Anda di halaman 1dari 2

Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk
Aedes aegypti. DBD menjadi momok yang menakutkan karena penularannya dapat
berlangsung cepat dalam suatu wilayah. Bahkan dalam satu bulan, jumlah kasus DBD pada
wilayah endemik bisa mencapai puluhan manusia yang terinfeksi virus dengue.
Pemaksimalan program pengendalian DBD di dinas kesehatan dan puskesmas setempat
menjadi kunci utama dalam menanggulangi penyebaran DBD.(Syamsir, 2018)
Kasus DBD menunjukkan kecenderungan peningkatan jumlah kasus dan luas daerah
terjangkit. Seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit DBD,
kecuali daerah yang memiliki ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan.(Yuly
Peristiowati, Lingga, 2014)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menyebar luas keseluruh wilayah
provinsi.Penyakit ini sering muncul sebagai KLB dengan angka kesakitan dan kematian
relatif tinggi. Angka insiden DBD secara nasional berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada
awalnya pola epidemik terjadi setiap lima tahunan, namun dalam kurun waktu lima belas
tahun terakhir mengalami perubahan dengan periode antara 2-5 tahunan. Data DBD dari
tahun 2014-2015 ada kenaikan CFR 0,4% atau sebanak 104 kasus.(PROFIL KESEHATAN
KOTA KEDIRI TAHUN 2015, 2015)
Pada beberapa wilayah, peningkatan kasus DBD dipengaruhi oleh curah hujan dan
kelembaban udara. Bahkan pada beberapa kasus, puncak kejadian DBD terjadi pada puncak
musim hujan. Oleh karena itu, dibutuhkan perencanaan yang matang dalam mengendalikan
penyebaran penyakit DBD, khususnya di musim hujan. Pemaksimalan program pengendalian
DBD di dinas kesehatan dan puskesmas setempat menjadi kunci utama dalam menanggulangi
penyebaran DBD. Namun menjadi kendala saat ini sehingga membuat belum efektifnya
program pengendalian DBD. Kegiatan penanggulangan yang biasa dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Kota/Kabupaten adalah penyuluhan, fogging fokus, fogging masal, program
ikanisasi, yaitu pemberian ikan pemakan jentik pada semua rumah tangga yang ada, dan juga
pembagian brosur yang berisi mengenai pencegahan, dan penanggulangan demam berdarah
dan gerakan 3 M (menguras, menutup, dan mengubur).(Yuly Peristiowati, Lingga, 2014)
Survei jentik dilakukan untuk mengetahui kepadatan jentik pada area aplikasi
ULVportable dan ThermalFog. Kepadatan jentik menggambarkan ke- mungkinan terjadinya
kasus dan penularan penya-kit DBD oleh nyamuk Aedes di masa yang akan datang. Pada
survei jentik didapatkan Angka Bebas Jentik, House Indeks, Container Indeks dan Bruteau
Indeks. Hasil ABJ, HI, CI dan BI. Survei Jentik dapat digu-nakan seba- gai salah satu
komponen untuk mengevaluasi Fogging. (Zefira Sausan Archiarafa, Ludfi Santoso, 2016)
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
Keefektifan Malation terhadap angka Demam Berdarah Dengu di Wilayah Kediri.
Daftar Pustaka
PROFIL KESEHATAN KOTA KEDIRI TAHUN 2015. (2015).
Syamsir, A. D. (2018). ANALISIS SPASIAL EFEKTIVITAS FOGGING DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS MAKROMAN, KOTA SAMARINDA. JURNAL NASIONAL
ILMU KESEHATAN, 1(2), 1–7.
Yuly Peristiowati, Lingga, H. (2014). Evaluasi Pemberantasan Demam Berdarah Dengue
dengan Metode Spasial Geographic Information System ( GIS ) dan Identifikasi Tipe
Virus Dengue di Kota Kediri Evaluation of Dengue Hemorrhagic Fever Eradication with
Geographic Information System ( GIS ) Spatia. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(2),
126–131.
Zefira Sausan Archiarafa, Ludfi Santoso, M. (2016). Menilai Efektivitas Fogging Fokus
Menggunakan ThermalFog Dan UltraLow Volume (ULV) dengan Insektisida Malathion
dalam Pengendalian Vektor Demam Berdarah (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Tlogosari Wetan Kota Semarang). JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, 4(1), 226–
233.

Anda mungkin juga menyukai