dan nyamuk Aedes aegypti.
c. Simpul 3 : yaitu kependudukan, variabel yang meliputi penduduk adalah karakteristik
penduduk meliputi : umur, gender, pendidikan, kepadatan penduduk, pengetahuan,
perilaku dan tindakan.
d. Simpul 4 yaitu kejadian penyakit atau gangguan dari hasil hubungan interaktif
manusia dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan
manusia, yaitu sakit atau sehat.

Kejadian demam berdarah dengue dapat diputuskan dengan melalui paradigma


Kesehatan Lingkungan (Teori Simpul) dapat menentukan cara untuk memutus rantai
penularan DBD dengan melalui pengendalian lingkungan, pemberantasan jentik, upaya
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah (PSN-DBD) dalam bentuk kegiatan 3
M plus, kimia, biologi, manajemen lingkungan, pemberantasan Sarang Nyamuk/PSN,
pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vektor Management/IVM)

C. Karakteristik Masyarakyat dan Status Penyakit

Diketahui penyakit DBD tergolong penyakit Endemi karena penyakit ini muncul

di wilayah tertentu dan menjadi karakteristik wilayah tersebut. Hal ini tampak dari

suhu,iklim,cuaca yang ada di disa ini

karakteristik jumlah persentase


<10thn 2 2,5
11-30thn 35 43,8
umur
31-50thn 27 33,8
>50thn 16 20
Laki-laki 38 31,5
Jenis kelamin
perempuan 42 52,5
petani 33 41,3
wiraswasta 11 13,8
Status pekerjaan pns 8 10
Pegawai swasta 9 11,3
Ibu rt 19 23,8
Pendidikan terahir Tidak tamat sd 13 16,3
Sd sederajat 4 5,0
Smp sederajat 14 17,5
Sma sederajat 24 30
Akademik peguruan 25 31,3
tinggi

D. Sirklus prognosisnya

Fase demam (febrile phase)

Pada fase ini, pasien akan mengalami demam tinggi hingga 40º Celsius yang

berlangsung selama 2-7 hari. Selain itu, pasien juga akan mengalami beberapa gejala lain,

seperti mual, muntah, sakit kepala, sakit tenggorokan, muncul bintik-bintik kemerahan di

kulit, serta nyeri otot, tulang, dan sendi. Dalam fase ini, dokter akan memantau jumlah

keping darah (trombosit), karena biasanya jumlah trombosit mengalami penurunan

dengan cepat hingga kurang dari 100.000/mikroliter darah. Penurunan jumlah trombosit

ini terjadi dalam waktu singkat, yaitu 2-3 hari.

Fase kritis (critical phase)

Setelah melewati fase demam, banyak pasien merasa dirinya telah sembuh karena

suhu tubuhnya mulai turun. Padahal, ini justru fase demam berdarah yang paling

berbahaya, karena kemungkinan bisa terjadi perdarahan dan kebocoran plasma darah

yang akan menyebabkan syok dan berpotensi mengancam nyawa.Fase kritis dapat terjadi

3-7 hari sejak demam dan berlangsung selama 24-48 jam. Pada fase ini, cairan tubuh

penderita harus dipantau ketat. Pasien tidak boleh kekurangan maupun kelebihan

cairan.Pada beberapa kasus, pasien dapat mengalami syok atau penurunan tekanan darah

yang drastis, serta perdarahan pada kulit, hidung, dan gusi. Apabila tidak ditangani

segera, kondisi ini dapat berujung pada kematian.

Fase pemulihan (recovery phase)


Setelah melewati fase kritis, pasien akan memasuki fase pemulihan. Fase ini akan

terjadi 48-72 jam setelah fase kritis. Di fase ini, cairan yang keluar dari pembuluh darah

akan kembali masuk ke dalam pembuluh darah. Oleh karena itu, sangat penting menjaga

cairan yang masuk agar tidak berlebihan. Cairan berlebih dalam pembuluh darah dapat

menyebabkan kematian akibat gagal jantung dan edema paru.Kadar trombosit pun akan

meningkat dengan cepat hingga mencapai angka sekitar 150.000/mikroliter darah, sampai

kemudian kembali ke kadar normal.

Dalam penanganan DBD, sebenarnya tidak ada pengobatan khusus yang dapat

diberikan. Penderita hanya disarankan untuk banyak beristirahat dan minum air putih

yang banyak untuk mencegah dehidrasi. Bila perlu, dokter akan memberikan cairan

melalui infus. Selain itu, dokter juga akan memberikan obat penurun panas untuk

meredakan demam.

Anda mungkin juga menyukai