Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM VEKTOR

SURVEY JENTIK

Disusun Oleh:
Nama : Jauharotul Farida
NIM : J410140112
Shift/Kelas : E / 5C

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
A. PENDAHULUAN
Pada zaman modern saat ini angka kejadian penyakit Demam Berdarah
cenderung sulit turun maka menyebabkan berbagai upaya pemberantasan untuk terus
dilakukan. Sebagaimana kita kenal, dengan metode pemberantasan habitat nyamuk
ini misalnya, upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN), masih dianggap cara yang
paling efektif. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah memilikiprogram kajian
yaitu dengan melakukan survei jentik ke rumah-rumah warga.
Demam berdarah atau demam dengue (disingkat DBD) adalah infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue. Nyamuk atau beberapa jenis nyamuk menularkan
(menyebarkan) virus dengue (Anonim, 2015). DBD merupakan salah satu penyakit
menular yang berbasis lingkungan. Artinya kejadian dan penularannya dipegaruhi
berbagai faktor lingkungan. Tiga faktor lingkungan yang berpengaruh, antara lain
lingkungan biologi, fisik, dan sosial budaya. Lingkungan biologi, seperti virus
dengue sebagai penyebab/agen penyakit, nyamuk aedes sebagai penular disebut
sebagai vektor DBD, manusia sebagai penjamu atau hospes yang menderita sakit
dengue dan DBD, faktor-faktor biologi lain, seperti: musuh alami nyamuk (bakteri,
predator, parasite, parasitoid) dan vegetasi lainnya.
Sedangkan jumantik adalah kepanjangan dari Juru Pemantau Jentik, dimana
merupakan seorang petugas khusus yang secara sukarela mau bertanggung jawab
untuk melakukan upaya pemantauan jentik nyamuk DBD Aedes Aegypti di wilayah-
wilayah dengan sebelumnya melakukan pelaporan ke kelurahan atau puskesmas
terdekat.
Aedes Aegypti yaitu jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue
penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga merupakan
pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini
sangat luas, hampir meliputi semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa
virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama
Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota. Mengingat
keganasan penyakit demam berdarah, masyarakat harus mampu mengenali dan
mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk membantuk mengurangi
persebaran penyakit demam berdarah. (Iskandar et al., 1985).
Tingginya kasus DBD juga sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat.
Perilaku yang tidak sehat memberi ruang leluasa perilaku pada nyamuk Aedes
aegypti untuk hidup dan berkembang biak. Sebagian besar masyarakat telah
mengetahui program pemberantasan nyamuk demam berdarah melalui program 3M
(Menguras, Menutup, dan Mengubur), namun sebagian besar tidak banyak yang
melaksanakannya.
Kegiatan yang dilakukan untuk menurunkan angka penyakit DBD adalah
survei jentik salah satu caranya dengan abatisasi bertujuan untuk menekan serendah
mungkin populasi nyamuk/vektor DBD pada kurun waktu terbatas. Kegiatan ini
untuk mendukung pelaksanaan fogging. Dalam pelaksanaan abatisasi lazimnya satu
orang mampu menyelesaikan 25-30 rumah, dan setiap 5-6 orang diperlukan seorang
koordinator. Prinsip kerja dari abate akan larut dalam air, kemudian
menempel/meresap pada dinding kontainer. Secara continue selama periode tertentu
racun abate dilepas dan akan membunuh larva nyamuk. Dosis abate untuk
membunuh larva nyamuk adalah 1 ppm.
Tugas dari Jumantik pada saat memantau wilayah-wilayah diantaranya:
- Menyambangi rumah-rumah warga untuk cek jentik.
- Mengecek tempat penampungan air dan tempat yang dapat tergenang air bersih
apakah ada jentik dan apakah sudah tertutup dengan rapat. Untuk tempat air yang
sulit dikuras diberi bubuk larvasida (abate).
- Mengecek kolam renang serta kolam ikan agar terbebas dari keberadaan jentik
nyamuk.
- Membasmi keberadaan pakaian/kain yang tergantung di dalam rumah.
Perilaku masyarakat yang cenderung berpikir cepat dan hasil dalam
penanganan DBD tanpa dari kegiatan pengasapan selayaknya harus diubah. Perilaku
hidup masyarakat harus diperbaiki dan jangan bergantung pada fogging, karena
tidak efektif untuk memberantas DBD. Di sisi lain kegiatan pengasapan (fogging)
hanya membuat nyamuk makin kebal (resisten) terhadap pertisida dan hanya
membunuh nyamuk di permukaan. Sementara itu ribuan telur di bawah air tidak
mati dan akan segera berubah menjadi nyamuk dewasa yang kebal terhadap
semprotan.

B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui keberadaan serta kepadatan larva nyamuk.
2. Sebagai kegiatan aplikatif di lapangan di mata kuliah pengendalian vector dalam
rangka jumantik (juru pemantau jentik).

C. ALAT DAN BAHAN


1. ALAT
a. Senter
b. Form jumantik atau daftar survei jentik
c. Alat tulis
2. BAHAN
a. Larva (jentik nyamuk)
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
PEMBAHASAN

Dari hasil yang ada di table, dan berdasarkan 24 rumah masing-masing yang
diteliti ternyata yang positif ada jentiknya ada 7 rumah. Untuk total dari semua
rumah dan berdasarkan tempatnya yaitu yang di luar rumah di kaleng bekas totalnya
28+17+4=49, tempayan total 14 dan lain-lain berjumlah 7+34+23+1=65.
Sedangkan yang di dalam rumah, bak mandi sejumlah 18 jentik, drum 23 jentik,
tempayan 4 jentik dan lain-lain hanya 1 jentik. Untuk total keseluruhan yaitu jumlah
jentiknya ada 174 jentik dari 24 rumah dan berbagai tempat yang diteliti (baik di luar
maupun di dalam rumah).

Jumlah Rumah = 24 Rumah


Rumah + jentik = 7 Rumah.
Rumah yang + jentik
ABJ = x 100%
Jumlah Rumah
7
= x 100%
24
= 29,167%
= 29%
Sedangkan ABJ = di bawah 45% yaitu 29%, maka tidak perlu dilakukan
pemberantasan tetapi cukup dilakukan pencegahan dengan 3M (Menguras, Menutup,
Mengubur).

Jentik adalah tahap larva dari nyamuk. Jentik hidup di air dan memiliki
perilaku mendekat atau “menggantung” pada permukaan air untuk bernafas. Nama
“jentik” berasal dari gerakannya ketika bergerak di air. Ia dikenal pula dalam bahasa
local sebagai uget-uget (Jawa) (Anonim, 2015).
Terdapat 4 tahapan dalam perkembangan larva yang disebut dengan instar.
Perkembangan dari instar I ke instar IV memerlukan waktu selama 5 hari. Setelah
mencapai instar IV, larva berubah menjadi pupa dimana larva memasuki masa
doman (Ryanie, 2007). Menurut Hoedojo, 1993 (dalam Adam, 2005) tingkatan larva
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Larva instar I berukuran paling kecil yaitu 1-2 mm atau berumur 1-2 hari setelah
telur menetas, duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong pernafasan
pada shipon belum menghitam.
2. Larva instar II berukuran 2,5-3,5 mm atau berumur 2-3 hari setelah telur menetas,
duri-duri dada belum jelas corong pernafasan sudah mulai menghitam.
3. Larva instar III berukuran 4-5 mm atau berumur 2-4 hari hari setelah telur
menetas, duri-duri dada mulai jelas dan corong pernafasan berwarna coklat
kehitaman.
4. Larva instar IV berukuran paling besar yaitu 5-6 mm atau berumur 4-6 hari
setelah telur menetas, dengan warna kepala gelap.

Larva Aedes aegypti memiliki shipon (struktur pernafasan) yang berwarna


hitam yang terdapat di segmen abdomen delapan. Pada shipon terdapat satu baris
gigi pekten dan sepasang bulu ventral. Pada bagian segmen delapan kedua bagian
lateral terdapat sebaris gigi kecil yang disebut kom. Berdasarkan hasil penelitian
Widiyanti dan Muyadiharje (2004) diketahui bahwa larva tumbuh normal dalam air
pada suhu optimal 25-350C, dengan pH air 7 (pH netral).
Larva Aedes aegypti akan timbul ke permukaan air dan bergantung dengan
shipon (kepala menghadap ke bawah) untuk bernafas. Hal ini menyebabkan larva
tidak pernah memperhatikan mulutnya ke permukaan air untuk makan. Oleh karena
itu larvasida yang merupakan racun perut yang ditaburkan di permukaan air tidak
mempunyai pengaruh pada kematian larva (Kadri, 1990).
Bionomi Nyamuk Aedes aegypti
Bionomik vektor meliputi kesenangan tempat perindukan nyamuk, kesenangan
nyamuk menggigit, kesenangan nyamuk istirahat, lama hidup dan jarak terbang:
1) Kesenangan Tempat Perindukan Nyamuk
Tempat perindukan nyamuk biasanya berupa genangan air yang
tertampung di suatu tempat atau bejana. Nyamuk Aedes tidak dapat
berkembangbiak di genangan air yang langsung bersentuhan dengan tanah.
Genangan yang disukai berupa genangan air yang tertampung di suatu wadah
yang biasanya disebut container atau tempat penampungan air bukan genangan
air di tanah. Survey yang telah dilakukan di beberapa daerah menunjukkan bahwa
tempat yang paling potensial adalah TPA yang digunakan sehari-hari seperti
drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember dan sejenisnya. Tempat perindukan
tambahan adalah disebut non-TPA, seperti: tempat minuman hewan, vas bunga
dan lainnya, sedangkan TPA alamiah seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah
daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu
dan sebagainya.
2) Kesenangan Nyamuk Menggigit
Nyamuk Aedes hidup di dalam dan di sekitar rumah sehingga makanan
yang diperoleh semuanya tersedia di situ. Boleh dikatakan bahwa nyamuk Aedes
aegypti betina sangat menyukai darah manusia (antropofilik). Kebiasaan
menghisap darah terutama pagi hari jam 08.00-12.00 dan sore hari 15.00-17.00.
nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah berpindah-pindah berkali-
kali dari satu individu ke individu yang lain. Hal ini disebabkan karena pada
siang hari manusia dalam keadaan aktif bekerja atau bergerak, sehingga nyamuk
tidak dapat menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu.
Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi lebih
mudah terjadi.
3) Kesenangan Nyamuk Istirahat
Kebiasaan istirahat nyamuk lebih banyak di dalam rumah pada benda-
benda yang bergantung, berwarna gelap, dan di tempat-tempat lain yang
terlindung. Di tempat-tempat tersebut nyamuk menunggu proses pematangan
telur.
4) Lama Hidup
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki rata-rata hidup 8 hari.selama
musim hujan, saat masa bertahan hidup lebih panjang, risiko penyebaran virus
semakin besar. Dengan demikian perlu dilakukan banyak penelitian untuk
mengkaji survival alami Aedes aegypti dalam berbagai kondisi.
5) Jarak Terbang
Penyebaran nyamuk Aedes aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh
beberapa factor termasuk ketersediaan tempat bertelur dan darah, tetapi
tampaknya terbatas sampai jarak 100 meter dari lokasi kemunculan. Transportasi
pasif dapat berlangsung melalui telur dan larva yang ada di dalam penampung.

Pemantauan jentik nyamuk dilakukan satu kali dalam seminggu (biasanya


hari jum’at) pada waktu pagi hari, apabila ditemukan jentik nyamuk maka jumantik
berhak untuk memberi peringatan kepada pemilik rumah untuk membersihkan atau
menguras agar bersih dari jentik-jentik nyamuk. Selanjutnya Jumantik wajib
membuat catatan atau laporan untuk dilaporkan ke kelurahan atau puskesmas
terdekat dan kemudian dari Puskesmas atau Kelurahan dilaporkan ke instansi terkait.
Selain petugas Juru Pemantau Jentik (Jumantik), tiap-tiap masyarakat juga
wajib melakukan pengawasan atau pemantauan jentik di wilayahnya (self Jumantik)
dengan minimal teknik dasar 3M Plus, yaitu:
1) Menguras
Adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air
seperti kolam renang, bak kamar mandi, ember air, tempat air minum,
penampungan air, lemari es, dll.
2) Menutup
Yaitu memberi tutup secara rapat pada tempat air yang ditampung seperti bak
mandi, botol air minum, kendi, dll.
3) Mengubur
Adalah menimbun dalam tanah bagi sampah-sampah atau benda yang sudah tidak
dipakai lagi yang berpotensi untuk tempat perkembangbiakan dan bertelur
nyamuk di dalam rumah.
Plus kegiatan-kegiatan Pencegahan, seperti:
a) Membiasakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
b) Menaburkan bubuk larvasida di tempat-tempat air yang sulit dibersihkan.
c) Tidak menggantung pakaian di dalam rumah serta tidak menggunakan horden
yang berpotensi menjadi sarang nyamuk.
d) Menggunakan obat nyamuk / anti nyamuk.
e) Membersihkan lingkungan sekitar, terutama pada musim penghujan.

Beberapa cara alternatif pernah dicoba untuk mengendalikan vektor dengue


ini, antara lain mengintroduksi musuh alamiahnya yaitu larva nyamuk Toxorhyncites
sp. Predator larva Aedes sp ini ternyata kurang efektif dalam mengurangi penyebaran
virus dengue. Penggunaan insektisida yang berlebihan tidak dianjurkan, karena
sifatnya yang tidak spesifik sehingga akan membunuh berbagai jenis serangga lain
yang bermanfaat secara ekologis. Penggunaan insektisida juga akhirnya
memunculnya masalah resistensi serangga sehingga mempersulit penanganan di
kemudian hari.
PENUTUP

A. SIMPULAN
Aedes aegypti merupakan vektor demam berdarah Dengue. Nyamuk
termasuk serangga yang mengalami metamorphosis sempurna (holometabola). Larva
Aedes aegypti memiliki shipon (struktur pernafasan) yang berwarna hitam yang
terdapat di segmen abdomen delapan. Tahapan yang dialami oleh nyamuk yaitu
telur, larva, pupa, dan dewasa. Bionomik vektor meliputi kesenangan tempat
perindukan nyamuk, kesenangan nyamuk menggigit, kesenangan nyamuk istirahat,
lama hidup dan jarak terbang.
Kegiatan yang dilakukan untuk menurunkan angka penyakit DBD adalah
survei jentik salah satu caranya dengan abatisasi bertujuan untuk menekan serendah
mungkin populasi nyamuk/vektor DBD pada kurun waktu terbatas. Pemantauan
jentik nyamuk dilakukan satu kali dalam seminggu (biasanya hari jum’at) pada
waktu pagi hari, apabila ditemukan jentik nyamuk maka jumantik berhak untuk
memberi peringatan kepada pemilik rumah untuk membersihkan atau menguras agar
bersih dari jentik-jentik nyamuk.

B. SARAN
Kegiatan pemberantasan nyamuk aedes aegypti yang dapat dilaksanakan
dengan cara fogging (pengasapan). Tetapi penggunaan insektisida yang berlebihan
tidak dianjurkan, karena sifatnya yang tidak spesifik sehingga akan membunuh
berbagai jenis serangga lain yang bermanfaat secara ekologis.Adapun cara lainnya
yaitu dengan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur).
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. “Jentik”. (Online, https://id.m.wikipedia.org/wiki/jentik diakses pada


tanggal 20 Desember 2015).

Adam. 2005. Uji Toksisitas Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosal Linn) Terhadap
Larva Aedes aegypti. (Tesis) Yogyakarta: Program Pascasarjana UGM.

Iskandar A, dkk. 1985. Pemberantasan Vektor dan Binatang Pengganggu. APK-TS.

Kadri, A. 1990. Entomologi Perubahan. Kuala Kumpur: Dewam Bahasa dan Pustaka
Kementrian Malaysia.

Ryanie, K. 2007. “Aedes aegypti”. (Online,


http://ryaniehealth.blogspot.com/2007/03/aedes-aegypti.html/ diakses pada
tanggal 20 Desember 2015).
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai