Anda di halaman 1dari 26

TUGAS FGD

DEMAM BERDARAH DENGUE DI LINGKUNGAN PERUSAHAAN


VULKANISIR BAN

Oleh :
1. PUTU DEVANANDA P.A

15700024

2. KADEK HERMA ABINANDA

15700026

3. KELVIN SUNARYO

15700028

4. RIZQI PUTRA SANSAKA

15700030

5. LUH PUTU SUKMA YOGISWARI

15700032

6. ROZIQ BAGAS MAULANA

15700034

7. KADEK YULIANTI

15700036

8. DWI NGURAH BAGUS OKTAVIAN

15700040

9. KOMANG PUTRA SATYAWAN

15700044

10. ALBERTDAMEN JOSAL R.P

15700048

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2015/2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
makalah ini tepat pada waktunya. Laporan makalah ini merupakan laporan hasil
diskusi dan analisis dari skenario yang telah diberikan. Makalah ini merupakan
suatu kewajiban tiap kelompok untuk menyampaikan hasil dari diskusinya dalam
FGD (Focus Group Disscussion) mengenai hal-hal yang berkenaan dengan
skenario yang telah diberikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang baik secara
langsung maupun tidak langsung membantu hingga terselesaikannya laporan
makalah ini, antara lain Tutor kami dalam FGD (Focus Group Discussion)
Kelompok 2, dr. Ayu Cahyani.
Kami menyadari bahwa laporan makalah ini masih jauh dari
sempurna.Oleh karena itu saran atau kritik yang bersifat positif dan membangun
sangat kami harapkan untuk menyempurnakan laporan ini.Terima kasih.
Surabaya, 28 September 2016
Penyusun

ii

DAFTAR ISI
Halaman Judul..............................................................................................

Kata Pengantar.............................................................................................

Daftar isi.......................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang...............................................................................

B.

Rumusan Masalah..........................................................................

C.

Tujuan............................................................................................

1.

Tujuan Umum.........................................................................

2.

Tujuan Khusus........................................................................

BAB II ANALISIS DAN PEMBAHASAN


A. Analisis.............................................................................................

1.

Kaus Demam Berdarah Dengue.............................................

2.

Tinjauan Teoritis.....................................................................

3.

Konsep Fishbone....................................................................

14

B. Pembahasan......................................................................................

14

BAB III RENCANA PROGRAM................................................................

16

BAB IV PENUTUP
A.

Kesimpulan....................................................................................

20

B.

Saran..............................................................................................

22

iii

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak
tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat
negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia
Tenggara. (WHO,1998)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita
dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan
meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Di Indonesia Demam
Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana
sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia
(Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar
luas ke seluruh Indonesia. (Kemenkes R.I., 2010).
Penyebab DD/DBD adalah oleh virus dengue anggota genus Flavivirus,
diketahui empat serotipe virus dengue yaitu DEN-1, DEN- 2, DEN-3 dan
DEN-4. Nyamuk penular disebut vektor, yaitu nyamuk Aedes (Ae) dari
subgenus Stegomya. Vektor adalah hewan arthropoda yang dapat berperan
sebagai penular penyakit. Vektor DD dan DBD di Indonesia adalah nyamuk
Aedes aegypti sebagai vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor
sekunder. Spesies tersebut merupakan nyamuk pemukiman, stadium
pradewasanya

mempunyai

habitat

perkembangbiakan

di

tempat

penampungan air/wadah yang berada di permukiman dengan air yang relatif


jernih. Nyamuk Aedes aegypti lebih banyak ditemukan berkembang biak di
tempat-tempat penampungan air buatan antara lain : bak mandi, ember, vas
bunga, tempat minum burung, kaleng bekas, ban bekas dan sejenisnya di
dalam rumah meskipun juga ditemukan di luar rumah di wilayah perkotaan;
1

sedangkan Ae. albopictus lebih banyak ditemukan di penampungan air alami


di luar rumah, seperti axilla daun, lubang pohon, potongan bambu dan
sejenisnya terutama di wilayah pinggiran kota dan pedesaan, namun juga
ditemukan di tempat penampungan buatan di dalam dan di luar rumah.
Spesies nyamuk tersebut mempunyai sifat anthropofilik, artinya lebih
memilih menghisap darah manusia, disamping itu juga bersifat multiple
feeding artinya untuk memenuhi kebutuhan darah sampai kenyang dalam satu
periode siklus gonotropik biasanya menghisap darah beberapa kali Sifat
tersebut meningkatkan risiko penularan DB/DBD di wilayah perumahan yang
penduduknya lebih padat, satu individu nyamuk yang infektif dalam satu
periode waktu menggigit akan mampu menularkan virus kepada lebih dari
satu orang (Suratman, 2010).
Dalam sebuah skenario kasus dipaparkan bahwa di sebuah wilayah di
lingkungan Puskesmas Antah Kecamatan Berantah terdapat sebuah
perusahaan vulkanisir ban yang berlokasi 2 km dari perkampungan Desa
Pinutur. Perusahaan tersebut memiliki 100 orang karyawan yang sebagaian
besar berdomisili di Desa Pinutur tersebut. Desa Pinutur saat ini sedang
terjangkit endemi wabah demam berdarah. Dari 100 orang karyawan didapati
15 orang tenaga kerja perusahaan vulkanisir ban tersebut sedang dirawat di
Puskesmas karena menderita demam berdarah. Menyikapi kejadian tersebut
kepala puskesmas segera melakukan survey ke wilayah endemi sekaligus di
lingkungan perusahaan. Dari hasil survey didapati data bahwa di lingkungan
perusahaan terdapat bahan baku berupa ban bekas yang melebihi kapasitas
gudang sehingga tertumpuk di luar gudang sehingga menjadi tempat
genangan air sebagai habitat sarang nyamuk Aedes aegypti. Secara umum
juga ditemukan fakta bahwa perusahaan vulkanisir ban kurang peduli
terhadap kebersihan dan kesehatan di lingkungan kerja yang dibuktikan
berdasarkan hasil survey ditemukan pakaian kerja yang bergantungan di
ruang produksi dalam kondisi kotor, sampah produksi maupun limbah
individu berserakan, rumput liar tumbuh tanpa perawatan lingkungan
menambah kesan kumuh pada perusahaan. Saluran air tidak lancar sehingga
2

di musim penghujan banyak genangan di sekitar perusahaan. Pada kasus ini


hasil survey yang telah dilakukan oleh kepala Puskesmas Antah telah
menunujukkan kesesuaian habitat vektor DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti
Beberapa studi perilaku pencarian pengobatan para penderita DBD
(treatment seeking behavior) memberikan gambaran bahwa, pada umumnya
mula mula penderita akan mengobati diri sendiri atau pergi ke Puskesmas
atau ke dokter umum (Depkes, 2005, Nainggolan, 2007). Penderita akan
mencoba beberapa obat, dan kalau bertambah buruk baru kembali ke dokter
yang mengobati tersebut dan atau dirujuk ke Rumah Sakit. Studi pendahuluan
memberikan informasi bahwa rata rata penderita mendatangi RS untuk
mencari pengobatan datang di RS pada hari ke 3.2 +/- 1.6. Pada saat tersebut
jumlah virus dalam peredaran darah penderita yang bersangkutan sudah mulai
menurun. Diketahui bahwa DBD adalah self limiting disease. Menjadi
berbahaya kalau terjadi dampak ikutan, misalnya Schock Syndrome.
Berdasar data atau informasi skenario di atas maka Kepala Puskesmas
setempat telah melacak alamat penderita. Setiap penderita yang telah
didiagnosis sebagai kasus DBD di Puskesmas, akan dilakukan penyelidikan
epidemiologi disekitar rumah penderita dan lingkungan kerja apakah ada
tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti, dan apabila didapatkan ada tempat
per indukan, dan atau jentik dan atau kasus baru, maka dilakukan fogging dan
pemberian larvicida. Hal ini disebut sebagai Fogging Focus approach.
Kegiatan ini menurut hemat penulis oleh karena bila dirunut ke belakang,
untuk memperoleh informasi adanya sumber penularan, penularan itu sendiri
pada dasarnya telah berlangsung 4 hingga 5 hari sejak seseorang mengidap
virus dalam peredaran darahnya. Selama itu pula telah terjadi eskalasi yang
mirip deret ukur. Satu menjadi dua, dua menjadi empat, dan seterusnya.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis akan membahas faktorfaktor yang menjadi penyebab Demam Berdarah Dengue dan Pengendaliannya di lingkungan Industri yang berdekatan dengan pemukiman padat
penduduk.

B. Rumusan Masalah
1.

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian DBD di Kecamatan


Berantah?

2.

Bagaimana pengendalian DBD oleh Puskemas Antah sebagai pelaksana


Dinas Kesehatan di Kecamatan Berantah?

C. Tujuan
1.

Tujuan Umum
a.

Bagi Instansi Puskesmas dan Dinas Kesehatan


Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam pemecahan
masalah pada program kesehatan bidang penyakit menular,
khususnya masalah pencegah penyakit DBD agar dapat dijadikan
sebagai monitoring dan evaluasi program pemberantasan penyakit
menular (P2M).

b.

Bagi Masyarakat
Sebagai dasar pengetahuan dan pemikiran serta menjadi informasi
dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD.

2.

Tujuan Umum
a.

Untuk mengetahui faktor faktor apa saja dengan kejadian DBD di


Desa Antah Kecamatan Berantah.

b.

Untuk menentukan langkah-langkah pengendalian DBD di Desa


Antah Kecamatan Berantah

BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. ANALISIS
1. Kasus Demam Berdarah
Seperti telah diketahui bahwa dalam sebuah skenario kasus
dipaparkan bahwa di sebuah wilayah di lingkungan Puskesmas Antah
Kecamatan Berantah terdapat sebuah perusahaan vulkanisir ban yang
berlokasi 2 km dari perkampungan Desa Pinutur. Perusahaan tersebut
memiliki 100 orang karyawan yang sebagaian besar berdomisili di Desa
Pinutur tersebut. Desa Pinutur saat ini sedang terjangkit endemi wabah
demam berdarah. Dari 100 orang karyawan didapati 15 orang tenaga kerja
perusahaan vulkanisir ban tersebut sedang dirawat di Puskesmas karena
menderita demam berdarah.
Dari hasil survey di lapangan didapati data bahwa di lingkungan
perusahaan terdapat bahan baku berupa ban bekas yang melebihi kapasitas
gudang sehingga tertumpuk di luar gudang sehingga menjadi tempat
genangan air sebagai habitat sarang nyamuk Aedes aegypti. Secara umum
juga ditemukan fakta bahwa perusahaan vulkanisir ban kurang peduli
terhadap kebersihan dan kesehatan di lingkungan kerja yang dibuktikan
berdasarkan hasil survey ditemukan pakaian kerja yang bergantungan di
ruang produksi dalam kondisi kotor, sampah produksi maupun limbah
individu berserakan, rumput liar tumbuh tanpa perawatan lingkungan
menambah kesan kumuh pada perusahaan. Saluran air tidak lancar
sehingga di musim penghujan banyak genangan di sekitar perusahaan.
2. Tinajauan Teoritis (Kemenkes R.I, 2010)
a. Definisi DBD
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut
yang disebabkan oleh virus Dengue. DBD menyerang semua golongan
umur terutama anak - anak dengan ciri demam tinggi mendadak

dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock


dan kematian (Siregar, 2004).
b. Penyebab DBD
Penyebab penyakit Dengue adalah Arthrophod borne virus,
famili Flaviviridae, genus flavivirus. Virus berukuran kecil (50 nm) ini
memiliki single standard RNA. Virion-nya terdiri dari nucleocapsid
dengan bentuk kubus simetris dan terbungkus dalam amplop
lipoprotein.Genome (rangkaian kromosom) virus Dengue berukuran
panjang sekitar 11.000 dan terbentuk dari tiga gen protein struktural
yaitu nucleocapsid atau protein core (C), membrane-associated protein
(M) dan suatu protein envelope (E) serta gen protein non struktural
(NS).Terdapat empat serotipe virus yang disebut DEN-1, DEN-2,
DEN-3 dan DEN-4. Ke empat serotipe virus ini telah ditemukan di
berbagai

wilayah

Indonesia.

Hasil

penelitian

di

Indonesia

menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD


berat dan merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul
oleh Dengue-2, Dengue-1 dan Dengue -4.
Terinfeksinya seseorang dengan salah satu serotipe tersebut
diatas, akan menyebabkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe
virus yang bersangkutan. Meskipun keempat serotipe virus tersebut
mempunyai daya antigenis yang sama namun mereka berbeda dalam
menimbulkan proteksi silang meski baru beberapa bulan terjadi infeksi
dengan salah satu dari mereka.

E. PROTEIN
M.
PROTEIN
C. PROTEIN
+ ssRNA
6

Spheres
Diameter: 40-60 nm
Gambar 2 : Virus Dengue
c. Penularan dan masa inkubasi
1) Vektor DBD
Penyakit DBD ditularkan melalui dua jenis nyamuk pembawa
(vektor) yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus, kedua jenis
nyamuk ini terdapat hampir di seluruh Indonesia kecuali daerah
dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut
(Hiswani, 2003). Jarak terbang nyamuk Aedes aegypti antara 40
hingga 100 meter.

Gambar 1 : Nyamuk Ae.aegypti


2) Siklus penularan
Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue
pada saat dia menghisap darah dari seseorang yang sedang
dalam fase demam akut (viraemia) yaitu 2 hari sebelum panas

sampai 5 hari setelah demam timbul. Nyamuk menjadi infektif 812 hari sesudah mengisap darah penderita yang sedang viremia
(periode inkubasi ekstrinsik) dan tetap infektif selama hidupnya
Setelah melalui periode inkubasi ekstrinsik tersebut, kelenjar
ludah nyamuk bersangkutan akan terinfeksi dan virusnya akan
ditularkan ketika nyamuk tersebut menggigit dan mengeluarkan
cairan ludahnya ke dalam luka gigitan ke tubuh orang lain. Setelah
masa inkubasi di tubuh manusia selama 3 - 4 hari (rata-rata
selama 4-6 hari) timbul gejala awal penyakit secara mendadak,
yang ditandai demam, pusing, myalgia (nyeri otot), hilangnya
nafsu makan dan berbagai tanda atau gejala lainnya.
Viremia biasanya muncul pada saat atau sebelum gejala
awal penyakit tampak dan berlangsung selama kurang lebih lima
hari. Saat-saat tersebut penderita dalam masa sangat infektif untuk
vektor nyamuk yang berperan dalam siklus penularan, jika
penderita tidak terlindung terhadap kemungkinan digigit nyamuk.
Hal tersebut merupakan bukti pola penularan virus secara vertikal
dari nyamuk-nyamuk betina yang terinfeksi ke generasi berikutnya.

Gambar 3 : Siklus penularan penyakit DBD


3) Masa inkubasi
Infeksi Dengue mempunyai masa inkubasi antara 2 sampai
14 hari, biasanya 4-7 hari.

4) Host
Virus dengue menginfeksi manusia dan beberapa spesies
dari primata rendah. Tubuh manusia adalah reservoir utama bagi
virus tersebut, meskipun studi yang dilakukan di Malaysia dan
Afrika menunjukkan bahwa monyet dapat terinfeksi oleh virus
dengue sehingga dapat berfungsi sebagai host reservoir.
Semua orang rentan terhadap penyakit ini, pada anak-anak
biasanya menunjukkan gejala lebih ringan dibandingkan dengan
orang dewasa. Penderita yang sembuh dari infeksi dengan satu
jenis serotipe akan memberikan imunitas homolog seumur hidup
tetapi tidak memberikan perlindungan terhadap terhadap infeksi
serotipe lain dan dapat terjadi infeksi lagi oleh serotipe lainnya.
5) Faktor Resiko DBD
Beberapa faktor yang berisiko terjadinya penularan dan
semakin berkembangnya penyakit DBD adalah pertumbuhan
jumlah penduduk yang tidak memiliki pola tertentu, faktor
urbanisasi yang tidak berencana dan terkontrol dengan baik,
semakin

majunya

sistem

sangat

mudah,

penduduk

transportasi

sehingga

sistem pengelolaan

mobilisasi

limbah

dan

penyediaan air bersih yang tidak memadai, berkembangnya


penyebaran

dan

kepadatan

nyamuk,

kurangnya

sistem

pengendalian nyamuk yang efektif, serta melemahnya struktur


kesehatan masyarakat. Selain faktor-faktor lingkungan tersebut
diatas status imunologi seseorang, strain virus/serotipe virus yang
menginfeksi, usia dan riwayat genetik juga berpengaruh terhadap
penularan penyakit. Perubahan iklim (climate change) global yang
menyebabkan kenaikan rata- rata temperatur, perubahan pola
musim hujan dan kemarau juga disinyalir menyebabkan risiko
terhadap penularan DBD bahkan berisiko terhadap munculnya
KLB DBD

6. Tahap Pencegahan DBD


Primer

Skunder

Tersier

Promosi kesehatan :

Program

Upayakan

Penyuluhan

pemeriksaan

kesehatan

tentang

penyakit

DBD

dan

cara

memelihara

seperti

berkala pemberian

cairan

pemeriksaan yang adekuat

lingkungan

tempat Menganjurkan

tinggal oleh petugas makan

makanan

lingkungan yang baik

kesehatan lingkungan.

yang bergizi dan

seperti

melakukan

Melakukan

usahakan

3M

pemberantasan

dalam

tindakan

(menguras, mengubur,

nyamuk dan sarang- yang

menutup)

sarangnya

Upaya

penyemprotan (foogin) yang

pencegahan

DBD

Pemberian

ditunjukkan

pada

demam bedarah.
Memberikan

nyamuk beserta tempat

jambu.

perkembang biakannya

kuantitas
banyak

dengan terutama makanan

untuk

pemberantasan

makan

banyak

obat mengandung
protein
jus Mengusahakan
pasien yang dalam
masa

pemulihan

agar terhindar dari


gigitan

nyamuk

lagi.
Melakukan
donor darah

10

No

Kegiatan

1
2
3
4

Kerja bakti
Membuat locker
Membuat gudang ban bekas
Fogging

4
3
4
5

Efektifitas
I
V
4
2
3
4

Efesiensi
C

Hasil

2
3
4
4

16
6
12
20

2
3
4
4

Tabel Scoring untuk Menentukan Urutan Prioritas Kegiatan


Rencana Kegiatan Fogging
Volu
No

kegiata
n

Sasaran

Target

me

Rincian

kegi

kegiatan
Mengumpul

Pemben Kepala

1.

atan
1x

tukan

Desa,

terbentuk

tim

Pihak

tim yang

Lokasi

Tenaga

pelaksa

pelaksan

na

Kebutuhan
jadwal

pelaksanaa
n

Balai

Kepala

sebel kan pihak

desa

Desa,

dilakukann

um

Kepala

Pitutur

Pihak

ya rapat,

penyedi akan

kegi

Desa, Pihak

penyedia

konsumsi

a jasa

melakuka

atan

penyedia

jasa

Foggin

n fogging

dilak jasa

Fogging,

g,

2.

sana

Fogging,

kepala

kepala

menentuk

kan

kepala

puskesm

puskes

an

puskesmas,

as,

mas,

wilayah

Warga desa

Warga

Warga

yang akan

pitutur,

desa

desa

di

Pemilik

pitutur,

pitutur,

fogging

Perusahaan

Pemilik

Pemilik

3.

Perusaha

Perusah menyepak
aan

an

ati
pembiaya
an dalam
melakuka
11

January

Lokasi

Foggin

Rumah

n fogging
1. seluruh

3-4x

Menyiapkan Rumah

Tim

Februar

Bahan

warga

rumah

dala

keperluan

seluruh

pelaksan

y-

serta alat

desa

warga

dalam

warga

a fogging April

pitutur,

desa

semi

melakukan

desa

melakukan

lingkun

Pitutur

nggu fogging

pitutur

fogging

gan

telah

meliputi

serta

yang

bebas dari

bahan, alat

lingkun

diduga

nyamuk

dan tim

gan di

tempat

2.

yang

sekitarn

perkem

lingkunga

melakukan

ya, dan

bang

n sekitar

fogging

lingkun

biakan

perusahaa

untuk

gan di

nyamuk n bebas

sekitar

dari

perusah

lingkun

nyamuk

aan

gan

3. angka

sekitar

penderita

perusah

wabah

aan

DBD
dapat

menurun
Evaluas Menyus Seluruh

1x

Menyusun

Balai

Kepala

un

rumah

setel

laporan

desa

Desa,

laporan

dan

ah

kegiatan,

Pitutur

Pihak

kegiata

lingkunga

kegi

menghitung

penyedia

n,

n sekitar

ataa

persentase

jasa

melaks

desa

penderita

Fogging,

anakan

pitutur

seles

wabah DBD

kepala

evaluas

dan

ai

sebelum

puskesm

lingkunga

dilak dan sesudah

12

as,

Mei

Alat tulis

n sekitar

sana

dilakukan

Warga

perusahaa

kan

fogging

desa

n bebas

pitutur,

dari

Pemilik

nyamuk

Perusaha
an

Problem Solving
Demam Berdarah Dengue sedang merebak sedang merebak di wilayah desa
Pitutur, bahkan 15 orang tenaga kerja perusahaan dirawat di puskesmas karena
Demam Berdarah Dengue. Dari kasus tersebut di dapatkan penyebabnya adalah :
1. Sampah berserakan dan rumput-rumput liar banyak tumbuh di halaman
perusahaan
2. Genangan air cukup banyak di sekitar perusahaan dan perkampungan.
3. Tumpukan ban bekas melebihi kapasitas gudang
Alternatif kegiatan untuk memecahkan kasus tersebut adalah :
1. Kerja bakti
2. Membangun locker
3. Membuat gudang ban bekas

3. Konsep Diagram Fish Bone


MANUSIA

LINGKUNGAN
Kepedulian Persh Rendah

Minim Pengetahuan
Randah PHBS
DBD, Bahaya DBD,
Pencegahan, Tindakan
Dini

Kurang menjaga kebersihan


individu
dan lingkungan

13

Banyak tumpukan ban bekas


Ruangan produksi yang kumuh
Kebersihan lingkungan tidak terjaga
Normalisasi saluran yang buruk

Tidak ada Program Daerah


Bebas Jentik

Ruangan Pelayanan Terbatas


Ketersediaan Obat dan
peralatan medis terbatas

KLB DBD

Tidak terlaksana 3m plus


Tidak ada pemeriksaan jentik

SARPRAS KESEHATAN

METODE

B. PEMBAHASAN
Dalam hubungan sebab akibat, KLB DBD sebagai akibat dipicu oleh
beberapa faktor sebagai berikut :
1.

Faktor manusia,
a.

Dengan minimnya pengetahuan tentang DBD meliputi bahaya DBD,


Pencegahan DBD dan tindakan dini DBD mengakibatkan KLB DBD
karena memicu menginkatnya distribusi penyebaran vektor.

b.

Rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat mengakibatkan KLB


DBD karena tidak ada kepedulian terhadap pemberantasan
perkembangbiakan nyamuk dengan pembiaran terhadap kondisi
lingkungan yang kotor dan tidak sehat.

2. Faktor

lingkungan,

rendahnya

kepedulian

perusahaan

terhadap

kesehatan lingkungan menjadi salah satu pemicu kejadian DBD,


faktanya adalah perusahaan membiarkan lingkungan yang kotor terjadi,
membiarkan tumpukan ban bekas yang melebihi kapasitas gudang,
membiarkan kondisi kumuh dan banyak gantungan pakaian kerja di
ruang produksi.
3.

Faktor metode, menjadi penting karena di daerah ini tidak terdapat


program khusus pengawasan pencegahan DBD sehingga kepedulian
masyarakat menjadi rendah akan pentingnya mencegah DBD melalui
pelaksanaan program 3M atau 3M plus.

4.

Faktor sarana dan prasarana kesehatan yang sangat minim seperti


keterbatasan ruang palayanan, peralatan medis dan obat obatan di

14

puskesmas dapat memperlambat penanganan DBD bahkan keterlambatan


ini tidak jarang terjadi shock syndrom yang fatalnya berakibat pada
kematian.

15

BAB III
RENCANA PROGRAM
Rencana program kesehatan masyarakat disusun berdasarka faktor-faktor
yang berhasil diidentifikasi sehingga memiliki kemampuan untuk memecahkan
masalah dalam hal pengendalian KLB DBD yaitu :
1.

Pemaksimalan tindakan fogging (pengasapan) di lingkungan perusahaan dan


pemukiman penduduk suspect DBD dan sekitarnya sebagai prioritas pertama
karena sudah terdapat suspect korban.

2.

Minta dukungan perusahaan untuk segera mengendalikan kebersihan dan


kesehatan lingkungan perusahaan. Langkah ini diambil sebagai prioritas
kedua karena perilaku dan budaya perusahaan yang buruk terhadap kesehatan
menjadi sponsor utama kejadian DBD

3.

Penggalangan masyarakat melalui gerakan berantas DBD (Getas DBD), hal


ini perlu dilakukan untuk tujuan jangka panjang dalam mewujudkan wilayah
bebas DBD, meliputi:
a.

Sosialisasi Bahaya Demam Berdarah dan pencegahannya melalui


kelompok-kelompok, komunitas dan perkumpulan-perkumpulan yang
ada di masyarakat.

b.

Pemberdayaan masyarakat melalui pemberantasan jentik nyamuk rumah


tangga.

16

Manajemen Program
1.

Pemaksimalan Fogging
Planing

Organizing

Actualing

(Perencanaan)
(Pengorganisasian)
(Pelaksanaan Program)
1. Menentukan wilayah 1. Membentuk tim kerja 1. Melaksanakan
yang akan menjadi

fogging di lingkungan

foging di lingkungan

target pengasapan.

Puskesmas

terdampak

2. Menentukan volume 2. Membentuk tim kerja


relawan

digunakan.

lingkungan masyarakat

desa terdampak dan

terdampak

sekitarnya

penanggung

jawab

di

oleh tim puskesmas

fogging yang akan


3. Menentukan

foging

DBD

bersama

rencana.

4. Menentukan

2. Penyusun

anggaran kegiatan
format

rencana

laporan

yang

masuk dalam daftar

pelaksana kegiatan

5. Menyusun

relawan

laporan

hasil foging untuk


dilaporkan

kepada

Dinas Kesehatan

pertanggungjawaban
kegiatan

berbasis

anggaran
Pengendalian secara kimiawi masih paling populer baik bagi program
pengendalian DBD dan masyarakat. Penggunaan insektisida dalam pengendalian
vektor DBD bagaikan pisau bermata dua, artinya bisa menguntungkan sekaligus
merugikan. Insektisida kalau digunakan secara tepat sasaran, tepat dosis, tepat
waktu dan cakupan akan mampu mengendalikan vektor dan mengurangi dampak
negatif terhadap lingkungan dan organisme yang bukan sasaran.
Penggunaan insektisida dalam jangka tertentu secara akan menimbulkan
resistensi vektor. Data penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 di Jakarta dan
Denpasar pada tahun 2009 yang dilakukan oleh Shinta dkk menunjukkan
resistensi vektor terhadap insektisida yang digunakan oleh program. Insektisida
untuk pengendalian DD/DBD harus digunakan dengan bijak dan merupakan
17

senjata pamungkas.
2.

Optimalisasi Dukungan Kepedulian Perusahaan Vulkanisir ban


terhadap pemberantasan DBD
Planing
Organizing

(Perencanaan)
1. Menyusun draft MOu
perusahaan

dan

masyarakat

untuk

mengendalikan
kebersihan

(Pengorganisasian)
(Pelaksanaan Program)
Kepala puskesmas dan 1. Puskesmas memantau
jajarannya bersama sama

pelaksanaan foging di

dengan

lingkungan internal.

pemilik

kesehatan lingkungan

dan

perusahaan 2. Puskesmas memantau

pengelola
dan

Actualing

merumuskan

langkah

kongkrit berantas DBD

2. Menyusun

pelaksanaan
pengendalian
kebersihan

permohonan

kesahatan

dan
dalam

dukungan

anggaran

pelaksanaan 3m dan

untuk

kegiatan

3m plus di lingkungan

pengendalian DBD

perusahaan

Optimalisasi perusahaan ini dalam rangka manajemen lingkungan sebagai


bentuk komitmen dan tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan
eksternalnya untuk mewujudkan lingkungan bersih dan sehat babas DBD.
Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan untuk
mengurangi bahkan menghilangkan habitat perkembangbiakan nyamuk vektor
sehingga akan mengurangi kepadatan populasi. Manajemen lingkungan hanya
akan berhasil dengan baik kalau dilakukan oleh masyarakat, lintas sektor, para
pemegang kebijakan dan lembaga swadaya masyarakat melalui program
kemitraan.

3.

Penggalangan masyarakat melalui gerakan berantas DBD (Getas DBD)


Planing
Organizing
Actualing
(Perencanaan)

(Pengorganisasian)
18

(Pelaksanaan Program)

1. Menyusun

materi

Kepala puskesmas dan 1. Saresehan dan sebar

sosialisasi berdasakan

jajarannya bersama sama

brosur

panduan

Dinas

kelompok

Bahaya

Kesehatan

terkait

dan

manajemen DBD
2. Merencanakan media
sosialisasi
3. Menggalang

masyarakat

LSM

penggiat

Sosialisasi
Demam

Berdarah

dan

kesehatan dalam satu tim

pencegahannya

kerja Gerakan Berantas

melalui

DBD

kelompok, komunitas

target

dan

sosialisasi

kelompokperkumpulan-

perkumpulan
ada

di

yang

masyarakat

oleh

petugas

Puskesmas
2.

Pemberdayaan
masyarakat melalui
pelatihan PHBS dan
pemberantasan
jentik

nyamuk

rumah tangga oleh


LSM dan komunitas
Kegiatan di atas dalam jangka panjang akan meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman masyarakat tentang DBD yang akhirnya membangun kesadaran
masyarakat untuk merasa perlu berperan aktif dalam Gerakan Berantas DBD.

19

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan infentarisir permasalahan terhadap kejadian DBD di
lingkungan perusahaan vulkanisir ban yang berdekatan dengan pemukiman
padat penduduk yang telah di dianalisa dengan metode fish bone dapat
disimpulkan bahwa Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian DBD di
Kecamatan Berantah adalah :
1.

Faktor manusia,
a.

Dengan minimnya pengetahuan tentang DBD meliputi bahaya DBD,


Pencegahan DBD dan tindakan dini DBD mengakibatkan KLB DBD
karena memicu menginkatnya distribusi penyebaran vektor.

b.

Rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat mengakibatkan KLB


DBD karena tidak ada kepedulian terhadap pemberantasan
perkembangbiakan nyamuk dengan pembiaran terhadap kondisi
lingkungan yang kotor dan tidak sehat.

2.

Faktor

lingkungan,

rendahnya

kepedulian

perusahaan

terhadap

kesehatan lingkungan menjadi salah satu pemicu kejadian DBD,


faktanya adalah perusahaan membiarkan lingkungan yang kotor terjadi,
membiarkan tumpukan ban bekas yang melebihi kapasitas gudang,
membiarkan kondisi kumuh dan banyak gantungan pakaian kerja di
ruang produksi.
3. Faktor metode, menjadi penting karena di daerah ini tidak terdapat
program khusus pengawasan pencegahan DBD sehingga kepedulian
masyarakat menjadi rendah akan pentingnya mencegah DBD melalui
pelaksanaan program 3M atau 3M plus.
4. Faktor sarana dan prasarana kesehatan yang sangat minim seperti
keterbatasan ruang palayanan, peralatan medis dan obat obatan di
puskesmas dapat memperlambat penanganan DBD bahkan keterlambatan
ini tidak jarang terjadi shock syndrom yang fatalnya berakibat pada

20

kematian.
Sedangkan pengendalian DBD oleh Puskemas Antah sebagai
pelaksana Dinas Kesehatan di Kecamatan Berantah adalah sebagai berikut:
1.

Pemaksimalan

tindakan

fogging

(pengasapan)

di

lingkungan

perusahaan dan pemukiman penduduk suspect DBD dan sekitarnya


sebagai prioritas pertama karena sudah terdapat suspect korban.
2.

Minta dukungan perusahaan untuk segera mengendalikan kebersihan


dan kesehatan lingkungan perusahaan. Langkah ini diambil sebagai
prioritas kedua karena perilaku dan budaya perusahaan yang buruk
terhadap kesehatan menjadi sponsor utama kejadian DBD

3.

Penggalangan masyarakat melalui gerakan berantas DBD (Getas DBD),


hal ini perlu dilakukan untuk tujuan jangka panjang dalam mewujudkan
wilayah bebas DBD

21

B. SARAN
1.

Agar dibentuk tim penggerak kesehatan dilingkungan Puskesmas yang


melibatkan relawan dari Pengurus RT-RW, PKK, Posyandu dan karang
taruna untuk turut mengkampanyekan GETAS DBD (Gerakan Berantas
Demam Berdarah) di lingkungan masing-masing

2.

Agar bekerjasama dengan Perguruan tinggi terdekat yang memiliki


program kesehatan (Fakultas kedokteran, Keperawatan, Kebidanan dan
lain-lain) malalui BEM untuk membantu bakti sosial dengan memberikan
penyuluhan kesehatan masyarakat di lingkungan wilayah puskesmas.

22

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI., 2004c. Kebijakan Program P-2 DBD danSituasiTerkini DBD di
Indonesia.Dirjen PPM & PL DepartemenKesehatanRepublik Indonesia, Jakarta.
WHO, 1998, Dengue in the WHO Western Pacific Region. Weekly Epidemiology
Record
Kemenkes R.I., 2010.Buletin Jendela Epidemiologi
Siregar, F.A., 2004, Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue
di Indonesia, Digitized by USU Digital Library.
Hiswani. 2003. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue
(DBD).

Tersedia

di

http://www.library.usu.ac.id/download/

fkm/fkm-

hiswani9.pdf
Hadinegoro, Sri Rezeki H. Soegianto, Soegeng. Suroso, Thomas. Waryadi,
Suharyono.

TATA

LAKSANA

DEMAM

BERDARAH

DENGUE

DI

INDONESIA.
Depkes&KesejahteraanSosialDirjenPemberantasanPenyakitMenular&Penyehatan
LingkunganHidup 2001. Hal 1 33.
Soeroso, T., 2003.Perkembangan DBD, EpidemiologidanPemberaantasannya di
Indonesiaa, Jakarta.

23

Anda mungkin juga menyukai