Anda di halaman 1dari 7

Pembahasan

Demam berdarah merupakan salah satu penyakit infeksi tropis yang dihadapi oleh Negara
beriklim tropis, salah satunya di Indonesia. Penyebab penyakit ini adalah virus Dengue yang
termasuk famili Flaviviridae. terdapat 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Jika
seseorang terinfeksi salah satu serotipe, maka orang tersebut akan memiliki antibodi seumur
hidup terhadap serotipe yang bersangkutan, tetapi tidak”untuk serotipe lainnya. Sayangnya,
keempat serotipe tersebut banyak ditemukan”di berbagai”daerah”di”Indonesia yang didominasi
dengan serotipe DEN-31 (Soegijanto,2006), Gubler
Demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang menjadi vektor utama serta
Aedes albopictus yang menjadi vektor pendamping. Kedua spesies nyamuk itu ditemukan di
seluruh wilayah Indonesia, hidup optimal pada ketinggian di atas 1000 di atas permukaan laut.
Supartha 2Kedua spesies nyamuk tersebut digolongkan ke dalam Genus Aedes dari Famili
Culicidae. Secara morfologis keduanya sangat mirip, yang membedakan adalah garis putih yang
terdapat pada bagian skutumnya. Depkes3 Skutum Aedes Aegypti berwarna hitam dengan dua
garis putih sejajar di bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih.
Sedangkan skutum Aedes albopictus yang juga berwarna hitam hanya berisi satu garis putih tebal
di bagian dorsalnya Knowlton4
Terjadinya peningkatan jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunnya seperti yang ditampilkan
pada Gambar 1 dapat menjadi salah satu faktor resiko terjadinya peningkatan kasus demam
berdarah. Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara kepadatan penduduk dengan kejadian demam berdarah dengue. Suyasa.
Sebenarnya nyamuk Aedes Aegypti memiliki jarak terbang yang pendek sekitar 50-100 meter,
kecuali jika terbawa angin paling jauh mencapai 200 meter. Akan tetapi, nyamuk ini bersifat
antropofilik (lebih senang menghisap darah manusia), endografik (lebih
senang”mencari”darah”di dalam rumah), dan multiple feeding yaitu nyamuk akan menghisap
darah beberapa kali hingga kenyang dalam satu siklus gonotropik. Hal inilah yang menyebabkan
resiko penularan DBD di wilayah yang padat penduduk meningkat.(WHO,2004). Sehingga,jika
nyamuk menggigit seorang penderita dalam kondisi viremia maka nyamuk tersebut akan
terinfeksi. Virus dengue yang masuk ke dalam tubuh nyamuk akan berkembang biak dalam 8-10
hari dan nyamuk akan menularkan ke orang lain. Oleh karena itu, pencegahan yang dapat
dilakukan untuk mengatasi sebaran penduduk yang terus meningkat adalah dengan pengendalian
vektor. Sehingga, meskipun jumlah penduduk padat, namun jika vektor sedikit dan tidak infektif
tentu penduduk tidak rentan terinfeksi 5 (wowor).
Seperti yang dapat kita lihat pada tabel 2 bahwa terjadi penurunan Case Fatality Rate (CFR).
CFR merupakan satu indikator untuk menunjukkan tingkat angka kematian akibat satu penyakit
tertentu. Semakin tinggi angka CFR mengindikasikan tingkat angka kematian semakin tinggi. Ini
biasanya terkait dengan sarana dan prasarana kesehatan yang kurang baik. Kematian DBD
dikategorikan tinggi apabila CFR >2% 6
Pusat Data. Berdasarkan Tabel 1 dapat disimpulkan
bahwa CFR di Indonesia untuk kasus demam berdarah dapat dikatakan sudah baik. Hal ini
mungkin berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan peningkatan
kualitas dan kuantitas SDM kesehatan di rumah sakit atau puskesmas. Selain itu, upaya
peningkatan sarana penunjang diagnostik dan ketersediaan logistik untuk tatalaksana bagi
penderita juga mempengaruhi hal ini.
Terjadinya peningkatan insidence rate (IR) pada tahun 2016 dapat dipengaruhi oleh berbagai hal.
Faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit demam berdarah diantaranya:
lingkungan rumah (jarak rumah, tata rumah, ketinggian tempat dan iklim), lingkungan biologi,
dan lingkungan sosial 7 Widiyanto. Jarak antara rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari
satu rumah ke rumah lain, semakin dekat jarak antar rumah semakin mudah nyamuk menyebar
kerumah sebelah menyebelah. Bahan-bahan pembuat rumah, konstruksi rumah, warna dinding
dan pengaturan barang-barang dalam rumah menyebabkan rumah tersebut disenangi atau tidak
disenangi olehnyamuk. Berbagai penelitian penyakit menular membuktikan bahwa kondisi
perumahan yang berdesak-desakan dan kumuh mempunyai kemungkinan lebih besar terserang
penyakit 8 Desniawati.
Lingkungan biologi yang mempengaruhi penularan DBD terutama adalah banyaknya tanaman
hias dan tanaman pekarangan, yang mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan didalam
rumah. Adanya kelembaban yang tinggi dan kurangnya pencahayaan dalam rumah merupakan
tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap beristirahat 8 Desniawati..
Lingkungan Sosial dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat yang merugikan kesehatan dan
kurang memperhatikan kebersihan lingkungan seperti kebiasaan menggantung baju, kebiasaan
tidur siang, kebiasaan membersihkan tempat penampungan air (TPA), kebiasaan membersihkan
halaman rumah, dan juga partisipasi masyarakat khususnya dalam rangka pembersihan sarang
nyamuk, Kebiasaan ini akan menjadi lebih buruk dimana masyarakat sulit mendapatkan air
bersih, sehingga mereka cenderung untuk menyimpan air dalam tandon bak air, karena TPA
tersebut sering tidak dicuci dan dibersihkan secara rutin pada akhirnya menjadi potensial sebagai
tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti 7 Widiyanto.
Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui besar risiko dari suatu lingkungan
terhadap kejadian demam berdarah adalah indikator entomologi seperti Angka Bebas Jentik
(ABJ). Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan
jentik dengan cara menghitung rumah atau bangunan yang tidak dijumpai jentik dibagi dengan
seluruh jumlah rumah atau bangunan. Fluktuasi ABJ dari tahun ke tahun juga dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor resiko yang sudah disebutkan di atas 9 Ikawati,.
angka bebas jentik berhasil jika nilainya??

ADA TAMBAHAN DARI FISH DI SINI


ABJ pada tahun 2014 menurun secara signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, hal tersebut
disebabkan oleh pelaporan tidak meliputi seluruh wilayah Indonesia karena sebagian besar
Puskesmas tidak menjalankan kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) dengan disiplin
(Kemenkes RI ,2015). Kemudian pada tahun 2015 dan 2016 didapatkan ABJ yang meningkat
signifikan karena pelaporan data telah meliputi berbagai wilayah di Indonesia (Kemenkes RI,
2016; Kemenkes RI, 2017). Kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) sudah mulai disiplin
dilaksanakan. Pada tahun 2017 dan 2018, ABJ menurun kembali sehingga perlu dilakukan
penggalakan pelaporan dari seluruh wilayah Indonesia, pemberian dana yang optimal untuk
pemenuhan sarana prasarana kegiatan, monitoring dan pembinaan dalam pelaporannya
(Kemenkes RI, 2018; Kemenkes RI, 2019).

ABJ adalah luaran yang diharapkan dari Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J) (Kemenkes
RI ,2019).. G1R1J merupakan kegiatan pemberdayaan dengan melibatkan unit keluarga dalam
melakukan pemeriksaan, pemantauan, serta pemberantasan jentik-jentik nyamuk dalam rangka
mengendalikan penyakit yang menular melalui vector terutama demam berdarah dengue dengan
menggalakkan Pembersantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus. PSN 3M plus meliputi kegiatan
menguras, menutup bak penampungan air, memanfaatkan kembali atau melakukan daur ulang
pada barang bekas. Kemudian kata “Plus” bermaksud unutk menambahkan kegiatan memelihara
ikan untuk memakan jentik, menaburkan larvasida, rutin mengganti air dalam vas/pot bunga dan
kegiatan lainnya. Upaya pencegahan melalui gerakan PSN tersebut sudah diatur dalam
Keputusan Menkes No 581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam
Berdarah dan Keputusan Menkes No 92 Th 1994 tentang perubahan atas lampiran Keputusan
Menkes No 581/MENKES/SK/VII/1992 (Dirjen Pengendalian penyakit kemenkes RI, 2016).

Terjadinya fluktuasi jumlah kabupaten/ kota yang terjangkit demam berdarah dapat dipengaruhi
juga oleh berbagai faktor resiko. Salah satu faktor risiko penularan DBD adalah pertumbuhan
penduduk perkotaan yang cepat, perpindahan penduduk karena membaiknya sarana dan
prasarana transportasi di suatu daerah dan terganggu atau melemahnya pengendalian populasi
sehingga memungkin terjadinya peningkatan kasus atau bahkan KLB 10 Wilder-Smith.
Faktor risiko lainnya yang memungkinkan peningkatan jumlah penderita adalah kemiskinan
yang mengakibatkan ketidakmampuan membuat rumah yang layak dan sehat, dan terbatasnya
pasokan air minum dan pembuangan sampah 4. Namun pada penelitian yang lain disebutkan
bahwa tidak menutup kemungkinan penduduk yang diangap makmur dapat terjangkit demam
berdarah, hal ini diakibatkan oleh adanya mobilisasi atau riwayat bepergian ke daerah dengan
jangkitan yang tinggi 1141. U.S.D.T.
DAFTAR PUSTAKA PENDAHULUAN + PEMBAHASAN
1. Gubler DJ : Epidemic dengue/dengue hemorrhagic fever as a public health, social and
economic problem in the 21st century. Trends Microbiol 2002; 10: 100-103.
2. Supartha I, editor. Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue, Aedes
aegypti (Linn.) dan Aedes albopic-tus (Skuse) (Diptera:Culicidae). Pertemuan Ilmiah
Dalam Rangka Dies Natalis 2008 Universitas Udayana; 3-6 September 2008; Denpasar:
Universitas Udayana Denpasar
3. Depkes RI. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah dengue di Indonesia.
Jakarta: Depkes RI; 2005.
4. Knowlton K, Solomon G, Rotkin-Ellman M, Pitch F. Mosquito-Borne Dengue Fever
Threat Spreading in the Americas. New York: Natural Resources Defense Council Issue
Paper; 2009.
5. Wowor, R. (2017). Pengaruh kesehatan lingkungan terhadap perubahan epidemiologi
demam berdarah di Indonesia. Jurnal E-Clinic (eCl), 5(2), 105–113.
6. Pusat Data dan Informasi (2015), Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014, Jakarta
Departemen Kesehatan
7. Widiyanto T. Kajian manajemen lingkungan terhadap kejadian demam berdarah dengue
(DBD) di kota purwokerto jawa tengah. Semarang: Universitas Diponegoro. 2007:8-37.
8. Desniawati F. Pelaksanaan 3M plus terhadap keberadaan larva aedes agypti di wilayah
kerja puskesmas ciputat kota tangerang selatan bulan mei-juni 2014. Jakarta: Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2014:8-38.
9. Ikawati, B. (2018). Aspek kekinian tentang penelitian demam berdarah dengue di Pulau
Jawa dan sekitarnya. BALABA, 14(1), 85–94
10. Wilder-Smith A, Gubler D. Geographic Expansion of Dengue: the Impact of
International Travel. Med Clin NAm. 2008; Vol. 92: p. 1377-90.
11. 41. U.S.D.T. International Travel and Trans-portation Trends. Washington D. C.: Bureau
of Transportation Statistics of U.S. Department of Transportation; 2006..

Soegijanto S. Demam berdarah dengue. 2nd edisi. Surabaya: Airlangga University Press; 2006.
Suyasa I Gede, Putra NA, Aryanto IW. Hubungan faktor lingkungan dan perilaku masyarakat
dengan keberadaan vektor demam berdarah dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas I
Denpasar Selatan. Jurnal Ecotrophic. 2008;3(1)

[WHO] World Health Organization. 2004. Demam Berdarah Dengue Diagnosis, Pengobatanm
Pencegahan dan Pengendalian. Jakarta: EGC.
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. World Health Organization. Jakarta :
2009

Demam Berdarah Dengur. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI.
Jakarta : 2010.

Dengue Haemorrhagic Fever: Diagnosis, Trearment, Prevention and Control. World Health
Organization. 2nd edition. Geneva : 1997.

Profil Kesehatan Indonesia 2018. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta : 2019

Situasi Penyakit Demam Berdarah di Indonesia Tahun 2017. Kementerian Kesehatan RI.
Jakarta : 2018

Dafpus yang dari Fishella

Kode : Kemenkes, 2015  Kemenkes RI. Profil kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta :
Kementrian Kesehatan RI. 2015

Kode : Kemenkes, 2016  Kemenkes RI. Profil kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta :
Kementrian Kesehatan RI. 2016

Kode : Kemenkes, 2017  Kemenkes RI. Profil kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta :
Kementrian Kesehatan RI. 2017

Kode : Kemenkes, 2018  Kemenkes RI. Profil kesehatan Indonesia Tahun 2017. Jakarta :
Kementrian Kesehatan RI. 2018

Kode : Kemenkes, 2019  Kemenkes RI. Profil kesehatan Indonesia Tahun 2018. Jakarta :
Kementrian Kesehatan RI. 2019
Kode : (Dirjen Pengendalian penyakit kemenkes RI, 2016)  Kemenkes RI. Petunjuk Teknis
Implementasi PSN 3M-Plus Dengan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik. Jakarta : Kementrian
Kesehatan RI. 2016

Anda mungkin juga menyukai