Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue. Dengue adalah virus penyakit yang ditularkan dari nyamuk Aedes Spp, nyamuk
yang paling cepat berkembang di dunia ini telah menyebabkan hampir 390 juta orang
terinfeksi setiap tahunnya. Beberapa jenis nyamuk menularkan atau menyebarkan virus
dengue. DBD memiliki gejala serupa dengan Demam dengue, namun DBD memiliki
gejala lain berupa sakit / nyeri pada ulu hati terus-menerus. Pendarahan pada hidung,
mulut, gusi atau memar pada kulit. (Umbara & Raviola, 2020)

Demam Berdarah Dengue masih menjadi permasalahan kesehatan baik di wilayah


perkotaan maupun wilayah semi perkotaan. Perilaku vector dan hubungannya dengan
lingkungan, seperti iklim, pengendalian vector, urbanisasi, dan lain sebagainya
mempengaruhi terjadinya wabah demam berdarah di daerah perkotaan. Belum ada
prediksi yang tepat untuk menunjukkan kehadiran dan kepadatan vector (terutama Aedes
Aegypti di lingkungan perkotaan dan semi perkotaan). Penyebaran dengue dipengaruhi
faktor iklim seperti curah hujan, suhu dan kelembaban. Kelangsungan hidup nyamuk
akan lebih lama bila tingkat kelembaban tinggi, seperti selama musim hujan (Umbara &
Raviola, 2020)

DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari gigitan nyamuk Aedes, terutama
Aedes Aegypti atau Aedes Albopictus. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan
dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi
lingkungan dan perilaku masyarakat (Profil Kesehatan Indonesia, 2016).

Penyakit ini bersifat musiman, terutama pada musim hujan yang memungkinkan
vector penular/induk nyamuk (Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus) yang hidup
berkembang biak dengan baik pada genangan air bersih. Ancaman serangan demam
berdarah dengue (DBD) secara nyata masih terus berlangsung, sehingga menjadi salah
satu masalah kesehatan masyarakat yang serius, karena angka kesakitan demam berdarah
dengue (DBD) pada semua kelompok umur melebihi 20/100.000 penduduk dengan angka
kematian diatas 1% sejak pertama kali ditemukan di Indonesia Tahun 1986.
Permasalahan demam berdarah dengue (DBD) tidak hanya berdampak pada masalah
klinis individu yang terkena demam berdarah dengue (DBD), tetapi juga berdampak pada
kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sehingga penanganannya tidak hanya diselesaikan
oleh sector kesehatan saja, namun peran aktif berbagai pihak khususnya pemerintah
daerah dan DPRD san seluruh masyarakat. (Irawan, 2009).

Penyakit Demam Berdarah Dengue pertama kali ditemukan di Manila (Philipina)


pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Menurut Perkiraan Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Center For Disease Control and Prevention),
Amerika Serikat bahwa setiap tahun di seluruh dunia terjadi 50 juta-100 juta kasus
demam berdarah dengue. Sementara itu di Indonesia penyakit demam berdarah dengue
pertama kali ditemukan di Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968 kemudian menyebar
keseluruh provinsi di Indonesia. Kejadian Luar Biasa (KLB) demam berdarah dengue
terbesar pertama kali terjadi di Indonesia pada tahun 1998 dengan Inciden Rate (IR)
sebesar 35,19/100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) sebsar 2%. (Tairas et al.,
2015)

Demam dengue (DD) atau demam berdarah dengue (DBD) secara epidemiologi di
dunia berubah secara cepat. Infeksi dengue merupakan penyakit menular melalui nyamuk
(mosquito-borne) yang paling sering terjadi pada manusia dalam beberapa tahun terakhir,,
sehingga masih merupakan masalah kesehatan dunia. World Health Organization
mengestimasi bahwa 2,5 miliard manusia tinggal di daerah virus dengue bersirkulasi.
Penyebaran secara geografi dari kedua vector nyamuk dan virus dengue menyebabkan
munculnya epidemic demam dengue dan demam berdarah dengue dalam dua puluh lima
tahun terakhir, sehingga berkembang hiperendemisitas di perkotaan di negara tropis. Pada
tahun 2007 di Asia Tenggara, dilaporkan peningkatan kasus dengue sekitar 18% dan
peningkatan kasus dengue yang meninggal sekitar 15% dibanding tahun 2006. (Tairas et
al., 2015)

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia mencatat pada tahun 2016, terdapat


201,885 penderita DBD di seluruh wilayah Indonesia dimana sebanyak 1.585 penderita
meninggal dunia akibat serangan virus dengue yang berpindah ke dalam tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Bahkan di beberapa provinsi, jumlah kasus DBD
cenderung meningkatkan atau pun bersifat fluktualitif namun masih pada jumlah kasus
yang cukup tinggi (Suryowati et al., 2018)

Tahun 2016 terdapat jumlah kasus DBD sebanyak 204.171 kasus dengan jumlah
kematian sebanyak 1.598 orang. Jumlah kasus DBD tahun 2016 meningkat dibandingkan
jumlah kasus tahun 2015 (129.650). Jumlah kematian DBD tahun 2016 juga meningkat
dari tahun 2015 (1.071)IR atau angka kesakitan DBD tahun 2016 juga meningkat dari
tahun 2015 yaitu 50,75 menjadi 78,85 per 100.000 penduduk. Namun case fatality rate
(CFR) mengalami penurunan dari 0,83% pada tahun 2015 menjadi 0,78% pada tahun
2016.

Pada tahun 2016 terdapat sebanyak 10 provinsi dengan angka kesakitan kurang
dari 49 per 100.000 penduduk. Provinsi dengan angka kesakitan DBD tertinggi tahun
2015 yaitu Bali sebesar 515, 90 per 100.000 penduduk, Kalimantan Timur sebesar 309,95
per 100.000 penduduk, dan DKI Jakarta sebesar 198,71 per 100.000 penduduk (Profil
Kesehatan Indonesia, 2016)

Kota Bukittingi terdapat Puskesmas yang paling banyak penderita DBD adalah
Puskesmas Tigo Baleh dengan 18 kasus DBD dan Puskesmas Guguak Panjang dengan 14
kasus DBD setelah itu Puskesmas Gulai Bancah dengan 6 kasus, Puskesmas Mandiangin
dengan 4 kasus, Puskesmas Rasimah Ahmad dengan 4 kasus, Puskesmas Plus
Mandiangin dengan 2 kasus yang ditemukann pada tahun 2021. Salah satu tolak ukur
program DBD yang ditetapkan Kemenkes adalah Angka Bebas Jentik (ABJ) ≥ 95%,
Angka Bebas Jentik (ABJ) Kota Bukittinggi 88,5% (Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi)
Dari hasil observasi yang peneliti lakukan, saat memasuki musim penghujanan,
kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan sangat rendah, masih
banyak terdapat sampah di lingkungan perumahan seperti kaleng, botol, wadah plastic
bekas, ban bekas yang didalamanya terdapat genangan air, sehingga memungkinkan
untuk menjadi tenpat perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti. Selain itu modifikasi
lingkungan juga tidak dilaksanakan dengan baik, diantaranya fentilasi tempat kelur
masuknya udara dirumah yang tidak menggunakan kassa, sehingga dapat memudahkan
nyamuk masuk kedalam rumah dan juga tanaman liar sperti rumput disekitar rumah
dibiarkan tumbuh serta tumpukan sampah yang banyak jika terkena hujan akan menjadi
tempat perindukan alami nyamuk aedes aegypti. Dan dibeberapa titik sanitasi pengairan/
selokan yang tidak lancar sehingga menyebabkan genangan air, serta kurangnya
kewaspadaan masyarakat terhadap penyebaran penyakit demam berdarah (Irawan, 2009)

Hasil penelitian (Zumaroh, 2015), mengatakan bahwa identifikasi


permasalahannya yaitu diperlukan suatu perencanaan program P2DBD dimana semua
para pemegang program P2DBD dapat bersinergi dengan baik dalam upaya keberhasilan
pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD. Pencegahan dan penyakit DBD
diupayakan dari segi preventif yaitu dengan memutus mata rantai penularan DBD. Untuk
itu diperlukan sebuah manajemen Program Pengendalian Penyakit DBD (P2DBD) agar
bisa menekan jumlah kasus dan angka kesakitan DBD. Program tersebut dapat terlaksana
dengan baik atau tidak sangat dipengaruhi oleh peran serta dari seluruh pihak sperti
pejabat setempak, petugas kesehatan dan seluruh lapisan masyarakat.

Hasil penelitian oleh hidajat (2004) menunjukkan bahwa ketidak berhasilan


program pencegahan dan pemberantasan demam berdarah dengue dalam mencegah dan
menurunkan tingginya angka kejadian penyakit demam berdarah dengue berhubungan
erat dengan belum adanya peran serta warga masyarakat dalam perencanaan dan
pelaksanaan aktifitas-aktifitas program. Warga masyarakat tidak memiliki akses langsung
kepada informasi dan pengetahuan mengenai program, yang merupakan prakondisi bagi
berperan serta nya warga masyarakatdalam suatu program. Hal ini disebabkan
penyuluhan, yang merupakan saluran penyampaian informasi dari para pelaksana
program di lapangan kepada warga masyarakat, belum berjalan dengan baik oleh karena
adanya berbagai kendala pada pelaksana program di lapangan.

Hasil wawancara menunjukkan sebagian besar informan telah memahami tentang


gejala DBD dan cara-cara pengendalian vector DBD, informan menyebutkan bahwa
metode penanggulanngan DBD dapat dilakukan dengan Pemberantasan Sarangan
Nyamuk (PSN), fogging focus dan larvsidasi selektif.

Berdasarkan hasil diatas, perlu dilakukan pemberantasan dan pengendalian DBD


yaitu dengan memberantas vektornya. Pemberantasan vector harus melibatkan seluruh
masyarakat, untuk itu masyarakat perlu di berikan pengetahuan mengenai DBD melalui
penyuluhan maupun dengan cara membagikan leaflet. Dengan cara tersebut diharapkan
masyarakat dapat memahami cara memberantas DBD, sehingga pemberantasan berhasil
dengan baik.

Berdasarkan diatas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang “Evaluasi


Program Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan mandiangin Plus kota
bukittinggi tahun 2021”

B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar Belakang diatas maka penulis ingin mengambil rumusan masalah yaitu
Evaluasi Program Pelaksanaan Pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di
Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2021

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan Evaluasi Program Pelaksanaan
Pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Puskesmas Tigo Baleh Kota
Bukittinggi Tahun 2021
2. Tujuan Khusus
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka peneliti memiliki tujuan khusus
sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui bagaimana program pelaksanaan pengendalian demam
berdarah dengue di Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi tahun 2021
b. Untuk mengetahui bagaimana proses kegiatan program pelaksanaan pengendalian
demam berdarah dengue di Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi tahun 2021
c. Untuk mengetahui bagaimana input (sumber daya manusia, sarana prasarana,
dana) pada program pelaksanaan pengendalian demam berdarah dengue di
Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi tahun 2021
d. Untuk mengetahui bagaiamana output pada program pelaksanaan pengendalian
demam berdarah dengue di Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi tahun 2021

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Tempat Penelitian
Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Tigo Baleh mengenai dalam Program
Pelaksanaan Pemberantasan DBD di Puskesmas Tigo baleh Kota Bukittinggi tahun
202.
2. Bagi Masyarakat
Sebagai informasi bagi masyarakat terutama khususnya masyarakat Tigo Baleh
tentang Program Pelaksanaan Pemberantasan DBD di Puskesmas Tigo Baleh Kota
Bukittinggi tahun 2021.
3. Untuk Peneliti
Sebagai bahan informasi dan pengembangan wawasan keilmuan dan dapat
dijadikan sebagai acuan penelitian berkelanjutan.

E. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Analisis data dilakukan dengan metode Kualitatif. Penelitian ini meneliti tentang
Evaluasi Program Pelaksanaan Pengendalian demam Berdarah Dengue di Puskesmas
Tigo Baleh Kota Bukittinggi tahun 2021. Pemilihan tempat didasari tingginya kasus
demam berdarah dengue di Puskesmas Tigo baleh dengen 18 kasus DBD. Data diperoleh
dengan cara wawancara dengan pedomam wawancara. Dengan informan sebanyak 4
orang yaitu Kepala Puskesmas, Pemegang Program dan tim Pelaksana pengendalian
Demam Berdarah Dengue.

Anda mungkin juga menyukai