PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor dari Demam Berdarah Dengue
dan memiliki peranan besar terhadap penularan penyakit tersebut di Indonesia.
Aedes aegypti tersebar luas diseluruh Indonesia meliputi semua provinsi yang ada.
Spesies ini dapat ditemukan di kota-kota pelabuhan yang penduduknya padat,
namun spesies nyamuk ini juga ditemukan di daerah pedesaan yang terletak di
sekitar kota pelabuhan. Penyebaran Aedes aegypti dari pelabuhan ke desa
disebabkan karena larva Aedes aegypti terbawa melaui transportasi yang
mengangkut benda-benda yang berisi air hujan mengandung larva spesies ini
(Natadisastra dan Agoes, 2009).
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
adalah penyakit virus yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan penderita
meninggal dunia dalam waktu yang sangat pendek (beberapa hari) (Natadisastra
dan Agoes, 2009).
Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama
yang beradaptasi di dekat habitat manusia, sedangkan vektor potensialnya yang
lain Aedes albopicuts yang banyak ditemukan di semak-semak sekitar rumah
(Nurdian dan Lelono, 2008).
Dampak yang ditimbulkan akibat infeksi virus dengue sangat berat, maka
diperlukan pengendalian vektor nyamuk yang diharapkan akan berdampak pada
penurunan populasi vektor nyamuk Aedes aegypti sehingga tidak signifikan lagi
sebagai penular penyakit (Natadisastra dan Agoes, 2008).
Salah satu cara pengendalian vektor nyamuk ini yakni dengan penggunaan
larvasida. Larvasida kimiawi, abate (temephos) di Indonesia sudah digunakan
sejak tahun 1976. Empat tahun kemudian yakni tahun 1980, abate (temephos)
ditetapkan sebagai bagian dari program pemberantasan massal Aedes aegypti di
Indonesia. Bisa dikatakan abate (temephos) sudah digunakan lebih dari 30 tahun
(Felix, 2008).
Kejadian DBD dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu yang dapat
mempengaruhi peningkatan angka kesakitan serta kematian akibat penyakit
ini adalah perilaku masyarakat dalam melaksanakan dan menjaga
kebersihan lingkungan. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang DBD dan kurangnya praktik atau peran serta masyarakat
dalam menjaga kebersihan lingkungan sekitar. Untuk memutus rantai
penularan DBD, perlu adanya tindakan pemberantasan nyamuk Aedes
aegypti yang dikenal dengan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) melalui
gerakan 3M Plus (Menguras, Menutup, Mengubur, Memberantas jentik dan
Menghindari gigitan nyamuk) oleh seluruh lapisan masyarakat (Lerik dan
Marni, 2008).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis membuat karya
tulis mengenai Hubungan antara perilaku PSN (3M Plus) dan kemampuan
mengamati jentik dengan kejadian DBD.
1.2. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui cara pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui metode pencegahan Demam Berdarah Dengue dengan
3M plus.
2. Mengetahui metode pencegahan Demam Berdarah Dengue dengan
Larvasida.
3. Mengetahui metode pencegahan Demam Berdarah Dengue dengan
fogging.
1.3. Manfaat
1. Dapat memberikan pengalaman dan pengetahuan dalam menggali
hubungan perilaku PSN dan kemampuan mengamati jentik dengan
kejadian DBD.
2. Dapat memberikan bahan informasi mengenai kejadian DBD menurut
perilaku PSN dan kemampuan mengamati jentik sehingga dapat
dijadikan bahan evaluasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Demam Berdarah Dengue (DBD)
2.1.1. Definisi DBD
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang
ditandai dengan panas (demam) dan disertai dengan perdarahan. Demam
berdarah dengueditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang
hidup di dalam dan di sekitar rumah yang disebabkan oleh virus dengue
(Kementerian Kesehatan RI, 2012).
2.1.2. Penyebab DBD
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dengan tipe DEN 1,
DEN 2, DEN 3, dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group B
Arthropod borne viruses (arboviruses). Keempat type virus tersebut telah
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Diptera
Subordo
: Nematocera
Famili
: Cullicidae
Sub Famili
: Culicinae
Tribus
: Culicini
Genus
: Aedes
Spesies
: Aedes aegypti.
(Boror, 1989)
B. Morfologi Aedes aegypti
a
Telur
Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang bergarisgaris dan membentuk bangunan yang menyerupai gambaran kain
kasa. (CDC, 2015a). Telur Aedes aegypti berbentuk elips atau
oval memanjang dengan permukaan yang poligonal, berwarna
hitam dengan ukuran 0.5 0.8 mm (Sutanto et al, 2011).
b Larva
Jentik Aedes aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan
gigi sisir yang berduri lateral (Sutanto et al, 2011). Larva Aedes
aegypti mempunyai sifon yang gemuk, mempunyai satu pasang
hair tuft dan pectin yang tumbuh tidak sempurna. Larva Instar I
memiliki ukuran paling kecil yaitu sekitar 1-2 mm, larva instar II
berukuran 2.5-3.5 mm, larva Instar III berukuran sedikit lebih
besar daripada larva Instar II, dan larva Instar III berukuran 5 mm,
(Soedarto, 2008).
Pupa
Pupa memiliki terompet untuk bernapas pada toraks, suatu
kantong udara yang terletak di antara bakal sayap pada bentuk
dewasa dan sepasang pengayuh yang salling menutupi dengan
rambut-rambut ujung pada ruas abdomen terakhir (Soedarto,
2008).
d Dewasa
Aedes
aegypti
dibandingkan
dengan
dewasa,
ukuran
berukuran
nyamuk
lebih
kecil
rumah
jika
(Culex
dengan cara 3 M Plus selain itu juga dapat dilakukan dengan larvasidasi dan
pengasapan (fogging).
2.2.1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus
Kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M plus meliputi:
a. Menguras tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/WC, drum
dan sebagainya sekurang-kurangnya seminggu sekali. Hal ini karena
dengan pertimbangan nyamuk harus dibunuh sebelum menjadi nyamuk
dewasa, karena periode pertumbuhan telur, jentik, dan kepompong
selama 8-12 hari, sehingga sebelum 8 hari harus sudah dikuras supaya
mati sebelum menjadi nyamuk dewasa.
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan
air
seperti
gentong
dengan
cara
mengolah
kembali
bahan-bahan
media
b. Altosid
Bahan aktif altosid adalah metopren 1,3%. Altosid 1,3 G berbentuk
butiran seperti gula pasir berwarna hitam arang. Dalam takaran yang
dianjurkan, aman bagi manusia dan tidak menimbulkan keracunan.
Altosid tersebut tidak menimbulkan bau dan merubah warna air dan
dapat
bertahan
sampai
bulan.
Zat
kimia
ini
akan
akan
muncul
nyamuk
yang
baru
menetas
dari
tempat
11
berpotensi
menjadi
tempat
Sebaliknya
jentik
yang
banyak
terdapat
di
saluran
12
13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Ada beberapa metode untuk mencegah Demam Berdarah Dengue, yaitu
dengan memutus siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dengan cara:
a. 3M plus
b. Larvasida
c. Fogging (pengasapan)
d. Pemantaun jentik
2. Di karenakan tidak adanya program pencegahan Demam Berdarah
Dengue di lingkungan sekitar, maka perlu di buat perencanaan
pencegahan Demam Berdarah Dengue lingkungan sekitar antara lain :
a. Memberikan edukasi tentang Deman Berdarah Dengue.
14
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2004. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.Profis kesehatan Indonesia.
Frida N. 2008. Mengenal Demam Berdarah Dengue. CV Pamularsih, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Petunjuk Teknis Pemberantasan Sarang
Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) oleh Juru Pemantau Jentik
(Jumantik), Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Petunjuk Teknis Jumantik-PSN Anak Sekolah.
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Lerik M.D.C., Marni, 2008. Hubungan Antara Pengetahuan dan
Sikap
Dengan
Praktik
Ibu
Rumah
Tangga
Dalam
15
Rini, AS, Ferry Efendi, dan Eka Misbahatul M Ha. 2012. Hubungan
Pemberdayaan Ibu Pemantau Jentik (Bumantik) dengan Indikator
Keberhasilan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di Kelurahan
Wonokromo Surabaya, Indonesian Journal of Community Health Nursing,
Vol. 1, No. 1, 2012-10.
Widodo, NP. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat
Tahun 2012. Tesis. Universitas Indonesia, Jakarta.
Zulkoni, A. 2010. Parasitologi. Nuda Medika, Yogyakarta.
16