Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

MENGENAL PENYAKIT ANTRAKS DI INDONESIA

DISUSUN OLEH

NAMA : ELENNA MAGDALENA REKE


NIM : 1907010214

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Penulisan Ilmiah
yang berjudul “Mengenal Penyakit Antraks di Indonesia”. Penulis ingin berterima
kasih kepada Ibu Ruth Riwu, S, KM., M.PH selaku dosen pengampu mata kuliah ini
karena atas bimbingannya selama proses pembuatan makalah ini.

Dalam proses pembuatan makalah ini, penulis tentunya mengalami beberapa


kesulitan. Di antaranya mencari sumber referensi dalam pembuatan makalah ini.
Tetapi penulis bersyukur dalam pembuatan makalah ini menemukan banyak hal baru
yang sebelumnya tidak diketahui. Penulis mendapat banyak manfaat dan pelajaran
baru yang didapatkan dalam proses pembuatan makalah ini.

Makalah ini dibuat dengan maksud, agar setiap masyarakat dapat mengenal
penyakit antraks dan dapat melakukan melakukan berbagai pencegahan. Selain itu,
penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri yaitu penulis dapat
menulis makalah yang baik dan benar sesuai dengan arahan dan bimbingan dari Ibu
Ruth Riwu, S, KM., M.PH.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulis yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
karya ilmiah ini.

  Kupang, February 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................4
BAB III METODE PENULISAN..............................................................................6
3.1 Pengumpulan Data dan Informasi..............................................................6
3.2 Pengolahan Data dan Informasi..................................................................6
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................................7
4.1 Pengertian Antraks.......................................................................................7
4.2 Sejarah Penyakit Antraks............................................................................7
4.3 Etiologi...........................................................................................................9
4.4 Patogenesis...................................................................................................11
4.5 Gejala Penyakit Antraks pada Hewan dan Manusia..............................12
4.5.1. Gejala penyakit antraks pada hewan................................................12
4.5.2. Gejala penyakit antraks pada manusia.............................................13
4.6 Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Antraks...................................14
4.6.1. Pengendalian dan Pencegahan pada Hewan.....................................14
4.6.2. Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Antraks............................15
BAB V PENUTUP.....................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................18

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Penyakit antraks biasa disebut juga radang limpa adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis dan merupakan salah satu penyakit
zoonosis. Istilah zoonosis menggambarkan suatu kejadian penyakit infeksi pada
manusia yang ditularkan dari hewan vertebrata. Penyakit antraks dapat terjadi di
seluruh dunia dan pertama kali menyerang Indonesia pada ternak kerbau di daerah
Teluk Betung, Lampung. Penyakit antraks kebanyakan menyerang mamalia dan
beberapa spesies burung, terutama herbivora. Sapi, kerbau, kambing, domba dan babi
merupakan hewan ternak yang sering terkontaminasi.

Wabah paling sering terjadi di daerah yang memiliki karakteristik alkali, tanah
berkapur, lingkungan yang hangat dan memiliki episode periodik banjir. Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki angka kejadian antraks cukup tinggi.
Terdapat 11 provinsi yang dinyatakan sebagai daerah endemis antraks meliputi DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sumatera Barat, Jambi dan
DI Yogyakarta. Penyakit timbul secara enzootis pada saat tertentu yang disebut
Daerah Antraks.

Penyakit Antraks telah menyerang Indonesia sejak tahun 1884 di teluk


Betung, Lampung. Pada tahun 1885, terjadi kasus antraks di daerah Buleleng, Bali.
Lalu pada tahun 1886, penyakit antraks berjangkit di daerah Banten, Padang,
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan pulau Rote dengan wabah berkali-kali di
Karawang (Jawa Barat), Madura (Jawa Timur), Tapanuli (Sumatera Utara),
Palembang dan Bengkulu. Tahun 1886, di laporkan kejadian penyakit tersebut
mencapai 12 dari 34 provinsi. Diduga penyakit antraks di Indonesia berasal dari sapi

1
2

Perah asal Eropa dan sapi Ongole asal Asia Selatan yang didatangkan pada
pertengahan abad ke-19. Pada tahun 1957, beberapa daerah yang pernah tertular
penyakit antraks, tetapi dilaporkan tidak pernah terjadi kasus lagi di Sumatera Utara,
Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan dan Sulawesi Utara.

Tingkat kematian karena antraks sangat tinggi dan mengakibatkan kerugian


ekonomi dan mengancam keselamatan manusia (WHO,1998). Kewaspadaan terhadap
penyakit antraks hendaknya lebih ditingkatkan pada daerah bebas antraks yang
memiliki perbatasan darat dengan daerah tertular, baik perbatasan kabupaten/kota
maupun provinsi. Jika telah mengetahui sumber infeksi, segera melakukan
pemusnahkan sumber infeksi tersebut dan memutuskan seluruh rantai penularan
diikuti dengan pencegahan penyakit dan pengobatan hewan yang berisiko tinggi. Juga
melakukan pengawasan lalu lintas ternak, pemberantasan dan pengendalian penyakit
serta memberantas vektor lalat penghisap darah secara ketat sangat besar.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian antraks?


2. Bagaimana munculnya penyakit antraks di Indonesia?
3. Apa penyebab dari penyakit antraks?
4. Apa saja jenis, tanda, dan gejala antraks pada manusia dan hewan?
5. Bagaimana cara penularan antraks?
6. Bagaimana penanggulangan dan pengobatan penyakit antraks?

1.3 Manfaat Penulisan

1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi antraks.


2. Mahasiswa dapat mengetahui sejarah penyakit antraks di Indonesia.
3. Mahasiswa dapat mengetahui penyebab penyakit antraks.
3

4. Mahasiswa dapat mengetahui gejala penyakit antraks pada hewan dan


manusia.
5. Mahasiswa dapat mengetahui cara penularan antraks terhadap manusia.
6. Mahasiswa dapat mengetahui penanggulangan dan pengobatan antraks.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit antraks merupakan penyakit infeksi disebabkan oleh bakteri Bacillus
anthracis dan termasuk salah satu penyakit zoonosis. Zoonosis yang artinya penyakit
yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Penyakit Antraks merupakan wabah
penyakit menular, sesuai dengan undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah
penyakit menular dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1501 tahun 2010.

Bacillus anthracis adalah bakteri penyebab penyakit antraks yang hidup di


tanah. Spora Bacillus anthracis ini tumbuh secara berkoloni pada tubuh bintang atau
manusia. Di dalam tanah, spora Bacillus anthracis yang dapat bertahan sampai 40
tahun lamanya dan pada suhu di atas 43°C. Spora juga bisa bertahan selama dua
tahun dalam air, 10 tahun dalam susu dan sampai 71 tahun pada benang sutera.

Penyakit antraks cenderung berjangkit pada musim kemarau, dikarenakan


apabila lingkungan panas dan lembab maka spora Bacillus anthracis akan menjadi
bentuk biasa yang mampu berkembang biak dengan sangat cepat. Penyakit antraks
disebabkan oleh masuknya endospora Bacillus anthracis ke dalam tubuh melalui kulit
yang lecet atau luka, inhalasi atau makanan yang terkontaminasi.

Penyakit antraks adalah penyakit yang berhubungan dengan beberapa


pekerjaan, dimana pada umumnya terjadi pada pekerja peternakan, pertanian, dokter
hewan, pekerja pabrik produk hewan yang telah terkontaminasi bakteri Bacillus
anthracis, pekerja di tempat pemotongan hewan, pekerja pabrik makanan hewan dan
pupuk.

Antraks pada hewan, penularannya terjadi dengan menelan, menghirup spora


atau masuk melalui lesi kulit. Herbivora biasanya terinfeksi saat menelan cukup

4
5

banyak spora yang terdapat di tanah atau tanaman di padang rumput. Burung atau
hewan lain yang memakan bangkai dan lalat dapat menyebarkan penyakit antraks
secara mekanis. Begitupun pada hewan karnivora lainnya akan terinfeksi apabila
memakan daging yang sudah terkontaminasi.
BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Pengumpulan Data dan Informasi
Data dan informasi dari penulisan dikumpulkan dengan melakukan
penelusuran pustaka, pencarian sumber-sumber yang relevan dan pencarian
melalui internet. Data dan informasi yang digunakan diambil dari data jurnal
dan beberapa pustaka yang relevan.
Teknik pengambilan data yang dilakukan ialah sebelum melakukan
analisis data maka terlebih dahulu melakukan studi pustaka yang menjadi
bahan pertimbangan dan menambah wawasan untuk penulis. Untuk perolehan
pembahasan analisis dan sintesis data, diperlukan data referensi yang
digunakan sebagai acuan.

3.2 Pengolahan Data dan Informasi


Data dan informasi yang diperoleh pada tahap pengumpulan data,
kemudian diolah dengan menggunakan suatu metode analisis deskriptif
berdasarkan data sekunder.

6
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pengertian Antraks


Penyakit antraks adalah penyakit yang menyerang hewan domestik maupun
luar, terutama hewan herbivora seperti sapi, domba, kambing, dan beberapa spesies
unggas dan bahkan dapat menyerang manusia. Penyakit antraks disebakan oleh
bakteri Bacillus anthracis yang terdapat pada binatang dan dapat menularkan kepada
manusia. Manusia yang terjangkit antraks biasanya diakibatkan kontak langsung atau
tidak langsung dengan hewan atau bahan makanan yang berasal dari hewan.
Infeksi alami antraks pada manusia secara epidemiologis tergolong atas dua jenis
yaitu:
1. Antraks yang umumnya terdapat di pedesaan. Dalam keadaan ini antraks
terjadi akibat kontak erat manusia dengan hewan;
2. Antraks di daerah industri, pekerja yang menangani wol, tulang, kulit dan
produk binatang lainnya. Diakibatkan kontak erat dengan hewan terinfeksi
umumnya berbentuk antraks kulit, namun memiliki risiko lebih besar
mendapat antraks pulmonal dibanding pedesaan.

Secara klinis, antraks dibagi menjadi empat yaitu antraks kulit, antraks saluran
pernapasan, antraks paru dan antraks otak. Penyakit antraks dapat secara perakut,
akut atau subakut. Yang bersifat perakut akan mengalami mati secara mendadak

4.2 Sejarah Penyakit Antraks


Pertama kali antraks di temukan di Lampung pada tahun 1884. Pada tahun
1885, antraks di laporkan menyerang daerah Buleleng (Bali), Palembang dan
Lampung. Lalu pada tahun 1886 antraks terjadi di daerah Banten, Padang,
Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Lalu penyakit antraks menyerang sapi,
kerbau, kambing, domba, dan babi terjadi pada tahun 1906-1957 di daerah Indonesia

7
seperti Jambi, Palembang, Padang, Bengkulu, Bukittinggi, Sibolga, Medan, Jakarta,
Purwakarta, Bogor, Priangan, Banten, Cirebon, Tegal, Pekalongan,

8
9

Surakarta, Banyumas, Madiun, Bojonegoro, Sumbawa, Sumba, Lombok, Flores, Bali,


Sulawesi Selatan, Manado, Donggala, dan Palu.

Tahun 1975, wabah antraks berjangkit di daerh Jambi, Jawa Barat, Nusa
Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Jumlah kemunculan penyakit
tiap 100.000 populasi hewan menunjukkan angka tertinggi ada di Jambi dan terendah
di Jawa Barat

Pada tahun 1980, Nusa Tenggara Timur jadi wabah antraks yakni di Sumba
Timur, yang mengorbankan banyak sapi, kuda, kerbau, babi, anjing dan manusia.
Yang paling banyak terserang adalah kuda, sedangkan manusia yang terserang tidak
ada yang meninggal dunia, tetapi 14 orang menderita karbunkel kulit atau bisul yang
berujung pada pengelupasan kulit.

Tahun 1990, terjadi serangan penyakit antraks terhadap peternakan sapi perah
di Kabupaten Semarang dan Boyolali yang menyebabkan kematian ratusan ekor sapi.
Setelah itu pada bulan April 1997 Indonesia sempat digegerkan adanya kasus antraks
pada sapi yang terjadi di Victoria dan Australia.

Memasuki tahun 2000, Indonesia dikejutkan dengan munculnya antraks di


peternakan burung unta di Purwakarta, Jawa Barat. Kemudian menyerang warga
lokal. Kasus antraks di Purwakarta tercatat mulai tahun 1962 di desa Cibungur, tahun
1963 di desa Cirende yang berulang pada tahun 1999-2000 di desa Cipayung Asri.

Dalam rentang waktu 1,5 dekade setelahnya atau antara tahun 2001-2018,
kasus penyebaran antraks di Indonesia merentang dari Bogor hingga Yogyakarta.
Namun, pernah terjadi kejadian luar biasa di Indonesia yaitu pada tahun 2001 di
Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan 22 penderita dengan 2 kematian.

Menurut kementrian pertanian saat ini ada 11 provinsi di Indonesia Yang telah
tertular antraks dan merupakan daerah endemis. Antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat,
10

Jawa Tengah, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,
Sumatera Barat, Jambi, dan DI Yogyakarta.

140

120

100

80
Penderita
60 Meninggal

40

20

0
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Gambar 1. Kejadian antraks pada manusia

4.3 Etiologi
Penyakit antraks disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Bentuk bakteri
Bacillus anthracis ialah menyerupai batang, aerobic, gram positif, tidak berflagel,
berukuran sekitar1-1,5 x 3-5 mikrometer. Sporanya tahan terhadap panas (suhu
tinggi), mampu mendegradasi xilan dan karbohidrat (cowandan stell’s 1973). Bakteri
Bacillus anthracis mempunyai sifat mampu tumbuh pada suhu lebih dari 50°C dan
suhu kurang dari 5 °C, mampu bertahan terhadap pasteurisasi, dan mampu tumbuh
pada konsentrasi garam tinggi dibanding mikroba lainnya. Bakteri cepat tumbuh
dengan perantaran media. Bakteri ini juga tumbuh baik dalam darah tanpa antibiotika.
Bakteri tumbuh pada pH 7,0 – 7,4 dengan lingkungan aerob. Pada keadaan normal,
bakteri menghasilkan spora yang tidak aktif dan hidup di tanah. Saat spora masuk ke
dalam tubuh hewan atau manusia, spora menjadi aktif. Bakteri antraks menurut
11

Jawets (2010), tidak menyebabkan hemolisis darah domba dan reaksi kat alasanya
positif. Bakteri ini mampu untuk meragi glukosa serta menghidrolisis gelatin tetapi
tidak meragi mannitol. Karena menghasilkan lesitinase, maka kuman yang
ditumbuhkan pada media EYA (Egg-Yolk Agar) akan membentuk zona opaq.
Terdapat tiga jenis antigen pada Bakteri antraks, yaitu:

1. Antigen polipeptida kapsul merupakan molekul besar dan tersusun atas asam
D-glutamat. Sampai sekarang masih diketahui bahwa hanya ada satu tipe
antigen kapsul. Kapsul ini berperan menjadi penghambat fagosistosis
kumandan opsonisasinya;
2. Antigen Somatik merupakan komponen dinding sel. Antigen somatik ini
adalah polisakarida yang mengandung D-galaktosa dan N-asetil galaktosamin.
Antigen somatik ini akan bereaksi silang antara darah golongan A dan
pneumokokus tipe 14. Antigen somatik tidak bersifat melindungi;
3. Antigen Toksin Menurut Jawetz (2010), Virulensi bakteri antraks ditentukan
oleh dua faktor, yaitu kapsul kuman dan toksin. Toksin bakteri yang
ditemukan pada tahun 1950-an oleh Smith dan Keppie, terdiri dari tiga
komponen yaitu:
a) Faktor I yaitu faktor edema atau EF;
b) Faktor II yaitu faktor antigen protektif atau PA;
c) Faktor III yaitu aktor letal atau LF.

Toksin bakteri antraks di tubuh pejamu akan mengakibatkan kematian fagosit,


edema, kematian jaringan, dan perdarahan. Ketiga faktor ini bila berdiri sendiri-
sendiri nir toksis. PA akan menciptakan kompleks menggunakan EF sebagai toksin
edema. PA jua menciptakan kompleks menggunakan LF sebagai toksin edema. PA
jua menciptakan kompleks menggunakan LF sebagai toksin letal. Peran PA
sepertinya memfasilitasi masuknya EF dan LF ke pada sel menggunakan jalan
berikatan menggunakan reseptor seluler. IkatanPA menggunakan reseptor selulernya
menciptakan saluran yangmemungkinkan EF dan LF masuk ke pada sel. EF adalah
12

enzim adenylsiklase inaktif. Aktivasi EF terjadi sang kalmodulin seluler & sehabis
diaktivasi, EF akan meningkatkan kecepatan perubahan ATP sebagai cAMP.
Kemampuan EF membarui ATP sebagai cAMP jauh lebih bertenaga dibanding
menggunakan toksin kuman kolera. LF adalah metalloprotease dan sebagai faktor
virulensi primer kuman. Penyuntikan toksin letal dalam mencit akan mengakibatkan
kematian pada 38 menit. Dengan prosedur tersebut, menyebutkan bila antibodi
terhadap PA bersifat protektif. Ikatan antibodi menggunakan PA mengakibatkan EF
dan LF nir bisa masuk ke pada sel.

4.4 Patogenesis
Setelah endospora masuk ke tubuh insan, maka infeksi tersebut akan dimulai.
Endospore dapat masuk melalui abrasi kulit, tertelan atau terhirup udara pernapasan.
Sebagian kecil spora berubah menjadi vegetative di jaringan subkutan dan mukosa
usus. Selanjutnya bentuk vegetatif akan membelah, mengeluarkan toksin yang
menyebabkan terjadinya edema dan nekrosis setempat.

Endospora pada fagositosis makrofag akan berubah bentuk menjadi vegetatif


dan dibawa ke kelenjar getah bening regional tempat kuman akan membelah,
memproduksi toksin dan menimbulkan limfadenitis hemoragik.

Bakteri kemudian akan menyebar secara hematogen dan limfogen sehingga


menyebabkan septikemia dan toksemia. Bakteri akan mencapai 10-100 juta per
millimeter dalam darah. Sebagian kecil bisa mencapai selaput otak dan menyebabkan
meningitis. Antraks pulmonal akan menjadi edema paru akibat terhalangnya aliran
limfe pulmonal karena terjadinya limfadenitis hemoragik peribronchial. Biasanya
kematian diakibatkan septicemia, toksemia, dan komplikasi paru dan umumnya
terjadi dalam kurun waktu satu sampai sepuluh hari setelah terpapar bakteri. Toksin
telah mengakibatkan peradangan hebat. Toksin letal menyebabkan pelepasan oksigen
antara reaktif dan pelepasan tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin-1
(Jawetz,2010).
13

4.5 Gejala Penyakit Antraks pada Hewan dan Manusia


4.5.1. Gejala penyaki

Penularan kepada binatang atau hewan bisa melalui pakan atau


minum yang telah terkontaminasi bakteri. Bakteri akan masuk ke pada
tubuh melalui mulut dan akan mengalami germinasi, multiplikasi pada
sistem limfe dan limpa, membentuk toksin yang mengakibatkan
kematian. Antraks pada hewan ditemukan dengan bentuk perakut,
akut, subakut sampai kronis.
1. Bentuk per akut (sangat mendadak)
Gejalanya sangat mendadak. Hewan mendadak mati lantaran
karena pendarahan otak. Bentuk per akut ini sering terjadi pada
domba dan kambing dengan perubahan apopleksi serebral,
hewan akan berputar-putar, gigi gemeretak dan mati hanya
dalam beberapa menit setelah darah keluar dari lubang kumlah.
2. Bentuk akut
Gejalanya diawali demam (di kuda mencapai suhu 41,5°C dan
sapi mencapai suhu 42°C), gelisah, depresi, sesak nafas, detak
jantung cepat namun lemah, lalu hewan mengalami kejang
kemudian akan mati. Gejala pada sapi biasanya akan terjadi
pembengkakan sangat cepat pada leher, dada, sisi perut,
pinggang dan kelamin luar. Kematian terjadi antara 1-3 hari
setelah tanda-tanda klinis.
3. Bentuk kronis
Biasanya akan menyerang ternak babi dan jarang menyerang
pada sapi, kuda dan anjing. Jika terjadi pada babi bisa mati
lantaran karena antraks akut tanpa gejala tanda atau mati
tercekik karena pembengkakan tenggorokan atau berangsur
14

dapat sembuh pada antraks kronis yang ringan. Penyakit akan


berakhir sesudah 1-36 jam atau kadang mencapai 2-5 hari.
4.5.2. Gejala penyaki

Terdapat beberapa tipe antraks pada manusia yaitu tipe kulit,


tipe pencernaan, tipe pulmonal dan tipe meningitis. Pada antraks kulit,
bakteri Bacillus anthracis masuk melalui kulit yang kemungkinan ada
luka atau melalui gigitan serangga yang masa inkubasinya 2-7 hari.
Gejalanya antarks tipe ini merupakan demam tinggi, sakit kepala,
ulcus dengan jaringan nekrotik warna hitam ditengah dan dikelilingi
oleh vesikel-vesikel dan oedema. Apabila tidak diobati tingkat
kematian dapat mencapai 10-20% dan jika di obati kurang dari 1%.
Pada tipe pencernaan, Bacillus anthracis masuk melalui
makanan terkontaminasi, dan masa inkubasinya 2-5 hari.
Mortalitasnya 25-60% dan dibedakan antraks intestinal dan
oropharingeal. Gejala penyakit antraks intestinal adalah, sakit perut,
demam, diare berdarah, dan asites. Sedangkan gejala pada antraks
oropharyngeal adalah demam tinggi, sakit tenggorokan, pembesaran
limfoglandula regional dan toksemia. Tipe antraks pernapasan terjadi
karena terhirupnya spora Bacillus anthracis dengan masa inkubasi 2-6
hari. Jalannya penyakit perakut sulit bernapas, cyanosis, koma dan
mati. Kematian bias mencapai 86% dalam waktu 24 jam.
Dalam jerawat atau papula kecil dan akan berkembang dalam 2
-3 hari. 24 jam berikutnya papul berubah menjadi vesikel yang berisi
cairan berwarna biru gelap dan membentuk cincin vesikula, diikuti
oleh ulserasi papula sentral, yang mengering dan membekas berupa
eschar kehitaman pada bagian pusat lesi (patognomonik) disekitar
ulkus, sering didapatkan eritema dan edema. Jika lesi terinfeksi bakteri
staphylococcus aureus akan terbentuk pus pada daerah radang.
15

4.6 Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Antraks


4.6.1. Pengendalian d
Pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan merupakan
upaya pencegahan timbulnya/terjangkitnya/meningkatnya penyakit
hewan. Terdapat berbagai upaya dalam pencegahan penyakit antraks
yaitu:
1. Untuk daerah bebas antraks dilakukan pencegahan dengan
peraturan pengawasan ketat untuk hewan yang masuk ke
daerah tersebut;
2. Pada daerah endemik/zoonotik akan dilakukan pencegahan
berupa vaksinasi sesuai anjuran dan diikuti monitoring ketat;
3. Untuk hewan yang sudah terjangkit maka akan dilakukan
penyuntikan antibiotik atau kematerapeutik, penyuntikan
serum, penyuntikan serum akan dikombinasi dengan antibiotik
atau kematerapeutik dan dua minggu setelahnya dilakukan
vaksinasi.
Tindakan pemberantasan dan pengendalian penyakit akan
dilakukan seperti berikut:
1. Penanganan dilakukan terhadap hewan
Penyakit antraks dapat dicegah dengan cara vaksinasi rutin
yang sesuai anjuran. Hewan yang sedang menderita sakit dapat
diobati dengan penyuntikan antibiotik Penicilline yang
dikombinasi dengan roboransia. Pemberian antibiotik dengan
cara intra muskuler (IM) untuk ternak dewasa sebanyak 20.000
IU/Kg dan anak setengahnya, dilakukan selama 4-5 hari
berturut-turut.
2. Penanganan terhadap bakteri
16

Bacillus anthracis mudah dibunuh dengan pemanasan pada


suhu pasteurisasi, macam-macam desinfektan (formalin 10%,
karbol 5%, iodine dan lain-lain) serta oleh pembusukan.
Namun setelah kuman menjadi bentuk spora akan lebih tahan
yaitu baru musnah dengan pemberian uap basah bersuhu 120°C
dalam beberapa detik, air mendidih bersuhu 100°C selama 10
menit, uap basah bersuhu 90 °C selama 45 menit atau panas
kering pada suhu 120°C selama 1 jam.
3. Penanganan terhadap hasil produksi hewan.
Hasil produksi hewan berupa susu, daging atau seperti kulit,
tulang, dan bulu yang berasal dari hewan mati karena antraks
sama sekali tidak boleh dikonsumsi atau dimanfaatkan, dan
harus dimusnahkan dengan jalan dibakar atau dikubur.

4.6.2. Pengendalian d
Yang bisa dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit
antraks pada manusia:
1. Memasak daging hingga matang sebelum di makan
2. Melakukan vaksin antraks
3. Hindari melakukan interaksi langsung terhadap hewan tanpa
perlindungan dan perlengkapan khusus seperti sarung tangan,
masker, sepatu bot, kacamata pelindung dan apron.
4. Hindari melakukan kegiatan pada daerah terjangkit penyakit
antraks
5. Selalu mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelah
kontak langsung dengan hewan.
6. Hindari menyembelih hewan yang mati secara tiba-tiba atau
karena sakit untuk di konsumsi.
17

Jika seseorang sudah menderita penyakit antraks maka harus


segera pergi ke dokter untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan.
Apabila mengalami keterlambatan pengobatan maka akan berakibat
fatal dan berakibat kematian.
Untuk pemeriksaan penyakit antraks kulit, bahan diambil dari
lesi baru dengan mengusap kapas. Apabila lesi menjadi eschar, maka
tepi lesi akan di angkat dan bahan di ambil dari bawah lesi. Untuk
mempermudah terjadinya antraks sistemik maka eksisi eschar tidak
diperbolehkan.
Untuk antraks intestinal bahan yang diambil berupa feses. Dan
jika diperlukan bahan dapat berupa darah. Pengambilan darah
dilakukan sebelum pemberian antibiotik. Darah juga memerlukan
serum berpasangan yang diambil dengan interval waktu paling sedikit
10 hari. Antraks pulmonal, bahan pemeriksaannya berupa stupa.
Bahan pemeriksaan akan dikirim ke laboratorium untuk
pemeriksaan langsung, pembiakan atau serologi. Pemeriksaan
langsung dilakukan dengan cara bahan dibuat sediaan dan diwarnai
dengan pewarnaan Gram, imunofluoresensi atau McFadyen.
Pemeriksaan serologi dikerjakan dengan cara imunodifusi, fiksasi
komplemen dan hemaglutinasi.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Antraks adalah penyakit akut dan sangat mematikan yang ditimbulkan oleh
bakteri Bacillus anthracis. Sel bakteri tersebut seperti spora untuk bertahan
berdasarkan ganasnya kondisi. Bakteri tumbuh subur secara berkoloni dalam tubuh
hewan atau manusia.

Penyakit antraks ini bersumber dari hewan karnivora. Manusia terinfeksi


penyakit antraks melalui kontak dengan tanah, hewan, produk hewan yang tercemar
bakteri Bacillus anthracis. Penularan bisa terjadi apabila menghirup bakteri dari
produk hewan yang sakit. Pada umumnya manusia dapat tertular penyakit antraks
karena mengonsumsi daging yang telah terkontaminasi bakteri Bacillus anthracis.
Walaupun mengonumsinya dalam jumlah sedikit.

Penularan yang terjadi pada manusia dapat melalui luka. Para peternak yang
mempunyai luka di bagian tubuhnya saat masuk kandang ternak atau merawat ternak
yang diduga terserang penyakit antraks punya kemungkinan besar tertular penyakit
antraks ini. Namun penularan penyakit antraks pada manusia ke manusia jarang
terjadi meski ada kontak langsung dengan penderita.

5.2 SARAN
Para pekerja yang berhubungan langsung ternak harus berhati-hati, dengan
selalu memakai perlengkapan perlindungan diri dan menjaga kebersihan perorangan
agar tidak terinfeksi bakteri Bacillus anthracis. Pada pembaca diharapkan dapat lebih
meningkatkan pencegahan secara dini. Jika terjadi infeksi maka segera diperiksakan
pada dokter agar tidak terjadi penularan pada yang lain.

18
DAFTAR PUSTAKA

Clarasinta, C., & Soleha, T. U. (2017). Penyakit Antraks : Ancaman untuk Petani dan
Peternak. Majority, 7(November), 158–164.

Tanzil, K. (2013). Aspek bakteriologi penyakit antraks. Jurnal Ilmiah WIDYA


Kesehatan Dan Lingkungan, 1.

Anonim. (2016). Pedoman Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan


Menular (PHM) Seri Penyakit Antraks. 1–46.

Martindah, E. (2018). Risk Factors, Attitude and Knowledge of Farmers in


Controlling Anthrax. Indonesian Bulletin of Animal and Veterinary Sciences,
27(3), 135. https://doi.org/10.14334/wartazoa.v27i3.1689

Davis, C. K., Oakley, D., & Sochalski, J. A. (1982). Leadership for expanding
nursing influence on health policy. Journal of Nursing Administration, 12(1),
15–21. https://doi.org/10.1097/00005110-198201000-00005

Ira Abawi. (2019). HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH Analisis Spasial


Faktor Lingkungan Fisik Daerah Endemik Antraks. 3(2), 190–201.

Kementerian Kesehatan RI. (2017). Waspada Penyakit Antraks.

Setya, R., & Natalia, L. (2000). Dan Investigasi. (30), 198–205.

April, I., Wales, N. S., Nsw, D., Anthrax, M., & Anthrax, K. (2002). Anthrax. (April), 1–2

19

Anda mungkin juga menyukai