Anda di halaman 1dari 11

MENURUNKAN POPULASI NYAMUK (CULIDIAE) MELALUI

PEMBERANTASAN JENTIK PADA MEDIA AIR YANG DISEDIAKAN


UNTUK MENURUNKAN INSIDENSI DEMAM BERDARAH DI DESA
MANGUNSARI

Wily Hartanto
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
E-mail: wilyhartanto96@yahoo.co.id

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah percobaan menurunkan populasi
nyamuk dengan menggunakan media air bertelur yang disediakan dapat menurunkan populasi
dan kasus Demam Berdarah di Desa Mangunsari, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten
Tulungagung.
Sampel penelitian ini adalah 150 rumah warga yang terbagi dalam 3 lokasi penelitian.
Metode penelitian yang dipakai adalah deskriptif analitik dengan mengamati jumlah jentik
selama 8 minggu di tiap-tiap rumah. Data kasus Demam Berdarah diambil dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Tulungagung dan dibandingkan dengan menggunakan uji statistik yaitu Uji T Dua
Sampel untuk mengetahui pengaruh data kasus DBD sebelum dan sesudah penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan populasi nyamuk selama
rentang waktu penelitian dibanding sebelum perlakuan, dan juga penurunan kasus DBD
walaupun tidak signifikan. Faktor yang berpengaruh dalam proses penurunan adalah kandungan
pH, amonia, dan feromon.
Kata Kunci: Aedes aegypti, penurunan populasi nyamuk dan kasus DBD, kandungan pH,
feromon, dan NH3.

Abstract: This study aims to examine whether the experiment of reducing the mosquito
population using the spawn water media provided can reduce the population and cases of
Dengue Fever in Mangunsari Village, Kedungwaru District, Tulungagung Regency.
The sample of this study was 150 houses which were divided into 3 research
locations. The research method used was descriptive analytic by observing the number of larvae
for 8 weeks in each house. Dengue Fever case data was taken from the Tulungagung District
Health Office and compared using statistical tests, namely the Two Sample T Test to determine
the effect of DBD case data before and after the study.
The results of this study indicate that there was a decrease in mosquito population
over the span of the study period compared to before treatment, and also a decrease in dengue
cases although not significant. Factors that influence the declining process are pH, ammonia,
and pheromones.
Keywords: Aedes aegypti, decreased mosquito population and DBD cases, pH, pheromone and
NH3 content.

PENDAHULUAN spesies nyamuk yang tidak berperan


Nyamuk merupakan jenis sebagai vektor penyakit (Hadi dkk,
serangga yang termasuk kedalam ordo 2010). Menurut Soegijanto, beberapa
Diptera dan famili Culicidae. Di spesies nyamuk dikenal sebagai vektor
Indonesia ditemukan sebanyak 457 penyakit antara lain Anopheles sp
spesies nyamuk diantaranya 80 spesies menularkan penyakit malaria, Culex sp
Anopheles sp, 82 spesies Culex sp, 125 menularkan penyakit filariasis (kaki
spesies Aedes sp, dan 8 spesies gajah) dan encephalitis, Mansonia sp
Mansonia sp, yang berperan sebagai menularkan penyakit filariasis dan
vektor penyakit. Sisanya merupakan
Aedes aegypti menularkan penyakit Dalam 5 tahun terakhir kasus
Demam Berdarah Dengue (DBD). DBD selalu mencapai puncaknya pada
Di Indonesia penyebaran awal tahun, yaitu pada bulan Januari
penyakit DBD sangat luas. Penyakit merupakan puncak musim penghujan
yang disebabkan oleh virus Dengue ini sehingga dapat menyebabkan banyak
masuk pertama kali ke Indonesia terbentuknya tempat perindukan
melalui pelabuhan Surabaya pada tahun nyamuk di alam (Asih, 2015).
1968 dan 1980 menyebar ke seluruh Nyamuk Ae. aegypti
provinsi di Indonesia. Sampai sekarang berkembangbiak dengan baik di tempat
penyakit DBD merupakan salah satu perindukan di dalam maupun diluar
masalah kesehatan masyarakat yang rumah yaitu tempat penampungan air
dapat menimbulkan Kejadian Luar bersih atau genangan air hujan misalnya
Biasa (KLB) yang mengakibatkan bak mandi, tangki penampungan air, vas
kematian (Depkes RI, 2010). bunga (baik di lingkungan dalam
Data dari seluruh dunia rumah, sekolah, perkantoran maupun
menunjukkan Asia menempati urutan pekuburan), kaleng bekas, talang
pertama dalam jumlah penderita DBD rumah, pagar bambu, bagian kulit buah
setiap tahunnya (Kemenkes, 2010). yang dapat menapung air, ban bekas
Sementara itu, terhitung sejak tahu 1968 ataupun semua bentuk kontainer yang
hingga tahun 2009, World Health dapat menampung air bersih (Sembel,
Organization (WHO) mencatat negara 2009).
Indonesia sebagai negara dengan kasus Menurut Damanik (2002)
DBD tertinggi di Asia Tenggara (WHO, tempat perindukan yang paling disukai
2009 dan Kemenkes, 2010). oleh nyamuk Ae. aegypti adalah air
Berdasarkan data profil sumur dan yang paling tidak disukai
kesehatan Indonesia 2013, Indonesia adalah air PAM. Selain itu, menurut
mengalami peningkatan jumlah kasus Pratomo (1985) dan Witoyo (1990)
DBD pada tahun 2013 dibandingkan nyamuk Ae. Aegypti menyukai tempat
tahun 2012 dari 90.245 kasus menjadi perindukan air sumur dan air hujan.
112.511 kasus dengan Incidence Rate Adapun solusi yang sudah
(IR) tahun 2012-2013 sebesar 37,27 – dilakukan antara lain dengan
45,85 (per 100.000). Pemberantasan Sarang Nyamuk dan 3
Terjadinya KLB DBD di M Plus yang mana solusi tersebut masih
Indonesia berhubungan dengan berbagai banyak menggunakan bahan kimia yang
faktor yaitu lingkungan yang tidak ramah lingkungan.
mendukung terbentuknya tempat Oleh karena itu perlu dicari
perindukan nyamuk Ae. aegypti, solusi alternatif yang ramah lingkungan
pemahaman masyarakat yang masih untuk mencegah semakin mewabahnya
terbatas mengenai pengendalian perkembangbiakan nyamuk DBD
nyamuk, adanya perubahan dan khususnya di wilayah Kabupaten
manipulasi lingkungan yang terjadi Tulungagung ini. Kali ini akan dicoba
karena urbanisasi dan pembangunan solusi alternatif baru dalam mengatasi
tempat pemukiman baru, serta permasalahan tersebut yaitu dengan
meningkatnya mobilitas penduduk, media air yang digunakan untuk
sehingga mengakibatkan makin berkembang biak nyamuk.
meluasnya daerah endemik DBD Solusi ini juga dapat digunakan
(Satari, 2004). sebagai acuan dalam menganalisis kasus
Demam Berdarah Dengue di daerah
penelitian apakah dengan dilakukannya apakah ada pengaruh penggunaan media
metode ini dapat menurunkan kasus bertelur nyamuk berupa air terhadap
penderita yang terkena Demam penurunan jumlah populasi nyamuk dan
Berdarah Dengue atau tidak. kasus Demam Berdarah Dengue.
Berkaitan dengan uraian di atas,
maka penelitian ini akan menguji

METODE yang nantinya akan dilihat apakah


Metode penelitian yang berkurang atau tidak.
digunakan dalam penelitian ini adalah 2. Prosedur Kerja
metode eksperimental dan deskriptif Adapun langkah yang dilakukan
kualitatif dengan menggunakan media dalam proses penelitian ini adalah:
ember berisi air hujan atau air sumur. 1. Menyiapkan 150 buah baskom/ember
Dilakukan selama 2 bulan penuh dan yang akan digunakan sebagai tempat
tempat yang dipakai adalah tempat yang bertelur nyamuk. Tiap ember diisi
menjadi sarang nyamuk. dengan air hujan dan air sumur
Penelitian ini dilaksanakan di kemudian diletakkan di tempat gelap
tiga tempat di Kecamatan Kedungwaru, yang berpotensi disukai nyamuk.
Kabupaten Tulungagung. Adapun 2. Lalu dibiarkan selama 6 hari pertama
pelaksanaannya dimulai pada tanggal 26 sampai nyamuk bertelur dan
Maret 2019 sampai 2 bulan ke depan. berkembang menjadi larva/jentik
Penelitian ini menggunakan nyamuk.
baskom atau ember yang berisi air 3. Setelah tumbuh larva nyamuk, air
got/air hujan/air sumur berjumlah 150 disaring dan larva yang terambil
yang disebar di 3 titik di Desa dipinggirkan sementara air yang sudah
Mangunsari, Kecamatan Kedungwaru, tersaring tetap di wadah yang sama.
Kabupaten Tulungagung. Jumlah jentik 4. Larva nyamuk dihitung secara
nyamuk dihitung dan jumlah nyamuk manual untuk mengetahui berapa
sebelum maupun sesudah penelitian jumlah larva yang ada selama
juga dihitung. pengulangan berlangsung.
Alat, Bahan, dan Prosedur Kerja 5. Kemudian wadah tersebut diletakkan
1. Alat dan Bahan kembali ke tempat semula dengan
Alat yang digunakan dalam pengulangan yang sama selama 6 hari
penelitian ini adalah ember dan baskom untuk disaring kembali sampai 2 bulan.
yang diisi air sumur dan air hujan, serta 6. Di akhir percobaan jumlah larva yang
mikroskop yang nantinya untuk ada dihitung apakah menunjukkan
mengamati apakah ada mikroba tertentu pengurangan signifikan atau tidak.
di air yang digunakan. 7. Tahap terakhir adalah dengan
Sedangkan bahan yang menguji di laboratorium kandungan
digunakan pada penelitian ini adalah air yang ada di air bekas penampungan
hujan dan air PAM, serta jentik nyamuk telur tersebut.
Skema Penelitian

Nyamuk Jentik Nyamuk

Uji Pengaruh
Identifikasi
Penggunaan Media
Jenis Nyamuk
Air

Penurunan Penurunan
Populasi Nyamuk Kasus DBD

Analisis Analisis
Data Data

Kesimpulan Kesimpulan

Data yang diperoleh dari perlakuan selama 2 bulan dan


penelitian ini adalah penurunan jumlah aplikasinya apakah dapat menurunkan
populasi nyamuk setelah diberi kasus DBD.

HASIL DAN PEMBAHASAN Sehingga memang bisa dikatakan


Hasil Penelitian sebagai salah satu kecamatan kota.
Sedangkan Desa Mangunsari Desa Mangunsari dengan area
adalah salah satu desa yang berada di seluas 22. 380 0.00 Ha/m2, wilayah
wilayah Kabupaten Tulungagung tersebut dibagi menjadi 20 RT dan 4
tepatnya di Kecamatan Kedungwaru. RW yang dibagi menjadi dua wilayah
Desa Mangunsari ini terletak di sebelah pendukuhan yaitu: Dukuh Grobogan
utara dan tak jauh dari pusat kota. dan Dukuh Mangunsari.
Tabel 4 Data Penduduk Desa Mangunsari
Jumlah Penduduk
Jumlah Jenis Kelamin
Laki-laki Wanita
Tahun 2015 1890 1915
Tahun 2016 1879 1917
Sedangkan rata-rata jumlah jentik nyamuk selama 2 bulan dilakukan percobaan
pada 3 daerah adalah sebagai berikut:
1. Lokasi Penelitian A (Dusun Grobogan, Desa Mangunsari)
Tabel 5 Rata-Rata Jumlah Jentik Nyamuk
Minggu ke-
1 2 3 4 5 6 7 8
20,92 44,94 87,02 126,08 76,76 48,34 28,52 16,86

Grafik 1 Rata-Rata Jumlah Jentik Nyamuk

2. Lokasi Penelitian B (Dusun Mangunsari, Desa Mangunsari)


Tabel 6 Rata-Rata Jumlah Jentik Nyamuk
Minggu ke-
1 2 3 4 5 6 7 8
26,97 50,76 88,23 132,12 84,19 53,27 35,66 22,44

Grafik 2 Rata-Rata Jumlah Jentik Nyamuk


3. Lokasi Penelitian C (Perumahan Puri Mas, Desa Mangunsari)
Tabel 7 Rata-Rata Jumlah Jentik Nyamuk
Minggu ke-
1 2 3 4 5 6 7 8
24,34 47,95 85,32 128,75 79,45 50,10 31,75 19,10

Grafik 3 Rata-Rata Jumlah Jentik Nyamuk

Penghitungan Populasi Nyamuk Sebelum Dan Sesudah Penelitian


Tabel 8 Penghitungan Density Index
HI CI BI DI
Sebelum 83,33% 50% 61% 9
Sesudah 58,33% 24,16% 34% 5

Grafik 4 Penghitungan Density Index (%)

Setelah dimasukkan ke dalam 2. Density Index setelah dilakukan


tabel panduan kepadatan nyamuk penelitian adalah 5 yang berarti sedang.
Density Index yang ditentukan oleh Berdasarkan data yang diambil
WHO, maka dapat disimpulkan: dari dinas kesehatan Kabupaten
1. Density Index sebelum dilakukan Tulungagung dan Puskesmas
penelitian adalah 9 yang berarti tinggi. Kedungwaru dapat dilihat bahwa angka
kejadian penderita DBD di kecamatan Kedungwaru adalah sebagai berikut:

Tabel 9 Penderita DBD di Kecamatan Kedungwaru


Tahun
No Periode Keterangan
2018 2019
1. Januari-Maret 37 32 Menurun
2. Maret-Mei 40 25 Menurun
Jumlah 77 57
Periode Januari-Maret pada baru ini. Adapun hasilnya terdapat
tahun 2019 adalah waktu sebelum penurunan dari 32 kasus menjadi 25
dilakukan percobaan ini dan periode kasus walaupun angka penurunan
Maret akhir sampai Mei adalah periode tersebut tidak signifikan.
dilakukan percobaan dengan metode

PEMBAHASAN bertelur nyamuk ini, memang


Berdasarkan hasil penelitian pergerakan jumlah jentik nyamuk akan
selama 2 bulan dan rata-rata dalam 1 mencapai puncak nya pada minggu ke 4
daerah penelitian, dapat dilihat bahwa dan akan mengalami penurunan secara
jumlah jentik nyamuk pada minggu drastis.
pertama sampai minggu keempat Akan tetapi dalam penelitian
mengalami kenaikan hingga mencapai tersebut belum dibahas mengenai faktor
titik puncak pada minggu ke 4. Di apa yang menyebabkan jumlah jentik
daerah A mencapai rata-rata 126 ekor, tersebut bisa menurun secara drastis dan
di daerah B sejumlah 132 ekor, dan di bagaimana nyamuk betina dapat tertarik
daerah sejumlah 129 ekor. untuk bertelur di wadah tersebut. Dan
Setelah melewati minggu ke 4, dalam penelitian ini diajukan hipotesis
perlahan-lahan jumlah jentik mengalami bahwa faktor yang berpengaruh dalam
penurunan seperti yang terlihat pada penurunan tersebut diduga adalah
tabel dan grafik. Hingga mencapai fase kandungan pH dan amonia (NH3) yang
paling rendah pada minggu ke 8 yakni ada di dalam air wadah bertelur
rata-rata di daerah A sebesar 17 ekor, di tersebut, sedangkan faktor penarik
daerah B sebesar 22, dan di daerah C nyamuk betina untuk semakin banyak
sebesar 19 ekor. yang bertelur di wadah adalah feromon
Berdasarkan referensi yang ada yang dikeluarkan oleh nyamuk betina.
dari penemu metode penggunaan wadah
1. Kandungan pH basa. Seperti yang telah diuraikan oleh
Berdasarkan pengukuran pH Sallata, (2009) pH merupakan faktor
pada 15 sampel wadah yang diambil yang sangat berpengaruhi kehidupan
secara acak pada tiap daerah dengan larva Aedes aegypti. pH air yang terlalu
ketentuan tiap daerah diambil 5 sampel, asam atau terlalu basa akan mudah
dapat terlihat bahwa rata-rata angka mengakibatkan kematian larva. Salah
yang terbaca masing-masing adalah satu faktor yang dapat mempengaruhi
8,28 untuk daerah A, 7,65 untuk daerah keberlangsungan hidup larva adalah
B, dan 7,92 untuk daerah C. ketersediaan makanan. pH yang terlalu
Dengan demikian dapat asam/basa diduga akan menghambat
disimpulkan bahwa kandungan pH pertumbuhan plankton sedangkan
dalam wadah tersebut adalah bersifat diketahui bahwa plankton merupakan
salah satu sumber makanan terbesar molekul ammonia (Svobodova, at al,
bagi larva, dengan berkurangnya 1993).
sumber makanan bagi larva peluang 3. Feromon
larva untuk mempertahankan hidupnya Feromon terdiri atas asam-asam
sangatlah kecil. lemak tak jenuh. Senyawa kimia dengan
pH air dapat menganggu berat molekul rendah seperti ester,
perkembangbiakan nyamuk dengan alkohol, aldehida, ketone, epoxida,
menghambat pertimbuhan telur serta lactone, hidrokarbon, terpen dan
larva menjadi dewasa. Penurunan pH air sesquiterpene adalah komponen umum
dapat menyebabkan pembentukan dalam feromon (Roelofs, 1978, Nation,
enzim sitokrom oksidase di dalam tubuh 2002). Sintesa feromon dapat terjadi
larva. Sitokrom oksidase ini sepanjang kehidupan imago serangga,
bertanggungjawab dalam proses tetapi pengeluarannya hanya terjadi
metabolisme. Pada keadaan asam, kadar pada saat-saat tertentu sesuai kondisi
oksigen yang terlarut di dalam air akan lingkungan dan fisiologi serangga
lebih tinggi berbanding dengan keadaan (Klowden, 2002). Produksi feromon
basa. Pembentukan enzim tersebut akan oleh sejumlah serangga berada di bawah
dipengaruh oleh kadar oksigen yang pengendalian hormon (Holman et al.,
terlarut di air tersebut. Sementara itu, 1990). Hormon polipeptida yang
dalam keadaan asam pertumbuhan mengendalikan biosintesis feromon sex
mikroba akan menjadi makin cepat pada serangga ngengat disebut PBAN
sehingga oksigen yang terlarut di dalam (Pheromone Biosynthesis Activating
air berkurang. Keadaan ini diduga dapat Neuropeptide) (Raina dan Klun, 1984).
menyebabkan pembendukan enzume
sitokrom oksidase sehingga Produksi feromon sebagai
pertumbuhan dan perkembangan larva pembasmi hama melalui reaksi
nyamuk terpengaruh (Artha, 2011). metatesis sudah dilakukan misalnya
Alasan mengapa jumlah nyamuk pada nyamuk Culex. Nyamuk betina
yang bertelur di tempat tersebut menjadi dari spesies ini biasanya melepas suatu
menurun kemungkinan karena suasana feromon ketika mereka bertelur, untuk
basa di dalam wadah lebih kuat menarik nyamuk betina lainnya agar
daripada feromon yang dihasilkan bertelur di tempat yang sama.
nyamuk saat bertelur sehingga aroma Menurut Ulibarri, yang telah
feromon tersebut tidak ditangkap oleh mempelajari cara-cara untuk
nyamuk lainnya. mengurangi jumlah nyamuk sejak tahun
2. Kandungan Amonia (NH3) 2003, dan sebelumnya telah
Dari hasil penelitian Martha mengembangkan berbagai jenis
Retnoningsih dan Yulia Murdianti, perangkat pengendalian nyamuk, salah
dapat ditarik kesimpulan bahwa pada satunya dengan mendesain perangkap
waktu operasi tertentu, pH larutan nyamuk. Perangkap ini terdiri dari air
ammonia yang semakin tinggi (semakin yang dicampur atraktan yang
basa) akan berpengaruh pada penurunan ditempatkan pada karet ban bekas
konsentrasi NH3 semakin cepat, dengan lubang untuk mengurasnya.
sehingga jumlah ammonia yang dapat Atraktan [link untuk formula yang
dihilangkan juga semakin besar. Jika dibutuhkan] adalah berbasis susu.
keseimbangan dirubah, seperti nilai pH Nyamuk akan meletakkan telur pada
di salah satu bagian turun akan selembar kertas mengambang di air.
mengudang terjadinya penambahan Secara berkala air disaring dan kertas
diganti untuk menghilangkan telur dan
larva yang tersimpan. Air tersebut sampai pada minggu ke 4 (titik puncak).
kemudian dapat digunakan kembali dan Setelah minggu ke 5 terjadi penurunan
cenderung lebih menarik bagi nyamuk, jumlah jentik diduga karena feromon di
karena nyamuk melepaskan feromon dalam air sudah berkurang karena pH
ketika mereka meletakkan telur, dan sudah berubah menjadi basa, sehingga
lainnya nyamuk tertarik untuk air yang disarankan setelah minggu ke 5
mengandung feromon ini. dibuatkan wadah baru lagi untuk tempat
Sehingga dapat disimpulkan bertelur.
bahwa kandungan pH, NH3, dan Pada tahap suasana masih asam,
feromon yang ada di wadah penelitian kandungan NH3 juga tinggi sehingga
tersebut memiliki keterkaitan satu sama dapat membunuh jentik yang ada. Saat
lain. Feromon yang berperan untuk suasana berubah basa, kandungan NH3
memancing nyamuk bertelur sehingga juga menurun akan tetapi feromon di
menyebabkan nyamuk semakin banyak dalam wadah sudah berkurang sehingga
yang datang untuk bertelur. Selama itu jumlah jentik pun menurun.
pula pH di wadah ada di kisaran asam

KESIMPULAN 5. Dalam penelitian ini juga dilakukan


Berdasarkan hasil penelitian, uji pengukuran amonia dan pengukuran pH
statistik, dan pembahasan selama proses di mana pH berada di kisaran “basa”
penelitian ini dilakukan maka dapat pada minggu mulai terjadinya
disimpulkan sebagai berikut: penurunan jentik, dan kandungan
1. Populasi nyamuk di Desa amonia juga berada di range yang
Mangunsari sebelum dilakukan “tinggi”. Dan bahan yang berada di
penelitian ditinjau dari kepadatannya dalam air tersebut diduga adalah
memiliki Density Index “tinggi” dan feromon yang dapat memancing
setelah dilakukan penelitian ini populasi nyamuk untuk bertelur.
nyamuk berada di Density Index
“sedang”. DAFTAR PUSTAKA
2. Percobaan untuk menurunkan Achmadi. 2011. Dasar-dasar Penyakit
populasi nyamuk dengan menggunakan Berbasis Lingkungan. Jakarta.
media air yang disediakan yang Rajawali Press.
dilakukan di 150 rumah warga Desa Aedes aegypti, 2008. Wikipedia bahasa
Mangunsari ternyata memang terbukti Indonesia, ensiklopedia bebas.
terjadi penurunan jumlah jentik mulai http://id.wikipedia.org/wiki/Aedes
minggu ke 5 hingga minggu ke 8 dan _aegypti, diakses pada tanggal 23
sempat mencapai titik puncak tertinggi Agustus 2018.
pada minggu ke 4 untuk jumlah Amalia, R., Sayono, Sunoto. Perilaku
jentiknya. Bertelur Nyamuk Aedes aegypti
3. Dalam rangka untuk menurunkan pada Air Sumur Gali dan Air
kasus terjadinya Demam Berdarah di Comberan. Laporan Penelitian.
Desa Mangunsari terbukti ada Prosiding Seminar Nasional Hari
penurunan dari 32 kasus menjadi 25 Nyamuk. 2009. Hal: 92-98.
kasus. Arifin, A., E. Ibrahim., R. La ane. 2013.
4. Sedangkan untuk identifikasi jenis Hubungan Faktor Lingkungan
nyamuk yang ada di daerah lokasi Fisik dengan Keberardaan Larva
penelitian adalah nyamuk Aedes Aedes aegypti di Wilayah
aegypti, Anopheles sp, dan Culex sp. Endemis DBD di Kelurahan
Kassi-Kassi Kota Makasar 2013. Mematikan. Badan Penelitian dan
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 1- Pengembangan Kesehatan Loka
8. Litbang P2B2 Ciamis. 95 Hlm.
Aryu Candra, Demam Berdarah Depkes RI. 2010. Penemuan dan
Dengue: Epidemiologi, Tatalaksana Penderita Demam
Patogenesis, dan Faktor Risiko Berdarah Dengue. Jakarta.
Penularan, Jurnal Aspirator. FK Elita Agustina. Pengaruh Air Terpolusi
UNDIP: Semarang, 2010, vol.2 Tanah terhadap
no.2. Perkembangbiakan Nyamuk
Azhari, M. 2014. Faktor Lingkungan Aedes aegypti, jurnal biotik,
yang Berpengaruh Terhadap Banda Aceh : IAIN Ar-Ranniry,
Kejadian Infeksi Virus Dengue. 2013, vol.1 no.2.
Tesis. Program Pasca Sarjana. Gandung. 1989. “Kunci Identifikasi
Universitas Diponegoro, Aedes Jentik Dan Dewasa Di
Semarang. Jawa”.DIT.JEN. PPM DAN PLP.
CDC. 2011. Aedes aegypti eggs. Jakarta.
Atlantan: CDC Gubler, J.D. 2014. Dengue and Dengue
Chahaya. 2003. Pemberantasan Vektor Hemmorhagic Fever. Second
Demam Berdarah Di Indonesia. Edition. USA. CPI Group Ltd,
Fakultas Kesehatan Masyarakat Croydon.
Universitas Sumatera Utara . Green, L.W and M.W. Kreuter. 1991.
Digitized by USU digital library. Health Promotion Planning, An
Medan. Educationand Environmental
Damar, R. 2004. Studi Biekologi Vektor Approach. Second Ed. May Field
Malaria di Kecamatan Srumbung Publishing Co. Hoedojo, R. 1998.
Kabupaten Magelang, Jawa Morfologi, Dasar Hidup, dan
Tengah. [Internet]. Terdapat pada Perilaku Nyamuk dalam
ejournal.litbang. depkes. go.id. Parasitologi Kedokteran. Edisi
Diakses pada : 16 Maret 2019. ke-2. FKUI. Jakarta
Damanik. 2002. Tempat Perindukan Hadi, M , 1997. Pengaruh pH air Air
yang Paling Disenangi Nyamuk Perindukan terhadap Pertumbuhan
Aedes aegypti Berdasarkan Jenis dan Perkembangan Aedes Aegypti
Sumber Air. Skripsi. Universitas Pra Dewasa. Cermin Dunia
Sumatera Utara. Kedokteran, Volume 119, pp. 47-
Depkes RI. 2005. Pencegahan dan 49.
Pemberantasan Demam Berdarah Hidayat, M., Ludfi S., Hadi S..
Dengue di Indonesia. Depkes RI. Pengaruh pH Air Perindukan
Direktorat Jenderal Pengendalian terhadap pertumbuhan dan
Penyakit dan Penyehatan Perkembangan Aedes aegypti Pra
Lingkungan. Jakarta. Dewasa. Laporan Penelitian.
Depkes RI. 2005. Pencegahan Dan Cermin Dunia Kedokteran.
Penanggulangan Penyakit 1997.119:47-49
Demam Dengue Dan Berdarah Huda, A.H. 2004. Selayang Pandang
Dengue. Ditjen PPM & PLP. Penyakit-penyakit yang
Jakarta Ditularkan oleh Nyamuk Di
Depkes RI. 2007. Inside (Inspirasi dan Provinsi Jawa Timur tahun 2004.
Ide Litbangkes P2B2) Vol.2: http://www.dinkesjatim.go.id/.
Nyamuk Vampir Mini yang
Diakses pada tanggal 27 Maret Kontainer, dan Perilaku
2019. Masyarakat dengan Keberadaan
Ishartadiati. K. 2012. Aedes aegypti Jentik Nyamuk Aedes aegypti di
Sebagai Vektor Demam Berdarah Daerah Endemis Demam
Dengue. Universitas Wijaya Berdarah Dengue Surabaya.
Kusuma Surabaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan. No. 2
Kusnindar. 1990 “Pemberantasan Volume 1.
Penyakit Demam berdarah
Ditinjau dari Berbagai
Penelitian”. Cermin Dunia
Kedokteran. 60 : 10.
Lestari. 2007. Epidemiologi dan
Pencegahan Demam Berdarah
Dangue (DBD) di Indonesia.
Jurnal Farmaka. Vol. 5 No. 3,
Desember 2007. Fakultas Farmasi
Universitas Padjadajaran .
Bandung.
Mardihusodo, S.G. 1988. Pengamatan
Segi-segi Biologi Aedes aegypti di
Laboratorium. Fakultas
Kedokteran dan Fakultas Biologi.
Yogyakarta: UGM Press
Polson. 2008. Nyamuk Penyebab
Demam Berdarah Mampu Hidup
di Air Kotor. [teknologi
tinggi.wordpress.com/2008/03/19/
nyamuk- penyebab demam
berdarah-mampu-hidup-di-air-
kotor.} Diakses tanggal 10 April
2019.

Retnoningsih, Martha. 2010. Pengaruh


pH, Konsentrasi NH3, dan Waktu
Operasi Pada Elektrolisa NH3.
Jurnal Artikel Ilmiah.

Setyowati, E.A. 2013. Biologi Nyamuk


Aedes aegypti Sebagai Vektor
DemamBerdarah Dengue.
Universitas Jenderal Soedirman.
Supartha, I. W. 2008. Pengendalian
Terpadu Vektor Virus Demam
Berdarah Dengue, Aedes aegypti
dan Aedes albopictus. Universitas
Udayana. Denpasar.
Yudastuti, R. dan V. Anny. 2005.
Hubungan Kondisi Lingkungan,

Anda mungkin juga menyukai