Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Seluruh wilayah indonesia
mempunyai resiko untuk penularan penyakit DBD karena penularan
nyamuk Aedes aegypti merupakan yang terbesar di seluruh Indonesia
dan pelosok tanah air. Kasus cenderung meningkat semakin meluas
penyebarannya sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan
penduduk. (Depkes RI. 1992)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu
masalah kesehatan lingkungan yang cenderung meningkat jumlah
penderita dan semakin luas daerah penyebarannya, sejalan dengan
meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Penyakit demam yang
di tularkan oleh nyamuk Aedes aegypti selain demam berdarah dengue
(dengue fever) yang di kenal sebagai cikungunyah (break bone fever) di
Indonesia. (Supartha,2008)
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan
sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan
pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu,
terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization
(WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD
tertinggi di Asia Tenggara.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah


satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah
penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring
dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk.
Angka penyakit DBD setiap tahunnya menunjukan peningkatan
yang cukup besar, dalam insiden dan distribusi sepanjang 40 tahun, dan
pada tahun 1996, 2500 3000 juta orang tinggal di daerah yang secara
potensial beresiko terhadap penularan virus dengue, mengakibatkan kirakira 24 juta kematian. Menurut catatan WHO asia tenggara dan pasifik
barat bahwa penyakit ini mempunyai pola endemic berdasarkan musim
dan siklus, dengan wabah besar terjadi pada interval 2-3 tahun. Selama
periode ini 1.070207 kasus dan 42.808 kematian. (Askar Ilyas, 2007)
Dalam penanggulangan penyakit DBD khususnya upaya
pengendalian vektor perlu di tempuh strategi gabungan atas bawah dan
bawah atas (top down and bottom up). Secara bersamaan, dari atas
pemerintah menyusun program pemberantasan nyamuk selanjutnya agar
program tersebut mencapai hasil dari yang maksimal, maka masyarakat
harus di libatkan terutama dalam kegiatan PSN. Dengan menumbuhkan
rasa memiliki pada masyarakat dapat di jamin kesuksesan program
pemberantasan populasi nyamuk, dan selanjutnya dapat menurunkan
angka insiden DBD (Gubernur, 1989, dalam bustaman, 2003). Dalam
berbagai laporan tentang penyakit Demam Berdarah Dengue bahwa
penyakit DBD mempunyai perputaran (siklus) setiap 5 tahun bahkan di
sinyalir telah menjadi perputaran setiap 3 tahun. Hal ini berkaitan dengan

kepadatan vektor di suatu wilayah dengan di pengaruhi oleh berbagai


faktor antara lain : kepadatan penduduk, mobilitas, serta berbagai kondisi
lingkungan

seperti

aksebilitas

terhadap

air,

kelembaban,

suhu,

tersedianya air, dan kelangsungan siklus gonotropik (Christophers, Dalam


D,jimmyanto 1999).
Salah satu jalan menurunkan angka insiden penyakit DBD adalah
mencegah wabah DBD di dasarkan pada pengendalian vektor. Cara yang
efektif yaitu penatalaksanaan lingkungan yang termasuk perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pemantauan aktifitas untuk modifikasi
atau manipulasi faktor faktor lingkungan dengan suatu pandangan untuk
mencegah atau mengurangi perkembangan vektor dan kontak manusia
vektor patogen. Hal ini sangat tergantung pada partisipasi masyarakat
(WHO, 1999).
DBD merupakan salah satu penyakit karantina di indonesia yang
saat ini masih di waspadai keluar masuknya antar wilayah karena dapat
menimbulkan keresahan international. Kasus demam berdarah dengue
(DBD) di pelabuhan di Indonesia pernah ditemukan di pelabuahan Ulee
Lheue Aceh tahun 2011, tersangka DBD merupakan Anak Buah Kapal
(ABK) asal panama. Selain itu gejala DBD juga pernah di temukan pada
ABK sebuah kapal barang yang akan berlayar dari surabaya ke jakarta di
pelabuhan surabaya, suspec DBD di temukan 6 orang ABK, 1 diantaranya
meninggal dunia (waspada onlen,2011)
Pada tahun 2013, jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak
112.511 kasus dengan jumlah kematian 871 orang (Incidence Rate/Angka
kesakitan= 45,85 per 100.000 penduduk dan CFR/angka kematian=

0,77%). Terjadi peningkatan jumlah kasus pada tahun 2013 dibandingkan


tahun 2012 yang sebesar 90.245 kasus dengan IR 37,27. Target Renstra
Kementerian Kesehatan untuk angka kesakitan DBD tahun 2013 sebesar
52 per 100.000 penduduk, dengan demikian Indonesia telah mencapai
target Renstra 2013. (Kemenkes RI, 2014).
Data yang berhasil di himpun dari dinas kesehatan propinsi
Sulawesi Selatan menunjukan bahwa jumlah kasus demam berdarah
dengue (DBD) pada tahun 2006 jumlah kasus menjadi 2.426 orang
dengan kematian 17 orang (CFR 0,7 %), tahun 2007 kasus demam
berdarah dengue kembali meningkat dengan jumlah kasus sebanyak
5.333 kasus dan CFR DBD tahun 2008 sebesar 0,83 % (profil kesehatan
dinkes prop.sul-sel tahun 2009).

Khusus untuk kota makassar, jumlah kasus DBD pada tahun 2011
sebanyak 85 orang dengan kematian 2 orang. tahun 2012 mengalami
peningkatan 86 orang dengan kematian 2 orang, Dan pada tahun 2013
mengalami peningkatan drastis yaitu 168 orang dengan kematian 1 orang.
Pemerintah kota makassar menetapkan ada lima kecamatan yang rawan
penyebaran penyakit DBD yaitu kecamatan Mariso, Panakukang,
Tamalanrea, Ujungtanah dan Rappocini. Salah satu kecamatan yang
rawan penularan DBD adalah Kecamatan ujung tanah yang mencakup
Wilayah Pelabuhan Paotere (menjadi lokasi penelitian).
Salah satu usaha pencegahan masukan penyakit demam berdarah
dengue dan penyakit tular vektor lainnya adalah dengan membebaskan

daerah pelabuhan/bandara dari kehidupan nyamuk aedes aegypti.


Keberadaan vektor di kapal sesuai hasil kegiatan yang di lakukan di
pelabuhan rakyat paotere di peroleh hasil pemeriksaan kapal oleh kantor
kesehatan pelabuhan (KKP) Makassar bulan maret hingga april (2013),
jumlah kapal yang di periksa sebanyak 45 kapal dan terdapat kehidupan
vektor (nyamuk Aedes aegypti) sebanyak 36 kapal (80%). (Profil KKP
Tahun 2013)
Berdasarkan data-data tersebut menunjukan bahwa kawasan
pelabuhan rakyat paotere makassar belum bebas dari nyamuk Aedes
aegypti. Keberadaan jentik Aedes di suatu daerah merupakan indikator
terdapatnya populasi
Keberadaan

jentik

nyamuk Aedes aegypti di daerah tersebut.


juga

menjadi

ancaman,

jika

jentik

tersebut

mengandung virus dengue, karena virus dengue juga bisa menular


melalui transovarial, yaitu melalui siklus hidup nyamuk.
Kapal yang memiliki waktu tinggal (189,48 jam) atau setara
dengan 8 hari di pelabuhan berhubungan dengan keberadaan nyamuk
Aedes aegypti di kapal (penelitian Nirwan, 2009). Hubungan bermakna
antara waktu tinggal kapal yang lama di pelabuhan dengan keberadaan
vektor aedes aegypti di kapal menunjukan bahwa telah terjadi migrasi
nyamuk pelabuhan/permukiman di kapal. Ekspansi geografi nyamuk
Aedes aegypti pada dasarnya dari makassar, kemudian disebarluaskan ke
seluruh tanah air melalui kapal.
Dengan melihat latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk
meneliti tentang keberadaan jentik Aedes aegypti pada kapal barang
Pelabuhan Rakyat Paotere Makassar.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut :
Seberapa besar keberadaan jentik Aedes aegepty pada kapal
barang Pelabuhan Rakyat Paotere Makassar.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengedentifikasi ada tidaknya keberadaan jentik
aedes aegypti pada kapal barang Pelabuhan Rakyat Paotere
Makassar.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui keberadaan jentik Aedes aegypti pada
kapal barang Pelabuhan Rakyat Paotere Makassar
b. Untuk mengetahui tingkat kepadatan jentik Aedes aegypti
pada kapal barang Pelabuhan Rakyat Paotere Makassar
D. Manfaat
1. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah

ilmu

pengetahuan dan merupakan salah satu bahan bacaan bagi


peneliti berikutnya.
2. Bagi peneliti sendiri merupakan pengalaman berharga dalam
upaya mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama mengikuti
pendidikan.
3. Penelitian ini sebagai bahan informasi dan masukan kepada
instansi

terkait

khususnya

Kantor

Kesehatan

Pelabuhan

Makassar (KKP) dan Depkes RI pada umumnya dalam


mengambil suatu kebijaksanaan untuk program cegah tangkal
penyakit DBD dan penyakit tular vektor lainnya.
4. Penelitian ini merupakan salah satu informasi bagi masyarakat
khususnya perusahaan pelayaran agar dapat berperan serta
dalam mencegah dan memutuskan mata rantai penularan
penyakit demam berdarah dan penyakit tular vektor lainnya.

Anda mungkin juga menyukai