Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN VEKTOR

Oleh :

NAMA : NURUL ALIF KHOFIFAH

NIM : J410170065

SHIFT :E

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018
LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN VEKTOR

SURVEI JENTIK

NAMA : NURUL ALIF KHOFIFAH

NIM : J410170065

SHIFT :E

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018
A. ALAT DAN BAHAN
a) Senter
b) Form Jumantik atau daftar survey Jentik
c) Alat tulis menulis
d) Larva (Jentik nyamuk)
B. CARA KERJA / KEGIATAN YANG DILAKUKAN

Pada praktikum kali ini, kami melakukan Survei Jentik dengan


melaksanakannya pada pukul 08.40 di desa Gawangan, RT 02, kec. Colomadu,
Karanganyar.Kemudian berkumpul dan membagi kelompok, dengan satu
kelompok beranggotakan 8-10 orang dengan dibantu oleh Ibu RT dan warga
setempat untuk mendata setiap rumah warga, yang mana kelompok kami
mendapat RT 2.

Kemudian setiap memasuki rumah, kami membagi kelompok kami


menjadi dua kelompok kecil, dimana satu kelompok masuk ke dalam rumah dan
satu kelompok lain mengecek keadaan di luar rumah. Untuk tim yang masuk ke
dalam rumah, akan mengecek kamar mandi, tong penyimpanan air, ataupun
tempat lain yang ada air seperti vas bunga. Sedangkan tim di luar rumah
mengecek adakah air menggenang di tanaman atau tempat-tempat bekas seperti
kaleng, drum ataupun kolam ikan tak terpakai.

Setelah mengecek maka setiap mahasiswa akan menuliskannya ke dalam


form jentik dengan menulis berapa banyak bak, drum atau tempat penampungan
air yang ada. Dan ada tidaknya jentik di dalam tempat –tempat tersebut. Tidak
lupa menanyakan nama pemilik rumah untuk mengisi data agar valid.

Dalam melakukan praktikum Survei Jentik ini, kelompok kami mendapat


dua tempat atau dua rumah yang positif jentik. Dimana satu rumah terdapat pada
bak mandi, dan yang satunya lagi pada genangan air di kaleng bekas depan rumah.
Dari identifikasi yang dilakukan, jentik yang kami temukan di bak mandi maupun
di kaleng bekas tersebut ialah jentik dari Aedes agypti.
Aedes agypti adalah salah satu dari berbagai genus nyamuk yang
membawa virus dengue yang dapat menyebabkan penyakit demam berdarah.
Selain penyakit demam berdara, Aedes aegypti juga dapat membawa virus demam
kuning (Yellow Fever), Chikunguya, dan Demam Zika yang disebabka oleh virus
Zika (CDC, 2012).

Penyebaran virus ini sangat luas terlebih pada daerah tropis di seluruh
dunia, termasuk di Indonesia. Sebagai pembawa virus Dengue, Aedes aegypti
merupakan pembawa utama (Primary Factor) bersama dengan Aedes albopictus
dapat menciptakan siklus persebaran Demam Dengue di desa maupun di kota.
Oleh karena itu, kita perlu mengetahui bagaimana cara mengendalikan vector
tersebut.

Cara yang hingga saat ini masih dianggap paling tepat untuk
mengendalikan penyebaran penyakit demam berdarah adalah dengan
mengendalikan populasi dan penyebaran vektor. Program yang sering
dikampanyekan di Indonesia adalah 3M, yaitu menguras, menutup, dan
mengubur.

 Menguras bak mandi, untuk memastikan tidak adanya larva


nyamuk yang berkembang di dalam air dan tidak ada telur yang
melekat pada dinding bak mandi.
 Menutup tempat penampungan air sehingga tidak ada nyamuk
yang memiliki akses ke tempat itu untuk bertelur.
 Mengubur barang bekas sehingga tidak dapat menampung air
hujan dan dijadikan tempat nyamuk bertelur.

Beberapa cara alternatif pernah dicoba untuk mengendalikan vektor


dengue ini, antara lain mengintroduksi musuh alamiahnya yaitu larva nyamuk
Toxorhyncites sp. Predator larva Aedes sp. ini ternyata kurang efektif dalam
mengurangi penyebaran virus dengue.
Sebuah penelitian melepas Aedes aegypti yang terinfeksi bakteri lalat buah
disebut Wolbachia. Bakteri membuat nyamuk kurang mampu membawa virus
demam berdarah sehingga membatasi penularan demam berdarah jika meluas
dalam populasi nyamuk. Pada prinsipnya Wolbachia dapat menyebar secepat
nyamuk jantan yang terinfeksi menghasilkan keturunan dengan Wolbachia
menginfeksi wanita.

Penggunaan insektisida yang berlebihan tidak dianjurkan, karena sifatnya


yang tidak spesifik sehingga akan membunuh berbagai jenis serangga lain yang
bermanfaat secara ekologis. Penggunaan insektisida juga akhirnya memunculkan
masalah resistensi serangga sehingga mempersulit penanganan di kemudian hari.

C. TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan dari praktikum Survei Jentik ini secara umum adalah sebagai
kegiatan aplikatif di lapangan untuk mata kuliah pengendalian vector dalam
rangka jumantik atau Juru Pemantau Jentik. Selain itu, agar mahasiswa mengerti
atau mengetahui keberadaan serta kepadatan larva nyamuk.

Tujuan khusus dari praktikum ini ialah sebagai berikut :

a. Mahasiswa terampil dalam melakukan pengukuran kepadatan


(density) larva/jentik di permukiman/tempat-tempat umum.
b. Mahasiswa dapat mengetahui jenis larva/jentik yang tertangkap
dalam pemgamatan.
c. Mahasiswa mengetahui bionomic dari larva/jentik nyamuk (fungsi,
bahan, dan volume kontainer) dipergunakan.
d. Mahasiswa mampu melakukan interpretasi hasil pengukuran
kepadatan larva/jentik dengan parameter House Index, Container
Index, Breteau Index dan Density Figure.
e. Mahasiswa mampu melakukan dan memberikan upaya pengendalian
keberadaan larva/jentik di permukiman atau tempat-tempat umum.
f. Adanya petunjuk bagi Dinas Kesehatan dalam pembentukan dan
pembinaan Jumantik keluarga/ lingkungan, Koordinator Jumantik
dan SupervisorJumantik.
g. Adanya petunjuk bagi kader Jumantik dalam melaksanakan
pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk dengan
metode PSN 3M PLUS
h. Adanya petunjuk dalam penyuluhan kegiatan PSN 3M PLUS di
masyarakat

Sedangkan manfaat dari dilakukannya praktikum survey jentik ialah agar


mahasiswa dapat melakukan pengukuran kepadatan (density) larva/jentik di
permukiman/tempat-tempat umum. Kemudian mahasiswa dapat mengetahui jenis
larva/jentik yang tertangkap dalam pemgamatan.
Manfaat lainnya yakni mengetahui bionomic dari larva/jentik nyamuk
(fungsi, bahan, dan volume kontainer) dipergunakan. Mampu melakukan
interpretasi hasil pengukuran kepadatan larva/jentik dengan parameter House
Index, Container Index, Breteau Index dan Density Figure. Mampu melakukan
dan memberikan upaya pengendalian keberadaan larva/jentik di permukiman atau
tempat-tempat umum. Dan dengan diketahuinya parameter House Index,
Container Index, Breteau Index dan Density Figure diharapkan dapat mengerti
pengendalian apa yang patut diterapkan pada daerah atau wilayah tersebut.
Angka kejadian penyakit Demam Berdarah yang cenderung sulit turun
menyebabkan berbagai upaya pemberantasan terus dilakukan. Sebagaimana kita
kenal, metode pemberantasan habitat nyamuk ini, misalnya dengan upaya
pemberantasan sarang nyamuk (PSN), masih dianggap cara paling efektif.
Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah memiliki program kajian yaitu dengan
melakukan survei jentik pada rumah-rumah warga (Depkes, 2010).
Jumantik kepanjangan dari Juru Pemantau Jentik merupakan seorang
petugas khusus yang secara sukarela mau bertanggung jawab untuk melakukan
upaya pemantauan jentik nyamuk DBD Aedes Aegypti di wilayah-wilayah
dengan sebelumnya melakukan pelaporan ke kelurahan atau puskesmas terdekat.
Tugas dari Jumantik pada saat memantau wilayah – wilayah diantaranya :
1. Menyambangi rumah-rumah warga untuk cek jentik.
2. Mengecek tempat penampungan air dan tempat yang dapat tergenang air
bersih apakah ada jentik dan apakah sudah tertutup dengan rapat. Untuk
tempat air yang sulit dikuras diberi bubuk larvasida (abate).
3. Mengecek kolam renang serta kolam ikan agar bebas dari keberadaan jentik
nyamuk.
4. Membasmi keberadaan pakaian/kain yang tergantung di dalam rumah.
Pemantauan jentik nyamuk dilakukan satu kali dalam seminggu, pada
waktu pagi hari,apabila diketemukan jentik nyamuk maka jumantik berhak untuk
memberi peringatan kepada pemilik rumah untuk membersihkan atau menguras
agar bersih dari jentik-jentik nyamuk (Achmadi, 2009).
Pemberdayaan masyarakat diperlukan dalam pelaksanaan survei jentik
yang berkelanjutan. Hal ini didasari visi Depkes dalam pembangunan kesehatan
yaitu membentuk masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat. Masyarakat yang
mandiri untuk hidup sehat adalah suatu kondisi di mana masyarakat Indonesia
menyadari, mau, dan mampu untuk mengenali, mencegah, dan mengatasi
permasalahan kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat bebas dari gangguan
masyarakat akibat bencana, maupun lingkungan yang tidak mendukung untuk
hidup sehat (Depkes, 2007).
D. FOTO KEGIATAN
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi U.F., (2009). Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jurnal Kesehatan


Masyarakat Nasional. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol 3.
No.4: 147-154.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (2012). Dengue and the
Aedes aegypti mosquito. https://www.cdc.gov/dengue/re..pdf. 11
Desember 2018

Depkes RI. (2007). Ayo Lakukan Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk


Demam Berdarah. Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan.

Depkes RI. (2010). Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Depkes RI.

Harijanto, P.N.(2000). Malaria. EGC. Jakarta.

Kementerian Kesehatan. (2011). Epidemiologi Malaria di Indonesia. Buletin


Jendela
LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN VEKTOR

FOGGING

NAMA : NURUL ALIF KHOFIFAH

NIM : J410170065

SHIFT :E

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018
A. ALAT DAN BAHAN
1. ALAT
a) Fog Machine / fog generator dan kelengkapannya
b) Jerican plastic vol 20 Liter
c) Jerican plastic vol 50 Liter
d) Alat Penakar 1 Liter
e) Ember Plastik
f) Aalat Pelindung Diri
g) Alat Tulis
h) Metran hygrometer
i) Anemometer
2. BAHAN
e) Pestisida cair
f) Bahan pelarut (solar)
g) Bahan bakar (bensin)
h) Batu baterai (4 buah)
i) Serbet
j) Sabun cuci
k) Pewarna Minyak
l) Kertas saring wathman
B. CARA KERJA

Satu persatu dari mahasiswa menghidupkan mesin dengan cara memutar


tombol on/off menjadi on dan memutar kran bensin ke arah kiri dan kemudian
menarik pompa sampai mesin berbunyi dan mengeluarkan asap. Atur kran bensin
ke arah kanan saat asap dari mesin Thermal Fog sudah berhenti atau tidak lagi
mengeluarkan asap.

Angkat atau gendong Thermal Fog Machine kemudian arahkan moncong


mesin atau nozzle ketempat –tempat yang akan di fogging. Pada saat melakukan
fogging diusahakan membentuk sudut lancip, jadi moncong mesin lebih rendah
dari bagian mesin yang berada di samping tubuh. Agar larutan turun ke arah
moncong.

Selanjutnya memperhatikan arah mata angin, pengasapan atau fogging


dilakukan searah dengan mata angin. Maka jika arah mata angin menuju timur
maka nozzle atau moncong mesin diarahkan ke arah timur dan melakukan
pengasapan dari belakang ke depan.

Kemudian putar kran bensin ke arah kiri untuk mengatur asap agar keluar
lagi dari moncong mesin. Kemudian putar kran bensin ke arah kanan untuk
mengurangi asap dan mengurangi asap yang keluar dari moncong mesin.

Jika target fogging sudah selesai, tutup kran ke arah kanan sehingga asap
tidak lagi keluar dari ujung moncong mesin dan kemudian mematikan Thermal
Fog Machine dengan cara menutup kran bahan bakar.

Pada saat melakukan Praktikum Fogging menggunakan Thermal Fog


Machine, kendala sering terjadi dimulai dari awal dimana saat memompa bulb
atau pompa sampai mesin tersebut menyala, namun sampai beberapa kali
terkadang mesing belum nyala atau nyala namun tidak mengeluarkan asap.

Ketika sudah dipompa dan berhasil menyala, mesin Thermal Fog tersebut
tidak mengeluarkan banyak asap. Bahkan ketika sudah tiga kali digunakan, mesin
tersebut tidak mengeluarkan asap sama sekali sehingga kami hanya bisa
menyalakan mesin tanpa melakukan fogging dengan asap.

Atas terjadinya kendala tersebut kami menyalakan mesin dan melakukan


Praktikum Pengendalian Vektor Fogging tanpa adanya asap yang keluar dari
Thermal Fog Machine tersebut yang kemungkinan dikarenakan habisnya pestisida
atau bensin. Yang mana karena telah digunakan oleh beberapa shift praktikum
sebelumnya, sehingga kemungkinan bahan bakar terkuras habis pada saat
praktikum shift kami.

Pada saat melakukan fogging ada 4 orang yang bekerja dengan satu
sebagai pembawa alat thermal Fog, satu lagi sebagai pengarah dari si pembawa
alat dan satu lagi sebagai pengecek di dalam rumah masih adakah orang atau
makhluk hidup lainnya yang mungkin bisa terkontaminasi pestisida dari fogging.

Penyemprotan dilakukan dimulai dari belakang rumah atau bagian dari


dalam rumah menuju keluar rumah dan biasanya akan memakan waktu selama
kurang lebih 45 menit sampai satu jam. Fogging juga lebih baik dilakukan pada
saat pagi sekitar pukul 08.00-10.00. karena nyamuk lebih sering keluar disaat
udara masih sejuk. Asap fogging pun tidak mudah menguap pada saat jam
tersebut dikarenakan suhu masih pagi sehingga masih mengendap dibawah dan
diharapkan dapat mengenai nyamuk dan jentik-jentik di sarangnya yang terdapat
pada tempat yang di fogging.

Fogging dilaksanakan jika terdapat wabah DBD atau Demam berdarah


dengue pada suatu wilayah dan sudah terjangkit lebih dari 10 penderita. Melalui
persetujuan RT/RW dari wilayah setempat maka akan dilakukan Fogging pada
wilayah tersebut. Fogging dilakukan dengan kurun waktu setidaknya 3 bulan
sekali, atau setidaknya satu rumah pernah di fogging selama 2 kali.

C. TUJUAN DAN MANFAAT

Ditinjau daripada praktikum yang telah dilakukan, maka dapat diambil


kesimpulan tujuan secara umun dari fogging adalah pengasapan yang mana di
dalam asap tersebut sudah terdapat pestisida yang dapat membunuh nyamuk
Aedes aegypti, sebagai salah satu tindakan pencegahan penyakit DBD atau
Demam Berdarah Dengue. Yang mana fogging tersebut menggunakan alat yakni
Thermal Fog Machine. Pengasapan dalam rangka pengendalian nyamuk vektor
DBD, lazimnya digunakan fog machine atau fog generator dengan spesifikasi dan
persyaratan tertentu. Ada dua jenis fog generator, yakni sistem panas misalnya
Pulsfog, Swingfogg dan sistem dingin yaitu, ULV ground sprayer (Kristiono,
2008).

Fogging juga memiliki tujuan lain yakni dimaksud bertujuan untuk


menyebarkan larutan pestisida ke udara/lingkungan melalui asap, yang diharapkan
dapat membunuh nyamuk dewasa (yang infektif), sehingga rantai penularan DBD
bisa diputuskan dan populasinya secara keseluruhan akan menurun.

Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dengan fogging (pengasapan) pada


mulanya dianggap oleh masyarakat sebagai cara yang paling tepat untuk
mengatasi masalah penyakit demam berdarah. Hal tersebut ternyata tidak selalu
benar, karena pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dengan metode ini hanyalah
bertujuan untuk membunuh nyamuk dewasa yang infektif, yaitu nyamuk yang di
dalam tubuhnya telah mengandung virus dengue dan siap menularkan pada orang
lain.

Tujuan khusus untuk mahasiswa sendiri adalah :

1. Para mahasiswa memiliki pengetahuan mengenai konsep penyakit DBD yang


mencakup penyebab, gejala, akibat dan penularannya, sehingga diharapkan
mahasiswa dapat mengenali secara dini adanya kasus DBD dan dapat secara dini
mencegah penyebarannya.

2. Para mahasiswa memiliki pengetahuan mengenai pemberantasan nyamuk


dengan metode fogging atau penyemprotan yang meliputi gambaran fogging,
syarat fogging, kelebihan dan kekurangan fogging.

3. Diharapkan mahasiswa secara bijaksana memberi pencerahan pada masyarakat


bahwa fogging bukanlah alternatif terbaik memberantas DBD.

4. Para mahasiswa memiliki pengetahuan dan ketrampilan mengenai PSN


(Pemberantasan Sarang Nyamuk) meliputi pengelolaan tempat-tempat
penampungan air.

5. Para mahasiswa memiliki pengetahuan dan ketrampilan mengenai pengelolaan


lingkungan disekitarnya yang berkaitan dengan pemutusan rantai penularan dan
penyebaran DBD.

Sedangkan manfaat yang bisa diambil dari kegiatan Fogging adalah


diharapkan para mahasiswa yang telah memiliki pengetahuan dan ketrampilan
yang berkaitan dengan penyakit DBD akan menerapkannya untuk masyarakat
sekitarnya sehingga konsep-konsep penyakit DBD dan cara pencegahan dan
pemberantasannya dapat di terima oleh masyarakat luas (Candra, 2010).

Selain itu diharapkan pula para mahasiswa dengan bekal pengetahuan dan
ketrampilan tersebut permasalahan yang berkaitan dengan penyakit DBD dapat
ditekan sekecil-kecilnya, antara lain turunnya jumlah kasus penderita (insidence
rate) DBD, turunnya angka kematian (case fatality rate) karena DBD, turunnya
angka kepadatan jentik di setiap rumah (house index), dan meningkatnya angka
bebas jentik (ABJ) dari hasil pemantauan jentik berkala.

Fogging pula dapat terlaksana dengan baik apabila seluruh warga dapat
berkoordinasi dengan baik, terlebih setelah dilakukannya fogging dan diberi
pengarahan tentang PSN atau Pemberantasan Sarang Nyamuk yang bisa
dilakukan dengan 3M+ serentak oleh seluruh warga, maka akan mengurangi
resiko tingginya terkena DBD.

Dengan maksud dari 3M+ sendiri ialah, Mengubur, Menguras, Menutup.


Mengubur barang barang yang tidak terpakai dan rawan menjadi sarang nyamuk
Aedes Aegypti. Menguras bak mandi atau tempat penampungan air 3 kali dalam
seminggu. Dan menutup penampungan air agar tidak dihinggapi nyamuk untuk
dijadikan tempat bertelur / berkembang biak. Dan terakhir menggunakan kelambu,
obat nyamuk, dan abatisasi.

D. FOTO KEGIATAN
DAFTAR PUSTAKA

Adriani F. (2013) Hubungan Keberadaan Jentik Aedes aegypti dan pelaksanaan


3M Plus dengan kejadian penyakit DBD di Lingkungan XVIII
Kelurahan Binjai Kota Medan tahun 2012 (Skripsi). Universitas
Sumatera Utara. Medan. p3-4.

Candra A. 2010. Demam berdarah dengue: epidemiologi, patogenesis, dan faktor


risiko penularan. J of Aspirator. 2(2):110-119.

Chahaya, I. (2003). Pemberantasan Vektor Demam Berdarah di Indonesia. USU


digital library. Medan

Depkes RI. (2010). Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Depkes RI.

Kristiono. (2008). Pengasapan Nyamuk. Bandung: Institut Teknologi Bandung.


LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN VEKTOR

SPRAYING

NAMA : NURUL ALIF KHOFIFAH

NIM : J410170065

SHIFT :E

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018
A. ALAT DAN BAHAN
3. ALAT
j) Alat semprot (spray-can) Hudson X-Pert
Alat Semprot yang digunakan untuk kegiatan penyemprotan
rumah adalah merk Hudsin X-Pert dengan karakteristik sebagai
berikut :
1) Kapasitas Tangki : 11,36 Liter
2) Tinggi Tangki : 56 cm
3) Berat Tangki : 5 Kg
4) Sabuk Penyandang : Panjang 1 m, Lebar 5 cm, Tebal 3
mm
k) Alat Pelindung Diri
l) Masker
4. BAHAN
m) Insektisida cair
B. CARA KERJA / KEGIATAN YANG DILAKUKAN

Pada praktikum kali ini, kami melakukan Spraying atau


penyemprotan dengan menggunakan Alat yakni Spray-Can dengan pertama-tama
mengisi tangki dengan insektisida cair, yang diganti dengan air. Dengan membuka
tutup tangki dengan cara menekannya kebawah dan memutarnya sampai terbuka.
Kemudian tangki di isi sampai batas tanda panah yang terdapat pada dinding luar
tangki atau kira-kira sebanyak 8,5 liter.

Setelah mengisi tangki dengan insektsida cair dan sudah mencapai batas
pengisian kemudian menutup tangki dengan rapat, karena jka tidak rapat atau
salah saat menutup maka saat dipompa akan mengeluarkan angin, maka perlu
ditutup dengan benar dan rapat.

Setelah tertutup dengan benar maka putar klep pada posisi menyala agar
dapat menutup larutan dengan rapat dan dapat mengalirkan larutan pada pipa
nozzle.Setelah dapat dipastikan jika tertutup rapat, mulai dipompa pompa tangki
sampai menunjukkan tekanan 55. Kemudian mulai mengangkat tangki dengan
menggendong tangki menyampirkan selempang dan pada bahu kiri dan
menggendong tangki dibelakang. Pada tangan kanan memegang pipa pancaran.

Kemudian mulai berdiri dengan jarak kira-kira satu meter dari bidang
meluruskan tubuh dengan tegap dan mulai menyemprot dengan tangan lurus. Dan
mulai menyemprot bidang dengan jarak antar tangan dan bidang kira-kira 45 cm.
Usahakan semprotan spray berbentuk kipas, bergerak dari atas ke bawah secara
perlahan selama 10 detik untuk satu bidang. Dimana satu bidang terhitung satu
meter.

Pada saat menggerakkan semprotan keatas menuju kebawah, pastikan saat


melewati bagian tengah bidang tangan mundur dan saat mulai mengarah kebawah
mulai majukan kembali tangan untuk menjaga intensitas semprotan atau
banyaknya semprotan pada tembok. Jika digambarkan maka gerakan tangan saat
menyemprot atau melakukan Spraying seperti membentuk gunung.

Jika sudah selesai dengan bidang pertama bergeser pada bidang kedua,
ketiga dan melakukan hal yang serupa sampai bidang akhir. Pada praktikum kali
ini kami melakukannya pada tiga bidang berbeda, sehingga dapat mengerti
bagaimana bergerser tanpa berlebihan, menyemprot bidang sesuai tanpa terlalu
tergesa-gesa.

Pada saat praktikum kesulitan terjadi pada saat memompa dan menutup
tangki insektisida. Seringnya salah memutar dan tidak rapat dalam menutup
membuat lama proses praktikum sehingga seringkali mengulang-ulang dalam
menutup tangki. Setelah pas sekalipun memompa juga menjadi kendala karena
berat sehingga memakan waktu yang cukup lama.

Kehabisan isi tangki yang mana berisi air biasa membuat beberapa kali
terhenti untuk mengisi air, dan kendala pada saat penutupan kembali terulang
yang mana kembali memakan waktu yang cukup lama dalam pengisian ulang
tangki insektisida dan penutupan tangki tersebut.
Dalam menghasilkan bentul semprotan nozzle dapat membentuk beberapa
bentuk seperti kipas atau plate yang mana tujuannya untuk menyemprot bagian
tembok outdoor maupun indoor. Sedangkan bentuk kerucut atau yang sering
disebut hollow cone berfungsi untuk menyemprot larva Anopheles sp pada daerah
rawa atau sawah. Berbentuk satu arah atau solid stream yang berfungsi untuk
menyemprot lubang-lubang serangga.

Dengan menyemprot spray dari jarak 45 cm, tekanan dalam tangki akan
memperoleh lebar pancaran 75 cm. Dalam praktiknya lebar pancaran yang efektif
adalah 70 cm yakni pada bagian tengah yang mana artinya racun serangga atau
insektisida menempel dibagian tepi pancaran ditumpangkan sebanyak 5 cm pada
kolom pancaran sebelumnya. Agar penyemprot secara otomatis menempatkan
nozzlenya dengan jarak 46 cm salah satu caranya ialah melekatkan bamboo atau
sapu lidi dan ditempelkan pada alat semprot.

C. TUJUAN DAN MANFAAT

Spraycan adalah alat yang sering digunakan untuk penyemprotan nyamuk


malaria. Berbentuk seperti alat penyemprot hama. Tidak membutuhkan bahan
bakar untuk menghidupkannya. Tetapi dengan menggunakan udara. Cara kerjanya
yaitu, dengan menyemprotkan bahan aktifnya ( ICON ) yang dicampur dengan air
ke dinding rumah. Output yang dikeluarkannya adalah berbentuk cairan
(Arsin,2012).

Tujuan dari spraying sendiri ialah Menyemprotkan insektisida untuk


mencegah dan memberantas hama, dengan menggunakan nozzle yang mengatur
besar kecilnya pancaran dari semprotan spray-can yang mana berbeda bentuk
sudah berbeda tujuan seperti yang telah dijelaskan pada kegiatan yang dilakukan.

Tujuannya sendiri kepada para mahasiswa ialah seperti :

1. Mahasiswa mampu menyelenggarakan kegiatan penyemprotan rumah dengan


insektisida dengan benar

2. Dapat memahami bagaimana penyemprotan rumah

3. Dapat menyebutkan bagian dari alat semprot atau spray-can

4. Dapat menjelaskan kebijakan dalam penyemprotan rumah


5. Dapat menjelaskan kriteria penyemprotan

6. Dapat menjelaskan factor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan


dosis insektisida yang tepat.

7. Dapat mengoperasikan spray-can dengan baik dan benar.

Dalam tujuannya tentu terdapat manfaat dalam mempelajari Spraying.


Spraying sendiri meskipun berbahaya karena dapat mengkontaminasi manusia dan
anak-anak, ia dapat membasmi nyamuk-nyamuk yang berkembang dan menempel
pada dinding ruangan. Ia juga menjadi salah satu cara efektif untuk mencegah
berkembang biaknya nyamuk Anopheles sp dalam kurun waktu yang relatif lama
yakni selama 2-3 bulan dapat bertahan dan melindungi rumah daripada nyamuk
Anopheles sp.

Dengan diadakannya spraying juga mengurangi adanya penyakit Malaria


yang dibawa oleh nyamuk Anopheles sp dengan pengendalian vektornya. Ia juga
dapat meningkatkan keefektivan daripada mengurangi adanya penyakit Malaria
tersebut dengan menahan atau mengendalikan vector.

Pengendalian Vektor Terpadu merupakan pendekatan pengendalian vektor


menggunakan prinsip-prinsip dasar managemen dan pertimbangan terhadap
penularan dan pengendalian peyakit. Pengendalian Vektor Terpadu dirumuskan
melalui proses pengambilan keputusan yang rasional agar sumberdaya yang ada
digunakan secara optimal dan kelestarian lingkungan terjaga.

Melalui praktikum ini pula mahasiswa dapat mengetahui cara


mengendalikan vector Anopheles sp. Dan dapat menyebarkannya secara promotif
kepada warga sehingga setiap warga dapat mengerti dan menjaga masing-masing
pribadi dan keluarga mereka. Dengan mempelajarinya dengan baik dan benar pula
mengurangi resiko terjadinya malaria untuk kedepannya.

Mesikupun memiliki waktu yang cukup lama dalam pengerjaannya,


namun diharapkan dengan mahasiswa memahami bagaimana cara spraying dan
manfaatnya maka saat terjun kelapangan tidak terjadi kesalahan karena sudah
mempelajari cara menggunakan spraycan dengan baik dan benar.

Vektor malaria adalah nyamuk Anopheles, dengan ciri khas menungging


saat hinggap atau menghisap darah. Nyamuk Anopheles mempunyai siklus hidup
sempurna terdiri dari telur (1-2 hari), jentik (6-8 hari), kepompong (1-2 hari) dan
nyamuk (2-3 bulan). Di dalam program pemberantasan malaria yang utama
dilakukan adalah pemberantasan vektor. Dalam hal ini supaya mendapatkan hasil
yang maksimal, perlu didukung oleh data penunjang yang menerangkan tentang
seluk-beluk vector yang berperan. Untuk menentukan metode pemberantasan
yang tepat guna, perlu diketahui dengan pasti musim penularan serta perilaku
vektor yg bersangkutan (Harijanto,2000).

Untuk mencegah terjadinya peningkatan angka morbiditas terhadap penyakit


tersebut maka perlu dilakukannya upaya pengendalian pada vektor tersebut. Salah
satu pengendalian yang biasa digunakan adalah Spraycan.

Spraycan atau Hand Sprayer merupakan alat semprot larutan insektisida


pengendali vektor nyamuk Anophles penyebab penyakit Malaria. Pengaplikasian
Spraycan digunakan pada permukaan dinding, baik dinding yang terbuat dari bata,
anyaman bambu, kayu/triplek, maupun bahan dasar lainnya.

Melakukan penyemprotan hendaknya menggunakan alat pelindung diri seperti


masker dan sarung tangan, selain itu menggunakan formulasi atau takaran yang
sesuai dan efektif untuk vektor Anopheles sp. Untuk masyarakat hendaknya perlu
memperhatikan kebersihan lingkungan tempat singgahnya guna mencegah
terjadinya penyebaran vektor nyamuk penyebab penyakit malaria dan
menggunakan lotion anti nyamuk dimanapun berada (Harijanto,2000).

D. FOTO KEGIATAN
DAFTAR PUSTAKA

Arsin. Andi Arsunan. (2012). Malaria di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi.


Masagena Press. Makassar.

Barodji., (2001). Pengembangan model pemberantasan malaria berdasarkan


local spesifik di daerah endemis malaria Kabupaten Pekalongan, Jawa
Tengah', Laporan penelitian Malaria.

Harijanto, P.N.(2000). Malaria. EGC. Jakarta.

Kementerian Kesehatan. (2011). Epidemiologi Malaria di Indonesia. Buletin


Jendela

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 374/Mekes/PER/III/2010


tentang Pengendalian Vektor.
LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN VEKTOR

SURVEI LALAT

NAMA : NURUL ALIF KHOFIFAH

NIM : J410170065

SHIFT :E

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018
A. ALAT DAN BAHAN
a. Fly grill
b. Counter
c. Alat tulis menulis
d. Stopwatch

B. CARA KERJA / KEGIATAN YANG DILAKUKAN

Pada praktikum kali ini, kami melakukan Survei lalat yang


dilaksanakan diluar kampus yakni di Pasar Sidodadi Kleco. Dengan mulai
berkumpul di kampus dan saling menunggu untuk berangkat bersama menuju
pasar kleco lalu mulai membagi kelompok untuk memulai praktikum Survei
Lalat.

Setelah membentuk kelompok, setiap kelompok berpencar untuk mencari


tempat Survei Lalat. Kemudian kami satu kelompok berjalan dan mencari spot
dari setiap sudut pasar yang sekiranya di isi oleh banyak lalat.

Survei lalat ini dilakukan dengan cara menaruh fly grill diatas tempat yang
banyak dikerubungi lalat, kemudian saat sudah menaruh alat tersebut diatas
tempat, maka mulai menghitung berapa banyak lalat yang ada atau hinggap
selama 30 detik dengan menggunakan stopwatch.

Mulai berjalan dari atas pasar menuruni tangga kemudian berhenti di salah
satu tempat penjualan yang dekat dengan sampah dan menaruh Fly grill di dekat
sana. Kemudian dengan menggunakan stopwat mendapatkan lalat yakni sebanyak
14 lalat. Kemudian terus berlanjut sampai ke tempat tempat penjualan daging,
ikan, buah, dan sampai ke titik terakhit atau ke sepuluh di warung makan.

Lalat yang kebanyakan hinggap berjenis Musca domestica, Sarchopaga.


Lalat merupakan salah satu ordo Diptera yang mempunyai kedekatan dengan
pemukiman manusia maupun di peternakan. Dengan Lalat merupakan salah satu
insekta (serangga) yang termasuk ordo diphtera, mempunyai sepasang sayap
berbentuk membran. Lalat juga merupakan species yang berperan dalam masalah
kesehatan masyarakat, yaitu sebagai vector penularan penyakit saluran pencernaan
seperti: kolera, typhus, disentri, dan lain lain. Pada saat ini dijumpai ± 60.000 –
100.000 spesies lalat, tetapi tidak semua species perlu diawasi karena beberapa
diantaranya tidak berbahaya terhadap kesehatan masyarakat (Dianing, 2010).

Suhu yang disukai ± 30-3500C, tetapi pada waktu akan menjadi pupa
mereka mencari tempat-tempat yang lebih dingin dan lebih kering. Pupa
berbentuk lonjong ± 7 mm panjang, dan berwarna Ó 2001 digitized by USU
digital library 2 merah coklat tua. Biasanya pupa terdapat pada pinggir medium
yang kering atau didalam tanah. Stadium pupa berlangsung 4-5 hari, bisa juga 3
hari pada suhu 350C atau beberapa minggu pada suhu rendah. Lalat dewasa keluar
dari pupa, kalau perlu menembus keluar dari tanah, kemudian jalan-jalan sampai
sayap-sayapnya berkembang, mengering dan mengeras. Ini terjadi dalam waktu 1
jam pada suhu panas sampai 15 jam untuk ia bisa terbang. Lalat dewasa bisa
kawin setiap saat setelah ia bisa terbang dan bertelur dalam waktu 4-20 hari
setelah keluar dari pupa. Jangka waktu minimum untuk satu siklus hidup lengkap
8 hari pada kondisi yang menguntungkan (Dianing, 2010).

Ini jenis lalat yang paling banyak terdapat diantara jenis-jenis lalat rumah.
Karena fungsinya sebagai vektor tranmisi mekanis dari berbagai bibit penyakit
disertai jumlahnya yang banyak dan hubungannya yang erat dengan lingkungan
hidup manusia, maka jenis lalat musca domestica ini merupakan jenis lalat yang
terpenting ditinjau dari sudut kesehatan manusia (Dianing, 2011).

Lalat rumah bisa membiak disetiap medium yang terdiri dari zat organik
yang lembab dan hangat dapat memberi makan pada larva-larvanya. Medium
pembiakan yang disukai ialah kotoran kuda, kotoran babi dan kotoran burung.
Yang kurang disukai ialah kotoran sapi. Lalat rumah juga membiak di excreta
manusia yang terdapat dikakus atau tempat-tempat lain, dan karena excreta
manusia ini juga mengandung organisme patogen maka ia merupakan medium
pembiakan yang paling berbahaya. Juga sludge dari air kotor yang digesti
sempurna bisa menjadi medium pembiakan lalat rumah (Dianing, 2010).

Kedekatan lalat M. domestica dengan pemukiman penduduk juga dapat


mempengaruhi kesehatan masyarakat. Selama ini lalat mengganggu secara
estetika dan yang lebih penting adalah lalat sebagai vektor mekanis berbagai
penyakit yang bersifat wabah. Bakteri yang banyak mengkontaminasi lalat adalah
E. coli, Klebsiella pneumoniae, dan Bacillus sp. Selain bakteri tersebut, lalat juga
membawa Enterobacter aerogenes, Enterococcus sp, Proteus morgani, Proteus
mirabilis, Providencia rettgeri, Pseudomonas aerogenosa, Serratia marcessense,
Staphylococcus aureus dan Streptococcus sp (Hestiningsih, 2006).

C. TUJUAN DAN MANFAAT

Pada praktikum kali ini, tujuan umum daripada praktikum ialah untuk
mengetahui cara survey lalat dengan melakukan praktikum survey lalat ini.
Tujuan dilakukannya survei ini adalah untuk mengetahui gambaran kepadatan
lalat di daerah Pasar Sidodadi Kleco sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan
dan penanggulangannya.Adapun tujuan lainnya yakni seperti :

1. Mengetahui betapa pentingnya lalat sebagai vector penyakit

2. Mengetahui populasi kepadatan lalat pada wilayah atau tempat tertentu

3. Mengetahui jenis-jenis lalat dan genus beserta nama lalat tersebut.

4. Dapat membedakan lalat dari berbagai genus.

Manfaat dari mempelajari dan melakukan praktikum ini ialah dapat


mengetahui apa saja penyakit yang dibawa oleh lalat dan pencegahan yang dapat
kita lakukan. Kemudian bagaimana kita mengendalikan vector lalat, dan juga
menerapkannya pada kehidupan kita serta kepada masyarakat.

Manfaat jangka panjangnya ialah dengan kita memberi penyuluhan kepada


masyarakat tentang pentingnya menjaga atau mengendalikan vector lalat dengan
cara pencegahan yang baik dan benar serta dilakukan secara rutin maka akan
menurunkan tingkat penyakit yang bisa disebarkan oleh lalat.

Lalat adalah jenis serangga ini memiliki keunikan dibandingkan dengan


serangga lain, yaitu biasa meludahi makanannya sendiri, lalat hanya bisa makan
dalam kondisi cair. Sedangkan reaksi lalat terhadap makanan akan mengeluarkan
enzim agar makanan tersebut dapat menjadi cair, setelah makanan tersebut cair
akan disedot masuk ke dalam perut lalat sehingga akan memudahkan bakteri dan
virus turut masuk ke dalam saluran pencernaannya dan berkembang di dalamnya
(Nafika, 2008).

Lalat yang berada di sekitar permukiman adalah lalat rumah Musca


domestica dan lalat hijau Chrysomya megacephala, dan lalat blirik Sarcophaga sp.
Lalat ini berkembang biak pada habitat di tumpukan kotoran, sampah yang telah
membusuk dan penuh dengan bakteri dan organisme patogen lainnya. Populasi
lalat yang tinggi atau melimpah dapat mengganggu ketentraman manusia karena
menimbulkan ketidak nyamanan sekitar dan dapat menularkan berbagai jenis
penyakit gangguan pencernaan akibat berbagai jenis bakteri yang ditularkannya.

Lalat sendiri dapat dicegah penyakitnya dengan melakukan pengendalian


vector. Pengendalian meliputi pengendalian secara fisik, kimia dan biologi yang
dilakukan secara komprehensif dengan meningkatkan kebersihan lingkungan baik
di pemukiman maupun di sekitar peternakan.

Usaha pemberantasan lalat harus merupakan salah satu program kesehatan


lingkungan dari tiap-tiap Dinas Kesehatn Rakyat. Kadang-kadang perlu diadakan
kampanye pembasmian lalat untuk menarik perhatian dan mendapatkan kerjasama
serta bantuan masyarakat dalam sebuah ” Communiti fly controla program”.
Program semacam ini harus direncanakan dan dipersiapkan dengan seksama satu
usaha kerjasama dari seluruh masyarakat karena usaha yang dilakukan secara
individual tidak akan berhasil disebabkan jarak terbang lalat yang jauh. Untuk
satu community fly-control program perlu terlebih dulu dilakukan survey
pendahuluan yang meliputi seluruh daerah untuk mencari tempat-tempat
pembiakan lalat yang ada dan yang potensiil bisa menjadi tempat pembiakan lalat.
Juga perlu diselidiki fly density dari jenis-jenis lalat yang terpenting di daerah itu.
Survey pendahuluan ini diperlukan untuk dapat menentukan luasnya daerah yang
harus dikontrol maupun intensitas serta macam tindakan pemberantasan yang
perlu diambil.

Fly grill merupakan seperangkat alat yang digunakan untuk mengukur


kepadatan lalat di suatu tempat. Fly grill dapat dibuat dari bilah – bilah kayu yang
lebarnya 1,9 cm dan tebalnya 1,5 cm dengan panjang masing – masing 82 cm
sebanyak 21 dan dicat warna putih. Bilah – bilah yang telah disiapkan dibentuk
berjajar dengan jarak 2,2 cm pada kerangka kayu yang telah disiapkan dan
pemasangan bilah kayu pada kerangkanya sebaiknya memakai sekrup sehingga
dapat dibongkar pasang. Fly grill dipakai untuk mengukur tingkat kepadatan lalat
dengan cara meletakkan Fly grill pada tempat yang akan diukur kepadatan
lalatnya. Kemudian dihitung jumlah lalat yang hinggap di atas Fly grill dengan
menggunakan alat penghitung (hand counter) selama 30 detik. Sedikitnya pada
setiap lokasi dilakukan 10 kali perhitungan kemudian dari 5 kali hasil perhitungan
lalat yang tertinggi dibuat rata – ratanya dan dicatat dalam kartu hasil perhitungan.

D. FOTO KEGIATAN
DAFTAR PUSTAKA

Chandra, B. (2010). Ilmu Kesehatan Masyarakat Dalam Konteks Kesehatan


Lingkungan. Jakarta: EGC

Devi Nuraini Santi. (2010) . Manajemen Pengendalian Lalat. Medan ; FK USU

Hestiningsih R, Martini, Santoso L. (2006). Potensi Lalat Sinantropik Sebagai


Vektor Mekanis Gastrointestinal Disease (Kajian Deskriptif Pada
Aspek Mikrobiologi): Ditbinlitabmas Ditjen Dikti.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:


Rineka Cipta.

Putri Dianing Wijayanti . (2010). Hubungan Kepadatan Lalat . Jakarta ; FKM UI


LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN VEKTOR

TRAPPING (PENJEBAKAN), IDENTIFIKASI,

DAN PENYISIRAN TIKUS

NAMA : NURUL ALIF KHOFIFAH

NIM : J410170065

SHIFT :E

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018
A. CARA KERJA

Pada praktikum kali ini, kami menangkap dengan mengambil trapping


pada hari senin, kemudian berunding dan memutuskan untuk membeli ikan asin
sebagai umpan agar diharapkan mendapat tikus dalam satu malam. Pertama, kami
memisah trap dengan satu tempat dirumah salah satu anggota kelompok dan satu
trap lagi di kost salah satu anggota kelompok pula.

Trapping dimulai dengan cara membuka kandang dengan menarik


penahan yang ada di pintu perangkap ke atas, kemudian pegangan perangkap di
sangkutkan dengan tempat menggantung umpan. Dan kemudian menaruh umpan
didalam trap, dikaitkan pada tempat umpan. Sehingga nanti ketika umpan
termakan, tempat mengaitkan umpan akan menurun dan pintu trap akan tertutup
sehingga tikus dapat tertangkap.

Pada kost salah satu anggota tersebut kami berinisiatif menaruh Trap di
lubang saluran pembuangan air di area kost, berharap agar tikus datang. Namun,
kenyataannya tikus tersebut tidak datang dan begitupun umpan yang masih utuh.

Besoknya, kami sekelompok memindahkan trap tersebut ke gudang,


dimana di gudang tersebut banyak sekali kotoran tikus dan juga bau pesing. Maka
kami yakin bahwa disana banyak tikus, ditambah dengan suara-suara hewan
melewati barang-barang di gudang membuat kami semakin percaya diri bahwa
besok kami akan mendapat tikus. Kami menaruh trap dibawah meja yang gelap
agar sekiranya tikus tersebut tidak melihat perangkap dan hanya terpancing oleh
ikan sehingga dapat terperangkap.

Namun, tetap tidak ada tikus satupun terperangkap pada trap kami.
Kemudian kami pun berinisiatif untuk mengecek keadaan trap di rumah salah satu
anggota kami, namun ternyata trap tersebut tidak bisa membuka dan menutup
dengan baik sehingga tikus dapat mengambil umpan namun tidak terperangkap.

Kemudian, kami melakukan praktikum dengan menggunakan tikus yang


didapatkan dari kelompok 1. Dengan pertama membius tikus tersebut
menggunakan Chloroform yang ditaruh di kapas kemudian memasukkan tikus
tersebut ke dalam kantung plastic berukuran berukuran 50 x 30 cm. Kemudian
menjatuhkan Chloroform ke dalam kantung plastic dan selanjutnya di tutup rapat
sampai 15 menit. Kemudian buka dan memastikan tikus tersebut sudah terbius
atau pingsan.

Dan yang pertama dilakukan adalah mengukur tubuh tikus tersebut untuk
mengetahui jenis dari tikus. Mulai dari panjang keseluruhan (dari kepala sampai
ekor), panjang ekor, panjang telapak kaki belakang, panjang telinga, panjang
badan dan jumlah putting susu. Kemudian setelah melakukan pengukuran
panjang, kami kemudian melakukan penimbangan berat tikus. Dengan berat badan
35,9 gr, kemudian setelah dilihat pada ciri –cirinya. Tikus tersebut termasuk ke
dalam spesies Suncus murinus, yakni celurut.

Setelah memeriksa tikus, kami melakukan penyisiran, dimulai dari kepala


ekor. Belum mendapatkan ektoparasit. Kemudian melakukan penyisiran lagi di
bagian samping tubuh tikus, dan belum menemukan ektoparasit. Kemudian
membalikkan tubuh tikus, menyisirnya namun belum menemukan juga.

Kemudian kami melihat dibawah mikroskop ektoparasit yang ditemukan


oleh kelompok sebelumnya, ektoparasit tersebut yakni Xenopsylla cheopsis.
Ektoparasit ini mengisap darah inangnya, sehingga dalam jumlah banyak dapat
menyebabkan anemia. Bersamaan dengan mengisap darah, pinjal juga
menyuntikkan saliva sehingga mengiritasi inangnya. Reaksi hipersensitif tersebut
dikenal sebagai Flea Allergy Dermatitis (FAD). Dermatitis dapat diperparah
dengan infeksi sekunder yang berlanjut menjadi alopecia (kebotakan) (Kesuma,
2007).

Selain gangguan langsung, pinjal juga berperan secara tidak langsung


dalam penularan beberapa penyakit berbahaya bagi manusia dan hewan (Wall dan
Shearer, 2001). Penyakit yang dapat ditularkan pinjal jenis Xenopsylla cheopis
diantaranya adalah pes (pes plague) dan murine thypus. Pes merupakan penyakit
karantina internasional di Indonesia yang termasuk reemerging disease (penyakit
yang timbul kembali) dan dapat menyebabkan kejadian luar biasa. Secara tidak
langsung pes ditularkan melalui gigitan vektor yang membawa bakteri Yersinia
pestis (Ustiawan, 2008).

Pengendalian pinjal secara mekanik dilakukan dengan cara membersihkan


karpet, alas kandang, daerah di dalam rumah yang biasa disinggahi tikus atau
hewan lain dengan menggunakan vaccum cleaner berkekuatan penuh, yang
bertujuan untuk membersihkan telur, larva dan pupa pinjal yang ada, kemudian
Repelen seperti dietil toluamide (deet) atau benzilbenzoat bisa melindungi orang
dari gigitan pinjal. (Soviana dan Hadi, 2006).

Tikus adalah mamalia yang termasuk dalam suku Muridae. Spesies tikus
yang paling dikenal adalah mencit (Mus spp.) serta tikus got (Rattus norvegicus)
yang ditemukan hampir di semua negara dan merupakan suatu organisme model
yang penting dalam biologi (Ahmad, 2011).

Tikus merupakan binatang pengerat yang sudah menjadi musuh


masyarakat karena sebagai faktor penyakitdan identik dengan image kotor. Selain
itu tikus sering merusak property rumah kita karena sifat pengeratnya danmenjadi
musuh para petani karena sering merusak tanaman/sawah mereka. Berbagai
tindakan sering kita lakukan untukmembasmi tikus ini seperti dengan jebakan,
lem ataupun dengan racun.

Dalam rangka mencegah penyakit yang disebabkan oleh tikus, maka perlu
memperhatikan kepadatan tikus. Adanya tikus di lingkungan pemukiman perlu
diwaspadai pula keberadaan ektoparasit terutama pinjal yang berpotensi
menularkan penyakit pes, murine typhus, dan tularemia (Priyambodo, 2003).

Pes merupakan penyakit bersifat akut. Penyakit Pes dikenal ada 2 macam
yaitu Pes bubo ditandai dengan demam tinggi, tubuh menggigil, perasaan tidak
enak, malas, nyeri otot, sakit kepala hebat, pembengkakan kelenjer (lipat
paha,ketiak dan leher). Sedangkan Pes pneumonic ditandai dengan gejala batuk
hebat, berbuih, air liur berdarah, dan sesak nafas.Penyakit yang ditimbulkan oleh
vektor diantaranya adalah penyakit pes dan leptospirosis.
Pengendalian Tikus perlu di lakukan apabila populasi tikus banyak dan
mengganggu kehidupan manusia sehingga menimbulkan masalah kesehatan. Ada
beberapa cara untuk mengendalikan tikus diantaranya :
1. Pengendalian secara Biologi
Dengan menggunakan musuh alami dari tikus sendiri
seperti ular, burung hantu, elang, kucing dan hewan pemakan tikus
lain. Dengan pengendalian secara biologi, populasi tikus yang
tinggi dapat ditekan dengan menjaga kelestarian hewan dalam
rantai makanan yaitu hewan pemangsa tikus.
2. Pengendalian secara Kimia
Pengendalian secara kimia ini sebenarnya kurang bagus
dalam prakteknya, karena berhubungan dengan bahan kimia yaitu
dengan menggunakan racun tikus (rodentisida) yang dapat
mempengaruhi lingkungan sekitar. Hal ini tidak boleh dilakukan
sembarangan mengingat masih banyak hewan yang dapat
memakan racun ini. Selain itu, sisa tikus yang mati karena telah
memakan racun dapat menimbulkan masalah baru semisal bangkai
tikus yang mati di tempat yang sulit dijangkau.
3. Pengendalian secara Fisika
Ada sebuah cara unik yang dilakukan untuk mengusir dan
mengendalikan tikus yaitu dengan menggunakan gelombang
ultrasonik. Gelombang ultrasonik yang dipancarkan akan
mengganggu tikus sehingga tikus takut kemudian menjauh. Hal ini
dapar terjadi karena pendengaran tikus yang tajam sehingga tikus
sangat sensitif. Untuk kemudian waktu pengendalian ini masih
perlu dilakukan peningkatan yaitu melakukan variasi gelombang
sehingga tikus tidak datang lagi.
4. Pengendalian dengan cara lainya
a. Memperhatikan sanitasi dan higinitas lingkungan sehingga
tikus tidak dapat hidup atau tinggal
b. Menggunakan tempat sampah yang tertutup untuk
mencegah tikus masuk
c. Mendesain kembali bangunan agar tidak dapat dimasuki
tikus dan agar tikus tidak dapat bersarang

B. ALAT DAN BAHAN


1. ALAT
m) Rat Trap / Cage Trap (Perangkap tikus hidup)
n) Mistar 50 cm dan 30 cm
o) Timbangan
p) Sisir tikus atau sikat sepatu
q) Kantong plastic volume 50 gr
2. BAHAN
a) Chloroform
b) Umpan Tikus
c) Tikus hidup

C. TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan umum yang dapat diambil dari praktikum ini ialah, memenuhi
tugas praktikum mata kuliah Pengendalian Vektor bab Trapping. Dan juga agar
mahasiswa mengerti bagaimana cara trapping tikus dan juga mencari dan tahu
ektoparasit apa yang ada di dalam tikus.

Tujuan khususnya ialah, agar mahasiswa mengerti ciri-ciri tikus yang


berbeda setiap spesiesnya dan dapat membedakannya. Mulai dari ukuran, jenis,
warna hingga habitatnya. Kemudian mahasiswa dapat mengetahui jenis makanan
kesukaan tikus, kemudian dapat mengetahui keberadaan tikus melalui ciri-ciri
adanya tikus atau tidak, kemudian dapat mengetahui ada atau tidaknya ektoparasit
pada tikus.
Manfaat diadakannya praktikum ini adalah agar mahasiswa mengerti
penyakit apa saja yang dapat disebabkan oleh tikus dan cara penyebarannya
sehingga mahasiswa dapat mencari dan mengetahui cara pengendaliannya
kemudian dapat menyampaikan ke masyarakat tentang pentingnya pengendalian
vector tikus tersebut.

Selain itu adalah agar mahasiswa mengerti tikus bukan hanya vector
namun ia juga host yang membawa vector lain yakni pinjal atau, Xenopsylla
cheopsis yang juga parasit diluar tubuh tikus atau disebut dengan Ektoparasit.
Yang membawa kerugian baik untuk tikus itu sendiri atau untuk manusia. Dan
melalui pengetahuan tersebut mahasiswa juga mencari dan mengetahui cara
pengendalian vector pinjal tersebut dan menyampaikannya ke masyarakat agar
mengerti pentingnya pengendalian vector dan menjaga kebersihan di dalam
lingkungan

Salah satu syarat tempat tinggal yang sehat adalah bebas dari rodent.
Rodent merupakan binatang kelompok vektor yang dapat merugikan kehidupan
manusia karena selain mengganggu secara langsung juga sebagai perantara
penularan penyakit. Hewan mengerat ini menimbulkan kerugian ekonomi yang
tidak sedikit, merusak bahan pangan, merusak kabel sehingga dapat menyebabkan
terjadinya hubungan pendek yang bisa mengakibatkan terjadinya kebakaran serta
dapat menimbulkan penyakit.

Tikus merupakan rodent yang sangat berpengaruh bagi kesehatan manusia.


Tikus dapat menjadi sumber penularan penyakit seperti pes, salmonelosis, dan
leptospirosis yang dapat berakibat fatal bagi manusia. Penyakit tersebut dapat
ditularkan kepada manusia secara langsung oleh ludah, urin dan fesesnya atau
melalui gigitan. Selain menjadi penyebab penyakit, keberadaan tikus akan
menggambarkan lingkungan yang tidak terawat, kotor, kumuh, lembab, kurang
pencahayaan serta adanya indikasi penatalaksanaan/manajemen kebersihan
lingkungan rumah yang kurang baik.
Tikus adalah jenis binatang pengerat yang perkembangbiakannya sangat
cepat. Tikus juga termasuk jenis rodent yang mempunyai 4 gigi taring yang sangat
tajam yang bisa tumbuh sampai dengan 15 cm. Maka secara alami tikus akan
selalu mengerat atau mengasah giginya pada setiap barang yang dijumpainya
seperti: kayu, pipa plastic, kabel listrik, dan kabel telepon. Dalam keadaan lapar
tikus akan memakan apa saja yang dijumpainya.

Mengingat besarnya dampak negatif akibat keberadaan tikus di lingkungan


rumah, maka diperlukan usaha pengendalian terhadap hewan tersebut. Karena
tidak mungkin membasmi rodent seluruhnya, maka usaha yang dapat dilakukan
yaitu dengan mengurangi atau menurunkan populasinya hingga ke tingkat tertentu
agar tidak mengganggu ataupun membahayakan kehidupan manusia. Dengan
dilakukannya praktikum pengendalian rodent tikus ini, kami berharap mahasiswa
dapat mengetahui dan menerapkan dikehidupan sehari-hari agar dampak negatif
dari rodent tikus dapat diminimalisir.

Xenopsylla cheopis adalah parasit dari hewan pengerat, terutama dari


genus Rattus, dan merupakan dasar vektor untuk penyakit pes dan murine tifus.
Hal ini terjadi ketika pinjal menggigit hewan pengerat yang terinfeksi, dan
kemudian menggigit manusia. Pinjal tikus oriental terkenal memberikan
kontribusi bagi Black Death.

Black Death atau Mati hitam, adalah suatu pandemi hebat yang pertama
kali melanda Eropa pada pertengahan hingga akhir abad ke-14 (1347 – 1351) dan
membunuh sepertiga hingga dua pertiga populasi Eropa. Pada saat yang hampir
bersamaan, terjadi pula epidemi pada sebagian besar Asia dan Timur Tengah,
yang menunjukkan bahwa peristiwa di Eropa sebenarnya merupakan bagian dari
pandemi multi-regional. Wabah penyakit ini muncul melalui tiga varian
penularan. Paling umum merupakan Varian Pes berasal dari pembengkakan
kelenjar getah bening (Bubo) yang muncul di leher korban, ketiak ataupun
pangkal paha. Penyakit ini tumbuh dengan berbagai ukuran, dimulai dari sebesar
telur hingga sebesar apel. Penyebaran wabah Pes bermula dari seranggga
(umumnya kutu) yang terinfeksi melalui kontak langsung dengan hewan pengerat
termasuk di antaranya tikus dan marmot yang terinfeksi wabah. Setelah tikus
tersebut mati, kutu menggigit manusia dan menyebarkannya kepada manusia.

D. FOTO KEGIATAN
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Nasrurridlo (2011). Pengaruh Pemberian Pati Jagung Dan Ubi Kayu
Hasil Modifikasi Dengan Enzim Pullulanase Terhadap Kadar Glukosa
Darah Tikus Wistar (Rattus novergicus). Malang ; UIN Malang

Kesuma, Agung Pujo. (2007). Serba Serbi Vektor Pinjal (Fleas).


Balaba,.Banjarnegara.

Priyambodo S. (2003). Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Penebar Swadaya ,


Jakarta.

Soviana, S. dan Upik KH. (2006). Pinjal. Bogor: UKPHP IPB.

Sucipto CD. (2011). Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta: Penerbit Gosyen.

Ustiawan, Adil. (2008). Xenopsylla cheopis. BALABA. Edisi 007(02) ; 20.

Anda mungkin juga menyukai