PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara tropis di dunia. Dimana Indonesia terletak
di garis khatulistiwa atau ekuator, selain itu Indonesia terletak di antara
dua benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia. Hal tersebut memberikan dampak pol
a arah angin di Indonesia selalu berganti setiap 6 bulan sekali yaitu angin musim barat
dan angin musim timur, menyebabkan Indonesia hanya berganti musim 2 kali dalam
satu tahun yaitu musim hujan dan musim kemarau. Hal itulah yang menyebabkan
Indonesia menjadi negara iklim tropis, Iklim tropis menjadi penyebab
berbagai penyakit tropis yang disebabkan oleh nyamuk, seperti malaria, filaria, demam
berdarah, dan kaki gajah, bahkan menimbulkan epidemi yang berlangsung dalam
spektrum yang luas dalam masyarakat.
Nyamuk adalah salah satu serangga yang seringkali membuat masyarakat risau
akibat gigitannya. Dimana bahaya yang disebabkan oleh gigitan nyamuk adalah
timbulnya berbagai macam penyakit yang bahkan hingga dapat menyebabkan
kematian. Kehidupan kita sebagai masyarakat Indonesia tidak dapat dipisahkan dari
keberadaan nyamuk.
Nyamuk Anopheles dan Aedes aegypti dilaporkan telah resisten terhadap
temephos (abate) dan malathion di Kuala Lumpur, Malaysia. Kedua insektisida
organofosfat tersebut digunakan secara luas sejak 1973 di Malaysia. Pembasmian
terhadap nyamuk menjadi kegiatan tidak pernah henti yang dilakukan oleh manusia
karena jika nyamuk dibiarkan berkembangbiak dapat menimbulkan masalah yang
serius. Berbagai upaya pengendalian diantaranya melalui penyemprotan (fogging)
dengan menggunakan bahan insektiksida sintetik, obat nyamuk bakar, elektrik dan
semprot sintetik untuk memutus siklus hidup nyamuk, sehingga mengurangi kontak
antara manusia dengan vektor. Pada umumnya insektisida yang digunakan yaitu
insektisida sintetik yang mengandung bahan-bahan kimia beracun. Walaupun
penggunaan insektisida sintetik tersebut memiliki daya bunuh cukup tinggi dan praktis
untuk digunakan, tetapi pemakaian secara terus menerusakan menyebabkan resistensi
nyamuk terhadap jenis insektisida tertentu serta menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan di antaranya keracunan padamanusia, dan pencemaran lingkungan.1
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu penyakit demam berdarah dengue (DBD)?
2. Apa saja non insektisida yang sering digunakan oleh masyarakat untuk
membunuh nyamuk penyebab DBD dalam kehidupan sehari-hari
3. Bagaimana peran non insektisida untuk pengendalian nyamuk penyebab DBD
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pemukiman yang padat penduduknya atau di daerah perkotaan. Selain itu, kondisi
iklim juga 8,14 mempengaruhi kepadatan vektor DBD.
Curah hujan yang melebihi 200 mm juga dapat meningkatkan jumlah kasus
DBD. Daerah 15,16 perkotaan dengan kepadatan penduduk yang tinggi serta jarak
antar rumah yang saling berdekatan potensi nyamuk menyebabkan Ae. aegypti untuk
menyebarkan virus dengue akanlebihtinggi.17 Tingkat kepadatan jentik yang tinggi
disebabkan karena perilaku buruk dalam P S N emberantasan arang yamuk (PSN)
yang dilakukan penduduk. Banyaknya penduduk yang tidak melakukan PSN di satu
daerah mengakibatkan tingkat kepadatan jentik menjadi tinggi. Proporsi keberadaan
jentik lebih banyak ditemukan pada penduduk yang tidak melakukan kebiasaan PSN
sebesar 80,5% dibandingkan dengan penduduk yang melakukan kebiasaan PSN
sebesar 40,8%. 18 Tindakan dalam PSN DBD dipengaruhi oleh pengetahuan dan
sikap masyarakat terhadap DBD. Pengetahuan tinggi dan sikap positif meningkatkan
tindakan masyarakat untuk melakukan PSNDBD.19
Intervensi untuk menurunkan kepadatan jentik di suatu daerah dapat berjalan
optimal bila didukung dengan kegiatan pemantauan jentik secara berkala. Pemantauan
jentik berkala yang dilakukan oleh petugas pemantau jentik terbukti dapat
menurunkan kepadatan jentik, sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di Kota
Prabumulih. Indeks dan di D F C I kontainer ndex daerah intervensi mengalami
penurunan dari enam menjadi tiga sedangkan di daerah non intervensi mengalami
kenaikan dari lima menjadi enam. Hal tersebut menunjukkan 20 bahwa kegiatan
intervensi dengan melibatkanjumantik yang melakukan pemeriksaan jentik secara
berkala dapat menurunkan angka kepadatanjentikdisuatudaerah.
Perilaku nyamuk lebih senang Ae.aegypti bertelur dalam air yang jernih. Hal ini
dijumpaipadasumberairyangberasaldariair hujan yang relatif lebih jernih
dibandingkan dengan air sumur atau air PDAM yang digunakan masyarakat. Hasil
penelitian yang dilakukan di Kota Semarang mendapatkan bahwa proporsi jentik lebih
banyak ditemukan dalam air yang jernih (46,7%) dibandingkan pada air yang keruh
(10,0%) dengan nilai p=0,039.
Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna secara signifikan antara
kondisi air dengan keberadaan jentik. Sebagian besar penduduk terutama pada musim
kemarau biasanya memiliki banyak ember yang digunakan sebagai tempat
penampungan air sementara. Ember ini seringkali digunakan untuk menampung air
sementara dan seringkali menyisakan sedikit air yang berpotensi untuk nyamuk
4
bertelur dalam ember tersebut.Penampungan air jenis ember ini jarang sekali
dibersihkan oleh penduduk. Penduduk biasanya hanya menumpahkan air dalam ember
tersebut tanpa menyikatnya sehingga kemungkinan telurnyamuk untukmenetasmasih
Ae.aegypti ada karena telur nyamuk biasanya Ae. aegypti menempel pada dinding
ember. Apabila ember tersebut diisi air kembali dan dibiarkan maka telur tersebut
akan menetas dan berkembang menjadi nyamuk dewasa dalam waktu sekitar satu
minggu. Pengetahuan masyarakat yang masih rendah tentang cara menguras bak
tersebut mengakibatkan masih tingginya angka kepadatan jentik di lokasi penelitian.
Hasil penelitian yang dilakukan di ProvinsiJawaBaratdanKalimantanBaratjuga
mendapatkan bahwa sebagian besar penduduk kurang memahami dan kurang peduli
dengan kegiatan pembersihan kontainer Penelitian menunjukkan . 37,2% yang tentang
pembersihan tidak tahu kontainer dan hanya 26,1% penduduk yang memahami bahwa
pengurasan bak harus dilakukan minimal seminggu sekali untuk
mencegahberkembangnyanyamuk.22 Salah satu kegiatan PS adalah dengan N
pengurasan bak. Pengurasan berpengaruh terhadap keberadaan jentik . Ae. aegypti
Kondisi kontainer yang tidak dikuras dalam waktu satu minggu mengakibatkan telur
nyamuk yang diletakkan di Ae. aegypti kontainer dapat melewati siklus secara
sempurna sehingga menjadi nyamuk dewasa. Hal ini berkaitan dengan siklus hidup
nyamuk Ae. aegypti yang berkisar antara 7-12 hari. Dalam kondisi temperature lebih
rendah,siklus dapat berlangsung lebih panjang. Kondisi 23 lingkungan juga
mempengaruhi keberadaan jentik Kondisi lingkungan yang Ae. aegypti. berpengaruh
diantaranya PH dan suhu air, sertakelembabanruangan.24,25 Warna kontainer yang
paling banyak ditemukan jentik adalah biru Ae. aegypti dengan bahan plastik. Warna
biru di dalam bangunan menunjukkan kecenderungan warna gelap sehingga menjadi
tempat yang paling disukai oleh nyamuk untuk Ae. aegypti bertelur. Kontainer warna
gelap menyebabkan jentik sulit terlihat Ae. aegypti bila terletak di dalam rumah
dengan kondisi pencahayaan kurang sehingga masyarakat seringkali tidak menyadari
bila dalam kontainer tersebut terdapat jentik. Hasil penelitian sejenis juga
mendapatkan bahwa jentik lebih banyak ditemukan Ae. aegypti pada kontainer yang
berwarna hitam (20,0%) dibandingkan kontainer warna lain (5,8%)
dengannilaip=0,004.26
Bahan kontainer yang banyak ditemukan adalah dari bahan plastik. Hal ini berkaitan
dengan jenis kontainer yang banyak ditemukan dalam bentuk ember plastik. Ember
merupakan jenis kontainer yang umum dan praktis digunakan oleh masyarkat karena
5
bahan yang ringan dan mudah dibawa. Selain digunakan untuk menampung juga
dapat digunakan untuk mengangkut/ memindahkan air dari satu tempat ke tempat lain.
Penelitian yang dilakukan di Semarang mendapatkanbahwaterdapathubunganyang
signifikan antara PSN 3M plus dengan kepadatan jentik pada TPA jenis bak mandi,
ember dan gentong. Penelitian di India juga 27 mendapatkan bahwa jenis kontainer
yang paling banyak ditemukan jentik adalah kontainer yang terbuat dari plastik
sebanyak 37,84% Hasil penelitian di Provinsi .28 Sumatera Selatan juga mendapatkan
adanya hubunganyangbermaknaantaraletak,bahan, warna dan volume kontainer
dengan kepadatannyamukpradewasa.29 Kontainer yang tidak tertutup menjadi tempat
yang paling banyak ditemukan jentik karena nyamuk dengan mudah menemukan
sumber air yang akan dijadikan sebagai tempat untuk bertelur. Jenis tempat
penampungan air seperti bak mandi, bak WC dan ember jarang sekali memiliki
penutup. Hal ini karena ukuran bak yang terlalu besar atau justru ember yang terlalu
kecil sehingga penduduk tidak membuat penutup untuk jeniskontainerini.
2. Potensi Larvasida d E ( ) ari kstrak Daun Jeruk Bali Citrus maxima terhadap
Aedes Aegypti.
6
Ekstrak non polar daun C. maxima berpotensisebagailarvasidadalampenelitian
ini, yang dapat menyebabkan mortalitas pada larva nyamuk dan Ae. agypti Cx.
quinquefasciatus. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Lame et al. pada tahun 2015
bahwa ekstrak fraksi n-heksan daun Annona senegalensis dapat menyebabkan
mortalitas pada larva . dan An gambiae Cx. quinquefasciatus. Ekstrak non polar dari
24 jeruk purut ( ) yang diteliti oleh C. hystrix Ansori dapat menyebabkan mortalitas et
al. padalarva padaLC =2.855ppm. Ae.aegypti 90 20 Potensi tanaman jeruk ( ) sebagai
Citrus larvasida sudah dibuktikan di penelitian sebelumnya pada tahun 2014 dengan
ekstrak metanol , , dan C. hystrix C. amblycarpa C. maxima bersifat toksik terhadap
larva nyamuk. Sattar . menemukan bahwa 19 et al ekstrak daun bersifat larvasida C.
sinensis terhadap nyamuk Cx. quinquefasciatus. 25 Mallick melaporkan bahwa
ekstrak et al. berbagai fraksi pelarut biji buah jeruk bali dapat menyebabkan
mortalitas larva nyamuk Cx. quinquefasciatus, dimana LC 24 jam dari 50 ekstrak n-
heksan , etil asetat, dan metanol a berturut-turut adalah 204.60, 640.95, dan 336.36
ppm. Dari angka LC tersebut 18 50 disimpulkan bahwa ekstrak n-heksan biji buah
jeruk bali lebih toksik karena memiliki LC yang lebih kecil.
7
ekstrak sebagai larvasida adalah semakin kecilLCmakajumlahekstrakyangdibutuhkan
semakin sedikit. Semakin besar nilai LC maka semakin banyak ekstrak yang
dibutuhkan untuk membunuh larva nyamuk. Secara
sederhana,pemakaianekstraknonpolartidak membutuhkan jumlah banyak
dibandingkan ekstrak polar (metanol) penelitian sebelumnya untuk membunuh larva
nyamuk.
Perbedaan daya bunuh ekstrak polar dan non polar dari kemungkinan adanya
C. maxima perbedaanmetabolitsekunderdanperbedaan tempat tumbuhnya . Belum
adanya C. maxima data metabolit sekunder ini diharapkan dapat
terungkapdimasamendatang. Daun mengandung C. maxima metabolit sekunder,
seperti alkaloid, flavonoid, steroid, triterpenoid, minyak atsiri citronellol dan
limonoid, serta saponin. Senyawa tersebut 27,28 berpotensi toksik terhadap serangga.
Cara kerja alkaloid sebagai insektisida dilaporkan dapat mempengaruhi protein kinase
yang berperan dalam sinyal transduksi dan perkembangan sel maupun jaringan,
menghambat enzim asetilkolinesterase. Alkaloid juga berpotensi sebagai stomach
poisoning atau racun perut. Alkaloid dapat merusak saluran pencernaan dengan cara
merusak sel epitel danmidgut gastric caecum larva sehingga larva mengalami
kematian.29-31 Saponin bekerja dengan merusak membran kutikula larva, merusak
membran sel, menurunkan nafsu makan, dan mengiritasi saluran pencernaan.
8
3. Pengendalian Dbd Melalui Pemanfaatan Pemantau Jentik Dan Ikan Cupang
Di Kota Palembang
Penggunakan Ikan Cupang dalam pengendalian DBD di lingkungannnya dengan
alasan alami, Ikan Cupang langsung memakan jentik, tidak mengubah rasa air.
Cara tersebut merupakan salah satu alternatif pencegahan terhadap penyakit
demam berdarah yang disarankan oleh Dinas Peternakan dan Perikanan serta
Dinas Kesehatan Kab. Sragen.
Survey awal ABJ di Kelurahan Kebun Bunga dan Sukarami berindikasi- kan
mempunyai resiko penularan DBD yang tinggi, sampai dengan evaluasi IV
mengindi kasikan bahwa di kedua kelurahan tersebut mempunyai resiko penularan
DBD yang sedang Setelah di- lakukan perlakuan, telah terjadi peningkatan ABJ di
Kelurahan Kebun Bunga dan di Kelurahan Sukara~ni, walaupun masih di bawah
standard ABJ nasional yaitu >95%. '99 'I'
Melihat fenomena yang terjadi antara daerah perlakuan dan pembanding yaitu
angka ABJ tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna, namun terjadi
peningkatan angka ABJ pada survey awal sampai evaluasi ke IV secara bermakna
di kedua daerah penelitian menunjukkan bahwa sebenarn ya intervensi dengan
ikan cupang tidak berpengaruh secara signifikan tetapi perilaku masyarakat dalam
pemberantasan sarang n yamuk (PSN) yang lebih berperan untuk peningkatan
ABJ dan penurunan HI, BI dan CI. Hal ini dapat dilihat di lapangan dimana setiap
kali (1 kali 1 bulan) pengamatan jentik di kedua daerah pene\itian yang dilakukan
oleh kader menjadikan masyarakat rajin untuk membersi hkan penampungan airn
ya apa- bila ada jentik dan membeli ikan pemakan jentik apabila ikan yang
diditribusikan mati untuk upaya pemberantasan jentik, disamping itu kader akan
memberikan teguran bagi masyarakat yang penampungan airnya masih
ditemukanjentik sehingga menimbulkan budaya malu.
C. Peran Non Insektisida Untuk Pengendalian Nyamuk
Penggunaan non insektisida untuk pengendalian nyamuk dapat membunuh
nyamuk maupun jentik nyamuk secara alamiah sehingga tidak menimbulkan
masalah bagi lingkungan sekitarnya.
9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Perlu peningkatan peran serta masyarakat dalam kegiatan 3M untuk
mengurangi tempat perkembangbiakan nyamuk erlu dibentuk petugas . Ae aegypti .
pemantau jentik tiap RT dengan melibatkan kader dan masyarakat setempat. Kegiatan
pemeriksaan jentik berkala terutama pada awal musim hujan (sebelum puncak kasus
DBD) untuk mengantisipasi adanya KLB DBD perlujugadilakukanditempat-
tempatumum, seperti sekolah dan masjid di sekitar pemukiman.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang profil metabolit sekunder
ekstrak polar dan ekstrak non polar daun C. maxima dengan analisis kromatografi
lapis tipis termasuk ada tidaknya pengaruh perbedaan lokasi dengan ada tidaknya
metabolit sekunder tertentu Selain itu perlu dilakukan . penelitian lebih lanjut uji
toksisitas ekstrak non polar daun terhadap nyamuk C. maxima dewasa.
10
DAFTAR PUSTAKA :
1. http://www.academia.edu/36297993/
MAKALAH_INSEKTISIDA_RESISTENSI_KELOMPOK_3_KL.
2. Gonçalves CM, Melo FF, Bezerra JMT, et al. Distinct variation in vector competence
amongninefieldpopulationsofAedesaegypti from a Brazilian dengue-endemic risk
city. ParasitVectors.2014;7(320):1-8
3. PerwitasariD,AriatiJ,PuspitaT.KondisiIklim
danPolaKejadianDemamBerdarahDenguedi Kota Yogyakarta Tahun 2004-2011.
Media Litbangkes.2015;25(4):243-248
4. WilliamsCR,MinchamG,RitchieSA,ViennetE, Harley D. Bionomic response of
Aedes aegypti to two future climate change scenarios in far
northQueensland,Australia":implicationsfor dengue outbreaks. . Parasite & Vectors
2014;7(447):1-7.
5. LestariS,Adrial,RasyidR.Identifikasinyamuk Anopheles sebagai vektor malaria dari
survei larva di Kenagarian Sungai Pinang, kecamatan koto XI tarusan, kabupaten
pesisir selatan. J KesehatAndalas.2016;5(3):656-660. 6. Kementerian Kesehatan RI.
Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta: Kementerian
KesehatanRepublikIndonesia;2017. 7. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Kementerian KesehatanRepublikIndonesia;2016.
6. AndrianiL,Yulianis,SukmawatiN.Ujiaktivitas
larvasidaterhadaplarvaCulexspdanAedessp dari ekstrak daun alpukat. Pros Semin Nas
Work “Pengembangan Terkini Sains Farm dan Klin5.”2015:97-102. 9. Indonesia
KKR. Peraturan Menteri Kesehatan R e p u b l i k I n d o n e s i a N o m o r :
374/Menkes/Per/III/2010 Tentang PengendalianVektor.Jakarta;2012:1-94.
7. Boesri H, Heriyanto B, Susanti L, Handayani SW. Uji repelen (daya tolak) beberapa
ekstrak tumbuhan terhadap gigitan nyamuk Aedes aegypti vektor demam berdarah
dengue. J Vektora.2015;7(2):79-84.
8. Hayatie L, Biworo A, Suhartono E. Aqueous extracts of seed and peel of Carica
Papaya against Aedes aegypti. . J Med Bioeng 2015;4(5):417-421.
11