MAKALAH
PENYAKIT DALAM DAN PATOLOGI KLINIK
Disusun oleh:
Karen Lee Mei Fong, S.K.H B9404211801
Diana Fatwa Dinillah, S.K.H B9404211003
Eka Wahyuni, S.K.H B9404211004
Tigrisia Faathira Ahmad Bahari, S.K.H B9404211005
Brilla Widya Witri, S.K.H B9404211017
Dhelia Anggraeni, S.K.H B9404211034
Aldila Esfandiari, S.K.H B9404211058
Selly Glorya, S.K.H B9404211070
Salma Adriyani, S.K.H B9404211076
Nicolas Edward Christanto Kartjito, S.K.H B9404211083
I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
II TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1 Etiologi 2
2.2 Transmisi 3
2.3 Patogenesis 3
2.4 Gejala Klinis 3
2.5 Diagnosis Pembanding 4
2.6 Diagnosis Penunjang 4
2.7 Prognosis 6
2.8 Pengobatan dan Pencegahan 6
III PEMBAHASAN 7
IV SIMPULAN 15
DAFTAR PUSTAKA 16
1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri dari spesies
Leptospira interrogans serovar patogen. Penyakit Leptospirosis dikategorikan
sebagai penyakit zoonotik sehingga dapat menular dari hewan bertulang belakang
(vetebrata) ke manusia dan sebaliknya. Inang Leptospira umumnya adalah hewan liar,
hewan peliharaan, maupun hewan ternak (Songer dan Post 2004). Reservoir utama
Leptospira adalah tikus. Leptospira tidak menyebabkan gejala klinis maupun
kematian pada tikus, sehingga bakteri ini dapat memperbanyak diri pada ginjal tikus
dalam waktu yang lama. Leptospira dapat dikeluarkan melalui urin tikus dan
mencemari lingkungan. Infeksi leptospirosis pada hewan dan manusia disebabkan
oleh adanya kontak dengan lingkungan yang telah tercemar bakteri Leptospira
(Sholichah et al. 2021). Penyakit ini banyak tersebar di seluruh dunia, terutama di
negara tropis maupun subtropis dengan kondisi lingkungan yang buruk. Jumlah kasus
leptospirosis mengalami peningkatan pada saat curah hujan tinggi ataupun banjir,
sehingga sering disebut juga sebagai flood fever (Kusmiyati et al. 2005). Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki prevalensi kejadian leptospirosis yang
tinggi. Jumlah kasus leptospirosis di Indonesia meningkat sejak tahun 2004 hingga
2013, sedangkan tercatat pada tahun 2014 hingga 2016 terdapat tujuh provinsi yang
melaporkan kejadian leptospirosis, enam diantaranya terletak di pulau Jawa dan satu
di Kalimantan Selatan (Kemenkes 2017).
Kucing merupakan salah satu hewan yang dapat terinfeksi leptospirosis.
Kucing liar atau yang dilepaskan diluar rumah umumnya memiliki peluang besar
terinfeksi leptospirosis. Hal ini dikarenakan kucing seringkali memiliki kebiasaan
berburu dan merupakan predator bagi hewan reservoir, yaitu tikus. Di daerah
perdesaan, kucing juga dapat terinfeksi leptospirosis melalui kontak dengan urin babi
maupun sapi yang terinfeksi (Talebkhan et al. 2015). Menurut Mulyani et al. (2018),
kejadian leptospirosis pada kucing secara klinis rendah. Dokter hewan praktisi
seringkali tidak mempertimbangkan leptospirosis sebagai diferensial diagnosis
penyakit pada kucing karena kucing domestik diduga tahan terhadap leptospirosis.
Namun keberadaan antibodi terhadap Leptospira pada kucing membuktikan bahwa
kucing dapat menjadi inang dan terinfeksi leptospirosis. Kucing juga dapat berperan
sebagai inang perantara Leptospira. Menurut penelitian (Rojas et al. 2010), kucing
mampu menularkan leptospira ke lingkungan melalui urin tanpa menunjukkan adanya
gejala klinis. Gejala klinis leptospirosis pada kucing umumnya ringan atau tidak
terlihat dengan jelas dan spesifik, sehingga sulit untuk mendiagnosis penyakit
tersebut (Azócar-Aedo et al. 2014). Oleh karena itu, penting untuk mengetahui dan
mempelajari lebih dalam tentang penyakit leptospirosis pada kucing, termasuk cara
mendiagnosa dan manajemen penanganan kasus leptospirosis pada kucing. Pada
makalah ini akan dibahas mengenai kejadian penyakit leptospirosis pada kucing yang
bersumber dari jurnal Murillo et al. (2020).
1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mempelajari kejadian penyakit leptospirosis pada
kucing berdasarkan studi kasus dari sebuah jurnal
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etiologi
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri dari
famili Leptospiraceae genus Leptospira spesies Leptospira interrogans. Spesies L.
interrogans terdiri dari 23 serogroup dan 240 serotipe (serovar) (Bharti et al. 2003).
Bakteri ini berbentuk spiral, tipis, halus dan fleksibel dengan ukuran panjang 5-15
µm, lebar 0,1-0,2 µm. Salah satu ujung leptospira berbentuk bengkok seperti kait.
Leptospira tidak berflagel, namun dapat melakukan gerakan rotasi aktif. Bakteri ini
tidak mudah diwarnai, namun dapat diwarnai dengan impregnasi perak. Leptospira
tumbuh baik pada kondisi aerobik di suhu 28-30°C (Jawetz 2010). Pada media yang
mengandung serum kelinci (Fletcher’s medium), juga pada media yang mengandung
serum sapi (EllinghausenMc Cullough-Johnson-Harris/ EMJH medium),
pertumbuhannya terlihat dalam beberapa hari sampai 4 minggu (Ellinghausen 1995).
Genus Leptospira sendiri terdiri dari dua spesies yaitu L.interrogans (yang patogen)
dan L.biflexa (yang bersifat saprofit/ nonpatogen). Spesies L.interrogans dibagi
dalam beberapa serogrup yang terbagi lagi menjadi lebih 250 serovar berdasarkan
komposisi antigennya.
Rodensia, terutama tikus merupakan hospes utama dari penyakit leptospirosis.
Selain tikus, mamalia lain juga dapat bertindak sebagai hospes leptospira.
Leptospirososis pada anjing tersebar luas di seluruh dunia dan anjing bertindak
sebagai incidental host untuk berbagai serovar dan maintenance hosts untuk serovar
Canicola dan Bataviae (Sykes et al. 2011). Serovar Leptospira yang paling sering
menimbulkan penyakit parah dan fatal pada manusia adalah serovar
Ichterohaemorrhagiae. Hewan peliharaan seperti anjing, kucing, sapi, domba,
kambing, babi, maupun binatang liar seperti tikus, musang, dan tupai berperan
sebagai reservoir (Sykes et al. 2011). Infeksi Leptospira pada anjing oleh serovar
Ichterohaemorrhagie dan Canicola menyebabkan hepatitis akut atau subakut dan
gangguan ginjal (Goldstein 2010).
Leptospira masuk menginfeksi lewat kulit yang luka atau membran mukosa.
Leptospira yang masuk tubuh akan memperbanyak diri dan menyebar melalui aliran
darah selanjutnya akan merusak dinding pembuluh darah kecil sehingga
menimbulkan ekstravasasi sel dan perdarahan. Kuman Leptospira hidup di ginjal dan
air kemih hewan reservoir. Manusia dapat terinfeksi bakteri Leptospira karena kontak
dengan air atau tanah yang terkontaminasi oleh urin atau cairan tubuh lainnya dari
hewan yang terinfeksi Leptospira (Bharadwaj 2002).
2.2 Transmisi
Penularan terjadi melalui kontak langsung atau tidak langsung. Penularan
secara langsung terjadi apabila kontak langsung terhadap cairan urin penderita
melalui luka di kulit, lukagigitan, mukosa mulut, mata dan mukosa lainnya. Selain itu
juga dapat ditransmisikan melalui kontak seksual, transplasental, ataupun dari air susu
induk yang terinfeksi. Penularan tidak langsung dapat melalui kulit pada area yang
terkontaminasi dengan urin penderita sehingga menginisiasi infeksi (Obrenovic et al.
2014).
2.3 Patogenesis
Leptospira masuk lewat kulit yang luka atau membrana mukosa. Leptospira
yang masuk tubuh akan bermultiplikasi dan menyebar melalui aliran darah, merusak
dinding pembuluh darah kecil sehingga menimbulkan ekstravasasi sel dan
perdarahan. Leptospira menyebar dengan cepat setelah masuk ke dalam tubuh
sehingga dapat ditemukan dalam aliran darah beberapa menit setelah invasi subkutan,
intraperitoneal atau intramuskuler. Setelah periode leptospiraemia yang dapat
berlangsung hingga sekitar 10 hari setelah timbulnya tanda-tanda klinis, leptospira
dapat ditemukan di hati, ginjal, limpa, mata, sistem saraf pusat, dan saluran
urogenital.namun, organ yang sering terinfeksi adalah hati dan ginjal (Adler 2014).
2.7 Prognosis
Apabila leptospirosis tidak disertai dengan komplikasi pernafasan parah maka
prognosis baik yang segera ditangani dengan pemberian antibiotik dan pemberian
terapi cairan yang tepat (dubius sampai fausta). Tingkat kelangsungan hidup 80%
telah dilaporkan. Prognosis akan mengalami komplikasi pernafasan lebih buruk
(fausta sampai infausta) (Kohn 2010).
III PEMBAHASAN
Studi Kasus pada Jurnal
Leptospirosis In Cats: Current Literature Review to Guide Diagnosis
and Management
Etiologi
Leptospirosis disebabkan oleh bakteri spirochetal dari genus Leptospira.
Bakteri ini sangat motil, memanjang dan melingkar heliks berbeda secara morfologis
dengan spirochetal yang lain. Genus leptospirosis awalnya dibagi dua yaitu
Leptospira interrrogans mengandung serovar patogen dan Leptospira biflexa
mengandung serovar saprofit non-patogens. Saat ini 22 spesies leptospirosis
diidentifikasi, setidaknya 10 di antaranya bersifat patogen. Ada juga tujuh spesies
saprofit dan lima spesies patogenisitas tak tentu. Spesies Leptospira patogen dibagi
menjadi serovar, masing- masing dengan komposisi antigenik yang berbeda. Sampai
saat ini, lebih dari 260 serovar patogen yang disusun menjadi 26 serogrup telah
diidentifikasi.
Semua mamalia mungkin rentan terhadap infeksi Leptospira. Ada host primer
(definitif) atau pembawa untuk beberapa serovar (misalnya, anjing adalah host untuk
Canicola; sapi dan domba untuk Hardjo; babi untuk Pomona dan Bratislava; dan
tikus untuk Icterohaemorrhagiae dan Copen hageni). Ini berkontribusi lebih besar
pada penyebaran bakteri di lingkungan dibandingkan dengan inang insidental atau
buntu (yaitu yang menderita penyakit akut dan tidak mungkin berfungsi sebagai
sumber penularan; misalnya manusia). Host definitif biasanya terinfeksi pada usia
muda dan biasanya menunjukkan penyakit klinis minimal, sedangkan hewan yang
terinfeksi dengan serovar yang tidak beradaptasi dengan inang diharapkan
menunjukkan tanda klinis yang lebih parah.
Epidemiologi
Leptospirosis merupakan penyakit endemik di hampir semua wilayah di
dunia. Insidennya biasanya meningkat pada akhir bulan-bulan musim panas,
sedangkan di daerah tropis kebanyakan infeksi terjadi setelah periode hujan. Spesies
Leptospira patogen mengalami pertumbuhan optimal pada suhu 28-30oC. Meskipun
mereka tidak bereplikasi di luar inang, mereka dapat bertahan selama berbulan-
bulan di tanah lembab yang jenuh dengan urin, dan ini dapat menyebabkan
kontaminasi lingkungan yang signifikan. Pada manusia, ada tiga faktor utama
yang terkait dengan risiko
penularan penyakit: (1) paparan air: (2) paparan hewan pembawa; dan (3) transmisi
dari ternak atau hewan peliharaan.
Leptospirosis kucing pertama kali dijelaskan pada tahun 1972 dan studi
prevalensi menunjukkan serovar utama milik serogrup Australis, Autumnalis,
Caricola dan Sejroe. meskipun ada variasi geografis. Serovar yang paling sering
terlibat dalam leptospirosis kucing di Eropa, menurut pernyataan konsensus Eropa
tentang leptospirosis, dan berdasarkan prevalensi antibodi yang diukur dengan Uji
Aglutinasi Mikroskopis (MAT) milik serogrup Australis, Autumnalis, Ballum,
Canicola, Grippotyphosa, Ieterohaemorrhagiae, Pomona dan Sejroe. Serovar yang
paling sering dilaporkan pada kucing di AS adalah milik serogrup Australis,
Autumnalis, Grippotyphosa dan Pomona. Gambar 1 menunjukkan negara-negara di
mana prevalensi leptospirosis pada kucing telah dilaporkan, berdasarkan MAT dan /
atau urin dan darah PCR. Tabel 1 merangkum penelitian sebelumnya tentang
prevalensi leptospirosis kucing dengan diagnosis MAT. seropositif keseluruhan.
dilaporkan dalam penelitian ini berkisar antara 4% sampai 33,3%, tidak ada hubungan
yang jelas dengan penyakit klinis.
Infeksi leptospiral pada kucing telah dikaitkan dengan konsumsi mangsa yang
terinfeksi yang melibatkan serovar dari serogrup Autumnalis dan Ballum. Kucing
luar memiliki peningkatan risiko terinfeksi leptospira karena mereka berada dalam
kontak dekat dengan host reservoir. Di daerah pedesaan, kucing juga dapat terinfeksi
melalui urin dari babi dan sapi. Kehadiran kucing lain di rumah secara signifikan
meningkatkan risiko seropositif untuk leptospirosis.
Saat ini, tidak sepenuhnya dipahami serovar mana yang menyebabkan infeksi
insidental pada kucing. Berdasarkan laporan yang diterbitkan sebelumnya tentang
leptospirosis akut pada kucing, serovar milik serogroup Autumnalis, Australis,
Icterohaemorrhagiae, Grippotyphosa, Pomona dan Sejroe terlibat. Beberapa
penelitian telah mengkonfirmasi pengangkutan ginjal spesies leptospira oleh PCR,
dan kucing ini
memiliki antibodi terutama terhadap serovar milik Australis, Canicola,
Icterohaemorrhagiae dan serogrup Pomona. Kucing bisa menjadi inang reservoir
kronis bagi bakteri dan faktor risiko infeksi pada manusia.
Tabel 1 Data prevalensi pada kucing yang didiagnosis dengan agglutination test
Data yang ditunjukkan pada Tabel 2 merangkum sedikit penelitian yang telah
dilakukan pada kucing di berbagai negara untuk menentukan prevalensi pelepasan
DNA Leptospira dalam urin. Dalam studi ini, prevalensi berkisar antara 0% hingga
67,8%, tanpa hubungan yang jelas dengan penyakit klinis. Prevalensi mungkin
berbeda tergantung pada lokasi geografis dan primer yang dipilih PCR, di antara
faktor-faktor lainnya.
Tabel 2 Data prevalensi penularan melalui urin pada DNA Leptospira kucing
Patogenesis
Leptospira dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka dan lecet, selaput lendir,
seperti konjungtiva, atau melalui kulit yang lembap dan melemah. Bakteremia
berlangsung sekitar 7 hari, patogenesis penyakit pada kucing masih belum diketahui,
meskipun diasumsikan serupa dengan yang terjadi pada manusia dan anjing. Penyakit
klinis akut terjadi dengan fase bakteremia penyakit. Hal ini terlihat terutama pada
inang insidental muda dan biasanya berhubungan dengan bakteri penghasil hemolisin,
seperti serogrup Icterohaemorrhagiae atau Pomona, yang menyebabkan penyakit
hemolitik, hemoglobinuria, ikterus dan pada kasus yang parah mengakibatkan
kematian. Setelah leptospira mencapai tingkat kritis dalam darah, gejala klinis muncul
akibat kerja toksin leptospira atau komponen seluler toksik 12 Kerusakan organ
terjadi akibat leptospira bereplikasi dan menginduksi produksi sitokin dan invasi
langsung sel inflamasi.
Lesi primer berkembang di endothelium pembuluh darah kecil, menyebabkan
iskemia lokal, dan mengakibatkan nekrosis tubulus ginjal, di antara kerusakan organ
target lainnya. Kolonisasi ginjal terjadi pada sebagian besar hewan yang terinfeksi
karena bakteri bereplikasi dan bertahan di sel epitel tubulus ginjal. Proses multiplikasi
ini menyebabkan pelepasan sitokin dan perekrutan sel inflamasi, yang memicu
nefritis. Nefritis interstisial kronis, yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal kronis,
telah dijelaskan pada kucing yang terinfeksi leptospira." Setelah 10 hari infeksi,
leptospira memasuki lumen tubulus dan dieliminasi dalam urin selama beberapa hari
hingga bulan.
Durasi eliminasi melalui urin dan intensitasnya bervariasi dari satu spesies ke
spesies lainnya dan hewan ke hewan, dan tergantung pada menginfeksi serovar,
informasi yang tepat tentang aspek-aspek ini saat ini tidak tersedia pada kucing.
Seperti disebutkan sebelumnya, kucing dapat bertindak sebagai inang pembawa, tidak
mengembangkan penyakit klinis, tetapi melepaskan bakteri ke lingkungan dalam urin
mereka. Sebuah studi epidemiologi telah mengkonfirmasi adanya DNA leptospira
dalam urin kucing selama lebih dari 8 bulan setelah infeksi, dengan sedikit atau tanpa
hubungan dengan penyakit.
Tahap selanjutnya perkembangan status pembawa dan mekanisme spesifik
yang diperlukan leptospira untuk memasuki lumen tubulus ginjal proksimal,
menempel pada sel epitel ginjal, menghindari antibodi dalam filtrat dan memperoleh
nutrisi yang mereka butuhkan untuk bereplikasi tidak dipahami dengan baik.
Leptospiral Pulmonary Haemorrhage Syndrome (PHS) telah dikenali pada manusia
dan anjing. Sindrom ini mungkin ada pada 70% anjing yang terinfeksi leptospira.
Tanda-tanda klinis yang terkait dengan LPHS anjing terutama akut dan temuan sesuai
dengan alveolar dan perdarahan subpleural yang parah, yang menyebabkan dispnea.
Diagnosis
a. Tanda- tanda klinis
Tanda-tanda klinis pada kucing paling banyak ringan, meskipun terdapat
leptospira dalam darah dan urin. Tanda-tanda klinis yang dilaporkan pada kucing
yang terinfeksi (berdasarkan konfirmasi oleh MAT dan/atau PCR) termasuk poliuria,
polidipsia, hematuria, uveitis, laminitis, lesu, anoreksia, penurunan berat badan,
asites, muntah, diare, nyeri pada tangan, dan lesi inflamasi. pada kulit dan jari.
Temuan patologis yang dilaporkan pada hewan ini termasuk adanya cairan toraks dan
peritoneum yang berdarah atau berwarna jerami. Beberapa kucing dengan antibodi
terhadap Leptospira telah ditemukan memiliki tanda-tanda yang berhubungan dengan
penyakit ginjal dan/atau bukti histopatologi peradangan ginjal. Seperti pada anjing,
leptospirosis pada kucing dapat menyebabkan cedera ginjal akut yang berujung pada
penyakit ginjal kronis. Lesi di hati kucing yang terkena telah dilaporkan lebih jarang
daripada pada anjing
b. Data klinikopatologi
Complete Blood Count
Leukosit dapat berfluktuasi sesuai dengan stadium dan tingkat keparahan
infeksi. Leukopenia adalah kemungkinan selama leptospiremia, berkembang menjadi
leukositosis karena neutrofilia dengan derajat pergeseran ke kiri. Pada keadaan lanjut,
jumlah leukosit mungkin berada dalam kisaran 16,5–45 x 109/l (interval referensi
2,75- 11,75 x 109/l).
Biokimia Serum
Konsentrasi urea dan kreatinin meningkat pada 80-90% kasus leptospirosis
anjing. sebagian besar kucing yang terinfeksi mengalami azotaemia pada saat
diagnosis. Pada anjing yang terinfeksi, terjadi peningkatan bilirubin total yang
dikaitkan dikaitkan dengan disfungsi hati.Sebaliknya, pada leptospirosis kucing,
peningkatan ini tidak khas, dan hanya sedikit peningkatan yang dilaporkan. Toksin
leptospira menghambat aktivitas Na+K+-ATPase di sel epitel tubulus ginjal pada
kucing dan anjing, yang dapat menyebabkan kehilangan elektrolit yang signifikan di
ginjal, yang mengakibatkan hipokalemia berat. Pada kucing, peningkatan konsentrasi
fosfor serum telah dilaporkan, mungkin terkait dengan penurunan laju filtrasi
glomerulus.
Analisa urin
Temuan pada anjing termasuk isosthenuria atau kadang-kadang hipostenuria,
glikosuria, proteinuria, bilirubinuria, hematuria, piuria dan adanya gips dalam
sedimen urin segar. Pada kucing, hipostenuria, hematuria, dan proteinuria telah
dilaporkan.
c. Temuan ultrasonografi.
Beberapa laporan tentang leptospirosis kucing menggambarkan temuan
ultrasonografi ginjal yang mirip dengan leptospirosis anjing, termasuk penampilan
granular ginjal, pembesaran ginjal dengan korteks yang lebih tipis dari medulla dan
korteks ginjal yang sedikit hiperekogenik
d. Specific test
Diagnosis laboratorium leptospirosis dalam kedokteran hewan biasanya
didasarkan pada demonstrasi antibodi serum dengan MAT dan ELISA, dan/atau
isolasi
DNA Leptospira dari darah dan urin dengan PCR. Tes diagnostik khusus yang
tersedia untuk kucing adalah MAT dan PCR
Microscopic agglutination test
Penentuan titer antibodi dengan MAT adalah teknik yang direkomendasikan
untuk diagnosis leptospirosis, karena reaktivitas MAT terhadap serovar menunjukkan
keterpaparan pada serovar yang termasuk dalam serogrup yang sesuai (walaupun
tidak harus pada serovar spesifik yang diuji). Pemilihan serogrup dan serovar
dievaluasi tergantung pada lokasi geografis dari kemungkinan paparan pasien.
Antibodi (IgM dan IgG) terdeteksi sekitar 15 hari setelah infeksi oleh MAT.
ELISA
ELISA yang digunakan untuk leptospirosis mengidentifikasi adanya antibodi
leptospiral (antibodi IgM spesifik) lebih awal dari MAT, antara 4-6 hari pasca infeksi.
Keuntungan utama ELISA dibandingkan dengan MAT adalah stabilitas preparat
antigenik dan spesifisitas genus, yang berarti semua jenis leptospira dapat didiagnosis
dengan preparat antigenik tunggal, terlepas dari serovar penyebab. Pada anjing,
kombinasi ELISA dan MAT direkomendasikan untuk diagnosis leptospirosis.
PCR
PCR secara langsung mengidentifikasi DNA leptospira. Hasil PCR tidak
menentukan serogrup atau serovar yang menginfeksi, tetapi dapat menunjukkan
spesies Leptospira. Tes ini dapat dilakukan pada darah, urin, cairan serebrospinal dan
jaringan tubuh. Dalam kasus leptospirosis akut, tes ini akan menjadi tes pilihan untuk
dilakukan pada darah dan urin pada kucing. Dibandingkan dengan kultur, PCR
memberikan hasil yang cepat dan dapat mendiagnosa pada deteksi dini. Teknik real
time PCR direkomendasikan, karena sensitivitas dan spesifisitasnya yang lebih besar.
Hasil PCR positif berarti terdapat DNA leptospira dalam sampel. Pada infeksi akut
atau kronis, tes akan positif dalam urin. Hasil negatif dalam darah dan urin jika
kucing telah menerima terapi antibiotik dan pelepasan dalam urin dapat terjadi secara
intermiten.
Prognosis
Prognosis tergantung terutama pada tingkat keparahan kerusakan organ. Pada
anjing yang mengalami LPHS, prognosisnya biasanya buruk karena hewan tersebut
mengalami gangguan pernafasan akut dengan. LPHS adalah salah satu penyebab
kematian terkait leptospira yang paling umum pada anjing. Prognosis juga buruk
untuk hewan yang terkena yang mengalami cedera ginjal akut kecuali tersedia
hemodialisis. Pada kucing dengan gejala klinis ringan dan tidak ada kerusakan organ
yang parah, respons terhadap terapi antimikroba spesifik dan hasilnya baik. Kucing
yang selamat dari gagal ginjal akut, dan terutama yang dirawat dalam fase kronis
leptospirosis, dapat mengalami kerusakan ginjal sebagai konsekuensi dari kondisi
awal, dan ini mungkin permanen.
Treatment
a. Supportive Therapy
Cairan intravena harus diberikan kepada hewan yang terkena untuk
memperbaiki ketidakseimbangan cairan elektrolit. Penggunaan antiemetik yang
bekerja secara sentral dan pemberian pelindung lambung parenteral
direkomendasikan pada kucing yang mengalami gagal ginjal. Manajemen nyeri
sangat penting pada tahap awal penyakit untuk mengobati nyeri ginjal bengkak, otot,
persendian dan jaringan gastrointestinal. Feeding tube sangat dianjurkan pada kucing
yang anoreksia, sampai mereka dapat makan sendiri secara mandiri untuk
meminimalkan risiko komplikasi sekunder.
b. Terapi antimikroba.
Terapi antimikroba yang disarankan pada kucing didasarkan pada perawatan
yang direkomendasikan untuk anjing. Ampisilin intravena dapat menjadi antibiotik
pilihan saat pasien stabil. Setelah hewan stabil, 6 minggu suspensi oral doksisiklin
disarankan untuk menghilangkan pembawa. Tablet doksisiklin monohidrat harus
segera diberikan sebelum makan atau dengan pengobatan untuk menghindari
esofagitis sekunder.
Pencegahan
Tidak ada vaksin komersial yang tersedia untuk kucing. Mengingat kurangnya
vaksin saat ini, cara terbaik untuk menghindari infeksi pada kucing adalah melalui
pencegahan paparan. Kucing yang dipelihara di dalam ruangan memiliki risiko
terinfeksi yang lebih rendah. Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari
kontak dengan air tergenang, urin dari hewan yang terinfeksi dan anjing yang
berisiko leptospirosis. Untuk kucing yang kontsk dengan hewan yang didiagnosis
positif, dapat diberikan doksisiklin dengan dosis 5 mg/kg PO setiap 12 jam atau pada
10 mg/kg PO setiap 24 jam selama 2 minggu
IV SIMPULAN